b. Sebagai bahan masukan bagi PT. Sarana Sumut Ventura, PMV dan PPU.
c. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi
masyarakat tentang pemberian modal ventura sesuai dengan ketentuan mengenai lembaga pembiayaan.
d. Sebagai bahan masukan untuk penyempurnaan peraturan perundang-
undangan nasional khususnya yang berhubungan dengan pemberian modal ventura.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Program Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL PERUSAHAAN MODAL
VENTURA DAN PERUSAHAAN PASANGAN USAHA , belum pernah ada yang
melakukan penelitian ini sebelumnya. Dengan demikian, maka dari segi keilmuan penelitian ini dapat dikatakan asli, sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,
rasional dan obyektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori
merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta.
8
Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika flow of
reasoninglogic, terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.
9
Konsep mengekspresikan suatu abstraksi yang terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena obyek, kejadian,
atribut atau proses.
10
Otje Salman dan Anton F. Susanto menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat dari berbagai ahli, yaitu teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang
di samping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih
umum.
11
Penetapan suatu kerangka teori merupakan suatu keharusan dalam penelitian. Hal ini disebabkan, kerangka teori digunakan sebagai landasan berpikir untuk
8
Ensiklopedia Bebas, Wikipedia Bahasa Indonesia, http:id.wikipedia.orgwikiteori, diakses 6 Januari 2010.
9
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 194.
10
Kerlinger, Definisi Teori, http:www.pdf-search-engine.comdefinisi-teori-pdf.html, diakses 6 Januari 2010.
11
H. R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
menganalisis permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, yaitu mengenai pelaksanaan perjanjian bagi hasil perusahaan modal ventura dan perusahaan pasangan usaha. Teori
yang menjadi pedoman dalam penulisan tesis ini adalah kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan
aliran filsafat yang menekankan semangat individualisme dan pasar bebas. Teori ini sangat mendominasi teori hukum kontrak. Inti permasalahan hukum kontrak lebih
tertuju kepada realisasi kebebasan berkontrak. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran laissez faire yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non-
intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar, tetapi Adam Smith tidak menolak campur tangan pemerintah hanya dikurangi seminimal
mungkin. Pemerintah hanya diperkenankan untuk ikut campur secara minimal, khususnya dengan alasan demi tegaknya keadilan. Campur tangan yang berlebihan
yang bersifat distorsif dianggap sebagai pelanggaran akan keadilan.
12
Pandangan moral yang membela kebebasan berkontrak ditemukan dalam tulisan filsuf moral terkenal dari Jerman, Immanuel Kant. Menurut Kant, hukum
harus ditopang oleh landasan moral, yang disebut sebagai otonomi kehendak autonomie willens atau autonomy of the will. Otonomi kehendak berkaitan dengan
moralitas otonom, yakni kesadaran manusia akan kewajiban yang ia taati sebagai sesuatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sangat baik.
Berdasarkan rumusan otonomi kehendak itu, Kant merumuskan esensi kontrak. Esensi kontrak adalah bersatunya 2 dua kehendak pihak yang satu dengan
12
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 43
Universitas Sumatera Utara
pihak lainnya. Apa yang diperoleh dari analisis Kant mengenai kontrak adalah suatu hal personal, yakni suatu hak yang hanya berlaku terhadap seseorang dan tidak yang
lainnya.
13
Doktrin liberalis-individualisme yang berkembang pada abad ke-19 berpengaruh langsung atas kebebasan berkontrak yang berimbas kepada lahirnya
paradigma baru hukum kontrak yang timbul dari 2 dua dalil di bawah ini: Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan adalah sah geoorloofd
Setiap perjanjian kontraktual yang diadakan secara bebas adalah adil dan memerlukan sanksi undang-undang
Dalam paradigma baru ini, dalam kontrak timbul 2 dua aspek, yaitu pertama, kebebasan sebanyak mungkin untuk mengadakan suatu kontrak, dan kedua, kontrak
tersebut harus diperlakukan sakral oleh pengadilan, karena para pihak secara bebas dan tidak ada pembatasan dalam mengadakan kontrak tersebut. Dengan demikian,
kebebasan berkontrak dan kesucian sanctity kontrak menjadi dasar keseluruhan hukum kontrak yang berkembang saat itu. Dengan perkataan lain, orientasi mereka
adalah kesucian dan kebebasan berkontrak. Sebagai konsekuensi adanya penekanan kebebasan berkontrak, kemudian dianut pula dogma bahwa kewajiban dalam kontrak
hanya dapat diciptakan oleh maksud atau kehendak para pihak. Hal tersebut menjadi prinsip mendasar hukum kontrak yang mengikat untuk dilaksanakan segera begitu
mereka telah mencapai kesepakatan. Dengan demikian kebebasan berkontrak di dalam teori hukum kontrak klasik memiliki 2 dua gagasan utama, yakni kontrak
13
Ibid., hal. 43-73.
Universitas Sumatera Utara
didasarkan kepada persetujuan dan kontrak sebagai produk kehendak memilih bebas.
14
Konsep modern kebebasan berkontrak menjadi dasar signifikan dalam leksikon hukum kontrak dan signifikansi bahwa para pihak dalam kontrak memiliki
hak otonomi untuk menentukan bargain mereka sendiri dan menuntut pemenuhan dari apa yang mereka sepakati. Dengan adanya konsensus para pihak, maka timbul
kekuatan mengikat kontrak sebagaimana layaknya undang-undang. Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan hukum menjadi hukum bagi mereka
cum nexum faciet mancipimque, uti lingua mancouassit, ita jus esto. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya kontrak verbindende kracht van de
overereenkomst
15
, dan menjadi kekuatan yang mengikat Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil yang dapat dilihat dari adanya kebebasan untuk menentukan
isi perjanjian yang kemudian menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kebebasan berkontrak merupakan teori universal dan dianut oleh hukum perjanjian di hampir seluruh negara di dunia pada saat ini. Dalam pustaka-pustaka
yang berbahasa Inggris, teori ini dituangkan dalam berbagai istilah, antara lain Freedom of Contract, Liberty of Contract atau Party Autonomy.
16
Di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat ditemukan dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata KUH Perdata yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk
14
Ibid., hal 81-90.
15
Ibid., hal 91-102.
16
Felix S. Subagjo, Perkembangan Azas-azas Hukum Kontrak dalam Praktek Bisnis selama 25 Tahun Terakhir, Makalah disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Perkembangan Hukum Kontrak
dalam Praktek Bisnis Indonesia, Jakarta, 18-19 Februari 1993, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Wetboek BW, terutama pada Pasal 1338 yang menyebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Namun dengan adanya teori ini bukan berarti para pihak dapat seenaknya membuat suatu perjanjian, dalam Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan
bahwa suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
Suatu kesepakatan kehendak terhadap suatu kontrak dimulai dari adanya unsur penawaran offer oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan
penawaran acceptance dari pihak lainnya, yang terutama untuk kontrak- kontrak bisnis kerapkali dilakukan secara tertulis.
17
Adakalanya, kesepakatan suatu kontrak yang ditandai dengan penandatanganan kontrak dilakukan tidak
berdasarkan keinginan salah satu pihak, misalnya karena ada kekhilafan, paksaan, atau penipuan Pasal 1321 KUH Perdata, untuk hal tersebut harus
diingat bahwa masing-masing pihak harus mengalaskan pembuatan perjanjian dengan adanya itikad baik Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata dan juga harus
sesuai dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang Pasal 1339 KUH Perdata.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Menurut Pasal 1330 KUH Perdata, semua orang cakap berwenang membuat kontrak kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut yaitu orang yang
17
Munir Fuady Munir Fuady I, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
belum dewasa, orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, wanita bersuami, dan orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan
perbuatan tertentu. Tetapi sejak adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1963 SEMA RI No. 3 Tahun 1963 maka kedudukan seorang perempuan yang telah bersuami itu dianggap derajatnya sama dengan
laki-laki, sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan ia tidak memerlukan bantuan dari suaminya lagi. Hal ini
semakin dipertegas oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1 bahwa kedudukan
istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan berumah tangga dan pergaulan di masyarakat serta keduanya sama-sama
berhak untuk melakukan perbuatan hukum. c.
Suatu hal tertentu Hal tertentu adalah hal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Terdapat
beberapa syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undagan terhadap obyek tertentu dari suatu kontrak, khususnya jika obyek kontrak tersebut
berupa barang, yaitu 1 merupakan barang yang dapat diperdagangkan, 2 pada saat kontrak dibuat, barang telah dapat ditentukan jenisnya, 3 jumlah
barang tersebut tidak boleh tertentu, 4 boleh merupakan barang yang akan
Universitas Sumatera Utara
ada di kemudian hari, 5 bukan merupakan barang yang termasuk ke dalam warisan yang belum terbuka.
18
d. Suatu sebab yang halal
Dalam Pasal 1337 KUH Perdata, dapat ditarik rumusan negatif mengenai pengertian sebab yang halal yaitu sebab yang dilarang oleh undang-undang
atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban sosial.
19
Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat sahnya kontrak tersebut yaitu kontrak menjadi batal demi hukum, dapat dibatalkan,
tidak dapat dilaksanakan danatau mendapat sanksi administratif.
20
Kontrak yang dibahas di dalam penelitian ini adalah Perjanjian Modal Ventura. Namun sebelum membahas mengenai Perjanjian Modal Ventura, terlebih
dahulu akan dipaparkan pengertian-pengertian mengenai modal ventura itu sendiri. Modal ventura merupakan terjemahan dari terminologi bahasa Inggris yaitu
Venture Capital dan dewasa ini istilah modal ventura tersebut telah dipergunakan
secara meluas dalam tata hukum pergaulan hukum dan bisnis di Indonesia.
Dalam Dictionary of Business Terms disebutkan “Modal ventura adalah suatu sumber pembiayaan yang penting untuk
memulai suatu perusahaan yang melibatkan resiko investasi tetapi juga menyimpan potensi keuntungan di atas keuntungan rata-rata dari investasi
dalam bentuk lain. Karena itu modal ventura disebut juga sebagai risk capital.”
21
18
Ibid., hal. 37.
19
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 163.
20
Munir Fuady I, op.cit, hal. 36.
21
Munir Fuady Munir Fuady II, Hukum tentang Pembiayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 135.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Handowo Dipo, modal ventura adalah suatu dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang dapat dialihkan menjadi saham. Dana tersebut
bersumber dari PMV yang mengharapkan keuntungan dari investasinya tersebut.
22
Suharsono Sagir memberikan pengertian modal ventura, yaitu sebagai suatu tindakan masyarakat atau individu pemilik dana yang berani mengambil resiko dalam
bentuk investasi atau pemilikan saham dengan ikut serta dalam kegiatan operasional usaha.
23
Pihak yang terlibat di dalam modal ventura terbagi 2 dua yaitu Perusahaan Modal Ventura PMV dan Perusahaan Pasangan Usaha PPU.
Secara yurudis formal Pasal 1 huruf h Kepmenkeu No. 1251KMK.0131988 memberi definisi bahwa PMV Venture Capital Company adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu PPU Investee Company untuk jangka waktu tertentu. Selanjutnya di dalam Pasal 1
angka 3 Perpres Nomor 9 Tahun 2009 disebutkan bahwa PMV Venture Capital Company adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaanpenyertaan modal
ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan Investee Company untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui
pembelian obligasi konversi, danatau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
22
Handowo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha dengan Tinjauan Khusus Modal Ventura, Grafiti, Jakarta, 1993, hal. 10.
23
Ali Ridho, Hukum Dagang tentang Prinsip-prinsip dan Fungsi Asuransi dalam Lembaga Keuangan, Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Modal Ventura dan Asuransi Haji, Alumni, Bandung,
1992, hal. 317.
Universitas Sumatera Utara
Pada Pasal 1 huruf i Kepmenkeu No. 1251KMK.0131988 disebutkan bahwa PPU adalah perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan
modal dari PMV. Untuk lebih mengkhususkan PPU yang dimaksud di maka perlu diuraikan bahwa yang menjadi PPU di dalam perjanjian yang dibahas dalam tulisan
ini adalah usaha mikro, kecil dan menengah. Hal ini disebabkan hanya PPU yang berbentuk usaha mikro, kecil dan menengah yang menjadi PPU Perjanjian
Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil tersebut. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 UU No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Pasal 6 ayat 1 usaha mikro yaitu entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1 kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,- lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2 hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- tiga ratus
juta rupiah. Pasal 6 ayat 2 menguraikan yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1 kekayaan bersih lebih dari Rp.
50.000.000,- lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan 2
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- dua milyar lima ratus juta rupiah.
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah Pasal 6 ayat 3 adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1 kekayaan bersih lebih dari Rp.
500.000.000,- lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; dan 2 memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- dua
Universitas Sumatera Utara
milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,- lima puluh milyar rupiah.
Para pihak di dalam modal ventura diikat dengan suatu perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil. Perjanjian tersebut
merupakan perwujudan dari adanya kesepakatan antara PMV dan PPU yang isinya memuat persyaratan tertentu
24
, termasuk jumlah fasilitas dana yang diberikan dan imbalan jasa bagi hasil. Perjanjian inilah yang mendasari kerjasama antara PMV dan
PPU dan kemudian melahirkan hak dan kewajiban antara kedua perusahaan tersebut. Menurut Munir Fuady,
“Dokumen pokok yang paling penting sebagai bukti adanya kerja sama dalam usaha modal ventura adalah perjanjian modal ventura. Oleh karena itu, di
dalam praktik bentuk-bentuk penyertaan modal yang dilakukan PMV ada beberapa macam, maka jenis perjanjiannya pun tergantung pada masing-
masing bentuk penyertaan modal mana yang dipilihnya.”
25
Syarat-syarat Top of For yang lazim diperjanjikan dalam perjanjian pemberian modal ventura yaitu:
26
1. Suku bunga atau besarnya persentase bagi hasil dari modal ventura yang
diberikan. 2.
Jangka waktu penggunaan modal ventura oleh PPU. 3.
Cara-cara pengembalian modal ventura dari PPU kepada PMV. 4.
Jaminan atau agunan atas pemberian modal ventura tersebut. 5.
biaya yang harus dikeluarkan dan menjadi tanggungan PPU. 6.
Asuransi jiwa dan kerugian. 7.
Bantuan manajemen atau keikutsertaan pihak PMV ke dalam manajemenoperasional PPU, dan sebagainya termasuk di dalamnya syarat-
syarat positive covenant dan negative covenant seperti halnya dengan
24
Sunaryo, op,cit, hal. 28.
25
Munir Fuady II, op.cit, hal. 167.
26
Hasanuddin Rahman, Segi-segi dan Manajemen Modal Ventura, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 119.
Universitas Sumatera Utara
pemberian kredit oleh bank kepada debiturnya dan atau perusahaan leasing lessor kepada lessee.
Pola bagi hasil merupakan bentuk penyertaan oleh PMV yang didasarkan pada prinsip-prinsip bagi hasil dalam suatu usaha bersama antara PMV dan PPU
27
. Perlu diperhatikan bahwa prinsip bagi hasil di dalam perjanjian tersebut berbeda
dengan praktik-praktik bagi hasil pada umumnya yang membagi keuntungan dan kerugian secara bersama. Prinsip bagi hasil di dalam perjanjian modal ventura
merupakan prinsip pembagian dengan berdasarkan atas perhitungan dari keuntungan laba yang diperoleh PPU sebelum atau sesudah pemberian dana. Jadi dapat
dikatakan pola bagi hasil di dalam PMV ditentukan oleh PMV itu sendiri. Acapkali dalam praktik pelaksanaan perjanjian modal ventura terdapat
prestasi atau kewajiban yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya yang telah dibebankan kepada pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan. Hal ini disebut dengan wanprestasi wanprestatie, default. Berkenaan dengan perbuatan wanprestasi, R. Setiawan mengemukakan 3
tiga bentuk wanprestasi sebagai berikut:
28
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b. Terlambat memenuhi prestasi
c. Memenuhi prestasi secara tidak baik
Menurut R. Setiawan, wanprestasi membawa akibat yang dapat merugikan para pihak yang bersangkutan dalam melakukan perjanjian, oleh karena itu
27
Sunaryo, op.cit, hal. 35.
28
R. Setiawan, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
hendaknya para pihak harus mentaati ketentuan yang sudah ditetapkan sebelum perjanjian dilakukan.
Sebagai penyelesaian dari adanya wanprestasi, di dalam Pasal 1243 KUH Perdata disebutkan bahwa pihak yang melakukan wanprestasi dapat dikenakan
penggantian biaya, rugi dan bunga. Namun di dalam praktik pembiayaan dengan pola bagi hasil diambil 5 lima bentuk penyelesaian wanprestasi, yaitu dengan
penyelamatan restucturing, reconditioning, rescheduling dan injection, take over, penjualan aset PPU, offseting dan legal action. Penyelamatan yang terdiri dari
restucturing, reconditioning, dan rescheduling dilakukan mengingat
diperbolehkannya upaya penyelamatan kredit bermasalah dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2312BPPP SEBI No. 2312BPPP tanggal 28
Februari 1991 tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan atas Aktiva yang Diklasifikasikan dan Upaya Penyelamatan
Kredit yang Dapat Dilakukan oleh Bank. Di dalam praktik para pihak menyelesaikan wanprestasi dengan didahului
oleh musyawarah. Di dalam musyawarah disebutkan alasan mengapa PPU melakukan wanprestasi dan bentuk penyelesaian yang sesuai untuk permasalahan yang dihadapi
oleh PPU sehingga terjadi wanprestasi. Musyawarah biasanya menghasilkan keputusan untuk penyelamatan tersebut di atas yaitu restucturing, reconditioning,
rescheduling dan injection. Bentuk penyelesaian ini diambil karena lebih efektif dan efisien bagi PMV sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar dan PMV
dapat tetap melaksanakan kegiatan usahanya tanpa terganggu.
Universitas Sumatera Utara
2. Konsepsional