a. Direktur PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Bapak Julfizar, S.H.
b. Kepala Bagian Legal dan SDM PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Ibu
Jumaliati, S.H. c.
PPU PT. Sarana Sumut Ventura yang berjumlah 205 dua ratus lima PPU, dan yang diambil menjadi responden sebanyak 5 lima persen dari jumlah
tersebut yaitu 10 sepuluh PPU yang dianggap representatif atau merupakan perwakilan dari seluruh populasi.
4. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan library research yaitu menghimpun data dengan melakukan
penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier
35
, yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan dan karangan ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Di samping itu
juga digunakan studi dokumentasi yaitu cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu
a. studi dokumen, yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-
teori, buku-buku, hasil penelitian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan.
35
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
b. wawancara dengan responden, yang dilakukan secara langsung dan
mendalam, terarah dan sistematis kepada narasumber yaitu sebagai berikut: 1
Direktur PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Bapak Julfizar, S.H. 2
Kepala Bagian Legal dan SDM PT. Sarana Sumut Ventura, yaitu Ibu Jumaliati, S.H.
3 PPU PT. Sarana Sumut Ventura yang berjumlah 205 dua ratus lima PPU,
dan yang diambil menjadi responden sebanyak 5 lima persen dari jumlah tersebut yaitu 10 sepuluh PPU yang dianggap representatif atau
merupakan perwakilan dari seluruh populasi.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.
36
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menginventarisasi peraturan perundang-perundangan yang terkait dengan persoalan
yang menjadi obyek kajian. Data yang terkumpul akan diidentifikasikan kemudian dilakukan penganalisisan secara kualitatif berupa pembahasan, antara berbagai data
sekunder yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan hukum yang telah diinventarisir dan pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara
konkretnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika
36
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
berpikir deduktif, yang menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku secara umum yang terkait dengan tesis ini dan kemudian dihubungkan dengan
Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN MODAL VENTURA DAN
PERUSAHAAN PASANGAN USAHA
A. Pengertian Perjanjian
Berbicara mengenai perjanjian tidak dapat terlepas dari perikatan maka sebelum sampai pada pengertian perjanjian, ada baiknya dibahas mengenai
pengertian perikatan. KUH Perdata di dalam Buku III memakai istilah perikatan yang berasal dari
bahasa Belanda verbintenis. R. Subekti memberi rumusan perikatan sebagai hubungan antara 2 dua orang atau 2 dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
37
Istilah perikatan dipergunakan untuk menggambarkan suatu hubungan hukum antara 2 dua pihak atau lebih yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk
menuntut sesuatu yang disebabkan suatu kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perikatan lahir dari
suatu peristiwa di mana 2 dua orang atau lebih saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa ini tepatnya dinamakan perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu
rangkaian janji-janji. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian menerbitkan perikatan.
Dalam Pasal 1233 KUH Perdata dirumuskan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Sedang dalam Pasal
37
R. Subekti R. Subekti I, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1983, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
1313 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. R. Subekti berpendapat bahwa istilah perjanjian dinamakan persetujuan
karena kedua belah pihak bersetuju untuk melakukan sesuatu.
38
Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa Pasal 1313 kurang begitu memuaskan memberikan perumusan tentang perjanjian disebabkan perumusan pasal
tersebut mengandung kelemahan-kelemahan antara lain:
39
1. Hanya menyangkut sepihak saja.
2. Kata perbuatan tidak mencakup konsensus.
3. Kata perjanjian terlalu luas.
4. Tanpa menyebut tujuan.
Dengan demikian Abdul Kadir Muhammad berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana 2 dua orang atau lebih saling mengikat diri
untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
40
Perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapat prestasi tadi dilindungi
oleh hukum berupa sanksi. Hal ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa debitur dapat menyelesaikan pelaksanaan kewajibanprestasi yang
mereka perjanjikan. Sanksi dalam hal ini berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa.
38
R. Subekti I, op.cit, hal. 20.
39
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal. 8.
40
Ibid, hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat pengertian perjanjian dimaksud, dikemukakan beberapa pendapat yang dapat dilihat di bawah ini.
M. Yahya Harahap merumuskan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara 2 dua orang atau lebih yang memberikan
kekuatan hukum pada satu pihak untuk memperoleh potensi sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.
41
Wirjono Prodjodikoro merumuskan perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai benda antara 2 dua pihak dalam mana salah satu pihak berjanji
untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
42
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur- unsur dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil adalah sebagai berikut:
1. Lahir dari adanya kesepakatan
2. Mengikat PMV dan PPU
3. Menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak
B. Syarat-syarat Sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata diperlukan 4 empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
41
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6
42
Wirjono Prodjodikoro Wirjono Prodjodikoro I, Pokok-pokok Hukum Perdata tentang Perjanjian Tertentu, Sumur, Bandung, 1981, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, keempat unsur tersebut digolongkan ke dalam:
43
Dua unsur pokok yang menyangkut subyek pihak yang mengadakan perjanjian unsur subyektif, dan
Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian unsur obyektif.
Syarat yang pertama dan yang kedua disebut dengan syarat subyektif, karena langsung menyangkut orang atau subyek pembuat perjanjian. apabila salah satu syarat
tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya, artinya salah satu pihak dapat memintakan supaya perjanjian dibatalkan.
Syarat yang ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif, karena apabila salah satu syarat obyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian itu dengan
sendirinya batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat adalah bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang diadakan. Menurut Pasal 1321 KUH Perdata, sepakat yang telah diberikan menjadi tidak
sah apabila kata sepakat tersebut diberikan karena: a.
Salah pengertian atau kekhilafan
43
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op cit, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
b. Paksaan
c. Penipuan
Sepakat karena salah pengertian kekhilafan, paksaan atau penipuan menjadi tidak sah oleh karena persetujuan diberikan dengan cacat kehendak. Salah pengertian
mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat batal. Salah pengertian terhadap obyeklah yang dapat menyebabkan perjanjian batal. Hal ini dapat dilihat
dari Pasal 1322 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi
mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu
perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut.
Paksaan terjadi apabila orang yang dipaksa itu tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus menyetujui perjanjian tersebut. Sejalan dengan itu, Mariam Darus
Badrulzaman berpendapat bahwa “Yang dimaksud dengan paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman akan
membuka rahasia dengan sesuatu yang dibolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Disini paksaan itu
harus benar-benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan.”
44
Penipuan adalah segala tipu muslihat ataupun memperdayakan dengan terang dan nyata, sehingga pihak lain tidak akan membuat perikatan seandainya tipu
44
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1993, hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
muslihat itu akan dilakukan Pasal 1328 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa penipuan tidak boleh dipersangkakan akan tetapi dapat dibuktikan.
Tentang penipuan ini, Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa satu macam pembohongan saja tidaklah cukup untuk adanya penipuan melainkan harus ada suatu
rangkaian pembohongan yang di dalamnya hubungan satu dengan lain merupakan satu tipu muslihat.
45
Penipuan haruslah merupakan pernyataan yang tidak benar tentang sesuatu kenyataan bukan pendapat yang ada pada waktu pernyataan dibuat. Suatu maksud
atau kehendak dari seseorang adalah merupakan suatu kenyataan.
46
Ad. 2. Cakap membuat perjanjian Suatu perjanjian harus dibuat oleh orang yang benar-benar mempunyai
kewenangan untuk membuat perjanjian. Dengan kata lain pihak yang bersangkutan yang melakukan perbuatan harus dapat menginsyafi tanggung jawab yang akan
dipikul sebagai akibat dari perjanjian yang dibuat. Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baligh dan sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Dalam
Pasal 1330 KUH Perdata disebut orang-orang yang tidak cakap membuat suatu perjanjian yaitu
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
45
Wirjono Prodjodikoro Wirjono Prodjodikoro II, Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hal. 31.
46
Harjan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang
dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Pasal 330 KUH Perdata menyatakan orang dewasa adalah orang yang telah berumur 21 dua puluh satu tahun atau telah kawin. Jadi jika seseorang yang belum
berumur 21 dua puluh satu tahun namun telah kawin mengadakan perjanjian, dia dianggap sudah dewasa.
Terhadap mereka yang ditaruh di bawah pengampuan Pasal 433 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu,
sakit otak, atau mata gelap, termasuk orang yang kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya juga orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.
Dalam hal ini undang-undang menganggap bahwa mereka tidak mampu menginsyafi tanggung jawab dan karena itu mereka tidak dapat bertindak melakukan
perjanjian, dan untuk mewakilinya ditunjuk orang tua dan wali pengampunya kurator.
Mengenai perempuan yang telah bersuami KUH Perdata memandang mereka tidak cakap untuk melakukan perjanjian Pasal 108 KUH Perdata. Dalam melakukan
perjanjian mereka harus didampingi oleh suaminya. Tetapi sejak tahun 1963 dengan SEMA RI Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan
Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia, maka kedudukan seorang perempuan yang telah bersuami itu dianggap derajatnya sama dengan laki-laki, sehingga untuk
mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan ia tidak
Universitas Sumatera Utara
memerlukan bantuan dari suaminya lagi, dan Pasal 108 dan 110 KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku lagi.
Hal ini semakin dipertegas oleh UU No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1 bahwa kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan berumah tangga dan pergaulan di masyarakat serta keduanya sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Ad. 3. Suatu hal tertentu Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu mempunyai arti bahwa
obyek yang diperjanjikan harus jelas bedanya, jenisnya dan dapat diperdagangkan Pasal 1332 KUH Perdata. Dengan demikian barang-barang di luar ketentuan Pasal
1332 KUH Perdata ini tidak dapat menjadi obyek perjanjian, misalnya barang-barang yang dipergunakan untuk keperluan orang banyak seperti jalan umum, benda-benda
terlarang seperti narkotika dan sejenisnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan bahwa barang yang dijadikan obyek
perjanjian harus dapat ditentukan jenisnya, apakah sebagai benda yang tidak berwujud. Obyek perjanjian dapat pula barang-barang yang baru diharapkan akan ada
di kemudian hari. Dengan kata lain, barang tersebut belum ada pada waktu perjanjian dibuat. Perjanjian yang tidak menyatakan secara tegas apa yang menjadi obyeknya
adalah batal demi hukum.
Universitas Sumatera Utara
Ad. 4. Sebab yang halal Dalam Pasal 1335 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu persetujuan tanpa
sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.
Perjanjian dikatakan dibuat tanpa sebab jika tujuan yang dimaksud oleh para pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak akan tercapai, misalnya suatu perjanjian
tentang tempat pelaksanaan perjanjian yang sebenarnya tidak pernah ada. Perjanjian juga dikatakan dibuat dengan sebab yang palsu jika sebab yang dibuat oleh para pihak
adalah untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu, misalnya apabila para pihak membuat perjanjian jual beli morfin dengan alasan untuk kepentingan
pengobatan tetapi ternyata dalam praktiknya disebarluaskan untuk keuntungan pribadi.
Dalam Pasal 1336 KUH Perdata ditegaskan bahwa jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada sesuatu sebab yang lain,
daripada yang dinyatakan, persetujuannya namun demikian adalah sah. Selain itu, ditambahkan juga dalam Pasal 1337 KUH Perdata bahwa suatu
sebab adalah terlarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
R. Subekti menyatakan “Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah isi perjanjian, dengan
menghilangkan suatu sangkaan bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian. Yang diperhatikan adalah
tindakan yang menjadi kelanjutan dari perjanjian tersebut.
47
47
R. Subekti II, op.cit, hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal yang termasuk sebab tak halal menurut Abdul Kadir Muhammad dinyatakan sebagai berikut
“Perjanjian yang berkausa tidak halal dilarang oleh undang-undang, misalnya jual beli ganja, perjanjian membunuh orang. Perjanjian tidak halal
yang bertentangan dengan kepentingan umum, misalnya jual beli manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran tertentu. Perjanjian yang berkausa tidak
halal bertentangan dengan kesusilaan, misalnya membocorkan rahasia perusahaan.
48
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa yang menjadi dasar dari suatu sebab yang halal adalah isi atau maksud dari perjanjian yang dibuat itu, apakah
bertentangan atau tidak dengan undang-undang. Akibat hukum yang timbul jika perjanjian itu dilakukan atas dasar sebab yang halal adalah perbuatan itu batal demi
hukum atau dianggap tidak pernah ada. Jadi sekalipun kepada para pihak diberi kebebasan untuk membuat perjanjian dalam bentuk apapun, kebebasan itu harus tetap
didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Dengan perkatan lain, perjanjian yang dibuat harus memenuhi keempat unsur penentu suatu perjanjian agar dapat dianggap
sah menurut hukum. Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil telah sah menurut hukum
karena telah memenuhi syarat sah perjanjian yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: 1.
Perjanjian Pembiayaan dengan Pola Bagi Hasil merupakan hasil dari adanya kesepakatan antara PMV dan PPU yang dituangkan dalam bentuk akta notaril
dan dibuktikan dengan adanya tanda tangan para pihak. 2.
Para pihak di dalam perjanjian tersebut merupakan pihak yang cakap yaitu pihak yang berwenang untuk mewakili dan telah dewasa berumur 21 dua
48
Abdul Kadir Muhammad, op.cit, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
puluh satu tahun atau telah menikah di dalam Pasal 330 KUH Perdata atau berumur 18 delapan belas tahun atau telah menikah di dalam Pasal 39 ayat 1
UU No. 30 Tahun 2004. PMV yang berbentuk perseroan terbatas diwakili oleh direktur, dan PPU yang merupakan usaha kecil diwakili oleh pemilik
usaha. 3.
Obyek perjanjian telah jelas yaitu untuk pemberian fasilitas dana investasi dari PMV kepada PPU.
4. Perjanjian dibuat dengan sebab yang halal atau tidak melanggar peraturan
perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum mengingat perjanjian dibuat berdasarkan Perpres No. 9 Tahun 2009, Kepmenkeu No.
468KMK.0171995, Kepmenkeu No. 469KMK.0171995, UU No. 20 Tahun 2008 dan UU No. 30 Tahun 2004.
C. Perjanjian Modal Ventura
Perjanjian modal ventura merupakan suatu perjanjian antara PMV dan PPU yang menjadi dasar pengikatan dalam pelaksanaan investasi dari PMV ke dalam PPU.
Di Indonesia, kegiatan modal ventura secara yuridis telah di back up oleh 3 tiga kelompok besar yaitu
49
1. Prinsip kebebasan berkontrak
2. Dasar hukum perseroan
3. Hukum administratif
49
Munir Fuady II, op.cit, hal. 133.
Universitas Sumatera Utara
Ad. 1 Prinsip Kebebasan Berkontrak Seperti lembaga finansial lainnya, maka modal ventura juga mempunyai dasar
berupa prinsip kebebasan berkontrak Pasal 1338 KUH Perdata vide Pasal 1320 KUH Perdata, sebab dalam pengucuran dana lewat modal ventura ini
juga dimulai dari tahap penandatanganan kontrak terlebih dahulu yang merupakan hasil kesepakatan dari para pihak.
Ad. 2. Dasar Hukum Perseroan Modal ventura mempunyai dasar hukum perseroan mengingat lembaga modal
ventura selaku penyerta modal sangat terkait dengan hukum perseroan sebagai dasar dari bentuk usahanya. Hukum perseroan bersumber dari Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan berbagai peraturan lainnya, praktik perseroan maupun yurisprudensi yang relevan.
Ad. 3. Dasar hukum administratif Seperti terhadap lembaga finansial lainnya, lembaga modal ventura juga
diatur oleh berbagai peraturan yang administratif, antara lain a.
PP No. 18 tahun 1973 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan dalam Bidang
Pengembangan Usaha Swasta Nasional, yang menjadi dasar berdirinya PMV pertama di Indonesia yaitu PT. Persero Bahana Pembinaan Usaha
Indonesia yang sahamnya dipegang oleh Departemen Keuangan sekarang Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
b. Perpres No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan yang
menggantikan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi dasar diakuinya modal ventura sebagai salah satu lembaga pembiayaan.
c. Kepmenkeu No. 1251KMK.0131988 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang diubah dengan Kepmenkeu No. 468KMK.0171995 tentang Perubahan Kepmenkeu No.
1251KMK.0131988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan Sebagaimana Telah Diubah
dengan Kepmenkeu No. 1256KMK.001989 Tanggal 18 November 1989. d.
Kepmenkeu No. 469KMK.0171995 tentang Pendirian dan Pembinaan Usaha Modal Ventura.
e. UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Isi dari perjanjian modal ventura tergantung dari jenis penyertaan yang disepakati oleh para pihak. Di dalam praktik pelaksanaan pemberian modal ventura
dikenal 2 dua bentuk penyertaan modal, yaitu penyertaan langsung dan penyertaan tidak langsung. Di bawah ini akan dibahas mengenai kedua bentuk penyertaan
tersebut.
1. Penyertaan Secara Langsung