100
pemerintah. Pada saat itu katanya kabinet telah menurunkan harga barang kebutuhan hidup Suara Merdeka, 24 September 1955.
Oleh karena Islam adalah sebagai platform dalam tiap wacana yang dikemukakan, maka menjelang pamilihan umum Masyumi Jawa Tengah
mengeluarkan fatwa yang ditujukan kepada seluruh umat Islam, khususnya keluarga masyumi untuk melakukan amalan menuju taqarrub ilallah. Seperti
anjuran untuk solat malam, membaca doa-doa tertentu, memperbanyak membaca Quran, berpuasa sunah, tertama pada Senin tanggal 26 September
1955 dan diikuti dengan gerakan sodaqoh, meperkuat ukhuwah Islamiyyah dengan jalan menjalin silaturaim dan tolong menolong, waspada terhadap
golongan yang tidak mengenal tuhan, menjalin persatuan, dan membulatkan tekad Suara Merdeka, 24 September 1955.
E. Perang Wacana Kampanye Pemilu 1955
Kehidupan partai politik menjelang diselenggarakannya pemilu banyak diwarnai oleh pertentangan politik, terutama oleh partai-partai besar. Partai
politik berupaya mencari dukungan massa dengan menyelenggarakan kampanye. Metode dan teknik kampanye yang digunakan oleh partai-partai
politik peserta pemilu sangat beragam. Pertemuan-pertemuan diselenggarakan di semua tingkat, di alun-alun kota atau balai desa dengan para pembicara dari
Jakarta atau tokoh partai setempat. Pemutaran film, perayaan hari besar agama, perayaan ulang tahun atau pawai, tanda-tanda gambar partai di
berbagai tempat, dan lain-lain. Bagi sebagian besar partai semua ini
101
merupakan upaya untuk menambah jumlah anggota tapi bagi sebagian lagi kegiatan ini merupakan kegiatan sambil lalu dengan menyebarkan surat kabar
serta pamphlet partai Feith, 1971: 31. Kampanye pemilu dengan cara menyelenggarakan rapat-rapat raksasa antara ketika partai itu berjalan seru,
mereka saling menvela, kadang-kadang dengan nada sangat tajam. Mereka tak peduli apakah hal-hal tersebut ditujukan kepada seseorang yang sedang
menjabat menteri, anggota parlemen, atau orang biasa Moedjanto, 1988: 91. Pada bulan april 1953, undang-undang tentang pemilu akhirnya
disahkan. Untuk pertama kalinya, para politisi Jakarta kini mulai berkerja membangun dukungan massa yang akan memberikan suara. Dalam usaha
mencari dukungan rakyat itu, mereka menggunakan banyak daya tarik ideologis yang meningkatkan ketegangan masyarakat-masyarakat di desa-
desa. Pada akhirnya partai islam di tingkat bawah menghendaki sebuah negara yang didasarkan pada hukum islam. Partai-partai sekuler terutama PNI dan
PKI berusaha mengait-kaitkan Masyumi dengan Darul Islam dan mengubah Pancasila lebih sebagai slogan anti-Islam daripada falsafah pengayoman
seperti yang dikehendaki Sukarno. Selama lebih dari dua tahun, kekacauan politik dan kekerasan meningkat,dan diharapkan oleh banyak orang bahwa
pemulihan-pemulihan tersebut akan menghasilkan suatu struktur politik yang kokoh untuk masa mendatang Ricklefs, 2004: 488.
PNI, Masyumi, NU, dan PKI itu rival dan bersaing ketat, sehingga tidak jarang terjadi brebagai gesekan antara keempat partai tersebut. PNI terang-
terangan menolak Darul Islam. Begitu pula antara Masyumi dan NU dengan
102
nasionalis atau komunis. Semuanya diungkapkan secara gamblang, termasuk dalam rapat akbar untuk menggaet pemilih Tempo
13XXVIII, 31 Mei 1999
. Petarungan wacana yang tajam terjadi terutama antara PNI-Masyumi,
PKI-Masyumi, PNI-PKI. Sementara itu antara partai-partai Islam pertarungan wacana tidak terlalu tajam karena di antara partai-partai Islam dilakukan
kesepakatan untuk menjaga ukhuwah islamiyyah. Pada tanggal 15 Juni pimpinan PSII, NU, Masyumi, dan Perti menginstruksikan kepada keluarga
partai masing-masing untuk menjaga dengan sungguh-sungguh agar perbedaan paham di lapangan politik jangan sampai merusak ukhuwah
Islamiyyah yang dituangkan dalam satu pernyataan untuk tidak saling menyerang dalam menghadapi pemilu tahun 1955 Suara Merdeka, 16 Juni
1955. Namun demikian walaupun terdapat pernyataan tidak saling serang
bukan berarti menghilangkan pertarungan wacana. Di antara partai-partai Islam pertarungan wacana tersebut terjadi, seperti ketika harian Duta
Masjarakat mengeluarkan berita tentang Kiai Asnawi dari NU yang namanya dicatut menjadi bagian dari partai Masyumi Duta Masjarakat, 2 September
1955. Walaupun telah ada kesepakatan di beberapa kawasan ternyata kesepakatan itu tidak berjalan, sehingga muncul saling serang dan bertahan.
NU mengkritik bahwa ada golongan yang pro-Islam ternyata anti ulama dengan menjatuhkan nama beberapa ulama. Hal ini diungkapkan oleh Idam
Chalid dalam pidatonya beberapa hari menjelang pemilihan legislatif Duta Masjarakat, 19 September 1955.
103
Dari pertarungan wacana yang terjadi, tampaknya Masyumi menjadi partai yang mendapatkan berbagai serang bertubi-tubi dari rival politiknya,
terutama dari PNI. PKI juga turut menjadi bagian yang melakukan kritik terhadap Masyumi. Dalam menjalankan perjuangannya, PKI dikenal sebagai
sebuah partai yang selalu mengambil jalan dan cara apapun, asal tujuan tercapai. Tak terkecuali dalam menghadapi lawan-lawan politiknya menjelang
pemilu PKI terus mencela sebagaian besar partai-partai nasionalis, dan keagamaan sebagai partai-partai kaum imperialis. Harian Rakjat selalu
menulis segala macam tindakan masyumi yang dianggap salah, seperti Masyumi tidak anti-belanda, tidak anti kolonialisme, tidak anti gerombolan
subversif seperti
gerakan DITII.
PKI juga
menuduh Masyumi
menyalahgunakan agama, dan Masyumi berniat mengganti RI dengan bentuk negara lain yang dinamakan Darul Islam. Dalam sebuah kampanyenya, secara
terang-terangan bahkan ditulis cegah kemenangan Masyumi dalam pemilu nanti dan pilihlah partai yang membela kepentingan nasional: PKI dan partai-
partai demokrasi lainnya Khotimah, 2003: 61. Statement PKI ini juga terdapat pada harian Fikiran Rakjat yang menyatakan secara terang-terangan
untuk mengalahkan Masyumi dan PSI karena dianggap sebagai partai penguasa yang telah mengakibatkan krisis yang memunculkan penderitaan
rakyat Fikiran Rakjat, 28 September 1955. Menghadapi wacana tersebut, Masyumi
kemudian melakukan counter seperti dengan menyatakan
bahayanya perkembangan komunisme dengan menunjukkan data kesejarahan Suara Ummat, 3 Oktober 1955. Masyumi juga melakukan upaya counter
104
dengan menyebutkan bahwa PKI telah melakukan upaya pemecahbelahan antara NU dan Masyumi Suara Ummat, 3 Desember 1955.
Antara PNI dan PKI juga terdapat pertarungan yakni ketika muncul statement yang menyatakan bahwa PNI adalah musuh besar PKI. Pernyataan
ini diungkapkan oleh Tony Wen yang menyatakan bahwa sosialisme marhaenisme yang dianut oleh PNI berbeda dengan sosialisme yang dianut
oleh PKI, dimana sosialisme PKI mengarah pada internasionalisme yang tidak mencintai tanah air Suara Ummat, 30 November 1955.
Perang wacana yang paling panas adalah antara PNI dan Masyumi. Pertarungan antara dua kekuatan terkuat ini makin memanas ketika terjadi
perubahan dari kabinet Ali Sasatroamidjojo yang berasal dari PNI ke Burhanudin Harahap dari Masyumi, di mana tidak satupun orang PNI
dimasukkan dalam kabinet. Saling serang dan bertahan dilakukan oleh kedua partai tersebut. PNI selalu melakukan upaya penyerangan terhadap kinerja
kabinet Burhanudin Harahap. Selain itu dalam Suluh Indonesia disebutkan bahwa Masyumi mempropagandakan bahwa perintah-perintah dari pamong
desa dari PNI tidak usah ditaati karena orang yang berkuasa adalah orang Masyumi Suluh Indonesia, 7 September 1955. Selain itu ada pula wacana
tentang pencatutan Bung Karno oleh orang-orang Masyumi Suluh Indonesia, 5 September 1955. Hal yang paling sering diangkat dalam wacana-wacana
untuk menyerang masyumi adalah wacana tentang Masyumi akan mengubah ideologi Indonesia menjadi negara Islam. Hal ini tampak pada beberapa
terbitan dari Suluh Indonesia Suluh Indonesia, 20 dan 26 September 1955.
105
BAB VI STRATEGI PNI DALAM PEMENANGAN PEMILU 1955