82
BAB V RIVALITAS PNI DAN PARTAI LAIN DALAM KAMPANYE
PEMILIHAN UMUM 1955 DI JAWA TENGAH
Menjelang Pemilu pada bulan September 1955 untuk pemilihan anggota DPR dan Desember 1955 untuk pemilihan anggota Konstitunte partai-partai
melakukan kampanye dengan berbagai macam model. Berbagai program ditawarkan agar mendapatkan suara terbesar dan memenangkan pemilu. Tiap-tiap
partai mewacanakan berbagai pesan pada para calon pemilih. Bahkan tidak heran berbagai pergesekan wacana pada saat kampanyepun terjadi di antara partai-partai
peserta pemilu, terutama partai-partai yang masuk dalam empat besar, yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Berikut adalah gambaran kampanye dan berbagai
pergesekan yang terjadi antarpartai besar menjelang pemilu 1955.
A. Wacana Kampanye PNI
Partai Nasional Indonesia PNI sebelum pelaksanaan pemilu dianggap merupakan partai terbesar kedua. Selama revolusi partai ini berkembang luas
berlandaskan dukungan terutama dari elit administratif dan dari abangan kaum tani pada Jawa dan mengandung satu jangkauan luas dengan sudut pandang
ideologis. PNI memiliki padangan utama yakni Marhaen atau nasionalisme proletar Crib dan Kahin, 2004: 324:325. Basis utamanya ialah di dalam
birokrasi dan kalangan pegawai kantor. Di daerah pedesaan Jawa, partai ini memiliki daya tarik yang sangat besar bagi masyarat muslim abangan, sebagian
83
karena partai ini dianggap sebagai partai Sukarno yang secara resmi tidak demikian karena presiden tidak menjadi anggota atau pimpinan partai
manapun dan sebagian karena partai ini dianggap merupakan imbangan utama terhadap keinginan-keinginan politik Islam. Demikian pula, PNI mendapat
banyak dukungan di daerah-daerah kristen di luar Jawa dan di Bali yang menganut agama Hindu, di mana juga terdapat perasaan-perasaan anti-Islam
Ricklefs, 2004: 477. Program dari PNI merupakan campuran dari rekomendasi-rekomendasi
untuk membantu buruh, menolong petani, mendorong pembangunan ekonomi, menasionalisasi industri-industri penting, mengorganisasi para pemuda dan
berusaha menekankan pengaruhnya di segala lini Khotimah, 2003: 44. Wacana utama yang dimunculkan oleh PNI pada dasarnya adalah
marhaenisme. Ideologi ini lahir pada tanggal 4 Juli 1927 Suluh Indonesia, 4 Juli 1955. Marhaenisme merupakan ideologi yang tumbuh subur di atas
persada Indonesia. Pada dasarnya marhaenisme menekankan pada aspek kemandirian dalam berbagai aspek yang diawali dalam hal pangan.
Marhaenisme menjadi platform yang melandasi berbagai wacana yang kemudian dikembangkannya. Bahkan karena begitu kuatnya marhaen dalam
PNI, di lambang PNI tertulis tulisan FRONT MARHAENIS . Istilah ini merupakan konsep diadopsi oleh Sukarno untuk melihat bagaimana realitas
sejumlah besar dari Indonesia, terutama petani mandiri, yang walaupun sangat miskin dan ditekan oleh kapitalisme kolonial, adalah pemilik yang mandiri dan
tidak termasuk orang yang proletar Crib dan Kahin, 2004: 259. Marhaenisme
84
pada esensinya sebuah faham perlawanan yang terbentuk dari sosio-demokrasi dan sosio-ekonomi Bung Karno. Dari landasan inilah maka konsep
kemandirian ini menjadi satu faktor penentu yang dicoba kembangkan oleh sukarno, bahkan setelah ia menjadi presiden dengan adanya konsep trisakti.
Dari platform tentang marhaenisme yang dikampanyekan dalam berbagai programnya, ada beberapa wacana lain yang juga dikampanyekan oleh PNI.
Selain mengangkat tentang marhaenisme, PNI juga mengampanyekan bahwa PNI memiliki kedekatan secara kultural dengan Sukarno sebagai pencetus
paham marhaenisme. Dalam salah satu terbitannya bahkan mengangkat judul besar yang bertuliskan Bung Karno udah Pasti Tusuk Tanda Gambar PNI .
Hal ini dinyatakan oleh S bahwa dalam pemilu yang akan datang Bung Karno sudah pasti memilih tanda gambar PNI Suluh Indonesia, 15 September 1955.
Wacana tentang Bung Karno sebagai kader dari PNI merupakan sebuah wacana yang sangat penting dan efektif untuk menjaring suara dari kalangan
masyarakat bawah, terutama di Jawa Tengah yang sebagian masyarakatnya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pedalaman dan cenderung lebih
bersifat konformis dan agraris daripada masyarakat pesisir yang dinamis. Ini pulalah yang dimungkinkan menjadi faktor penentu kemenangan PNI yang
sangat signifikan di Jawa Tengah. Marhaenisme yang melatarbelakangi semangat PNI dalam berkampanye
juga tampak dari berbagai iklan yang ditayangkan. Disebutkan bahwa menusuk kepala banteng dalam segi tiga, berarti menuju masyarakat sama rata
sama bahagia Suluh Indonesia, 14 September 1955 . Selain itu dijelaskan
85
pula dalam kampanyenya bahwa PNI adalah partai yang anti terhadap kolonialisme dan imperialisme, anti penjajahan, menggalakkan negara
persatuan anti terhadap kemiskinan dan menyusun program ekonomi yang tegas. Dalam iklan kampanyenya dituliskan bahwa menusuk kepala banteng
dalam segi tiga berarti memilih front marhaenis yang anti kapitaslime dan imperialisme Suluh Indonesia, 27 September 1955.
Dalam kampanyenya yang dilakukan di Purworejo pada 31 Juli 1955 PNI mengklaim bahwa pada rapat itu dihadiri kurang lebih 450.000 warga. Angka
ini merupakan rekor di Jawa Tengah karena selama ini di Jawa Tengah belum ada rapat umum yang begitu banyak didatangi oleh rakyat. Pada acara tersebut
Mr. Sartono dari DPPNI membicarakan antara lain bahwa ia tidak ingin rakyat Indonesia menjadi pengemis. Tetapi ingin melihat rakyat Indonesia bekerja dan
berjuang keras untuk mendapat miliknya sendiri guna mencapai masyarakat sama rata sama rasa. Kemudian ada pula pidato yang disampaikan
Abdulmadjid dalam bahasa Jawa yang menekankan tentang arti marhaenisme dengan mengatakan bahwa marhaenisme berazaskan Pancawa Wa-Lima,
wutuh, waras, warag, wasis, dan widodo, yang berarti bersatu, sehat, kencang, cakap, dan dirgahayu.
Suluh Indonesia, 3 Agustus 1955 . Hadisebuno
menyatakan bahwa PNI sejak berdirinya dulu sudah terus terang dan tegas anti imperialisme dan kapitalisme serta konsekuen dengan azas-azas perjuangannya
itu. Selain wacana itu, PNI juga memperhatikan kalangan wanita sebagai salah satu wacana yang disampaikan dalam kampanye Suluh Indonesia, 14 dan 15
September 1955.
86
B. Wacana Kampanye PKI