14
manusia. Belajar pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan
perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah
kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang
yang terpisah
kualitas fisik
dan mentalnya.
http:pojokpenjas.wordpress.com20071112hakikat-pendidikan- jasmani
2.1.1 Tujuan Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik
bertujuan untuk meningkatkan individu secara organic, neuromoskuler, perceptual, kognitif, social dan emosional. Juga dikatakan bahwa guru
pendidikan jasmani mencoba mencapai tujuannya dengan mengajarkan dan memajukan aktivitas-aktivitas jasmani. Dirjen Dikti mengungkapkan
bahwa pendidikan jasmani merupakan interaksi antara peserta didik dan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik
menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Dilanjutkan oleh Rijsdorp mengatakan bahwa pendidikan jasmani itu pendidikan yang
menolong anak, dan orang muda menuju kedewasaannya. Selanjutnya dikatakan juga pendidikan jasmani itu merupakan pergaulan pendidikan
dalam bidang gerak dan pengetahuan tentang tubuh.
15
Tujuan pendidikan jasmani sudah tercakup dalam pemaparan di atas, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari
berbagai kegiatan yang membina sekaligus mengembangkan potensi anak, baik dalam aspek fisik, mental, sosial dan emosional. Dalam bentuk bagan
dapat digambarkan
sebagai berikut.
Gabbard, Leblanc,
Lowy mengutarakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan belajar melalui
aktivitas jasmani akan mempengaruhi ranah-ranah dibawah ini. a
Ranah Kognitif adalah kemampuan berpikir bertanya dan kemampuan menghubungkan, kemampuan memahami
perseptual ability menyadari gerak, dan penguatan akademik.
b Ranah Afektif adalah rasa Senang, penanggapan yang sehat terhadap
aktivitas jasmani, kemampuan menyatakan dirinya mengaktualisasi diri, menghargai diri sendiri dan konsep diri.
c Ranah Psikomotor adalah pertumbuhan biologik, kesegaran jasmani,
kesehatan, keterampilan gerak, dan peningkatan keterampilan gerak.Siti Safariatun, 2008 : 1.11
2.1.2 Karakteristik Siswa
Karakteristik anak SD yang pertama adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan yang bermuatan permainan, lebih-lebih bagi siswa kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya.
16
Karakteristik yang kedua dari anak SD adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk
dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
berpindah atau bergerak. Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang
bekerja dalam kelompok. Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti
belajar memenuhi aturan-atuaran kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak bergantung pada orang dewasa, belajar bekerja sama, mempelajari
perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat sportif,
mempelajari olahraga dan permainan kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar kelompok.
Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori perkembangan
kognitif, anak SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang telah dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru
dengan konsep-konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini, siswa menbentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi
badan, peran jenis kelamin, moral dan sebagainya. Bagi anak SD,
17
penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan pemberian contoh orang
dewasa. Dengan
demikian guru
hendaknya merancang
model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Siti Safariatun, 2008:4.11 Untuk dapat lebih jelas dan sebagai perbandingan dapat dilihat di dalam lampiran 23 halaman 104.
2.2. Pembelajaran