5.  POLISAKARIDA MENGANDUNG  MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI IMMUNOSTIMULAN
PADA AYAM
PENDAHULUAN
Perbaikan  respons  kekebalan  tubuh  dalam  peternakan  unggas  komersial sangat penting dilakukan dalam upaya mencegah infeksi penyakit yang merugikan
produktivitas  ternak.  Beberapa  polisakarida  seperti  glukan  dan  mannan  sekarang ini  banyak  dikembangkan  dan  diisolasi  baik  dari  fungi  dan  tanaman.  Aktivitas
biologis  dari  polisakarida  ini  menarik  untuk  dikaji  baik  dari  segi  biokimia  dan medis  karena  efeknya  antara  lain  sebagai  immunostimulan.  Penggunaan
immunostimulan  adalah  salah  satu  cara  untuk  perbaikan  sistem  kekebalan  tubuh dan  mencegah  infeksi  oleh  bakteri  yang  merugikan.  Muir  et  al.  2000
menjelaskan  bahwa  potensi  strategi  baru  imunisasi  untuk  merangsang  kekebalan intestinal  banyak  dikembangkan  diantaranya  penggunaan  substansi  yang  bersifat
immunostimulan dan manipulasi mikroflora saluran pencernaan. Beberapa  penelitian  melaporkan  penggunaan  ekstrak  polisakarida  β-
glukan  yang  berasal  dari  jamur  seperti  lentinan  Hobbs  2000;  Chihara  1992  , kemudian  dari  tanaman  seperti  Astragalus  membranaceaus  Chen  et  al.  2003,
selanjutnya  inulin  yang  mengandung  β2-1D-fruktosa  dari  Platicodon grandiflorum Han et al. 2001 sebagai immunostimulan.   Bahan aktif  lain yang
banyak  dikembangkan  sekarang  ini  yaitu  mannanoligosakarida  MOS  yang berasal dari Saccharomyces cerevisiae Devegowda et al. 1997;  Shashidara et al.
2003. Mekanisme  MOS  sebagai  immunostimulan  belum  sepenuhnya  diketahui
Swanson  et  al.  2002.  Hipotesis  yang  muncul  adalah  MOS  dapat  merangsang sekresi  protein  pengikat  mannosa  dari  hati  yang  mengikat  kapsul  bakteri  yang
masuk.    Studi  lainnya  menunjukkan  bahwa  MOS  merangsang  sistem  kekebalan dengan  jalan  meningkatkan  aktivitas  fagosit  Lyons  1996;  Power  1997.
Selanjutnya  Shashidara  et  al.  2003  menjelaskan  bahwa  sel  pertahanan  tubuh pada  GALT  gut  associated  lymphoid  tissue  mendeteksi  kehadiran  mikroba
akibat  adanya  molekul  unik  yang  disebut  PAMP  patogen-associated  molecular pattern  yang selanjutnya akan mengaktifkan sistem kekebalan seperti fagositosis
dan jalur lektin. Laursen dan Nielsen 2000 menjelaskan bahwa protein pengikat mannosa  tersebut  dikenal  dengan  istilah    mannan  binding  lektin  MBL    yang
dapat mengaktivasi sistem komplemen yang berperan dalam pertahanan terhadap beragam  mikroba  patogen  dan  menurut  Stahl  dan  Etzekewitz  1998  dimediasi
reseptor mannosa. BIS  mempunyai  potensi  untuk  dikembangkan  sebagai  sumber  mannan.
Kandungan ekstrak polisakarida yang mengandung mannan  PM yang diperoleh dari  BIS  pada  tahapan  sebelumnya  dari  penelitian  ini  mencapai  74  persen.
Informasi penggunaan PM dari BIS sebagai immunostimulan masih terbatas, dan melihat  potensi  ketersediaan  BIS  yang  tinggi  di  Indonesia  maka  kami  tertarik
untuk meneliti pengaruh PM dari BIS sebagai immunostimulan pada ternak ayam. Respons  immunostimulan  diamati  dengan  cara  mengukur  titer    ND  Newcastle
Disease  dan  IBD  Infectious  Bursal  Disease.  ND  adalah  salah  satu  penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia dan secara ekonomis sangat merugikan Shane
2004,  selanjutnya  Saif  1998  menjelaskan  bahwa    virus    IBD  dapat menyebabkan  efek  yang  bersifat  immunosupresif  yang  mengakibatkan
menurunnya ketahanan terhadap beragam penyakit yang menginfeksi ayam.
Tujuan Penelitian
Penelitian  ini  bertujuan  mempelajari  pengaruh  penggunaan  PM    dari  BIS sebagai immunostimulan untuk ternak ayam dengan melihat respons terhadap titer
ND and IBD.  Informasi lain yang akan dikumpulkan yaitu mengetahui pengaruh galur ayam layer dan broiler dan dosis vaksin yang digunakan terhadap peubah
tersebut.  Selain itu, respons terhadap penampilan ternak yaitu konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum  juga akan diamati.
BAHAN DAN METODE Bahan
Polisakarida  mengandung  mannan  PM  diperoleh  dengan  melakukan proses  ekstraksi  terhadap  bungkil  inti  sawit seperti  yang  dijelaskan  pada tahapan
sebelumnya  dari  penelitian  ini.    Metode  yang  digunakan  yaitu  kombinasi perlakuan  menggunakan  pecahan  kaca  dengan  pelarut  menggunakan  air.
Pengujian polisakarida mengandung mannan PM menggunakan ayam sebanyak 360  ekor.    Ayam  yang  digunakan  yaitu  ayam  broiler  Lohman  dengan  jenis
kelamin campuran unsexed dan ayam petelur jantan Isa Brown, masing masing sebanyak  180  ekor.    Rataan  bobot  badan  awal  untuk  ayam  broiler  yaitu
41.78±3.31  gramekor,  sedangkan  bobot  badan  awal  untuk  ayam  petelur  adalah 41.70±3.38 gramekor.
Susunan  ransum  dasar  percobaan  disajikan  pada  Tabel  14  dengan kandungan  protein  kasar  23  persen  dan  kandungan  energi  metabolis  3  000
kkalkg.    Ransum  tersebut  memenuhi  kebutuhan  untuk  ayam  broiler,  sedangkan untuk  ayam  petelur  lebih  tinggi  dari  rekomendasi  yang  dikeluarkan  oleh  NRC
1994 Tabel 14  Susunan ransum percobaan
Komposisi No
Bahan Pakan Jumlah
Kandungan Nutrisi 1
Jagung 50
Energi metabolis kkalkg 3 020
2 Dedak padi
12 Protein kasar
23.03 3
Bungkil kedelai 16.7
Lemak kasar 4.55
4 Corn gluten meal
11 Serat kasar
4.19 5
Tepung ikan 5.5
Ca 0.96
6 Minyak kelapa
2 P
0.63 7
Dikalsium fosfat 1
Na 0.15
8 CaCO
3
1 Cl
0.70 9
L-Lisina 0.3
K 0.51
10 DL-Metionina
0.2 Lisina
1.20 11
Premiks mineral 0.3
Metionina 0.67
Total 100
keterangan :  berdasarkan perhitungan dari tabel komposisi zat makanan NRC, 1994.
Metode
Metode yang digunakan untuk mengetahui adanya aktivitas perangsangan sistem  kekebalan  tubuh  dilakukan  dengan  cara  vaksinasi  terhadap  penyakit  ND
pada  saat  umur  ayam  4 hari  0.2  ml,  subkutan    dan  vaksinasi terhadap  penyakit IBD pada umur 14 hari dengan vaksin IBD air minum.  Selanjutnya pada umur
ayam  28  hari  dilakukan  vaksinasi  gabungan  ND  dan  IBD  intramuskular  dan jenis vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif Olvac G  Killed.  Dosis yang
digunakan  disesuaikan  dengan  anjuran  dari produsen vaksin  yaitu  sebanyak  0.25 ml untuk perlakuan setengah dosis V1 dan 0.5 ml untuk perlakuan dosis penuh
V2.      Serum  darah  diambil  untuk  diuji  titernya  tiga  minggu  setelah  pemberian vaksin kedua.
Rancangan  percobaan  yang  digunakan  yaitu  Rancangan    Petak  Petak Terbagi RPPT.  Perlakuan yang diberikan terdiri atas petak utama galur ayam;
anak  petak  dosis  vaksin;  dan  anak  anak  petak  Taraf  PM.    Perlakuan selengkapnya sebagai berikut :
Petak Utama :  A = Ayam broiler
B = Ayam Petelur Anak Petak
:  Dosis vaksin : V1 = 12 Dosis
V2 = Dosis penuh Anak-anak Petak
: Taraf  PM dalam ransum R0 = Ransum yang disuplementasi 0 ppm PM kontrol
R1 = Ransum yang disuplementasi 1 000 ppm PM R2 = Ransum yang disuplementasi 2 000 ppm PM
R3 = Ransum yang disuplementasi 3 000 ppm PM R4 = Ransum yang disuplementasi 4 000 ppm PM
Model matematik rancangan percobaan yang digunakan yaitu : Y
ijkl
=   + A
i
+ Є
il
+ B
j
+ AB
ij
+ δ
ijl
+ C
k
+ AC
ik
+ BC
jk
+ ABC
ijk
+ λ
ijkl
Keterangan : Y
ijkl
= nilai pengamatan = Rataan umum
A
i
= Pengaruh aditif galur ayam Є
il
= Galat petak utama B
j
= Pengaruh aditif  dosis vaksin AB
ij
= Interaksi faktor  A dan B δ
ijl
=  Galat anak petak C
k
= Pengaruh aditif Penambahan PM
AC
ik
= Interaksi faktor  A dan C BC
jk
= Interaksi faktor  B dan C
ABC
ijk
= Interaksi faktor  A; B dan C λ
ijkl
= Galat anak-anak petak Penelitian diulang sebanyak  3 kali, dan setiap petak percobaan digunakan
6 ekor ayam.  Jumlah petak percobaan sebanyak 60 petak, dan  jumlah ayam yang digunakan  seluruhnya    360  ekor.  Ukuran  petak  kandang  yang  digunakan  adalah
0.75 m x 1 m panjang x lebar. Peubah  yang  diamati  pada  penelitian  ini  meliputi  konsumsi  ransum,
pertambahan  bobot  badan,  konversi  ransum,  titer  ND  dengan  metode Haemagglutination  Inhibition  Allan  et  al.  1978    dan  titer  IBD  dengan  metode
Tissue  Culture  Kruse  dan  Patterson  1973.    Data  yang  diperoleh  dianalisis menggunakan  analisis  ragam  dan  dilanjutkan  dengan  uji  Jarak  berganda  Duncan
dengan bantuan program SAS SAS Institute 1994.
HASIL Penampilan Ayam
Konsumsi Ransum.
Data  pengamatan  pengaruh  perlakuan  terhadap  konsumsi  ransum  ayam disajikan pada Tabel  15.
Analisis  ragam  menunjukkan  bahwa  interaksi  antar perlakuan  galur  x  dosis  vaksin;  galur  x  dosis  PM;  dan  galur  x  dosis  vaksin  x
dosis PM tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap konsumsi ransum ayam.
Tabel    15    Pengaruh  penggunaan  polisakarida  mengandung  mannan  PM  dari bungkil  inti  sawit  BIS  pada  dosis  vaksin  dan  galur  ayam  berbeda
terhadap konsumsi ransum selama 6 minggu gekor
Galur Petelur
Broiler Dosis vaksin
V1 V2
Rataan V1
V2 Rataan
Ransum ………………….gekor ……………….
R0 1 194.5
1 218.5 1 207
2 914.1 2 779.9
2 847 R1
1 167.5 1 380.3
1 274 2 798.4
2 761.4 2 780
R2 1 254.7
1 358.9 1 307
2 938.3 2 711.5
2 825 R3
1 159.5 1 341.4
1 251 3 013.3
2 742.4 2 878
R4 1 155.4
1 290.9 1 223
2 843.9 2 821.4
2 833 Rataan konsumsi pada perlakuan  V1 : 2 043.96
V2 : 2 040.66
keterangan :      R0 = Ransum yang disuplementasi 0 ppm PM kontrol R1 = Ransum yang disuplementasi 1 000 ppm PM
R2 = Ransum yang disuplementasi 2 000 ppm PM R3 = Ransum yang disuplementasi 3 000 ppm PM
R4 = Ransum yang disuplementasi 4 000 ppm PM V1= Dosis setengah
V2= Dosis penuh
Respons  pada ayam  petelur  menunjukkan  bahwa suplementasi  PM  dalam ransum  tidak  mempengaruhi  tingkat  konsumsi  ransum.    Selanjutnya,  perlakuan
dosis  vaksin  juga  tidak  mempengaruhi  konsumsi  ransum  ayam  petelur.    Hasil yang  sejalan  terjadi  juga  pada  ayam  broiler,  yaitu  perlakuan  tingkat  PM  dalam
ransum  dan  dosis  vaksin  tidak  mempengaruhi  tingkat  konsumsi  ransum  ayam broiler.
Pertambahan Bobot Badan PBB dan Bobot Akhir
Data  pengamatan  pengaruh  perlakuan terhadap  PBB  ayam  disajikan  pada Tabel 16.  Analisis terhadap interaksi setiap faktor perlakuan menunjukkan bahwa
pada  keseluruhan  interaksi  tidak  menunjukkan  adanya  pengaruh  yang  nyata terhadap PBB ayam.
Tabel  16   Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam berbeda terhadap PBB selama 6 minggu gekor
Galur Petelur
Broiler Dosis vaksin
V1 V2
Rataan V1
V2 Rataan
Ransum ………………….gekor ……………….
R0 534.15
549.90 542.0
1 630.19 1 555.54
1 592.9 R1
549.97 499.78
524.9 1 519.46
1 521.49 1 520.5
R2 548.33
570.88 559.6
1 560.29 1 472.43
1 516.4 R3
506.16 507.31
506.7 1 602.80
1 467.78 1 535.3
R4 584.61
514.18 549.4
1 595.75 1 526.43
1 561.1 Rataan PBB pada perlakuan   V1 : 1063.17
V2 : 1018.57 Hasil  pengamatan  pada  ayam  petelur  menunjukkan  bahwa  perlakuan
suplementasi  PM  dalam  ransum  tidak  mempengaruhi  PBB  ayam  petelur.  Hasil yang  sama  terjadi  pada  perlakuan  dosis  vaksin  yang  tidak  menunjukkan  adanya
pengaruh  terhadap  PBB  ayam  petelur.    Pengamatan  pada  ayam  broiler  juga
menunjukkan  hasil  yang  sejalan  yaitu    suplementasi  PM  dalam  ransum  maupun dosis vaksin tidak mempengaruhi PBB ayam broiler.
Pengamatan  pengaruh  perlakuan  terhadap  bobot  akhir  ayam  percobaan disajikan pada Tabel 17.  Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antar
perlakuan  tidak  memberikan  pengaruh  yang  nyata  terhadap  bobot  akhir  ayam percobaan.
Tabel  17   Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam berbeda terhadap bobot akhir selama 6 minggu gekor
Galur Petelur
Broiler Dosis vaksin
V1 V2
Rataan V1
V2 Rataan
Ransum ………………….gekor ……………….
R0 574.47
591.57 583.0
1 672.40 1 596.70
1 634.6 R1
592.25 543.55
567.9 1 561.96
1 564.13 1 563.1
R2 591.34
612.34 601.8
1 602.33 1 514.50
1 558.4 R3
546.68 549.91
548.3 1 643.86
1 508.60 1 576.2
R4 625.45
554.39 589.9
1 637.23 1 568.26
1 602.8 Rataan bobot akhir  pada perlakuan   V1 : 1 104.80
V2 : 1 060.40
Pengaruh  perlakuan  pada  ayam  petelur  menunjukkan  bahwa  bobot  akhir ayam  petelur  tidak  dipengaruhi  oleh  perlakuan  dosis  vaksin  maupun  tingkat  PM
dalam ransum.   Selanjutnya, respons perlakuan  pada ayam  broiler  menunjukkan bahwa  supplementasi  PM  dalam  ransum  tidak  mempengaruhi  bobot  akhir  ayam
broiler.    Hasil  yang  sama  terjadi  pada  perlakuan  dosis  vaksin  yang  tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap bobot akhir ayam broiler.
Konversi Ransum
Data  pengamatan  pengaruh  perlakuan  terhadap  konversi  ransum    ayam disajikan pada tabel berikut :
Tabel  18   Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam berbeda terhadap konversi ransum selama 6 minggu.
Galur Petelur
Broiler Dosis vaksin
V1 V2
Rataan V1
V2 Rataan
Ransum R0
2.31 2.40
2.35 1.79
1.79 1.79
R1 2.37
2.43 2.40
1.84 1.81
1.83 R2
2.35 2.23
2.29 1.89
1.84 1.87
R3 2.38
2.29 2.34
1.88 1.87
1.88 R4
2.29 2.29
2.29 1.78
1.85 1.82
Rataan konversi ransum pada perlakuan   V1 : 2.09 V2 : 2.08
Pengamatan  terhadap  keseluruhan  interaksi  antar  perlakuan  dari  analisis ragam  tidak  menunjukkan  adanya  pengaruh  yang  nyata  terhadap  nilai  konversi
ransum  ayam  percobaan.    Pengaruh  perlakuan  yang  terjadi  pada  ayam  petelur menunjukkan  bahwa  dosis  vaksin  maupun  suplementasi PM  dalam  ransum  tidak
mempengaruhi  tingkat  konversi  ransum  ayam  petelur.    Pengamatan  pada  ayam broiler menunjukkan bahwa suplementasi PM dalam ransum tidak mempengaruhi
konversi  ransum  ayam  broiler.    Selanjutnya,  perlakuan  dosis  vaksin  juga  tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap konversi ransum ayam broiler.
Titer ND dan IBD
Pengaruh perlakuan terhadap titer ND  Newcastle Disease disajikan pada tabel berikut :
Tabel  19   Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam berbeda terhadap titer ND
2
log Galur
Petelur Broiler
Dosis vaksin
V1 V2
Rataan V1
V2 Rataan
Rataan Ransum
……………………………..
2
log………………………………….. R0
7.00 8.00
7.50 3.00
4.00 3.50
5.50 R1
6.67 7.67
7.17 5.00
4.00 4.50
5.83 R2
5.67 7.67
6.67 4.00
4.00 4.00
5.33 R3
6.33 7.00
6.67 3.33
5.67 4.50
5.58 R4
6.67 6.67
6.67 3.33
5.33 4.33
5.50 Rataan
6.93
a
4.17
b
Rataan titer ND pada perlakuan   V1 : 5.10 V2 : 6.00
keterangan : superskrip dengan huruf berbeda kearah baris menunjukkan perbedaan
nyata p0.05
Perlakuan  galur  ayam  mempengaruhi  p0.05  titer  ND.    Hasil  uji  lanjut dengan uji Duncan  menunjukkan bahwa titer ND ayam petelur nyata lebih tinggi
dibandingkan ayam petelur 6.93 vs 4.17.  Pengamatan terhadap pengaruh dosis vaksin  yang  berbeda  menunjukkan  bahwa  penggunaan  dosis  vaksin  tidak
mempengaruhi  titer  ND,  tetapi  dari  analisis  ragam  menunjukkan  dosis  vaksin penuh  V2  mempunyai  nilai  lebih  tinggi  6.00  vs  5.10    dibandingkan  dosis
setengah  V1  pada  selang  kepercayaan  90  p=0.1004.    Penggunaan  PM  dari BIS  dalam  ransum  ternyata  tidak  mempengaruhi  titer  ND.    Pengujian  terhadap
interaksi antar faktor  perlakuan  menunjukkan  bahwa  untuk keseluruhan  interaksi tersebut tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata.
Data  pengamatan  pengaruh  perlakuan  terhadap  titer  IBD  Infectious Bursal Disease disajikan pada tabel berikut :
Tabel  20   Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam berbeda terhadap titer IBD
2
log Galur
Petelur Broiler
Dosis vaksin
V1 V2
Rataan V1
V2 Rataan
Rataan Ransum
……………………………..
2
log………………………………….. R0
4.33 4.00
4.17 4.00
4.00 4.00
4.08
a
R1 4.67
5.67 5.17
5.00 4.67
4.84 5.00
b
R2 5.00
5.33 5.17
4.33 4.67
4.50 4.83
ab
R3 4.67
4.67 4.67
4.67 5.67
5.17 4.92
b
R4 5.33
5.00 5.17
4.67 5.33
5.00 5.08
b
Rataan 4.87
4.70 Rataan titer IBD pada perlakuan   V1 : 4.67
V2 : 4.90
keterangan : superskrip dengan huruf berbeda kearah kolom menunjukkan perbedaan
nyata p0.05
Pengujian  terhadap  interaksi  antar  faktor  perlakuan  menunjukkan  bahwa untuk  keseluruhan  interaksi  yang  ada  tidak  menunjukkan  adanya  pengaruh  yang
nyata.    Hasil  analisis  ragam  menunjukkan  bahwa  galur  ayam  yang  digunakan tidak mempengaruhi titer IBD.  Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh perlakuan
dosis  vaksin  yang  tidak  menunjukkan  adanya  pengaruh  terhadap  titer  IBD. Penggunaan  PM  dari  BIS  dalam  ransum  mempengaruhi  titer  IBD  p=0.08,
analisis lanjutan dengan menggunakan uji Duncan 5 terlihat pada tabel di atas. Penggunaan  PM  1  000;  3  000;  4  000  ppm  nyata  meningkatkan  titer  IBD
dibandingkan  kontrol,  sedangkan  antara  perlakuan  penggunaan  PM  1  000-4  000 ppm tidak menunjukkan adanya perbedaan.  Selanjutnya antara perlakuan kontrol
dengan  penggunaan  PM  2  000  ppm  tidak  menunjukkan  adanya  perbedaan, walaupun  nilai  titernya  untuk  perlakuan  R2  tetap  lebih  tinggi  4.08  vs  4.83.
Analisis  polinomial  ortogonal  Lampiran  15  menunjukkan  kurva  respons  yang bersifat linear  dan mengikuti persamaan Y=0.0002x + 4.3999 R
2
=0.57. PEMBAHASAN
Penampilan Ayam
Hasil  penelitian  pada  tahap  ini  menunjukkan  bahwa  galur  ayam mempengaruhi  penampilan  ternak.    Ayam  broiler  mempunyai  tingkat  konsumsi
dan PBB yang lebih tinggi, serta konversi ransum yang lebih rendah dibandingkan ayam  petelur.    Hasil  tersebut  menunjukkan  perbedaan  potensi  genetik  yang
dimiliki kedua ayam itu berbeda terhadap peubah pertumbuhan. Penggunaan  dosis  vaksin  tidak  mempengaruhi  konsumsi,  PBB,  maupun
konversi  ransum.  Takahashi  et  al.  2000  menjelaskan  bahwa  respons  cekaman akibat perangsangan sistem kekebalan akan menimbulkan efek tambahan terhadap
penampilan  ternak  karena  lebih  banyak  nutrien  yang  terbagi  untuk  pembentukan antibodi  dan  perkembangan  organ  kekebalan  sehingga  menurunkan  ketersediaan
nutrien  untuk  pertumbuhan.    Sebaliknya,  Klasing    1998b  menjelaskan  bahwa efek  perangsangan  sistem  kekebalan  tidak  mempengaruhi  pertumbuhan  karena
kebutuhan jumlah nutrien untuk sistem kekebalan relatif lebih kecil dibandingkan untuk  pertumbuhan.  Stress  kekebalan  yang  diakibatkan  efek  immunostimulan
berbeda  dengan  stress  yang  diakibatkan  infeksi  yang  dapat  menyebabkan  reaksi keseluruhan  dari  tubuh  yang  meliputi  perubahan  fisiologis  dan  metabolis  seperti
demam, menurunnya konsumsi dan meningkatnya katabolisme nutrien. Penggunaan  PM  dari  BIS  juga  tidak  mempengaruhi  konsumsi,  PBB,
maupun  konversi  ransum  dari  ayam  percobaan.  Banyak  laporan  penggunaan bahan  sejenis  MOS  disebutkan  tidak  mempengaruhi  parameter  pertumbuhan.
Hasil  penelitian  tersebut  ditunjukkan  beberapa  peneliti  yang  menggunakan  ayam broiler dengan  penggunaan 0.05 MOS Ma et al. 2006; Flemming et al. 2004,
dan  0.3  MOS  Shafey  et  al.  2001  yang    menunjukkan  tidak  adanya  pengaruh MOS  terhadap PBB.  Sebaliknya, laporan yang menyebutkan adanya peningkatan
PBB  pada  kalkun  dilaporkan  Zdunczyk  et  al.  2005  dan  pada  ayam  broiler dilaporkan Waldroup et al. 2003.
Titer ND dan IBD
Respons terhadap titer ND ternyata dipengaruhi p0.05 galur ayam yang digunakan.    Titer  log2  terhadap  ND  untuk  ayam  petelur  lebih  tinggi
dibandingkan  pada  ayam  broiler  6.93  vs  4.17.  Perlakuan  dosis  vaksin  juga berpengaruh  p=0.10  terhadap  titer  ND,  dan  pada  vaksin  V2  menunjukkan  hasil
lebih  tinggi  dibandingkan  pada  V1  6.00  vs  5.10.    Selanjutnya  penggunaan  PM ternyata tidak berpengaruh terhadap titer ND ayam percobaan.
Hasil  tersebut  menunjukkan  adanya  perbedaan  efek  genetik  dari  ayam yang  digunakan.    Juul-Madseen  et  al.  2002  meneliti  efek  perbedaan  genetik
ayam  pada  respons  immun  terhadap  infeksi  virus  IBD.    Ayam  yang  digunakan pada  penelitian  ini  yaitu  tipe  petelur  Galur  1:  6.25  Red  Jungle  Fowl+93.75
Scandinavian White leghorn, tipe pedaging Galur 131 :50 white Cornish+50 Scandinavian White leghorn, dan Galur 21 100 International White Leghorn.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Galur 1 yang mengandung darah Red Jungle Fowl  mempunyai titer antibodi   lebih baik dibandingkan ayam lainnya. Analisis
terhadap  kemampuan  recovery  bursa  terhadap  infeksi,  bobot  relatif  bursa,  dan jumlah  CD4  limfosit  menunjukkan  bahwa  galur  1  berbeda  dibanding    dua  jenis
ayam lainnya.  Perbedaan tersebut diakibatkan oleh perbedaan tipe MHC Major Histocompatability Complex yang dimilikinya.
Pengamatan  terhadap  titer  IBD  ternyata  menunjukkan  respons  yang berbeda dibandingkan terhadap titer ND.  Nilai rataan titer IBD ayam petelur lebih
besar dibandingkan ayam broiler 4.87 vs 4.70, dan dosis vaksin V2 lebih tinggi dibandingkan V1  4.90 vs 4.67, tetapi analisis ragam menunjukkan bahwa kedua
faktor  tersebut  tidak  menunjukkan  adanya  perbedaan  yang  nyata.    Sebaliknya, penggunaan PM dalam ransum nyata p=0.08 meningkatkan titer IBD.  Analisis
lanjutan  digunakan  dengan  menggunakan  uji  DMRT  dan  menunjukkan penggunaan PM dari BIS sebanyak 1 000; 3 000; 4 000 ppm mempunyai titer IBD
lebih tinggi p0.05 dibandingkan kontrol dengan nilai titer log2 berturut-turut 5.00; 4.92; dan 5.08.  Secara statistik, penggunaan 2 000 ppm tidak menunjukkan
perbedaan  nyata  terhadap  titer  IBD  dibandingkan  kontrol,  tetapi  nilai  titer penggunaan  2  000  ppm  tetap  lebih  tinggi    4.83  vs  4.08.    Hasil  tersebut
menunjukkan adanya efek immunostimulan penggunaan PM dari BIS pada ternak ayam.  Tampaknya komponen mannan dari BIS mampu memainkan peran untuk
merangsang sistem kekebalan lebih aktif untuk pembentukan antibodi. Efek  tersebut  sejalan  dengan  penggunaan  MOS  seperti  yang  dilaporkan
Shashidara  et  al.  2003  yang  menjelaskan  bahwa  pengggunaan  MOS meningkatkan  titer  antibodi  terhadap  IBD  pada  ayam  pembibit  broiler.  Dugaan
yang  muncul  yang  menjelaskan  fenomena  ini  yaitu  sel  pertahanan  tubuh mendeteksi  kehadiran  mikroba   akibat adanya molekul  unik  yang  disebut PAMP
patogen-associated  molecular  pattern  yang  selanjutnya  akan  mengaktifkan sistem kekebalan seperti fagositosis dan jalur lektin.  Klasing 1998a menjelaskan
bahwa  makrofage  merupakan  kunci  pengaturan  sel  dari  sistem  kekebalan  yang meliputi  inisiasi  dan  mengatur  respon  immun  yang  bersifat  alami  maupun
spesifik.    Aktivasi  yang  ditimbulkannya  yaitu  dapat  mensintesa  dan mensekresikan  beragam  molekul  seperti  cytokine,  cytokine  inhibitor,  hormon
endokrin, neurotransmitter dan reactive oxygen intermediates. Aktivasi lain yang mungkin ditimbulkan akibat adanya komponen mannan
terhadap  sistem  kekebalan  tubuh  adalah  jalur  lektin.    Istilah  Mannan  Binding Lectin MBL digunakan terhadap protein pengikat mannosa tersebut, yang dapat
mengaktivasi  sistem  komplemen  yang  berperan  dalam  pertahanan  terhadap beragam mikroba patogen Laursen dan Nielsen 2000.  Sistem komplemen juga
berperan  dalam  imunitas  humoral  dan  dapat  merangsang  inflamasi,  dan  secara langsung  dapat  melisiskan  sel  Decker  2000  dan  meningkatkan  aktivitas
fagositosis dan sekresi imunoglobulin Arora et al. 2001; Epstein et al. 1996 dan efek yang ditimbulkan dari aktivasi MBL sama dengan jalur aktivasi komplemen
klasik  Kaiser  2002.  Selanjutnya  Juul-Madsen  et  al.  2003  yang  meneliti kandungan  MBL  yang  diinfeksi  virus  Infectious  Bronchitis  IB  pada  ayam
menyebutkan  bahwa  MBL  memainkan  peran  utama    pada  kekebalan  alami  garis pertama terhadap patogen yang mengindikasikan netralisasi virus sebelum respons
antibodi humoral mengambil alih
Kemampuan  bioaktif  polisakarida  dan  kompleks  polisakarida–protein untuk  merangsang  beragam    sel  sistem  kekebalan  diakibatkan  variabilitas  dan
beragamnya struktur dari makromolekul ini.  Berbeda  dengan protein atau asam nukleat,  polisakarida  mengandung  struktur  yang  berulang  yang  merupakan
polimer dari monosakarida dan mempunyai kapasitas yang tinggi untuk membawa informasi  biologis  karena  mempunyai  variasi  struktur  yang  lebih  besar  Ooi  dan
Liu 2000.  Informasi penggunaan mannan PM sebagai immunostimulan masih sedikit  dibandingkan  bahan  lain  seperti  glukan.  Xia    et  al.  1999  menunjukkan
kemampuan    β-glukan    untuk  memediasi  aktivasi  sitotoksik  pada  mencit. Beberapa  laporan  sumber  glukan  yang  telah  dilaporkan  antara  lain    penggunaan
lentinan  Lentinus edodes yang mengandung rantai utama berupa β1-3glc dan rantai sisi β1-6glc  dilaporkan sebagai immunostimulan dan anti kanker Chihara
1992;  Hobbs 2000 dan glukan dari jamur G. lucidum  Wang et al. 1997. Penggunaan
bahan sejenis
dengan PM
yaitu MOS
sebagai immunostimulan hasilnya bervariasi. Sauerwein et al. 2007 meneliti penggunaan
ekstrak  dinding  sel  ragi  S  cerevisiae  sebagai  immunomodulator    pada  babi menunjukkan  bahwa  efeknya  terhadap  status  kekebalan  aktivitas  fagosit,
konsentrasi  Ig  G  dan  A,  dan  immunohistokimia  hasilnya  tidak  konsisten,  dan efeknya terhadap peubah usus dan penampilan ternak tidak berbeda nyata. Ma et
al. 2006 meneliti pengaruh beragam suplemen pakan terhadap kekebalan ayam menunjukkan bahwa pemberian MOS tidak meningkatkan titer antibodi terhadap
ND.  Sebaliknya,  laporan  Shashidara  et  al.  2003  menjelaskan  bahwa pengggunaan MOS meningkatkan titer antibodi terhadap IBD.
Penggunaan  PM  dari  BIS  menunjukkan  efektivitasnya  sebagai immunostimulan  yang  ditunjukkan  dengan  semakin  baiknya  titer  terhadap  IBD,
tetapi  belum  menunjukkan  adanya  respons  terhadap  titer  ND.    Penggunaan mannan sebagai immunostimulan cukup konsisten responsnya terhadap titer IBD,
dan  diduga  aktivitas  yang  ditimbulkannya  adalah  terhadap  immunitas  yang bersifat seluler cellular immunity atau terkait dengan kuat tidaknya respons dari
jenis  vaksin  yang digunakan.    Hasil  diatas  menunjukkan  bahwa penggunaan PM menunjukkan  hasil  yang  baik  pada  jenis  vaksin  yang  mempunyai  respons  yang
lebih  rendah  IBD  dibandingkan  dengan  vaksin  ND  yang  mempunyai  respons yang  kuat.
Laporan  Chen  et  al.  2003  yang    meneliti  efek  herbal  polisakarida terhadap  kekebalan  dan  pertumbuhan  ayam  broiler  menunjukkan  bahwa  adanya
efek perbedaan bobot molekul ekstrak Achirantan APS,BM 1400 vs Astragalan ACH,  BM  67.600  terhadap  titer  ND.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa
kedua  polisakarida  tersebut  menunjukkan  adanya  efek  immunostimulan meningkatnya  konsentrasi  Nitric  Oxide,  interleukin-2,  tetapi  perlakuan
Astragalan  tidak  meningkatkan  titer  ND.  Hasil  tersebut  menunjukkan  lebih efektifnya  penggunaan  oligosakarida  dibandingkan  polisakarida  sebagai
immunostimulan.    Penelitian  lanjutan  masih  diperlukan  untuk  menggunakan  PM dengan  panjang  rantai  lebih  pendek  yaitu  dalam  bentuk  oligosakarida  sebagai
immunostimulan untuk ternak ayam.
KESIMPULAN
1. Penggunaan  polisakarida  mengandung  mannan  PM  dari  BIS  tidak
mempengaruhi  konsumsi  ransum,  pertambahan  bobot  badan  PBB  maupun konversi  ransum  ayam.  Perlakuan  dosis  vaksin  juga  tidak  mempengaruhi
penampilan  ternak.    Penampilan  umum  ternak  ayam  broiler  menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan ayam petelur.
2. Titer ND tidak dipengaruhi perlakuan penggunaan PM, sedangkan perlakuan
galur  ayam  menunjukkan  titer  lebih  tinggi  pada  ayam  petelur  dibandingkan ayam  broiler.    Selanjutnya,  penggunaan  vaksin  pada  dosis  penuh  juga
menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan dosis setengah. 3.
Pengamatan  terhadap    peubah  titer  IBD  menunjukkan  hasil  yang  berbeda. Galur  ayam  dan  dosis  vaksin  tidak  menunjukkan  adanya  pengaruh  terhadap
titer IBD, sebaliknya penggunaan PM menunjukkan pengaruh.  Penggunaan PM  pada  tingkat  1  000;3  000;dan  4  000  ppm  menunjukkan  titer  IBD  lebih
tinggi  dibandingkan  kontrol,  sedangkan  diantara  penggunaan  1  000-4  000 ppm  tidak  menunjukkan  perbedaan  nyata.    Hasil  tersebut  menunjukkan
adanya aktivitas immunostimulan dari PM pada ternak ayam.
6.  PEMBAHASAN UMUM