Kajian polisakarida mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam

(1)

KAJIAN POLISAKARIDA MANNAN DARI BUNGKIL INTI

SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium

DAN IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

MA’RUF TAFSIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul: kajian polisakarida mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Bogor, Agustus 2007 Ma’ruf Tafsin NIM D016010061


(3)

ABSTRACT

MA’RUF TAFSIN. Studies on Mannan Containing Polysaccharides from Palm Kernel Meal as Immunostimulant and to Control Salmonella thypimurium on Chicken. Under the supervisions of NAHROWI, KG WIRYAWAN, KAMALUDDIN ZARKASIE, WIRANDA G PILIANG, and LILY A SOFYAN.

Palm Kernel Meal (PKM) is a by-product of palm kernel oil extraction and found in large quantity in Indonesia. The inclusion of PKM on poultry diet are limited due to some nutritional problems such as anti-nutritional properties (mannan). On the other hand, mannan containing polysaccharides (PM)play in various biological functions particularly in enhancing the immune response and the ability to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry The study consisted of three steps. The first step was the extraction process to produce PM from PKM. The second step was to investigate the inhibitory effect of PM against Salmonella thypimurium (in vitro and in vivo). In vivo studies were conducted using chicks that were challenged orally with S. thypimurium. The third step was to study the effect of PM from PKM as immunostimulant that were detected through of the antibody responses against ND (New Castle Disease) and IBD (Infectious Bursal Disease) virus. The levels of PM that were used in the study consisted of 0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm of mannan containing polysaccharides, in term of total sugar.

The result of the first step indicated that the polysaccharide was dominated by the galactose and mannose with ratio of 1:3, respectively. The extraction produced mannose ranging from 0.15-7.58% of the total mannan. The highest content of mannose was shown after treating PKM with water as the solvent. The result of second step showed that PM did not have bactericidal effect, but agglutination test showed the positive result microscopically. Compared with the control group, the number of chicks fed PM (2000-4000 ppm) decreased Salmonella incidence. The total number Salmonella colony (cfu) also decreased that was proved in the second experiment. At third step, the titers against IBD virus of chicks fed PM had higher titers than that of the control diet, whereas the titers against ND virus was not influenced by treatments. The effect of PM gave various results on chicken performances. The results indicated that PM from PKM gave positive results on poultry performances at the condition of pathogen challenge (Salmonella), and at the level of 3000 ppm had 10% and 20% higher weight gain than that of the control group in the first and in the second experiment, respectively. The different result was shown in the third step, where the effect of PM did not influence the weight gain of the chicks.

It is concluded that PM showed the immunostimulant activity and prevented the colonization of Salmonella at the caecum of chicks, and could be used as feed additive in poultry diet.

Keywords: Palm Kernel Meal, Mannan, Salmonella thypimurium, Immunostimulant, Chicken.


(4)

RINGKASAN

MA’RUF TAFSIN. Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai Pengendali Salmonella thypimurium dan Immunostimulan pada Ayam. Dibimbing oleh, NAHROWI, KG WIRYAWAN, KAMALUDDIN ZARKASIE, WIRANDA G PILIANG, dan LILY A SOFYAN.

Bungkil inti sawit (BIS) adalah produk samping dari industri pengolahan minyak kelapa sawit dengan ketersediaan yang tinggi di Indonesia. Penggunaan BIS dalam pakan unggas terbatas karena kandungan mannannya yang tinggi dan dapat bersifat anti nutrisi. Di lain pihak, polisakarida mannan (PM) mempunyai fungsi lain khususnya dapat meningkatkan respon kekebalan dan kemampuannya menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi kimia PM dari BIS dan efeknya sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan sebagai immunostimulan pada ternak ayam.

Proses ekstraksi untuk mendapatkan PM dari dinding sel BIS menggunakan metode ekstraksi air panas. Keragaman berat molekul dilihat secara kromatografi menggunakan gel sephadex-G 50 (16X800 mm), dan analisis komponen gula menggunakan HPLC yang dilengkapi dengan P-NH2

Carbohydrate column. Efek PM dari BIS sebagai pengendali Salmonella (in vitro) dilakukan dengan melihat uji aglutinasi dan inkubasi bakteri baik pada media agar maupun media cair. Tingkat penggunaan PM yang digunakan yaitu 0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm berdasarkan kandungan total gulanya. Pengujian in vivo dilakukan dengan menggunakan ayam broiler dan petelur (masing-masing 216 ekor) yang diinfeksi secara oral dengan 104 cfu Salmonella thypimurium pada hari ketiga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (RPT) dengan galur ayam sebagai petak utama dan tingkat PM sebagai anak petak. Pengujian lanjutan dilakukan pada 60 ekor ayam boiler dan dilakukan uji tantang dengan 107 cfu Salmonella thypimurium pada hari ke tujuh. Tingkat penggunaan PM yang dilakukan sama dengan pengujian in vitro. Pengujian PM sebagai immunostimulan dilakukan dengan menggunakan masing-masing 180 ekor ayam broiler dan petelur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (RPPT) dengan galur ayam sebagai petak utama, dosis vaksin (penuh dan setengah) sebagai anak petak, dan tingkat PM sebagai anak-anak petak. Vaksin yang digunakan adalah ND (New castle disease) dan IBD (Infectious bursal disease) dan titernya diamati 3 minggu setelah vaksinasi kedua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1218-3168 mg total gula dapat diperoleh dari 100 g BIS. Jumlah mannosa yang dihasilkan dari total mannan yang ada pada BIS sekitar 0.15-7.58%. Penggunaan kaca pada proses ekstraksi menghasilkan rendemen sebanyak 5.49% dan 7.58%, berturut-turut pada pelarut menggunakan akuades dan NaOH 0.05 N. Analisis menggunakan kromatografi filtrasi gel menunjukkan ekstrak tersebut didominasi oleh polisakarida, yang tersusun atas galaktosa, mannosa dan sejumlah kecil glukosa. Polisakarida ini didominasi oleh galaktosa dan mannosa dengan rasio 1:3. Kombinasi perlakuan ’grinding’ dengan bantuan pecahan kaca dan menggunakan pelarut air menunjukkan kandungan mannosa yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.


(5)

PM dari BIS tidak menunjukkan efek bakterisidal, tetapi jumlah koloni bakteri semakin menurun seiiring dengan meningkatnya PM dalam media cair, dan uji agglutinasi menunjukkan hasil positif secara mikroskopis. Penggunaan PM dari BIS (2000-4000 ppm) menurunkan insiden Salmonella. Jumlah koloni (cfu) Salmonella pada caecum juga menunjukkan penurunan akibat penggunaan PM yang terlihat pada penelitian kedua. Pengujian sebagai immunostimulan menunjukkan bahwa titer ND dipengaruhi galur ayam. Ayam petelur menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan ayam broiler, dan dosis vaksin penuh menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan dosis setengah. Penggunaan PM ternyata tidak mempengaruhi titer ND. Pengujian terhadap titer antibodi IBD menunjukkan hasil yang berbeda. Titer IBD tidak dipengaruhi oleh galur ayam dan dosis vaksin, sebaliknya penggunaan PM menunjukkan adanya pengaruh. Penggunaan PM pada tingkat 1000; 3000; dan 4000 ppm mempunyai titer nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, tetapi diantara penggunaan 1000-4000 ppm tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Penggunaan PM dari BIS terhadap penampilan ayam menunjukkan hasil yang beragam. Pada percobaan pengendali Salmonella, penggunaan PM pada tingkat 2000-3000 ppm menunjukkan pertambahan berat badan (PBB) lebih baik dibandingkan kontrol dan terjadi peningkatan PBB sebesar 10% dan 20% lebih tinggi dibandingkan kontrol, berturut-turut pada penelitian pertama dan kedua. Selanjutnya penggunaan PM sebanyak 4000 ppm menunjukkan konversi ransum yang lebih buruk dibandingkan perlakuan lainnya. Pada percobaan sebagai immunostimulan, PM dari BIS tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi, PBB maupun konversi ransum. Hasil tersebut menunjukkan bahwa PM dari BIS menunjukkan hasil positif terhadap penampilan ternak pada kondisi uji tantang patogen. Dapat disimpulkan bahwa PM dari BIS menunjukkan adanya aktivitas sebagai immunostimulan dan mencegah kolonisasi Salmonella sehingga dapat digunakan sebagai imbuhan pakan dalam ransum ayam.

Kata kunci: Bungkil Inti sawit, Mannan, Salmonella thypimurium, Immunostimulan, Ayam.


(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

KAJIAN POLISAKARIDA MANNAN DARI BUNGKIL INTI

SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium

DAN IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

MA’RUF TAFSIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(8)

Judul Disertasi : Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai Pengendali Salmonella thypimurium dan Immunostimulan pada Ayam

Nama : MA’RUF TAFSIN NIM : D016010061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Komang G Wiryawan. Kamaluddin Zarkasie,DVM, PhD Anggota Anggota

Prof.Dr. Ir. Wiranda G Piliang, M.Sc. Prof. Dr. Lily A Sofyan, M.Sc. (Alm) Anggota Anggota

Diketahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Pascasarjana Departemen INTP

Dr.Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. Prof.Dr.Ir. Khairil A Notodiputro, MS.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Rasa syukur penulis panjatkan, karena atas tuntunan dan kehendak-Mu tugas ini dapat terselesaikan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah baru mengenai pemanfaatan bungkil inti sawit yaitu sebagai sumber mannan yang berfungsi sebagai pengendali Salmonella dan immunostimulan pada ayam.

Penelitian ini dapat terselesaikan atas arahan, saran, dan kerjasama yang sangat baik dari komisi pembimbing, oleh karena itu ucapan terima kasih saya ucapkan kepada almarhumah Prof. Dr. Lily A. Sofyan selaku ketua komisi pembimbing, dan anggota komisi pembimbing yang terdiri atas Dr. Ir. Nahrowi MSc, Dr. Ir. Komang G Wiryawan, Kamaluddin Zarkasie, DVM, PhD., dan Prof.Dr.Ir. Wiranda G Piliang, MSc. Banyak sekali sumbangan pemikiran, waktu, dan segala pengertian yang telah diberikan komisi pembimbing kepada saya dan penulis berharap ”bekal” tersebut dapat diteruskan kepada orang lain yang memerlukan, sehingga menjadi amalan yang senantiasa mengalir.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Dirjen Dikti, pimpinan dan staf Sekolah Pascasarjana IPB, Fakultas Peternakan IPB, dan Program Studi Ilmu Ternak Pascasarjana IPB atas penerimaan dan pelayanan yang baik selama penulis mengikuti pendidikan program doktor pada sekolah pascasarjana IPB. Ucapan yang sama penulis juga sampaikan kepada Rektor Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Banjarmasin, Rektor Universitas Al-Azhar, Medan, Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan dan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan program doktor di IPB.

Bantuan dalam pelaksanaan penelitian banyak penulis rasakan, oleh karena itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan dan Staf dari Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB; Laboratorium Bakteriologi FKH IPB; Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Fisiologi Nutrisi Fapet IPB; Laboratorium Pusat Studi Ilmu Hayat PAU IPB; Laboratorium Immunologi FKH


(10)

IPB; Laboratorium Balai Pasca Panen Cimanggu, serta Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan FPIK IPB atas segala dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini. Secara pribadi penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Yatno; Achmad Jaelani; Mas Winarno dan Mbak Ida; Allaily; Merry dan adik-adik INMT 39 yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian, serta teman pada Program Studi Ilmu Ternak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Dorongan moril maupun materiil banyak penulis rasakan dari keluarga, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada ayahanda H. Moch Saleh dan Ibunda Sukaesih serta Bapak dan Ibu mertua H. Hasan Hanfi (alm) dan Hj. Chairani K Lubis, serta saudaraku: Agus Patlas, Widaningsih, dan Awal Nugraha. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Keluarga Hj. Pimi Aeni(alm), Kel. Syarief Maulana SKM, Kel Handi Soetisna SE,MSi, Kel. Prof. Dr. Kooswardono Mudikdjo dan Kel Prof. Dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H,DSAk yang banyak membantu selama proses pendidikan penulis.

Akhirnya kepada istri tercinta Dr. Nevy D. Hanafi, SPt,MSi.dan Anakku tersayang Rifda Amaliya Maruf, Penulis ucapkan terima kasih atas segala dorongan, semangat, pengorbanan yang kalian berikan dan semoga hal ini semakin memperkuat ikatan kebersamaan diantara kita. Akhir kata, penulis berharap tulisan ini banyak memberikan manfaat dalam perkembangan industri peternakan, khususnya pakan ternak ayam, baik dimasa sekarang maupun yang akan datang.

Bogor, Agustus 2007


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Nopember 1967 di Pandeglang (Banten), anak kedua dari empat saudara pasangan H. Mochamad Soleh dan Sukaesih. Menikah dengan Nevy D Hanafi pada tahun 2001 dan dikaruniai seorang putri, Rifda Amaliya Maruf yang lahir pada tanggal 5 Nopember 2001 di Bogor.

Pendidikan dasar dan menengah penulis selesaikan di kota kelahirannya, dan pada tahun 1986 penulis diterima pada Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung. Selepas pendidikan sarjana, penulis menempuh pendidikan magister pada Program Studi Ilmu Ternak ,Program Pascasarjana IPB yang diselesaikan pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan program doktor pada lembaga yang sama. Pendidikan Pascasarjana penulis tempuh atas beasiswa BPPS Ditjen Dikti.

Riwayat pekerjaan penulis dimulai pada tahun 1994 sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan (Kopertis Wilayah XI) di Banjarmasin. Selanjutnya, pada mulai tahun 2004 sampai sekarang penulis bekerja pada Fakultas Pertanian Universitas Al-Azhar (Kopertis Wilayah I) di Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan dan Manfaat Penelitian... 3

Kerangka Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA... 6

Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas ... 6

Penggunaan Antibiotik ……… 10

Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas)... 11

Mannan Oligosasakarida (MOS)... 15

3 EKSTRAK POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT Pendahuluan... 22

Bahan dan Metode ... 24

Hasil... 26

Pembahasan ... 31

Kesimpulan ... 35

4 POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium PADA AYAM Pendahuluan... 36

Bahan dan Metode ... 38

Hasil... 43

Pembahasan ... 54


(13)

5 POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN DARI BUNGKIL INTI SAWIT SEBAGAI IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

Pendahuluan... 61

Bahan dan Metode ... 63

Hasil... 66

Pembahasan ... 72

Kesimpulan ... 77

6 PEMBAHASAN UMUM ………. 78

7 KESIMPULAN... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 96


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Mekanisme pengaturan bakteri secara langsung dan tidak langsung

terhadap mikroflora saluran pencernaan pada ayam... 9 2 Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)... 16 3 Perbandingan penggunaan antibiotik dengan MOS... 20 4 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan total gula yang

dihasilkan dari 100 g BIS... 26 5 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan dan rasio komponen

gula yang dideteksi dengan HPLC yang dilengkapi Carbohydrate

column.... 28 6 Susunan ransum percobaan... 39 7 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

konsumsi ransum ayam umur 1-28 hari (g/ekor)... 45 8 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

pertambahan bobot badan (PBB) ayam umur 1-28 hari (g/ekor)... 46 9 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

pertambahan bobot badan akhir ayam umur 1-28 hari (g/ekor)... 47 10 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

konversi ransum ayam umur 1-28 hari... 48 11 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan dari BIS terhadap

kolonisasi bakteri Salmonella ... 49 12 Penggunaan polisakarida mannan (PM) terhadap konsumsi dan

konversi ransum serta pertambahan bobot badan (PBB)ayam broiler . 51 13 Penggunaan polisakarida mannan (PM) dari BIS terhadap insiden

infeksi, pH caecum dan indeks bursa fabricius... 53 14 Susunan ransum percobaan... 63 15 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap konsumsi ransum selama 6 minggu (g/ekor).. 66 16 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap PBB selama 6 minggu (g/ekor.)... 67 17 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap bobot akhir selama 6 minggu (g/ekor.)... 68


(15)

Halaman 18 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap konversi ransum... 69 19 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap titer antibodi ND (2log)... 70 20 Pengaruh penggunaan PM dari BIS pada dosis vaksin dan galur ayam

berbeda terhadap titer antibodi IBD (2log)... 71


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka tahapan penelitian kajian polisakarida mengandung mannan dari BIS sebagai pengendali Salmonella thypimurium

dan immunostimulan pada ayam... 5 2 Mikroflora pada saluran pencernaan ayam... 6 3 Tiga jalur aktivasi komplemen... 13 4 Aktivasi komplemen melalui jalur lektin...

14 5 Mekanisme kerja MOS mencegah kolonisasi bakteri merugikan

(CFNP TAP Review)... 17 6 Kromatogram untuk perlakuan ekstraksi dengan pelarut akuades

(a); NaOH 0.05 N (b); NaOH 0.1 N (c)... 27 7 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G50 (16x800 mm) pada

perlakuan pelarut akuades ... 29 8 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G50 (16x800 mm) pada

perlakuan pelarut akuades + kaca ... 30 9 Struktur mannan dari guaran... 30 10 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G50 (16x800 mm) pada

perlakuan pelarut NaOH 0.1N + kaca ... 33 11 Hasil uji aglutinasi terhadap Salmonella sp.... 43 12 Pengaruh penambahan ekstrak BIS terhadap koloni bakteri yang

terbentuk (log CFU)... 44 13 Pengaruh penggunaan PM dari BIS terhadap jumlah koloni

bakteri Salmonella (log cfu/g)... .. 50 14 Pengaruh penggunaan polisakarida mannan (PM) terhadap bobot

badan ayam broiler (g/ekor)... 52 15 Pengaruh penggunaan PM dari BIS terhadap jumlah koloni

Salmonella (log cfu/ml)... 53 16 Struktur galaktomannan dari bungkil inti sawit... 79 17 Struktur mannan dari S cerevisiae ... 82


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis ragam terhadap kandungan total gula terekstrak... 97 2 Analisis ragam terhadap konsumsi ransum ayam (percobaan

Salmonella tahap I)... 98 3 Analisis ragam terhadap pertambahan bobot badan (PBB) ayam

(percobaan Salmonella tahap I)... 100 4 Analisis ragam terhadap bobot badan akhir ayam

(percobaan Salmonella tahap I)... 101 5 Analisis ragam terhadap konversi ransum ayam (percobaan

antibakteri)... 103 6 Pengujian χ2 insiden bakteri Salmonella...

105 7 Analisis ragam terhadap cfu (log) Salmonella...

106 8 Analisis ragam terhadap berat relatif bursa fabricius... 107 9 Analisis ragam terhadap pH caecum...

108 10

Analisis ragam terhadap konsumsi ransum ayam (percobaan

immunostimulan)... 109 11 Analisis ragam terhadap pertambahan bobot badan ayam

(percobaan immunostimulan)... 111 12 Analisis ragam terhadap bobot akhir ayam (percobaan

immunostimulan)... 113 13 Analisis ragam terhadap konversi ransum ayam (percobaan

immunostimulan)………... 115

14 Analisis ragam terhadap titer antibodi ND ayam (percobaan

immunostimulan)……….. 117

15 Analisis ragam terhadap titer antibodi IBD ayam (percobaan

immunostimulan) ……….. 118


(18)

1. PENDAHULUAN

Latar belakang

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit dan di Indonesia ketersediaannya sangat tinggi. Luas lahan kelapa sawit pada tahun 2004 di proyeksikan sekitar 4.4 juta ha (Jakarta Future Exchange 2001) dan pada tahun 2006 mencapai luas 5.2 juta ha (Kompas 2006). Produksi tandan buah segar kelapa sawit sekitar 12.5 – 27.5 ton/ha, dan sekitar 2 persennya berupa bungkil inti sawit (Sinurat 2001). Penggunaan BIS sebagai salah satu pakan potensial telah banyak dilaporkan baik pada ternak ruminansia ( Elisabeth dan Ginting 2003; Mathius et al. 2003), ayam (Sundu dan Dingle 2005), bahkan ikan (Keong dan Chong 2005).

Salah satu faktor pembatas penggunaan BIS terutama untuk ternak monogastrik adalah kandungan seratnya yang tinggi dan komponen dominannya adalah berupa mannosa yang mencapai 56.4% dari total dinding sel BIS dan ada dalam bentuk ikatan β-mannan (Daud et al. 1993). Kandungan mannan yang tinggi disamping sebagai faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi untuk mendapatkan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan ternak. Sundu et al. (2006) menduga bahwa ada kesamaan antara BIS dengan mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan sistem kekebalan ternak unggas.

Di lain pihak, mikroba seperti virus atau bakteri berpotensi membahayakan ternak yang dapat ditemukan di udara, makanan atau air. Bakteri yang sering mengkontaminasi ayam, baik pada saat penetasan, pembesaran dan pascapanen diantaranya kelompok Salmonella sp. Bakteri tersebut selain akan berpengaruh terhadap kesehatan ternak juga akan berpengaruh terhadap aspek keamanan pangan ditinjau dari segi mikrobiologis. Potensi yang ditimbulkannnya yaitu dapat mengkontaminasi produk daging atau telur yang akan dikonsumsi manusia. Beberapa upaya telah ditempuh untuk mengatasi hal tersebut seperti melakukan vaksinasi, sanitasi ataupun penggunaan antibiotik. Upaya tersebut disamping mempunyai banyak manfaat juga mempunyai keterbatasan, sebagai


(19)

contoh untuk antibiotik sekarang ini ditemukan beberapa strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Selain itu penggunaannya terutama pada negara maju pengaturannya sangat ketat karena akan berpengaruh pada aspek keamanan pangan untuk manusia. Upaya alternatif dicoba untuk mengatasi keterbatasan tersebut, diantaranya dengan menggunakan karbohidrat. Devegowda et al. (1997) melaporkan bahwa tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi ternak, yaitu mannanoligosakarida (MOS), fruktooligosakarida, dan galaktooligosakarida, dan MOS dilaporkan memberikan hasil yang paling baik.

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam menempelnya mikroba patogen. Bakteri seperti Salmonella, E. coli, dan Vibrio cholera mempunyai lektin pada permukaan selnya yang penempelannya spesifik terhadap mannosa, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan (Center for Food and Nutrition Policy (CFNP) Technical Advisory Panel (TAP) Review 2002).

Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella (Spring 1997). Mekanisme MOS sebagai immunostimulan belum sepenuhnya diketahui (Swanson et al. 2002). MOS dapat mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa dari hati yang mengikat kapsul bakteri yang masuk. Studi lainnya menunjukkan bahwa MOS merangsang sistem kekebalan dengan jalan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage dan meningkatnya level Ig (Imunoglobulin). Selanjutnya Shashidara et al. (2003) menjelaskan bahwa sel pertahanan tubuh pada GALT (gut associated lymphoid tissue) mendeteksi kehadiran mikroba akibat adanya molekul unik yang disebut PAMP (patogen-associated molecular pattern) yang selanjutnya akan mengaktifkan sistem kekebalan. Penggunaan bahan yang bersifat immunostimulan sangat penting dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman yang dapat mengganggu respons kekebalan tubuh ayam.


(20)

Beberapa paten yang terkait penggunaan sakarida untuk ternak sebagian besar dihasilkan dari proses ekstraksi ragi Saccharomyces cerevisiae. Sebagai contoh Dawson dan Sefton (2003) menguji kemampuan MOS untuk kontrol koksidiosis; Sunvold dan Hayek (2001) tentang perbaikan metabolisme glukosa, dan absorpsi zat makanan pada hewan peliharaan; Howes dan Newman (2000) terkait dengan penurunan mikotoksin pada pakan. Selanjutnya Haschke et al. (2003) melaporkan penggunaan fruktosoligosakarida sebagai imunostimulan.

Pengkajian penelitian ini adalah ke arah sumber mannan baik yang berasal dari mikroba ataupun dari sumber lain seperti dari dinding sel tanaman. Ishihara et al. (2000) menggunakan mannan yang berasal dari hidrolisis guar gum (Cyamoposis tetragonolobus) yang mengandung galaktomannan dengan bobot molekul sekitar 20 000 Da. Potensi lain yang dapat digunakan sebagai sumber mannan adalah BIS. Sejauh ini, BIS hanya dipakai sebagai salah satu sumber pakan, padahal melihat potensi tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya menjadi bahan baku pembuatan imbuhan pakan. Mengamati latar belakang tersebut kami tertarik untuk meneliti proses isolasi, produksi dan aplikasi mannan dari BIS sebagai imunostimulan dan substansi pengendali Salmonella pada ayam.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses ekstraksi untuk mendapatkan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit.

2. Menguji kemampuan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella thypimurium pada ayam.

3. Menguji kemampuan polisakarida mengandung mannan dari bungkil inti sawit sebagai immunostimulan pada ayam.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan diperoleh adalah keluaran berupa imbuhan pakan yang mempunyai fungsi sebagai immunostimulan dan substansi untuk mengendalikan Salmonella thypimurium pada ternak ayam.


(21)

Kerangka Penelitian

Landasan pemikiran dilakukannya penelitian ini adalah kondisi peternakan unggas komersial yang mempunyai tingkat kepadatan yang tinggi menghadapi bahaya rentannya terkena serangan penyakit dari mikroba patogen. Upaya yang dilakukan yaitu menggunakan antimikroba dan sampai sekarang kebanyakan anti mikroba yang digunakan adalah antibiotik. Akibat negatif penggunaan antibiotik pada ternak antara lain terdapatnya residu pada produk ternak dan terjadinya resistensi mikroba yang pada akhirnya dapat membahayakan manusia.

Upaya alternatif pengganti antibiotik banyak dikaji untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya menggunakan MOS (Mannanoligosakarida). MOS banyak dikembangkan dari dinding sel mikroba seperi ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai bahan baku yang menyebabkan harga produknya sangat mahal dan masih di impor. Sampai saat ini belum banyak laporan tentang mannan dari BIS, padahal BIS sangat berpotensi untuk menghasilkan ekstrak yang mengandung mannan mengingat kandungannya yang tinggi.

Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah berupa eksperimen murni baik yang diadakan di laboratorium (ekstraksi dan produksi mannan dan pengujian in vitro) maupun di kandang percobaan (in vivo). Gambaran kerangka tahapan penelitian tersaji pada Gambar 1. Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan. Pertama. Proses ekstraksi dan karakterisasi mannan dari BIS dengan melakukan ekstraksi menggunakan air panas (hot water extraction). Kedua, Mengkaji kemampuan mannan yang telah diproduksi sebagai pengendali Salmonella. Pada tahapan ini akan dilihat kemampuan mannan dalam menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan pada ternak ayam yaitu Salmonella. Metode yang dilakukan yaitu secara (1) in vitro dengan melihat uji hambat pada media agar dan melihat uji aglutinasi terhadap bakteri dan (2) in vivo dengan melakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella yang dilakukan pada ayam broiler dan ayam petelur. Ketiga, Mengkaji kemampuan ekstrak mannan dari BIS sebagai imunostimulan dengan melihat titer terhadap virus ND (Newcastle Disease) dan IBD (Infectious Bursal Disease) yang dilakukan pada ayam broiler dan ayam petelur.


(22)

Gambar 1 Kerangka tahapan penelitian kajian polisakarida mengandung mannan dari BIS sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam.

Uji In vivo

• Pengukuran titer terhadap virus ND (Newcastle Disease) dan IBD

(Infectious Bursal Disease)

Rekomendasi :

Penggunaan PM dari BIS sebagai pengendali Salmonella dan immunostimulan pada unggas

Uji In vivo

• Uji tantang terhadap Salmonella thypimurium Proses ekstraksi

polisakarida mengandung mannan (PM) dari Bungkil

Inti Sawit (BIS)

Tahap I • Kandungan total gula

• Komponen monosakarida

Tahap II

Pengujian PM dari BIS sebagai pengendali Salmonella

Uji In vitro

• Uji agglutinasi

• Uji resistensi

• Uji hambat pada media cair

Tahap III

Pengujian PM dari BIS sebagai immunostimulan


(23)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas

Saluran pencernaan pada unggas yang baru ditetaskan umumnya steril. Sesaat setelah menetas unggas yang masih muda secara alami mikroflora saluran pencernaannya berkembang melalui kontaminasi dari material feses yang berasal dari ayam dewasa. Faktor lain yang berpengaruh yaitu transfer mikroba dari induk pada anak, dan kontak dengan bakteri dari lingkungan. Saluran pencernaan unggas apabila dilihat dari aspek mikrobiologis dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu : tembolok (crop); rempela; usus halus; sekum; kolon dan kloaka (Gambar 2).


(24)

Gambar 2 menunjukkan bahwa faktor utama yang menentukan populasi mikroba adalah pH. Escherichia coli dan Enterococci merupakan organisme yang dominan yang ditemukan pada unggas yang baru menetas. Pada bagian tembolok, Lactobacillus menjadi dominan pada lima hari pertama, sedangkan pada usus halus memerlukan waktu dua minggu. Kolonisasi bakteri pada usus halus lebih lambat dibandingkan pada bagian lain dari saluran pencernaan dan pada hari pertama konsentrasinya dibawah 105 CFU/g (Coloni Forming Unit). Pada bagian sekum, pada umur unggas sekitar dua sampai empat minggu bakteri obligat aerob meningkat. Pada saat ini bakteri Bifidobacteria, Bacteroides, Eubacteria, Peptostreptococci, dan Clostridia menjadi predominan. Selain itu pada sekum ditemukan juga kelompok bakteri selulolitik pada tingkat diatas 103 CFU/g (Spring 1997).

Sekarang ini telah diketahui bahwa mikroflora yang secara alami sudah ada dalam saluran pencernaan (indegenous) pada hewan dan manusia dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi mikroorganisme yang bersifat patogen. Istilah yang menjelaskan perlindungan tersebut dikenal dengan nama ‘colonization resistance’. Penelitian yang menunjukkan hal tersebut diantaranya dilakukan pada mencit dan diamati pada tiga fase yaitu sebelum, selama, dan sesudah pemberian antibiotik (streptomycin dan neomycin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian antibiotik ‘colonization resistance’ tinggi terhadap tiga mikroba (E coli; Klebsiela pneumoniae; Pseudomonas aeroginosa). Selama pemberian antibiotik akan menurunkan resistensi dan mencit lebih mudah terinfeksi tiga mikroba patogen tersebut karena hilangnya flora pada usus. Selanjutnya pada fase setelah pemberian antibiotik resistensi ini kembali menuju normal karena terjadinya repopulasi flora saluran pencernaan yang tahan terhadap antibiotik (Hentges 1992).

Hentges (1992) menjelaskan beberapa hipotesis muncul untuk menjelaskan mekanisme yang dapat menekan bakteri patogen. Beberapa faktor tersebut diantaranya muncul teori kompetisi terhadap nutrien; merubah kondisi lingkungan yang tidak ideal bagi patogen seperti dihasilkannya asam lemak terbang oleh flora usus ; dan kompetisi untuk menempati ruang yang ada pada


(25)

saluran pencernaan. Selanjutnya Mulder et al. (1997) menjelaskan teori “competitive exclusion (CE)” yaitu perlakuan terhadap anak ayam (DOC) yang diberi mikroflora yang menghasilkan resistensi terhadap mikroorganisme yang berpotensi patogen. Beberapa percobaan telah dilakukan menggunakan kultur mikroba murni maupun kultur campuran (undefined microflora). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kultur murni ternyata pemberian dengan “undefined microflora” yang berasal dari sekum ayam memberikan hasil yang lebih baik. Kultur tersebut mengandung sejumlah besar mikroba aerobik yang telah diketahui dan banyak bakteri anaerobik yang belum diketahui.

Teori “competitive exclusion (CE)” pertama kali dikemukakan oleh Rantala dan Nurmi (1973) dan banyak mengilhami peneliti selanjutnya untuk mengamati pencegahan bakteri merugikan seperti Salmonella pada ternak unggas. Beberapa hasil positif ditemukan yaitu dengan menurunnya kolonisasi bakteri Salmonella pada ayam broiler dengan digunakannya kultur yang mengandung 29 strain bakteri dari sekum (Corrier et al. 1995). Selanjutnya Ziprin dan Deloach (1993) meneliti pada ayam broiler dan petelur dengan menggunakan bakteri normal dari sekum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri Salmonella menurun meskipun kultur mikroba dari sekum tersebut diberikan tiga hari setelah dilakukan uji tantang terhadap Salmonella typhimurium.

Selanjutnya Spring (1997) merangkum beberapa mekanisme pengaturan bakteri yang mempengaruhi mikroflora pada saluran pencernaan. Tabel 1 menjelaskan bahwa mekanisme yang tercakup dalam CE sangat kompleks dan dapat dilihat bahwa populasi bakteri mempunyai pendekatan berbeda dalam melakukan kompetisi terhadap bakteri pendatang. Secara garis besar mekanisme yang terjadi dapat dibedakan secara tidak langsung dan secara langsung. Secara tidak langsung merupakan akibat dari mikroflora normal meningkatkan respon fisiologis inang dan akan mempengaruhi interaksi antara inang dengan mikroba. Mekanisme secara langsung adalah terjadinya saling penekanan antara suatu populasi bakteri terhadap populasi bakteri lainnya.


(26)

Tabel 1. Mekanisme pengaturan bakteri terhadap mikroflora saluran pencernaan pada unggas

Mekanisme Pengaturan Faktor Pengontrol

Perangsangan proses kekebalan Ig pada usus halus

Modifikasi garam empedu Asam empedu tak berkonjugasi

Stimulasi peristalsis Laju lintas

Penggunaan nutrient Kompetisi nutrien atau faktor

pertumbuhan

Pemanfaatan nutrient sinergis

Penempelan Kompetisi tempat reseptor

Stimulasi pergantian epitel sel Pembentukan lingkungan terbatas pH

Asam laktat VFA

Hidrogen sulfida

Modifikasi garam empedu Perangsangan proses kekebalan Produksi substansi antimikroba Ammonia

Hidrogen peroksida hemolisin

Enzim bakteri Bakteriofage Bakteriosin Antibiotik Sumber : Spring (1997).


(27)

Penggunaan Antibiotik

Kemajuan peternakan ayam broiler sekarang ini menuntut optimalisasi baik dari segi pertumbuhan, perbaikan konversi ransum, dan kepadatan ternak per satuan luas. Meningkatnya kepadatan akan membawa akibat semakin mudahnya ayam akan terkena serangan penyakit. Upaya pencegahan dan pengobatan yang dilakukan sekarang ini masih bergantung pada penggunaan antimikroba, bahkan dapat dikatakan secara ekonomis tidak mungkin mengembangkan ternak ayam broiler komersial tanpa antimikroba. Pada negara-negara maju seperti Masyarakat Uni Eropa penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan pengaturannya sangat ketat, dan sampai sekarang penggunaan beberapa antibiotik seperti virginiamycin, tylosin, spiramycin, dan zinc bacitracyn telah dilarang. Pelarangan penggunaan antibiotik yang bersifat pencegahan ini akan membawa akibat meningkatnya penggunaan antibiotik yang bersifat terapetik (menggunakan dosis tinggi), lebih banyak ayam yang akan terkena bakteri patogen dan pada akhirnya kerugian ekonomis akan lebih besar (Bouliane 2003).

Penggunaan antibiotik secara tidak terkontrol akan membawa dampak negatif diantaranya terjadinya resistensi dan ternak yang mengkonsumsi pakan yang mengandung antibiotik, juga akan mengekskresikannya. Levy (2000a). mengemukakan bahwa pada beberapa kasus ditemukan bahwa 80 persen antibiotik yang diberikan secara oral akan lewat dan tidak mengalami perubahan oleh hewan dan masuk ke kolam limbah yang kaya akan bakteri. Selanjutnya akan menyebar ke lahan pertanian karena digunakan sebagai pupuk, dan mengakibatkan pencemaran air permukaan dengan membawa baik obat tersebut maupun bakteri yang resisten ke dalam tanah dan air. Todar (2000) menjelaskan bahwa resistensi mikroba dapat diakibatkan beberapa hal. Pertama, resistensi alamiah, sebagai contoh streptomycete mempunyai gen yang bertanggung jawab untuk resistensi terhadap antibiotiknya sendiri; atau bakteri gram negatif mempunyai membran luar yang menghambat permeabilitas terhadap antibiotik; atau organisme tersebut mempunyai keterbatasan dalam sistem transport terhadap antibiotik; atau terbatasnya target atau reaksi yang akan dicapai oleh antibiotik. Kedua, resistensi buatan, bakteri akan mengembangkan resistensi terhadap


(28)

antibiotik, yaitu bakteri yang dahulunya sensitif menjadi resisten. Resistensi seperti ini dihasilkan dari perubahan gen dan dicapai dengan dua cara yaitu ; (1)mutasi dan seleksi; dan (2) pertukaran gen antara strain dan spesies.

Selanjutnya Levy (2000b) menjelaskan bahwa di Amerika Serikat (AS) lebih dari 40 persen antibiotik yang diproduksi diberikan pada hewan baik untuk pencegahan dan pengobatan infeksi, dan pemacu pertumbuhan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan kadarnya sangat kecil untuk melawan infeksi dan diberikan dalam jangka waktu yang lama (beberapa minggu sampai bulan). Pemberian dalam jangka waktu yang lama dan dosis rendah ini menjadikan bakteri terseleksi dan menjadi resisten. Environmental Media services (EMS) (2000) menjelaskan bahwa bakteri Salmonella umum ditemukan pada produk ternak (daging dan telur) dan di AS dilaporkan infeksi Salmonella pada manusia lebih dari 40.000 kasus setiap tahun. Selain itu ditemukan pula strain Salmonella DT-104 yang resisten terhadap lima antimikroba: ampicillin, chloramphenic, streptomycin, sulfonamide, dan tetrasiklin.

Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas)

Istilah imun secara klasik didefinisikan sebagai daya tahan relatif inang terhadap reinfeksi mikroba tertentu. Definisi imunitas sekarang ini mencakup semua mekanisme fisiologis yang membantu hewan untuk mengenal benda-benda asing pada dirinya untuk menetralkan menyisihkan, atau memetabolisasi benda asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringan itu sendiri. Respon imun dapat dikategorikan menjadi dua yiatu : (1) Respon imun non spesifik dan (2) Respon imun spesifik. Respon imun spesifik tergantung pada adanya benda asing, pengenalan selanjutnya, dan kemudian reaksi terhadapnya. Sebaliknya respon imun non spesifik terjadi setelah pemaparan inisial dan pemaparan selanjutnya terhadap benda asing dan sementara terjadi diferensiasi selektif self dan nonself. Respon imun nonspesifik tidak tergantung pada pengenalan spesifik, contoh respon imun non spesifik yaitu inflamasi dan fagositosis. Respon imun spesifik merupakan reaksi inang terhadap benda asing yaitu mencakup rangkaian interaksi seluler yang diekspresikan dengan penyebaran produk–produk sel


(29)

spesifik. Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respon imun spesifik: (1) imunitas humoral, yaitu yang diperantarai oleh produk sel jaringan limfosit yang disebut antibodi, dan (2) imunitas seluler, yaitu yang diperantarai oleh limfosit sendiri yang tersensititasi secara spesifik (Belanti 1993).

Secara garis besar kekebalan yang diperoleh hewan dapat terjadi secara alami dan buatan. Kekebalan secara alami mencakup penghalang secara fisik dan fisiologis yang mencegah masuknya agen infeksi seperti kulit, saliva, asam lambung, dan anti bakteri seperti lysozime. Kekebalan alami yang terjadi pada jaringan dan sirkulasi diperantarai sel efektor yang disebut fagosit dan sel “natural killer (NK)”. Selain itu ada juga protein komplemen darah yang mendukung fagositosis dan melisiskan patogen. Kekebalan secara buatan biasanya diperoleh secara aktif melalui infeksi alami atau dengan vaksinasi. Kekebalannya akan berkembang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemaparan dan diperantarai oleh limfosit (Decker 2000).

Mannan Binding Lectin (MBL)

Sistem komplemen merupakan salah satu kekebalan yang bersifat alami dan mencakup rangkaian protein yang bersirkulasi dalam darah. Protein tersebut bersirkulasi dalam bentuk inaktif, tetapi sebagai respons terhadap pengenalan komponen molekul mikroba akan menjadi aktif , dan bekerja dalam rangkaian aliran dalam bentuk ikatan satu protein yang menyokong ikatan protein selanjutnya. Ada tiga jalur sistem komplemen yang terjadi yaitu melalui jalur komplenen klasik; jalur komplemen alternatif, dan jalur lektin (Kaiser 2002).

Gambaran bagaimana proses ketiga jalur ini bekerja dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini :


(30)

Jalur Klasik Jalur Lektin Jalur Alternatif

Kompleks Antigen- Permukaan Permukaan Antibodi mikroba mikroba

C1q MBL C3b

MASP-1

C1r MASP-2

C1s

C4 C4

C2 C2

C3 C3b

Gambar 3 Tiga jalur aktivasi komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Jalur komplemen klasik diaktifkan melalui kompleks imun, sementara jalur lektin diaktifkan oleh karbohidrat dari permukaan sel mikroba. Jalur alternatif diaktifkan oleh beragam campuran dan permukaan sel yang terkait dengan pengaturan dan pembentukan alternatif C3 convertase. Keseluruhan jalur akan mengaktifkan komponen pusat yaitu C3 menjadi C3b yang akan berikatan secara kovalen dengan permukaan mikroba dan memediasi fungsi efektor komplemen (Laursen dan Nielsen 2000).

Selanjutnya Medzhitov dan Janeway (2000) memberikan gambaran mengenai aktivasi sistem komplemen melalui MBL dan tersaji pada Gambar 4 berikut :


(31)

Gambar 4 Aktivasi komplemen melalui jalur lektin (Medzhitov dan Janeway 2000).

Aktivasi komplemen melalui jalur lektin dimediasi oleh mannosa binding lectin (MBL) yang merupakan reseptor spesifik dari karbohidrat mikroba. MBL berasosiasi dengan serin protease MBL-associated protease I dan 2 (MASP1 dan MASP2). Ikatan MBL dengan ikatan mikroba mengaktifkan protease, dan terjadi peregangan komponen komplemen C2 dan C4, produknya berupa C2a dan C4b dan membentuk C3 konvertase yang memprakarsai komplemen dengan pemecahan protein C3. Kompleks MBL dan lektin dan fungsi protease sama dengan kompleks C1 dari komplemen klasik (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Ross et al. (2001) menjelaskan bahwa sistem komplemen yang diinitiasi jalur lektin melalui MBL. Individu yang defisien MBL menunjukkan peningkatan terhadap mudahnya kena infeksi, khususnya pada sistem mukosanya. Kekebalan mukosa dimediasi oleh IgA dan mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur lektin. Dalam sistem kekebalan mukosa, faktor


(32)

utama pertahanan adalah IgA, dan disekresikan ke seluruh permukaan mukosa tubuh dan memainkan peranan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap mikroorganisme yang masuk.

Mannan Oligosasakarida (MOS) Sumber Mannanoligosakarida (MOS)

MOS dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu dari fungi (dinding sel fungi) dan dari sumber lain seperti dinding sel tanaman atau berupa limbah pertanian. Uraian berikut ini menjelaskan mengenai beberapa sumber yang dapat digunakan untuk memproduksi MOS. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memproduksi MOS yaitu kandungan komponen gula mannosa yang dikandung sumber bahan yang akan diekstraksi.

Hasil penelitian Tafsin (2000) menunjukkan bahwa Dinding sel fungi Penicillium sp didominasi oleh mannosa. Urutan selengkapnya komponen gula dari dinding sel Penicillium sp adalah tersusun atas glukosa; mannosa; galaktosa; asam glukoronat; arabinosa : dan glukosamin dengan perbandingan konsentrasi berturut-turut 119 ; 169; 11; 15; 1; 1 . Penelitian lanjutan mengenai derajat antigenisitas dengan mengukur produksi antibodi poliklonal dengan menggunakan metode ELISA (Enzymes Link Immunosorbant Assay) menunjukkan bahwa baik glikoprotein maupun polisakarida yang diekstraksi dari miselium fungi tersebut bersifat imunogenik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai absorbansi yang lebih tinggi (300-400 persen) dibandingkan dengan hewan kontrol. Percobaan tersebut menggunakan hewan kelinci sebagai model percobaannya.

Bungkil inti sawit tinggi akan serat kasar yakni berkisar antara 13.0– 15.7% dan ADF (Acid Detergent Fiber) 31.7% (Daud et al. 1993). Total dinding sel terbanyak adalah mannosa sebesar 56.4%. Formasi linier mannan berbentuk kristal yang cukup tinggi dan ikatan β-(1-4) sulit untuk dipecah. Adapun secara lengkap komponen dinding sel dari bungkil inti sawit tertera pada Tabel 2.


(33)

Tabel 2 Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit (BIS)

Komponen gula netral Persentase dari dinding sel (%)

Mannosa 56.4 ± 7.0

Selulosa 11.6 ± 0.7

Xylosa 3.7 ± 0.1

Galaktosa 1.4 ± 0.2

Total 73.1 ± 7.2

Sumber : Daud et al. (1993).

Turner et al. (2000) menyebutkan bahwa sumber yang paling umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan MOS adalah dari Saccharomycescerevisae. Hal tersebut dipakai karena kandungan gula mannosanya yang tinggi yang mencapai 45% dari keseluruhan dinding selnya. Sumber lain yaitu CFNP TAP Review (2002) menyebutkan kandungannnya dapat mencapai 50 persen.

Ishihara et al. (2000) menjelaskan sumber MOS dari tumbuhan yaitu dari guar gum (Cyamoposis tetragonolobus). Guar gum diperoleh dari biji guar yang selanjutnya diproses dengan menggunakan enzim β-D-mannanase untuk memecah ikatan tulang punggung (backbone) , dan mengandung galaktomannan dengan bobot molekul 20.000 Da.

Peranan MOS sebagai Pengendali Salmonella.

Polisakarida dari nilai nutrisinya secara umum dikenal sebagai penyumbang sumber energi untuk ternak disamping sebagai bagian integral struktur seperti asam nukleat, glikolipid dan glikoprotein . Devegowda et al. (1997) melaporkan bahwa ada tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi ternak, yaitu Mannanoligosakarida, fruktooligosakarida, dan galaktooligosakarida. Mannanoligosakarida (MOS) dilaporkan memberikan hasil yang paling baik. Selanjutnya pada ayam broiler yang dilakukan uji tantang menggunakan strain liar Salmonella menunjukkan hasil yang lebih baik pada


(34)

ayam yang diberi MOS. Selain itu MOS juga mempunyai fungsi untuk mengikat mikotoksin seperti zearalenone dan aflatoksin (Lyons 1997; Power 1997).

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam menempelnya patogen, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan. Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella (Spring 1997).

Mekanisme kerja yang terjadi dari pencegahan kolonisasi bakteri merugikan oleh MOS dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

a b

Gambar 5 Mekanisme kerja MOS mencegah kolonisasi bakteri merugikan (CFNP Technical Advisory Panel (TAP) Review 2002).

Gambar 5a menjelaskan mekanisme terjadinya kolonisasi bakteri pada saluran pencernaan, sedangkan Gambar 5b menunjukkan efek penggunaan karbohidrat seperti MOS dalam mencegah kolonisasi bakteri yang merugikan. Karbohidrat pada permukaan sel merupakan faktor utama yang bertanggung jawab dalam pengenalan oleh sel. Bakteri mempunyai lektin pada permukaan selnya yang dapat mengenal gula spesifik dan membiarkan sel untuk menempel pada gula tersebut. Gula tersebut dapat ditemukan pada permukaaan sel epitel. Pengikatan Salmonella, E. coli, dan Vibrio cholera dimediasi oleh substansi seperti lektin yang spesifik terhadap mannosa dari permukaan sel bakteri. MOS akhirnya dapat mencegah penempelan bakteri patogen pada usus halus sehingga

Karbohidrat

Lektin Bakteri

Permukaan Karbohidrat


(35)

tidak terjadi kolonisasi yang dapat menimbulkan penyakit, dan dapat menjadi sumber makanan terhadap bakteri lain yang menguntungkan (CFNP TAP review 2002).

Turner et al. (2000) menunjukkan adanya efek yang menguntungkan dari MOS terhadap kesehatan pada saluran pencernaan dan sistem kekebalan. Sebagai contoh terhadap Salmonella thypimurium invitro akan dihambat dengan adanya mannosa, dan selanjutnya setelah dilakukan pemberian melalui air minum pada ayam ternyata menurunkan kolonisasi S. thypimurium pada sekumnya. Selanjutnya pada ternak kalkun, ternyata penggunaan MOS akan meningkatkan level plasma IgG dan konsentrasi IgA pada cairan empedu.

Ishihara et al. (2000) melakukan penelitian MOS yang diperoleh dari Guar gum dan mengamati efeknya terhadap Salmonella enteridis (SE) pada ayam broiler dan ayam petelur. Hasil penelitian menunjukkan penambahan MOS secara oral menurunkan adanya SE pada organ, Peningkatan ekskresi SE pada feses, menurunkan titer antibodi terhadap SE pada serum. Efek lain yang ditimbulkan yaitu meningkatkan jumlah bakteri Bifidobacterium spp dan Lactobacillus spp. Keadaan yang sama ditemui pada ayam petelur dengan menurunnya SE baik pada permukaan kerabang, putih dan kuning telur. Kadar optimum MOS pada penelitian ini yaitu 0.025% dari ransum.

Spring et al. (2000) meneliti efek MOS pada ayam broiler menemukan bahwa MOS dapat mengaglutinasikan lima dari tujuh strain E.coli dan 7 dari 10 strain Salmonella thypimurium dan Salmonella enteridis. Sedangkan terhadap strain Salmonella pullorum, Salmonella choleraesuis, dan Campylobacter tidak terjadi agglutinasi. Selanjutnya dilakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella thypimurium 29E sebanyak 104 cfu pada umur anak ayam tiga hari. Kadar MOS yang diberikan sebanyak 4000 ppm, dan hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi Salmonella thypimurium dari 5.40 menjadi 4.01 log cfu pada hari ke sepuluh. Hasil penelitian lainnya yang diperoleh menunjukkan bahwa MOS tidak menurunkan konsentrasi coliform pada sekum, dan tidak mempunyai efek terhadap konsentrasi laktobacillus, enterococcus, bakteri anaerob, laktat, VFA, dan pH sekum.


(36)

Secara umum, Ferket et al. (2002) membandingkan antara penggunaan antibiotik dengan MOS dan terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 menjelaskan bahwa penggunaan antibiotik jelas akan memperbaiki efisiensi pertumbuhan dan kesehatan ternak, tetapi potensi bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan yang tidak tepat sangat besar, diantaranya semakin meningkatnya ancaman dari bakteri patogen yang resisten terhadap antibiotik. Alasan tersebut mendorong industri peternakan untuk menggunakan bahan alternatif yang lebih aman. MOS dapat dikatakan menjadi alternatif terbaik terhadap antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan, dan MOS dapat lebih menguntungkan daripada antibiotik jika digunakan secara strategis bersama-sama dengan bahan non obat-obatan seperti probiotik, fruktoosoligosakarida, bio-aktif peptide, dan daun-daunan (‘herb’).


(37)

Tabel 3 Perbandingan penggunaan antibiotik dengan MOS

Antibiotik Mannanoligosakarida (MOS)

•Menghambat viabilitas dan proliferasi beberapa mikroflora patogen dan mikroba pencernaan yang menguntungkan

• Mencegah penempelan dan kolonisasi beberapa bakteri pada saluran pencernaan, tapi tidak membunuhnya •Mempunyai aktivitas spektrum luas

terhadap bakteri gram positif

• Mempunyai aktivitas spesifik terhadap bakteri gram negatif yang mempunyai Fimbriae tipe I yang spesifik terhadap mannose

•Menurunkan efek merugikan dari metabolit mikroba dengan menekan mikrofloranya

• Menurunkan efek merugikan dari metabolit mikroba dengan meningkatkan profil mikroflora •Menurunkan stress imunologis

dengan cara menurunkan masuknya mikroba pada saluran pencernaan

• Merangsang sistem kekebalan dengan jalan berlaku seperti antigen mikroba yang bersifat non patogen

•Penggunaan secara jangka panjang dan tidak tepat dapat menghasilkan patogen yang resisten

• Tidak menghasilkan bakteri yang resiten baik terhadap antibiotik atau MOS

•Memberikan keuntungan pada inang untuk menyerap zat makanan penting dengan jalan menekan kompetisi dari mikroba saluran cerna.

• Memberikan keuntungan pada inang untuk menyerap zat makanan penting dengan jalan memperbaiki kesehatan ‘brush borders’.

•Memperbaiki ketersedian Energi Netto (EN) untuk produksi dengan jalan memperbaiki Energi Metabolis (EM) pakan dan menurunkan kebutuhan energi tubuh untuk hidup pokok.

• Memperbaiki ketersedian Energi Netto (EN) untuk produksi dengan jalan memperbaiki Energi Metabolis (EM) pakan.

•Secara konsisten memperbaiki penampilan pertumbuhan pada kondisi lingkungan yang berbeda.

• Memperbaiki penampilan

pertumbuhan terutama ketika dilakukan uji tantang dengan patogen dari saluran pencernaan.

•Menurunkan perlindungan mukosa yang non spesifik dengan jalan menurunkan kolonisasi bakteri yang menguntungkan (sebagai contoh ; laktobasilus)

• Meningkatkan perlindungan mukosa yang non spesifik dengan jalan peningkatan relatif jumlah sel goblet dan sekresi mucus dan meningkatnya koloni bakteri yang menguntungkan. Sumber : Ferket et al. (2002)


(38)

Peranan MOS untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh.

Komponen gula mannosa dari MOS mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa, dan dikenal pula dengan istilah Mannosa binding lectin (MBL). MBL disintesa di hati dan disekresikan kedalam serum sebagi komponen dengan fase respon yang bersifat akut. MBL dapat berikatan dengan karbohidrat dari dinding sel bakteri, ragi atau virus. (Medzhitov dan Janeway 2000).

Selanjutnya Devegowda et al. (1994) menyebutkan bahwa MOS diturunkan dari dinding sel ragi Saccharomycescerevisiae dan mempunyai derajat antigenisitas yang tinggi yang disebabkan adanya komponen mannan dan glukan. Komponen gula mannosa dari MOS mempengaruhi sistem kekebalan dengan jalan merangsang sekresi protein pengikat mannosa dari hati yang mengikat kapsul bakteri yang masuk dan merangsang sistem komplemen. Studi lainnya menunjukkan bahwa MOS merangsang sistem kekebalan dengan jalan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage yang dilakukan pada tikus.

Lyons (1996) dan Power (1997) melaporkan penggunaan MOS pada tingkat 1-2 kg/ton pakan akan memperbaiki kekebalan yang ditunjukkan dengan meningkatnya level Ig (Imunoglobulin) dan meningkatkan aktivitas fagosit. Selain itu juga mempunyai fungsi untuk mengikat bahan patogen pada saluran pencernaan (seperti Ecoli dan Salmonella).

Penelitian Swanson et al. (2002) yang dilakukan terhadap anjing menunjukkan hasil yang serupa. Pemberian MOS menunjukkan kandungan limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Selanjutnya ketika perlakuan ini dikombinasikan dengan Fruktoosoligosakarida (FOS) ternyata secara signifikan kandungan Ig A lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Kesimpulan umum penelitian ini yaitu suplementasi FOS dan MOS mempunyai efek yang menguntungkan terhadap kesehatan kolon dan status kekebalan dari anjing.


(39)

3.

EKSTRAK POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN

DARI BUNGKIL INTI SAWIT

PENDAHULUAN

Karbohidrat dari nilai nutrisinya secara umum dikenal sebagai penyumbang sumber energi untuk ternak disamping sebagai bagian integral struktural seperti asam nukleat, glikolipid dan glikoprotein. Fungsi biologis lainnya dari karbohidrat yaitu dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan yang ada pada ternak (Devegowda et al. 1997). Beberapa produk banyak dikembangkan sekarang ini mengingat fungsi lain karbohidrat tersebut. Beberapa prebiotik seperti fruktooligosakarida dan inulin berperan dalam memperbaiki kesehatan dengan jalan memodifikasi keseimbangan mikroflora usus (Crittenden 1999) dan secara selektif merangsang pertumbuhan bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacteria (Cumming et al. 2001). Karbohidrat spesifik tersebut berfungsi sebagai makanan bagi bakteri yang menguntungkan tersebut (Patterson dan Burkholder 2003).

Jenis karbohidrat lain yang banyak dikembangkan yaitu karbohidrat yang mengandung komponen gula mannosa. Beberapa laporan menyebutkan fungsinya untuk menghambat bakteri merugikan seperti Salmonella (Oyofo 1989), atau sebagai immunostimulan (Sashidara dan Devegowda 2003). Bahan alam yang dikembangkan untuk mendapatkan komponen tersebut dilaporkan diperoleh dari ragi S cerevisiae, dengan produknya yang dikenal dengan nama MOS (mannanoligosakarida) (Turner et al. 2000; White et al. 2002), selanjutnya Ishihara et al. (2000) mendapatkannya dari guar gum dengan menggunakan enzim β-D-mannanase yang menghasilkan galaktomannan dengan berat molekul 20 000 Da, dan produknya disebut ”Partially Hydrolized Guar Gum” (PHGG), dan dilaporkan efektif menghambat Salmonella dan meningkatkan bakteri Bifidobacteria dan Lactobacillus. Merujuk pada definisi prebiotik, Patterson (2005) mengkatagorikan bahwa MOS sebagai prebiotik, tetapi bukan termasuk prebiotik murni (true prebiotic) mengingat adanya peran lain dari MOS.


(40)

Mannan dikatagorikan sebagai polisakarida dan banyak terdapat pada ragi, rumput laut, dan beberapa jenis tanaman (Kennedy dan White 1988a). Mannan dengan komposisi linear (1-4)-β–D-Manp merupakan komponen utama dari dinding sel bungkil kelapa dan bungkil inti sawit (BIS) dan pada bahan makanan lainnya untuk unggas komponen ini terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (Carre 2002). Selanjutnya Daud et al. (1993), melaporkan bahwa kandungan mannosa BIS mencapai 56.4% dari total dinding selnya, sedangkan pada serat perasan buahnya menurut Sun et al. (1999) kaya akan glukosa dan xylosa.

BIS merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan minyak inti sawit yang ketersediaannya di Indonesia sangat tinggi, dan selama ini penggunaan BIS sebagai bagian pakan untuk ternak. Kandungan β -mannan yang tinggi pada BIS yang tergolong polisakarida bukan pati (NSP: Non Starch Polysaccharides) menjadi salah satu pembatas penggunaan BIS untuk ternak monogastrik. Sundu dan Dingle (2005) melaporkan penggunaan enzim β-mannanase efektif untuk meningkatkan nilai nutrisi BIS. Selanjutnya Sundu et al. (2006) menduga adanya kesamaan fungsi mannan dari BIS dengan MOS komersial sehingga berpengaruh terhadap kesehatan unggas.

Informasi proses ekstraksi untuk mendapatkan polisakarida mannan dari BIS masih terbatas, sedangkan potensi untuk pengembangannya sangat besar. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji proses dan mengkarakterisasi ekstrak BIS yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan pada tahapan ini selanjutnya akan diuji kemampuannya sebagai antimikroba dan immunostimulan untuk ternak unggas.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendapatkan komponen mannan dari BIS dengan melakukan proses ekstraksi menggunakan pelarut akuades dan NaOH. Pengukuran dilakukan terhadap kandungan total gula yang terekstrak, menganalisis komponen gula (monosakarida) yang diperoleh, serta melihat sebaran bobot molekul dari ekstrak yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses ekstraksi untuk mendapatkan mannan dari BIS.


(41)

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain bungkil inti sawit (BIS) yang diperoleh dari PT Indofeed Bogor. Sebelum dilakukan proses ekstraksi, BIS terlebih dahulu disaring dengan menggunakan penyaring berdiameter 2 mm yang bertujuan memisahkan sisa batok (endokaprium) dari bungkil inti sawitnya.

Alat yang digunakan dalam mengekstrak BIS antara lain Mortar Grinder; Autoklaf; Sentrifuge; Rotary Evaporator; dan Freeze-dryer. Proses separasi dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi filtrasi gel (16 mm x 900 mm) yang diisi Sephadex G-50 dan dilengkapi dengan Fraction Collector. Pengukuran kandungan total gula menggunakan spektrofotometer, sedangkan analisis komponen gula menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang dilengkapi kolom P-NH2 Carbohydrate (30 x 1cm).

Metode Penelitian Proses Ekstraksi BIS

Isolasi polisakarida mannan dari BIS dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan air panas. Proses ini dimulai dengan menggiling BIS menggunakan mortar grinder (Retsch KM1) selama 30 menit yang dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan autoklaf (121 oC; 15 menit). Tahapan selanjutnya yaitu proses pemisahan menggunakan sentrifugasi (12 000 G; 15 menit), dan supernatannya dikoleksi. Supernatan yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan alat rotary eveporator (Yamato RE50) dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan alat freeze dryer (Yamato DC 56A).

Kandungan Total Gula

Kandungan total gula diukur menggunakan pereaksi asam sulfat pekat dan fenol 5% kemudian diukur menggunakan alat spektrofotometer (Shimadzu UV VIS 1201) pada panjang gelombang 490 nm dengan D-glukosa sebagai standar seperti yang dijelaskan oleh Dubois et al. (1956).


(42)

Kromatografi Filtrasi Gel

Kromatografi filtrasi gel menggunakan kolom mengandung gel Sephadex G-50 (16x800 mm), dan dilengkapi fraction collector dengan volume setiap fraksi sebanyak 10 ml. Sampel yang diinjeksikan sebanyak 0.5 ml dan laju alir yang digunakan adalah 0.5 ml/menit. Fraksi yang diperoleh selanjutnya diukur kandungan total gulanya.

Analisis Komponen Gula

Pembacaan kimia polisakarida dilakukan dengan mengidentifikasi komponen monosakarida dengan menggunakan alat HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang dilengkapi kolom P-NH2 Carbohydrate. Kecepatan

alir yang digunakan yaitu 0.5 ml/menit dengan fase gerak menggunakan campuran 60% acetonitril:40% air pada temperatur ruang (25-28oC). Sampel sebelum diinjeksikan ke kolom, dihidrolisis menggunakan 2 M TFA (Trifluoro Acetic Acid) pada suhu 105oC selama 3 jam dalam ampul dan dinetralkan menggunakan ethyl acetate (Ramli et al. 1994).

Rancangan Penelitian

Perlakuan ekstraksi yang diuji adalah penggunaan beragam pelarut yang dikombinasikan dengan penggunaan kaca pada saat proses grinding. Perbandingan jumlah pelarut yang digunakan yaitu 100 g BIS menggunakan 500 ml pelarut (rasio 1:5 w/v). Peubah yang diukur pada tahapan ini adalah kandungan total gula terekstrak. Perlakuan selengkapnya yang diuji adalah :

P1 = Akuades P2 = NaOH 0.05 N P3 = NaOH 0.1 N P4 = Akuades + Kaca P5 = NaOH 0.05 N + Kaca P6 = NaOH 0.1 N + Kaca.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 ulangan, dan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam yang dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torie 1980).


(43)

HASIL Kandungan Total Gula Terekstrak

Hasil pengamatan terhadap kandungan total gula yang dihasilkan dari 100 g BIS disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan total gula yang dihasilkan dari 100 g BIS

Perlakuan Total Gula (mg) Mannosa yang dihasilkan (%)*

Akuades 1 353.6 c ± 119.8

2.49 NaOH 0.05 N 1 171.5 c ± 131.4

2.01 NaOH 0.1 N 1 233.7 c ± 215.5

0.15 Akuades + Kaca 2 114.8 b ± 402.1

5.49 NaOH 0.05 N + Kaca 3 168.0 a ± 441.6

7.58 NaOH 0.1 N +Kaca 1 218.4 c ± 330.6

2.66

keterangan : superskrip dengan huruf berbeda kearah kolom menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05).

* didasarkan pada kandungan mannosa (Tabel 5) dan total mannan dari BIS (28.5%) menurut Yokomizo (2005).

Tabel di atas menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap kandungan total gula yang dihasilkan. Penggunaan kaca dalam proses ekstraksi meningkatkan kandungan total gula dibandingkan tanpa menggunakan kaca yang ditunjukan pada penggunaan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N. Kandungan total gula tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pelarut NaOH 0.05 N dengan menggunakan kaca (3 168 mg/100 g BIS) dan diikuti pelarut akuades + kaca (2 114 mg). Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 0.1 N ternyata menunjukkan hasil total gula yang lebih rendah dibandingkan pelarut lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi tersebut, gula yang terlarut dari proses ekstraksi menjadi rusak akibat terlalu kuatnya konsentrasi NaOH.

Total gula terekstrak yang diperoleh pada perlakuan kaca dengan menggunakan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N berkisar antara 2.2-3.2 persen dari BIS (as fed). Selanjutnya berdasarkan perhitungan jumlah mannosa (Tabel 4)


(44)

menunjukkan persentase yang dihasilkan dari setiap ektraksi berdasarkan total mannan yang ada dalam BIS berkisar antara 0.15-7.58%. Hasil cukup tinggi ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan kaca dengan menggunakan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N yaitu berturut turut 5.49 dan 7.58%.

Analisis Komponen Gula

Hasil analisis terhadap komponen gula menunjukkan bahwa komponen gula ekstrak BIS tersusun atas galaktosa, glukosa, dan mannosa, dan gambaran beberapa kromatogram disajikan pada Gambar 6.

standar (a) (b) (c)

Gambar 6 Kromatogram untuk perlakuan ekstraksi menggunakan kaca dengan pelarut Akuades (a); NaOH 0.05 N (b); NaOH 0.1 N (c).

Hasil analisis terhadap kandungan dari tiap komponen gula disajikan pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa komponen gula ekstrak BIS tersusun atas galaktosa, glukosa, dan mannosa. Komponen utama monosakarida ekstrak BIS adalah berupa mannosa dan diikuti oleh galaktosa dan glukosa. Perlakuan ekstraksi ternyata menunjukkan hasil yang berbeda terhadap komponen gula yang terekstrak. Secara umum tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan kaca dapat merombak dinding sel sehingga komponen mannosa lebih mudah untuk

M an n o sa G lu k o sa G al ak to sa G al ak to sa M a n n o sa G lu k o sa G al ak to sa G lu k o sa M a n n o sa G al ak to sa G lu k o sa M a n n o sa


(45)

larut. Penggunaan pelarut NaOH 0.1 N selain menghasilkan kandungan total gula yang lebih rendah, juga menunjukkan komponen mannosa yang paling rendah dibanding pelarut akuades atau NaOH 0.05 N.

Tabel 5 Pengaruh cara ekstraksi terhadap kandungan dan rasio komponen gula yang dideteksi dengan HPLC yang dilengkapi Carbohydrate column

Perlakuan Komponen gula (ppm)

Galaktosa Glukosa Mannosa Mannosa (%)

Akuades 664.2 51.65 786.3 52.35

(13) (1) (15)

NaOH 0.05 N 607.5 68.58 666.1 48.80

(9) (1) (10)

NaOH 0.1 N 772.7 95.66 57.15 3.37

(8) (1) (0.6)

Akuades +Kaca 296.8 58.26 986.8 73.54

(5) (1) (17)

NaOH 0.05 N + Kaca 386.5 48.38 980.7 68.19

(8) (1) (20)

NaOH 0.1 N + Kaca 466.5 61.26 873.1 62.33

(8) (1) (14)

keterangan : angka dalam kurung menunjukkan rasio komponen gula terhadap glukosa Komponen gula dominan yang terdeteksi dengan HPLC adalah berupa mannosa dan galaktosa, hal tersebut mengindikasikan bahwa ekstrak BIS adalah berupa galaktomannan. Rasio komponen gula antara mannosa dengan galaktosa pada perlakuan tanpa menggunakan kaca dengan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N dan NaOH 0.1 N berturut turut 1.18:1; 1.10:1 dan 0.07:1. Rasio komponen gula pada perlakuan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N mendekati rasio 1:1. Selanjutnya pada perlakuan ekstraksi menggunakan kaca, rasio komponen gula antara mannosa dengan galaktosa dengan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N dan NaOH 0.1 N berturut turut 3.33:1; 2.54:1; dan 1.87:1. Rasio komponen gula pada perlakuan pelarut akuades dan NaOH 0.05 N mendekati angka 3 :1.

Kandungan gula mannosa hasil ekstraksi dengan berbagai cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut akuades atau NaOH 0.05 N berkisar antara 49-74


(46)

persen. Kandungan mannosa tertinggi ditunjukkan oleh penggunaan pelarut akuades yang diekstrak menggunakan pecahan kaca. Kandungan tersebut mencapai 74 persen dari total gula yang terekstrak.

Pemisahan dengan Kromatografi Filtrasi Gel

Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak bungkil inti sawit dapat terpisahkan secara baik dalam gel sephadex G-50.

Gambar 7 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G-50 (16x800 mm) pada perlakuan pelarut akuades .

Perlakuan ekstraksi menggunakan akuades tanpa menggunakan kaca menunjukkan bahwa komponen polisakarida mulai muncul pada fraksi ke 7 dan berakhir pada fraksi ke 37. Komponen tersebut terbagi menjadi dua peak besar. Peak pertama mulai muncul pada fraksi ke 7-15, sedangkan peak kedua muncul pada fraksi ke 19-37.

Gambaran pemisahan pada perlakuan pelarut akuades dengan menggunakan kaca pada Gambar 8 menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan perlakuan tanpa kaca. Komponen polisakarida mulai muncul pada fraksi ke 7 dan berakhir pada fraksi ke 79. Peak dominan yang muncul hampir sama dengan perlakuan akuades tanpa menggunakan kaca, yaitu terbagi menjadi

Akuades

0 50 100 150 200 250 300 350

1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 Fraksi

ke-Tot

a

l

gu

la

(

pp

m


(47)

Gambar 8 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G-50 (16x800 mm) pada perlakuan pelarut akuades + kaca .

dua peak besar. Peak pertama muncul pada fraksi ke 7-19 dan peak kedua muncul pada fraksi ke 19-38, dan selanjutnya empat buah peak kecil ditemukan antara fraksi ke 38-80. Penggunaan kaca menghasilkan bobot molekul yang lebih beragam dibandingkan tanpa menggunakan kaca, dan menunjukkan bahwa proses pemotongan dinding sel bungkil inti sawit menjadi lebih efektif

Gambar 9 menunjukkan pemisahan polisakarida perlakuan pelarut NaOH 0.1 N dalam sephadex G-50.

Gambar 9 Pemisahan polisakarida dalam sephadex G-50 (16x800 mm) pada perlakuan pelarut NaOH 0.1N + kaca .

Akuades +kaca 0 100 200 300 400 500 600

1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 Fraksi ke-To ta l gul a ( ppm )

NaOH 0,1N +Kaca

0 200 400 600 800 1000 1200

1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79

Fraksi ke-Tot a l gu la ( pp m )


(1)

KAJIAN POLISAKARIDA MANNAN DARI BUNGKIL INTI

SAWIT SEBAGAI PENGENDALI Salmonella thypimurium

DAN IMMUNOSTIMULAN PADA AYAM

MA’RUF TAFSIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul: kajian polisakarida mannan dari bungkil inti sawit sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan immunostimulan pada ayam adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Bogor, Agustus 2007 Ma’ruf Tafsin NIM D016010061


(3)

ABSTRACT

MA’RUF TAFSIN. Studies on Mannan Containing Polysaccharides from Palm Kernel Meal as Immunostimulant and to Control Salmonella thypimurium on Chicken. Under the supervisions of NAHROWI, KG WIRYAWAN, KAMALUDDIN ZARKASIE, WIRANDA G PILIANG, and LILY A SOFYAN.

Palm Kernel Meal (PKM) is a by-product of palm kernel oil extraction and found in large quantity in Indonesia. The inclusion of PKM on poultry diet are limited due to some nutritional problems such as anti-nutritional properties (mannan). On the other hand, mannan containing polysaccharides (PM) play in various biological functions particularly in enhancing the immune response and the ability to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry The study consisted of three steps. The first step was the extraction process to produce PM from PKM. The second step was to investigate the inhibitory effect of PM against Salmonella thypimurium (in vitro and in vivo). In vivo studies were conducted using chicks that were challenged orally with S. thypimurium. The third step was to study the effect of PM from PKM as immunostimulant that were detected through of the antibody responses against ND (New Castle Disease) and IBD (Infectious Bursal Disease) virus. The levels of PM that were used in the study consisted of 0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm of mannan containing polysaccharides, in term of total sugar.

The result of the first step indicated that the polysaccharide was dominated by the galactose and mannose with ratio of 1:3, respectively. The extraction produced mannose ranging from 0.15-7.58% of the total mannan. The highest content of mannose was shown after treating PKM with water as the solvent. The result of second step showed that PM did not have bactericidal effect, but agglutination test showed the positive result microscopically. Compared with the control group, the number of chicks fed PM (2000-4000 ppm) decreased Salmonella incidence. The total number Salmonella colony (cfu) also decreased that was proved in the second experiment. At third step, the titers against IBD virus of chicks fed PM had higher titers than that of the control diet, whereas the titers against ND virus was not influenced by treatments. The effect of PM gave various results on chicken performances. The results indicated that PM from PKM gave positive results on poultry performances at the condition of pathogen challenge (Salmonella), and at the level of 3000 ppm had 10% and 20% higher weight gain than that of the control group in the first and in the second experiment, respectively. The different result was shown in the third step, where the effect of PM did not influence the weight gain of the chicks.

It is concluded that PM showed the immunostimulant activity and prevented the colonization of Salmonella at the caecum of chicks, and could be used as feed additive in poultry diet.

Keywords: Palm Kernel Meal, Mannan, Salmonella thypimurium, Immunostimulant, Chicken.


(4)

RINGKASAN

MA’RUF TAFSIN. Kajian Polisakarida Mannan dari Bungkil Inti Sawit sebagai Pengendali Salmonella thypimurium dan Immunostimulan pada Ayam. Dibimbing oleh, NAHROWI, KG WIRYAWAN, KAMALUDDIN ZARKASIE, WIRANDA G PILIANG, dan LILY A SOFYAN.

Bungkil inti sawit (BIS) adalah produk samping dari industri pengolahan minyak kelapa sawit dengan ketersediaan yang tinggi di Indonesia. Penggunaan BIS dalam pakan unggas terbatas karena kandungan mannannya yang tinggi dan dapat bersifat anti nutrisi. Di lain pihak, polisakarida mannan (PM) mempunyai fungsi lain khususnya dapat meningkatkan respon kekebalan dan kemampuannya menghambat kolonisasi bakteri yang merugikan ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi kimia PM dari BIS dan efeknya sebagai pengendali Salmonella thypimurium dan sebagai immunostimulan pada ternak ayam.

Proses ekstraksi untuk mendapatkan PM dari dinding sel BIS menggunakan metode ekstraksi air panas. Keragaman berat molekul dilihat secara kromatografi menggunakan gel sephadex-G 50 (16X800 mm), dan analisis komponen gula menggunakan HPLC yang dilengkapi dengan P-NH2 Carbohydrate column. Efek PM dari BIS sebagai pengendali Salmonella (in vitro) dilakukan dengan melihat uji aglutinasi dan inkubasi bakteri baik pada media agar maupun media cair. Tingkat penggunaan PM yang digunakan yaitu 0, 1000, 2000, 3000, 4000 ppm berdasarkan kandungan total gulanya. Pengujian in vivo dilakukan dengan menggunakan ayam broiler dan petelur (masing-masing 216 ekor) yang diinfeksi secara oral dengan 104 cfu Salmonella thypimurium pada hari ketiga. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (RPT) dengan galur ayam sebagai petak utama dan tingkat PM sebagai anak petak. Pengujian lanjutan dilakukan pada 60 ekor ayam boiler dan dilakukan uji tantang dengan 107 cfu Salmonella thypimurium pada hari ke tujuh. Tingkat penggunaan PM yang dilakukan sama dengan pengujian in vitro. Pengujian PM sebagai immunostimulan dilakukan dengan menggunakan masing-masing 180 ekor ayam broiler dan petelur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (RPPT) dengan galur ayam sebagai petak utama, dosis vaksin (penuh dan setengah) sebagai anak petak, dan tingkat PM sebagai anak-anak petak. Vaksin yang digunakan adalah ND (New castle disease) dan IBD (Infectious bursal disease) dan titernya diamati 3 minggu setelah vaksinasi kedua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1218-3168 mg total gula dapat diperoleh dari 100 g BIS. Jumlah mannosa yang dihasilkan dari total mannan yang ada pada BIS sekitar 0.15-7.58%. Penggunaan kaca pada proses ekstraksi menghasilkan rendemen sebanyak 5.49% dan 7.58%, berturut-turut pada pelarut menggunakan akuades dan NaOH 0.05 N. Analisis menggunakan kromatografi filtrasi gel menunjukkan ekstrak tersebut didominasi oleh polisakarida, yang tersusun atas galaktosa, mannosa dan sejumlah kecil glukosa. Polisakarida ini didominasi oleh galaktosa dan mannosa dengan rasio 1:3. Kombinasi perlakuan ’grinding’ dengan bantuan pecahan kaca dan menggunakan pelarut air menunjukkan kandungan mannosa yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.


(5)

PM dari BIS tidak menunjukkan efek bakterisidal, tetapi jumlah koloni bakteri semakin menurun seiiring dengan meningkatnya PM dalam media cair, dan uji agglutinasi menunjukkan hasil positif secara mikroskopis. Penggunaan PM dari BIS (2000-4000 ppm) menurunkan insiden Salmonella. Jumlah koloni (cfu) Salmonella pada caecum juga menunjukkan penurunan akibat penggunaan PM yang terlihat pada penelitian kedua. Pengujian sebagai immunostimulan menunjukkan bahwa titer ND dipengaruhi galur ayam. Ayam petelur menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan ayam broiler, dan dosis vaksin penuh menunjukkan titer lebih tinggi dibandingkan dosis setengah. Penggunaan PM ternyata tidak mempengaruhi titer ND. Pengujian terhadap titer antibodi IBD menunjukkan hasil yang berbeda. Titer IBD tidak dipengaruhi oleh galur ayam dan dosis vaksin, sebaliknya penggunaan PM menunjukkan adanya pengaruh. Penggunaan PM pada tingkat 1000; 3000; dan 4000 ppm mempunyai titer nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, tetapi diantara penggunaan 1000-4000 ppm tidak menunjukkan perbedaan nyata.

Penggunaan PM dari BIS terhadap penampilan ayam menunjukkan hasil yang beragam. Pada percobaan pengendali Salmonella, penggunaan PM pada tingkat 2000-3000 ppm menunjukkan pertambahan berat badan (PBB) lebih baik dibandingkan kontrol dan terjadi peningkatan PBB sebesar 10% dan 20% lebih tinggi dibandingkan kontrol, berturut-turut pada penelitian pertama dan kedua. Selanjutnya penggunaan PM sebanyak 4000 ppm menunjukkan konversi ransum yang lebih buruk dibandingkan perlakuan lainnya. Pada percobaan sebagai immunostimulan, PM dari BIS tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi, PBB maupun konversi ransum. Hasil tersebut menunjukkan bahwa PM dari BIS menunjukkan hasil positif terhadap penampilan ternak pada kondisi uji tantang patogen. Dapat disimpulkan bahwa PM dari BIS menunjukkan adanya aktivitas sebagai immunostimulan dan mencegah kolonisasi Salmonella sehingga dapat digunakan sebagai imbuhan pakan dalam ransum ayam.

Kata kunci: Bungkil Inti sawit, Mannan, Salmonella thypimurium, Immunostimulan, Ayam.


(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB