Famili Ascaridae Genus Oxyuris

dari cangkang telur, berganti kulit melepas kutikula eksternalnya. Dan berkembang menjadi larva fase kedua. Larva fase kedua ini biasanya berganti kulit menjadi larva fase ketiga. Fase ini sering juga disebut sebagai larva infektif karena pada fase ini larva menjadi infektif pada inang definitif. Larva pada fase pertama sampai ketiga bisa berkembang di lingkungan luar atau di dalam inang antara. Inang antara diperlukan sebagai transmisi ke inang definitif. Sekali saja larva ketiga infektif ini tercapai, larva ini harus menemukan kembali inang definitif agar selamat. Larva ini menginfeksi inang dengan penetrasi langsung atau intervensi inang antara. Sekali saja berada di tubuh inang definitif, larva ketiga ini berganti kulit menjadi larva fase keempat, yang kemudian berganti kulit menjadi larva fase kelima. Larva fase kelima ini sebenarnya nematoda yang belum dewasa. Pada fase ini larva biasanya bermigrasi ke organ atau ke sistem predileksi dan berkembang menjadi fase yang dewasa kelamin. Nematoda jantan dan betina terlahir, kemudian siklus dimulai lagi Hendrix dan Robinson 1998. Beberapa nematoda memproduksi telur yang yang tidak dapat menetas di lingkungan luar. Di dalam telur ini, larva berkembang menjadi fase kedua, tapi tidak menetas dari telur. Hal ini mengindikasikan bahwa fase infektif nematoda ini adalah fase kedua di dalam telur Hendrix dan Robinson 1998.

2.9.3 Famili Ascaridae

Menurut Bowman et al. 2003, Ascaridae dewasa mempunyai inang spesifik, misalnya Ascaris suum menginfeksi babi, Parascaris equorum menginfeksi kuda, Toxocara vitulorum menginfeksi sapi, Toxocara cati menginfeksi kucing, Toxocara canis menginfeksi anjing. Selain itu ada Ascaridae yang menginfeksi anjing dan kucing, yaitu Toxascaris leonina. Nematoda pada famili ini biasanya relatif besar dengan 3 bibir yang berkembang dengan baik, 1 dorsal dan 2 subventral. Diantara bagian dasar dari bibir tersebut terdapat bibir yang lebih kecil yang disebut interlabia. Tidak mempunyai kapsul buccal atau faring. Esofagus biasanya berbentuk tongkat, muskularis, tanpa sebuah bola posterior, tetapi ada juga yang mempunyai bola posterior kecil misalnya genus Toxocara. Ekor pada jantan biasanya dilengkapi alae kaudal yang tidak berkembang dengan baik. Jantan juga mempunyai sepasang spikula dan vulva betina terdapat di anteromedian tubuh. Betina beranak secara ovipar dan menghasilkan banyak telur yang biasanya tidak bersegmen saat dikeluarkan. Telurnya lonjong atau agak bulat dan cangkangnya dikelilingi oleh lapisan tebal albumin yang permukaannya tidak rata. Ukurannya antara 50-100 µm X 40-90 µm. Larva biasanya bermigrasi melalui paru-paru inang sebelum akhirnya menjadi dewasa di intestinal inang Lapage 1956.

2.9.4 Genus Oxyuris

Genus ini termasuk dalam kelas Nematoda, ordo Oxyurida, dan famili Oxyuridae. Secara mikroskopis, ciri khas dari cacing ini adalah bentuk esofagusnya. Esofagusnya seperti terbagi 2 dipisahkan oleh isthmus yang sempit, dan bagian posteriornya menebal. Bentuk esofagus seperti dua bola ini ditemukan pada cacing dewasa. Nematoda ini hidup bebas tidak melekat di mukosa dan hanya memakan sisa-sisa pencernaan di colon.. Telur dikeluarkan bersamaan dengan cairan lengket sehingga membuat inang gelisah. Infeksi terjadi sewaktu inang memakan rumput yang mengandung telur berembrio, telur menetas di dalam usus kecil dan larva ketiga ditemukan dalam kripta mukosa colon dan sekum Dunn 1969. Bentuk telurnya mendatar di salah satu sisi dan terbungkus dengan cairan yang disekresi oleh cacing betina.telur dapat ditemukan dengan mengusap perineal atau mengambil sample tanah. Fase L1 →L2→L3 terjadi di dalam telur 16 . Menurut Bowman et al. 2003, infeksi parah dari larva stadium 3 dan 5 Oxyuris bisa menimbulkan peradangan signifikan pada mukosakolon dan sekum sehingga abdomen terasa tidak nyaman. Gejala yang paling jelas terlihat adalah pruritus ani yang disebabkan massa telur yang terdeposit kulit perianal oleh cacing betina.

2.10 KEADAAN UMUM TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Dokumen yang terkait

STUDI PERILAKU BERKUBANG BADAK SUMATERA (Dicerorhinus sumatrensis Fischer, 1814) DI SUAKA RHINO SUMATERA TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

6 44 45

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI PROTOZOA PARASITIK PADA SAMPEL FESES GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH, TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

7 66 63

IDENTIFIKASI NEMATODA DAN TREMATODA SALURAN PENCERNAAN PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH (PKG) TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, LAMPUNG

2 36 55

Kajian Kurikulum Pelatihan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas, Lampung

0 6 76

Analisis habitat badak sumatera (dicerorhinus sumatrensis fischer 1814) studi kasus taman nasional way kambas

0 2 234

Keberadaan Caplak (Parasitiformes : Ixodidae) di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas Lampung dan Kaitannya dalam Penularan Penyakit pada Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)

3 31 85

Studi Perilaku Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis Fischer, 1814) di Suako Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas Lampung

0 7 99

Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas

0 15 68

Helminthes Parasite at feces of Sumatran Rhinoceros (Dicerorhino sumatrensis) and Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus) in way Kambas National Park Lampung ( Semi Insitu )

0 6 1

Hubungan kecacingan pada ternak sapi di sekitar Taman Nasional Way Kambas dengan kemungkinan kejadian kecacingan pada Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) di Suaka Rhino Sumatera.

3 15 62