IDENTIFIKASI NEMATODA DAN TREMATODA SALURAN PENCERNAAN PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH (PKG) TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI NEMATODA DAN TREMATODA SALURAN

PENCERNAAN PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH (PKG) TAMAN NASIONAL WAY

KAMBAS, LAMPUNG

Oleh

MELINDA JUNIAR

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan hewan endemik Sumatera. Ancaman yang menyebabkan penurunan populasi gajah antara lain karena perburuan liar, degradasi habitat, konflik dengan manusia dan penyakit yang disebabkan oleh parasit. Parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan satwa umumnya adalah dari jenis cacing. Penelitian tentang identifikasi nematoda dan trematoda saluran pencernaan pada gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) telah dilakukan untuk mengetahui jenis dan prevalensinya. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai dengan Februari 2015 di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas dan Balai Veteriner, Lampung. Metode pengambilan sampel gajah secarastratified random sampling dan untuk identifikasi menggunakan metode natif. Dari hasil identifikasi ditemukan Strongylus sp. dari filum Nematoda dan Paramphistomum sp. dari kelas Trematoda. Penghitungan prevalensi nematoda pada gajah usia 1 – 3 tahun adalah 40% dan gajah betina dewasa usia 19 – 46 tahun sebanyak 20%. Sedangkan prevalensi trematoda pada gajah usia 1 – 3 tahun adalah 20%, pada gajah betina dewasa usia 19–46 tahun sebesar 80% dan pada gajah jantan dewasa usia 19–36 tahun sebanyak 40%.

Kata kunci: Elephas maximus sumatranus, nematoda, trematoda, Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas


(2)

IDENTIFIKASI NEMATODA DAN TREMATODA SALURAN PENCERNAAN PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH (PKG) TAMAN

NASIONAL WAY KAMBAS, LAMPUNG

Oleh Melinda Juniar

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

IDENTIFIKASI NEMATODA DAN TREMATODA SALURAN

PENCERNAAN PADA GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH (PKG) TAMAN NASIONAL WAY

KAMBAS, LAMPUNG

(SKRIPSI)

Oleh Melinda Juniar

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Taman Nasional Way Kambas ... 6

Gambar 2. Gajah Sumatera di Taman Nasional Way Kambas ... 9

Gambar 3. Peta Penyebaran Keberadaan Gajah Sumatera ... 11

Gambar 4. Gajah Tria Roboh Karena Malnutrisi ... 12

Gambar 5. TelurAscaris lumbricoides ...15

Gambar 6. Telur dan Cacing DewasaTrichuris trichiura ... 17

Gambar 7. Telur dan Cacing DewasaAncylostoma duodenale ...18

Gambar 8. TelurNecator americanus ...19

Gambar 9. TelurStrongyloides stercoralis ...20

Gambar 10.Fasciolopsis buskibagian anterior ... 23

Gambar 11.Paramphistomumsp. ... 24

Gambar 12. Kolam Air Minum Gajah di Pusat Konservasi Gajah, TNWK ... 49

Gambar 13. Kolam Mandi Gajah Sumatera di Pusat Konervasi Gajah, TNWK ... 49

Gambar 14. LarvaStrongylussp. ... 49

Gambar 15. Rumput Ilalang sebagai Salah Satu Pakan Gajah di PKG ... 50


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 3

1.4. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Gambaran Umum Taman Nasional Way Kambas ... 5

2.2. Keadaan Alam ... 5

2.3. Biologi Gajah Sumatera ... 7

2.3.1. Klasifikasi Gajah Sumatera ... 7

2.3.2. Morfologi ... 8

2.3.3. Fisiologi dan Perilaku ... 9

2.3.4. Penyebaran Gajah Sumatera ... 10

2.3.5. Ancaman ... 11

2.4. Infeksi Cacingan ... 13


(6)

ii

2.5.1. Jenis-jenis Nematoda Saluran Pencernaan ... 14

2.5.1.1. Ascaris lumbricoides ... 14

2.5.1.2. Trichuris trichiura ... 16

2.5.1.3. Ancylostoma duodenale ... 17

2.5.1.4. Necator americanus ... 19

2.5.1.5. Strongyloides stercoralis ... 20

2.6. Trematoda Saluran Pencernaan ... 21

2.6.1. Jenis-jenis Trematoda Saluran Pencernaan ... 22

2.6.1.1. Fasciolopsis buski ...22

2.6.1.2. Paramphistomumsp. ... 23

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penularan Infeksi Cacingan ... 25

2.7.1. Inang (Host) ... 25

2.7.2. Lingkungan ... 25

2.7.3. Resistensi ... 26

III. METODE PENELITIAN... 28

3.1. Waktu dan Tempat ... 28

3.2. Alat dan Bahan ... 28

3.3. Metode Penelitian ... 29

3.4. Metode Kerja ... 29

3.4.1. Pengambilan Sampel ... 29

3.4.2. Metode Pemeriksaan Langsung (natif) ... 30

3.5. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1. Hasil Pemeriksaan Metode Natif (Langsung) ... 31

4.2. Ciri Morfologi Nematoda dan Trematoda yang ditemukan pada Feses Gajah Sumatera Menggunakan Metode Natif... 35


(7)

iii

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1. Simpulan ... 39

5.2. Saran... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Metode Natif (langsung) ... 31 Tabel 2. Ciri Morfologi Nematoda dan Trematoda yang Ditemukan pada Saluran

Pencernaan Gajah Sumatera... 35 Tabel 3. Prevalensi Nematoda dan Trematoda yang Terdapat dalam Saluran

Pencernaan Gajah Sumatera Berdasarkan Perbedaan Usia... 37 Tabel 4. Data Pengambilan Sampel di Pusat Konservasi Gajah ... 46


(9)

(10)

(11)

MOTO

Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang

yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah

membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan),

maka siapakah gerangan yang dapat menolong

kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu

hendaknya kepada Allah saja orang-orang mu’min

bertawakkal.

(Ali ‘Imran : 160)

Harapkan yang Terbaik, Rencanakan yang

Terburuk, dan bersiaplah untuk terkejut.

(Dennis Waitley)

Kebanyakan milyuner mendapat nilai B atau C di

kampus. Mereka membangun kekayaan bukan dari

IQ semata, melainkan kreativitas dan akal sehat.

(Thomas Stanley)


(12)

dalam kehidupan adalah dengan menghitung jumlah

orang yang telah Anda buat bahagia.


(13)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan kasihMu yang telah memberiku

kekuatan, kesabaran, kemudahan, dan kesehatan

hingga karya ini dapat terselasaikan. Salawat dan

salam terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang

kusayangi dan kucintai.

Ayahanda Lim Hok Ling dan Ibunda Popong Sadiah yang selama ini telah

memberikan dukungan berupa materil, kasih sayang dan doa yang tiada

henti-hentinya.

Terimakasih ku persembahkan kepada Bapak/Ibu dosen yang telah sabar

membimbing, mengajari dan senantiasa memberi bekal ilmu yang insya Allah

bermanfaat bagiku.

Terimakasih ku persembahkan juga kepada saudara dan para sahabat yang telah

memberi semangat, dukungan, canda dan tawa dikala suka maupun duka.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 12 Juni 1993. Penulis merupakan putri dari pasangan Bapak Lim Hok Ling dan Ibu Popong Sadiah, anak ketiga dari tiga bersaudara.

Dengan rahmat Allah SWT penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Dwi Tunggal pada tahun 1999, Sekolah Dasar Negeri 1 Penengahan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan Sekolah Menegah Atas Al – Azhar 3 Bandar Lampung tahun 2011. Terakhir Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Biologi Universitas Lampung melalui SNMPTN pada tahun 2011.

Pada tahun 2014, penulis melakukan Kerja Praktek di Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung dengan judul Pemeriksaan Bakteri Sampel Darah Manusia Menggunakan Alat Bactec 9050 di UPTD Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung. Pada tahun yang sama mengambil skripsi dengan judul Identifikasi Nematoda dan Trematoda Saluran Pencernaan pada Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Hasil penelitian tersebut telah di publikasikan dalam bentuk prosiding pada kegiatan Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampungpada bulan April 2015.


(15)

Saat menjadi mahasiswa penulis aktif dalam mengikuti organisasi kampus, organisasi yang diikuti adalah HIMBIO (Himpunan Mahasiswa Biologi). Tahun 2012/2013 menjadi sekretaris Bidang Kaderisasi serta sekretaris pelaksana Pekan Konservasi Sumber Daya Alam (PKSDA) ke XVIII pada tahun 2014. Dalam bidang akademik, penulis tercatat menjadi asisten praktikum Biologi Umum Fakultas MIPA dan Fakultas Pertanian (2014), Struktur Perkembangan Tumbuhan (2014), Parasitologi (2014), Biologi Medik (2014) Biosistematika Hewan (2014), Genetika (2014-2015), Ekologi (2015), dan Mammalogi (2015).


(16)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga skripsi dengan judul “Identifikasi Nematoda dan Trematoda Saluran Pencernaan pada Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas, Lampung” dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada program reguler Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan ibuku tercinta serta saudaraku tersayang yang telah memberikan cinta dan kasih sayang serta dorongan material dan spiritual dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed. selaku dosen pembimbing I, yang telah sabar dan banyak memberikan bimbingan, nasehat dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.


(17)

3. Ibu Dra. Elly Lestari Rustiati, M.Sc. selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar dan banyak memberikan bimbingan, nasehat dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Nismah Nukmal, Ph.D. selaku dosen pembahas yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Dr. Herawati Soekardi, M.S. selaku dosen Pembimbing Akademik, yang

telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses perkuliahan.

6. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Lampung.

7. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas MIPA, Universitas Lampung.

8. Seluruh Dosen Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Lampung beserta karyawan, staff, serta segenap pihak Jurusan Biologi yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

9. Bapak Ir. Dulhadi, selaku Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas yang telah memberikan izin kepada penulis dalam melaksanakan penelitian di TNWK.

10. Bapak Sulardi selaku Kepala Pusat Konservasi Gajah yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian di PKG.

11.Bapak drh. Syamsul Ma’arif, M.Si., selaku Kepala Balai Penyidikan dan

Pengujian Veteriner, Lampung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner. 12. Ibu drh. Sulisnawati, selaku Kepala Laboratorium Parasitologi, Balai


(18)

memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Laboratorium Parasitologi.

13. Ibu drh. Diah Esti Anggraeni, bapak Diki Dzulkifli, bapak Catur dan seluruh pihak Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas terimakasih banyak atas izin, bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

14. drh. Hamdu Hamjaya P., bapak Tutung Hadipriono, ibu Suyati, A.Md., bapak Rusmantoro, dan bapak Kasiman terimakasih banyak atas bantuan, bimbingan, dukungan semangat, dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

15. Para sahabat yang selalu memberikan masukan dan dukungan selama pengerjaan skripsi ini : Suci Amelia, Ayu Permatasari Abipura, Debby Desmarini Herdaus, Muhammad Afif Wiharza, Vista Noviana, Astrid Andriani, Fenida Septiarina, Metta Apriyana, Dany Kurniawan, serta rekan-rekan mahasiswa Jurusan Biologi Unila angkatan 2011 : Adi, Agra, Agung, Iyan, Aini, Isro, Anggi, Aysca, Christi, Debby S, Dewi, Diah, Dwi, Edel, Eka, Fadil, Suci, Cendana, Ariani, Sobran, Mardha, Maria, Mery, Mirna, Nindia, Nori, Hani, Putri, Ori, Rangga, Reni, Ria, Rila, Riska, Robit, Sa’adah, Siti,

Tiara, Umi, Wayan, Wendy, Widamay dan Yuliani terimakasih atas dukungan, bantuan, saran, kritik, canda tawa, dan kebersamaannya untuk penulis.

16. Kanda, Yunda angkatan 2010, 2009, 2008, 2007 dan adik-adik Jurusan Biologi angkatan 2012, 2013, 2014.


(19)

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua, terutama rekan–rekan mahasiswa Fakultas MIPA dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Bandar Lampung, 1 Agustus 2015 Penulis


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu satwa endemik Sumatra, Indonesia. Status konservasi gajah sumatera menurut IUCN (International Union for Conservation of Natural Resources) adalahcritically endangeredatau kritis. Konservasi satwa ini dapat mempertahankan keragaman hayati dalam ekosistem. Untuk itu upaya konservasi gajah sumatera sangat diperlukan karena gajah merupakan spesies payung yang mewakili keberadaan satwa lain di habitatnya (Daryatun, dkk., 2003).

Saat ini populasi gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas terdapat 180 individu dan terus mengalami penurunan di habitat alaminya (IUCN, 2011). Menurunnya populasi gajah sumatera disebabkan oleh degradasi dan fragmentasi habitat, perburuan liar, konflik gajah dengan manusia, penyakit yang

menyebabkan malnutrisi dan status kesehatan hewan yang menurun akibat terserang parasit seperti cacingan yang merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada gajah (Musabine, 2013).


(21)

2

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Faktor ini didukung oleh iklim dan kelembapan yang tinggi sehingga dapat menyebabkan cepatnya perkembangbiakan hewan mikrokopis termasuk cacing parasit (Sambodo and Tethool, 2012).

Infeksi parasit cacing sering ditemukan pada manusia dan hewan dengan gejala berat dan ringan. Pada infeksi ringan tidak terlihat adanya gejala klinis, tetapi pada infeksi berat dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan reproduksi (Kementerian Kesehatan, 2006).

Di Provinsi Lampung kasus cacingan juga dapat terjadi pada hewan khususnya di Pusat Konservasi Gajah, yaitu infeksi cacing pada gajah yang ditemukan pada tahun 2014. Dari hasil pemeriksaan didapatkan sebanyak 60 ekor gajah telah terinfeksi cacing dari kelas Trematoda. Namun informasi tentang kasus cacingan ini masih kurang. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi nematoda dan trematoda saluran pencernaan pada gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas, Lampung.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan prevalensi parasit nematoda dan trematoda saluran pencernaan yang menginfeksi gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way kambas.


(22)

3

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tentang identifikasi nematoda dan trematoda saluran pencernaan pada gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas dapat digunakan sebagai informasi tambahan tentang infeksi cacing pada gajah di Pusat Konservasi Gajah dalam upaya pengendalian parasit cacing untuk meningkatkan derajat kesehatan gajah.

1.4. Kerangka Pemikiran

Gajah sumatera merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang dilindungi dan masuk ke dalamred list category(IUCN, 2011). Gajah ditemukan di habitat alaminya maupun di penangkaran yang salah satunya ialah di Taman Nasional Way Kambas.

Ancaman bagi populasi gajah sumatera antara lain adalah degradasi habitat untuk pembangunan gedung, pembakaran hutan, perburuan liar, konflik gajah dengan manusia, dan penyakit yang menginfeksi gajah seperti infeksi cacingan yang dapat menyebabkan menurunnya derajat kesehatan yang berakibat pada kematian gajah di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas.

Salah satu parasit yang dapat menginfeksi gajah dan berpengaruh terhadap kesehatan dan pertahanan tubuh gajah sumatera adalah cacing dari filum Nematoda. Infeksi cacing dapat meningkatkan upaya pengelolaan satwa


(23)

4

untuk memperoleh informasi terbaru mengenai infeksi cacingan pada gajah sumatera khususnya dari filum Nematoda dan kelas Trematoda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan upaya pengendalian infeksi cacing pada gajah dan sebagai masukan khususnya bagi pengelola di penangkaran.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Taman Nasional Way Kambas

Taman Nasional Way Kambas terletak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Secara geografis terletak antara4°37’-5°15’ LS, 106°32’-106°52’

BT. Luas taman nasional ini adalah 125.621,3 hektar (Gambar 1) dengan ketinggian wilayah pada 0 - 60 mdpl (Kementerian Kehutanan, 1999).

Di Taman Nasional Way Kambas ini terdapat Pusat Konservasi Gajah yang dapat diakses dengan jarak 9 km dari pintu masuk gerbang taman nasional (Plang Ijo). Pusat Konservasi Gajah didirikan pada tahun 1985 dan telah menjinakkan sekitar 290 gajah sumatera. Selain itu di Taman Nasional Way Kambas terdapat Suaka Rhino Sumatera (SRS) untuk konservasi badak sumatera (Dicerorhinos sumatrensis) serta kawasan Sungai Way Kanan (Bintang, 1999).

2.2. Keadaan Alam

Taman Nasional Way Kambas termasuk salah satu hutan dataran rendah yang ditumbuhi padang alang-alang atau semak belukar, hutan pantai dan hutan rawa air tawar. Kawasan ini memiliki luas area 125.621,3 hektar dengan temperatur


(25)

6

udara 28–37 °C dan curah hujan sekitar 2.500 - 3.000 mm/tahun. Seluas 6.000 hektar telah dimanfaatkan penduduk sekitar guna kepentingan berkebun untuk ditanami sumber pangan seperti singkong (Bintang, 1999; Hasan, 2009).

Gambar 1. Taman Nasional Way Kambas (Kementerian Kehutanan, 1999)

Taman Nasional Way Kambas mempunyai keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Jenis tumbuhan yang terdapat di lokasi taman nasional ini

diantaranya ialah tumbuhan api-api (Avicennia marina), pidada (Sonneratiasp.), nipah (Nypa fruticans), gelam (Melaleuca leucadendron), salam (Syzygium


(26)

7

polyanthum), rawang (Glochidion borneensis), cemara laut (Casuarina equisetifolia), pandan (Pandanussp.) dan ramin (Gonystylus bancanus). Di lokasi taman nasional ini terdapat pula tumbuhan ketapang (Terminalia cattapa) dan tanaman minyak (Dipterocarpus gracilis) yang dapat dimanfaatkan getahnya untuk dijadikan bahan minyak. Tumbuhan khas yang tumbuh di kawasan ini ialah puspa (Schima wallichii) dan meranti (Shoreasp.) (Bintang, 1999).

Sedangkan jenis fauna yang hidup di Taman Nasional Way Kambas berdasarkan Ketetapan Menteri Kehutanan (1999) antara lain ialah badak sumatera

(Dicerorhinos sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), anjing hutan (Cuon alpinus sumatrensis), jenis primata seperti siamang (Hylobates syndactylus). Di lokasi taman nasional ini terdapat pula 406 jenis burung di antaranya ialah bebek hutan (Cairina scutulata), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus stormi), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), sempi dan biru (Lophura ignita), kuau (Argusianus argus argus), pecuk ular (Anhinga melanogaster); berbagai jenis reptilia, amfibia, ikan, dan insekta.

2.3. Biologi Gajah Sumatera

2.3.1. Klasifikai Gajah Sumatera

Klasifikasi gajah sumatera menurut Benson dan Nagel (2004) adalah sebagai berikut :


(27)

8

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mammalia Order : Proboscidea Family : Elephantidae Genus :Elephas

Species :Elephas maximus

Subspecies:Elephas maximus sumatranus

2.3.2. Morfologi

Gajah sumatera mempunyai ciri morfologi yang lebih spesifik

dibandingkan dengan gajah afrika, yaitu ukuran tubuh gajah sumatera lebih kecil dari gajah afrika dan mempunyai tekstur kulit yang lebih kasar (Anggraini, 2005). Warna tubuh gajah sumatera lebih terang dibandingkan dengan gajah india dan gajah afrika. Satwa ini memiliki tinggi berkisar 2 -3 meter dengan berat 2–4 ton dan memiliki 20 pasang tulang rusuk (Gopala,et al., 2011).

Ukuran tubuh betina biasanya lebih kecil dari jantan. Pada gajah jantan memiliki gading yang pendek dibandingkan dengan gajah afrika (Gambar 2), sedangkan pada betina gading tidak terlihat karena tertutupi oleh bibir yang besar (Maryati, dkk., 2008).


(28)

9

Gambar 2. Gajah sumatera di Taman Nasional Way Kambas

2.3.3. Fisiologi dan Perilaku

Gajah termasuk salah satu hewan herbivora yang memiliki usus lebih panjang dari satwa karnivora. Di dalam usus satwa ini terjadi proses fermentasi dan penyerapan (Hickman,et al., 2005). Pada gajah jantan perilaku akan berbeda pada masa reproduksi yang disebut dengan periode

musth, dimana pada periode ini terjadi peningkatan hormon yang ditandai dengan perubahan tingkah laku pada gajah yang lebih agresif,

mengenduskan nafasnya, nafsu makan berkurang, urin yang terus menetes dan keluar penis pada gajah jantan. Sedangkan pada gajah betina tidak mengalami periodemusth(Anggraini, 2005).


(29)

10

Pada betina, masa sestasi (kehamilan) berkisar antara 18-23 bulan dengan usia maksimal 60 tahun dan jarak antara kehamilan pertama dengan kehamilan kedua yaitu 4 tahun (Suratri dan Sriyanto, 2007).

Gajah mengkonsumsi makanan kurang lebih 200-300 kg dan minum air sebanyak 20-30 liter yang diperoleh selama 19 jam dalam sehari.

Makanan yang paling disukai oleh gajah sumatera antara lain ialah jagung, padi, pisang dan kelapa (Anggraini, 2005).

Gajah sumatera merupakan salah satu hewan yang beraktifitas pada malam hari (nokturnal). Satwa ini hidup berkelompok dan dapat menjelajahi hutan sejauh 15 km dalam semalam (Maryati, dkk., 2008). Masyarakat di sekitar Taman Nasional Way Kambas menyebut gajah dengan nama Liman.

2.3.4. Penyebaran Gajah Sumatera

Gajah sumatera merupakan salah satu satwa khas Asia yang

keberadaannya hanya terdapat di Pulau Sumatera, Indonesia (Suratri dan Sriyanto, 2007). Sebaran gajah yang pernah ditemukan di Pulau Sumatera dapat dilihat pada Gambar 3. Hingga saat ini sekitar 85% populasi gajah sumatera berada di kawasan konservasi.

Berdasarkan sebaran gajah di Pulau Sumatera, populasi terbesar gajah sumatera terdapat di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau yang


(30)

11

memiliki 498 individu. Di Taman Nasional Way Kambas, Lampung terdapat 180 individu. Sedangkan di Provinsi Sumatera Barat, gajah sumatera telah mengalami kepunahan (Gopala,et al., 2011). Untuk informasi keberadaan gajah sumatera di daerah lain masih belum dapat ditemukan.

Gambar 3. Penyebaran gajah sumatera di Pulau Sumatera (dalam lingkaran) (Kementerian Kehutanan, 1999).

2.3.5. Ancaman

Ancaman utama yang dialami oleh gajah sumatra antara lain adalah hilangnya habitat karena penebangan hutan (Maryati, dkk., 2008), timbulnya konflik antara manusia dengan gajah yang masuk ke pemukiman penduduk dan penyakit termasuk cacing yang dapat


(31)

12

menyebabkan malnutrisi dan berujung kematian pada gajah, seperti yang dialami gajah bernama Tria di Pusat Konservasi Gajah, Minas, Riau pada tahun 2012 (Musabine, 2013) (Gambar 4).

Gambar 4. Gajah Tria mati akibat malnutrisi (Musabine, 2013)

Hilangnya habitat gajah dapat dikarenakan adanya penebangan hutan, pembangunan gedung, dan pembakaran liar seperti yang terjadi di beberapa lokasi di sumatera.

Konflik antara gajah dan manusia akan terus terjadi selama habitatnya terganggu. Masuknya gajah liar ke pemukiman akan menyebabkan

kerusakan dan gangguan di pemukiman. Untuk itu masyarakat menghalau gajah liar dengan membuat granat cabe yang terbuat dari campuran kotoran gajah dengan cara dibakar. Selain itu, tindakan antisipasi dari masyarakat terhadap kedatangan gajah liar dilakukan dengan pembuatan


(32)

13

menara dan penggunaan belor (lampu sorot), serta budidaya lebah madu juga dilakukan untuk melindungi perkebunan milik warga (Anggraini, 2005).

2.4. Infeksi Cacingan

Di Indonesia, parasit cacing yang menginfeksi saluran pencernaan umumnya adalah dari jenisAscaris lumbricoides,Ancylostoma caninumdanTrichiuris trichura. Cacing ini dapat menginfeksi hewan atau manusia melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi parasit (Nugroho, dkk., 2010). Seperti hasil penelitian yang dilakukan Dewi, (2011) di hutan sekunder, Sulawesi Tengah bahwa ditemukan sepuluh jenis cacing yang menginfeksi saluran pencernaan pada mamalia dari suku Muridae.

Penyakit cacingan dapat menimbulkan peluang bagi bakteri dan virus untuk menyerang tubuh inangnya yang berakibat pada menurunnya berat badan dan ketahanan tubuh hewan tersebut (Akhira, dkk., 2013). Parasit cacing juga dapat menyerang hewan ternak dan menurunkan tingkat produksi yang berakibat pada menurunnya penghasilan masyarakat peternak (Novyan, dkk., 2010).

2.5. Nematoda Saluran Pencernaan

Secara morfologi, nematoda memiliki tubuh berbentuk silindris dan memiliki panjang berkisar 1 mm - 1 meter. Bentuk tubuh cacing ini meruncing pada bagian posterior dan tumpul pada bagian anterior. Jenis kelaminnya terpisah


(33)

14

antara jantan dan betina dan umumnya ukuran betina lebih besar daripada jantan (Campbell,et al., 2011).

Cacing nematoda sangat mempengaruhi kehidupan hewan tingkat tinggi yang hidup di darat karena sebagian besar dari jenis filum Nematoda ini menjadi parasit yang dapat hidup pada tubuh hewan seperti cacing jarum dan cacing kait (Campbell,et al., 2011).

Nematoda ditemukan dalam bentuk telur infektif maupun non infektif pada tubuh hewan maupun tumbuhan (Nugroho, dkk., 2010). Cacing ini hidup di dalam jaringan dan organ pada hewan maupun manusia. Infeksi nematoda pada manusia dan hewan dapat menyebabkan zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (Brooks,et al., 2005).

2.5.1. Jenis–jenis Nematoda Saluran Pencernaan

2.5.1.1. Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoidesatau cacing gelang merupakan nematoda usus terbesar karena panjang tubuhnya dapat mencapai 30 cm bahkan lebih. Jantan berukuran setengah dari panjang betina. Telurnya berbentuk oval dan berwarna kuning / coklat pada dindingnya (Gambar 5a) (Heelan and Ingersoll, 2002). Cacing dewasa berbentuk silindris yang mengecil pada posterior. Ukuran panjang tubuh betina sekitar 20-35 cm dan lebar 3-6


(34)

15

mm, sedangkan jantan memiliki panjang tubuh antara 12-31 cm dengan lebar 2-4 mm (Zaman, 1989).

Klasifikasi Ascaris lumbricoides menurut Sandjaja (2007) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Aphasmidia Order : Rhabditida Family : Ascarididae Genus :Ascaris

Species :Ascaris lumbricoides

Gambar 5. TelurAscaris lumbricoidesperbesaaran 100x (Roberts and Janovy, 2009)

Cara infeksiAscaris lumbricoidespada inangnya adalah dengan masuknya telur kedalam mulut dan menetas di lambung, kemudian larva menembus mukosa usus terbawa aliran darah ke jantung kanan. Setelah itu dari paru-paru ke alveoli–bronchiolus–bronkus–trakea–tertelan ke usus halus dan menjadi dewasa (Prasetyo, 2013).


(35)

16

2.5.1.2.Trichuris trichiura

Trichuris trichiuraatau cacing cambuk berukuran panjang antara 30-50 mm berbentuk benang dengan bagian posterior lebih tebal dibandingkan dengan anterior. Umumnya jantan memiliki tubuh yang lebih kecil daripada betina saat dewasa. Telurnya berbentuk oval dengan bagian kutub yang menonjol (Gambar 6a). Cacing dewasa jarang ditemukan dalam feses (Heelan and Ingersoll, 2002). Cacing dewasa memiliki ekor yang melengkung dengan spikulum yang panjang (Gambar 6b) terletak dekat dengan ventral (Zaman, 1989).

KlasifikasiTrichuris trichiuramenurut Sandjaja (2007) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Aphasmidia Order : Trichocephalida Family : Trichinellidae Genus :Trichuris

Species :Trichuris trichiura

Cara infeksiTrichuris trichiuradalam tubuh inang adalah sebagai berikut: telur berembrio bentuk infektif (matang) tertelan masuk ke dalam mulut dan menetas dalam mukosa lambung. Kemudian larva dari lambung terbawa ke sekum menjadi cacing dewasa. Di dalam sekum, cacing


(36)

17

dewasa bertelur dan telur keluar bersama feses dalam bentuk diagnostik (embrio) (Prasetyo, 2013).

a b

Gambar 6. (a) TelurTrichuris trichiuraperbesaran 1000x (Sambodo and Tethool, 2012),

(b) Ekor cacing jantanTrichuris trichiuraperbesaran 100x (Zaman, 1989)

2.5.1.3.Ancylostoma duodenale

Ancylostoma duodenaledisebut juga sebagai cacing tambang berukuran panjang sekitar 10-12 mm dengan ukuran tubuh jantan yang lebih kecil daripada betinanya. Cacing dewasa hidup dalam mukosa usus dan jarang sekali ditemukan pada feses. Telurnya berbentuk oval dan cangkang telur tidak berwarna berukuran panjang 55-75 µm dan lebar 35-40 µm (Gambar 7a) (Heelan and Ingersoll, 2002). Cacing dewasa memiliki dua pasang gigi ventral dan ekor yang meruncing (Gambar 7b). Pada stadium larva


(37)

18

a b

Gambar 7. (a) TelurAncylostoma duodenaleperbesaran 1000x (Sambodo and Tethool, 2012)

(b) Cacing dewasaAncylostoma duodenaleperbesaran 100x (Zaman, 1989)

KlasifikasiAncylostoma duodenalemenurut Sandjaja (2007) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Phasmidia Order : Rhabditida

Family : Ancylostomatidae Genus :Ancylostoma

Species :Ancylostoma duodenale

Cara infeksiAncylostoma duodenaleadalah masuknya larva filariaform dengan cara menembus kulit dan masuk ke dalam sirkulasi darah.


(38)

19

saat batuk. Setelah itu larva tertelan ke saluran cerna hingga ke usus kecil dan menjadi dewasa. Cacing dewasa akan bertelur dan terbawa keluar tubuh bersama feses (CDC, 2015).

2.5.1.4.Necator americanus

Necator americanusmemiliki kesamaan denganAncylostoma duodenale, hanya perbedaan pada tempat hidup nematoda ini. Telurnya tidak

berwarna (Heelan and Ingersoll, 2002). Morfologi telur dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. TelurNecator americanusperbesaran 100x (Markell, 2006)

KlasifikasiNecator americanusmenurut Sandjaja (2007) adalah : Kingdom : Animalia

Phylum : Nematoda Class : Phasmidia Order : Rhabditida

Family : Ancylostomatidae Genus :Necator


(39)

20

2.5.1.5.Strongyloides stercoralis

Strongyloides stercoralisatau cacing benang jarang sekali ditemukan pada feses. Panjang tubuhnya sekitar 2 mm. Cacing ini berukuran lebih kecil dari cacing tambang. Telurnya memiliki panjang 200-400 µm dan lebar 15-20 µm (Gambar 9a). Telur diagnostik biasa ditemukan pada feses (Heelan and Ingersoll, 2002). Cacing dewasa hidup di mukosa usus dengan ukuran panjang antara 30-75 mm dan lebar 2,2 mm. Larva dilepaskan dalam betuk filariaform (Gambar 9b) dan keluar tubuh untuk hidup bebas menjadi cacing dewasa (Zaman, 1989).

a b

Gambar 9. (a) TelurStrongyloides stercoralisperbesaran 400x (Yuri, 2010), (b) Larva stadium 3Strongyloides stercoralisperbesaran 250x

(Zaman, 1989)

Cara infeksiStrongyloides stercoralispada tubuh inangnya adalah: Cacing dewasa yang bertelur di usus akan berkembang menjadi larva dan keluar dari mukosa ke lumen usus saat inang melakukan defekasi. Larva di tanah berkembang menjadi larva infektif. Kemudian larva masuk ke tubuh inang dengan cara menembus kulit ke aliran darah bermigrasi sampai di kapiler alveoli paru ke lumen alveoli, selanjutnya naik ke


(40)

21

bronkhioli, bronkus, trakea, faring dan saat batuk akan tertelan ke usus berkembang menjadi cacing dewasa (Prasetyo, 2007).

KlasifikasiStrongyloides stercoralismenurut Sandjaja (2007) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Nematoda Class : Phasmidia Order : Rhabditida Family : Strongyloididae Genus :Strongyloides

Species :Strongyloides stercoralis

2.6. Trematoda Saluran Pencernaan

Cacing dari filum Nematoda dan kelas Trematoda merupakan yang paling banyak menginfeksi mamalia di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Trematoda atau cacing daun merupakan cacing yang sering sekali menginfeksi manusia, hewan ternak dan satwa liar (Tiura, dkk., 2008). Meskipun trematoda saluran

pencernaan umumnya tidak bersifat parasit seperti nematoda, tetapi

keberadaannya dalam jumlah banyak akan dapat mengancam kesehatan hewan yang terinfeksi.


(41)

22

Salah satu contoh trematoda yang menginfeksi saluran pencernaan adalah

Paramphistomumsp.. Trematoda ini biasanya ditemukan pada kuda dan domba (Dunn, 1984). Selain itu, cacing dari kelas Trematoda juga dapat menginfeksi satwa liar seperti yang terjadi pada badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon yang mengalami cacingan trematoda pada saluran pencernaan sebesar 78% (Tiura, dkk., 2008).

2.6.1. Jenis - jenis Trematoda Saluran Pencernaan

2.6.1.1. Fasciolopsis buski

Fasciolopsis buskimerupakan trematoda yang besar (Gambar 10) dengan ukuran panjang berkisar 20-75 mm x 8-20 mm yang hidup pada usus halus. Pada cacing dewasa memiliki testis yang bercabang-cabang (Zaman, 1989).

Seperti cacing pada umumnya, daur hidupFasciolopsis buskidi lingkungan mulai dari mirasidium yang masuk ke dalam tubuh siput membentuk sporokista dan berkembang menjadi redia. Kemudian redia yang berkembang dilepas menjadi serkaria yang berenang bebas yang akan tumbuh menjadi telur infektif dan tertelan oleh inang (CDC, 2015).


(42)

23

Gambar 10.Fasciolopsis buskibagian anterior perbesaran 100x (Zaman, 1989)

KlasifikasiFasciolopsis buskimenurut Roberts and Janovy (2009) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelmintes Class : Trematoda Order : Echinostomida Family :Fasciolidae

Genus :Fasciolopsis

Species :Fasciolopsis buski

2.6.2.2. Paramphistomumsp.

Menurut Choudary,et al., (2015) cacing dewasa jenisParamphistomumsp. memiliki ukuran panjang antara 3–8 mm dan lebar 1,5–3 mm. Telur

Paramphistomumsp. memiliki perbandingan panjang dan lebar 1,8/1 µm (Gambar 11). TelurParamphistomumberukuran besar dan dapat menetas dalam kurun waktu 110 hari (Rahmann and Seip, 2006).


(43)

24

Gambar 11. TelurParamphistomumsp. perbesaran 400x (VLA, 2008)

KlasifikasiParamphistomumsp. menurut Olsen (1974) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelmintes Class : Trematoda Order : Echinostomida Family : Paramphistomatidae Genus :Paramphistomum

Cara infeksiParamphistomumsp. pada tubuh inangnya adalah sebagai berikut :

Telur keluar bersama feses membentuk mirasidia. Kemudian mirasidia berkembang menjadi sporokista dan redia. Setelah itu redia berkembang menjadi serkaria dan metaserkaria. Metaserkaria menetas di dalam usus dan menempel pada duodenum. Cacing dewasa berkembang di dalam rumen (Roberts and Janovy, 2009).


(44)

25

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penularan Infeksi Cacing

2.7.1. Inang (host)

Inang merupakan makhluk hidup yang sangat penting keberadaannya bagi parasit seperti cacing. Inang pada parasit cacing dapat berupa hewan maupun manusia. Pada hewan, resiko cacingan akan semakin besar apabila hewan yang terinfeksi memiliki kekebalan tubuh rendah. Sedangkan hewan yang memiliki tingkat kekebalan tubuh yang tinggi, maka resiko cacingan akan lebih kecil (Akhira, dkk., 2013).

Tempat yang paling sering menjadi pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing pada mamalia biasanya ialah lambung, usus, sekum dan mukosa lambung (Dewi, 2011).

2.7.2. Lingkungan

Faktor utama yang menjadi penyebab tertularnya cacing masuk ke dalam tubuh inang ialah faktor lingkungan yang meliputi tanah, iklim, suhu dan kelembaban. Tanah yang subur dan kaya bahan organik sangat dibutuhkan oleh cacing untuk berkembang biak khususnya pada cacing yang

penularannya melalui tanah (Nugroho, dkk., 2010). Hal ini juga

diungkapkan oleh Campbell,et al., (2011) yang menyatakan nematoda ditemukan pada sebagian besar habitat seperti akuatik, tanah, pada


(45)

26

jaringan tumbuhan yang lembab, serta dalam cairan tubuh dan jaringan dalam tubuh hewan.

Kelembapan dan curah hujan yang tinggi dapat mempengaruhi tingkat kasus cacingan pada hewan, hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Akhira, dkk.,(2013) yang meneliti anjing pemburu di Lareh Sago Halaban, Sumatera Barat. Dari hasil penelitian ditemukan banyak telur cacing nematoda pada gastrointestinal yang menyerang hewan tersebut.

Kebersihan lingkungan juga berpengaruh terhadap keberadaan parasit cacing. Lingkungan yang kotor dapat menyebabkan munculnya nematoda pada organisme (Jusuf, dkk., 2013). Sistem pengelolaan dan pemeliharaan yang kurang baik pada hewan ternak maupun satwa liar juga berpengaruh terhadap penularan cacing parasit (Kusumaningsih, 1985).

2.7.3. Resistensi

Setiap organisme memiliki tingkat kekebalan tubuh yang berbeda terhadap penyakit. Salah satu organisme yang dapat mempengaruhi tingkat

kekebalan tubuh organisme lain ialah parasit cacing. Jumlah cacing yang yang banyak dalam tubuh hewan maupun manusia akan mempengaruhi derajat kesehatan hewan yang diinfeksi (Dewi, 2011). Hal ini disebabkan karena timbulnya resistensi yang terjadi pada parasit cacing.


(46)

27

Resistensi dapat terjadi karena adanya pemberian obat yang tidak teratur, kondisi lingkungan yang berubah–ubah, dan pengaruh zat kimia pada tubuh inang. Okwudili and Oliver (2006) menyatakan senyawa Peperazine yang diberikan kepada anjing untuk mengatasi penyakit cacingan tidak memberikan efek yang besar terhadap jumlah telur cacing yang ditemukan dalam kotoran hewan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi resistensi terhadap cacing. Pemberian obat antelmintik yang tidak teratur pada hewan juga dapat meningkatkan resistensi cacing parasit sehingga dapat meningkatkan kasus cacingan (Akhira, dkk., 2013).

Resistensi pada cacing juga dapat disebabkan karena lingkungan yang ekstrim yang dapat memicu munculnya patogen parasit spesies baru yang telah kebal karena adanya mutasi (Nurisa dan Ristiyanto, 2005). Hal ini terlihat dari hasil penelitian Nugroho, dkk., (2010) bahwa telur nematoda jenisAscaris lumbricoidesdapat tetap hidup pada kondisi yang ekstrim seperti saat berada dalam tanah, pada musim dingin dan kondisi kimiawi tanah yang sudah tercemar desinfektan. Selain itu penggunaan pestisida yang tidak teratur pada tanaman juga dapat mengakibatkan telur cacing akan bertahan atau resisten terhadap zat kimia yang terkandung


(47)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2015 sampai dengan Februari 2015 di Pusat Konservasi Gajah, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur. Identifikasi dan penghitungan jumlah telur cacing serta cacing dewasa dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner Lampung.

3.2. Alat dan Bahan

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel untuk menyimpan sampel feses, mikroskop, kaca objek dan kaca penutup guna identifikasi, gelas ukur untuk memperoleh volume larutan yang akan digunakan, pipet tetes untuk mengambil larutan,beaker glasssebagai tempat pengenceran sampel feses, saringan dan alat penumbuk digunakan untuk menyaring sampel feses, kamera digitalCanon powershotA2300 HD untuk dokumentasi foto, neraca analitik digital untuk menimbang berat sampel feses, masker dan sarung tangan.


(48)

29

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses gajah, air dan larutan formalin 4%.

3.3. Metode Penelitian

Metode pengambilan sampel dilakukan secarastratified random sampling, sampel diambil berdasarkan perbedaan usia yang terdiri dari usia anak - anak (1

–3 tahun), usia jantan dewasa (19–36 tahun) dan betina dewasa (19–46 tahun). Jumlah sampel diambil sebanyak 20% dari populasi yang berjumlah 68 ekor gajah, sehingga diperoleh 15 sampel feses gajah yang sudah terpilih di Pusat Konservasi Gajah. Untuk identifikasi dan prevalensi cacing digunakan metode pemeriksaan langsung (natif) berdasarkan acuan dalam Thienpont and Rochette, (1979) dan Dunn, (1984).

3.4. Metode Kerja

3.4.1. Pengambilan Sampel

Sampel feses gajah yang akan diperiksa diambil sebanyak 10% dari berat feses saat defekasi 1–3 kg, kemudian sampel dimasukkan ke dalam botol yang telah disediakan. Selanjutnya tambahkan larutan formalin 4% hingga sampel terendam, botol sampel ditutup rapat dan diberi label serta


(49)

30

lapangan yang didapat akan dicocokkan dengansoftware data baseyang terdapat di Pusat Konservasi Gajah untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap tentang gajah yang akan diteliti.

3.4.2. Metode Pemeriksaan Langsung (natif)

Pemeriksaan terhadap feses dilakukan dengan mengambil sebanyak 8 gram dari feses yang sudah diberi formalin. Ditambahkan air 10 ml guna pengenceran kemudian disaring. Kemudian sampel diambil menggunakan pipet tetes dan diletakkan di atas kaca objek. Setelah itu ditutup dengan gelas penutup dan diamati menggunakan mikroskop (Colville, 1991).

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif yang meliputi jenis, jumlah dan prevalensi. Untuk menghitung prevalensi

digunakan rumus berdasarkan Fuentes,et al., (2004) sebagai berikut :

Jumlah gajah yang diperiksa dan terinfeksi nematoda & trematoda Jumlah seluruh gajah yang diperiksa

Sebagai data pendukung, dilakukan pengamatan terhadap lingkungan meliputi suhu, sumber pakan dan sumber air. Pencatatan juga dilakukan terhadap usia gajah, komposisi makanan dan status kesehatan gajah yang akan diambil fesesnya.

X 100% Prevalensi =


(50)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :

1. Jenis nematoda yang ditemukan dalam saluran pencernaan gajah sumatera adalahStrongylussp dari filum Nematoda danParampistomumsp. dari kelas trematoda.

2. Prevalensi nematoda pada gajah usia 1–3 tahun adalah 40% dan gajah betina dewasa usia 19–46 tahun sebanyak 20%. Sedangkan prevalensi trematoda pada gajah usia 1–3 tahun adalah 20%, pada gajah betina dewasa usia 19–

46 tahun sebesar 80% dan pada gajah jantan dewasa usia 19–36 tahun sebanyak 40%.

5.2. Saran

Sebaiknya sampel feses yang diperiksa lebih banyak agar tingkat keragaman cacing yang ditemukan lebih tinggi.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, E.D. 2005.Warta Konservasi Taman Nasional Way Kambas Edisi Perdana. WAKO (Warta Konservasi). Lampung Timur.

Akhira, D., Y. Fahrimal, dan M. Hasan. 2013. Identifikasi Parasit Nematoda Saluran Pencernaan Anjing Pemburu (Canis familiaris) Di Kecamatan Lareh Sago Halaban Provinsi Sumatera Barat.Jurnal Medika Veterinaria. ISSN : 0853-1943 Vol.7 No.1

Astuti, R., dan S. Aminah. 2013.Identifikasi Telur Cacing Usus pada Lalapan Daun Kubis yang Dijual Pedagang Kaki Lima di Kawasan Simpang Lima Kota Semarang.Jurnal unimus.http://jurnal.unimus.ac.id

Baines, L.,E. R. Morgan., M. Ofthile., and K Evans. 2015. Occurrence and

Seasonality of Internal Parasite Infection in Elephants, Loxodontaafricana. In The Okavango Delta, Botwana.School of Biological Science, Unniversity of Bristol, BS8 ITQ. United Kingdom.International Journal for Parasitology: Parasite and WildlifeVol.4(1): 43-48.

Benson, S., dan R. Nagel. 2004.Endangered Species: second edition. The Gale Group, Inc. USA. Pp. 79-82

Bintang. 1999. Taman Nasional Way Kambas. Keputusan Menteri Kehutanan. SK No. 670/Kpts-II/1999. Jakarta.

Brooks, F.G., J.S. Butel, dan S.A. Morse. 2005.Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta.

Campbell, A.N., J.B. Reece., L.A. Urry., M.L. Cain., S.A. Wasserman., Minorsky V.P., dan R.B. Jackson. 2011.BIOLOGI Edisi Kedelapan Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

CDC. 2015. Http://www.dpd.cdc.gov/dpdx. diakses tanggal 20 April 2015. Choudhary, W., J.J. Hasnani., M.K. Khyalia., S. Pandey., V.D. Chauchan., S.S.


(52)

ofParamphistomum cervi(Trematoda: Paramphistoma) in The Rumen of Infected Sheep.Research Article Veterinary World EISSN: 2231-0916. Departement of Veterinary Parasitology, Gujarat. India.

Colville, J. 1991.Diagnosyic Parasitology for Veterinary Technicians. American Veterinary Publications, Inc. 5782. Thornwood Drive Goleta, California 93117. Page 19-26.

Daryatun., A. Gouyon., S. Hardwinarto., J. Hayward., M. Hiller., J. Jarvie., B. Jarvis., S. Jennings., N. Judd., D. Kitchener., D.R.Mutaman., E. Pollard., A.

Purbawiyatna., D. Raharjo., N. Sakuntaladewi., T. Soehartono., D.Sheil., Sugardjito. 2003.Mengidentifikasi, Mengelola dan Memantau Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi: Sebuah Toolkit Untuk Pengelola Hutan dan Pihak-pihak Terkait Lainnya. Rainforest Alliance dan Pro Forest. New York. Dewi, K. 2011. Nematoda Parasit pada Tikus Di Desa Pakuli, Kec.Gumbara, Kab.

Donggala, Sulawesi Tengah.Jurnal Ekologi KesehatanVol.10 No.1 Maret 2011 : 38-43.

Dunn, M.A. 1984.Veterinary Helminthology : Second edition. William Heinemann Medical Books LTD. London WC1B 3HH.

Fuentes, S.V., M. Saez., M. Trelis., C. Munos-atoli., dan G.J. Esteban. 2004.The Helminth community of Apodemus sylvaticus (Rodentia, Muridae) in the Sierra de Gredos (Spain). Arxius de Miscel-ldnia Zoologica 2:1-6. Spain Gopala, A., O. Hadian., Sunarto., A. Sitompul., A. Williams., P. Leimgruber., E.S.

Chambliss., dan D. Gunaryadi. 2011.Elephas maximus sumatranus. The IUCN Red List of Threatened Species.Version 2014.2. www.iucnredlist.org. Gunaryadi. 2011.Elephas maximusssp. sumatranus. The IUCN Red List of

Threatened Species.Version 2014.2.Wikipedia.2014.

http://en.wikipedia.org/wiki/Sumatran_elephant. Diaksestanggal 12 Oktober 2014.

Hasan, Z. 2009. Penyelesaian Tata Ruang Jadi Prioritas.Kompas. Senin, 9 November 2009 03:19 WIB. Way Jepara.

Heelan, S.J., dan F.W. Ingersoll. 2002.Essentials of Human Parasitology. Delmar. Australia.

Hickman, P.C., L.S. Roberts., A. Larson., dan H.I. Anson. 2005.Integrated Principles Of Zoology. McGraw Hill Higher Education. New York.


(53)

Hing, Stephanie. 2012. A Survey of Endoparasites Bornean ElephantsElephas maximus borneensisin Continuous and Fragmented Habitat.ThesisMaster of Degree. Imperial College London.

International Union for Conservation of Nature (IUCN).2011.

http://www.iucnredlist.org/details/199856/0. Diakses tanggal 12 Oktober 2014.

Jusuf, A., Ruslan, dan M. Selomo. 2013. Gambaran Parasit Soil Transmitted

Helminth dan Tingkat Pengetahuan, Sikap danTindakan Petani Sayur Di Desa Waiheru Kec. Baguala Kota Ambon.Jurnal Kesehatan Lingkungan

Universitas Hasanuddin.

Kementerian Kehutanan. 1999.Taman Nasional Way Kambas. Keputusan Menteri Kehutanan SK No. 670/Kpts-II/1999. Jakarta.

Kementerian Kesehatan. 2006.Pedoman Pengendalian Cacingan. Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006. Jakarta.

Kusumaningsih. 1985.Parasitosis pada HewanTernak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB. Bogor.

Markell, E.K. 2006.Medical Parasitology. WB Saunders Company. Philadelphia. Maryati, S., Syamsuardi., dan Sunarto. 2008. Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus). WWF. Jakarta, Indonesia.Website: www.wwf.or.id. Musabine, S.Y. 2013. Malnutrisi Pada Gajah Sumatera (Elephas Maximus

Sumatranus).Artikel ilmiah. Pusat Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas.Lampung.

Nofyan, E., M. Kamal., dan I. Rosdiana. 2010. Identifikasi Jenis Telur Cacing Parasit Usus pada Ternak Sapi (Bossp) dan Kerbau (Bubalus sp) di Rumah Potong Hewan Palembang.Jurnal Penelitian Sains. Edisi Khusus Juni 2010 (D) 10:06 11

Nugroho, C., S.N. Djanah., dan S.A. Mulasari. 2010. Identifikasi Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Warung Makan Lesehan Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta.Jurnal KesmasVol.4 No.1, September 2010 ISSN : 1978-0575.

Nurisa, I., dan Ristiyanto. 2005. Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) Di Indonesia.Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.4 No.3, Desember 2005 : 308-319.


(54)

Okwudili, O.M., dan O.I. Oliver. 2006. Comparative Efficacy Of Ancylol, Ivomec, Mebendazole And Pipperazine AgainstAncylostoma caninumIn

Experimentally Infected Pups.Journal Animal Research InternationalVol.3 No.3 540-544 ISSN 159-3115.

Olsen, O.W. 1974.Animal Parasites: Their Life Cycle and Ecology Third edition. Dover Publications Inc. New York. IBN 0486651266

Prasetyo, H.R. 2013.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Parasit Usus. Sagung Seto. Jakarta.

Rahmann, G., dan H. Seip. 2006. Alternative Strategies to Prevent and Control Endoparasite Deseases in Organic Sheep and Goat Farming Systems.Journal Ressotforschung Fur Den Okologischen Landbau. Institut Fur Okologischen Landbau der FAL. Trenthorst.Wasterau.

Roberts, L.S. dan Janovy, J.J. 2009. Foundations of Parasitology. McGraw Hill. New York, USA. ISBN 0-07-302827-4.

Sambodo, P., dan A. Tethool. 2012. Endoparasit Dalam Feses Bandikut (Echymipera kalubu) (Studi Awal Kejadian Zoonosis Parasitik Dari Satwa Liar).Jurnal AgrinimalVol.2 No.2, Oktober 2012, Hal.71-74.

Sandjaja, B. 2007.Helminthologi Kedokteran Buku II. Prestasi Pustaka. Jakarta. Setyowati, Y.E., dan E. Harlia. 2012. The Identification of Endoparasites of The Deer

At Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jonggol.Skripsi. Faculty of Animal Husbandary, Padjajaran University. Bogor.

Soulsby, E.J.L. 1982.Helminth, arthropods and protozoa of domesticated animals : seven edition. BailliereTindall, a Division of Cassell Ltd. London.

Sulinawati., A.W. Saputra., Ediwan., H.T. Priono., Slamet., dan D. Candra. 2012. Kecacingan Trematoda (Schistosoma spp) pada Badak Sumatera (Dicerorhinos sumatrensis) di Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Veteriner.BPPV

Regional III.Lampung.

Suratri, R., dan A. Sriyanto. 2007.Strategi dan Rencana Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan Tahun 2007-2017. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Thienpont, D., dan F. Rochette. 1979.Diagnosing Helminthiasis by Coprological Examination : First edition. Jansenn Research Foundation. Beerse, Belgium.


(55)

Tiuria, R. J. Pangihutan., R.M. Nugraha., B.P. Priosoeryanto., dan A.R. Hariyadi. 2008. KecacinganTrematoda Pada Badak Jawa Dan Banteng Jawa Di Taman Nasional Ujung Kulon.Jurnal Veteriner, Juni 2008 Vol.9 No.2 94-98 ISSN : 1411- 8327.

Vanitha, V., K. Thiyagesan., dan N. Baskaran. 2011. Prevalence of Intestinal

Parasites Among Captive Asian Elephants Elephas maximus: Effect of Season, Host Demography, and Management System in Tamil Nadu, India.Journal of Threatened Taxa. ISSN 0974-7907. India.

VLA Surveillance Report. 2008. Veterinary Laboratory Agency’s Desease

Surveillance Report for England and Wales for May 2008. Vert Rec 163: 7-10.

Zaman, V. 1989.Atlas Parasitologi Kedokteran Edisi II. Hipokrates. Faculty of Medicine, University of Singapore.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan :

1. Jenis nematoda yang ditemukan dalam saluran pencernaan gajah sumatera adalahStrongylussp dari filum Nematoda danParampistomumsp. dari kelas trematoda.

2. Prevalensi nematoda pada gajah usia 1–3 tahun adalah 40% dan gajah betina dewasa usia 19–46 tahun sebanyak 20%. Sedangkan prevalensi trematoda pada gajah usia 1–3 tahun adalah 20%, pada gajah betina dewasa usia 19– 46 tahun sebesar 80% dan pada gajah jantan dewasa usia 19–36 tahun sebanyak 40%.

5.2. Saran

Sebaiknya sampel feses yang diperiksa lebih banyak agar tingkat keragaman cacing yang ditemukan lebih tinggi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, E.D. 2005.Warta Konservasi Taman Nasional Way Kambas Edisi Perdana. WAKO (Warta Konservasi). Lampung Timur.

Akhira, D., Y. Fahrimal, dan M. Hasan. 2013. Identifikasi Parasit Nematoda Saluran Pencernaan Anjing Pemburu (Canis familiaris) Di Kecamatan Lareh Sago Halaban Provinsi Sumatera Barat.Jurnal Medika Veterinaria. ISSN : 0853-1943 Vol.7 No.1

Astuti, R., dan S. Aminah. 2013.Identifikasi Telur Cacing Usus pada Lalapan Daun Kubis yang Dijual Pedagang Kaki Lima di Kawasan Simpang Lima Kota Semarang.Jurnal unimus.http://jurnal.unimus.ac.id

Baines, L.,E. R. Morgan., M. Ofthile., and K Evans. 2015. Occurrence and

Seasonality of Internal Parasite Infection in Elephants, Loxodontaafricana. In The Okavango Delta, Botwana.School of Biological Science, Unniversity of Bristol, BS8 ITQ. United Kingdom.International Journal for Parasitology: Parasite and WildlifeVol.4(1): 43-48.

Benson, S., dan R. Nagel. 2004.Endangered Species: second edition. The Gale Group, Inc. USA. Pp. 79-82

Bintang. 1999. Taman Nasional Way Kambas. Keputusan Menteri Kehutanan. SK No. 670/Kpts-II/1999. Jakarta.

Brooks, F.G., J.S. Butel, dan S.A. Morse. 2005.Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta.

Campbell, A.N., J.B. Reece., L.A. Urry., M.L. Cain., S.A. Wasserman., Minorsky V.P., dan R.B. Jackson. 2011.BIOLOGI Edisi Kedelapan Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

CDC. 2015. Http://www.dpd.cdc.gov/dpdx. diakses tanggal 20 April 2015. Choudhary, W., J.J. Hasnani., M.K. Khyalia., S. Pandey., V.D. Chauchan., S.S.


(3)

ofParamphistomum cervi(Trematoda: Paramphistoma) in The Rumen of Infected Sheep.Research Article Veterinary World EISSN: 2231-0916. Departement of Veterinary Parasitology, Gujarat. India.

Colville, J. 1991.Diagnosyic Parasitology for Veterinary Technicians. American Veterinary Publications, Inc. 5782. Thornwood Drive Goleta, California 93117. Page 19-26.

Daryatun., A. Gouyon., S. Hardwinarto., J. Hayward., M. Hiller., J. Jarvie., B. Jarvis., S. Jennings., N. Judd., D. Kitchener., D.R.Mutaman., E. Pollard., A.

Purbawiyatna., D. Raharjo., N. Sakuntaladewi., T. Soehartono., D.Sheil., Sugardjito. 2003.Mengidentifikasi, Mengelola dan Memantau Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi: Sebuah Toolkit Untuk Pengelola Hutan dan Pihak-pihak Terkait Lainnya. Rainforest Alliance dan Pro Forest. New York. Dewi, K. 2011. Nematoda Parasit pada Tikus Di Desa Pakuli, Kec.Gumbara, Kab.

Donggala, Sulawesi Tengah.Jurnal Ekologi KesehatanVol.10 No.1 Maret 2011 : 38-43.

Dunn, M.A. 1984.Veterinary Helminthology : Second edition. William Heinemann Medical Books LTD. London WC1B 3HH.

Fuentes, S.V., M. Saez., M. Trelis., C. Munos-atoli., dan G.J. Esteban. 2004.The Helminth community of Apodemus sylvaticus (Rodentia, Muridae) in the Sierra de Gredos (Spain). Arxius de Miscel-ldnia Zoologica 2:1-6. Spain Gopala, A., O. Hadian., Sunarto., A. Sitompul., A. Williams., P. Leimgruber., E.S.

Chambliss., dan D. Gunaryadi. 2011.Elephas maximus sumatranus. The IUCN Red List of Threatened Species.Version 2014.2. www.iucnredlist.org. Gunaryadi. 2011.Elephas maximusssp. sumatranus. The IUCN Red List of

Threatened Species.Version 2014.2.Wikipedia.2014.

http://en.wikipedia.org/wiki/Sumatran_elephant. Diaksestanggal 12 Oktober 2014.

Hasan, Z. 2009. Penyelesaian Tata Ruang Jadi Prioritas.Kompas. Senin, 9 November 2009 03:19 WIB. Way Jepara.

Heelan, S.J., dan F.W. Ingersoll. 2002.Essentials of Human Parasitology. Delmar. Australia.

Hickman, P.C., L.S. Roberts., A. Larson., dan H.I. Anson. 2005.Integrated Principles Of Zoology. McGraw Hill Higher Education. New York.


(4)

Hing, Stephanie. 2012. A Survey of Endoparasites Bornean ElephantsElephas maximus borneensisin Continuous and Fragmented Habitat.ThesisMaster of Degree. Imperial College London.

International Union for Conservation of Nature (IUCN).2011.

http://www.iucnredlist.org/details/199856/0. Diakses tanggal 12 Oktober 2014.

Jusuf, A., Ruslan, dan M. Selomo. 2013. Gambaran Parasit Soil Transmitted

Helminth dan Tingkat Pengetahuan, Sikap danTindakan Petani Sayur Di Desa Waiheru Kec. Baguala Kota Ambon.Jurnal Kesehatan Lingkungan

Universitas Hasanuddin.

Kementerian Kehutanan. 1999.Taman Nasional Way Kambas. Keputusan Menteri Kehutanan SK No. 670/Kpts-II/1999. Jakarta.

Kementerian Kesehatan. 2006.Pedoman Pengendalian Cacingan. Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006. Jakarta.

Kusumaningsih. 1985.Parasitosis pada HewanTernak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB. Bogor.

Markell, E.K. 2006.Medical Parasitology. WB Saunders Company. Philadelphia. Maryati, S., Syamsuardi., dan Sunarto. 2008. Gajah Sumatera (Elephas maximus

sumatranus). WWF. Jakarta, Indonesia.Website: www.wwf.or.id. Musabine, S.Y. 2013. Malnutrisi Pada Gajah Sumatera (Elephas Maximus

Sumatranus).Artikel ilmiah. Pusat Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas.Lampung.

Nofyan, E., M. Kamal., dan I. Rosdiana. 2010. Identifikasi Jenis Telur Cacing Parasit Usus pada Ternak Sapi (Bossp) dan Kerbau (Bubalus sp) di Rumah Potong Hewan Palembang.Jurnal Penelitian Sains. Edisi Khusus Juni 2010 (D) 10:06 11

Nugroho, C., S.N. Djanah., dan S.A. Mulasari. 2010. Identifikasi Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea) Warung Makan Lesehan Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta.Jurnal KesmasVol.4 No.1, September 2010 ISSN : 1978-0575.

Nurisa, I., dan Ristiyanto. 2005. Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) Di Indonesia.Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol.4 No.3, Desember 2005 : 308-319.


(5)

Okwudili, O.M., dan O.I. Oliver. 2006. Comparative Efficacy Of Ancylol, Ivomec, Mebendazole And Pipperazine AgainstAncylostoma caninumIn

Experimentally Infected Pups.Journal Animal Research InternationalVol.3 No.3 540-544 ISSN 159-3115.

Olsen, O.W. 1974.Animal Parasites: Their Life Cycle and Ecology Third edition. Dover Publications Inc. New York. IBN 0486651266

Prasetyo, H.R. 2013.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Parasit Usus. Sagung Seto. Jakarta.

Rahmann, G., dan H. Seip. 2006. Alternative Strategies to Prevent and Control Endoparasite Deseases in Organic Sheep and Goat Farming Systems.Journal Ressotforschung Fur Den Okologischen Landbau. Institut Fur Okologischen Landbau der FAL. Trenthorst.Wasterau.

Roberts, L.S. dan Janovy, J.J. 2009. Foundations of Parasitology. McGraw Hill. New York, USA. ISBN 0-07-302827-4.

Sambodo, P., dan A. Tethool. 2012. Endoparasit Dalam Feses Bandikut (Echymipera kalubu) (Studi Awal Kejadian Zoonosis Parasitik Dari Satwa Liar).Jurnal AgrinimalVol.2 No.2, Oktober 2012, Hal.71-74.

Sandjaja, B. 2007.Helminthologi Kedokteran Buku II. Prestasi Pustaka. Jakarta. Setyowati, Y.E., dan E. Harlia. 2012. The Identification of Endoparasites of The Deer

At Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jonggol.Skripsi. Faculty of Animal Husbandary, Padjajaran University. Bogor.

Soulsby, E.J.L. 1982.Helminth, arthropods and protozoa of domesticated animals : seven edition. BailliereTindall, a Division of Cassell Ltd. London.

Sulinawati., A.W. Saputra., Ediwan., H.T. Priono., Slamet., dan D. Candra. 2012. Kecacingan Trematoda (Schistosoma spp) pada Badak Sumatera (Dicerorhinos sumatrensis) di Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Veteriner.BPPV

Regional III.Lampung.

Suratri, R., dan A. Sriyanto. 2007.Strategi dan Rencana Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan Tahun 2007-2017. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Thienpont, D., dan F. Rochette. 1979.Diagnosing Helminthiasis by Coprological Examination : First edition. Jansenn Research Foundation. Beerse, Belgium.


(6)

Tiuria, R. J. Pangihutan., R.M. Nugraha., B.P. Priosoeryanto., dan A.R. Hariyadi. 2008. KecacinganTrematoda Pada Badak Jawa Dan Banteng Jawa Di Taman Nasional Ujung Kulon.Jurnal Veteriner, Juni 2008 Vol.9 No.2 94-98 ISSN : 1411- 8327.

Vanitha, V., K. Thiyagesan., dan N. Baskaran. 2011. Prevalence of Intestinal

Parasites Among Captive Asian Elephants Elephas maximus: Effect of Season, Host Demography, and Management System in Tamil Nadu, India.Journal of Threatened Taxa. ISSN 0974-7907. India.

VLA Surveillance Report. 2008. Veterinary Laboratory Agency’s Desease

Surveillance Report for England and Wales for May 2008. Vert Rec 163: 7-10.

Zaman, V. 1989.Atlas Parasitologi Kedokteran Edisi II. Hipokrates. Faculty of Medicine, University of Singapore.