ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PEMBAYARAN MENGGUNAKAN KARTU (APMK) DAN UANG ELEKTRONIK (E-MONEY) TERHADAP PERMINTAAN UANG KARTAL DI INDONESIA (2008:01-2013:12)
ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI PENERIMAAN YANG HILANG (LOSS OFPOTENTIAL REVENUE) PAJAK PARKIR ANTARA SISTEM PEMUNGUTAN MENGHITUNG PAJAK SENDIRI (MPS) DAN TAKSASI
(NON MPS)
(StudiKasus : Mall kartini dan Ramayana di Bandarlampung)
oleh
DESY RATNASARI
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah terjadi potensi penerimaan yang hilang (Loss Of Potential Revenue) pajak parkir Mall dan Pusat Perbelanjaan antara sistem pemungutan MPS dan Non MPS, mengetahui bagaimana perbandingan potensi penerimaan yang hilang (Loss Of Potential Revenue) antara sistem pemungutan MPS dan Non MPS, dan merumuskan upaya-upaya untuk mengurangi penerimaan yang hilang pajak parkir di Kota Bandarlampung. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang diperoleh dari instansi penerimaan Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kota Bandarlampung dan Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kehilangan penerimaan Pajak Parkir di Mall Kartini sebesar Rp 158.555.100,00 dan pada Ramayana sebesar
Rp 216.741.150,00. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi kehilangan penerimaan pajak parkir yaitu upaya Intensifikasi dengan melakukan penetapan target yang realistis, penyempurnaan administrasi pajak. Dan upaya Ekstensifikasi dengan cara peninjauan kembali objek pajak parkir, perlunya kontrol dan pengawasan Dinas Perhubungan, Reward dan Punnishment.
Kata Kunci : Realisasi penerimaan pajak parkir, Potensi penerimaan, kehilangan potensi penerimaan.
(2)
ANALYSIS OFCOMPARATIVE LOSS OF POTENTIAL REVENUE OF PARKING TAX BETWEEN SYSTEM OF SOLE VOTING CALCULATION
(MPS) AND TAKSASI (NON MPS)
(Case Study : Kartini Mall and Ramayana in Bandarlampung)
by
DESY RATNASARI
ABSTRACT
This study aimed to find out whether there is Loss Of Potential Revenue of Mall parking tax between sole voting system (MPS) and non MPS, Knowing what is the ratio of Loss Of Potential Revenue between sole voting system (MPS) and non MPS, and formulate measures to reduce loss of potential revenue of
parking tax in Bandarlampung. The data used are primary and secondary data obtained from agency revenues, Department of Financial Revenue and Asset Bandar Lampung, and Department of TransportationBandarlampung.
The results of this study indicate that Loss Of Potential Revenue of Parking Tax in Kartini Mall for Rp 158,555,100.00 and on Ramayana of Rp 216.741.150,00. The Efforts were made to reduce Loss Of Potential Revenue of Parking Tax, namely The efforts of intensification efforts that doing target setting realistic and improvement of tax administration. And the efforts of extensification by judicial review to parking tax, the need for control and supervision of the Transportation Department, Reward and Punishment.
Keywords: Parking tax revenue, potential revenue, loss of potential revenue.
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Desy Ratnasari lahir pada tanggal 23 Januari 1992 di Bandarlampung. Penulis
lahir sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Hamdan Sa’i dan Ibu Zaiti Ronita.
Penulis memulai pendidikan di TK Dharmawanita pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 1998.
Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di SD N 2 Harapan Jaya yang diselesaikan pada
tahun 2004. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 21 Bandarlampung dan tamat
pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMA Al-azhar 3
Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung Jurusan Ekonomi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2014.
Selama masa kuliah penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
(HIMEPA), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Selain itu penulis pernah menjadi Surveyor
(7)
MOTO
“ Hidup dan nasib bisa berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah sub sistem keteraturan dari sebuah desain holistic yang
sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada
sekecil apapun terjadi karena kebetulan, ini fakta penciptaan yang tak
terbantahkan.”
(Harun Yahya)
“…Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain…”
(Hadist Rasulullah SAW)
“Do whatever you like, be consistent, and success will come naturally” (Desy Ratnasari)
(8)
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
Kedua orang tuaku Hamdan Sa’i dan Zaiti Ronita yang tiada hentinya memberikan kasih sayang,
segala dukungan do’a, dan materi serta didikannya semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat papa dan mama bahagia. Kakak-kakakku Hendrawansyah, Fitria Yulianti, Dio Caesar
Ramadhan, Dian Anggraini serta keponakan tersayang Hafiz Wahyu Saputra, Shifa Aulia Putri,
Aira Putri Diandra, Aria Putra Diandra yang telah memberikan do’a, semangat, dan perhatiannya. Serta semangat dan keinginan besarku meraih gelar SARJANA EKONOMI.
Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
(9)
SANWACANA
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan petunjuk
dan menghiasi diri kita dan ketakwaan kepada-Nya. Segala sesuatu tunduk dalam
kehendak dan keinginannya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Perbandingan Potensi Penerimaan Yang Hilang (Loss OfPotential Revenue) Pajak Parkir Antara Sistem Pemungutan Menghitung Pajak Sendiri (MPS) Dan Taksasi (NON MPS) (StudiKasus : Mall kartini dan Ramayana di
Bandarlampung)”. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan
bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., dan Ibunda Asih Murwiati,S.E.,M.E.
sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
(10)
terselesaikan.
4. Bapak Dr. Toto Gunarto, S.E.,M.Si. selaku dosen penguji yang tidak hanya
menguji namun juga menjadi pengarah dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Heru Wahyudi, S.E.,M.Si. sebagai Pembimbing Akademik.
6. Bapak Imam Awaluddin, S.E.,M.E. selaku dosen sudah banyak membantu
mengarahkan skripsi saya.
7. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama menuntut ilmu
di Universitas Lampung.
8. Keluargaku tercinta, Papa yang tak henti-hentinya memberi motivasi, Mama
yang tak pernah lelah mendoakan, kakak-kakakku Dang Hen, Wo Pipit, Wo
Dian, Dongah Dio yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus serta
ikhlas. Serta keponakan bunda tersayang Hafiz, Shifa, Aira, Aria semoga
kelak akan menjadi sarjana.
9. Staff dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pakde jajan
gedung C, Bu Mar, Bu Yati, Mas Kus, dan Pak De Samiran, serta pegawai
lainnya yang telah banyak membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi
ini.
10.Indah Irasti, A.Md Keb.
11.Sahabat terbaik Sonia, Nova, Dania, Ajeng, Shinta, Caca, Darus, Dimas,
Dede, Dicki, Cermen, Danny, Agus, Ali, dan Fany
12.Hana, Fischa, Enny, Latifa, Via, Eci. Terima kasih teman telah berjuang
(11)
14.Keluarga HMI Komisariat Ekonomi Unila terkhusus angkatan DOL.
15.Keluarga DPM FEB periode 2013-2014 terimakasih atas kebersamaannya.
16.Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2010 dan Teman-teman konsentrasi
Ekonomi Publik dan Fiskal 2010, Amin, Beni, Army, Depoy, Citra, Susanti,
Erika, Monica, Febri, Ardan, Tetik, Diah, Dina, Wuri, Lutfida, Renny, Virgie,
Desi, Hasti dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
17.Kakak-kakak dan Adik-adik EP Kak Dendi, Bang Ferly, Mbak Ocy. (EP 08),
(EP 09), (EP 11), dan (EP 12).
18.Teman-teman pemberi motivasi Gunadi, Bang Agung, Eko, Mba Nia, Kiki,
Sofyan.
19.Teman-teman KKN Pekon Panutan tahun 2013 yang telah memberikan
pengalaman yang luar biasa.
20.Tim Surveyor Peninjauan Harga Bank Indonesia. Terimakasih atas
pembelajarannya.
21.Dan almamater tercinta, Universitas Lampung.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga
skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bandar Lampung, 18 Juni 2014 Penulis,
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kerangka Pemikiran ... 12
E. Batasan Penelitian ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah... 15
B. Sumber-sumber Penerimaan Daerah... 16
C. Peranan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung... 18
D. Pajak... 19
1. Pengertian Pajak... 19
2. Tujuan dan Fungsi Pajak... 21
3. Pengertian Pajak Daerah ... 26
4. Jenis Pajak Daerah... 26
E. Pajak Parkir... 27
1. Subjek dan Objek Pajak Parkir... 28
2. Dasar Pengenaan Pajak Parkir... 30
3. Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir... 31
4. Tata Cara Perhitungan Pajak Parkir... 31
5. Dasar Hukum Pajak Parkir... 32
F. Teori Tax Coverage dan Tax Gap ... 32
G. Penelitian Terdahulu... 36
III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 38
B. Batasan Variabel... 39
C. Cara Pengumpulan data.. ... 39
(13)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Realisasi dan Potensi Sebenarnya Pajak Parkir ... 42
1. Mall Kartini ... 44
2. Ramayana ... 47
B. Pembahasan dan Hasil Perhitungan ... 52
1.Mall Kartini ... 52
2.Ramayana ... 54
C. Faktor-faktor Penyebab Kehilangan Potensi Penerimaan Pajak Parkir di Mall Kartini dan Ramayana ... 56
D. Upaya-upaya Mengurangi Kehilangan Penerimaan Pajak Parkir di Mall Kartini dan Ramayana ... 57
1.Intensifikasi ... 58
2.Ekstensifikasi ... 60
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 63
B. Saran ... 64
Daftar Pustaka ... v Lampiran ...
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kota Bandarlampung Tahun 2003-2012... 4 2. Rata-rata Kontribusi Tiap-tiap Jenis Pajak Daerah Terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandarlampung... 5 3. Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Bandar Lampung
Tahun Anggaran 2012-2013 (Dalam Rupiah)... 7 4. Proporsi Penerimaan Pajak Parkir Berdasarkan Klasifikasi
titik Objek Pajak Parkir ... 9 5. Penelitian Terdahulu... 36 6. Realisasi Penerimaan Pajak Mall Kartini Perbulan
Tahun 2013 ... 45 7. Perhitungan Potensi Penerimaan Parkir Di Mall Kartini
Kota Bandarlampung Tahun 2013 ... 46 8. Realisasi Penerimaan Pajak Parkir Ramayana Perbulan
Tahun 2013 ... 48 9. Perhitungan Potensi Penerimaan Parkir Di Ramayana
Kota Bandarlampung Tahun 2013 ... 49 10.Perhitungan Selisih dari Hasil Perhitungan Potensi
Penerimaan Yang Sebenarnya Dengan Realisasi
Penerimaan... 51
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pajak Daerah Provinsi Lampung Dari Tahun 2001 – 2012... 2
2. Kerangka Pemikiran... 13
3. Tax Coverage Ratio Indonesia tahun 2010-2012... 33
4. Sumbangan Realisasi Penerimaan Pajak Parkir di Bandarlampung ... 43
5. Komposisi Penerimaan Pajak Parkir di Mall Kartini Menurut Jenis kendaraan ... 47
6. Komposisi Penerimaan Pajak Parkir di Mall Kartini Menurut Jenis kendaraan ... 50
7. Komposisi Potensi Penerimaan Yang Hilang Pajak Parkir dan Besarnya Realisasi Penerimaan Pajak Parkir di Mall Kartini ... 53
8. Komposisi Potensi Penerimaan Yang Hilang Pajak Parkir dan Besarnya Realisasi Penerimaan Pajak Parkir di Ramayana ... 55
(16)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat
berasal dari pungutan pajak maupun bukan pajak, serta sumbangan ataupun
bantuan dan pinjaman. Pengelolaan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya
di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu pajak pusat dan pajak daerah.
Pajak pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam
hal ini sebagian besar dikelola oleh direktorat jendral pajak – kementrian
keuangan. Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh direktorat jendral pajak meliputi :
a. Pajak penghasilan (PPh)
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
d. Bea Materai
e. Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan
Sedangkan dalam UU no 28 tahun 2009 jenis Pajak provinsi terdiri dari Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.
Besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh
(17)
0,00 50.000,00 100.000,00 150.000,00 200.000,00 250.000,00 300.000,00 350.000,00 400.000,00
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
J um la h P a ja k Tahun
Pajak Daerah
Pajak DaerahUntuk pajak daerah provinsi lampung yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor,
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok terus mengalami peningkatan seperti yang
dijelaskan pada gambar Pajak Daerah Provinsi Lampung Dari Tahun 2001 – 2012 Sebagai berikut :
Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan (Juta Rupiah) Gambar 1. Pajak Daerah Provinsi Lampung Dari Tahun 2001 – 2012
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pajak daerah Provinsi Lampung
mengalami peningkatan total selama kurung waktu 2001-2012. Pada tahun 2001
jumlah pajak daerah sebesar 24.441,86 juta rupiah. Dan mengalami kenaikan
yang cukup signifikan dimana pada tahun 2012 pajak daerah mencapai
344.239,65 juta rupiah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 Pajak daerah
yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
(18)
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sumber-sumber pendapatan daerah salah satunya merupakan Pendapatan Asli
Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan daerah
dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah
merupakan sumber penerimaan yang memegang andil dalam pengusahaan
pendapatan asli daerah. Selain itu juga ada lain-lain pendapatan yang sah sebagai
penyumbang terakhir dalam PAD.
Pajak daerah merupakan potensi utama yang diupayakan pemerintah, karena
kontribusinya kepada PAD sangatlah menjanjikan. Oleh karenanya pemerintah
daerah lebih jeli lagi untuk menggali potensi pajak yang dapat dipungut untuk
pembiayaan pembanguan daerah, yang nantinya daerah dapat mengandalkan
potensi daerahnya tanpa harus mengandalkan APBN dari pemerintah pusat.
Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki kekayaan alam.
Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi daerah yang dimiliki
akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang
memiliki potensi yang kurang. Kiranya dengan asas ini pemerintah perlu
memberikan jalan keluar agar seluruh daerah yang ada di Indonesia berkembang
secara merata.
Sebagaimana diketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang sangat penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara.
Setiap tahun anggaran pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan
(19)
besar penerimaan negara dari pajak, maka semakin besar pula kemampuan
keuangan negara dalam pembiayaan pembangunan. Sebaliknya semakin kecil
penerimaan negara dari pajak, maka semakin kecil pula kemampuan negara dalam
pembiayaan pembangunannya.
Seperti pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandarlampung Tahun 2003-2012
Tahun Pajak Daerah (Rp)
PAD Kontribusi
(%)
2003 22.427.401.047 36.178.245.566 61,99
2004 23.022.201.494 36.753.584.663 62,64
2005 22.406.753.000 35.511.789.000 63,09
2006 22.304.069.000 36.689.576.000 60,79
2007 27.251.900.000 46.513.716.000 58,59
2008 26.976.594.000 46.137.259.000 58,47
2009 30.411.162.000 53.714.914.000 56,61
2010 38.943.620.000 67.661.519.000 57,55
2011 112.557.355.470 162.818.119.556 69.13
2012 183.436.575.291 275.033.143.471 66,69
Rata-Rata 61,55
Sumber : DPPKA Bandarlampung
Dari rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD kota Bandarlampung sebesar
61,55 % , hal ini membuktikan bahwa pajak daerah memegang peran penting
dalam jumlah PAD kota Bandarlampung. Dalam UU no 28 tahun 2009 jenis
pajak kabupaten/kota ditetapkan dengan penambahan 3 (tiga) jenis pajak
kabupaten/kota yang baru, yaitu PBB Pedesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan pajak sarang burung walet.
Penerimaan pajak yang selama ini dipungut oleh pemerintah pusat diserahkan
kepada daerah sehingga tidak akan berdampak terhadap tambahan beban
masyarakat. Untuk pajak sarang burung walet merupakan pajak baru yang dapat
(20)
sarang burung walet dapat di pungut oleh pemerintah kota apabila daerah itu
mempunyai lahan untuk sarang burung walet.
Ada beberapa jenis pajak yang kontribusinya terhadap PAD Bandarlampung terus
mengalami kenaikan. Adapula jenis pajak yang menurun jumlahnya tiap tahunnya
seperti yang dijelaskan di Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Rata-Rata Kontribusi Tiap-Tiap Jenis Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandarlampung.
Jenis pajak
Tahun (%)
X 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
P. Hotel 15,9
7
7,75 7,95 7,91 7,57 8,03 7,74 7,40 6,00 7,57 8,39
P.Restoran --- 7,16 7,11 7,69 7,26 7,95 8,52 8,60 8,09 9,87 8,03
P. Hiburan 2,19 1,78 1,84 2,20 2,36 2,37 2,77 2,58 2,66 2,97 2,37
P. Reklame
3,96 3,51 3,84 4,32 4,36 4,46 4,57 4,50 4,11 4,27 4,19
P. Peneranga n Jalan 35,4 9 41,4 9 40,0 8 37,7 9 37,4 5 35,0 8 32,6 5 36,7 2 33,4 1 38,2 2 36,8 4 P. Bahan Galian Gol.C
0,63 0,64 0,70 0,92 1,29 0,58 0,47 0,49 0,47 0,61 0,68
Pajak Parkir
--- --- 1,17 1,27 1,11 --- --- --- 0,19 1,63 1,08
Pajak BPHTB --- --- --- --- --- --- --- --- --- --- Pajak PBB P2 --- --- --- --- --- --- --- --- --- ---
Sumber : DPPKA Bandarlampung
Jika dilihat dari tabel kontribusi masing-masing jenis pajak daerah di atas, dapat
disimpulkan bahwa pajak penerangan jalan memberikan kontribusi tertinggi yaitu
36,84% dari total pajak daerah Kota Bandarlampung. Dilanjutkan oleh pajak
hotel dan pajak restoran sebagai pemberi kontribusi terbesar setelah pajak
penerangan jalan yaitu sebesar 8,39% dan 8,03%. Pajak reklame memberi
kontribusi rata-rata 4,19% tiap tahunnya untuk total pendapatan Pajak Daerah
(21)
tahun. Pajak yang paling kecil kontribusinya adalah pajak pengambilan dan
pengolahan bahan galian golongan C, yaitu rata-rata hanya 0,68% tiap tahunnya
dan pajak parkir yang mulai diberlakukan kembali sejak tahun 2009 memberi
kontribusi sebesar 1,08% terhadap total penerimaan pajak daerah.
Peraturan Daerah Kota Bandarlampung Nomor 09 Tahun 2002 Tentang Pajak
Parkir bahwa bahwa UU nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah telah diubah dengan UU nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas
UU nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, maka pajak
parkir merupakan penerimaan daerah kota.
Seiring dengan perkembangan kota, pajak parkir merupakan salah satu potensi
pajak yang harus meningkat tiap tahunnya dan merupakan salah satu penopang
pendapatan daerah. Seharusnya pendapatan pajak parkir bisa meningkat seriring
dengan jumlah kendaraan yang makin bertambah hal ini di buktikan dengan
jumlah kendaraan di provinsi lampung sebanyak 2.078.922.
dan makin bertambahnya objek pajak parkir yaitu 249 titik tempat -parkir. Tetapi
hal ini berbeda dengan realisasi yang ada, pemerintah Kota Bandarlampung tidak
mampu memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013. Sektor
pajak parkir yang dikelola Dishub pun hingga memasuki triwulan ke III ini baru
mencapai Rp1,85 miliar atau 34,62 %. Meskipun target pajak parkir yang dipatok
yakni Rp5,3 miliar.
Berikut ini adalah data target dan realisasi penerimaan pajak parkir tahun
(22)
Tabel 3. Target dan Realisasi Pajak Parkir Kota Bandar Lampung Tahun Anggaran 2012-2013 (Dalam Rupiah)
Tahun Target Realisasi Persentase Pencapaian (%)
Persentase Penyimpangan (%)
2012 4.400.000.000 2.136.801.900 48,56 51,44 2013 5.364.247.192 2.527.275.700 47,11 52,89 Rata-rata 4.882.123.596 2.332.038.800 47,83 52,16
Sumber: Dinas Perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung (data diolah)
Tabel 3 menunjukan bahwa persentase pencapaian pajak parkir kota Bandar
Lampung mengalami penurunan rata-rata sebesar 47,83 persen. Tingkat
Pencapaian ini dirasa masih sangat rendah jika dibandingkan dengan tahun
2003-2004 yang tingkat pencapaianya sebesar 68,77 persen.
Dengan adanya penerimaan potensi yang hilang hal ini berkaitan erat dengan Tax Coverage Ratio dan Tax Gap dalam hal ini yang dimaksud dengan dengan Tax Coverage Ratio adalah perbandingan antara besarnya pajak yang telah dipungut dibandingkan dengan besarnya potensi pajak yang seharusnya dipungut, artinya
jika potensi penerimaan pajak parkir di Bandarlampung bisa mencapai 80 % tetapi
realisasinya hanya mencapai 52,16 % artinya ada penerimaan yang hilang sebesar
27,84 %.
Penetapan pajak parkir oleh pemerintah kota Bandarlampung sebagai salah satu
sektor pendapatan dari pajak daerah. Dengan ditetapkannya pajak parkir ini, maka
tempat-tempat yang semula hanya dikenakan retribusi parkir juga akan dikenakan
pajak parkir, sehingga secara otomatis tarif parkir yang dipakai akan mengalami
(23)
tetapi dari tahun 2003 hingga 2013 ini pajak parkir tidak pernah memenuhi target.
Dengan tidak tercapainya target di duga kebocoraan bisa terjadi pada
pengupayaan pajak daerah kota Bandarlampung, salah satunya pajak parkir karena
meningkatnya jumlah kendaraan yang pesat dikhawatirkan tidak berbanding lurus
dengan pertumbuhan penerimaan dari pajak parkir.
Berdasarkan PERDA No.62 tahun 2012 tentang pajak parkir pasal 5 ayat (3) tarif
parkir untuk kendaraan jenis truk gandengan, traler , dan alat berat lainnya untuk
1 kali (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp4.500,- dan untuk jam berikutnya
dikenakan Rp2.500,- per jam. Bus truk, dan sejenisnya untuk 1 (satu) kali parkir
pada 1 jam pertama Rp4.000,- untuk 1 jam berikutnya dikenakan Rp2.000,- per
jam. Kendaraan angkutan barang/box dan sejenisnya lainnya untuk 1 kali (satu)
kali parkir pada 1 jam pertama Rp3.500,- dan untuk jam berikutnya dikenakan
Rp2.000,- per jam. Sedan, jeep, mini bus, pick up dan sejenisnya untuk 1 kali
(satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp2.500,- dan untuk jam berikutnya
dikenakan Rp1.500,- per jam. Sepeda motor untuk 1 kali (satu) kali parkir pada 1
jam pertama Rp1.500,- dan untuk jam berikutnya dikenakan Rp1.000,- per jam.
Proporsi penerimaan pajak parkir di Bandarlampung berbeda tiap objek tempat
parkirnya. Berikut adalah data proporsi penerimaan pajak parkir berdasarkan
(24)
Tabel 4. Proporsi Penerimaan Pajak Parkir Berdasarkan Klasifikasi titik Objek Pajak Parkir.
Jenis Jumlah Jumlah Penerimaan Persentase Mall dan Pusat Perbelanjaan 7 Rp 1.891.936.900 74,9 % Toko dan Minimarket 58 Rp 93.216.000 3,7 %
Kantor 157 Rp 59.120.400 2,3 %
Kios dan Rumah Makan 8 Rp 12.000.000 0,5 %
Hotel 3 Rp 131.432.400 5,2 %
Fasilitas Publik 6 Rp 339.570.000 13,4 %
Jumlah 239 Rp 2.527.275.700 100 %
Sumber: Dinas Perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung (data diolah).
Dari tabel tersebut menunjukan bahwa jumlah penerimaan pajak parkir dari mall
dan pusat perbelanjaan menduduki penyumbang penerimaan pajak parkir terbesar
pada tahun 2013 yaitu mencapai 74,9 %, sedangkan toko dan minimarket
mencapai 3,7 %. Kantor yang memiliki titik parkir terbesar, menyumbang
penerimaan sebesar 2,3 %. Untuk kios dan rumah makan hanya menyumbang
penerimaan sebesar 0,5 %. Sedangkan untuk hotel dan fasilitas publik
menyumbang penerimaan sebesar 5,2 % dan 13,4 %.
Mall dan pusat perbelanjaan menyumbang proporsi penerimaan pajak parkir
terbesar di kota Bandarlampung. Dalam sistem pemungutannya, mall atau pusat
perbelanjaan di kota Bandarlampung ada yang menggunakan sistem MPS dan
NON MPS. Contohnya untuk yang menggunakan sistem MPS adalah Mall
Kartini, Central Plaza, Chandra, dan Lotus. Sedangkan yang menggunakan NON
MPS adalah mall Ramayana.
Berdasarkan peraturan walikota Bandarlampung nomor 62 tahun 2012 tentang
(25)
pemungutan, yaitu : (1) Untuk tempat parkir yang memakai karcis maupun sistem
komputerisasi, pajak parkir dipungut dengan cara menghitung pajak sendiri
(MPS), (2) Untuk tempat parkir yang tidak memakai karcis tempat penitipan dan
atau garasi kendaraan bermotor, pajak parkir dipungut dengan cara taksasi (Non
MPS).
Dari beberapa obyek pajak parkir yang berada di mall atau pusat perbelanjaan,
terdapat perbedaan jumlah penerimaan yang diterima oleh pemerintah. Namun
dari penerimaan yang didapatkan, terdapat potensi kehilangan (Loss Potential) dari penerimaan pajak parkir. Potensi kehilangan tersebut kemungkinan berasal
dari sistem pemungutan yang di berlakukan di obyek pajak parkir khususnya di
mall atau pusat pebelanjaan.
Ada beberapa alasan yang dapat menimbulkan kebocoran atau kehilangan potensi
pada pajak parkir, antara lain: Pengenaan tarif pajak yang terlalu tinggi sehingga
memungkinkan para wajib pajak mengelak dari kewajibannya, kemudian hotel
enggan untuk membayar pajak parkir hotel dan restoran.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis mengangkat judul penelitian
“Analisis Perbandingan Potensi Penerimaan Yang Hilang (Loss Of Potential Revenue) Pajak Parkir Antara Sistem Pemungutan MPS dan NON MPS (Studi Kasus : Mall Kartini dan Ramayana di Bandarlampung)”.
(26)
B. Permasalahan
Pajak daerah merupakan potensi penerimaan terbesar PAD di kota
Bandarlampung yang nantinya di gunakan untuk pembiayaan pembangunan
daerah itu sendiri oleh karena itu pemerintah daerah mengupayakan menggali
potensi pajak yang ada di daerah tersebut. Potensi pajak parkir semakin tinggi
mengingat sudah banyaknya titik tempat yang dipungut pajak parkir dan
meningkatnya jumlah kendaraan yang ada di kota Bandarlampung. Titik tempat
parkir yang dipungut oleh pemerintah daerah salah satunya adalah Mall dan Pusat
Perbelanjaan dan merupakan penyokong terbesar pajak parkir di bandarlampung.
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan yang akan diteliti adalah Apakah
terjadi Loss of PotensialRevenue pajak parkir di Mall atau Pusat perbelanjaan yang menggunakan sistem pemungutan MPS dan NON MPS? Bagaimana
perbandingan Loss PotentialRevenue kedua sistem pemungutan pajak parkir tersebut? Dan bagaimana upaya untuk mengurangi Loss of Potensial Revenue pajak parkir di Kota Bandarlampung?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah terjadi potensi penerimaan yang hilang (Loss Of Potential Revenue) pajak parkir Mall dan Pusat Perbelanjaan antara sistem pemungutan MPS dan Non MPS.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana perbandingan potensi penerimaan yang
hilang (Loss Of Potential Revenue) antara sistem pemungutan MPS dan Non MPS.
3. Merumuskan upaya-upaya untuk mengurangi penerimaan yang hilang
(27)
D. Kerangka Pemikiran
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan
bersinambungan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara
material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu
banyak memperhatikan masalah pembiayaan. Salah satu usaha dalam
pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber-sumber dana yang
berasal dari dalam negeri yaitu pajak. Banyak ahli memberikan batasan tentang
pajak, definisi pajak menurut para pakar, diantarannya pengertin pajak yang
dikemukakan oleh Tubagus Chairil dalam bukunya. Perpajakan menyebutkan
bahwa, Pajak adalah iuran Negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh
wajib pajak membayarnya menurut peraturan dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran dalam menjalankan pemerintahan. (Chairil,
2000:1).
Potensi pajak parkir yang dimiliki pemerintah cukup tinggi jika dilihat dari jumlah
kendaraan dan tempat-tempat umum yang ada di kota Bandarlampung, terutama
pada Mall dan Pusat Perbelanjaan yang menjadi penyokong terbesar pajak parkir
di Bandarlampung. Selisih antara potensi pajak parkir sebenarnya dengan
realisasi penerimaan pajak parkir yang didapatkan oleh pemerintah yang dapat
dikatakan Loss Of Potential Revenue atau Potensi Penerimaan yang Hilang. Seperti pada Gambar 2 sebagai berikut:
(28)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
E. Batasan Penelitiaan
Pembatasan penelitian ini pada pajak parkir, lokasi penelitian, dan jangka waktu
perhitungan. Pembatasan hasil ini agar hasil hitung lebih fokus dan terperinci.
1. Potensi Parkir yang dimaksud adalah jumlah kendaraan yang parkir
ditempat tujuan penelitian.
2. Potensi Penerimaan pajak parkir adalah jumlah jenis kendaraan yang
parkir hasil perhitungan dikalikan dengan tarif dasar dikalikan jam kerja
dikalikan tarif dasar parkir.
Loss Of Potential Revenue
= Potensial
–
Realisasi Penerimaan
Potensi
Penerimaan
Realisasi
Penerimaan
(29)
3. Realisasi penerimaan pajak parkir yang dimaksud adalah realisasi yang
didapat dari Dinas Pendapatan UPTD Parkir Kota Bandarlampung untuk
Mall kartini dan Ramayana.
4. Lokasi yang diamati dibatasi hanya pada Mall dan pusat perbelanjaan
yaitu Mall Kartini dan Ramayana. Kedua lokasi dipilih untuk mengetahui
dan membandingkan potensi kehilangan penerimaan pajak parkirnya
dengan sistem pemungutan MPS dan Non MPS.
Mall kartini merupakan pusat perbelanjaan yang menggunakan sistem
komputerisasi atau Menghitung Pajak Sendiri (MPS).
Sedangkan Ramayana merupakan pusat perbelanjaan yang tidak
menggunakan sistem komputerisasi dalam pemungutan biaya parkirnya
atau cara Taksasi (Non MPS). Di Ramayana terdapat 9 titik tempat parkir
oleh PT. Mitra Bina Persada yaitu Ramayana Bank Pasar, Ramayana bawah, Ramayana bawah tangga, Ramayana depan pintu masuk,
Ramayana depan toko buah, Ramayana depan toko pramuka, Ramayana pintu keluar pasar bawah, Ramayana samping kanan, dan Ramayana depan rumah makan dua saudara.
5. Perhitungan Potensi Penerimaan Parkir dihitung dengan cara :
(30)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pemerintah Daerah
Perubahan ke-4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas mengenai bentuk dan
susunan pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Pasal
18 ayat (1) berbunyi : “Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah-daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
Undang-undang.” Sedang Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa:
“Pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur
kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.” Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 adalah
sebagai berikut: “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas,
(31)
otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana
unsur penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota
dan perangkat daerah.
B.Sumber-Sumber Penerimaan Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diperbaharui
menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, sumber-sumber penerimaan
daerah terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk
mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai
kegiatannya. PAD terdiri dari :
a. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan pemerintah daerah dengan
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah yaitu pungutan daerah yang dilakukan sehubungan dengan suatu
jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemda secara langsung dan nyata kepada
(32)
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Yaitu merupakan penerimaan yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari laba Perusahan
Daerah Air Minum (PDAM).
d. Lain-lain PAD Yang Sah
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan,
- Jasa giro,
- Pendapatan bunga,
- Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau
pengadaan barang dan jasa oleh daerah.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak dan non pajak. Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Aturan, persentase bagi hasil,
bagaimana mengelolanya diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan pusat daerah. Persoalan DAU lebih banyak dihabiskan
untuk pembiayaan pemerintah seperti pembayaran gaji pegawai sisanya untuk
pembangunan. Sedangkan pengucuran DAK perlu lebih terkoordinir dengan
dokumen perencanaan di daerah.
3. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Adalah pendapatan lainnya dari pemerintah pusat dan atau dari instansi pusat,
serta dari daerah lainnya. Lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari bantuan dana
kontijensi / penyeimbang / penyesuaian dari pemerintah, dana darurat yang
(33)
bancana nasional, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sumber-sumber keuangan daerah meliputi :
a. Dari pendapatan daerah melalui pajak yang sepenuhnya diserahkan kepada
daerah atau bukan menjadi wewenang pemajakan pemerintah pusat dan masih
ada potensinya di daerah.
b. Penerimaan dari jasa pelayanan daerah, seperti tarif perijinan dll.
c. Pendapatan daerah yang diperoleh dari laba perusahaan daerah yaitu perusahaan
yang mendapatkan modalnya sebagian atau seluruhnya dari kekayaan daerah.
d. Penerimaan dari perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah tentang hal ini masing-masing berbeda persentase
penerimaannya.
e. Pendapatan daerah karena pemberian subsidi secara langsung atau
penggunaannya ditentukan untuk daerah tersebut, seperti pelaksanaan instruksi
presiden.
f. Pemberian bantuan dari pemerintah psat yaitu yang bersifat khusus karena
keadaan-keadaan tertentu.
g. Pemerintah daerah yang didapat dari pinjaman-pinjaman yang dilakukan
pemerintah daerah.
C.Peranan Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Lampung
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa untuk
(34)
Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil perusahaan milik daerah,
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah). Pemerintah daerah melakukan upaya maksimal dalam
pengumpulan pajak daerah dan retribusi daerah. Besarnya penerimaan daerah dari
sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan sangat membantu pemerintah dalam
melaksanakan kegiatan pembangunan di daerah serta dapat mengurangi
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat sesuai dengan
harapan yang diinginkan dalam otonomi daerah Yulita (2012) dalam Riady
(2010).
D. Pajak
1. Pengertian Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik
materiil maupun sprituil. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu
banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Dalam suatu negara
pastilah terdapat pemerintahan yang berperan mengatur seluruh kepentingan
masyarakat dan dalam menjalankan roda pemerintahan diperlukan biaya yang
jumlahnya sangat besar untuk memperlancar jalannya pemerintahan tersebut.
Biaya itu berasal dari pendapatanpendapatan pemerintah yang salah satunya
bersumber dari pajak. Betty (2011) dalam Ilyas (2000) menjelaskan bahwa penerimaan pemerintah yang digunakan dalam membiayai pembangunan berasal
dari beberapa sumber yang dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan
(35)
berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri
dan penerimaan dari badan usaha milik pemerintah sedangkan sumber penerimaan
yang lainnya adalah berasal dari pajak.
Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan negara. Dengan demikian
setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti dan harus berurusan dengan
pajak baik mengenai pengertiannya, kegunaan, dan manfaat serta mengetahui hak
dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Pengertian atau definisi perpajakan sangat
berbeda-beda namun perbedaan tersebut pada prinsipnya mempunyai inti atau
tujuan yang sama. Beberapa pengertian mengenai pajak menurut para ahli
perpajakan antara lain: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum (Fieldmann dalam Resmi, 2003).
Menurut Guritno pada buku Ekonomi Publik Pajak merupakan suatu pungutan
yang dipaksakan oleh pemerintah untuk berbagai tujuan. Misalnya untuk
membiayai penyediaan barang dan jasa publik untuk mengatur perekonomian,
dapat juga mengatur konsumsi masyarakat. Karena sifatnya yang dipaksakan
tersebut maka pajak akan mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat atau
seseorang.
Menurut Prakoso dalam Betty 2011 pengertian Pajak adalah iuran wajib anggota
masyarakat kepada negara karena undang-undang dan atas pembayaran tersebut
pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Senada
(36)
Kasus, mengatakan pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk
membiayai Publict Investment.
Sedangkan pengertian pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1989
menyebutkan bahwa pajak adalah pungutan wajib biasanya berupa uang yang
harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau
pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dsb.
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas
negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. Menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi, tidak ada jasa timbal balik
dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Menurut
Rifqy Sabatini dalam Sudarsono (1994) pajak adalah iuran kepada Negara yang
dapat dipaksakan yang terutang oleh yang w ajib membayarnya yang menurut
peraturan dengan tidak dapat mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk penggunaannya dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
2. Tujuan dan Fungsi Pajak
Secara umum tujuan diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi
(37)
demikian mentransfer sumber dari konsumsi, (2) untuk mendorong tabungan dan
menanam modal, (3) untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan
pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah, (4) untuk
memodifikasi pola investasi, (5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, (6)
untuk memobilisasi surplus ekonomi Betty (2012) dalam Muklis (2002). Untuk
mencapai tujuan, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan dalam
memilih alternatif pemungutannya sehingga di dapat keserasian dalam
pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Rosdiana dan
Tarigan (2005) menjelaskan beberapa syarat yang penting untuk diperhatikan
dalam mendesain sistem pemungutan pajak diantaranya adalah :
a. Equity/Equality
Keadilan merupakan salah satu asas yang sering kali menjadi pertimbangan
penting dalam memilih policy option yang ada dalam membangun sistem
perpajakan. Suatu sistem perpajakan dapat berhasil apabila masyarakatnya merasa
yakin bahwa pajak-pajak dipungut pemerintah telah dikenakan secara adil dan
setiap orang membayar sesuai dengan bagiannya.
- Pendekatan Keadilan
Asas equity (keadilan) mengatakan bahwa pajak itu harus adil dan merata. Pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan
kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan juga sesuai dengan
manfaat yang diterimanya dari negara.
- Asas Keadilan dalam Pajak Penghasilan
Keadilan dalam Pajak Penghasilan terdiri dari keadilan horizontal dan
(38)
horizontal apabila wajib pajak yang berada dalam kondisi yang sama
diperlakukan sama. Sedangkan asas keadilan vertikal terpenuhi apabila
wajib pajak yang mempunyai tambahan kemampuan ekonomis yang
berbeda diperlakukan tidak sama.
b. Asas Revenue Productivity
Revenue productivity principle merupakan asas yang lebih menyangkut kepentingan pemerintah sehingga asas ini oleh pemerintah sering dianggap
sebagai asas yang terpenting. Dalam hal pajak sebagai sebagai penghimpun dana
dari masyarakat untuk membiayai pembangunan (fungsi budgetair) maka dalam pemungutannya harus selalu dipegang teguh asas produktivitas penerimaan, tetapi
hendaknya dalam implementasinya tetap harus diperhatikan bahwa jumlah pajak
yang dipungut jangan sampai terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan
ekonomi.
c. Asas Ease of Administration
Asas ini sangat penting, baik untuk fiskus maupun wajib pajak. Prosedur
pemungutan pajak yang rumit dapat menyebabkan wajib pajak enggan membayar
pajak dan bagi fiskus, akan menyulitkan dalam mengawasi pelaksanaan kewajiban
wajib pajak.
- Asas Certainty
Asas certainty (kepastian) menyatakan bahwa harus ada kepastian, baik bagi petugas pajak maupun semua wajib pajak dan seluruh masyarakat.
(39)
Asas conveinience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang
menyenangkan/memudahkan wajib pajak, misalnya pada saat menerima
gaji atau penghasilan lain. Asas convenience bisa juga dilakukan dengan cara membayar terlebih dahulu pajak yang terutang selama satu
tahun pajak secara berangsur-angsur setiap bulan.
- Asas Efficiency
Asas efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi fiskus
pemungutan pajak dikatakan efiisen jika biaya pemungutan pajak yang
dilakukan oleh kantor pajak (antara lain dalam rangka pengawasan
kewajiban wajib pajak) lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil
dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan
efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin.
- Asas Simplicity
Pada umumnya peraturan yang sederhana akan lebih pasti, jelas dan
mudah dimengerti oleh wajib pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun
suatu undang-undang perpajakan, harus diperhatikan juga asas
kesederhanaan.
d. Asas Neutrality
Asas neutrality mengatakan bahwa pajak harus bebas dari distorsi-baik distorsi terhadap konsumsi maupun distorsi terhadap produksi serta faktor-faktor ekonomi
lainnya. Artinya pajak seharusnya tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk
(40)
menghasilkan barang-barang dan jasa serta tidak mengurangi semangat orang
untuk bekerja. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pajak diorientasikan
kepada kesenangan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat
dan kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut menjadikan manusia secara
sadar dan sukarela untuk membayar sejumlah pajak yang terutang. Pemungutan
pajak dari masyarakat tidak boleh semata-mata akan tetapi harus memperhatikan
aspek-aspek pembangunan yang ada. Terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu fungsi
budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerrend (mengatur), (Resmi,2004,h.2).
- Fungsi Budgetary ( sumber keuangan negara )
Pajak mempunyai fungsi budgetary artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik
rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara,
pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan
berbagai jenis pajak.
- Fungsi Regulatory ( mengatur )
Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan. Sebagai fungsi regulatory, yaitu megatur perekonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi
(41)
3. Pengertian Pajak Daerah
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 34 tahun
2000 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah “Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Sedangkan Menurut Marsyahrul (2004) pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah
daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah
(APBD). Jadi dapat disimpulkan pajak dearah adalah iuran wajib masyarakat
yang dikelola oleh pemerintah daerah yang sifatnya bisa memaksa dan hasilnya
untuk pembangunan daerah.
4. Jenis-jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang No.28 Tahun 2009 jenis-jenis pajak daerah adalah
sebagai berikut: Pajak Daerah Kabupaten/Kota menurut UU 28/2009 terdiri dari:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
(42)
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
E.Pajak Parkir
Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan penyelenggaraan tempat parkir diluar
badan jalan oleh orang pribadi atau badan baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan
penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang menurut
bayaran. Pembayaran pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan
yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau
tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota untuk dapat dipungut pada
suatu daerah kabupaten/kota pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
peraturan daerah tentang pajak parkir yang akan menjadi landasan hukum
operasional dan teknis dalam teknis pelaksanaan dan pengenaan dan pemungutan
pajak parkir didaerah kabupaten atau kota yang bersangkutan dalam kemampuan
pajak parkir terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui.
1. Tempat parkir adalah tempat parkir diluar bidan jalan, yang disediakan
oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan
pokok usaha termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
(43)
2. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai
imbalan atas penyerahan barang atau jasa pembayaran kepada
penyelenggaraan tempa parkir.
3. Pengusaha parkir adalah orang pribadi atau badan hukum yang
menyelenggarakan usaha parkir atau jenis lainnya pada gedung peralatan
milik pemerintah / swasta orang pribadi atau badan yang dijadikan tempat
parkir untuk dan atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain yang
menjadi tanggungannya.
4. Gedung parkir adalah tempat parkir kendaraan, tempat penyimpan
kendaraan dan tempat mengeluarkan kendaraan kendaraan yang berupa
gedung milik pemerintah, swasta, orang pribadi atau badan yang dikelola
sebagai tempat parkir kendaraan.
5. Peralatan parkir adalah peralatan milik pemerintah, swasta, orang pribadi
atau badan diluar badan jalan atau dikelola sebagai tempat parkir.
6. Garasi adalah bangunan atau ruang yang dipakai untuk menyimpan
kendaraan bermotor yang dipungut bayaran.
1. Subjek dan Objek Pajak Parkir
Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir
kendaraan bermotor. Sedangkan wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau
badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Setiap penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha
maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan kendaraan bermotor, dipungut pajak dengan nama pajak parkir. Objek
(44)
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
Objek pajak parkir yang disediakan berkaiatan dengan pokok usaha yaitu :
1. Perhotelan / Penginapan / Wisma / Tempat Wisata
2. Restoran / Rumah Makan\
3. Perbankan
4. Pasar Swalayan dan Pertokoan
5. Apotik dan Wartel / Warnet
6. Rumah Sakit / Rumah Bersalin / Klinik / Praktek Dokter
7. BUMN / BUMD / PT / CV
8. Tempat hiburan / Rekreasi/ Gedung Bioskop / Bilyar / Kolam Renang /
Pemancingan
9. Tempat Penjualan Kendaraan Bermotor (show room)
Objek pajak parkir yang disediakan sebagai suatu usaha yaitu gedung parkir atau
areal parkir yang disediakan khusus untuk tempat parkir, objek parkir penyediaan
tempat penitipan kendaraan bermotor yaitu tempat yang disediakan untuk
penitiapan kendaraan bermotor, baik berupa bangunan gedung maupun lahan
terbuka termasuk pangkalan truk.
Tidak termasuk objek pajak parkir sebagaiamana yang dimaksud adalah :
1. Penyelenggaran tempat parkir oleh pemerintah dan pemerintah daerah
2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk
karyawannya sendiri
3. Penyelenggaran tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara
(45)
4. Penyelenggaraan tempat parrkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.
2. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Parkir
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Jumlah yang seharusnya dibayar,
termasuk potongan harga parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada
penerima jasa parkir.
Untuk tarif tempat parkir adalah sebagai berikut :
a. Truk gandengan, Traler, dan alat berat lainnya
1) Untuk 1 (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp.4.500
2) Untuk 1 jam berikutnya dikenakan Rp.2.500/jam
b. Bus, Truk dan sejenisnya
1) Untuk 1 (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp.4.000
2) Untuk 1 jam berikutnya dikenakan Rp.2.000/jam
c. Kendaraan Angkutan Barang/Box dan sejenisnya
1) Untuk 1 (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp.3.500
2) Untuk 1 jam berikutnya dikenakan Rp.2.000/jam
d. Sedan, Jeep, Mini Bus, Pick Up, dan sejenisnya
1) Untuk 1 (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp.2.500
2) Untuk 1 jam berikutnya dikenakan Rp.1.500/jam
e. Sepeda Motor
1) Untuk 1 (satu) kali parkir pada 1 jam pertama Rp.1.500
(46)
Untuk tempat parkir yang tidak menggunakan karcis dihitung dengan cara
mengalikan 30 % dari jumlah perolehan yang seharusnya diterima, untuk tempat
parkir menggunakan system komputer dihitung dengan cara mengalikan 30 % dari
jumlah bayaran atau yang seharusnya dibayar, untuk tempat penitipan kendaraan
dihitung dengan cara mengalikan 30 % dari jumlah bayaran atau yang seharusnya
dibayar.
3. Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir
Pemungutan pajak parkir tidak dapat di borongkan artinya seluruh proses kegiatan
pemungutan pajak parkir tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, walaupun
demikian dimungkinkan antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman
suratnya kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek dan subjek pajak.
Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan
perhitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan
penagihan pajak.
Untuk tempat parkir yang memakai karcis maupun system komputerisasi, pajak
parkir dipungut dengan cara mmenghitung pajak sendiri (MPS)
Untuk tempat parkir yang tidak memakai karcis tempat penitipan dan atau garasi
kendaraan bermotor, pajak parkir, sipungut dengan cara taksasi (NON MPS)
4. Tata Cara Perhitungan Pajak Parkir
Cara perhitungan pajak parkir yang telah di tetapkan adalah sebagai berikut:
Parkir terutang =Tarif pajak parkir x Dasar pengenaan
=Tarif pajak parkir x Jumlah
pembayaran untuk pemakaian tempat parkir
(47)
Keterangan :
Tarif pajak parkir : 30 %
Dasar pengenaan : jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
kepada penyelenggara tempat parkir.
5. Dasar Hukum Pajak Parkir
Dasar hukum pemungutan pajak parkir pada suatu kabupaten atau kota
sebagaimana dibawah ini :
1. UU No. 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas UU No. 18 tahun
1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
2. Peraturan pemerintah No. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.
3. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak parkir.
4. Keputusan Bupati / Walikota yang mengatur tentang pajak parkir sebagai
aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak parkir pada
kabupaten/kota yang dimaksud.
F. Teori Tax Coverage dan Tax Gap
Tax Coverage Ratio adalah perbandingan antara besarnya pajak yang telah
dipungut dibandingkan dengan besarnya potensi pajak yang seharusnya dapat
dipungut. Tax Coverage Ratio merupakan indikator untuk menilai tingkat
keberhasilan pemungutan pajak. Perkembangan Tax Coverage Ratio di Indonesia
(48)
Sumber : Singgih Ripath, 2013;3
Gambar 3. Tax Coverage Ratio Indonesia tahun 2010-2012
Berdasarkan data yang disajikan PPH OP mengalami peningkatan dari tahun ke
tahunnya. Pada tahun 2010 PPH OP memiliki persentase Tax Coverage Ratio sebesar 23,6% yang diikuti kenaikan di tahun 2011 dan 2012 menjadi 24,6% dan
26,0%. Sedangkan pada PPH Badan cenderung naik dan turun. Pada tahun 2011
PPH Badan meliki persentase sebesar 41,3%, kemudian mengalami kenaikan
sebar 1% menjadi 42,3% diikuti tahun 2012 mengalami penurunan menjadi
37,0%. PPH lainnya yang memiliki persentase terkecil , pada tahun 2010
memiliki persentase sebesar 2,5%, kemudian pada tahun 2011 mengalami
(49)
tahun 2010 39,3 % kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 6,5
% menjadi 32,8 pada tahun 2012 turun sebesar 5,6 % menjadi 26,9 .
Dan untuk PPN yang memiliki persentase terbesar, pada tahun 2010 memiliki
persentse sebesar 56,8 % dan untuk tahun 2011, 2012 memiliki persentase 56,4 %
dan 60,3 %.
Penggunaan Tax Ratio sebagai ukuran kinerja perpajakan juga diperdebatkan karena kadang-kadang kontradiktif dengan data dan fakta ekonomi lainnya.
Sugema (2004) misalnya, mempertanyakan penerimaan pajak yang tinggi tetapi berasosiasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah. Ini ditunjukkan oleh
fakta bahwa selama masa Orde Baru, Tax Ratio sebesar 7,4 persen namun pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen. Saat pemerintahan Abdurrahman
Wahid Tax Ratio mencapai 10,7 persen dari PDB dan pertumbuhan ekonomi menurun menjadi menjadi 4,8 persen. Pada saat pemerintahan Megawati, ketika
Tax Ratio mencapai 13,5 persen, pertumbuhan ekonomi justru terus turun mencapai 4,2 persen.
Tidak validnya Tax Ratio sebagai ukuran kinerja penerimaan pajak kemudian memunculkan usulan untuk melihat kinerja penerimaan pajak melalui beberapa
indikator lain, antara lain Tax Coverage Ratio. Menurut perhitungan DJP di tahun 2003, Tax Coverage Ratio kita tidak pernah mencapai besaran 77%. Hal ini menunjukkan masih besarnya potensi pajak yang tidak dapat dijangkau oleh DJP.
Faktor penyebabnya bukan semata kesalahan DJP namun juga dipicu oleh
pincangnya akses data, kuatnya ekonomi terselubung (Underground Economy) dan lemahnya kepatuhan sukarela dari masyarakat wajib pajak (Gunawan, 2008).
(50)
Sedangkan Tax Gap merupakan selisih antara jumlah potensi pajak yang dapat dipungut (Taxes Owed) dengan jumlah realisasi penerimaan pajak (Taxes Paid). Tax Gap menunjukkan potensi penerimaan yang belum berhasil direalisasikan oleh otoritas pajak suatu negara.
Dalam penghitungan Tax Gap tidak ada lagi permasalahan perbedaan struktur sistem perpajakan pada kedua sisi, pembilang maupun penyebut. Ketika
membandingkan dengan negara lain, penggunaan Tax Gap dianggap lebih Fair karena perbedaan struktur perpajakan seperti tarif pajak, basis pajak, dan
komponen penerimaan pajak telah dinetralisasi.
Dengan memakai Tax Gap, kinerja otoritas pajak suatu negara semata diukur dengan kemampuannya mengumpulkan penerimaan pajak dibandingkan dengan
yang seharusnya dikumpulkan. Ukurannya adalah seberapa mampu otoritas pajak
suatu negara membuat para pembayar pajaknya patuh (Comply) melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Ada tiga komponen yang menyebabkan Tax Gap menurut Mazur dan Plumley (2007), yaitu: 1) Nonfilling Gap yaitu perbedaan karena wajib pajak telat lapor atau tidak melaporkan pajak sama sekali; 2) Underreporting Gap yaitu perbedaan karena adanya kesalahan dalam pelaporan pajak yang mengakibatkan naiknya
hutang pajak; dan 3) Underpayment Gap yaitu perbedaan karena telatnya pembayaran pajak.
Ada pun upaya memperkecil Tax Gap antara lain dengan meningkatkan
kemampuan otoritas pajak dalam mengakses data serta meningkatkan Voluntary Compliance Wajib Pajak. Upaya memperkecil Tax Gap sangat tergantung
(51)
seberapa banyak otoritas pajak mampu menghimpun data transaksi ekonomi.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebenarnya telah mempunyai Privilege untuk memperoleh data dan informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 35A
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Selain kemampuan otoritas pajak untuk menga
kses data dibutuhkan Voluntary Compliance yang baik dari Wajib Pajak.
Voluntary Compliance adalah kepatuhan yang secara sukarela dilaksanakan oleh masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Untuk meningkatkan Voluntary Compliance, DJP tidak dapat berjalan sendirian karena perbaikan pelayanan yang dituntut pembayar pajak tidak hanya pelayanan
perpajakan, melainkan seluruh pelayanan publik yang notabene dibiayai oleh
pembayar pajak.
Pembayar pajak akan sukarela membayar pajaknya jika mereka merasakan
manfaatnya dalam bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah di
berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, serta pelayanan publik
lainnya.
G. Penelitian Terdahulu
PENELITI JUDUL VARIABLE METODE HASIL
Siti Fatimah (2006).
Analisis Potensi Pajak Parkir Kota Bandar Lampung Pendapatan Asli Daerah Pajak Parkir Deskriptif Kualitatif. Bahwa penerimaan pajak parkir masih rendah, hal ini menunjukan bahwa
(52)
PENELITI JUDUL VARIABLE METODE HASIL penetapan target pajak belum sesuai dengan potensi yang ada. Antonius Bagus (2008). Tata Cara Perhitungan Pajak Parkir dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah Pajak Parkir. Deskriptif Kualitatif. Pajak parkir di Kota Semarang mengalami penurunan sebesar 0,001%. Ika Muthoharoh (2009). Peran Pajak Parkir dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Malang. Pendapatan Asli Daerah Pajak Parkir. Deskriptif Kualitatif. Bahwa pajak parkir menjadi salah satu komponen pajak daerah yang mendukung pembanguna n Kota Malang. Nur Indah Rahmawati (2010). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap alokasi belanja daerah (studi pada pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah).
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Alokasi belanja daerah. Analisis Regresi Linier Berganda. Bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah.
(53)
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer
Sumber data yang diperlukan pada penelitian ini diperoleh dari hasil observasi
langsung ke lapangan dengan cara mendatangi dan menghitung jumlah kendaraan
yang parkir di tempat tujuan penelitian. Dan di bantu dari petugas menjaga parkir.
2. Data Sekunder
Untuk data sekunder diperoleh Dinas Pendapatan Pegelolaan Keuangan dan Aset
Kota Bandarlampung dan Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung yaitu
Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah tahun 2001-2012 yang berasal dari
Dinas Pendapatan, Pegelolaan Keuangan dan Aset Kota Bandarlampung dan
Realisasi pajak parkir di Kota Bandarlampung yang berasal dari Dinas
Perhubungan Kota Bandarlampung.
(54)
B. Batasan Variabel
Variabel penelitian adalah suatu atribut, nilai/sifat dari objek , individu/kegiatan
yang mempunyai banyak variasi tertentu antara satu dan lainnya yang telah
ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan dicari informasinya serta ditarik
kesimpulannya. Adapun yang menjadi variabel penelitian ini adalah Pajak parkir
yaitu keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
Terdapat 239 objek pajak parkir yang ada di kota Bandarlampung tetapi dalam
penelitian ini batasan variabelnya adalah pusat perbelanjaan dengan indikator
Mall kartini dan Ramayana.
C. Cara Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan.
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara mengamati serta mencatat jumlah kendaraan
yang parkir yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini. Observasi dibantu
dengan hasil wawancara dengan petugas parkir dan petugas pendata pajak
parkir dari Unit Pelayanan Teknis Dispenda. Perhitungan tersebut dhitung
berdasarkan asumsi bahwa saat hari libur yang jatuh pada hari senin-kamis
jumlah kendaraan yang parkir sama dengan saat akhir pekan. Selain itu
terdapat satu minggu sebelum Hari Raya Idul Fitri dimana jumlah kendaraan
(55)
2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada petugas atau pegawai di lingkungan pemerintah
daerah yaitu Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung. Wawancara didukung
oleh beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan namun proses wawancara
tidak tertata atau tidak menggunakan konsep kuisioner atau pilihan jawaban.
D.Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Deskriptif
Kuantitatif. Hasil perhitungan potensi pajak parkir yang diperoleh dibandingkan
dengan realisasi penerimaan yang dicapai oleh pemerintah Kota Bandar Lampung.
Kemudian hasil perbandingan yang diperoleh dijabarkan dan dianalisis sesuai
dengan permasalahan. Data potensi diperoleh dari minggu ke 2 bulan April di
ambil minggu pertengahan sehingga dapat mewakili rata-ratanya.
Perhitungan kehilangan potensi penerimaan pajak parkir adalah :
Loss of Potential Revenue = TRo – TRg
Dimana :
TRo = Total potensi penerimaan pajak parkir
TRg = Realisasi penerimaan pajak parkir yang dibuat pemerintah pada Unit Pelayanan Teknis Dinas Perhubungan.
Perhitungan potensi penerimaan pajak parkir
TRo = P x Qo
Dimana :
TRo = Total potensi penerimaan pajak parkir
(56)
Qo = jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara.
(hasil observasi)
1. Perhitungan Pajak Parkir
Jumlah Kendaraan Tarif \Dasar Hari Kerja Tarif Pajak
Mobil 2.500 30 30%
Motor 1.500 30 30%
Sumber: Dinas Perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung.
Pajak Pakir : -Mobil = Jumlah kendaraan x Tarif dasar x Hari Kerja x Tarif Pajak Parkir .
-Motor = Jumlah Kendaraan x Tarif dasar x Hari Kerja x Tarif Pajak Parkir.
(57)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
1. Potensi penerimaan pajak parkir di Mall Kartini sebesar Rp 443.403.000,00
dengan jumlah kendaraan Sedan, Pick Up, Mini Bus, dan Jeep sebanyak 26.460 dan kendaraan sepeda motor sebanyak 38.080. Sehingga terdapat
potensi penerimaan yang hilang (Loss of Potential Revenue) sebesar Rp 158.555.100,00 atau 32,40 % dari potensi penerimaan pajak parkir yang di
dapat di mall kartini.
2. Potensi penerimaan pajak parkir di Ramayana secara menyeluruh yaitu
sebesar Rp 275.119.200,00 dengan jumlah kendaraan Sedan, Pick Up, Mini Bus, dan Jeep sebanyak 4.836 dan kendaraan sepeda motor sebanyak 42.888. realisasi yang didapat dari dinas perhubungan hanya sebesar Rp
96.000.000,00. Maka kehilangan potensi penerimaan (Loss of Potential Revenue) sebesar Rp 216.741.150,00 atau 69,30 % dari potensi penerimaan pajak parkir yang ada di ramayana.
3. Bahwa sistem Pemungutan Menghitung Pajak Sendiri (MPS) lebih sedikit
Potensi penerimaan yang hilang dibandingkan dengan sistem pemungutan
(58)
4. Realisasi yang didapat oleh Dinas Perhubungan masih terlalu rendah,
pengawasan yang masih lemah, dan kurangnya sarana, jumlah petugas pajak
parkir dan banyak pungutan liar khususnya di Ramayana merupakan
faktor-faktor yang menyebabkan kehilangan potensi penerimaan pajak parkir di Mall
Kartini dan Ramayana.
5. Upaya yang dapat mengurangi kehilangan potensi penerimaan pajak parkir
ditempuh dengan dua cara yaitu Intensifikasi dan Ekstensifikasi. Intensifikasi penerimaan yaitu dengan melakukan penertapan target yang lebih realistis,
penetapan target penerimaan oleh dinas perhubungan yang mengetahui
potensi pajak parkir yang ada, Reward dan Punishment, melengkapi sarana dan menambah jumlah petugas pajak parkir untuk kedua pusat perbelanjaan
tesebut juga melakukan pengawasan dan kontrol kemudian menerapkan
sistem komputerisasi untuk ramayana.
Ekstensifikasi yaitu dengan menggali sumber-sumber penerimaan pajak parkir yang belum terjamah oleh Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung.
B. Saran
Berdasakan hasil perhitungan dan pembahasan serta simpulan di atas, maka
sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah khususnya dinas perhubungan
UPTD Parkir Kota Bandarlampung adalah.
1. Pembuatan target penerimaan hendaknya dilakukan seobjektif mungkin
dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki, untuk itu diperlukan
(59)
Perhubungan UPTD parkir Kota Bandarlampung yaitu dalam memberikan
informasi yang sesuai dengan fakta yang ada sehingga pajak parkir dapat
memberikan sumbangan yang lebih besar bagi peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
2. Perlunya dilakukan perhitungan kembali secara tepat tentang besarnya
potensi pajak parkir yang ada di Mall Kartini dan Ramayana sehingga
penetapan target dapat diperkirakan secara realistis.
3. Dinas perhubungan UPTD parkir Kota Bandarlampung sebagai badan
pemungut pajak sebaiknya melakukan kordinasi dengan para pengelola parkir
untuk penetapan target dan melakukan pendataan para wajib pajak parkir.
4. Dinas perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung harus lebih
mengoptimalkan potensi yang ada dari sektor pajak parkir agar penerimaan
dari sektor pajak parkir akan meningkat tiap tahunnya.
5. Diberlakukan sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang melanggar prosedur
sesuai peraturan yang berlaku.
6. Perlunya perubahan sistem pemungutan pajak parkir untuk Ramayana dengan
menggunakan sistem komputerisasi agar potensi penerimaan yang hilang bisa
(60)
DAFTAR PUSTAKA
Singgih, R. 2013. Intensif Fiskal dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional dan Industri Berwawasan Lingkungan. Jurnal. Tim Asistensi Keuangan Bidang Ekonomi Hijau. Jakarta.
Antonius, B.M. 2008. Tata Cara Perhitungan Pajak Parkir dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Studi pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Semarang Tahun 2006. Tugas Akhir. Universitas Katolik Soegijaptanata. Semarang.
Siti, N. 2009. Income Tax Gap. Jurnal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ika, M. 2009. Peran Pajak Parkir dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Malang. Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Malang.
Aulia, E.P. 2010. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Book Tax Gap dan Pengaruhnya Terhadap Persistensi Laba. Jurnal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Dinda, L. 2009. Pelaksanaan Pemungutan Pajak dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi. Jurnal. Universitas Gunadarma. Bekasi.
Ryan, A. 2005. Manfaat Pengendalian Internal dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak Parkir di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Skripsi. Universitas Widyatama. Bandung.
(61)
Imam, M. 2012. Pentingnya Kepatuhan Pajak dalam Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Masyarakat. Jurnal. Universitas Kristen Maranata. Bandung.
Dewi, S. 2010. Tinjauan Efektifitas Pajak Parkir dan Kontribusinya dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Jurnal. Universitas Komputer Indonesia. Bandung.
Ninna. 2009. Analisis Kontribusi Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Malang. Jurnal. STIE. MDP. Palembang.
Chairuddin, S.N. 2003. Analisis Potensi dan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia Periode 1990-2000. Jurnal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Anggun, K. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.
Gunawan, S. 2008. RuwetnyaTax Ratio. Jurnal. STAN. Jakarta.
Fernando, A.J. 2010. Analisis Optimasi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung tahun 2003-2009. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Yulita,Y. 2012. Analisis Kehilangan Potensi Penerimaan Pajak Reklame Terpasang Stusi Kasus UPTD Kecamatan Tanjung Karang Pusat dan Tanjung Karang Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Kristian, A. 2008. Quo Vadis Tax Ratio Indonesia. Jurnal. DPPK. Jakarta.
Betty, R. 2011. Analisis Potensi Pajak Hotel Terhadap Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi. Semarang.
(62)
Rifqy.S. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel Di Kota Semarang. Skripsi. Semarang.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Walikota Bandarlampung Nomor 62 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Parkir
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan: Teori dan Kasus. Salemba Empat, Jakarta. 420 hlm.
K. Judisseno, Rimsky. 2005. Pajak dan Strategi Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 482 hlm.
Mangkoe soebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 297 hlm.
(1)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
1. Potensi penerimaan pajak parkir di Mall Kartini sebesar Rp 443.403.000,00 dengan jumlah kendaraan Sedan, Pick Up, Mini Bus, dan Jeep sebanyak 26.460 dan kendaraan sepeda motor sebanyak 38.080. Sehingga terdapat potensi penerimaan yang hilang (Loss of Potential Revenue) sebesar Rp 158.555.100,00 atau 32,40 % dari potensi penerimaan pajak parkir yang di dapat di mall kartini.
2. Potensi penerimaan pajak parkir di Ramayana secara menyeluruh yaitu sebesar Rp 275.119.200,00 dengan jumlah kendaraan Sedan, Pick Up, Mini Bus, dan Jeep sebanyak 4.836 dan kendaraan sepeda motor sebanyak 42.888. realisasi yang didapat dari dinas perhubungan hanya sebesar Rp
96.000.000,00. Maka kehilangan potensi penerimaan (Loss of Potential Revenue) sebesar Rp 216.741.150,00 atau 69,30 % dari potensi penerimaan pajak parkir yang ada di ramayana.
3. Bahwa sistem Pemungutan Menghitung Pajak Sendiri (MPS) lebih sedikit Potensi penerimaan yang hilang dibandingkan dengan sistem pemungutan cara Taksasi atau NON MPS.
(2)
4. Realisasi yang didapat oleh Dinas Perhubungan masih terlalu rendah,
pengawasan yang masih lemah, dan kurangnya sarana, jumlah petugas pajak parkir dan banyak pungutan liar khususnya di Ramayana merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kehilangan potensi penerimaan pajak parkir di Mall Kartini dan Ramayana.
5. Upaya yang dapat mengurangi kehilangan potensi penerimaan pajak parkir ditempuh dengan dua cara yaitu Intensifikasi dan Ekstensifikasi. Intensifikasi penerimaan yaitu dengan melakukan penertapan target yang lebih realistis, penetapan target penerimaan oleh dinas perhubungan yang mengetahui potensi pajak parkir yang ada, Reward dan Punishment, melengkapi sarana dan menambah jumlah petugas pajak parkir untuk kedua pusat perbelanjaan tesebut juga melakukan pengawasan dan kontrol kemudian menerapkan sistem komputerisasi untuk ramayana.
Ekstensifikasi yaitu dengan menggali sumber-sumber penerimaan pajak parkir yang belum terjamah oleh Dinas Perhubungan Kota Bandarlampung.
B. Saran
Berdasakan hasil perhitungan dan pembahasan serta simpulan di atas, maka sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah khususnya dinas perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung adalah.
1. Pembuatan target penerimaan hendaknya dilakukan seobjektif mungkin dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara pihak pengelola parkir dengan Dinas
(3)
Perhubungan UPTD parkir Kota Bandarlampung yaitu dalam memberikan informasi yang sesuai dengan fakta yang ada sehingga pajak parkir dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Perlunya dilakukan perhitungan kembali secara tepat tentang besarnya potensi pajak parkir yang ada di Mall Kartini dan Ramayana sehingga penetapan target dapat diperkirakan secara realistis.
3. Dinas perhubungan UPTD parkir Kota Bandarlampung sebagai badan
pemungut pajak sebaiknya melakukan kordinasi dengan para pengelola parkir untuk penetapan target dan melakukan pendataan para wajib pajak parkir. 4. Dinas perhubungan UPTD Parkir Kota Bandarlampung harus lebih
mengoptimalkan potensi yang ada dari sektor pajak parkir agar penerimaan dari sektor pajak parkir akan meningkat tiap tahunnya.
5. Diberlakukan sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang melanggar prosedur sesuai peraturan yang berlaku.
6. Perlunya perubahan sistem pemungutan pajak parkir untuk Ramayana dengan menggunakan sistem komputerisasi agar potensi penerimaan yang hilang bisa diminimalisir seminim mungkin.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Singgih, R. 2013. Intensif Fiskal dalam Upaya Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional dan Industri Berwawasan Lingkungan. Jurnal. Tim Asistensi Keuangan Bidang Ekonomi Hijau. Jakarta.
Antonius, B.M. 2008. Tata Cara Perhitungan Pajak Parkir dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Studi pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Semarang Tahun 2006. Tugas Akhir. Universitas Katolik Soegijaptanata. Semarang.
Siti, N. 2009. Income Tax Gap. Jurnal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Ika, M. 2009. Peran Pajak Parkir dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di kota Malang. Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Malang.
Aulia, E.P. 2010. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Book Tax Gap dan Pengaruhnya Terhadap Persistensi Laba. Jurnal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Dinda, L. 2009. Pelaksanaan Pemungutan Pajak dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi. Jurnal. Universitas Gunadarma. Bekasi.
Ryan, A. 2005. Manfaat Pengendalian Internal dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak Parkir di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Skripsi. Universitas Widyatama. Bandung.
(5)
Imam, M. 2012. Pentingnya Kepatuhan Pajak dalam Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Masyarakat. Jurnal. Universitas Kristen Maranata. Bandung.
Dewi, S. 2010. Tinjauan Efektifitas Pajak Parkir dan Kontribusinya dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Pengelolaan Keuangan Kabupaten Bandung. Jurnal. Universitas Komputer Indonesia. Bandung.
Ninna. 2009. Analisis Kontribusi Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Malang. Jurnal. STIE. MDP. Palembang.
Chairuddin, S.N. 2003. Analisis Potensi dan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia Periode 1990-2000. Jurnal. Universitas Indonesia. Jakarta.
Anggun, K. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Skripsi. Universitas Diponogoro. Semarang.
Gunawan, S. 2008. Ruwetnya Tax Ratio. Jurnal. STAN. Jakarta.
Fernando, A.J. 2010. Analisis Optimasi Penerimaan Pajak Reklame Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandar Lampung tahun 2003-2009. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Yulita,Y. 2012. Analisis Kehilangan Potensi Penerimaan Pajak Reklame Terpasang Stusi Kasus UPTD Kecamatan Tanjung Karang Pusat dan Tanjung Karang Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Kristian, A. 2008. Quo Vadis Tax Ratio Indonesia. Jurnal. DPPK. Jakarta.
Betty, R. 2011. Analisis Potensi Pajak Hotel Terhadap Realisasi Penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi. Semarang.
(6)
Rifqy.S. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel Di Kota Semarang. Skripsi. Semarang.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Walikota Bandarlampung Nomor 62 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Pajak Parkir
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan: Teori dan Kasus. Salemba Empat, Jakarta. 420 hlm.
K. Judisseno, Rimsky. 2005. Pajak dan Strategi Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 482 hlm.
Mangkoe soebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 297 hlm.