EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis ) PADA FIELD 2004 AFDELING I PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON DESA WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

ABSTRAK

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN
KARET (Hevea brasiliensis ) PADA FIELD 2004 AFDELING I PT PERKEBUNAN
NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON DESA WAY GALIH
LAMPUNG SELATAN
Oleh
ALDITA DWI ASTUTY

Karet (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan
konstribusi didalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Karet merupakan bahan baku yang
menghasilkan lebih dari 50.000 jenis barang. Produksi karet alam 46% digunakan untuk
pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis barang lainnya.
Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan getah (lateks) yang optimal
maka harus diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang optimum diinginkan oleh tanaman.
Persyaratan penggunaan lahan akan menetukan kualitas lahan yang diperlukan agar tanaman
dapat berproduksi dengan baik dan lestari. Evaluasi lahan pada hakekatnya adalah proses
untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya, dan dengan
evaluasi lahan tersebut, potensi lahan dapat dinilai dengan tingkat pengelolaan yang
dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai kesesuaian lahan secara kualitatif dan kuantitatif

tanaman karet pada lahan di Field 2004 Afdeling I PTPN VII (Persero) Unit Usaha Kedaton
Way Galih Tanjung Bintang.

ii

Evaluasi kesesuaian lahan kualitatif pada penelitian menggunakan kriteria dari Djaenuddin
dkk. (2000), sedangkan evaluasi kesesuaian lahan kuantitatif melakukan analisis finansial
dengan menghitung NPV, Net B/C, IRR dan BEP.
Hasil penelitian menunjukkan, lahan pertanaman karet di PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero) Unit Usaha Kedaton termasuk ke dalam kelas cukup sesuai (S2) dengan faktor
pembatas retensi hara (C-Organik) dan secara finansial layak untuk dilanjutkan, dengan nilai
NPV sebesar Rp 6.698.032.692, Net B/C sebesar 8, IRR sebesar 26 % thn-1, BEP dicapai
pada 16 tahun 1 bulan 15 hari.
Kata kunci : Hevea brasiliensis, Evaluasi kesesuaian kualitatif dan kuantitatif

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Oktober 1990, sebagai anak

kedua dari dua bersaudara yang merupakan buah kasih pasangan Hari Warso Wasono
dan Wiwin Yudistiawati.

Jenjang pendidikan penulis diawali dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Kartika II-6
Bandar Lampung, Sekolah Dasar di SD Kartika II-5 Bandar Lampung dan selesai pada
tahun 2002, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandar Lampung
yang diselesaikan pada tahun 2005 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10
Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negara
Ratu, Way Kanan dan pada tahun 2011 penulis melaksanakan praktik umum di PT
Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Lampung Selatan.

iv

SANWACANA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena penulis

diberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M.S., sebagai Dosen Pembimbing I yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan,
arahan, saran dan motivasi yang hebat dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Rusdi Evizal, M.S., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Kabul Mahi, M.S., sebagai pembahas dan penguji
materi yang telah memberikan saran serta arahan guna penyempurnaan skripsi
ini.
4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. KES Manik, M.S., selaku Pembimbing Akademik yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani studi di
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

v


7. Bapak Harianto, selaku sinder Afdeling I PTPN VII Unit Usaha Kedaton atas
segala bantuan yang diberikan.
8. Ayahanda, Ibunda tercinta, dan kakak ku, Rizky Aldilla Tamtura, S.T., atas
segala kasih sayang, doa, semangat, serta nasehat yang selalu diberikan yang
tak pernah usai dan lelah untuk sebuah pengharapan dan cita-cita di masa
depanku.
9. Sahabat-sahabatku, Maya Puspitasari, Devita Alfandri, Savita Panca, Natasya
Anindya, Okta Dianasari, Christie Teddy, Yoran Ratami, Ina R Arifin yang
telah memberikan dukungan, bantuan, doa dan memberikan canda tawa
kepada penulis.
10. Teman teman angkatan 2007, 2008, 2009, Kak Bernof, Mbak Ida, Mbak Pipit,
Tahtia, Ulil dan Gagat atas segala saran dan masukannya.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 26 Januari 2015
Penulis

Aldita Dwi Astuty


vi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ ........

x

I. PENDAHULUAN .....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ................................................................

1


1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................

3

1.3 Kerangka Pemikiran .............................................................................

3

1.4 Hipotesis ..............................................................................................

4

II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

6

2.1 Konsep Tanah dan Lahan ....................................................................

6


2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan ..................................................................

7

2.3 Pendekatan Evaluasi Lahan ..................................................................

7

2.4 Klasifikasi Kesesuaian Lahan ...............................................................

8

2.5 Tanaman Karet .....................................................................................

14

2.5.1 Botani ..........................................................................................

14


2.5.2 Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet .........................................

15

2.5.3 Budidaya Tanaman Karet ...........................................................

16

2.6 Biaya Usaha Tani ..................................................................................

25

2.6.1 Net Present Value (NPV) .............................................................

25

2.6.2 Net Benefit / Cost Rasio (Net B/C) ...............................................

25


2.6.3 Internal Rate or Return (IRR) .......................................................

26

2.6.4 Break Event Point (BEP) ..............................................................

26

III. BAHAN DAN METODE ......................................................................

27

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................

27

3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................

27


3.3 Metode Penelitian ..............................................................................

28

vii
3.3.1 Persiapan .................................................................................

29

3.3.2 Prasurvey ..................................................................................

29

3.3.3 Pengumpulan Data ...................................................................

30

3.3.4 Analisis Data ............................................................................


34

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. .

37

4.1 Hasil Pengamatan ....................................................................... ........

37

4.1.1 Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif ................................. ........

37

4.1.2 Kelas Kesesuaian Lahan Kuantitatif................................ ........

43

4.2 Pembahasan ............................................................................... ........

50

4.2.1 Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif ................................. ........

50

4.2.2 Kelas Kesesuaian Lahan Kuantitatif ............................... ........

52

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

54

5.1 Kesimpulan ................................................................................ ........

54

5.2 Saran ........................................................................................... ........

54

PUSTAKA ACUAN ......................................................................................

55

LAMPIRAN .......................................................................................... ........

56

xi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Kelas kesesuaian lahan tanaman karet di daerah penelitian. ......................

42

2. Nilai Pajak Hak Guna Usaha (PHGU) pertahun PT Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton. ..........................................

44

3. Biaya Penyusutan. ......................................................................................

45

4. Kebutuhan pupuk pada lahan penelitian. ....................................................

46

5. Kebutuhan pestisida pada lahan penelitian. ................................................

46

6. Biaya tenaga kerja pada lahan penelitian. ...................................................

47

7. Penerimaan PT Perkebunan Nusantara VII (Persero)
Unit Usaha Kedaton. ..................................................................................

49

8. Nilai NPV, Net B/C, IRR, BEP. ................................................................. `

50

9. Persyaratan klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman karet menurut
Kriteria Djaenuddin dkk (2000). ..............................................................

59

10. Data suhu udara (oC) Tahun 2004-2013 Kecamatan
Lampung Selatan. .....................................................................................

60

11. Data curah hujan (mm) Tahun 2004-2013 Kecamatan
Lampung Selatan. .....................................................................................

61

12. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke- 1. .............................................

62

13. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-2. ..............................................

63

14. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-3. ..............................................

64

15. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-4. ..............................................

65

16. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-5. ..............................................

66

xi

17. Deskripsi profil bor tanah pada tanah ke-6. ..............................................

67

18.Analisis contoh tanah pada lokasi penelitian. ............................................

68

19. Cash flow tanaman karet pada lokasi penelitian. ......................................

69

20. Perhitungan analisis finansial pada lokasi penelitian. ...............................

72

21. Perhitungan analisis Net B/C pada lokasi penelitian. ...............................

73

22. Perhitungan analisis IRR pada lokasi penelitian. .....................................

74

23. Perhitungan analisis BEP pada lokasi penelitian. .....................................

75

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Peta lokasi penelitian...................................................................................

76

2. Titik Pengeboran Pada Lahan Penelitian ...................................................

77

3. Penampang profil bor lahan penelitian .......................................................

78

4. Kedalaman tanah ........................................................................................

78

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Masalah

Karet (Hevea brasiliensis) merupakan komoditas ekspor yang mampu
memberikan konstribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Pada tahun
2013 ekspor karet sebanyak 2.7 juta ton senilai US$ 6,91 miliar (PT. Bank Ekspor
Indonesia (Persero), 2013). Karet merupakan bahan baku yang menghasilkan
lebih dari 50.000 jenis barang. Produksi karet alam 46% digunakan untuk
pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan beribu-ribu jenis
barang lainnya (Setyamidjaja, 1999).
Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi produsen karet terbesar dunia
karena negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia semakin kekurangan
lahan dan semakin sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga
keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia akan semakin baik. Kayu karet
juga mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu asal hutan, dan dengan
meningkatnya permintaan terhadap karet alam maka usaha tani tanaman karet
akan menguntungkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan getah (lateks) yang
optimal maka harus diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang optimum
diinginkan oleh tanaman. Persyaratan penggunaan lahan akan menetukan kualitas

2

lahan yang diperlukan agar tanaman dapat berproduksi dengan baik dan lestari
(Hardjowigeno, 2001). Evaluasi lahan pada hakekatnya adalah proses untuk
menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya, dan dengan
evaluasi lahan tersebut, potensi lahan dapat dinilai dengan tingkat pengelolaan
yang dilakukan. Ciri dasar evaluasi lahan yaitu membandingkan persyaratan
penggunaan dengan karakteristik dan kualitas lahan. Evaluasi lahan meliputi
terhadap perubahan yang mungkin terjadi dan pengaruh dari perubahan tersebut,
karena itu evaluasi lahan meliputi pertimbangan ekonomis tidaknya memulai
suatu usaha, konsekuensi sosial bagi masyarakat didaerah bersangkutan dan bagi
negara, dan konsekuensi merugikan atau menguntungkan bagi lingkungan (Mahi,
2013).

Tanaman karet adalah tanaman berumur panjang dan secara ekonomi satu siklus
pertanaman membutuhkan waktu sekitar 30 tahun. Lama siklus pertanaman karet
ini menyebabkan perlu adanya suatu pengelolaan yang baik, baik dari budidaya
tanaman maupun dari segi finansial. Terdapat beberapa klon di afdeling 1 yaitu
GT1, PB 260, PR 225 dan BPM 24. Pemilihan lokasi ini didasarkan beberapa
faktor yang mendukung pertumbuhan tanaman karet secara fisik memiliki potensi
untuk dikembangkan dan secara finansial sangat menguntungkan (PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton, 2012).

3

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilai kesesuaian lahan secara kualitatif tanaman karet pada lahan di Field
2004 Afdeling I PTPN VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Tanjung
Bintang, berdasarkan kriteria Djaenuddin dkk.(2000).
2. Menilai keseuaian lahan secara kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan
finansial tanaman karet pada lahan di Field 2004 Afdeling I PTPN VII
(Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Tanjung Bintang, dengan
menghitung nilai NPV, Net B/C, IRR, dan BEP.

1.3. Kerangka Pemikiran

Evaluasi lahan adalah proses penilaian daya guna sumberdaya lahan untuk
berbagai alternatif penggunaan produktif seperti : pertanian, kehutanan,
peternakan, dan bersamaan dengan penggunaan tersebut disertai pula dengan
pelayanan atau keuntungan lain, seperti : konservasi daerah aliran sungai, daerah
wisata, dan perlindungan margasatwa. Ciri dasar evaluasi lahan yaitu
membandingkan potensi sumber daya lahan dengan kebutuhan berbagai macam
penggunaan, karena pada kenyataannya berbagai macam penggunaan
membutuhkan potensi sumberdaya lahan yang berbeda (Mahi, 2005).

Berdasarkan keterangan yang didapatkan bahwa PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero) Unit Usaha Kedaton yang berada di ± 18 Km dari Kota Bandar
Lampung tepatnya berada di Wilayah Kecamatan Tanjung Bintang dan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan, jenis tanah podsolik dengan kejenuhan basa

4

40%, pH 4,5 – 6 dengan curah hujan rata-rata 2053 mm per tahun dan kandungan
C-organik sekitar < 0,5. Rata-rata produksi PT. Perkebunan Nusantara VII
(Persero) Unit Usaha Kedaton selama lima tahun terakhir sebesar 1.392 kg ha-1
thn-1 dan berdasarkan wawancara dengan Sinder pendapatan sekitar Rp 47 juta ha1

thn-1 dengan pengeluaran sekitar Rp 20 juta sampai Rp 24 juta ha-1 thn-1

(PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton, 2012).

Menurut kriteria Djaenudin dkk.(2000), lahan yang sangat sesuai dengan tanaman
karet mempunyai kriteria antara lain kemiringan lereng < 8%, kejenuhan basa <
35%, pH 5.0-6.0 dan curah hujan 2.500-3000 mm/tahun. Kriteria Djaenudin
dkk.(2000) merupakan kriteria yang digunakan dalam melakukan evaluasi lahan
berdasarkan faktor fisik lingkungan, dan penilaian sedangkan penilaian secara
kuantitatif adalah dengan menganalisa kelayakan finansial budidaya tanaman
karet yang dilakukan dengan menghitung nilai Net B/C ratio, NPV, IRR, dan,
BEP.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajurkan dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman karet atas dasar faktor fisik
lingkungan adalah cukup sesuai berdasarkan kriteria Djaenudin dkk. (2000)
dengan faktor pembatas C-organik (S2nr).

5

2. Usaha tani karet pada lahan di Field 2004 Afdeling I PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Lampung Selatan
layak secara finansial.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Tanah dan Lahan

Lahan (land) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan bahkan
keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan
berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan dalam pengertian yang lebih luas
termasuk yang telah dipengaruhi oleh aktifitas flora, fauna dan manusia baik di
masa lalu maupun di saat sekarang (FAO, 1976). Tanah adalah akumulasi tubuh
alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan planet bumi yang mampu
menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan
jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam relief tertentu selama
jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1990).

Kegiatan survei dan pemetaan sumberdaya alam, bagian lahan satu dengan
lainnya dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya yang terdiri dari iklim,
landfrom, tanah atau hidrologi sehingga terbentuk satuan-satuan lahan. Pemisahan
satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisi dan interpretasi dalam
menilai potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan
(Djaenudin dkk., 2000).

7

2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan adalah penilaian kecocokan tipe lahan untuk tipe
penggunaan tertentu yang lebih detail. Evaluasi kesesuaian lahan harus
dilaksanakan seacra menyeluruh (holistik) sesuai dengan prinsip dan tujuan
evaluasi lahan (Mahi, 2013). Menurut Hardjowigeno (1985), evaluasi lahan
merupakan penghubung antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi dan
teknologi dengan tujuan sosial ekonominya. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk
meningkatkan nilai suatu lahan untu tujuan tertentu. Sedangkan Djaenuddin dkk.
(2000) menyatakan bahwa evaluasi lahan merupakan proses menduga kelas
kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non
pertanian.

Mendapatkan lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan yang
dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan digunakan kriteria
klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum maupun
yang bersifat khusus, tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat
yang dikandung lahan artinya hanya sampai pada pembentukkan kelas kesesuaian
lahan sedangkan, menyangkut produksi hanya berupa dugaan berdasarkan potensi
kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim dkk., 1996).

2.3. Pendekatan Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah penggunaan parameter sosial-ekonomi dalam menilai data
fisik. Berkaitannnya dengan parameter sosial-ekonomi, dapat dibedakan dua
pendekatan evaluasi lahan yaitu evaluasi kualitatif dan kuantitatif (Djaenuddin

8

dkk., 2000). Evaluasi kualitatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan cara
mengelompokan lahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan perbandingan
relatif kualitas lahan tanpa melakukan perhitungan secara terinci dan tepat biaya
dan pendapatan bagi penggunaan lahan tersebut.

Evaluasi kuantitatif merupakan evaluasi lahan yang dinyatakan dalam istilah
ekonomi berupa masukan (input) dan keluaran (output), benefit cost ratio atau
dalam pendapatan bersih dan sebagainya. Menurut Mahi (2005), evaluasi
kuantitatif dibutuhkan untuk proyek khusus dalam pengambilan keputusan,
perencanaan, dan investasi. Nilai uang digunakan pada data kuantitatif secara
ekonomi yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi. Penilaian nilai uang
akan memudahkan melakukan perbandingan bentuk-bentuk produksi yang
berbeda, hal ini memungkinkan karena dapat menggunakan satu harga yang
berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang dibandingkan. Evaluasi
kuantitatif biasanhya dilakukan dengan melakukan klasifikasi lahan.

2.4. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan aturan yang harus diikuti dalam evaluasi
lahan. Aturan tersebut disusun menjadi suatu sistem dalam evaluasi lahan. Sistem
yang ditetapkan merupakan kesepakatan tentang kaidah yang akan dipakai dalam
evaluasi lahan. Kaidah-kaidah tersebut dapat diubah, tetapi harus didasarkan pada
alasan-alasan yang tepat dan disepakati oleh pakar evaluasi lahan yang berasal
dari berbagai disiplin ilmu seperti perencanaan pertanian, ahli tanah, ahli
agronomi dan lain-lain (Hardjowigeno, 2001).

9

Menurut Djaenudin dkk. (2003), kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu
bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai
kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih spesifik lagi kesesuaian
lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim,
tanah, topografi, hidrologi atau drainase sesuai untuk suatu usahatani atau
komoditas tertentu yang produktif. Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan
potensial. Kesesuaian aktual adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan
data, belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan dan tingkat
pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala faktor-faktor
pembatas yang ada disetiap satuan peta lahan. Kesesuaian potensial merupakan
kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat
manajemen atau pengelolaan yang akan ditetapkan sehingga dapat diduga tingkat
produktifitas dari suatu lahan hasil produksi persatuan luasnya (Hardjowigeno,
1985).

Menurut FAO (1976), struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan
menurut tingkatannya, yaitu sebagai berikut :
1. Ordo
Ordo menunjukan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat oerdo kesesuaian
lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong
tidak sesuai (N).

10

2. Kelas
Kelas menunjukan keadaan tingkat kesesuaian suatu lahan dalam ordo. Pada
tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan kedalam tiga kelas,
dan yang tidak sesuai ada dua kelas, yaitu sebagai berikut :
a. Kelas S1 (sangat sesuai)
Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap
penggunaannya secara berkelanjutan atau ada faktor pembatas yang minim
sekali dan tidak mengurangi produktivitas secara nyata.
b. Kelas S2 (cukup sesuai)
Lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini berpengaruh
terhadap produktivitasnya sehingga lahan memerlukan masukan (input).
c. Kelas S3 (sesuai marginal)
Lahan mempunyai faktor pembatas berat dan faktor pembatas ini
berpengaruh terhadap produktivitasnya sehingga diperlukan masukan
(input) yang lebih banyak dibandingkan lahan yang tergolong S2.
d. Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini)
Lahan mempunyai faktor pembatas yang lebih berat tetapi memungkinkan
untuk diatasi.
e. Kelas N2 (tidak sesuai permanen)
Lahan mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan tidak
memungkinkan untuk diperbaiki karena sifatnya permanen.
3. Sub Kelas
Sub kelas menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan
dalam suatu kelas kesesuaian lahan.

11

4. Unit
Unit merupakan keadaan tingkat dalam sub kelas kesesuaian lahan, yang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua
unit yang berada di dalam satu sub kelas mempunyai tingkatan yang sama dalam
kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkatan sub kelas.
Menurut Djaenuddin dkk. (2000), deskripsi karakteristik lahan yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai
berikut :
a. Temperatur (tc)
Karakteristik lahan yang menggambarkan temperatur adalah suhu tahunan rata
rata dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi yang ada.
b. Ketersediaan Air (wa)
Karakteristik ketersediaan air digambarkan oleh keadaan curah hujan tahun ratarata atau curah hujan selama masa pertumbuhan, bulan kering, dan kelembaban.
c. Ketersediaan Oksigen (oa)
Karakteristik lahan yang manggambarkan ketersediaan oksigen adalah kelas
drainase, yaitu merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap
aerasi udara dalam tanah.
d. Media Perakaran (rc)
Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari :
1) Kelas Drainase tanah dibagi menjadi 6 kelas, yaitu : sangat buruk, buruk,
agak buruk, agak baik, baik, dan berlebihan.
2) Tekstur tanah dibagi menjadi 5 kelas, yaitu : halus, agak halus, sedang,
agak kasar, dan kasar.

12

3) Bahan kasar dengan ukuran > 2mm, yang menyatakan volume dalam %,
merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil,
kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah.
4) Kedalaman tanah, menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang
dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang dievaluasi,
dan dibedakan menjadi :
sangat dangkal < 20 cm
dangkal

20 - 50 cm

sedang

50 - 75 cm

dalam

> 75 cm

e. Retensi Hara (nr)
Retansi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur - unsur hara
atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi di
dalam tanah sesuai untuk hara - hara tertentu maka unsur hara yang terjerap akan
dilepaskan dan dapat diserap oleh tanaman. Retensi hara di dalam tanah di
pengaruhi oleh KTK, kejenuhan basa, pH dan C-organik.
f. Toksisitas (xc)
Daerah pantai merupakan salah satu daerah yang mempunyai kadar garam yang
tinggi. Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang
bersifat salinitas.
g. Bahaya Sulfidik (xs)
Bahaya sulfidik dinyatakan oleh kedalaman ditemukannya bahan sufidik yang
diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik atau pirit (FeS2).

13

Pengujian sulfidik dapat dilakukan dengan cara meneteskan larutan H2O2 pada
matrik tanah, dan apabila terjadi pembuihan menandakan adanya lapisan pirit.
Kedalaman sulfidik hanya digunakan pada lahan bergambut dan lahan yang
banyak mengandung sulfida serta pirit.
h. Sodisitas (xn)
Kandungan Natrium dapat ditukar.
i. Bahaya Erosi (eh)
Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah yang
hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah tererosi.
j. Bahaya Banjir (fh)
Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondis lahan yang pada permukaan
tanahnya terdapat genangan air.
k. Penyiapan Lahan (lp)
Mengamati dan menghitung batu-batu di permukaan dengan melihat ada tidaknya
batu-batu kecil atau besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan tanah
(%),Singkapan batuan diamati dengan melihat ada tidaknya batuan-batuan besar
yang tersingkap pada lokasi penalitian (%).

14

2.5. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

2.5.1. Botani
Morfologi tanaman karet menurut Agroindonesia (2005) adalah :
a. Akar
Tanaman karet termasuk ke dalam subkelas Dicotyledone, oleh karena itu akar
tanaman karet berupa akar tunggang.

b. Batang
Batang umumnya tumbuh lurus dengan percabangan dibagian atas. Batang
mengandung getah atau lateks. Karet yang dibudidayakan umumnya memiliki
ketinggian antara 10-20 m. Ciri utama tanaman karet yang sudah matang sadap
pohon adalah lilit batang yang sudah mencapai 45 cm di ukur pada ketinggian 1 m
dari tanah dan ketebalan kulit 7 mm dari kambium.
c. Daun
Daun karet berupa daun trifoliate dan berwarna hijau. Anak daun berbentuk elips
dengan bagian ujung runcing. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan
tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak
daun sekitar 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak
daun yang terdapat pada sehelai daun karet.

d. Bunga
Bunga karet nerupakanbunga monoecious. Bunga tersusun dalam malai yang
lepas, bunga jantan dan bunga betina tidak masak secara bersamaan.

15

e. Buah dan biji
Buah umunya memiliki tiga buah ruang bakal biji. Buah yang sudah masak akan
pecah dengan sendirinya. Biji berwarna cokelatkehitaman dengan pola bercak
yang khas. Tanaman dewasa dapat menghasilkan 2.000 biji pertahun. Ada
perbedaan ciri biji disetiap klon, yaitu pada klon GT 1 mempunyai ciri bentuk
bulat; perut segitiga, ukuran kecil, warna putih kecokelatan, warna mozaik
cokelat, bentuk mozaik sambung menyambung. Sedangkan klon PB 260
mempunyai ciri bentuk pipih, ukuran sedang, warna putih, warna mozaik cokelat
dan bentuk mozaik sambung menyambung. Klon RRIC 100 dengan bentuk
lonjong, ukuran besar, warna putih, warna mozaik cokelat dan bentuk mozaik
terputus-putus. Klon AVROS 2037 mempunyai ciri biji bentuk bulat, ukuran
sedang, warna putih kecokelatan, warna mozaik cokelat tua dan bentuk mozaik
sambung menyambung.

2.5.2. Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet
Daerah pertanaman karet yang ideal terletak antara 15o LU – 10o LS. Pada
umumnya produksi maksimum lateks dapat tercapai apabila ditanam pada lokasi
yang semakin mendekati garis khatulistiwa (5-6o LU/LS). Tanaman karet dapat
tumbuh baik pada curah hujan sebesar 2.000 mm/tahun dengan 100 – 150 hari
hujan. Faktor sebaran hujan yang merata sepanjang tahun merupakan syarat
keberhasilan tanaman karet (Syamsulbahri, 1996).

16

2.5.3. Budidaya Tanaman Karet

a. Pembukaan Lahan
Pelaksanaan budidaya tanaman karet terdapat beberapa langkah dari pembukan
lahan sampai penyadapan. Langkah awal adalah pembukaan lahan yang dapat
dilakukan secara mekanis dengan menebang pohon karet tua atau semak atau
pohonan karet dengan menggunakan gergaji atau didorong menggunakan
excavator sehingga perakaran ikut terbongkar. Pohon yang tumbang segera
dipotong-potong dengan panjang sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.
Tunggul yang masih tersisa di laangan dapat dibongkar dengan menggunakan alat
berat (Buldozzer) sehingga sebagian besar tunggul dan akar tanaman karet dapat
terangkat. Semua tunggul yang telah dibongkar bersama dengan sisa cabang dan
ranting dibersihkan dengan cara dikumpulkan. Hasil rumpukan diusahakan agar
terkena sinar matahari sebanyak-banyaknya sehingga cepat kering. Jarak antar
tumpukan kayu karet diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu pekerjaan
pengolahan tanah dan tumpang tindih dengan barisan tanaman. Khusus untuk
areal peremajaan, tunggul kayu dan seluruh perakaran mutlak harus dibuang dan
diangkat untuk mencegah tumbuhnya kembali JAP, minimal tunggul yang
berdekatan dengan tanaman baru. Pembongkaran atau penebangan habis seluruh
tanaman yang tumbuh (land clearing), yang dianjurkan adalah pengolahan lahan
tanpa bakar (zero burning). Pembukaan lahan tanaman karet dapat dilakukan
secara kimiawi, langkah pekerjaan dalam penyiapan lahan secara kimiawi adalah
peracunan tunggul, peracunan tunggul dapat dilakukan antara lain dengan garlon
(Tim Penebar Swadaya, 2009).

17

b. Klon

Klon unggul baru merupakan syarat utama agar komoditas karet dapat
menghasilkan produksi dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga dapat
mendukung Indonesia menuju produsen karet terbesar dunia. Upaya memperoleh
klon-klon unggul, para peneliti dan pemulia tanaman terus menerus melakukan
penelitian untuk menghasilkan klon karet unggul baik penghasil lateks, maupun
lateks-kayu.

Balai Penelitian Sembawa (2009), mengatakan telah menghasilkan klon-klon
karet unggul yang direkomendasikan untuk periode tahun 2010-2014. Sistem
rekomendasi disesuaikan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman yang menyebutkan bahwa klon/varietas yang
dapat disebarluaskan kepada pengguna harus berupa benih bina. Klon-klon
tersebut adalah :

1) Klon Penghasil Lateks : BPM 24, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217
dan PB 260.
2) Klon Penghasil Kayu dan Lateks : BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100,
AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118.
3) Klon benih anjuran untuk batang bawah : AVROS 2037, GT 1, BPM 24,
PB 260, RRIC 100, dan PB 330.

18

c. Pembibitan
Budidaya tanaman karet terdapat langkah pembibitan. Salah satu pembibitan dari
tanaman karet yaitu okulasi. Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman
kepada tanaman lain yang dapat bergabung yang bertujuan menggabungkan sifatsifat yang baik dari setiap komponen sehingga diperoleh pertumbuhan dan
produksi yang baik. Prinsip okulasi sama yaitu penggabungan batang bawah
dengan batang atas, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas
yang digunakan sehingga perlu teknik tersendiri untuk mencapai keberhasilan
okulasi. mata tunas prima diambil dari batang entres mengunakan pisau okulasi.
Segera setelah mata tunas diambil dari batang entres maka ditempelkan di jendela
okulasi yang telah kita buat. kemudian dibungkus dengan plastik transparan serta
dilakukan pemeliharaan dengan penyulaman untuk mengganti tanaman mati,
pemotongan tunas palsu (tunas yang tidak di inginkan), pemotongan tunas cabang
(Santosa, 2007).

d. Penanaman

Budidaya tanaman karet pun meliputi penanaman. Ada 2 sistem penanaman karet
yaitu sistem monokultur dan sistem tumpangsari. Pola tanam monokultur,
sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan (LCC) sebagai tanaman penutup
tanah dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah
(legume cover crop) pada areal tanaman karet sangat penting karena dapat
memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi,

19

mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman
pengganggu/gulma (Setyamidjaja,1999).
e. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan
Menurut PT. Perkebunan Nusantara VII (2010), pemeliharaan TBM meliputi :
1) Penyulaman
Tidak semua bibit karet yang ditanam di lahan bisa hidup. Persentase kematian
bibit yang bisa ditolerir dalam budi daya karet adalah sebesar 5%, karena itu
diperlukan penyulaman untuk mengganti bibit yang mati tersebut. Kegiatan
penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1-2 tahun dan saat itu sudah ada
kepastian tanaman yang hidup dan yang mati. Penyulaman dilakukan saat
tanaman berumur 1-2 tahun, bibit yang digunakan berupa bibit stum tinggi
berumur 1-2 tahun agar tanaman bisa seragam dan sebelum penyulaman
dilakukan perlu diketahui penyebab kematian bibit. Tanah bekas tanaman harus
diberi fungisida, jika kematian disebabkan oleh bakteri atau jamur. Pelaksanaan
penyulaman dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 - 09.00 atau sore hari pukul
15.00 - 17.00, saat cuaca tidak terlalu panas untuk mengurangi risiko kematian.

2) Wiping
Wiping merupakan kegiatan buru alang-alang. Pelaksanaan wiping menggunakan
larutan berbahan aktif Glifosat konsentrasi 0,5% dan per orang membawa 4 liter
larutan. Wiping dilakukan dengan teknis mengelap alang-alang yang ditemukan di
areal, setelah dilap alang-alang dipatahkan ujungnya. Norma wiping lalang yaitu :
a). Tanaman Belum Menghasilkan 1 pada semester 1 diperlukan 2 HK/Ha dengan
rotasi 2 x sebulan dan semester 2 diperlukan 1 HK/Ha dengan rotasi 1 x sebulan.

20

b). Tanaman Belum Menghasilkan 2 pada semester 1 diperlukan 1 HK/Ha dengan
rotasi 1 x sebulan dan semester 2 diperlukan 0,5 HK/Ha dengan rotasi 1 x sebulan
dan pada Tanaman Belum Menghasilkan 3 dan seterusnya diperlukan 0,5 HK/Ha
dengan rotasi 2 bulan sekali.

3) Weeding
Weeding merupakan pekerjaan menyiang gawangan yang bertujuan untuk
membersihkan areal dari gulma jahat dan agar LCC dapat tumbuh dominan di
gawangan. Pada TBM I & II weeding dilakukan dengan cara manual (strip
weeding) dengan lebar 0,5 m ke kiri pohon dan 0,5 m ke kanan pohon. Perlu
diperhatikan adalah sangat dihindari adanya kayuan dan gulma di areal kebun.
Weeding chemis dilakukan mulai TBM III (lebih dari 24 bulan). Pelaksanaan
weeding menggunakan semprotan herbisida berbahan aktif Glifosat 400 cc/Ha.
Norma tenaga yang diperlukan adalah 0,6 HK/Ha.

4) Pemupukan
Pemupukan dilakukan setiap bulan Januari, Maret, Mei, September dan Nopember
dengan rekomendasi dan dosis pupuk yang sudah ditentukan sesuai dengan
rekomendasi balai penelitian. Tehnik pemupukan dilakukan dengan menggunakan
tehnik pocket. Tehnik pocket dibuat 4 titik dalam satu pohon. Kedalaman pocket
10 cm. Pemupukan dilakukan pada saat TBM II 6 bulan kedua dan TBM III dan
seterusnya. Menurut Nazaruddin dan Paimin (1998), seminggu sebelum
pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan.
Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl.
Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk rofospat,

21

yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila
pertumbuhannya kurang baik.

5) Pengendalian hama dan penyakit
Penyakit utama di TBM karet yang ditemui yaitu Jamur Akar Putih. Identifikasi
tanaman yang terserang JAP ditandai daun menggulung dan rontok dari cabang,
pada akar apabila dikeduk sedikit akan ditemui misellium jamur yang berwarna
putih. Pengobatan JAP adalah dengan cara mengkarantina dan mengobati tanaman
yang terserang JAP dan radius 4 pohon disekelilingnya juga diobati. Karantina
dilakukan dengan membuat parit/rorak sedalam 30 cm mengelilingi pohon yang
terkena serangan JAP. Pengobatan dilakukan dengan penyiraman fungisida
Bayleton 250 EC dosis 10 ml/lt. Suspensi disiramkan dari pangkal pohon hingga
radius 25 cm. Tepian parit juga disiram dengan suspense tersebut. Minimal 1
pohon di luar rorak karantina juga harus disiram dengan suspensi.

f. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan

Pemeliharaan pada tanaman menghasilkan sangat diperlukan untuk mendukung
produksi yang maksimal. Pengelolaan tanaman harus dilaksanakan secara
konsisten dan kontinyu sesuai dengan kultur teknis yang baik. Menurut PT.
Perkebunan Nusantara VII (2010), ada beberapa jenis pekerjaan dalam
pemeliharaan tanaman menghasilkan sebagai berikut:

22

1) Penyiangan
Penyiangan merupakan pekerjaan untuk membersihkan areal pada gawangan
tanaman karet dari gulma (kayu-kayuan, mekania, rumput liar) yang dilaksanakan
dengan system manual dengan rotasi 4 x setahun.

2) Strip Weeding
Suatu pekerjaan untuk membersihkan areal pada barisan tanaman karet dari gulma
yang mengganggu. Pelaksanaan strip weeding dilakukan sebelum pelaksanaan
pemupukan. Pelaksanaan strip weeding menggunakan system semprot. Bahan
aktif yang digunakan adalah Glifosat dengan dosis 0,5 liter/ha. Rotasi pelaksanaan
strip weeding adalah 3 x setahun.

3) Wiping Alang-alang
Wiping alang-alang disebut juga membersihkan alang-alang, yaitu pekerjaan
membersihkan lahan dari alang-alang dengan menggunakan herbisida berbahan
aktif Glifosat dosis 5 -6 cc/ha. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah 0,3 – 0,5
HK/Ha dan 1 HK membawa 4 liter larutan. Teknis pekerjaan wiping adalah
tenaga kerja berjalan blok per blok dan perpindahan blok harus teratur.

4) Pemupukan
Fase tanaman menghasilkan (TM), pemupukan dilaksanakan 2 x dalam setahun.
Pemupukan I dilaksanakan pada bulan Maret-April dan pemupukan II
dilaksanakan pada bulan Oktober-Nopember. Dosis aplikasi pupuk ditentukan
berdasarkan rekomendasi dari Balai Penelitian yang berdasarkan hasil analisis
LSU yang dilakukan pada awal tahun. Aplikasi pemupukan juga harus
mempertimbangkan faktor cuaca (curah hujan) minimal 50 mm per dasarian.

23

Maksudnya di sini adalah diharapkan setelah pemupukan segera terjadi hujan
sehingga unsur-unsur dalam pupuk bisa langsung diserap dan dimanfaatkan oleh
tanaman. Pemupukan harus dihentikan untuk menghindari losses pupuk, apabila
waktu pemupukan terjadi hujan.

5) Pengendalian Hama dan Penyakit.
Tanaman karet terdapat beberapa penyakit tanaman yaitu jamur akar putih (JAP),
penyebab serangan JAP dikerenakan saat persiapan lahan, pada waktu ayap akar
(collecting) tidak bersih sehingga inokulum JAP masih ada yang tertinggal dalam
tanah. Pengendalian JAP dilakukan dengan penyiraman fungisida Bayleton 250
EC dosis 10 ml/lt. Suspensi disiramkan dari pangkal pohon hingga radius 25.

Tanaman karet terdapat pula penyakit Brown bast biasa disebut dengan istilah
KAS (Kering Alur Sadap). Penanggulangan Brown bast secara kuratif
menggunakan teknik Bark Scraping dan aplikasi formula No BB. Langkah
pertama adalah Bark Scraping hingga kedalaman 3-4 mm dari cambium,
kemudian dioleskan formula No BB 50 ml per pohon sebanyak 3x (tiap 30 hari
dioles). Penyadapan kulit bisa kembali dimulai setelah kulit kembali sehat, yaitu
pada hari ke-90.

Tanaman Karet pun terdapat penyakit Mouldy Rot disebabkan oleh jamur
ceratocystis fimbriata menyerang pada bidang sadap terutama pada musim
penghujan (cuaca lembab), pada peralihan musim hujan atau sebaliknya. Kondisi
cuaca hujan dan panas yang berganti-ganti dengan cepat. Penyakit Mouldy Rot
harus segera dikendalikan karena akan dapat menyebabkan pembusukan pada

24

kulit yang terserang dan akan berakibat regenerasi kulit yang terserang berjalan
tidak normal sehingga kulit pulihannya tidak dapat diharapkan produksinya.
Pengendalian Mouldy Rot dilaksanakan dengan pelumasan bidang sadap
menggunakan fungisida benlate dengan konsentrasi 0,1% - 0,2%. Rotasi
pekerjaan dilaksanakan seminggu sekali.

6) Penyadapan
Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon
tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan
terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk
disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter untuk
pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan akulasi
dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet
biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun, semakin bertambah umur
tanaman semakin meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun
produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 16 tahun
produksinya akan menurun (Santosa, 2007).

Rumus penyadapan adalah sebagai berikut : S/2 d/2 100%, S/l d/4 100%, atau S/2
d/3 67%. Arti dari rumus tersebut adalah S/2 berarti penyadapan setengah
lingkaran batang pohon, d/2 artinya pohon disadap 2 hari sekali, dan 100% artinya
intensitas sadapan. Rumus sadap tersebut menujukan jumlah waktu (hari) yang
dibutuhkan untuk pelaksanaa penyadapan dan waktu untuk istirahat (pohon tidak
disadap). Pembagian hanca pada tanaman TM 1 dilaksanakan pada akhir masa
TBM dengan cara sebagai berikut : Lilit batang 35 cm keatas dihitung sampai

25

dengan jumlah 500 pohon, setiap hanca harus dihitung 500 pohon walaupun pada
kenyataannya yang disadap kurang dari 500 pohon karena terdapat pohon yang
tidak masuk dalam kriteria sadap, akan tetapi pada akhir TM 1 yang disadap akan
mencapai 500 pohon dengan pertimbangan agar tidak selalu merubah hanca.
Setiap batas hanca diberi tanda gelang 5 cm, ketinggian dari tanah 2 m.Waktu
penyadapan yang baik adalah jam 5.00 – 7.30 pagi, karena menurut Nazaruddin
dan Paimin (1998), jumlah lateks yang keluar dan kecepatan aliran lateks
dipengaruhi oleh tekanan turgor sel, tekanan turgor mencapai maksimum pada
saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari semakin siang, pelaksanaan
penyadapan dapat dilakukan dengan baik bila hari sudah cukup terang, dan
pengumpulan lateks pada jam 10.00 – 11.00.
2.6. Biaya dalam Usahatani

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dengan
manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan
selama umur proyek. Menurut Ibrahim (2003), dalam analisis finansial
diperlukan kriteria kelayakan usaha antara lain :

2.6.1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) sering diterjemahkan sebagai nilai bersih, merupakan
selisih antara manfaat dengan biaya pada discount rate tertentu. Jadi Net Present
Value (NPV) menunjukkan kelebihan manfaat dibanding dengan biaya yang
dikeluarkan dalam suatu proyek (usahatani). Suatu proyek dikatakan layak
diusahakan apabila nilai NPV positif (NPV > 0).

26

2.6.2. Net Benefit /Cost Ratio (Net B/C)
Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan jumlah NPV positif
dengan NPV negatif yang menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan
diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Jadi jika nilai NPV > 0, maka B/C > 1 dan
suatu proyek layak untuk diusahakan.

2.6.3. Internal Rate of Return (IRR)
Imternal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama
artinya dengan discount rate) yang menunjukkan bahwa nilai bersih sekarang
(NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi usahatani atau dengan kata
lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV = 0 ).

2.6.4. Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana total revenue (total
pendapatan) = total cost (biaya total). Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan
sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung lama arus
penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan
beserta biaya modal lainnya.

27

III.

BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di perkebunan karet di Field 2004 Afdeling I PT. Perkebunan
Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih dengan luas lahan 12 ha
yang terletak pada wilayah Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 s.d. Mei 2014, dan
analisis tanah dilakukan di Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Gambar peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 1
(Lampiran).
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah dan bahanbahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium.
Alat-alat yang digunakan antara lain :
1. Cangkul : digunakan untuk mengambil sampel tanah.
2. Pisau : digunakan untuk meratakan tanah pada boring.
3. Global positioning system (GPS) : digunakan untuk mengetahui koordinat
lokasi penelitian
4. Klinometer : digunakan untuk mengukur kemiringan lereng pada lokasi
penelitian.

28

5. Bor tanah : digunakan untuk pembuatan profil borring, pengambilan sampel
tanah dan deskripsi karakteristikh tanah.
6. Meteran : digunakan untuk mengukur kedalaman sampel tanah yang akan
diambil serta mengukur kedalaman efektif tanah.
7. Munsell Soil Color Chart : digunakan untuk mengamati dan mengetahui
karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah.
8. Kantung plastik : digunakan untuk tempat sampel tanah.
9. Kamera Digital : digunakan sebagai alat dokumentasi.
10. Alat-alat tulis : digunakan untuk mencatat hasil pengamatan baik di lapang
maupun di laboratorium.
11. Alat-alat laboratorium : digunakan untuk menganalisis tanah di laboratorium.

3.3. Metode penelitian
Metode yang dilakukan untuk evaluasi lahan pada penelitian ini adalah metode
survei dengan menggunakan metode evaluasi lahan secara kualitatif dan
kuantitatif secara paralel. Evaluasi lahan kualitatif dilakukan berdasarkan
persyaratan tumbuh tanaman karet menurut kriteria Djaenudin dkk. (2000),
sedangkan evaluasi lahan kuantitatif dilakukan dengan menghitung nilai
kelayakan finansial dengan menghitung NPV, Net B/C Ratio, IRR dan BEP.
Pelaksanaan penilitian dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu :

29

3.3.1. Persiapan
Pada tahapan ini merupakan tahapan studi pustaka mengenai keadaan umum
dilokasi penelitian agar dapat didapatkan gambaran umum tentang lokasi
penelitian seperti data iklim, dan bahan induk.
3.3.2. Prasurvei
Tahapan ini dilakukan persiapan untuk meninjau lapangan secara umum untuk
memperoleh gambaran kondisi dan untuk penentuan 6 titik pengambilan contoh
tanah pewakil berdasarkan keadaan lapang. Gambar titik pengambilan contoh
tanah tertera pada Gambar 2 (Lampiran).
3.3.3. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer yang dikumpulkan terdiri dua jenis, yaitu data fisik dan data
ekonomi.
1) Data Fisik
Pengumpulan data fisik primer dilakukan dengan cara pengamatan, pengukuran
langsung di lapang dan mengambil sampel tanah yang kemudian dianalisis di
laboratorium. Data fisik lapang diamati pada 6 titik pengeboran tanah
menggunakan metode proposional berdasarkan baris tanam, pengamatan profil
boring sampai kedalaman 120, selanjutnya pengambilan contoh dikomposit dari
enam titik pengamatan menjadi 2 komposit, kemudian dianalisis di laboratorium
pada kedalaman 0-40cm dan 40-80cm.

30

(a) Pengumpulan dan Pengamatan Lapang
Data fisik primer yang diamati di lapang sebagai berikut :

a. Kedalaman tanah
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan
akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan dimana akar tidak dapat berkembang
dengan baik atau tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman tanah ini
diukur dengan melakukan pengeboran dengan menggunakan bor tanah pada lokasi
penelitian.

b. Drainase
Drainase diamati dengan penyebaran warna dalam setiap lapisan pada profil tanah
dilokasi penelitian. Cara p

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Pada Komposisi Media Dan Genotipe Berbeda

0 43 86

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 9 66

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI FIELD 93 B AFDELING II PT.PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

3 26 62

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 13 60

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI FIELD 2005 E AFDELING III PT.PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

1 28 53

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS. L) PADA LAHAN KELOMPOK TANI SUMBER REZEKI DESA SIDORENO KECAMATAN WAY PANJI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 2 12