Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TANAMAN

KARET (

Hevea brasiliensis

Muell. Arg.) DI PERKEBUNAN

RAKYAT DESA TAREAN KECAMATAN SILINDAK,

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

EVAN SATRIA SARAGIH 111201133

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR. ... i

DAFTAR ISI. ... ii

DAFTAR GAMBAR. ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

PENDAHULUAN Latar Belakang . ... 1

Tujuan Penelitian. ... 5

Hipotesis. ... 5

Manfaat Penelitian . ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg). ... 6

Biomassa. ... 10

Cadangan Karbon. ... 12

Siklus Karbon ... 15

Metode Biomassa Tanaman ... 16

METODOLOGI PENELITIAN Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 19

Prosedur Penelitian ... 19

Pengumpulan Data ... 19


(3)

Analisis Data di Laboratorium. ... 21

Pemilihan Model Alometrik. ... 25

Analisis Statistik. ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)…. 27 Sifat Fisik dan Kimia Bagian Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). 29 Kadar Air. ... 29

Kadar Zat Terbang. ... 30

Kadar Abu. ... 31

Kadar Karbon. ... 32

Berat Kering. ... 36

Massa Karbon. ... 37

Model Penduga Biomassa dan Massa Karbon Karet. ... 38

Potensi Biomassa dan Karbon Perkebunan Karet Rakyat. ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN. ... 44


(4)

DAFTAR GAMBAR

Hlm

1. Bobot Basah Sampel Tebang Berdasarkan Bobot Basah Setiap Bagian Tanaman. ... 28 2. Presentase Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai

Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). ... 34 3. Variasi Rataan Kadar Air, Kadar Zat Terbang, Kadar Abu,

Berat Kering, dan Massa Karbon Terikat Sampel Tebang Pada

Setiap Bagian Tanaman Karet. ... 38


(5)

DAFTAR TABEL

Hlm 1. Wilayah Sebaran Karet di Indonesia. ... 3

2. Karakteristik Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). ... 27 3. Variasi Rata-rata Kadar air Sampel tebang Pada Berbagai Bagian

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). ... 29 4. Variasi Rata-rata Kadar Zat Terbang Pada Berbagai Bagian Tanaman

Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) ... 30 5. Variasi Rata-rata Kadar Abu Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). ... 31 6. Variasi Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). ... 32 7. Hasil Tabel Uji Duncan Kadar Karbon Pada Setiap Bagian

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) . ... 35 8. Variasi Rata-rata Biomassa Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell). ... 36 9. Variasi Rata-rata Massa Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai

Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.). ... 37 10. Model Penduga Biomassa Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.).. 39 11. Model Penduga Massa Karbon Tanaman Karet

(Hevea brasiliensis Muell.). ... 41 12.Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Rakyat Desa ...


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis

menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si dan Ibu Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP.,MP sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing

yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dalam penyelesaian hasil penelitian ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat berguna dengan baik.

Medan, Mei 2015 Penulis


(7)

ABSTRAK

EVAN SATRIA SARAGIH : Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai. Di bawah bimbingan MUHDI dan DIANA SOFIA HANAFIAH.

Laju perubahan areal hutan menjadi areal perkebunan cenderung sangat meningkat dari tahun ke teahun. Akibatnya luas lahan hutan akan semakin terancam keberadaanya karena dikonversi menjadi perkebunan. Untuk itu perlu diketahui bagaiman perbandingan penyerapan CO2 oleh perkebunan dibandingan dengan hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui kandungan karbon

pada setiap bagian tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dan

mengetahui potensi cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea

brasiliensis Muell. Arg.) umur 10 tahun di Perkebunan Rakyat Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan untuk menduga cadangan karbon dilakukan secara dekstruktif. Pemilihan sampel tanaman dilakukan dengan purposive sampling. Persamaan terbaik untuk menduga biomassa dan karbon dipilih dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan nilai R-Sq tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan model alometrik untuk biomassa dan massa karbon adalah

W=0,540 H 1,882 dan C = 0,053 H 2,526. Potensi biomassa dan karbon tanaman karet di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai masing-masing sebesar 4,92 ton/ha dan 2,61 ton/ha.


(8)

ABSTRACT

EVAN SATRIA SARAGIH: Estimation of Carbon Stock In Plant Rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Age 10 Years in People Plantation Tarean Village, District Silindak, Serdang Bedagai. Under Academic Supervision

MUHDI and DIANA SOFIA HANAFIAH.

The rate of change in forest area into plantations tend to be greatly improved from year to year. As a result of forest land will be increasingly threatened its existence as it is converted to plantations. For that to know how the ratio of the absorption of CO2 by growers compared with forests. The purpose of

this research want to know the carbon content in each section rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) And determine the potential of carbon reserves in the rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Age of 10 years in people plantation Serdang Bedagai. The method of estimaty carbon stocks done destructive ends. Selection of plant samples carried out with purposive sampling. The best equation for estimating biomass and carbon selected using allometric equations based on the value of the highest R-Sq. The results showed that allometric models for biomass and carbon is W = 0,540 H1.882 and C = 0.053 H 2.526 . The potential of biomass and carbon in smallholder rubber plantations Tarean Village, District Silindak, Serdang Bedagai is 4.92 tons / ha and 2.61 tons / ha.


(9)

ABSTRAK

EVAN SATRIA SARAGIH : Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai. Di bawah bimbingan MUHDI dan DIANA SOFIA HANAFIAH.

Laju perubahan areal hutan menjadi areal perkebunan cenderung sangat meningkat dari tahun ke teahun. Akibatnya luas lahan hutan akan semakin terancam keberadaanya karena dikonversi menjadi perkebunan. Untuk itu perlu diketahui bagaiman perbandingan penyerapan CO2 oleh perkebunan dibandingan dengan hutan. Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui kandungan karbon

pada setiap bagian tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) dan

mengetahui potensi cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea

brasiliensis Muell. Arg.) umur 10 tahun di Perkebunan Rakyat Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan untuk menduga cadangan karbon dilakukan secara dekstruktif. Pemilihan sampel tanaman dilakukan dengan purposive sampling. Persamaan terbaik untuk menduga biomassa dan karbon dipilih dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan nilai R-Sq tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan model alometrik untuk biomassa dan massa karbon adalah

W=0,540 H 1,882 dan C = 0,053 H 2,526. Potensi biomassa dan karbon tanaman karet di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai masing-masing sebesar 4,92 ton/ha dan 2,61 ton/ha.


(10)

ABSTRACT

EVAN SATRIA SARAGIH: Estimation of Carbon Stock In Plant Rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Age 10 Years in People Plantation Tarean Village, District Silindak, Serdang Bedagai. Under Academic Supervision

MUHDI and DIANA SOFIA HANAFIAH.

The rate of change in forest area into plantations tend to be greatly improved from year to year. As a result of forest land will be increasingly threatened its existence as it is converted to plantations. For that to know how the ratio of the absorption of CO2 by growers compared with forests. The purpose of

this research want to know the carbon content in each section rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) And determine the potential of carbon reserves in the rubber tree (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Age of 10 years in people plantation Serdang Bedagai. The method of estimaty carbon stocks done destructive ends. Selection of plant samples carried out with purposive sampling. The best equation for estimating biomass and carbon selected using allometric equations based on the value of the highest R-Sq. The results showed that allometric models for biomass and carbon is W = 0,540 H1.882 and C = 0.053 H 2.526 . The potential of biomass and carbon in smallholder rubber plantations Tarean Village, District Silindak, Serdang Bedagai is 4.92 tons / ha and 2.61 tons / ha.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global yang terjadi di permukaan bumi merupakan akibat dari peningkatan suhu atmosfer bumi sebagai akibat intensitas dari penggunaan bahan bakar fosil, penebangan pohon dan perusakan pohon yang sudah tidak terkendali lagi. Pemanasan global tersebut mengakibatkan meningkatnya intensitas efek rumah kaca yang diterima oleh permukaan bumi. Dengan meningkatnya intensitas efek rumah kaca tersebut, radiasi dan sinar matahari yang terjerat di atmosfer juga lebih besar.

Isu lingkungan global belum dipahami dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan daerah. Tumbuhnya kesadaran global tentang kondisi lingkungan dan sumber daya alam yang semakin buruk, telah mendesak seluruh negara untuk merubah paradigma pembangunannya, dari ekonomi-konvensional menjadi ekonomi-ekologis. Menurut Wetland International (2006) dalam

Hairiah dan Rahayu (2007), Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas hutan yang luasnya semakin menurun sehingga tetap mampu mempertahankan

Konsekuensi dari perubahan iklim adalah sangat berpengaruh nyata pada keadaan bumi saat ini. Penelitian menyatakan emisi gas rumah kaca harus


(12)

dipotong sebesar 60-80% pãda Tahun 2050, karena suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar +2o C setiap tahun (Pedroni et al, 2009).

Peran ekosistem daratan dalam siklus karbon global merupakan topik yang menarik bagi peneliti dan pembuat kebijakan lingkungan. Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pengikatan CO2 ke dalam biomasa melalui fotosintesis dan pelepasan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan pembakaran (Lasco,2002). Oleh karena itu pengukuran secara kuantitatif C tersimpan dalam berbagai macam penggunaan lahan perlu dilakukan. Selain itu masalah keamanan lingkungan menjadi salah satu prasarat penting dalam perdagangan global pada tahun 2014 ini. Pada kenyatannya sampai saat ini pengembangan perkebunan masih berorientasi pada nilai ekonomi produksi seperti produksi lateks pada karet, sedangkan masalah lingkungan kurang mendapatkan perhatian yang memadai.

Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di antaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta. Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatra Selatan (668 ribu hektar), Sumatra Utara (465 ribu


(13)

hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar), dan Kalimantan Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar 19 ribu hektar (ICRAF, 2013).

Tabel 1. Wilayah Sebaran Karet di Indonesia No Provinsi Sebaran Wilayah

1 Bali Kab. Klungkung

2 Bangka Belitung Kab. Bangka, Bangka Barat, Bangka Selatan, Bangka Belitung, Bangka Belitung Timur

3 Banten Lebak, Pandeglang

4 Bengkulu Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kaur, Kepahiang, Lebong, Muko-muko, Rejang lebong, Seluma, Kota Bengkulu

5 Irian Barat Fak-Fak, Manokwari

6 Jambi Batang Hari, Muaro Bungo, Kerinci, Merangin, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur

7 Jawa Barat Kab. Bandung, Bogor, Ciamis, Cianjur, Purwakarta, Subang, Sukabumi, Sumedang, Tasikmalay.

8 Jawa Tengah Kab. Banyumas, Batang, Cilacap, Jepara, Karanganyar, Kendal, Pati, Pekalongan, Semarang, Kota Semarang

9 Jawa Timur Kab. Banyuwangi, Blitar, Jember, Jombang, Kediri, Lumajang, Madiun, Malang, Ngawi, Tulung Agung

10 Kalimantan Barat

Kab. Bengkayang, Kapuas Hulu, Ketapang, Landak, Melawi, Sambas, Sanggau, Sekadau, Sintang, Kota Pontianak, Kota Singkawang 11 Kalimantan

Selatan

Kab. Balangan; Banjar; Hulu Sungai Selatan, Tengah dan Utara; Kota Baru, Tabalong, Tanah Bumbu, Tanah Laut

12 Kalimantan Tengah

Kab. Barito Selatan, Timur, dan Utara; Gunung Mas, Kapuas, Katingan, Kota Waringin Barat dan Timur, Lamandau, Marungkaya, Pulau Pisang, Seruyan, Sukamara dan Kota Palangkaraya

13 Kalimantan Timur

Kab. Berau, Kutai Barat dan Timur, Kutai Kartanegara, Pasir, Kota Balikpapan dan Kota Samarinda

14 Kepulauan Riau Kabupaten Karimun, Kepri dan Natuna

15 Lampung Lampung Selatan, Tengah, Timur, Utara; Tenggamus, Tulang Bawang, Waykanan.

16 NAD Kab. Aceh Barat, Barat Daya, Selatan, Tenggata, Timur, Utara; Aceh Besar, Aceh Jaya, Nagan Raya, Pidie, Semeuleu, Langsa

17 Papua Kab. Merauke

18 Riau Kab. Bengkalis, Indragiri Hilir dan Hulu, Kampar, Kuansing, Pelalawan, Rokan Hilir dan Hulu, Siak, Kota Dumai

19 Sulawesi Barat Kab. Mamuju

20 Sulawesi Selatan Kab. Bulukumba, Sinjai 21 Sulawesi Tengah Morowali

22 Sumatera Barat Kab. Agam, Dharmasraya, Kep. Mentawai, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sawahlunto/Sijunjung, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Kota Padang, Sawahlunto, Solok

23 Sumatera Selatan Ka. Banyuasin, Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Oran Ilir, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Hulu, Lubuk Linggau,


(14)

Kota Pagar Alam dan Prabumulih

24 Sumatera Utara Kab. Asahan, Dairi, Serdang Bedagai, Humbang, Hasundutan, Karo, Labuan Batu, Langkat, Mandailing Natal, Nias, Nias Selatan, Pakpakbharat, Serdang Berdagai, Simalungun, Tapanuli Selatan, Utara dan Tengah; Toba Samosir

Sumber : Ditjenbun, 2007

Menurut data statistik perkebunan Indonesia yang diterbitkan oleh Ditjenbun tahun 2007, hanya ada 9 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia yang tidak ditemui tanaman karet yaitu DKI-Jakarta, NTB, NTT, SULUT, Gorontalo, SULTRA, Maluku dan Maluku Utara yang tercantum dalam Tabel 1.

Namun demikian, peranan ekosistem perkebunan dalam hal ini karet masih didominasi dengan pemanfaatan langsung untuk pembuatan berbagai jenis barang keperluan sehari-hari, misalnya pembuatan sepatu, pakaian serta peralatan lainnya seperti alat olah raga dan otomotif. Peranan karet sebagai tanaman penyerap karbon belum menjadi perhatian oleh masyarakat. Tanaman karet memiliki peran

yang sangat besar dalam penyerapan CO2 karena memiliki kanopi

lebih lebar dan permukaan hijau daun yang luas. Tetapi pada kenyataannya tanaman karet yang sudah tua dan produksi getahnya tidak optimal lagi akan digantikan oleh tanaman karet yang lain dengan cara ditebang dengan istilah replanting dan newplanting. Replanting merupakan penanaman ulang tanaman karet setelah tanaman lama tidak ekonomis lagi sedangkan newplanting merupakan penanaman bukaan baru yang sebelumnya tidak ditanamai karet.


(15)

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfat bagi pemerintah Indonesia khususnya pemerintah daerah Serdang Bedagai dalam menentukan kebijakan alih guna lahan yang memperlihatkan aspek lingkungan, khususnya penyerapan karbon.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kandungan karbon pada setiap bagian tanaman karet

(Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

2. Mengetahui potensi cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea

brasiliensis Muell. Arg.) umur 10 tahun di Perkebunan Rakyat Kabupaten Serdang Bedagai.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan kandungan karbon pada setiap bagian

batang, cabang, daun pada bagian karet.

2. Terdapat potensi karbon yang besar pada tanaman karet

Perkebunan Rakyat Kabupaten Serdang Bedagai.


(16)

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi bagi para pembaca, akademika, peneliti, masyarakat umum dan pihak-pihak yang membutuhkan terkait cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea brasiliensis


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Struktur botani tanaman karet ialah tersusun sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell. Arg.. (Ditjenbun, 2007)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan pasca panen ( Syakir dkk, 2010).

Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) berasal dari benua Amerika dan saat ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% diantaranya (2,9 juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani


(18)

skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta (Prahmono, 2013).

Karet juga merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri yang diproduksi sebagai komoditi perkebunan (Anwar, 2006).

Ciri-ciri morfologi tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) adalah tanaman yang mempunyai batang yang dapat menghasilkan getah yang disebut lateks. Jika dilihat dari morfologinya karet tumbuh tinggi mencapai 15-25 meter, serta batang tanaman besar. Tanaman ini biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi ke atas. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama (3-20 cm) dan tangakai anak daun (3-10 cm) yang berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Bunga karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah berukuran 3-5 cm. Biji Karet mempunyai morfologi kulit keras, besar, berwarna cokelat kehitaman dengan bercak-bercak yang membentuk pola khas dan mengandung racun (Nazaruddin & Paimin 1992).


(19)

Secara umum ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Saat ini karet yang digunakan di Industri terdiri dari karet alam dan karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam adalah: (a) memiliki daya lenting dan daya elastisitas yang tinggi, (b) memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, (c) mempunyai daya aus yang tinggi, (d) tidak mudah panas (low heat build up) dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groovecracking resistance) (Damanik dkk., 2010). Syarat-syarat tumbuh tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) menurut Syakir dkk (2010) adalah sebagai berikut :

A.Iklim

Daerah yang cocok adalah pada zone antara 15o LS dan 150 LU, dengan suhu harian 25 – 30oC.

B. Curah hujan

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika curah hujan merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis, karet membutuhkan sinar matahari sepanjang hari, minimum 5- 7 jam/hari.

C. Tinggi tempat

Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh dengan baik.


(20)

D. Angin

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.

E. Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm.

Untuk di daerah tropis sendiri tanaman karet tumbuh baik. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15o LS dan 15o LU. Bila ditanam di luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah.


(21)

Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet (Budiman, 2012).

Biomassa

Tanaman perkebunan memiliki sitematika proses fotosintesis menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk biomassa (stok karbon). Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang dihasilkan sebagai berat kering tanaman per unit areal. Menurut Whitten et al., (1984) dalam Hadi (2007) yang mengartikan biomassa sebagai jumlah total berat kering semua bagian tumbuhan hidup, baik seluruh atau hanya sebagian tubuh organisme, populasi, atau komunitas yang dinyatakan dalam berat kering per oven per unit area.

Menurut Cinton dan Novelli (1984) dalam Kusmana (1993) biomassa tersusun oleh senyawa karbohidrat yang terdiri atas elemen karbon, hidrogen, dan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dibedakan menjadi dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (aboveground) dan biomassa di bawah permukaan tanah (belowground). Biomassa di atas permukaan tanah adalah bobot bahan organik per unit luasan waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produktivitas, umur tegakan, dan distribusi organik.

Biomassa di bawah permukaan tanah umumnya 40 % dari total biomassa berupa akar .Nilai estimasi biomassa di bawah permukaan tanah suatu pohon tidak kurang dari 15 % dari biomassa di atas permukaan tanah (Mac Dicken 1997


(22)

Dalam penelitian yang dilakukan di Perkebunan karet yang terletak di

Xishuangbanna Tropical Botanical Garden di dapat hasil yang menunjukkan bahwa kandungan biomassa yang terkandung di dalam tanman karet dan stok C dipengaruhi oleh rotasi tanaman. Semakin besar rotasi tanaman maka semakin besar pula kandungan biomassa dan stok C (Nizami et al, 2014).

Selain itu biomassa di bawah tanah dapat dihitung dengan berdasarkan biomassa di atas tanah dibagi dengan rasio tajuk – akar. Menurut nilai rasio tajuk akar tergantung kondisi lahan yaitu untuk lahan hutan tropik basah atau upland

normal bernilai 4, sedangkan untuk daerah selalu basah bernilai lebih dari 10 dan pada lahan yang memiliki kesuburan sangat rendah bernilai 1. Nilai rasio akar – tajuk hutan sekunder dalam ekosistem tropis sebesar 0,1 (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Cadangan karbon

Karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer dan disimpan di dalam biomassa vegetasi melalui proses fotosintesis. Berbagai faktor seperti iklim, topografi, karakteristik lahan, komposisi dan jenis tanaman serta perbedaan siklus pertumbuhan hutan dapat mempengaruhi tingkat penyerapan karbon di hutan dan perkebunan (Cesylia, 2009).

Menurut Whitmore (1985) dalam Hadi (2007) umumnya karbon menyusun 45 – 50 % dari biomassa tumbuhan sehingga karbon dapat diduga dari setengah jumlah biomassa. Karbon menyususn sebagian besar bahan kering tanaman. Karbon tersimpan dalam material yang sudah mati sebagai serasah,


(23)

batang pohon yang jatuh ke tanah, dan sebagai material yang sukar lapuk di dalam tanah.

Wibowo (2010) menyebutkan bahwa terdapat lima sumber karbon, yakni : 1. Karbon di atas permukaan tanah

a. Biomassa pohon. Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang sangat penting dalam ekosistem hutan karena sebagian besar karbon hutan berasal dari biomassa pohon.

2. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang , 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput dan gulma. 3. Nekromassa

Merupakan batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan komponen penting dari C.

4. Serasah

Merupakan bagian tanman yang gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

5. Bahan organik tanah

Merupakan sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tana. Seluruh bagiannya dirombak oleh organisme tanah sehingga menjadi lapuk dan menyatu dengan tanah.

Menurut Muhdi (2012) yang melakukan penelitian pada hutan alam di Kalimantan Timur menjelaskan bahwa rata-rata karbon berdasarkan ukuran diameter memiliki kadark arbon yang bervarias, yaitu kadar karbon yang terdapat pada bagian batang sebesar 45,75%, dengan perkiraan kadar karbon antara


(24)

40,29-53,12%. Rata-rata kadar karbon terkecil terdapat pada daun sebesar 19,61 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Besarnya kadar karbon dalam suatu bagian tanaman tergantung pada kadar abu dan zat terbangnya. Semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka karbon akan semakin sedikit dan sebaliknya.

Menurut penelitian yang dilakukan (Kongsager et al ,2012) perkebunan karet dapat menyimpan cadangan stok Carbon diatas permukaan tanah per hektare 213,6 tC/ha. Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding tanaman yang lain seperti jeruk, sawit dan kelapa. Hal ini diakibatkan oleh sruktur tanaman karet itu sendiri dan rotasi dari tanaman karet itu sendiri. Selain itu pengubahan tanman karet menjadi tegakan permanen seperti kayu juga sangat meningkatkan kemampuannya dalam menyerap karbon.

Kusuma (2009) Menambahkan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi terdapat pada pangkal batang sebesar 61, 62 %, merupakan kadar karbon terbesar dari semua bagian pohon. Sedangkan Hilmi (2003) berpendapat bahwa kadar karbon yang terkecil terdapat pada bagian daun. Daun memiliki kadar zat terbang tertinggi karena daun tersusun atas klorofil a dan klorofil b dengan berat molekul tinggi sehingga meningkatkan kadar abu pada proses karbonisasi tersebut.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh PUSLITBANG (2010) menjelaskan bahwa cadangan karbon pada berbagai jenis dan umur tanaman berbeda-beda. Cadangan karbon cenderung semakin besar dengan meningkatnya umur tanaman.. Hutan tanaman untuk jenis-jenis pohon berdaur panjang memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah relatif sama dengan tegakan yang


(25)

hidup di hutan alam. Jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar.

Menurut Kindermann dan Brown (1993) dalam Hariyadi (2005) tempat penyimpanan dan fluks C dalam ekosistem hutan tropik tergantung pada perubahan dinamika stock carbon di vegetasi dan tanah, ketersediaan kandungan hara dan kondisi iklim setempat. Sebagian carbon yang terfiksasi dari fotosintesis akan ditransfer ke sistem perairan melalui sungai sebagai bahan organik terlarut, dan jumlahnya untuk daerah tropis basah sekitar 0.1 x 10-6 Mt ha-1 th-1 (Hall et al.

1992 dalam Brown et al. 1984).

Menurut MacDicken (1997), penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut, dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah.

b. Meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu. c. Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbarui

secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi

Siklus Karbon

Siklus Karbon merupakan proses penyerapan emisi karbon, yang hasil akhirnya adalah akumulasi atau stok karbon ditegakan atau pohon yang berda di hutan. Neraca karbon akan menggambarkan perubahan stok karbon dari waktu ke waktu di dalam ekosistem hutsn tersebut di dalam sutau ruang. Beberapa konsep


(26)

yang mengukur hasil yang terjadi pada siklus karbon ini yaitu : 1) Produksi Primer Bruto (gross Primary production) yang merupakan penyerapan karbon dari atmosfer melalui proses fotosintesis dengan bantuan energi matahari dan klorofil pada vegetasi; 20 Produksi Primer Netto (Net Primary Production) merupakan gambaran jumlah energi yang difiksasi menjadi bahan kimia (karbon) oleh vegetasi dikurangi energi respirasi oleh vegetasi (autotrophic) berupa pelepasan karbon dioksida ke atmosfer; dan Produksi Ekosistem Netto (Net Ecosystem Production), merupakan gambaran metabolisme ekositem total yaitu pembentukan bahan organik (karbon) netto disuatu ekosistem (Hairiah et al. 2001).

Neraca karbon juga merupakan cermin kualitas tata kelola ekosistem hutan. Faktor penting yang terkait mempengaruhi neraca karbon antaralain: 1) Faktor yang mempengaruhi siklus karbon (fotosintesis, respirasi, dan dekomposisi) ; 2) Faktor prasyarat berupa kepastian ruang kelola, kepastian bentuk penggunaan/pengelolaan, kepastian hak pengelolaan, yang dijamin secara legal; dan faktor harmonisasi kepentingan para pihak di dalam pengelolaan ekosistem hutan, untuk pencapaian tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan (Brown, 1997).

Model Biomassa Tanaman

Metode estimasi dilakukan dengan menggunakan perkiraan-perkiraan yang biasa digunakan untuk menaksir kandungan karbon vegetasi hutan. Brown et al. (1984) bahwa kandungan karbon vegetasi tanaman adalah 50% dari biomassa. Pendekatan yang digunakan adalah penggunaan berdasarkan penggunaan dugaan


(27)

volume kulit sampai batang bebas cabang dan dirubah menjadi biomassa, dan yang kedua adalah menggenuakan persamman regresi biomassa.

Proses menganalisis hubungan nilai dengan biomassa dilakukan menggunakan program Microsof excel atau software SPSS. Pemilihan model terbaik menggunakan koefisien determinasi yang sesuai (R2adj) dan Root Mean

Square Error (RMSE) yang paling rendah. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi yang terkoreksi maka semakin besar peran nilai peubah tersebut dalam menjelaskan nila biomassa atar permukaan.

Proses menganalisis hubungan nilai dengan biomassa ditunjang dengan metode allometrik. Metode allometrik merupakan metode pengukuran pertumbuhan yang dinyatakan dalam hubungan-hubungan eskponensial atau logaritma antar bagian tanaman yang terjadi secara seimbang dan proporsional (Parresol,1999).

Metode ini pertama kali ditemukan oleh Kittredge (1994) dalam formulasi logaritmik sbb:

Y = aXb Keterangan :

Y = Variabel bergantung (dalam hal ini kandungan biomassa)

X = Variabel bebas (dalam hal ini dapat berupa diameter batang atau tinggi Pohon)


(28)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September - November 2014. Penelitian dilaksanakan di Perkebunan Karet Rakyat Desa Tarean,Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah chainsaw untuk penebangan, pita ukur untuk mengukur diameter,walking stick untuk mengukur tinggi total dan tinggi bebas cabang, tali rafia,timbangan untuk menimbang sampel tebang, oven untuk mengeringkan sampel tebang, kamera digital, kalkulator, alat tulis menulis, personal computer dan Software SAS (Statistical Analysis System).

Bahan dalam penelitian ini adalah tanaman (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, peta tutupan lahan Kabupaten Serdang Bedagai, bagian tanaman yang terdiri dari batang, cabang, daun. Bahan pendukung terdiri dari kantong plastik dan label nama.


(29)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu metode destructive adalah metode yang melakukan pengerusakan/penebangan pada tegakan karet dan metode purposive sampling yang dalam hal ini digunakan khusus untuk menduga cadangan karbon di Perkebunan Rakyat.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, serta menganalisis sesuai kebutuhan. Tahapan kegiatannya sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan. Data tersebut antara lain data diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan berat basah masing-masing fraksi tegakan yang di tebang untuk selanjutnya dianalisis dan diperoleh model alometrik terbaik.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah ada sebelumnya, baik data yang dikeluarkan instansi terkait, penelitian sebelumnya, maupun literatur pendukung lainnya.

2. Analisis Data di Lapangan

Pengukuran Plot untuk Pengambilan sampel tanaman

1. Buat 3 plot berukuran masing-masing 20 m x 20 m yang letaknya berselang-seling (random) dengan jalur utama berada tepat di tengah.


(30)

2. Setiap plot tanaman dilakukan inventarisasi untuk mengukur tinggi, diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total untuk menduga keragaman populasi dari plot tersebut.

3. Data Inventarisasi disajikan dalam tally sheet

4. Dengan jarak tanaman 7 m x 7 m, maka diperoleh banyaknya tegakan karet dalam 1 (satu) plot sebanyak 9 (sembilan) tanaman.

5.Setiap plot tanaman diambil satu tanaman sebagai sampel tebang (tanaman contoh terpilih). Jadi ada 3 (tiga) tanaman contoh berumur 10 tahun yang akan digunakan untuk analisa laboratorium.

6.Jumlah tanaman contoh untuk pemubuatan model alometrik yaitu sebanyak 9 (sembilan) tanaman yang berasal dari data tanaman kelas umur 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun masing-masing 3 (tiga) tanaman contoh.

7. Sampel penebangan berasal dari tanaman yang sehat dan bebas hama dan penyakit serta memiliki tinggi bebas cabang diatas 1,3 m dan diameter 20 cm 8. Penebangan dilakukan pada ketinggian 1 m dari atas permukaan tanah.

Pengukuran tinggi total tanman juga dilakukan setelah pohon contoh rebah. Tinggi total merupakan panjang total pohon contoh yang telah rebah hingga ujung tajuk ditambah panjang tunggak yang tersisa di tanah.

9. Pengukuran tinggi bebas cabang juga dilakukan dengan mengukur panjang batang mulai dari tunggak hingga cabang pertama yang mempengaruhi diameter batang.


(31)

Pengambilan Bagian Contoh Pohon dan Penimbangan Berat Basah

1. Sebelum dilakukan pembagian fraksi tanaman, terlebih dahulu dilakukan penimbangan terhadap berat total batang, cabang dan daun..

2. Pembagian fraksi tanaman contoh dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian biomassa batang, cabang, dan daun yang bertujuan agar analisa laboratorium lebih terwakili.

3. Sampel batang diambil pada 1,3 m dimulai dari tunggak yang tersisa pada permukaan tanah. Masing-masing sampel batang tiap tegakan tebang dibuat 3 ulangan. Dimana tiap ulangan diambil sebanyak 200 gram.

4. Untuk sampel cabang dan daun dibuat 3 ulangan juga sebanyak 200 gram. 5. Semua sampel yang telah ditimbang langsung dimasukkan ke dalam plastik

sampel untuk menjaga pengaruh kadar air di sekitarnya, lalu diberi label sebagai penanda.

3. Pengumpulan Data di Laboratorium Pengukuran Kadar Air

Contoh Uji kadar air batang dibuat dengan ukuran sampel 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun diambil dari masing-masing 200 gram. Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut:

1. Contoh uji ditimbang berat basahnya

2. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang berat keringnya.

3. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur adalah kadar air contoh uji.


(32)

Nilai kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana :

Ka = Kadar air yang diukur (dalam persen terhadap berat kering tanur karet).

Ba = Berat awal contoh uji karet sebelum dikeringkan dalam tanur. Bkt = Berat contoh uji karet kering tanur, yaitu berat konstan contoh uji karet setelah disimpan selama 15 menit dalam desikator.

Besarnya biomassa dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berat kering. Berat kering dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

BK = Berat kering tanur (kg) BB = Berat basah (kg) Ka = Persen kadar air (%). Pengukuran Kadar karbon

Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Penentuan Kadar Zat Terbang

Prosedur penentuan zat terbang menggunakan American Society For Testing Material (ASTM) 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

% 100 Bkt

Bkt -Ba (%)


(33)

a. Sampel dari tiap bagian batang dipotong menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey mill),

d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr, dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupannya, dan ditimbang dengan timbangan Sartorius. f. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 950oC selama 2

menit. Kemudian langsung didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang.

g. Selisih berat awal dan akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.

Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian tanaman dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Rumus Penentuan Kadar abu : Kadar Zat Terbang =

Dimana :

A = Berat kering tanur pada suhu 105oC

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC


(34)

2. Penentuan Kadar Abu

Prosedur penentuan zat terbang menggunakan American Society For Testing Material (ASTM) 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam oven listrik bersuhu 900oC selama 6 jam.

b. Selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.

Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian tanaman dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Persentase Kadar abu dihitung dengan rumus: Kadar abu =

3. Penentuan Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap bagian tanman menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contohuji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini:

Kadar karbon terikat arang (%) = 100%-kadar zat terbang arang(%)-kadar abu(%).


(35)

Penyusunan Model Alometrik

Penelitian ini merupakan penelitian yang membutuhkan data tanaman dari berbagai kelas umur yang berasal dari satu tim peneliti dalam menyusun model yang signifikan dan terbaik. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam menyusun persamaan alometrik yaitu sebanyak 9 (sembilan) tanaman tebang yang berasal dari kelas umur 5 tahun, 10 tahun dan 15 tahun masing-masing sebanyak 3 (tiga) tanaman contoh.

Data tersebut akan digabung dan akan dibuat model persamaan alometrik penaksiran biomassa dan karbon tanman serta bagian-bagian tanaman satu atau lebih peubah dimensi tanaman berikut:

Ŷ= βo + β1D + β2D2

Ŷ= βoD81

Ŷ= βo + β1D2

H

Ŷ= βoDβ1 Hβ2

Keterangan :

Ŷ = Taksiran nilai biomassa atau karbon tanaman (kg/tanaman) D = Diameter tanman (dbh) (cm)

H = Tinggi tanaman (m)

βo , β1, β2 = Konstanta (parameter) regresi

Pemilihan Model Alometrik Terbaik

Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari model-model hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik, yakni goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisa serta pertimbangan kemudahan untuk pemakaian, Model akan diolah menggunakan software SPSS 16.0.


(36)

Analisis Data

• Hasil pendugaan simpanan karbon yang telah diperoleh akan diuji secara statistik dengan rancangan percobaan yang sesuai. Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan tersarang (nested design).

Model Persamaan:

Yijk = µ+ Ti + βj(i) + ∑(ij)k i= 1, 2,3, j = 1,2,3 k = 1,2,3 Dimana :

Yijk = Respon banyaknya kandungan karbon perkebunan ke-i, vegetasi ke-j dan ulangan ke-k

µ = Rataan Umum

Ti = Pengaruh faktor perkebunan ke-i terhdap respon

βj(i) = Pengaruh vegetasi ke-j yang tersarang pada perkebunan ke-i

∑(ij)k = Pengaruh galat acak respon pada perkebunan ke-i, vegetasi ke-j

yang tersarang pada perkebunan ke-i dan ulangan ke-k

Analisis perbedaan kadar karbon pada bagaian-bagian pohon dilakukan analisis dengan uji lanjut Duncan.


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Terpilih.

Hasil inventarisasi yang dilakukan untuk memilih tanaman contoh yang dilakukan dengan metode purposive sampling menunjukkan bahwa diameter terkecil tanman karet yaitu sebesar 10,25 cm dan diameter terbesar adalah 13,69 cm. Pada diameter 10,25 memiliki tinggi total sebesar 13,2 m, sedangkan pada diameter 13,69 memiliki tinggi total sebesar 12,6 m dan pada diameter 13,37 memiliki tinggi total 11,6 m. Rataan kelas diameter tanaman karet yang ditebang dan dijadikan tanaman contoh adalah 12,44 cm, rataan tinggi bebas cabang sebesar 4.03 m serta tinggi total sebesar 12,47 m.

Tabel 2. Karakteristik Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

No Plot H (m) Hbc (m)

Bobot Basah (Kg)

Total Bobot Basah (kg) DBH

(cm) Batang Cabang Daun

1 13,2 5,8 10,25 75,8 31,6 21,4 128,8

2 12,6 2,2 13,69 67,7 28,3 23,1 119,1

3 11,6 41 13,37 68 29,7 18,3 116

Rataan 12,47 4,03 12,44 70,5 29,87 20,93 363,9 Keterangan : DBH = Diameter at Breast Height (Diameter Setinggi Dada)

Hbc = Tinggi Bebas Cabang H = Tinggi Total

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot basah masing-masing tanaman karet dan masing-masing-masing-masing bagiannya berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan komposisi penyusun tiap bagian tanman tersebut. Pada bagian batang lebih banyak diisi oleh selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif dibandingkan dengan cabang dan daun.


(38)

Bobot basah tertinggi terdapat pada tanaman contoh 1 (satu) dengan diameter 10,25 cm yaitu sebesar 128,8 kg. Sedangkan bobot basah terendah terdapat pada tanaman contoh 3 (tiga) dengan diameter 13,37 cm yaitu sebesar 116 kg. Untuk bagian-bagian tanaman karet, bobot basah tertinggi terdapat pada batang, kemudian cabang dan bagian terkecil adalah daun.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batang Cabang Daun

75.8

31.6

3.5 67.7

28.3

1.8

21.4 23.1

18.3

Tanaman 1 Tanaman 2 Tanaman 3

Gambar 2. Bobot Basah Sampel Tebang Berdasarkan Bobot Basah Setiap Bagian Tanaman

Rata-rata bobot basah masing-masing tanaman karet yang dijadikan contoh yaitu batang sebesar 70,5 kg, cabang sebesar 29,87 kg dan daun sebesar 20.93 kg. Rata-rata total dari keseluruhan tanaman contoh yaitu sebesar 363,9 kg. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Muhdi et al. (2014) di perkebunan sawit menyatakan bahwa rata-rata berat basah terbesar berasal dari batang yakni 1.400,4 kg atau 84,45% dari total biomassa pohon.Selain itu bagian batang memiliki bobot basah yang paling tinggi disebabkan oleh kemampuan menyimpan air yang juga tinggi, sedangkan daun hanya memiliki ukuran yang kecil dan mengandung lebih banyak bahan-bahan organik.


(39)

Berdasarkan hubungan diameter dan tinggi tanaman karet terhdap bobot basahnya tidak memperlihatkan hubungan yang linear. Hal ini dapat dilihat bahwa pada diameter terkecil yaitu sebesar 10,25 cm dengan tinggi total 13,2 m memiliki total bobot basah sebesar 128,8 kg, sementara pada diameter 13,69 cm dan tinggi total 12,6 m memiliki total bobot basah sebesar 119,1 kg. Untuk itu dibutuhkan suatu model non linear untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman karet umur 10 tahun yang akan dijelaskan selanjutnya.

Sifat Fisik dan Kimia Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

1. Kadar Air

Kadar air diartikan sebagai bobot air yang terdapat di dalam kayu terhdap bobot kering tanur yang dinyatakan dalam persen. Hasil Analisis laboratorium menunjukkan bahwa terdapat variasi kadar air berdasarkan bagian tanman karet yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Variasi Rata-rata Kadar air Sampel tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Bagian tanaman karet yang paling tinggi kadar airnya yaitu pada bagian daun dengan rata-rata sebesar 155,57 %. Kadar air untuk bagian cabang memiliki rata-rata sebesar 77,59 %. Kadar air terendah terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 73,82 %.

No

Kadar Air %

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 62,48 72,59 157,59

2 2 77,65 79,51 162,58

3 3 8132 8067 146,54


(40)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Onrizal (2004) di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat menyatakan bahwa kadar air terendah terdapat pada bagian batang. Hal ini disebabkan karena batang lebih banyak disusun oleh selulosa, hemiselulosa dan lignin serta zat ekstraktif sehingga bagian batang sedikit terisi oleh air. Sedangkan pada bagian daun tersusun atas rongga stomata yang sedikit diisi oleh bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin Hal yang sama juga ditambahkan Amira (2008) dimana daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral. 2. Kadar Zat Terbang

Zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap dan hilang pada pemanasan 950 oC yang tersusun dari senyawa alifatik, terpena serta fenolik. Rata-rata kadar zat terbang berbagai bagian tanaman karet memiliki presentase rata-rata yang berbeda yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Variasi Rata-rata Kadar Zat Terbang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

No

Zat Terbang %

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 38,28 49,28 73,98

2 2 32,32 47,65 73,42

3 3 37 51,9 74,18

Rataan 35,87 49,61 73,86

Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan dalam Tabel. 4, kadar zat terbang terbesar terdapat pada bagian daun dengan presentase rataan 73,86%. Presentase rataan kadar zat terbang pada bagian cabang yaitu sebesar 49,61% dan rataan kadar zat terbang terkecil terdapat pada bagian batang yaitu


(41)

sebesar 35,87%. Menurut Hilmi (2003), kadar zat terbang tertinggi yang ditemukan pada bagian daun diakibatkan oleh karena memiliki kadar zat terbang tertinggi karena daun tersusun atas klorofil a dan klorofil b dengan bobot molekul tinggi sehingga meningkatkan kadar abu pada proses karbonisasi.

3. Kadar Abu

Jumlah Kadar abu dan kadar zat terbang memiliki hubungan terbalik. Semakin tinggi kadar karbon terikat dalam kayu, maka semakin rendah kadar abu dan zat terbang. Kadar abu merupakan kadar oksika logam yang tersisa pada pemanasan tinggi, yang terdiri dari mineral-mineral terikat kuat seperti kalsium, kalium dan magnesium. Abu merupakan sisa dari pembakaran bahan-bahan yang mengandung bahan organik. Variasi rata-rata kadar abu pada setiap bagian tanman karet disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Variasi Rata-rata Kadar Abu Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

No

Abu %

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 2,35 1,90 4,45

2 2 2,81 3,53 4,44

3 3 1,92 1,87 4,01

Rataan 2,36 2,43 4,30

Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang disajikan pada Tabel 5, kadar abu terbesar terdapat pada bagian daun dengan presentase rataan 4,30%. Presentase rataan kadar abu pada bagian cabang yaitu sebesar 2,43%, sedangkan presentase rataan kadar abu terkecil terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 2.36%. Daun memiliki kadar abu terbesar dikarenakan daun mengandung lebih banyak bahan organik dibanding dengan bagian tanaman karet lainnya. Hal itu


(42)

mengakibatkan pada proses pengabuan bahan organik akan mengalami pembakaran dan menyisakan bahan anorganik.

Menurut Alpian (2011), nilai kadar abu pada berbagai bagian tanaman memiliki perbedaan dikarenakan kandungan bahan organik yang berbeda pada bagian tanaman tersebut. Hal tersebut juga ditambahkan oleh Hendra dan Winarni (2003) yang menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-beda sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbeda pula. Presentase rataan zat terbang dan kadar abu pada yang tinggi pada bagian cabang dan daun menjadikan kadar karbon pada bagian bagian cabang dan daun menjadi lebih rendah dari bagian batang.

4. Kadar Karbon

Hasil kadar karbon yang di dapat dari contoh uji merupakan pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu. Berdasarkan hasil perhitungan kadar karbon diketahui bahwa setiap bagian tanaman karet memiliki presentase rataan kadar karbon yang berbeda-beda seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Variasi Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

No Kadar Karbon (%)

Sampel Tebang Batang Cabang Daun

1 1 59,37 48,81 21,56

2 2 64,86 48,81 22,13

3 3 61,07 46,23 21,81

Rataan 61,77 47,95 21,84

Presentase rataan kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang, yaitu sebesar 61,77%. Presentase rataan kadar karbon pada bagian cabang sebesar 47,95%, sedangkan presentase rataan kadar karbon yang terkecil adalah pada bagian daun sebesar 21,84%. Bagian batang memiliki kadar karbon yang terbesar


(43)

karena pada masa pertumbuhan dan masa produktif, tanaman karet menyerap karbon melalui daun dalam proses fotosintesis dan disebarkan ke seluruh bagian tanaman. Muhdi (2012) juga menjelaskan bahwa rata-rata karbon berdasarkan ukuran diameter memiliki kadark arbon yang bervarias, yaitu kadar karbon yang terdapat pada bagian batang sebesar 45,75%, dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata kadar karbon terkecil terdapat pada daun sebesar 19,61 %, dengan kisaran kadar karbon rata-rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan kadar abu yang tinggi. Besarnya kadar karbon dalam suatu bagian tanaman tergantung pada kadar abu dan zat terbangnya. Semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka karbon akan semakin sedikit dan sebaliknya.

Batang merupakan bagian tanaman karet yang tersusun oleh dinding sel yang komponennya terdiri dari unsur karbon pada sel-sel batang. Dinding sel batang biasanya tersusun atas selulosa, lignin dan zat ekstraktif yang sebagian besar tersusun atas unsur karbon. Kadar karbon bagian tanaman karet penting dalam menduga potensi tanaman seperti batang yang banyak digunakan sebagai dasar perhitungan dalam karbon (Limbong, 2009).


(44)

Gambar 3. Presentase Rata-rata Kadar Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Variasi kadar karbon berdasarkan variasi diameter dan umur tanaman menunjukkan adanya korelasi yang positif antara pertambahan diameter dan umur tanaman dengan pertambahan kadar karbon. Variasi kadar karbon juga terdapat pada setiap bagian tanaman karet dimana bagian batang memiliki kadar karbon yang paling besar. Hal ini cenderung sama dengan kandungan bahan organik dan biomassa tanaman, variasi ini sangat dipengaruhi oleh bobot jenis, kerapatan kayu dan kadar air pada setiap bagian tanaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Walpole (1993) bahwa terdapat hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomasanya. Penelitian yang dilakukan oleh Catur dan Sidiyasa (2001) juga mendukung pendapat ini, dimana biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsional dengan semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon.


(45)

Selain itu, dilakukan pengujian beda nyata kadar karbon antara bagian-bagian tanaman karet yang disajikan Pada Tabel 7. Hal itu untuk mengetahui bagaimana perbedaan rata-rata kadar karbon pada bagian tanaman.

Tabel 7. Hasil Tabel Uji Duncan Kadar Karbon Pada Setiap Bagian Tanaman Karet

Bagian Tanaman Rata-rata

Batang

1 59,371 B

2 64,869 A

3 61,077 AB

Cabang

1 48,814 C

2 48,811 C

3 46,233 C

Daun

1 21,563 D

2 22,133 D

3 21,81 D

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh notasi yang sama kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% menurut uji berjarak Duncan

Uji duncan yang dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan diantara masing-masing bagian tanaman,sehingga diketahui berpengaruh signifikan apa tidak. Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat diketahui bahwa masing masing bagian tanaman memiliki perbedaan kadar karbon yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan hasil uji perbedaan rata-rata karbon pada bagian tanaman menunjukan huruf yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor internal pertumbuhan bagian tanaman seperti kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Pada bagian yang sama dengan tanaman yang berbeda dapat kita lihat bahwa perbedaan kadar karbon tidak signifikan, hal ini diakibatkan oleh persamaan struktur masing-masing bagian tanaman dengan kelas umur yang sama pula.


(46)

5. Bobot Kering (Biomassa)

Kandungan biomassa pohon merupakan penjumlahan dari kandungan biomassa tiap organ pohon yang merupakan gambaran total material organik hasil dari fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, CO di udara diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat, selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu,2007).

Secara umum peningkatan kelas diameter tinggi dada (Dbh) akan meningkatkan jumlah biomassa beberapa bagian tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). Tanaman perkebunan memiliki sitematika proses fotosintesis menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan dalam bentuk biomassa (stok karbon). Biomassa merupakan jumlah total materi organik tanaman yang hidup di atas tanah yang dihasilkan sebagai bobot kering tanaman per unit areal.Jumlah biomassa merupakan persentase besarnya biomassa pada bagian tanaman terhadap biomassa total tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Variasi Rata-rata Biomassa Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.

Keterangan : BB = Bobot Basah BK = Bobot Kering

Berdasarkan Tabel 8, memperlihatkan bahwa jumlah rataan biomassa tertinggi terdapat pada batang, sebesar 40.75 kg. Sedangkan jumlah rataan

No

Sampel Batang Cabang Daun

Total Biomassa (kg) Tebang BB

(Kg) BK (kg) BB (Kg) BK (Kg) BB (Kg) BK (Kg)

1 1 75,8 46,65 31,6 18,31 21,4 8,05 73,02 2 2 67,7 38,11 28,3 15,77 23,1 9,26 63,13 3 3 68 37,5 29,7 16,44 18,3 7,07 61,01


(47)

biomassa cabang sebesar 16,84 kg dan jumlah rataan biomassa yang paling kecil adalah terdapat pada bagian daun sebesar 8,13 kg.

Berdasarkan kandungan biomassa pada setiap bagian tanaman yang ditebang (Tabel 8), persamaan alometrik dapat dibangun, dimana biomassa sebagai variabel terikat dan diameter dan tinggi sebagai variabel bebas. Model penduga biomassa dapat didasarkan pada kandungan biomassa pada tiap bagian anatomi tanaman.

6. Massa Karbon

Sejalan dengan jumlah biomassa, massa karbon ditentukan oleh besarnya kandungan biomassa tanaman karet. Massa karbon dirumuskan perkalian antara kadar karbon (%) dengan besarnya biomassa (kg) antar bagian tanaman karet. Tabel 9 memperlihatkan jumlah massa karbon pada setiap bagian tanaman karet. Tabel 9. Variasi Rata-rata Massa Karbon Sampel Tebang Pada Berbagai Bagian

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)

No Sampel Tebang

Massa Karbon (kg) Total Massa Karbon (kg) Batang Cabang Daun

1 1 27,69 8,93 1,73 38,37

2 2 24,72 7,69 2,04 34,46

3 3 22,90 7,60 1,54 32,04

Rataan 25,10 8,07 1,77 34,96

Dari Tabel 9, diperoleh jumlah rata-rata massa karbon terbesar terdapat pada bagian batang sebesar 25,107 kg atau 71,83% . Hal ini dapat berarti bahwa dari total karbon yang dikandung oleh tanaman karet berumur 10 tahun, 71,83% karbon terdapat pada bagian batang, sisanya terdapat pada bagian selain batang yaitu cabang sebesar 8,07 kg atau 23,09% dan daun 1,77 kg atau 5,06%. Sehingga total rataan massa karbon tanaman karet yang ditebang sebesar 34,96 kg.


(48)

Batang merupakan bagian kayu yang tersusun oleh selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa maka kandungan karbon akan semakin tinggi. Pertumbuhan horizontal mengakibatkan kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen penyusun kayu. Jika diameter semakin besar maka tanaman diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun kayu akan lebih besar (Aminudin, 2008).

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Kadar Air (%)

Zat Terbang (%)

Kadar Abu (%)

Barat Kering (kg)

Massa Karbon (kg)

Batang Cabang Daun

Gambar 4. Variasi Rataan Kadar Air, Kadar Zat Terbang, Kadar Abu, Berat Kering, dan Massa Karbon Terikat Sampel Tebang Pada Setiap Bagian Tanaman Karet.

C. Model Penduga Biomassa dan Massa Karbon Tanaman Karet.

Pengambilan sampel tanaman karet dilakukan dengan menebang tanaman (destruktif) dari berbagai kelas umur dan membagi berbagai bagian dari tanaman karet menghasilkan persamaan alometrik. Persamaan alometrik ini dibangun dari hubungan biomassa dan massa karbon dengan berbagai bagian tanaman karet.


(49)

Model penduga yang digunakan menggunakan pendekatan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total dari berbagai kelas umur hingga memperoleh suatu model.

Berbagai persamaan tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan persamaan-persamaan lainnya dengan menggunakan berbagai variabel bebas yang berbeda. Model terbaik dari suatu persamaan akan dipilih untuk menduga biomassa dan karbon tanaman karet. Model persamaan yang berhasil dibangun untuk menduga biomassa dan massa karbon tanaman karet di Perkebunan Rakyat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Model Penduga Biomassa Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)

NO Bentuk Hubungan Persamaan R-sq (%)

1 Hbc – Biomassa W=39,54Hbc

0.268

99,11

2 H - Biomassa W=0,540 H 1.882 99,99

3 Dbh – Biomassa W=3,425 DBH1.153 99,93*

4 Hbc - H - Biomassa W= 0,997 Hbc-,0,733 + H1,681 94,01 5 Hbc - Dbh - Biomassa W= 1,024 Hbc0,633 + DBH1,256 50,04 6 H- Dbh - Biomassa W=0,946 H1,660 + DBH-0,002 93,60 7 H- Hbc - Dbh - Biomassa

W= 0,998 H-0,113 + Hbc1,857

+ DBH-0,153 94,19

Keterangan : W = Biomassa (kg)

Hbc = Tinggi Bebas Cabang (m) H = Tinggi Total (m)

DBH = Diameter Setinggi Dada (cm) * = Model Terpilih

Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pada tanaman karet di dapat dekat pendekatan parameter seperti tinggi bebas cabang, tinggi total dan diameter. Persamaan yang digunakan merupakan model persamaan dasar pangkat (power function). Yang ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma dan metode kuadrat terkecil (least square).

Pemilihan persamaan alometrik terbaik dapat dilakukan dengan menguji beberapa persamaan. Persamaan tersebut dibagi menjadi persamaan. Model


(50)

alometrik penduga biomassa yang terbaik akan dipilih berdasarkan kriteria pemilhan secara statistik, yaitu dengan nilai R-sq tertinggi.

Berdasarkan Tabel 10, model penduga biomassa yang menggunakan satu peubah yaitu, tinggi bebas cabang dengan persamaan W=39,54Hbc 0.268 memiliki R-sq sebesar 99,11%, sedangkan persamaan yang menggunakan peubah tinggi total dengan persamaan W=0,540 H 1.882 memiliki nilai R-sq sebesar 99,99% dan model persamaan dengan menggunakan peubah diameter dengan persamaan W=3,425 DBH1.153 memiliki R-sq sebesar 99,93%. Sedangakan model penduga yang menggunakan dua dan tiga peubah bebas cenderung memiliki R-sq lebih rendah yaitu antara 50-94 persen.

Menurut (Sutaryo, 2009) dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, apabila nilai mendekati1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Koefisien determinasi, adalah sebuah besaran yang mengukur ketepatan garis regresi. Nilai R2 ini menunjukkan prosentase besarnya variabilitas dalam data yang dijelaskan oleh model regresi.

Pada Tabel 10, model penduga biomassa memiliki jumlah R-sq yang relatif besar. Hal ini dibuktikan dengan jumlah R-sq yaitu lebih dari 99%. Namun dalam hal ini model penduga alometrik dipilih yang cocok menjadi model penduga dengan R-sq tertinggi. Model umum W=3,425 DBH1.153 memiliki R-sq sebesar 99,93% dengan peubah bebas diameter memiliki kriteria pemilihan model terbaik. Hal ini dikarenakan aspek kepraktisan dalam melakukan pengukuran.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 10, bahwa model alometrik terpilih sebagai penduga biomassa tanaman karet adalah W=3,425 DBH1.153 memiliki


(51)

R-sq sebesar 99,93% dengan peubah bebas diameter dapat dijelaskan melalui persamaan linear. Sisanya sebesar 0,07 % dijelaskan oleh hal-hal lain seperti tanah,iklim dan perlakuan masing-masing tanaman.

Tabel 11.Model Penduga Massa Karbon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell.)

NO Bentuk Hubungan Persamaan R-sq (%)

1 Hbc – Massa Karbon C = 18,603 Hbc 0,303

99,05 2 H - Massa Karbon C = 0,053 H

2,526

99,93 3 Dbh – Massa Karbon C = 0,582 DBH 1,586 99,81* 4 Hbc - H – Massa

Karbon C= 0,989 Hbc

0,071

+H1,402 93,98

5 Hbc -Dbh – Massa

Karbon C= 0,995 Hbc

0,357

+ DBH1,152 45,26 6 H - Dbh – Massa

Karbon C= 0,992 H

1,853

+ DBH -0,499 91,97 7 Hbc - H-Dbh –

Massa Karbon

C=0,541 Hbc0,315 + H 2,483 +

DBH-0,943 94,00

Keterangan : C = Massa Karbon (kg) Hbc = Tinggi Bebas Cabang (m) H = Tinggi Total (m)

DBH = Diameter Setinggi Dada (cm) * = Model Terpilih

Dari Tabel 11, dapat kita lihat model penduga massa karbon dengan peubah tinggi total dengan persamaan C = 0,053 H 2,526 memiliki nilai R-sq tertinggi yaitu sebesar 99,93%, sedangkan model penduga C = 18,603 Hbc 0,303 dengan peubah tinggi bebas cabang memiliki R-sq sebesar 99,05% dan model persamaan C = 0,582 DBH 1,586 dengan peubah bebas diameter setinggi dada memiliki R-sq sebesar 99,81%. Sedangakan model penduga yang menggunakan dua dan tiga peubah bebas cenderung memiliki R-sq lebih rendah yaitu antara 45-94 persen.

Model penduga massa karbon yang berbentuk pangkat (power function) yaitu menggunakan peubah tinggi total memiliki nilai R-sq tertinggi dibandingkan model persamaan lain. Berdasarkan Tabel 11, dapat disimpulkan bahwa model


(52)

alometrik terpilih yang memiliki kemampuan terbaik untuk menjelaskan perhitungan massa karbon tanaman adalah dengan menggunkan peubah bebas tinggi total. Dengan demikian model terbaik dalam perhitungan massa karbon adalah C = 0,582 DBH 1,586 dengan peubah bebas diameter setinggi dada memiliki R-sq sebesar 99,81%.

Penetapan persamaan allometrik yang akan dipakai dalam pendugaan biomassa merupakan tahapan penting proses pendugaan massa karbon. Setiap persamaan allometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan demikian pemakaian suatu persamaan yang dikembangkan di suatu lokasi tertentu, belum tentu ccocok apabila diterapkan di daerah lain. Sebagai contoh, persamaan-persamaan yang dikembangkan di daerah beriklim sedang (temperate) yang komposisi vegetasinya cenderung homogen, akan kurang tepat apabila diterapkan di daerah tropika yang variasi spesiesnya tinggi, persamaan yang dikembangkan di daerah lembab/basah juga tidak cocok bila diterapkan di daerah kering atau sebaliknya (Sutaryo, 2009).

Dalam pemilihan model alometrik terbaik, selain melihat aspek nilai R-sq, aspek kepraktisan dalam penggunaan model persamaan dalam memanfaatkan peubah bebas harus dipertimbangkan. Dalam penelitian didapat model persamaan dengan peubah bebas diameter dengan tinggi total memiliki nilai R-sq yang tidak terlalu jauh maka dipandang dari aspek kepraktisan sebaiknya memilih model dengan peubah diamter saja.

Menurut Adiriono (2009) pengukuran diameter tidak terlalu sulit jika dibandingkan dengan pengukuran tinggi toal tanaman, dimana kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar bisa terjadi dengan kondisi kerapatan yang


(53)

tinggi. Hal-hal yang mengakibatkan kesalahan dalam kegiatan pengukuran tinggi tanaman adalah:

1. Kesalahan melihat ujung tanaman dikarenakan kondisi tanaman yang rapat sehingga puncak tanaman tidak terlihat.

2. Tanaman yang akan diukur posisinya miring atau condong.

3. Jarak antara pengukur dengan tanaman yang diukur tidak tegak lurus. 4. Tingkat keakuratan alat pengukuran, dimana tiap-tiap alat memiliki


(54)

D.Potensi Biomassa dan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean,Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.

Tabel 12. Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.

No Plot Total Biomassa (Ton/Ha) Total Massa Karbon (Kg/Ha)

1 5,47 2,87

2 4,73 2,58

3 4,57 2,40

Total 14,77 7,85

Rataan 4,92 2,61

Jika dibandingkan dengan hutan alam tingkat penyerapan CO2 antara perkebunan karet dengan hutan, maka rata-rata hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi perkebunan. Hutan alam dapat menyimpan karbon berkisar antara 7,5-264 ton C/ha.

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Marispatin et al

(2010) tentang jumlah cadangan karbon pada berbagai jenis tegakan, hutan alam dipterokarpa setidaknya menyimpan cadangan karbon 204,92-264,70 ton C/ha sedangkan untuk kelas hutan tanaman jati berumur 10 tahun menyimpan cadangan karbon sebesar 41.137,5 ton C/ha.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya pertimbangan oleh para pengambil keputusan dalam rangka pengelolaan dan penggunaan lahan yang baik dan benar sehingga tidak hanya memandang dari aspek ekonomi saja tapi darii ekologinya juga sehingga setiap kerusakan terhadap hutan yang diakibatkan oleh konversi secara besar-besaran dapat dikurangi dan diatasi.


(55)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kandungan karbon pada setiap bagian tanaman karet Karet (Hevea brasiliensis Muell.) umur 10 tahun berbeda-beda, yaitu pada batang sebesar 61,77%, cabang 47,55% dan daun sebesar 21,84%.

2. Potensi biomassa dan cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell.) umur 10 tahun di perkebunan rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai sebesar sebesar 4,92 ton/ha dan 2,61 ton/ha.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, potensi biomassa dan cadangan karbon pada perkebunan karet lebih rendah dari hutan alam tanaman dan hutan alam sekunder, maka sebaiknya pemilihan jenis komoditas yang akan ditanam dan dimanfaatkan untuk peruntukan lahan lainnya dapat dipertimbangkan lebih lanjut.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Adiriono, T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Aminudin, S. 2008. Kajian Potensi Cadangan Karbon (Carbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanman Jenis Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Amira, S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis Rhizophora apiculata Bl.di Hutan Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Anwar, C. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, Medan.

Brown S. 1997. Estimating Biomassa dan Biomassa Change for Tropical Forest, a Primer. Rome: FAO Forestry Paper 134, FAO.

Brown, S. and Lugo, A.E. 1984. Biomass of tropical Forest : A New Estimate Based on Forest Volume. Science, 223: 1290-1293.

Cesylia, L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Damanik, S., M. Syakir., M. Tasma dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan), 2007. Indonesia Miliki Perkebunan

Karet Terluas di Dunia.http://www.kemenegpdt.go.id. [Diakses 26 Agustus 201]

Hadi, M. 2007. Pendugaan karbon di Atas permukaan lahan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.


(57)

Hariyadi. 2005. Kajian potensi cadangan karbon pada pertanaman teh (Camelia sinensis (L)O.Kuntze) dan berbagai tipe penggunaan lahan di kawasan taman nasional gunung Halimun: kasus Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [disertasi]. Bogor.

Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Bul. Penelitian Hasil Hutan 21(3):211– 226.

Hilmi, E.2003. Model Penduga Kandungan Karbon Pada kelompok Jenis

Rhizophora spp Dan Bruguiera spp. Dalam Tanman Mangrove (Studi Kasus di Inragiri Hilir, Riau). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[ICRAF] The International Center Research in Agroforestry. 2013.Agfor Sulawesi. Bogor.

Kongsager, R., Jonas Napier.,Ole Mertz. 2013 The Carbon Sequestration Of Tree Crop Plantation. Mitig Adapt Strateg Glob Change (2013), 18:1197–1213.

Kusmana. 1992. An Estimation of above ground Tree Biomass of a mangrove forest in East Sumatra, Indonesia. Tropics 1 (4):243-257

Kusuma. 2009. Pendugaan Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Hutan Hujan Tropis Bekas Tebangan (LOA) 1983 (Studi Kasus IUPHHK PT Suka Jaya Makmur) [Skripsi].

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lasco, R.D. 2002. Forest Carbon Budgets in Southeast Asia Following Harvesting and Land Cover Change. Science in China. Vol 45 supp Oktober 200 P55-64.

Marispatin, N.,Kirsfianti Ginoga.,Gustan Pari. 2010. Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Bogor.

MacDicken, KG. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry Projects. USA:Winrock International Institute for Agriculture Development.

Muhdi. 2008. Model Simulasi dan Kandungan Karbon Akibat Pemanenan Kayu di Hutan Alam Tropika [Karya Tulis. USU. Medan


(58)

Muhdi. 2012. Meminimalkan Kehilangan Cadangan Massa Karbon Melalui Pemanenan Kayu Ramah Lingkungan di Hutan Alam Tropika Kalimantan Timur. Departemen Ilmu Kehutanan. USU. Medan

Nazaruddin dan Paimin, 1992. Budidaya dan Pengolahan Karet. Strategi Tahun 2000. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nizami, SM., Zhang Yiping., Sha Liking., Wei Zhao., Siang Zhang. 2014. Managing Carbon Sinks in Rubber (Hevea brasilensis) Plantation by

Changing Rotation length in SW China.

DOI:10.1371/journal.pone.0115234.

Onrizal. 2004. Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Tanaman Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parreso, B. R. 1999. Assessing Tree and Strand Biomass : A Review with Examples And Critical Comparisons. For. Sci. 45(4) : 573-593.

Pedroni,L., Michael Dutchke., Charlotte Streck., Manuel EP. 2009. Creating Incentives For Avoiding Further Deforestation: The Nested Approach. Climate Policy 9, (2009) 207–220.

PUSLITBANG. 2010. Cadangan Karbon. Kementrian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Syakir. dkk. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Nitro Profesional. Bogor. [Diakses 26 Agustus 2014]

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Wetlands International Indonesia Programme. 2009

Tibertius, dkk. 2011. Kualitas Arang Kayu Gelam (Melaleuca cajuputi). Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Palangka Raya.

Wahyu, C dan Sidiyasa Kade. 2001. Model Pendugaan Biomassa Pohon Mahoni (swietenia macrophylla king) di Atas Permukaan Tanah.

Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(1)

tinggi. Hal-hal yang mengakibatkan kesalahan dalam kegiatan pengukuran tinggi tanaman adalah:

1. Kesalahan melihat ujung tanaman dikarenakan kondisi tanaman yang rapat sehingga puncak tanaman tidak terlihat.

2. Tanaman yang akan diukur posisinya miring atau condong.

3. Jarak antara pengukur dengan tanaman yang diukur tidak tegak lurus. 4. Tingkat keakuratan alat pengukuran, dimana tiap-tiap alat memiliki


(2)

D.Potensi Biomassa dan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean,Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.

Tabel 12. Potensi Biomassa dan Cadangan Karbon Perkebunan Rakyat Desa Tarean Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai.

No Plot Total Biomassa (Ton/Ha) Total Massa Karbon (Kg/Ha)

1 5,47 2,87

2 4,73 2,58

3 4,57 2,40

Total 14,77 7,85

Rataan 4,92 2,61

Jika dibandingkan dengan hutan alam tingkat penyerapan CO2 antara perkebunan karet dengan hutan, maka rata-rata hutan dapat menyimpan karbon sekurang-kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi perkebunan. Hutan alam dapat menyimpan karbon berkisar antara 7,5-264 ton C/ha.

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Marispatin et al

(2010) tentang jumlah cadangan karbon pada berbagai jenis tegakan, hutan alam dipterokarpa setidaknya menyimpan cadangan karbon 204,92-264,70 ton C/ha sedangkan untuk kelas hutan tanaman jati berumur 10 tahun menyimpan cadangan karbon sebesar 41.137,5 ton C/ha.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya pertimbangan oleh para pengambil keputusan dalam rangka pengelolaan dan penggunaan lahan yang baik dan benar sehingga tidak hanya memandang dari aspek ekonomi saja tapi darii ekologinya juga sehingga setiap kerusakan terhadap hutan yang diakibatkan oleh konversi secara besar-besaran dapat dikurangi dan diatasi.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kandungan karbon pada setiap bagian tanaman karet Karet (Hevea brasiliensis Muell.) umur 10 tahun berbeda-beda, yaitu pada batang sebesar 61,77%, cabang 47,55% dan daun sebesar 21,84%.

2. Potensi biomassa dan cadangan karbon pada tanaman karet (Hevea

brasiliensis Muell.) umur 10 tahun di perkebunan rakyat Desa Tarean

Kecamatan Silindak Kabupaten Serdang Bedagai sebesar sebesar 4,92 ton/ha dan 2,61 ton/ha.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, potensi biomassa dan cadangan karbon pada perkebunan karet lebih rendah dari hutan alam tanaman dan hutan alam sekunder, maka sebaiknya pemilihan jenis komoditas yang akan ditanam dan dimanfaatkan untuk peruntukan lahan lainnya dapat dipertimbangkan lebih lanjut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adiriono, T. 2009. Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanaman Jenis Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Aminudin, S. 2008. Kajian Potensi Cadangan Karbon (Carbon Stock) Dengan Metode Karbonasi Pada Hutan Tanman Jenis Acacia crassicarpa [Tesis]. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Amira, S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis Rhizophora apiculata Bl.di Hutan Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Anwar, C. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, Medan.

Brown S. 1997. Estimating Biomassa dan Biomassa Change for Tropical Forest, a Primer. Rome: FAO Forestry Paper 134, FAO.

Brown, S. and Lugo, A.E. 1984. Biomass of tropical Forest : A New Estimate Based on Forest Volume. Science, 223: 1290-1293.

Cesylia, L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) di Perkebunan Karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Damanik, S., M. Syakir., M. Tasma dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan), 2007. Indonesia Miliki Perkebunan

Karet Terluas di Dunia.http://www.kemenegpdt.go.id. [Diakses 26 Agustus 201]

Hadi, M. 2007. Pendugaan karbon di Atas permukaan lahan pada tegakan Jati (Tectona grandis) di KPH Blitar, Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p.


(5)

Hariyadi. 2005. Kajian potensi cadangan karbon pada pertanaman teh (Camelia sinensis (L)O.Kuntze) dan berbagai tipe penggunaan lahan di kawasan taman nasional gunung Halimun: kasus Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [disertasi]. Bogor.

Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Bul. Penelitian Hasil Hutan 21(3):211– 226.

Hilmi, E.2003. Model Penduga Kandungan Karbon Pada kelompok Jenis

Rhizophora spp Dan Bruguiera spp. Dalam Tanman Mangrove (Studi Kasus di Inragiri Hilir, Riau). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[ICRAF] The International Center Research in Agroforestry. 2013.Agfor Sulawesi. Bogor.

Kongsager, R., Jonas Napier.,Ole Mertz. 2013 The Carbon Sequestration Of Tree Crop Plantation. Mitig Adapt Strateg Glob Change (2013), 18:1197–1213.

Kusmana. 1992. An Estimation of above ground Tree Biomass of a mangrove forest in East Sumatra, Indonesia. Tropics 1 (4):243-257

Kusuma. 2009. Pendugaan Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah Pada Tanaman Hutan Hujan Tropis Bekas Tebangan (LOA) 1983 (Studi Kasus IUPHHK PT Suka Jaya Makmur) [Skripsi].

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lasco, R.D. 2002. Forest Carbon Budgets in Southeast Asia Following Harvesting and Land Cover Change. Science in China. Vol 45 supp Oktober 200 P55-64.

Marispatin, N.,Kirsfianti Ginoga.,Gustan Pari. 2010. Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Bogor.

MacDicken, KG. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry Projects. USA:Winrock International Institute for Agriculture Development.

Muhdi. 2008. Model Simulasi dan Kandungan Karbon Akibat Pemanenan Kayu di Hutan Alam Tropika [Karya Tulis. USU. Medan


(6)

Muhdi. 2012. Meminimalkan Kehilangan Cadangan Massa Karbon Melalui Pemanenan Kayu Ramah Lingkungan di Hutan Alam Tropika Kalimantan Timur. Departemen Ilmu Kehutanan. USU. Medan

Nazaruddin dan Paimin, 1992. Budidaya dan Pengolahan Karet. Strategi Tahun 2000. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nizami, SM., Zhang Yiping., Sha Liking., Wei Zhao., Siang Zhang. 2014. Managing Carbon Sinks in Rubber (Hevea brasilensis) Plantation by

Changing Rotation length in SW China.

DOI:10.1371/journal.pone.0115234.

Onrizal. 2004. Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Tanaman Hutan Kerangas di Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parreso, B. R. 1999. Assessing Tree and Strand Biomass : A Review with Examples And Critical Comparisons. For. Sci. 45(4) : 573-593.

Pedroni,L., Michael Dutchke., Charlotte Streck., Manuel EP. 2009. Creating Incentives For Avoiding Further Deforestation: The Nested Approach. Climate Policy 9, (2009) 207–220.

PUSLITBANG. 2010. Cadangan Karbon. Kementrian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.

Syakir. dkk. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Nitro Profesional. Bogor. [Diakses 26 Agustus 2014]

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Wetlands International Indonesia Programme. 2009

Tibertius, dkk. 2011. Kualitas Arang Kayu Gelam (Melaleuca cajuputi). Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Palangka Raya.

Wahyu, C dan Sidiyasa Kade. 2001. Model Pendugaan Biomassa Pohon Mahoni

(swietenia macrophylla king) di Atas Permukaan Tanah.

Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistika Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 12

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 2

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 3

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 6

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 2

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 7

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 11