EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI FIELD 2005 E AFDELING III PT.PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

(1)

PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI FIELD 2005 E AFDELING III PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

Oleh

MAYA PUSPITASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI FIELD 2005 E AFDELING III PT.PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT

USAHA KEDATON WAY GALIH LAMPUNG SELATAN Oleh

Maya Puspitasari

Karet adalah salah satu komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung yang tersebar hampir diseluruh kabupaten di Provinsi Lampung dengan total produksi 72.240 ton dengan luas areal 119.83 ha. Tanaman karet akan tumbuh dengan baik dan memperoleh hasil maksimal apabila ditanam pada lahan yang sesuai dengan pengelolaan lahan dilakukan dengan baik. Evaluasi lahan adalah suatu metode penilaian potensi daya guna lahan untuk berbagai altenatif penggunaan lahan. Dengan evaluasi kesesuaian lahan dapat diketahui kesesuaian suatu wilayah untuk tanaman karet serta kelayakan secara ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian lahan kualitatif dan kuantitatif pertanaman karet Field 2005 E Afdeling III PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih, Lampung Selatan.

Evaluasi kesesuaian lahan kualitatif dilakukan berdasarkan syarat tumbuh tanaman karet menurut kriteria Djaenuddin dkk. (2000) dan evaluasi kuantitatif


(3)

dan BEP.

Hasil penelitian lahan pertanaman karet di Field 2005 E Afdeling III PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton termasuk ke dalam kelas cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan dan lama bulan kering) dan retensi hara (C-organik) S2wanr. Secara finansial, usaha

budidaya tanaman karet layak untuk dikembangkan, hal ini dibuktikan dari hasil perolehan nilai NPV = Rp 132.281.885 ha-1, Net B/C= 2,3 IRR = 24,30 % thn-1, dan BEP = 14 tahun 7 bulan 12 hari.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… i

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tanah dan Konsep Lahan ... 6

2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 8

2.2.1 Tipe Evaluasi Lahan ... 9

2.2.2 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan ... 10

2.2.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan... 11

2.2.4 Analisis Evaluasi Lahan Kuantitatif ... 19

2.3 Tanaman Karet ... 21

2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman... 21

2.3.2 Deskripsi klon PB260 ... 22

2.3.3 Syarat Tumbuh Tanaman Karet... 23

2.3.4 Budidaya Tanaman Karet ... 24

III. BAHAN DAN METODE ... 29

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 29

3.2 Bahan dan Alat ... 29

3.3 Metode Penelitian ... 30

3.3.1 Tahap Persiapan ... 31


(7)

3.3.3. Analisis Data ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Hasil Penelitian ... 40

4.1.1 Kelas Kesesuaian Lahan Kualitatif ... 40

4.1.1.1 Temperatur ... 40

4.1.1.2 Ketersediaan Air ... 40

4.1.1.3 Ketersediaan Oksigen ... 41

4.1.1.4 Media Perakaran ... 41

4.1.1.5 Retensi Hara ... 42

4.1.1.6 Toksisitas ... 42

4.1.1.7 Bahaya Sulfidik ... 42

4.1.1.8 Bahaya Erosi ... 43

4.1.1.9 Bahaya Banjir ... 43

4.1.1.10 Penyiapan Lahan ... 43

4.1.2 Kelas Kesesuaian Lahan Kuantitatif ... 44

4.1.2.1 Biaya Produksi ... 44

4.1.2.1.1 Biaya Tetap ... 46

4.1.2.1.1.1 Pajak Tanah ... 46

4.1.2.1.1.2 Peralatan ... 46

4.1.2.1.2 Biaya Variabel ... 48

4.1.2.1.2.1 Penggunaan Tenaga Kerja ... 48

4.1.2.1.2.2 Penggunaan Sarana Produksi ... 49

4.1.2.2 Produksi dan Pendapatan... 49

4.2 Pembahasan ... 52

4.2.1 Kesesuaian Lahan Kualitatif ... 52

4.2.2 Kesesuaian Lahan Kuantitatif ... 56

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 58

5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 58 PUSTAKA ACUAN


(8)

Teks

Nomor Halaman

1. Deskripsi tanaman karet klon PB260. ... 23

2. Metode analisis laboratorium. ... 35

3. Kelas kesesuaian lahan tanaman karet daerah penelitian. ... 45

4. Nilai Pajak Hak Guna Usaha (PHGU) PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Kedaton. ... 47

5. Biaya Penyusutan. ... 48

6. Penerimaan PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton. ... 51

Lampiran 7. Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman karet menurut Kriteria Djaenuddin dkk (2000). ... 63

8. Data Suhu Udara (oC) Tahun 2002 - 2011 Kecamatan Lampung Selatan. ... 64

9. Data Curah Hujan (mm) Tahun 2002 - 2011 Kecamatan Lampung Selatan. ... 65

10. Deskripsi profil bor tanah I lahan. ... 66

11. Deskripsi profil bor tanah II lahan. ... 67

12. Deskripsi profil bor tanah III lahan. ... 68

13. Deskripsi profil bor tanah IV lahan. ... 69


(9)

16. Deskripsi profil bor tanah VII lahan. ... 72

17. Deskripsi profil bor tanah VIII lahan. ... 73

18. Analisis contoh tanah. ... 74

19. Cash Flow tanaman karet di lokasi penelitian. ... 77

20. Analisis finansial tanaman karet di lokasi penelitian. ... 78

21. Perhitungan analisis IRR tanaman karet. ... 79

22. Perhitungan analisis Net B/C tanaman karet. ... 80


(10)

Nomor Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian. ... 82 2. Distribusi Titik Pengambilan Sampel ... 83


(11)

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Karet merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban

kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton per tahun pada tahun 2025. Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila minimal 85% areal kebun karet yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul (Anwar, 2001).

Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas tinggi dalam

pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Lampung, karena di harapkan sebagai penggerak perekonomian masyarakat dan sebagai salah satu sub sektor penghasil devisa melalui kegiatan ekspor komoditas perkebunan. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung yang tersebar hampir


(12)

diseluruh Kabupten di Provinsi Lampung. Luas areal tanaman karet di Provinsi Lampung tahun 2009 mencapai 97.598 ha dengan produksi 57.938 ton (Dinas Perkebunan Lampung, 2010).

Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki

peranan penting dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas dunia. Luas areal karet di Indonesia telah mencapai 3.262.291 ha. Dari total areal perkebunan karet di Indonesia tersebut 84,5% diantaranya merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan 7,1% yang merupakan milik negara (Setiawan, 2007).

Lebih lanjut Setiawan (2007) menyatakan bahwa rendahnya produktivitas karet alam Indonesia disebabkan sebagian besar atau lebih 84% perkebunan karet yang ada merupakan perkebunan karet rakyat yang tidak dikelola secara profesional. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58% thn-1, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15% thn-1. Berdasarkan permasalahan dan potensi yang ada maka perlu dilakukan suatu kegiatan untuk mengetahui kualitas sifat fisik dan kimia tanah serta menduga potensi lahan tersebut agar dapat dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan tanaman karet.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan tahapan penting dalam perencanaan penggunaan lahan. Dengan evaluasi kesesuaian lahan dapat diketahui kesesuaian suatu wilayah untuk berbagai komoditas dari berbagai kelompok tanaman, baik tanaman pangan maupun perkebunan. Dengan demikian, penggunaan lahan yang terbaik pada suatu wilayah dapat diputuskan. Kesesuaian suatu wilayah terhadap


(13)

komoditas tertentu dapat diperoleh dengan membandingkan syarat tumbuh tanaman dengan kondisi lahan. Mempelajari kualitas dan karakteristik lahan yang sesuai untuk tanaman sangat penting untuk mencapai potensi maksimal dan mutu tanaman. Dengan mengetahui ciri tersebut dapat disusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu yang berperan penting dalam evaluasi sumberdaya lahan dan pertimbangan pengelolaan lahan (Hardjowigeno, 2001).

Hasil evaluasi lahan menggambarkan kesesuaian lahan untuk berbagai keperluan dan dapat diketahui hambatan dan kebutuhan biaya dalam pemanfaatan sumber daya lahan tersebut. Sehingga berapa besar keuntungan dan bahkan kemungkinan kerugian yang didapat, baik secara fisik maupun finansial akan diketahui melalui evaluasi lahan tersebut (Mahi, 2005). Berdasarkan hal itu perlu kiranya

mengevaluasi kesesuaian lahan secara kualitatif dan kuantitatif di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Field 2005 E Afdeling III karena pada lahan ini belum pernah dilakukan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang upaya pengelolaan lahan yang dapat dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengevaluasi kesesuaian lahan kualitatif pertanaman karet (Hevea brasiliensis) Field 2005 E Afdeling III PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedataon Way Galih Lampung Selatan, berdasarkan kriteria biofisik Djaenuddin dkk. (2000).

2. Mengevaluasi kesesuaian lahan kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan finansial budidaya tanaman karet Field 2005 E Afdeling III PT


(14)

Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedataon Way Galih Lampung Selatan, dengan menghitung nilaiNet B/C Ratio, NPV, IRRdan

BEP.

1.3 Kerangka Pemikiran.

Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, yang meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan. Evaluasi lahan merupakan penghubung antara berbagai aspek dan kualitas fisik, biologi, dan teknologi penggunaan lahan dengan tujuan sosial ekonominya. Tergantung pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan (Arsyad, 2010).

Salah satu cara evaluasi lahan adalah menggunakan klasifikasi lahan untuk penggunaan tertentu. Penggolongan kemampuan lahan didasari tingkat produksi pertanian tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka waktu yang sangat panjang (Sitorus, 1985).

Menurut Djaenuddin dkk. (2000), karet (Hevea brasiliensis) optimum tumbuh di daerah dengan temperatur 26 - 30oC, curah hujan 2.5003.000 mm tahun-1. Karet tumbuh pada berbagai tipe tanah dengan kedalaman tanah > 100 cm, bertekstur liat sampai lempung berliat, memiliki drainase baik, reaksi tanah berkisar antara 56, pada lahan yang mempunyai kecuraman lereng < 8%.


(15)

Berdasarkan data-data di atas, maka perlu dilakukan penilaian kesesuaian lahan pada pertanaman karet di Unit Usaha Kedaton PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Way Galih Lampung Selatan. Unit Usaha Kedaton dengan kemiringan lereng < 8%, kejenuhan basa 40%, pH 5,0 dan curah hujan rata-rata 2.053 mm thn-1. Rata-rata produksi PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton selama lima tahun terakhir sebesar 1.392 kg ha-1thn-1dan berdasarkan wawancara dengan Sinder pendapatan sekitar 47 juta ha-1thn-1dengan

pengeluaran sekitar 20 juta sampai 24 juta ha-1thn-1(PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton, 2012).

Dalam mengevaluasi kesesuaian lahan, penilaian kesesuaian secara kualitatif menggunakan kriteria biofisik menurut Djaenuddin dkk. (2000), sedangkan penilaian secara kuantitatif adalah dengan menganalisa kelayakan finansial budidaya tanaman karet yang dilakukan dengan menghitung nilai Net B/C ratio, NPV, IRR, dan, BEP.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kesesuaian lahan kualitatif tanaman karet Field 2005 E Afdeling III PT Perkebunana Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih

Lampung Selatan diduga cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air dan retensi hara (S2 wanr).

2. Perkebunan karet Field 2005 E Afdeling III PT Perkebunana Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Kedaton Way Galih Lampung Selatan, diduga secara finansial menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah dan Konsep Lahan

Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar permukaan planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam relif tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1990). Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifat serta prilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim (i) dan jasad renik hidup (o) terhadap suatu bahan induk (b) yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (w), yang dapat digambarkan dalam hubungan fungsi sebagai berikut.

T =

ƒ

i, o, b, r, w (Arsyad, 2010)

dimana T adalah tanah dan masing-masing peubah adalah faktor-faktor pembentuk tanah tersebut di atas. Sebagai produk alami yang heterogen dan dinamik, maka ciri dan prilaku tanah berbeda dari sutu tempat ke tempat lain, dan berubah dalam waktu ke waktu (Arsyad, 2010).

Pengembangan pertanian pada suatu daerah merupakan salah satu cara meningkatkan produktifitas pertanian, secara umum kegiatan pengembangan


(17)

daerah tersebut meliputi juga pengenalan pola pertanian secara tepat dan sesuai dengan potensi lahannya. Potensi lahan perlu dijabarkan secara baik agar dapat digunakan dengan rencana pengembangannya (Abdullah, 1993).

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lalu maupun sekarang. Sebagai contoh aktifitas dalam penggunaan lahan pertanian, reklamasi lahan rawa dan pasang surut, atau tindakan konservasi tanah, akan memberikan karakteristik lahan yang spesifik (Djaenuddin dkk., 2000).

Menurut Arsyad (2010), penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materi maupun spiritual. Penggunaan lahan yang ada pada saat sekarang, merupakan pertanda yang dinamis dari adanya eksploitasi oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok atau masyarakat terhadap sekumpulan sumber daya lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi penggunaan lahan umum dan penggunaan lahan khusus atau tipe penggunaan lahan. Penggunaan lahan secara umum meliputi pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput penggembalaan, kehutanan, daerah rekreasi, dan sebagainya, sedangkan tipe penggunaan lahan adalah penggunaan lahan yang lebih detail dengan


(18)

mempertimbangkan sekumpulan rincian teknis yang didasarkan pada keadaan fisik dan sosial dari satu jenis tanaman atau lebih (Mahi, 2001).

2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi Lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun untuk non pertanian. Evaluasi lahan melibatkan pelaksanaan survei/penelitian bentuk bentang alam, sifat dan distribusi tanah, macam dan distribusi vegetasi, aspek-aspek lahan, keseluruhan evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membuat perbandingan dari macam-macam penggunaan lahan yang memberikan harapan positif (Abdullah, 1993).

Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan digunakan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Tetapi pada umumnya disusun berdasarkan pada sifat-sifat yang dikandung lahan artinya hanya sampai pada pembentukkan kelas kesesuaian lahan sedangkan, menyangkut produksi hanya berupa dugaan

berdasarkan potensi kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim dkk., 1996). Kelas kesesuaian lahan pada prinsipnya ditetapkan dengan mencocokkan antara data kualitas/karakteristik lahan dari setiap satuan peta dengan kriteria kelas kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas yang dievaluasi merupakan faktor pembatas yang paling sulit atau secara ekonomis tidak dapat diatasi atau diperbaiki (Djaenuddin dkk., 2000).


(19)

2.2.1 Tipe Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah penilaian potensi daya guna lahan untuk berbagai altenatif penggunaan lahan, termasuk penggunaan produktif seperti: pertanian, kehutanan, peternakan, bersamaan penggunaan tersebut disertai pula dengan pelayanan atau keuntungan lain seperti: konservasi daerah aliran air sungai, daerah wisata, dan perlindungan margasatwa (Mahi, 2005). Hasil evaluasi lahan dapat dikemukan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi lahan dikenal tipe evaluasi lahan kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi kualitatif adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai macam penggunaan yang

digambarkan dalam bentuk kualitaif, seperti sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal, dan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.

Evaluasi kuantitatif secara ekonomi adalah evaluasi yang hasilnya diberikan dalam bentuk keuntungan atau kerugian masing-masing macam penggunaan lahan. Secara umum, evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek khusus dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi. Nilai uang digunakan pada data kuantitatif secara ekonomi yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi. Penilaian nilai uang akan memudahkan melakukan perbandingan bentuk-bentuk produksi yang berbeda sehingga dapat memungkinkan karena menggunakan satu harga yang berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang


(20)

2.2.2 Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat atauatributeyang bersifat kompleks dari sebidang lahan, setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu (Djaenuddin., dkk 2000). Kualitas lahan dapat pula digambarkan sebagai faktor positif dan faktor negatif (Mahi, 2001). Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga

merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya pada satu jenis penggunaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama bisa berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis penggunaan. Satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan iklim (curah hujan).

Karaktersitik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur atau ditetapkan, sebagai contoh lereng, curah hujan, tekstur, kandungan air, kemasaman, kandungan hara, kedalam solum, dan lainnya. Karakteristik lahan dibedakan menjadi (1) karakteristik lahan tunggal dan (2) karakteristik lahan majemuk. Karakteristik lahan tunggal adalah sifat-sifat lahan yang didalam menetapkannya tidak tergantung pada sifat lahan lainnya seperti lereng, kedalaman solum, tekstur, dan kemasaman, sedang karakteristik lahan majemuk adalah sifat lahan yang


(21)

dalam menetapkannya tergantung pada sifat lahan lainnya seperti drainase, kandungan air, dan permeabilitas.

2.2.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Menurut Djaenuddin dkk. (2003), dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain, dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokkan antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi.

Menurut FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori, yaitu :

a) Ordo : menunjukkan macam kesesuaian yaitu sesuai atau tidak sesuai.

b) Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian di dalam kelas.

Tingkat kelas dibagi menjadi 5 yaitu :

1) Kelas S1 (sangat sesuai)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang tidak berarti dan tidak mengurangi produksi secara nyata.


(22)

2) Kelas S2 (cukup sesuai)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan dan memerlukan input.

3) Kelas S3 (sesuai marjinal)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang besar atau serius dan memerlukan input yang lebih besar.

4) Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang lebih berat tetapi memungkinkan untuk diatasi.

5) Kelas N2 (tidak sesuai permanen)

Lahan mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki karena sifatnya permanen.

c) Sub Kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas kesesuaian lahan.

d) Unit : menunjukkan sifat tambahan yang diperlukan untuk pengelolaan dalam tingkat sub kelas.

Menurut Djaenuddin dkk. (2000), deskripsi karakteristik lahan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai berikut :


(23)

a. Temperatur (tc)

Karakteristik lahan yang menggambarkan temperatur adalah suhu tahunan rata-rata dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi yang ada. Suhu sangat berpengaruh dalam mikroorganisme dalam tanah, fotosintesis, respirasi, pembungaan, dan perkembangan buah dan biji. Menurut Bahri (1996), tanaman karet membutuhkan suhu optimum antara 20C-30C. suhu yang lebih rendah dari 26C dapat memperlambat pembungaan serta

menurunkan hasil dan kualitas lateks, sebaliknya suhu yang terlampau tinggi berpengaruh terhadap perkembangan buah dan biji.

b. Ketersediaan Air (wa)

Karakteristik ketersediaan air digambarkan oleh keadaan curah hujan tahun rata - rata atau curah hujan selama masa pertumbuhan, bulan kering, dan kelembaban. Faktor yang paling besar dalam menyumbangkan ketersediaan air adalah curah hujan. Menurut Hanafiah (2012), curah hujan berkolerasi erat dengan pembentukan biomasa (bahan organik) tanah, karena air merupakan komponen utama tanaman maka kurangnya curah hujan akan menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Curah hujan yang sedikit yang mengakibatkan tanaman kurang produktif.

c. Ketersediaan Oksigen (oa)

Karakteristik lahan yang manggambarkan ketersediaan oksigen adalah kelas drainase, yaitu merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah, dibedakan sebagai berikut :


(24)

1) Cepat (excessively drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warnagley(reduksi), 2) Agak cepat (somewhat excessively drained). Tanah mempunyai

konduktivitas hidrolik yang tinggi dan daya menahan air rendah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi atau aluminium serta warnagley(reduksi), 3) Baik (well drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang

dan daya menahan sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah dekat permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warnagley(reduksi) pada lapisan sampai > 100 cm,

4) Agak baik/sedang (moderately well drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan rendah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna

gley(reduksi) pada lapisan sampai > 50 cm,

5) Agak terhambat (somewhat poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak/karatan besi dan/atau mangan serta warnagley(reduksi) pada lapisan > 25 cm,


(25)

6) Terhambat (poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warnagley

(reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

7) Sangat terhambat (very poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warnagley(reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

d. Media Perakaran (rc)

Media perakaran merupakan tempat tinggal akar tanaman. Sebagai tempat tinggal yang baik, media perakaran harus dapat mendukung pertumbuhan dan kehidupan tanaman. Menurut Djaenuddin dkk. (2000), karakteristik lahan yang manggambarkan media perakaran terdiri dari :

Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari : 1) Kelas Drainase tanah dibagi menjadi 6 kelas, yaitu : sangat buruk,

buruk, agak buruk, agak baik, baik, dan berlebihan. Menurut Arsyad (2010) Drainase yang baik akan berpengaruh terhadap peredaraan udara di dalam tanah, aktifitas mikroorganisme, serapan unsur hara oleh tanaman, dan pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah.


(26)

2) Tekstur tanah merupakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2mm, yaitu pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah dibagi menjadi 5 kelas, yaitu : halus, agak halus, sedang, agak kasar, dan kasar.

3) Bahan kasar dengan ukuran > 2mm, yang menyatakan volume dalam %, merupakanmodifiertekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah.

4) Kedalaman tanah, menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang

dievaluasi, dan dibedakan menjadi :

sangat dangkal < 20 cm dangkal 20 - 50 cm sedang 50 - 75 cm dalam > 75 cm

e. Retensi Hara (nr)

Retansi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur - unsur hara atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi di dalam tanah sesuai untuk hara - hara tertentu maka unsur hara yang terjerap akan dilepaskan dan dapat diserap oleh tanaman. Retensi hara di dalam tanah di pengaruhi oleh KTK, kejenuhan basa, pH dan C-organik. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan bahan organic tanah merupakan sumber hara bagi tanaman. Tanah dengan


(27)

kandungan bahan organik yang rendah dapat menurunkan nilai kapasitas tukar kation (KTK) karena setengah dari KTK berasal dari bahan organik (Hakim dkk.,1986). Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah menaikkan kemantapan agregat tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan daya tahan air tanah. Bahan organik juga berfungsi sebagai pencegah erosi dengan memperbaiki aerasi dan mempertinggi kapasitas air tanah serta memperbaiki daerah perakaran.

f. Toksisitas (xc)

Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah - daerah yang bersifat salin. Menurut Hardjowigeno (2007), salinitas berhubungan dengan kadar garam tanah. Kadar garam yang tinggi meningkatkan tekanan osmotik sehingga ketersediaan dan kapasitas penyerapan air akan berkurang. Daerah pantai merupakan daerah yang mempunyai kadar garam yang tinggi.

g. Bahaya Sulfidik (xs)

Bahaya sulfidik dinyatakan oleh kedalaman ditemukannya bahan sufidik yang diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik atau pirit (FeS2). Pengujian sulfidik dapat dilakukan dengan cara meneteskan larutan H2O2pada matrik tanah, dan apabila terjadi pembuihan menandakan adanya lapisan pirit. Kedalaman sulfidik hanya digunakan pada lahan bergambut dan lahan yang banyak mengandung sulfida serta pirit. Hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk di dalam tanah dapat bereaksi dengan ion-ion logam berat membentuk sulfida-sulfida tidak larut. Dengan rendahnya kandungan


(28)

unsure-unsur logam tersebut, H2S yang terbentuk dapat berakumulasi sampai pada tingkat meracun dan mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk., 1986).

h. Bahaya Erosi (eh)

Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah tererosi. Bahaya erosi merupakan kerusakkan lahan akibat erosi yang menyebabkan terangkutnya lapisan olah tanah yang penting bagi budidaya tanaman. Hilangnya tanah tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi lahan, hilangnya unsur hara yang diperlukan tanaman, menurunnya kualitas tanaman, berkurangnya laju infiltrasi, dan kemampuan tanah menahan air, rusaknya struktur tanah, dan penurunan pendapatan akibat penurunan produksi (Hardjowigeno, 1995).

i. Bahaya Banjir (fh)

Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondis lahan yang pada permukaan tanahnya terdapat genangan air. Apabila terjadi genangan air dalam kurun waktu yang cukup lama dapat menghambat pertumbuhan

tanaman. Air akan menjenuhi daerah perakaran sehingga mengakibatkan akar tanaman tidak mampu menyerap unsur hara secara optimal dan akan

mengakibatkan akar menjadi busuk dan mengakibatkan tanaman menjadi mati. Selain itu, kandungan unsur hara dapat menurun sehingga kurang

mencukupi kebutuhan tanaman untuk proses metabolisme yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas tanaman (Arsyad, 2010).


(29)

j. Penyiapan Lahan (lp)

Mengamati dan menghitung batu-batu di permukaan dengan melihat ada tidaknya batu-batu kecil atau besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan tanah yang dinyatakan dalam persen (%), Singkapan batuan diamati dengan melihat ada tidaknya batuan-batuan besar yang tersingkap pada lokasi penalitian yang dinyatakan dalam persen (%). Semakin banyak batuan yang ada maka semakin besar teknologi yang diterapkan dalam pengolahan tanah, serta batuan yang terlalu banyak pada lahan juga dapat menghambat

perkembangan akar tanaman untuk menyerap unsur hara (Djaenuddin dkk., 2003).

2.2.4 Analisis Evaluasi Lahan Kuantitatif

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dengan manfaat (benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Menurut Ibrahim (2003), dalam analisis finansial

diperlukan kriteria kelayakan usaha antara lain :Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C),danBreak Even Point (BEP).

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value(NPV) sering diterjemahkan sebagai nilai bersih, merupakan selisih antara manfaat dengan biaya padadiscount ratetertentu. JadiNet Present Value(NPV) menunjukkan kelebihan manfaat dibanding dengan biaya yang


(30)

dikeluarkan dalam suatu proyek (usaha tani). Suatu proyek dikatakan layak diusahakan apabila nilai NPV positif (NPV > 0).

b) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net Beneffit Cost Ratio(Net B/C) adalah perbandingan jumlah NPV positif dengan NPV negatif yang menunjukkan gambaran berapa kali lipat beneffit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Jadi jika nilai NPV > 0, maka B/C > 1 dan suatu proyek layak untuk diusahakan.

c) Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama artinya dengandiscount rate) yang menunjukkan bahwa nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi usahatani atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkanNPVsama dengan nol (NPV = 0).

d) Break Event Point (BEP)

Break Event Point(BEP) adalah titik pulang pokok dimana totalrevenue(total pendapatan) = totalcost(biaya total). Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atauTR = TCtergantung lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya.


(31)

2.3 Tanaman Karet

2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Karet

Menurut Cahyono (2010), klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies :Hevea brasiliensisMuell. Arg.

Morfologi tanaman karet menurut Cahyono (2010) adalah sebagai berikut : 1) Akar

Tanaman karet memiliki sitem perakaran tunggang. Akar tunggang tanaman karet menembus kedalam tanah menuju pusat bumi cukup dalam dan kokoh. 2) Batang

Batang tanaman karet merupakan batang sejati. Batang tanaman karet berkayu yang cukup keras dan memiliki cabang-cabang atau ranting

3) Daun

Daun tanaman karet merupakan daun majemuk. Setiap daun memiliki 3 helai anak daun yang tersusun menjari.


(32)

4) Bunga

Bunga tanaman karet tergolong bunga berumah dua (monoecious) dan

berbentuk bunga majemuk. Pada satu tangkai bunga yang berbentuk majemuk tersebut terdapat bunga betina dan bunga jantan.

5) Buah dan biji

Buah karet yang masih muda berwarna hijau dan dan akan berubah menjadi coklat sampai hitam apabila sudah matang. Buah karet tidak berdaging dan berair. Biji karet berbentuk bulat agak lonjong berwarna coklat kehitaman dan bersifat keras.

2.3.2 Deskripsi klon PB260

Klon unggul merupakan syarat utama agar komoditas karet dapat menghasilkan produksi dengan tingkat produktifitas yang tinggi sehingga dapat menguntugkan didalam persaingan global. Salah satunya klon PB 260 yang peka terhadap kekeringan alur sadap, gangguan angin, dan kemarau panjang, karena itu pengelolaannya harus dilakukan secara tepat. Klon PB 260 merupakan klon penghasil lateks yang saat ini dianjurkan untuk dikembangkan petani karet tidak saja di Sumatera Utara (Sumut) tetapi secara umum di tanah air. Hasil lateks klon PB260 berwarna putih kekuningan dan pengembangan tanaman dapat dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah (Medan Bisnis, 2010). Deskripsi klon PB260 tertera pada Tabel 1.


(33)

Tabel 1. Deskripsi Klon PB260 Tanaman Karet (Hevea brasilensis).

Uraian Deskripsi

Nama PB 260

Silsilah PB 5/51 X PB 49

Akar Tunggang

Batang Jagur, tumbuh meninggi, tegak lurus, silindris

Kulit batang Warna coklat, memiliki corak alur sempit, putus-putus.

Mata bentuk mata : rata, bekas pangkal tangkai kecil agak menonjol

Payung Mendatar, Ukuran lurus, agak tertutup, jarak antar payung sedang agak dekat Tangkai daun Bentuknya lurus mendatar, ukuran agak

besar, agak panjang, bentuk kaki rata-rata menonjol.

Anak tangkai daun Bentuknya lurus, mendatar,

Ukuran panjang dan besar sedang, sudut anak tangkai sempit

Helai daun Warna hijau muda-hijau, kusam, bentuknya oval, tepi daun agak

bergelombang penampang memanjang lurus, enampang melintang rata-rata cekung, letak helaian

terpisah-bersinggungan, memiliki ukuran daun : 2,3, ekor daun pendek, tumpul

Warna Lateks Putih kekuningan

Peka penyakit keringan alur sadap

Umur panen 6—25 tahun

Umur Produksi optimal 10—11 tahun Potensi produksi 3000 kg/ha

Sumber: Balai Penelitian Sembawa (2003)

2.3.3 Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah vulkanis muda atau vulkanis tua, aluvial bahkan pada tanah gambut. Tanah-tanah vulkanis umumnya memiliki sifat fisik yang baik terutama dari segi struktur, tekstur, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainase tetapi sifat kimianya umumnya kurang


(34)

baik karena kandungan haranya relatif rendah. Reaksi tanah yang umum ditanami karet mempunyai pH antara 3—8 pH tanah dibawah 3 dan diatas 8 menyebabkan pertumbuhan tanaman akan terhambat. Sifat tanah yang baik atau cocok untuk tanaman karet adalah solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih, aerasi dan drainase baik, remah dan dapat menahan air.tekstur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir, kandungan hara N, P, K cukup dan tidak kekurangan unsure mikro,

kemiringan tidak lebih dari 10%, permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja, 1999).

Daerah pertanaman karet yang ideal terletak antara 15oLU–10 o

LS. Sekalipun demikian, pada umumnya produksi maksimum lateks dapat tercapai apabila ditanam pada lokasi yang semakin mendekati garis khatulistiwa (5-6oLU/LS).

Tanaman karet dapat tumbuh baik pada ketinggian sekitar 0–600 m dpl, curah hujan sebesar 2.000 mm thn-1dengan 100–150 hari hujan. Selain itu faktor sebaran hujan yang merata sepanjang tahun merupakan syarat keberhasilan tanaman karet (Bahri, 1996).

2.3.4 Budidaya Tanaman Karet

Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan

penanaman.

a) Penyiapan Lahan


(35)

(1) Pohon karet tua (replanting) atau semak pohon karet (new planting) ditebang dengan menggunakan gergaji (Chain saw), didorong menggunakan ekscavator sehingga perakaran ikut terbongkar.

(2) Pohon yang telah tumbang segera dipotong-potong dengan panjang sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.

(3) Bagian-bagian cabang dan ranting yang masih tertinggal dipotong-potong lebih pendek untuk memudahkan pengumpulan pada jalur yang telah ditetapkan. (4) Sambil menunggu pekerjaan memotong ranting yang tersisa, pekerjaan dilanjutkan dengan membongkar tunggul yang masih tersisa di lapang. Pembongkaran tunggul dapat dilakukan dengan menggunakan alat berat (buldozer) sehingga sebagian besar tunggul dan akar tanaman karet dapat terangkat.

(5) Semua tunggul yang telah dibongkar bersama dengan sisa cabang dan ranting dibersihkan dengan cara dirumpuk/dikumpulkan.

(6) Hasil rumpukan diusahakan agar terkena sinar matahari sebanyak-banyaknya sehingga cepat kering. Jarak antar tumpukan kayu karet diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu pekerjaan pengolahan tanah dan tumpang tindih dengan barisan tanaman. Khusus untuk areal peremajaan, tunggul kayu dan seluruh perakaran mutlak harus dibuang dan diangkat untuk mencegah tumbuhnya kembali JAP, minimal tunggul yang berdekatan dengan tanaman baru.

(7) Pembongkaran atau penebangan habis seluruh tanaman yang tumbuh (land clearing), yang dianjurkan adalah pengolahan lahan tanpa bakar (zero burning). Secara Kimiawi pekerjaan dalam penyiapan lahannya adalah dengan peracunan


(36)

tunggul, peracunan tunggul dapat dilakukan antara lain dengan pestisida (Tim Penebar Swadaya, 2009).

b) Pembibitan

Proses pembibitan tanaman karet sangat memegang peranan penting dalam sistem budidaya perkebunan karena bibit yang baik akan sangat menentukan

produktivitas tanaman pada saat TM. Salah satu pembibitan yang berasal dari tanaman karet yaitu okulasi. Okulasi merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul, pembukaan jendela okulasi kira-kira lebih besar dari lebar mata tunas. Kemudaian mata tunas prima diambil dari batang entres mengunakan pisau okulasi. Segera setelah mata tunas diambil dari batang entres maka ditempelkan di jendela okulasi yang telah kita buat. Kemudian dibungkus dengan plastik transparan serta dilakukan pemeliharaan dengan penyulaman untuk mengganti tanaman mati, pemotongan tunas palsu, pemotongan tunas cabang (Santosa, 2007).

c) Penanaman

Pada pola tanam monokultur, sebaiknya penanaman tanaman kacang-kacangan (LCC) sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume cover crop) pada areal tanaman karet sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan


(37)

d) Pengendalian Gulma

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman. Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma berbahaya seperti alang alang, teki,Mekania,Eupatoriumsehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik

(Maryadi, 2005). Penyiangan gulma dapat dilakukan dengan cara manual dan kimiawi. Cara manual biasanya dilakukan dengan bantuan parang atau cangkul sedangkan secara kimia gulma dapat diberantas dengan herbisida. Untuk tanaman penutup tanah penyiangan dilakukan dengan cara manual, yaitu dibabat dengan arit atau parang. Tanaman penutup tanah ini harus tetap dibiarkan hidup karena berguna sebagai penyedot unsur hara nitrogen (Tim Penebar Swadaya. 2009).

e) Pemupukan

Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk rock phospate, yang pemberiannya dapat dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang baik (Nazaruddin dan Paimin, 1998).


(38)

f) Penyadapan

Tanaman karet siap sadap bila sudah matang sadap pohon. Matang sadap pohon tercapai apabila sudah mampu diambil lateksnya tanpa menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan umur dan lilit batang. Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan akulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun. Frekuensi sadap menujukan jumlah waktu (hari) yang dibutuhkan untuk pelaksanaa menyadapan dan waktu untuk istirahat (pohon tidak disadap). Pada notasi eksploitasi untuk frekuensi sadap seperti d/1 yaitu sadap tiap hari, d/2 yaitu sadap sehari dua kali sehari, dan d/0,5 sadap dua kali sehari (Santosa, 2007).

Waktu pelaksanaa buka sadap baru adalah pada saat bulan basah, penyadapan hendaknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 5.00—6.00 sedangkan

pengumpulan lateksnya pukul 10.00. Lateks bisa mengalir keluar dari pembuluh lateks akibat adanya turgor, turgor yang besar akan memperbanyak lateks yang keluar. Oleh sebab itu, penyadapan dianjurkan dimulai saat turgor masih tinggi yaitu saat belum terjadi pengurangan isi sel melalui penguapan oleh daun atau pada saat matahari belum tinggi (Tim Penebar Swadaya, 2009).


(39)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perkebunan karet Field 2005 E Afdeling III Unit Usaha Kedaton PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Way Galih Lampung Selatan dengan luas lahan 16 Ha yang terletak pada wilayah Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Tanaman karet yang digunakan pada lokasi penelitian adalah klon PB 260. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2012 dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Gambar peta lokasi penelitian

selengkapnya tertera pada Gambar 1 (Lampiran).

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium.

Alat-alat yang digunakan antara lain :

1) Cangkul : digunakan untuk mengambil sampel tanah 2) Pisau : digunakan untuk meratakan tanah pada boring

3) Global positioning system(GPS) : digunakan untuk mengetahui koordinat pada lokasi penelitian.


(40)

4) Clinometer: digunakan untuk mengukur kemiringan lereng pada lokasi penelitian.

5) Bor tanah : digunakan untuk deskripsi karakteristik tanah.

6) Meteran : digunakan untuk mengukur kedalaman sampel tanah yang akan diambil serta mengukur kedalaman efektif tanah.

7) Munsell Soil Color Chart: digunakan untuk mengamati dan mengetahui karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah.

8) Kantung plastik : digunakan untuk tempat sampel tanah. 9) Kamera Digital : digunakan sebagai alat dokumentasi.

10) Alat-alat tulis : digunakan untuk mencatat hasil pengamatan baik di lapang maupun di laboratorium.

11) Alat-alat laboratorium : digunakan untuk menganalisis tanah di laboratorium.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan metode evaluasi lahan secara paralel, yaitu melakukan evaluasi lahan kualitatif (biofisik) dan kuantitatif (finansial) secara bersamaan. Metode yang digunakan yaitu :

1) Evaluasi lahan kualitatif dilakukan berdasarkan kriteria biofisik (Djaenuddin dkk., 2000).

2) Evaluasi lahan kuantitatif dilakukan dengan menghitung nilai kelayakan finansial dengan menghitungNPV,Net B/C Ratio,IRR dan BEP.


(41)

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu : persiapan, pengamatan lapang dan pengambilan contoh tanah, analisis tanah di laboratorium, pengumpulan data (data primer dan sekunder), dan analisis data.

3.3.1 Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan tahap studi pustaka, yaitu meneliti dan mengkaji sumber-sumber pustaka tentang keadaan lokasi penelitian sehingga memperoleh gambaran umum tentang lokasi penelitian, seperti data iklim, dan karakteristik lahan. Pada tahap ini dilakukan survei lapang secara kasar dan penentuan titik pengambilan contoh tanah yang mewakili secara keseluruhan berdasarkan keadaan lapang. Distribusi titik pengambilan sampel selengkapnya tertera pada Gambar 2 (lampiran).

3.3.2 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :

3.3.2.1 Data Fisik

3.3.2.1.1 Data Fisik Primer

Pengumpulan data fisik primer dilakukan dengan cara pengamatan,

pengukuran langsung di lapang dan mengambil sampel tanah yang kemudian dianalisis di laboratorium. Dilakukan dengan menentukan delapan titik lokasi pengambilan sampel tanah menggunakan metode proposional berdasarkan baris tanam, pengamatan profilboringsampai kedalaman 120, kedalaman pengambilan contoh tanah 060 cm, kemudian pengambilan contoh tanah


(42)

dari delapan titik dikomposit menjadi dua contoh tanah untuk dianalisis di laboratorium. Data yang diamati dan diukur langsung di lapang yaitu drainase, bahan kasar, kedalaman tanah, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan permukaan, dan batuan singkapan. Data yang analisis di laboratorium meliputi: KTK tanah, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), pH tanah, C-organik, dan tekstur tanah.

a. Pengukuran dan Pengamatan Lapang

Data fisik primer yang diamati di lapang sebagai berikut :

a) Drainase

Drainase diamati dengan cara ada tidaknya genangan air atau penyebaran warna tanah dalam setiap lapisan pada profil tanah.

b) Bahan kasar

Cara pengamatan bahan kasar di lapang yaitu dengan melihat ada tidaknya partikel tanah yang mempunyai diameter > 2,5 cm atau batu-batu kecil pada tiap lapisan tanah pada saat pengeboran tanah yang akan diteliti. Cara

pengukurannya di lapang yaitu dengan menghitung berapa persen bahan kasar yang terdapat pada lapisan tanah yang di bor.

c) Kedalaman tanah

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman. Kedalaman tanah ini diukur dengan melakukan pengeboran


(43)

dengan menggunakan bor tanah pada lokasi penelitian sampai pada lapisan dimana akar tidak dapat berkembang dengan baik atau tidak dapat ditembus oleh akar tanaman

d) Bahaya sulfidik

Bahaya sulfidik diukur dengan cara melihat ada tidaknya pirit (Fe2S) di lapangan. Bahaya sulfidik tidak diamati dikarenakan letak lokasi

penelitian jauh dari pantai, sehingga diasumsikan bahwa tidak terdapat pirit.

e) Lereng

Cara pengukuran lereng dilakukan dengan menggunakanClinometeryang dinyatakan dalam persen. Pengukuran lereng dilakukan dengan mengukur kemiringan tempat pada lokasi terendah ke lokasi tertinggi.

f) Bahaya erosi di lapang

Tingkat bahaya erosi dapat dilihat berdasarkan kondisi di lapangan, yaitu dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion) atau dengan memperhatikan lapisan tanah yang sudah hilang dibandingkan dengan lapisan tanah yang masih utuh.

g) Genangan

Bahaya banjir dicirikan dengan adanya genangan air yang ada di permukaan tanah. Pengamatan dilakukan melalui wawancara kepada petani setempat,


(44)

apakah terdapat genangan yang menutupi seluruh lahan dengan air (terendam air) pada lahan yang akan diteliti pada saat musim hujan lebih dari 24 jam.

h) Batu permukaan

Batu di permukaan diamati dengan melihat ada tidaknya batu-batu kecil atau besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan olah di lokasi

penelitian, cara mengukur batu di permukaan yaitu melihat berapa persen batu yang tersebar di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.

i) Batuan singkapan

Batuan singkapan diamati dengan melihat ada tidaknya batuan-batuan besar yang tersingkap atau berada didalam tanah pada lokasi penelitian kemudian dipersentasikan seberapa banyak batuan yang tersingkap pada satu petak lahan.

b. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara komposit dengan melakukan pengeboran di delapan titik secara proporsional dengan kedalaman 060 cm, lalu kedelapan contoh tanah tersebut dikomposit menjadi dua yang kemudian

dimasukkan ke dalam kantung plastik untuk di analisis di laboratorium. Lokasi pengambilan contoh tanah tertera pada Gambar 2 (Lampiran).

c. Metode Analisis Tanah di Laboratorium

Analisis tanah di laboratorium dilakukan dengan cara menganalisis contoh tanah yang telah diambil secara komposit dari delapan titik. Kemudian contoh tanah


(45)

dikering udarakan, lalu diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm. Tanah yang telah diayak dianalisis di Laboratorium Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, untuk mengetahui sifat kimia dan fisiknya.

Sifat kimia yang dianalisi adalah pH H20, basa - basa dapat ditukar (CA, Mg, Na, dan K), KTK tanah, dan C-organik sedangkan sifat fisik tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah, dengan metode analisis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode analisis tanah di laboratorium.

No Analisis Metode 1 pH H2O pH meter 2 Basa-basa dapat ditukar

3 C-organik

NH4Oac 1 N pH 7 Walkey and Black

4 KTK tanah NH4OAc 1 N pH 7

5 Tekstur tanah Hydrometer

3.3.2.1.2 Data Fisik Sekunder

Data fisik sekunder yang dikumpulkan yaitu data curah hujan, dan data

temperatur, yang diambil untuk 10 tahun terakhir. Data dikumpulkan dengan cara mengambil dari Unit Usaha Kedaton PTPN VII (Persero) Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan.

3.3.2.2 Data Ekonomi

Data ekonomi yang dikumpulkan meliputi data ekonomi primer dan data sosial sekunder.


(46)

3.3.2.2.1 Data Ekonomi Primer

Data ekonomi yang dikumpulkan sebagai data primer meliputi: biaya produksi (benih, pupuk, pestisida), peralatan, tenaga kerja (pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian gulma, penyadapan, dll), dan pendapatan yang

diperoleh petani pada Field 2005 E Afdeling III Unit Usaha Kedaton PT Perkebunan Nusantara VII (Persero). Data sosial ekonomi primer

dikumpulkan dengan wawancara kepada mandor PTPN VII Unit Usaha Kedaton.

3.3.2.2.2 Data Ekonomi Sekunder

Data ekonomi sekunder yang dikumpulkan yaitu data luas panen dan produksi tanaman karet Propinsi Lampung dan Kecamatan Tanjung Bintang yang diambil untuk 10 tahun terakhir. Data dikumpulkan dengan cara mengambil dari Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung untuk data luas panen dan produksi tanaman karet.

3.3.3 Analisis Data

3.3.3.1 Evaluasi kesesuaian lahan kualitatif

Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan potensi fisik lingkungan dengan persyaratan tumbuh tanaman karet berdasarkan kriteria Djaenuddin dkk. (2000). Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman karet selengkapnya tertera pada Tabel 7 (lampiran).


(47)

3.3.3.2 Evaluasi Lahan Kuantitatif

Evaluasi kuantitatif secara ekonomi adalah evaluasi yang hasilnya diberikan dalam bentuk keuntungan atau kerugian masing-masing macam penggunaan lahan. Secara umum, evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek khusus dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi.

Untuk mengevaluasi kesesuaian lahan kuatitatif tanaman karet dilakukan analisis finansial, perhitungan NPV, Net B/C, IRR dan BEP (Ibrahim, 2003) sebagai berikut:

(1) Net Present Value(NPV)

Secara matematis rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:

NPV =

   n l i i l C

B )/( )

( t (Ibrahim, 2003)

Keterangan :

B = benefit(manfaat)

C = cost(biaya)

i = tingkat suku bunga bank yang berlaku n = banyaknya kegiatan

t = waktu

Kriteria investasi :

Bila NPV > 0, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila NPV < 0, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila NPV = 0, usaha dalam keadaanbreak even point


(48)

(2) Net Benefit Cost Ratio(Net B/C)

   n l i i l C

B )/( )

( yang bernilai positif

Net B/C Ratio= (Ibrahim, 2003)

   n l i i l C

B )/( )

( yang bernilai negatif

Keterangan :

B = benefit(manfat)

C = cost(biaya)

i = tingkat suku bunga bank yang berlaku n = banyaknya kegiatan

t = waktu

Kriteria investsi :

Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C = 1, usaha dalam keadaanbreak even point

(3) Internal rate of return(IRR)

Digunakan untuk menunjukkan atau mencari suatu tingkat bunga yang

menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan seluruh investasi usaha.

Rumus yang digunakan adalah :

IRR = i1+

2 1 1 NPV NPV NPV

 (i2- i1) (Ibrahim, 2003)

Keterangan :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1 i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2 NPV1 = NPV yang bernilai positif


(49)

NPV2 = NPV yang bernilai negatif

Kriteria investasi :

Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila IRR < tingkat suku bunga, usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila IRR = tingkat suku bunga, usaha dalam keadaanbreak even point.

(4) Break Event Point(BEP)

Break Event Point(BEP) adalah titik pulang pokok dimana totalrevenue(total pendapatan) = totalcost(biaya total). Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atauTR = TCtergantung lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Semakin lama sebuah perusahaan mencapai titik pulang pokok semakin besar saldo rugi karena keuntungan yang diterima masih menutupi segala biaya yang dikeluarkan (Ibrahim, 2003). Rumus matematis yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut :

p n i iep n i i p B B TC T BEP

       1 1 1

1 (Ibrahim, 2003)

Keterangan :

BEP =Break event point

TP-1 = Tahun sebelum terdapatBEP

Tci = Jumlahtotal costyang telah di-discount

Biep-1 = Jumlahbenefityang telah di-discountsebelumBEP Bp = Jumlahbenefitpada saatBEPberada


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan di lapangan dan pengolahan data primer, maka dapat disimpulkan :

1. Kesesuaian lahan tanaman karet pada Field 2005 E Afdeling III PT.

Perkebunan Nusantara (Persero) Unit Usaha Kedaton, termasuk dalam kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan, lama bulan kering) dan retensi hara (kandungan C-organik) (S2wanr). 2. Hasil analisis finansial usahatani tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara

VII (Persero) Unit Usaha Kedaton menguntungkan dan layak untuk

dikembangkan. Hal ini terlihat dengan nilai penilaian selama 25 tahun yaitu NPV = Rp 132.281.885 ha-1, Net B/C =2,3 IRR = 24,30% thn-1, dan BEP = 14 tahun 7 bulan 12 hari.

5.2 Saran

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada lokasi penelitian disarankan untuk melakukan pembuatan lubang resapan biopori dengan memanfaatkan hasil pemangkasanLegum Cover Crop(LCC).


(51)

Abdullah, T.S. 1993.Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar swadaya. Jakarta. 172 hlm

Anwar, C. 2001.Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan

Arsyad, S. 2010.Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 470 hlm

Bahri, S. 1996.Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan. Universita Gadjah Mada. Yogyakarta. 318 hlm

Balai Penelitian Sembawa. 2003.Pengelolaan Bahan Tanam Karet.

http://www.worldagroforesty.org/SEA/Publikasions/files/leaflet/LEO32-05.PDF . Diakses Oktober 2012

Berrydhiya. 2010.Tanaman Penutup Tanah.http://berrydhiya.blogspot.com/ 2012/10/tanaman-penutup-tanah-cover-crop.html. Diakses 31 Januari 2013 Brata, R.K., dan Nelistya, A. 2008. Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya.

Jakarta

Cahyono, B. 2010.Cara Sukses Berkebun Karet. Pustaka Mina. Jakarta Darmawidjaja. 1990.Klasifikasi Tanah. UGM Press. Yogyakarta. 290 hlm Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2010.Komoditas Perkebunana Unggul

(Komoditi Karet).http://disbun.lampungprov.go.id/karet.doc. Diakses 5 Januari 2013.

Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A.,dan Suharta, N. 2000.

Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Departemen Pertanian. 264 hlm

Djaenuddin, D., Marwan, H., A. Hidayat, dan H, Subagyo. 2003.Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah. FAO. 1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Food

and Agriculture Organization of United Nations. Rome 87 p


(52)

Lampung. 488 hlm

Hanafiah, K.A. 2012.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm

Hardjowigeno, S. 1995.Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 126 hlm Hardjowigeno, S. 2001.Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah.

Jurusan Tanah Fakultas Institut Pertanian Bogor. Bogor. 381 hlm Hardjowigeno, S. 2007.Ilmu Tanahcetakan 6. Akademika Pressindo. Jakarta.

288 hlm

Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 249 hlm Kamir, R. B. 2006.Teknologi Biopori. IPB Press. Bogor. 125 hlm

Karim,A., U.S. Wiradisastra, Sudarsono, dan Yahya, S. 1996.Evaluasi

Kesesuaian Lahan Kopi Arabika CarifnacMiAceh Tengah. Jurnal Tropika No. 03

Mahi, A.K. 2001. Suvei Tanah dan Evaluasi Lahan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 230 hlm

Mahi, A.K. 2005. Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan. (Diktat Kuliah). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 149 hlm

Maryadi. 2005.Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Medan Bisnis. 2010. Klon PB260 Penghasil Lateks.

http://www.medanbisnisdaily.com//klon_pb_260_penghasil_lateks/. Diakses tanggal 27 Juni 2012

Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998.Karet.Penebar Swadaya. Jakarta PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). 2012.Profil Unit Usaha Kedaton.

Bandar Lampung

Santosa. 2007. Karet. (http://id.wikipedia.org/wiki/karet). Diakses tanggal 21 Juni 2012

Setiawan. 2007.Penghijauan Dengan Tanaman Potensial. Penebar swadaya. Jakarta


(53)

153 hlm

Sitorus, S.R. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung. 185 hlm. Tim Penebar Swadaya. 2009.Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.


(1)

38 (2) Net Benefit Cost Ratio(Net B/C)

   n l i i l C

B )/( )

( yang bernilai positif

Net B/C Ratio= (Ibrahim, 2003)

   n l i i l C

B )/( )

( yang bernilai negatif Keterangan :

B = benefit(manfat) C = cost(biaya)

i = tingkat suku bunga bank yang berlaku n = banyaknya kegiatan

t = waktu

Kriteria investsi :

Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C = 1, usaha dalam keadaanbreak even point (3) Internal rate of return(IRR)

Digunakan untuk menunjukkan atau mencari suatu tingkat bunga yang

menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan seluruh investasi usaha.

Rumus yang digunakan adalah : IRR = i1+

2 1 1 NPV NPV NPV

 (i2- i1) (Ibrahim, 2003)

Keterangan :

i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1 i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2 NPV1 = NPV yang bernilai positif


(2)

39 NPV2 = NPV yang bernilai negatif

Kriteria investasi :

Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila IRR < tingkat suku bunga, usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila IRR = tingkat suku bunga, usaha dalam keadaanbreak even point.

(4) Break Event Point(BEP)

Break Event Point(BEP) adalah titik pulang pokok dimana totalrevenue(total pendapatan) = totalcost(biaya total). Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atauTR = TCtergantung lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya. Semakin lama sebuah perusahaan mencapai titik pulang pokok semakin besar saldo rugi karena keuntungan yang diterima masih menutupi segala biaya yang dikeluarkan (Ibrahim, 2003). Rumus matematis yang digunakan untuk menghitung BEP adalah sebagai berikut :

p n i iep n i i p B B TC T BEP

       1 1 1

1 (Ibrahim, 2003)

Keterangan :

BEP =Break event point

TP-1 = Tahun sebelum terdapatBEP

Tci = Jumlahtotal costyang telah di-discount

Biep-1 = Jumlahbenefityang telah di-discountsebelumBEP Bp = Jumlahbenefitpada saatBEPberada


(3)

58

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan di lapangan dan pengolahan data primer, maka dapat disimpulkan :

1. Kesesuaian lahan tanaman karet pada Field 2005 E Afdeling III PT.

Perkebunan Nusantara (Persero) Unit Usaha Kedaton, termasuk dalam kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan, lama bulan kering) dan retensi hara (kandungan C-organik) (S2wanr). 2. Hasil analisis finansial usahatani tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara

VII (Persero) Unit Usaha Kedaton menguntungkan dan layak untuk

dikembangkan. Hal ini terlihat dengan nilai penilaian selama 25 tahun yaitu NPV = Rp 132.281.885 ha-1, Net B/C =2,3 IRR = 24,30% thn-1, dan BEP = 14 tahun 7 bulan 12 hari.

5.2 Saran

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada lokasi penelitian disarankan untuk melakukan pembuatan lubang resapan biopori dengan memanfaatkan hasil pemangkasanLegum Cover Crop(LCC).


(4)

PUSTAKA ACUAN

Abdullah, T.S. 1993.Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar swadaya. Jakarta. 172 hlm

Anwar, C. 2001.Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan

Arsyad, S. 2010.Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 470 hlm

Bahri, S. 1996.Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan. Universita Gadjah Mada. Yogyakarta. 318 hlm

Balai Penelitian Sembawa. 2003.Pengelolaan Bahan Tanam Karet.

http://www.worldagroforesty.org/SEA/Publikasions/files/leaflet/LEO32-05.PDF . Diakses Oktober 2012

Berrydhiya. 2010.Tanaman Penutup Tanah.http://berrydhiya.blogspot.com/ 2012/10/tanaman-penutup-tanah-cover-crop.html. Diakses 31 Januari 2013 Brata, R.K., dan Nelistya, A. 2008. Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya.

Jakarta

Cahyono, B. 2010.Cara Sukses Berkebun Karet. Pustaka Mina. Jakarta Darmawidjaja. 1990.Klasifikasi Tanah. UGM Press. Yogyakarta. 290 hlm Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2010.Komoditas Perkebunana Unggul

(Komoditi Karet).http://disbun.lampungprov.go.id/karet.doc. Diakses 5 Januari 2013.

Djaenuddin, D., Marwan, H., Subagyo, H., Mulyani, A.,dan Suharta, N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Departemen Pertanian. 264 hlm

Djaenuddin, D., Marwan, H., A. Hidayat, dan H, Subagyo. 2003.Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah. FAO. 1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Food

and Agriculture Organization of United Nations. Rome 87 p


(5)

G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Universitas Lampung. 488 hlm

Hanafiah, K.A. 2012.Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Grafindo Persada. Jakarta. 360 hlm

Hardjowigeno, S. 1995.Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 126 hlm Hardjowigeno, S. 2001.Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah.

Jurusan Tanah Fakultas Institut Pertanian Bogor. Bogor. 381 hlm Hardjowigeno, S. 2007.Ilmu Tanahcetakan 6. Akademika Pressindo. Jakarta.

288 hlm

Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 249 hlm Kamir, R. B. 2006.Teknologi Biopori. IPB Press. Bogor. 125 hlm

Karim,A., U.S. Wiradisastra, Sudarsono, dan Yahya, S. 1996.Evaluasi

Kesesuaian Lahan Kopi Arabika CarifnacMiAceh Tengah. Jurnal Tropika No. 03

Mahi, A.K. 2001. Suvei Tanah dan Evaluasi Lahan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 230 hlm

Mahi, A.K. 2005. Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan. (Diktat Kuliah). Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 149 hlm

Maryadi. 2005.Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Medan Bisnis. 2010. Klon PB260 Penghasil Lateks.

http://www.medanbisnisdaily.com//klon_pb_260_penghasil_lateks/. Diakses tanggal 27 Juni 2012

Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998.Karet.Penebar Swadaya. Jakarta PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). 2012.Profil Unit Usaha Kedaton.

Bandar Lampung

Santosa. 2007. Karet. (http://id.wikipedia.org/wiki/karet). Diakses tanggal 21 Juni 2012

Setiawan. 2007.Penghijauan Dengan Tanaman Potensial. Penebar swadaya. Jakarta


(6)

Setyamidjaja, D. 1999.Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisus. Yogyakarta. 153 hlm

Sitorus, S.R. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung. 185 hlm. Tim Penebar Swadaya. 2009.Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk &amp; Curt.) di Lapangan

0 34 64

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 9 66

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) DI FIELD 93 B AFDELING II PT.PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

3 26 62

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq. ) DI BLOK 423 AFDELING IV PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA REJOSARI NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 13 60

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DI LAHAN KELOMPOK TANI USAHA MAJU DESA TANJUNG SENANG KECAMATAN KOTABUMI SELATAN LAMPUNG UTARA

5 23 68

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis ) PADA FIELD 2004 AFDELING I PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (Persero) UNIT USAHA KEDATON DESA WAY GALIH LAMPUNG SELATAN

1 34 54