Validasi metode penghitungan populasi bakteri penambat nitrogen pada pupuk hayati

VALIDASI METODE PENGHITUNGAN POPULASI BAKTERI
PENAMBAT NITROGEN PADA PUPUK HAYATI

ADIAN ROMIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
ADIAN ROMIANI. Validasi Metode Penghitungan Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada
Pupuk Hayati. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA dan IMAN RUSMANA.
Validasi metode ialah suatu proses pembuktian suatu metode pengujian secara objektif yang
dilakukan di laboratorium untuk menyatakan bahwa metode tersebut memenuhi persyaratan
tertentu dan sesuai dengan tujuan penggunaaannya (SNI 19-17025-2000 Klausul 5.4.5.1).
Penelitian bertujuan melakukan pengujian keabsahan (validasi) metode angka lempeng total
(ALT) dan angka paling mungkin (APM) untuk menghitung jumlah bakteri penambat nitrogen
Bradryrhizobium japonicum (BJ), Azotobacter, dan Azospirillum dalam pupuk hayati. Penelitian
dilakukan delapan tahapan, yaitu peremajaan biakan, perbanyakan biakan, pembuatan spike

recovery, akurasi, presisi, uji T, linieritas, dan uji penegasan. Peremajaan biakan pada bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum memperlihatkan hasil yang sama dengan masing-masing biakan
awalnya. Berdasarkan hasil dalam pembuatan spike recovery (SR), diketahui bahwa jumlah sel BJ
13 dan Azotobacter yang dijadikan standar berada pada pengenceran 10-5 dengan jumlah sel
4,74.107 dan 4,20.106 sel/ml. Sedangkan Azospirillum, pada pengenceran 10-1-10-3 dengan jumlah
sel 120/ml. Persen perolehan pada tahap akurasi telah sesuai dengan pustaka yang digunakan pada
rentang 48%-291%. Uji T pada akurasi dan presisi jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum
memperlihatkan hasil yang berbeda nyata pada α = 0,1. Analisis linieritas menunjukkan bahwa
jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum berbanding lurus dengan konsentrasi pupuk yang
diuji. Berdasarkan uji penegasan yang dilakukan untuk menegaskan keberadaan koloni BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum menunjukkan hasil yang sesuai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara teknis metode ALT dan APM absah jika digunakan untuk menghitung jumlah sel bakteri
penambat nitrogen dalam pupuk hayati.
Kata kunci: validasi metode, bakteri penambat nitrogen, angka lempeng total, angka paling
mungkin, uji T
ABSTRACT
ADIAN ROMIANI. Method Validation Population Calculation of Nitrogen-Fixing Bacteria in
Biofertilizers. Under direction of NISA RACHMANIA and IMAN RUSMANA.
Method validation is a verification process of a method by testing objectively in the
laboratory to declare that the method has fulfilled certain requirements and in accordance with the

proposed aims (SNI 19-17025-2000 Clause 5.4.5.1). This research purposed to test the validity of
total plate count (TPC) and most probable number (MPN) methods of nitrogen-fixing
Bradryrhizobium japonicum (BJ) bacteria, Azotobacter and Azospirillum in biofertilizers. The
research was done in eight stages, namely rejuvenation of culture, culture propagation, spike
recovery, accuracy, precision, T-test, linearity, and confirmation test. Rejuvenation cultured of
bacteria BJ, Azotobacter, and Azospirillum showed similar results with initial cultures. Based on
the results, the cell number of BJ 13 and Azotobacter used as standard was i.e. 4,20x106 and
4,74x107 cells/ml in 10-5 dilution, respectively. While cell number of Azospirillum, was 120/ml in
10-1-10-3 dilution. Recovery percentage of accuracy step in accordance with the references was in
the range of 48% until 291%. T-test of the accuracy and precision test showed significantly
different at α = 0.1. Linearity analysis showed that the cell number of BJ 13, Azotobacter, and
Azospirillum was proportional with the concentration of fertilizer tested. Confirmation test
performed on colonies BJ 13, Azotobacter, and Azospirillum showed that the results in accordance
with the reference used. Moreover it was concluded that TPC and MPN methods were technically
valid for calculating the cell number of nitrogen-fixing bacteria in a biofertilizer.
Keywords: validation of methods, nitrogen-fixing bacteria, total plate count, most probable
number, T-test

VALIDASI METODE PENGHITUNGAN POPULASI BAKTERI
PENAMBAT NITROGEN PADA PUPUK HAYATI


ADIAN ROMIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul : Validasi Metode Penghitungan Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada
Pupuk Hayati
Nama : Adian Romiani
NIM : G34070082

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Nisa Rachmania, M.Si.)
NIP 196711271993022001

(Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si.)
NIP 1965072019911031002

Mengetahui:
Ketua Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.S.)
NIP 196410021989031002

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Validasi Metode Penghitungan Populasi Bakteri Penambat Nitrogen pada
Pupuk Hayati. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2011 di
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Nisa Rachmania, M.Si. dan Dr. Ir. Iman
Rusmana, M.Si. atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc. sebagai wakil komisi pendidikan atas
saran dan diskusi yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta yang
senantiasa memberi cinta, doa dan dukungan. Tak lupa juga terima kasih untuk Bu Henny, Pak
Jaka, Bu Helyu, atas bantuan dan saran selama penulis melakukan penelitian ini, dan teman-teman
yang selalu memberikan bantuan, doa, semangat juga kasih sayang, khususnya Janet, Renny,
Susan, Wardud, Ganis, Vianey, Kak Dionita serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan
karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, November 2011


Adian Romiani

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 05 September 1989, putri
dari pasangan Edison Naibaho dan Mida Sihole. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara.
Penulis lulus dari SDN Aren Jaya Bekasi pada tahun 2001, dilanjutkan dengan pendidikan
di SMP Negeri 11 Bekasi dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di
SMA Negeri 27 Jakarta dengan kelulusan tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis pernah aktif berorganisasi di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) IPB, yaitu Tim
Pendamping IPB dan Koor Mahasiswa Katolik yang berada dibawah kepengurusan Keluarga
Mahasiswa Katolik (KEMAKI) IPB. Penulis pernah menjadi panitia di berbagai kegiatan antara
lain Retret Mahasiswa Baru IPB yang Beragama Katolik tahun 2008-2011, Pelatihan Pendamping
IPB tahun 2009-2011, Hari Olahraga KEMAKI tahun 2009, Masa Perkenalan Departemen (MPD)
Biologi tahun 2009-2010, Grand Biodiversity Biologi tahun 2010, dan Natal Civitas Akademika
IPB (CIVA) 2011. Penulis juga pernah menjadi Asisten Agama Katolik tahun 2008-2011, Asisten
Praktikum Mikrobiologi Dasar tahun 2010-2011, Asisten Praktikum Biologi Cendawan tahun
2010, dan Asisten Praktikum Biologi Dasar tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah melakukan

penelitian dalam Studi Lapang mengenai Pengelolaan Wana Wisata Dinilai dari Perspektif Biologi
di Wana Wisata Cangkuang Sukabumi, dan praktik lapang mengenai Purifikasi Bakteri
Heterotrofik pada Kerang Hijau (Mytilus viridis) dari Teluk Jakarta di Pusat Penelitian
Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... vii
PENDAHULUAN
Latar belakang ......................................................................................................................... 1
Tujuan ...................................................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat ....................................................................................................................
Bahan .......................................................................................................................................
Metode .....................................................................................................................................
Pengujian Angka Lempeng Total (ALT) ......................................................................
Pengujian Angka Paling Mungkin (APM) ....................................................................
Peremajaan dan Perbanyakan Biakan Standar Bradyrhizobium japonicum (BJ) 13,

Azotobacter, Azospirillum .............................................................................................
Pembuatan Spike Recovery (SR) ...................................................................................
Akurasi ..........................................................................................................................
Presisi ............................................................................................................................
Linieritas .......................................................................................................................
Uji Penegasan ...............................................................................................................
HASIL
Peremajaan Biakan Standar .....................................................................................................
Perbanyakan Isolat ...................................................................................................................
Pembuatan Spike Recovery (SR) ..............................................................................................
Akurasi ....................................................................................................................................
Presisi ......................................................................................................................................
Linieritas ..................................................................................................................................
Uji Penegasan ..........................................................................................................................

1
2
2
2
2

2
2
2
3
3
3

3
3
3
4
5
5
6

PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 7
SIMPULAN ................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 11
LAMPIRAN ................................................................................................................................ 13


DAFTAR TABEL
Halaman
1 Akurasi (a) bakteri BJ pada pupuk Rhiposant, (b) bakteri Azotobacter pada pupuk Miza
Plus, dan (c) bakteri Azospirillum pada pupuk Miza Plus ...................................................... 4
2 Presisi bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum .................................................................... 5
3 Ciri-ciri morfologi koloni dan sel bakteri BJ 13, Azotobacter, dan Azospirilum ..................... 7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peremajaan biakan standar BJ (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) .............................. 3
2 Kurva linieritas bakteri BJ (a) dari pupuk Rhiposant, bakteri Azotobacter (b), dan
Azospirillum (c) dari pupuk Miza Plus .................................................................................... 6
3 Pewarnaan Gram bakteri BJ (a), Azotobacter (b), dan Azospirillum (c) . ................................. 7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi media yeast mannitol agar dengan merah kongo, LG, dan nitrogen freebromthimol blue semipadat ......................................................................................................14
2 Rumus untuk menghitung persen perolehan kembali (percent recovery) ................................14
3 Data mentah jumlah sel bakteri BJ, Azotobacter, dan Azospirillum tahap akurasi, presisi,
dan linieritas ............................................................................................................................14

4 Rumus menghitung nilai CV Horwitz ......................................................................................19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Validasi metode ialah suatu proses
pembuktian atau konfirmasi suatu metode
pengujian secara objektif yang dilakukan di
laboratorium untuk menyatakan bahwa
metode tersebut memenuhi persyaratan
tertentu
dan
sesuai
dengan
tujuan
penggunaaannya
(SNI
19-17025-2000
Klausul 5.4.5.1). Menurut Harmita (2004),
parameter-parameter dalam validasi metode
antara lain akurasi, presisi, dan liniearitas.
Akurasi adalah kemampuan suatu metode
untuk mengukur dan mendeteksi nilai
sebenarnya dari mikroorganisme target dalam
contoh. Parameter ini merupakan ukuran
ketepatan/kedekatan hasil pengujian dengan
hasil yang sebenarnya.
Presisi adalah tingkat kesesuaian
antara hasil pengujian individual dengan hasil
rata-rata pengujian berulang pada contoh
yang sama dengan kondisi pengujian yang
sama. Liniearitas adalah kemampuan metode
analisis untuk menunjukkan bahwa contoh
yang dianalisis memiliki respon analit yang
proporsional dengan konsentrasi. Parameter
akurasi, presisi, dan liniearitas yang
dilakukan pada penelitian ini dianalisis
menggunakan metode angka lempeng total
(ALT) untuk bakteri Bradyrhizobium
japonicum (BJ) dan Azotobacter serta metode
angka paling mungkin (APM) untuk
Azospirillum.
Keuntungan menggunakan kedua
metode ini antara lain, jika digunakan tingkat
pengenceran yang telah diketahui dengan
tepat jumlah selnya, maka diharapkan dapat
menghasilkan jumlah sel yang semakin
berdekatan dengan jumlah yang sebenarnya
di dalam contoh pupuk (Warburton 2006).
Bakteri BJ merupakan mikrob yang mampu
mengikat dan mengubah nitrogen bebas yang
berada di udara menjadi amonia (NH3) lalu
diubah menjadi senyawa nitrogen yang
diperlukan tanaman untuk tumbuh serta
berkembang (Bashan et al. 2002).
Bakteri
Azotobacter
merupakan
bakteri non simbiosis yang hidup di daerah
perakaran. Bakteri ini dapat memicu
pertumbuhan tanaman melalui pasokan
nitrogen udara, zat pengatur tumbuh,
mengurangi kompetisi dengan mikrob lain
dalam menambat nitrogen, atau membuat
kondisi tanah lebih menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman (Rahmawati 2006).
Menurut Purwaningsih (2005), bakteri
Azospirillum
mempunyai
kemampuan

menambat nitrogen baik sebagai mikrob yang
hidup bebas atau berasosiasi dengan
perakaran tanaman pangan seperti padi dan
jagung. Bakteri ini mampu memproduksi
fitohormon asam indol asetat (IAA).
Sampai saat ini belum ada metode
penghitungan
populasi
bakteri
BJ,
Azotobacter,
dan
Azospirillum
yang
dilengkapi dengan label Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN). Metode ALT
adalah cara yang paling umum untuk
menghitung jumlah bakteri yang tumbuh
secara langsung. Sampel yang akan dihitung
terlebih dahulu diencerkan secara serial
dalam garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang
bersifat
isotonis
terhadap
bakteri.
Pengenceran ini dilakukan hingga didapatkan
perkiraan bahwa terdapat satu sel per ml
tercapai (Nuchsin 2010). Metode APM
merupakan cara untuk menghitung jumlah
bakteri yang tumbuh dalam media secara
tidak langsung. Metode ini dilakukan untuk
memperkirakan kepadatan sel bakteri yang
dapat bertahan hidup dalam sebuah
percobaan sederhana.
Pelaksanaan metode APM didasarkan
pada penerapan teori probabilitas atas
observasi dari jumlah bakteri yang tumbuh
sebagai respon positif terhadap penempatan
inokulum sampel dengan pengenceran
standar dalam tabung kultur media. Menurut
Waburton (2006), penggunaan metode ini
harus disertai dengan pengenceran sampel
sampai pada tingkat tertentu dan jumlah
bakteri yang tumbuh diharapkan dapat sesuai
dengan perkiraan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan melakukan
pengujian keabsahan (validasi) dengan
menggunakan metode angka lempeng total
(ALT) dan angka paling mungkin (APM)
untuk menghitung jumlah bakteri penambat
nitrogen
Bradyrhizobium
japonicum,
Azotobacter, dan Azospirillum dalam pupuk
hayati.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Maret sampai Agustus 2011 di Laboratorium
Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.

2

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah
biakan standar Bradyrhizobium japonicum
(BJ) 13, Azotobacter (IPBCC.b.11.1145),
dan Azospirillum (IPBCC.b.11.1146) yang
berasal dari Institut Pertanian Bogor Culture
Collection (IPBCC). Pupuk hayati yang
digunakan yaitu Rhiposant yang mengandung
bahan aktif Bradyrhizobium japonicum dan
Aeromonas punctata serta pupuk Miza Plus
yang mengandung bahan aktif mikoriza
arbuskula
(Aucaulaspora
tuberculata),
bakteri penambat N (Azotobacter dan
Azospirillum), bakteri pelarut fosfat, dan
bakteri pemacu pertumbuhan yang diproduksi
oleh
Balai
Penelitian
Bioteknologi
Perkebunan Indonesia.
Metode
Pengujian Angka Lempeng Total
(ALT). Sebanyak 10 gram sampel pupuk
dihaluskan menggunakan mortar lalu
dimasukkan ke dalam 90 ml garam fisiologis
0,85% (pengenceran 10-1). Selanjutnya,
campuran ini dihomogenisasi menggunakan
mesin penggoyang dengan kecepatan 30 rpm
selama 2 jam. Setelah itu, diambil 1 ml
suspensi untuk dimasukkan ke dalam 9 ml
garam fisiologis steril dan dihomogenisasi
menggunakan vortex. Pengenceran terus
dilakukan
hingga
pengenceran
10-8
(Hadioetomo 1993). Kemudian, diambil 0,1
ml suspensi dari tiap serial pengenceran
untuk disebar di atas media selektif bakteri
BJ (media yeast mannitol agar atau YMA)
dan Azotobacter (media LG). Bakteri yang
tumbuh pada setiap tingkat pengenceran
dihitung setelah inkubasi pada suhu 30°C
selama 8 hari untuk YMA dan 5 hari untuk
LG. Metode ALT ini dilakukan duplo.
Pengujian Angka Paling Mungkin
(APM). Sebanyak 10 gram sampel pupuk
dihaluskan menggunakan mortar lalu
dimasukkan ke dalam 90 ml garam fisiologis
0,85% (pengenceran 10-1). Campuran ini
dihomogenisasi
menggunakan
mesin
penggoyang dengan kecepatan 30 rpm selama
2 jam. Setelah itu, diambil 1 ml suspensi
untuk dimasukkan ke dalam 9 ml garam
fisiologis
steril
dan
dihomogenisasi
menggunakan vortex. Pengenceran terus
dilakukan hingga 10-8. Kemudian 1 ml
suspensi diambil dari setiap pengenceran
untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang telah berisi media nitrogen-free
bromthimol blue (NFb) semi padat. Metode
APM yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan 5 serial tabung, artinya setiap 1
ml suspensi yang diambil dari setiap tingkat
pengenceran, akan dimasukkan ke dalam 5
tabung berisi media NFb yang berbeda
(Permentan 2009). Kultur diinkubasi pada
suhu 30°C selama 3 hari untuk diamati
pertumbuhan Azospirillum yang akan
menyebabkan perubahan warna media dan
pembentukan pelikel pada permukaan media.
Peremajaan
dan
Perbanyakan
Biakan Standar BJ 13, Azotobacter, dan
Azospirillum. Bakteri BJ 13 ditumbuhkan
pada media YMA yang mengandung
indikator merah kongo 0,25% dan diinkubasi
selama 8 hari pada suhu ruang (±30°C).
Bakteri Azotobacter ditumbuhkan pada media
LG dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 5
hari. Bakteri Azospirillum ditumbuhkan di
dalam medium NFb semi padat dan
diinkubasi selama 3 hari pada suhu 30°C.
Setelah selesai inkubasi, isolat-isolat tersebut
diperbanyak menggunakan teknik gores pada
media YMA dengan merah kongo, media
LG, dan media NFb dalam bentuk aga-agar
miring, lalu disimpan dalam lemari pendingin
(10-15°C) untuk keperluan stok.
Pembuatan Spike Recovery (SR).
Sebanyak 2 lup biakan standar BJ 13
dimasukkan ke dalam 100 ml yeast mannitol
broth (YMB) lalu diinkubasi selama 8 hari
pada suhu 30°C sambil diamati pertumbuhan
bakteri yang terjadi. Bakteri yang tumbuh
akan menyebabkan perubahan media dari
bening menjadi keruh. Selanjutnya, diambil 1
ml kultur dan dimasukkan ke dalam 9 ml
garam fisiologis 0,85% (pengenceran 10-2)
dan dihomogenisasi. Pengenceran dilakukan
hingga 10-8 untuk selanjutnya dianalisis
menggunakan metode ALT. Hal yang sama
dilakukan juga pada biakan standar
Azotobacter dan Azospirillum menggunakan
media selektifnya pada suhu 30°C, tetapi
analisis Azospirillum menggunakan metode
APM. Hasil yang diperoleh pada tahap ini
akan menentukan tingkat pengenceran yang
digunakan pada tahap akurasi dan linieritas.
Akurasi. Sebanyak 1 ml kultur BJ 13
dimasukkan ke dalam 9 media YMB baru
untuk 4 perlakuan yang berbeda dan
diinkubasi selama 8 hari pada suhu 30°C.
Perlakuan yang diberikan antara lain 1
subkultur untuk kontrol, 1 subkultur untuk 10
gram sampel pupuk Rhiposant dalam 90 ml
garam fisiologis 0,85%, 1 subkultur untuk
1ml SR dalam 99 ml garam fisiologis 0,85%,

dan 6 subkultur untuk campuran 10 gram
sampel pupuk Rhiposant dan 1 ml SR dalam
90 ml garam fisiologis 0,85%. Lalu dilakukan
dianalisis menggunakan metode ALT pada
pengenceran 10-5-10-6. Hal yang sama
dilakukan juga pada biakan standar
Azotobacter
dan Azospirillum. Analisis
Azospirillum menggunakan metode APM
pada pengenceran 10-1-10-3. Hasil yang
diperoleh pada tahap akurasi dihitung nilai P
menggunakan software Minitab.
Presisi. Tahapan ini diselesaikan
dengan melakukan metode ALT pada pupuk
Rhiposant dan Miza Plus untuk validasi
bakteri BJ dan Azotobacter. Pengenceran
yang digunakan ialah 10-3-10-5 untuk BJ dan
10-5-10-6 untuk Azotobacter. Sedangkan
untuk Azospirillum dilakukan metode APM
dengan pengenceran 10-1-10-3. Data presisi
yang diperoleh dihitung nilai simpangan baku
relative (SBR) untuk dibandingkan dengan
nilai CV Horwitz. Nilai CV Horwitz dihitung
menggunakan rumus yang disampaikan di
Lampiran 4.
Linieritas. Sebanyak 5 gram sampel
pupuk dihaluskan menggunakan mortar lalu
dilarutkan dalam garam fisiologis hingga
volume 100 ml (pengenceran 10-1).
Kemudian, campuran ini dihomogenisasi
menggunakan mesin penggoyang dengan
kecepatan 30 rpm selama 2 jam. Lalu
dianalisis menggunakan metode ALT dan
APM untuk masing-masing bakteri yang
divalidasi. Teknik ini kembali dilakukan
untuk kontrol (media tanpa SR dan pupuk),
10 gram pupuk, 15 gram pupuk, dan 20 gram
pupuk dengan pengenceran yang sama seperti
tahapan akurasi.
Uji
Penegasan.
Pengujian
konfirmasi dilakukan dengan mengamati ciriciri morfologi koloni dan sel bakteri BJ,
Azotobacter, serta Azospirillum asal pupuk
hayati yang telah ditumbuhkan pada media
selektif seperti bentuk koloni, warna koloni,
juga pewarnaan Gram bakteri (Hadioetomo
1993).
HASIL
Peremajaan Biakan Standar
Biakan standar BJ 13, Azotobacter, dan
Azospirillum yang ditumbuhkan pada YMA
dengan merah kongo, media LG, dan media
NFb, menghasilkan koloni tunggal dan murni
serta memiliki karakteristik yang khas.

Bakteri BJ 13 tumbuh pada hari kedelapan
dengan koloni berwarna putih kekuningan,
bentuknya bundar dengan tepian karang,
elevasinya cembung, dan berlendir (Gambar
1.a). Koloni Azotobacter yang tumbuh pada
hari kelima memiliki koloni berwarna putih,
bentuk bundar, tepian seperti benang, dan
elevasi datar (Gambar 1.b). Koloni
Azospirillum tumbuh pada hari ketiga dengan
koloni berwarna putih, bentuk koloni bundar,
tepian licin, dan elevasi cembung (Gambar
1.c). Ciri-ciri morfologi bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum yang diperoleh
pada tahap peremajaan, sesuai dengan biakan
awal yang digunakan juga pustaka yang
digunakan (Holt et al. 1994).

(a)

(b)

(c)

Gambar 1 Peremajaan biakan standar BJ (a),
Azotobacter (b), dan Azospirillum
(c)
Perbanyakan Isolat
Biakan standar ketiga bakteri yang
sudah diremajakan perlu diperbanyak untuk
keperluan stok. Stok bakteri BJ 13 digores
pada agar-agar miring YMA, bakteri
Azotobacter digores pada agar-agar miring
LG dan bakteri Azospirillum digores pada
agar-agar miring NFb.
Pembuatan Spike Recovery
Spike
recovery
(SR)
dibuat
menggunakan
biakan
standar
yang
diremajakan dan ditumbuhkan pada media
selektifnya. Pembuatan SR ini merupakan
tahapan
yang
menentukan
tingkat
pengenceran yang akan digunakan pada tahap
akurasi dan linieritas. Berdasarkan hasil
pembuatan SR diketahui bahwa jumlah sel
bakteri BJ 13 dan Azotobacter yang dijadikan
standar berada pada pengenceran 10-5 dengan
jumlah sel masing-masing sebesar 4,74x107
sel/ml dan 4,20x106 sel/ml. Sedangkan untuk

4

Azospirillum pada pengenceran 10-1-10-3
dengan jumlah sel 120 sel/ml.
Akurasi
Tahapan ini dilakukan menggunakan
pupuk Rhiposant yang telah dicampur SR BJ
13 sebagai sumber biakan BJ, dan pupuk
Miza Plus yang juga telah dicampur SR
Azotobacter maupun Azospirillum sebagai
sumber
biakan
Azotobacter
juga
Azospirillum.
Tahapan
ini
dilakukan
sebanyak 6 ulangan dengan 4 perlakuan yang
berbeda menggunakan pengenceran 10-5
untuk bakteri BJ dan Azotobacter, serta 10-110-3 untuk bakteri Azospirillum. Berdasarkan
hasil, diketahui bahwa dari enam ulangan
campuran SR dan pupuk pada akurasi bakteri
BJ 13, didapatkan keakuratan rata-rata
sebesar 96,30% dengan jumlah sel/ml ratarata sebesar 8,67x107 (Tabel 1.a). Selain itu
juga diperoleh nilai P = 0,368. Nilai P yang
diperoleh menggambarkan penyimpangan
kesalahan data (standar eror) yang fungsinya
sama dengan α. Dari keenam data persen
recovery BJ yang diperoleh terdapat dua data
yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α
= 0,1, yaitu pada ulangan ke-1 (98,89%), dan
ulangan ke-2 (93,89%).
Tabel 1 Akurasi bakteri BJ pada pupuk
Rhiposant (a), bakteri Azotobacter
pada pupuk Miza Plus (b), dan
bakteri Azospirillum pada pupuk
Miza Plus (c)
(a)
∑sel/ml

Recovery
(%)

0

-

SR

4,45.107

93,68

Pupuk

4,55.107

-

Sampel yang
dianalisis
Kontrol

pupuk+SR (1)

8,9.107

98,89*

pupuk+SR (2)

8,45.107

93,89*

pupuk+SR (3)

8,55.107

95

pupuk+SR (4)

8,85.107

98,33

7

pupuk+SR (5)

8,5.10

pupuk+SR (6)

8,75.107

97,22

Median

8,65.107

96,11

8,67.10

7

96,30

1,91.10

6

2,13

Rataan
Standar deviasi

94,44

(b)
Sampel yang
dianalisis
Kontrol
SR
Pupuk
pupuk+SR (1)
pupuk+SR (2)

∑sel/ml

Recovery
(%)

0

-

3,7.10

6

4.107

88,10
-

6,9.10

6

89,61*

7,6.10

6

98,70

pupuk+SR (3)

6,75.10

6

87,66

pupuk+SR (4)

7,45.106

96,75

6

pupuk+SR (5)

7,4.10

pupuk+SR (6)

7,55.106

98,05

7,43.10

6

96,43

7,28.10

6

94,48

3,59.10

5

4,66

Median
Rataan
Standar deviasi

96,10

(c)
∑sel/ml

Recovery
(%)

0

-

SR

110

91,67

Pupuk

220

-

pupuk+SR (1)

260

78,79*

pupuk+SR (2)

330

100

pupuk+SR (3)

270

81,82

pupuk+SR (4)

330

100

pupuk+SR (5)

330

100

pupuk+SR (6)

270

81,82

Median

300

90,91

Rataan

298,33

90,40

Standar deviasi

34,88

10,57

Sampel yang
dianalisis
Kontrol

Keterangan:
* : berbeda nyata dengan uji T pada taraf
α = 0,1
Hasil akurasi bakteri
Azotobacter
menghasilkan persen keakuratan sebesar
94,48% dan jumlah sel/ml rata-rata sebesar
7,28x106 (Tabel 1.b). Selain itu juga
diperoleh nilai P = 0,111. Berbeda dengan
bakteri BJ 13, dari enam data yang diperoleh
pada akurasi Azotobacter, terdapat satu data
yang yang berbeda nyata dengan uji T pada
taraf α = 0,1 yaitu pada ulangan ke-1

5

(89,61%).
Analisis
akurasi
bakteri
Azospirillum, memperlihatkan perolehan ratarata persen keakuratan sebesar
90,40%
dengan jumlah sel/ml rata-rata sebesar 298,33
(Tabel 1.c) serta nilai P = 0,019. Sama halnya
dengan akurasi Azotobacter, dari enam data
akurasi Azospirillum yang diperoleh, terdapat
satu data yang berbeda nyata dengan uji T
pada taraf α = 0,1 yaitu pada ulangan ke-1
(78,79%).
Presisi
Tahapan presisi dilakukan sebanyak
lima belas kali ulangan. Sumber biakan yang
digunakan berasal dari pupuk Rhiposant yang
diencerkan dalam garam fisiologis 0,85%
untuk analisis bakteri BJ. Analisis bakteri
Azotobacter dan Azospirillum menggunakan
sumber biakan dari pupuk Miza Plus yang
juga diencerkan dalam garam fisiologis
0,85%. Hasil menunjukkan lima belas data
yang diperoleh pada presisi BJ, Azotobacter,
dan Azospirillum mempunyai keragaman data
yang besar akibat adanya beberapa data yang
berbeda nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1
(Tabel 2).
Tabel 2 Presisi Bakteri BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7

Jumlah sel bakteri (sel/ml)
BJ
Azotobacter
Azospirillum
1,6.106
3,08.107
140
2,03.106*
3,06.107
170
5
7
8,34.10
3,03.10
140
1,34.106
3,29.107*
140
5,4.105*
3,39.107*
130
5.48.105*
2,61.107
210*
6,7.105
2,34.107*
140

8
9
10
11
12

5,21.105*
1,97.106*
1,81.106
5,66.105*
6,57.105

1,91.107*
3,20.107
2,78.107
2,96.107
2,32.107*

140
170
170
100
110

13
14
15
Median
Rataan
SD
SBR
2/3 CV
Horwitz

1,8.106
1,6.106
1,87.106*
1,34.106
1,2.106
6,1.105
0,499

2,44.107
2,5.107
3.107
2,96.107
2,7.107
4,2.106
0,151

170
70*
140
140
142,67
33,69
0,236

0,162

0,101

0,632

Keterangan:
*
: berbeda nyata dengan uji T pada taraf
α = 0,1

Pada presisi BJ, diketahui bahwa
rataan jumlah sel BJ dari lima belas ulangan
yang dilakukan sebesar 1,2.106 sel/ml dengan
SBR 0,499 dan nilai 2/3 CV Horwitz sebesar
0,163. Hasil ini memperlihatkan bahwa nilai
SBR > 2/3 CV Horwitz. Hasil presisi BJ yang
diperoleh juga memperlihatkan bahwa dari
lima belas data yang diperoleh terdapat tujuh
data yang berbeda nyata dengan uji T pada
taraf α = 0,1 (Tabel 2). Berdasarkan data
yang diperoleh, diketahui bahwa presisi BJ
memiliki nilai P sebesar 0,008.
Berdasarkan hasil pada
presisi
Azotobacter, diperoleh rataan jumlah sel
sebesar 2,7.107 sel/ml, nilai SBR sebesar
0,151, dan nilai 2/3 CV Horwitz sebesar
0,101 (SBR > 2/3 CV Horwitz). Hasil presisi
Azotobacter,
yang
diperoleh
juga
memperlihatkan terdapat lima dari lima belas
data yang berbeda nyata dengan uji T pada
taraf α = 0,1 (Tabel 2). Berdasarkan data
yang diperoleh, diketahui bahwa presisi
Azotobacter memiliki nilai P sebesar 0,397
Hasil presisi Azospirillum, memperlihatkan
rataan jumlah sel/ml sebesar 0,236, nilai
SBR sebesar 0,151, dan nilai 2/3 CV Horwitz
sebesar 0,632 (SBR < 2/3 CV Horwitz). Data
presisi Azospirillum yang diperoleh, juga
memperlihatkan keberadaan dua data yang
berbeda nyata dengan uji T pada taraf α =
0,1 (Tabel 2). Nilai P hasil presisi
Azospirillum memiliki sebesar 0,094.
Linieritas
Tahapan ini menggunakan lima titik
pengamatan yang menggambarkan kenaikan
konsentrasi
pupuk
yang
dianalisis.
Konsentrasi
pupuk
yang
dianalisis
digambarkan menggunakan bobot pupuk
yang dianalisis, antara lain 0 gram, 5 gram,
10 gram, 15 gram, dan 20 gram. Kurva dan
persamaan linier yang dihasilkan pada
linieritas bakteri BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum
memperlihatkan
bahwa
konsentrasi pupuk yang diuji berbanding
lurus dengan jumlah sel yang diperoleh.
Analisis linieritas bakteri BJ (Gambar 2.a)
memperilhatkan bahwa kenaikan 1 gram
pupuk Rhiposant yang dianalisis akan
menyebabkan pertambahan sel bakteri BJ
yang terhitung sebesar 4,09.105 sel/ml. Selain
itu juga peroleh nilai R2 sebesar 0,987 yang
artinya sebesar 98,70% kenaikan jumlah sel
bakteri BJ 13 setelah perlakuan ALT yang
disebabkan oleh penambahan konsentrasi
pupuk yang dianalisis.
Analisis linieritas bakteri Azotobacter,
(Gambar 2.b) memperlihatkan bahwa

6

kenaikan 1 gram pupuk Miza Plus yang
dianalisis akan menyebabkan pertambahan
sel bakteri Azotobacter yang terhitung
sebesar 3.106 sel/ml. Selain itu juga peroleh
bahwa nilai R2 sebesar 0,979 (keberhasilan
linieritas sebesar 97,90%). Analisis linieritas
bakteri
Azospirillum
(Gambar
2.b)
memperilhatkan bahwa kenaikan 1 gram
pupuk Miza Plus yang dianalisis akan
menyebabkan pertambahan sel bakteri
Azospirillum yang terhitung sebesar 26,8
sel/ml. Selain itu juga peroleh bahwa nilai R2
sebesar 0,959.

3

y = 13,16 x + 26,8
R² = 0,959

2.5
2
Jumlah
sel
(102/ml)

1.5
1
0.5
0
0

y = 40515 x + 4,09.105
R² = 0,987

9
8
7
Jumlah
sel
6
(106/m)
5
4
3
2
1
0

15

20

Bobot pupuk Miza Plus (gram)

Gambar 2 Kurva linieritas bakteri BJ (a) dari
pupuk
Rhiposant,
bakteri
Azotobacter (b), dan Azospirillum
(c) dari pupuk Miza Plus.

5

10

15

20

Bobot pupuk Rhiposant (gram)

(a)
8
y = 4.106 x + 3.106
R² = 0,979

6
Jumlah
sel
(107/ml)

10

(c)

0

7

5

5
4
3
2
1
0
0 Bobot5pupuk Miza
10 Plus15
(gram) 20
(b)

Uji Penegasan
Penegasan yang dilakukan pada
penelitian ini berupa pengamatan ciri-ciri
morfologi koloni dan sel bakteri BJ,
Azotobacter, serta Azospirillum asal pupuk
hayati. Parameter morfologi koloni dan sel
yang diamati antara lain waktu tumbuhnya,
bentuk, warna, tepian, elevasi, bentuk sel, dan
Gram bakteri. Pewarnaan Gram yang
dilakukan akan memberikan hasil sel yang
berwarna merah jika termasuk Gram negatif
dan berwarna ungu jika termasuk Gram
positif Morfologi koloni bakteri BJ yang
tumbuh pada hari ke-8 inkubasi, antara lain
berbentuk bundar, berlendir, berwarna putih
kekuningan, tepian karang, elevasi cembung
(Tabel 3), sel berbentuk basil (batang), dan
termasuk bakteri Gram negatif (Gambar 3.a).
Morfologi koloni bakteri Azotobacter yang
tumbuh pada hari ke-5 inkubasi, antara lain
berbentuk bundar, berwarna putih, tepian
seperti benang, elevasi datar (Tabel 3), sel
berbentuk batang, dan termasuk bakteri Gram
negatif (Gambar 3.b). Koloni bakteri
Azospirillum yang tumbuh pada hari ke-3
inkubasi
berbentuk
bundar,
mampu
mengubah warna media NFb menjadi biru,
berwarna putih, tepian licin (Tabel 3),
elevasi cembung, sel berbentuk batang, dan
termasuk bakteri Gram negatif (Gambar 3.c).

Tabel 3 Ciri-ciri morfologi koloni dan sel
bakteri BJ 13, Azotobacter, dan
Azospirillum
Ciri
Koloni
Waktu
tumbuh

Biakan
BJ 13

Azotobacter

Azospirillum

8 hari

5 hari

3 hari

Bentuk

Bundar,
berlendir

Bundar

Bundar,
mengubah
warna media
NFb menjadi
biru

Warna

Putih
kekuningan

Putih

Putih

Tepian

Karang

Seperti
benang

Licin

Elevasi

Cembung

Datar

Cembung

Bentuk
sel

Batang
(basil)

Batang
(basil)

Batang
(basil)

Gram

Negatif

Negatif

Negatif

(a)

(b)

(c)
Gambar 3 Pewarnaan Gram bakteri BJ (a),
Azotobacter
(b),
dan
Azospirillum (c). Pengamatan
dilakukan
pada
perbesaran
1000x.

PEMBAHASAN
Validasi metode yang dilakukan dalam
penelitian ini diawali dengan tahapan
peremajaan, perbanyakan biakan standar, dan
pembuatan spike recovery (SR). Peremajaan
biakan adalah kegiatan memindahkan biakan
mikroorganisme dari media tumbuh lama ke
media tumbuh baru secara berkala. Hal ini
dilakukan dengan dua maksud antara lain
memelihara sebaik mungkin biakan sehingga
diperoleh angka perolehan (recovery)
semaksimal mungkin dengan perubahan ciriciri seminimal mungkin dan mengurangi laju
metabolisme mikroorganisme hingga sekecil
mungkin dengan tetap mempertahankan daya
hidupnya. Media yang digunakan saat
peremajaan antara lain yeast mannitol agar
(YMA) ditambah merah kongo untuk bakteri
BJ 13, media LG untuk Azotobacter, dan
media NFb semipadat (Lampiran 1) untuk
Azospirillum. Perbanyakan biakan standar
dilakukan dengan menggores ulang biakan BJ
13, Azotobacter, dan Azospirillum hasil
peremajaan diatas permukaan agar-gara
miring yang berisi media selektifnya masingmasing, kemudian disimpan ke dalam lemari
pendingin.
Hasil peremajaan menunjukkan bahwa
koloni BJ 13 tumbuh pada hari kedelapan
dengan koloni berwarna putih kekuningan,
berbentuk bundar dengan tepian karang,
elevasi cembung, dan berlendir (Handayani
2009). Lendir ini merupakan polisakarida
ekstraseluler yang terbentuk sebagai strategi
pertahanan bakteri BJ 13 yang biasa tumbuh
di tanah masam dengan kandungan ion H+
dan kadar Al yang tinggi (Habibah 2008).
Koloni Azotobacter dalam media LGI
tumbuh pada hari kelima memiliki koloni
berwarna putih, bentuk bundar, tepian seperti
benang, dan elevasi datar (Holt et al. 1994).
Koloni Azospirillum dalam media NFb
tumbuh pada hari ketiga dengan koloni
berwarna putih, bentuk koloni bundar, tepian
licin, dan elevasi cembung (Oedjijono et al.
1996). Hasil peremajaan biakan standar yang
diperoleh sesuai dengan biakan awal yang
digunakan. Hasil peremajaan yang sudah
diperbanyak kemudian disimpan dalam
lemari pendingin untuk digunakan sebagai
stok. Penyimpanan ke dalam lemari
pendingin bertujuan agar pertumbuhan
bakteri dapat ditekan sehingga berada pada
fase stasioner untuk waktu yang lebih lama.
Pada penelitian ini, ketiga bakteri
ditumbuhkan pada media selektif yang

8

bertujuan
untuk
pemenuhan
aspek
selektivitas. Masing-masing media selektif
yang digunakan, memiliki ciri khas tertentu
sehingga dapat membedakan mikrob target
dengan mikrob lain yang kemungkinan
tumbuh setelah inkubasi. Bakteri BJ
ditumbuhkan pada media YMA ditambah
merah kongo karena pewarna merah kongo
dalam YMA berfungsi sebagai indikator
untuk mempermudah pemilihan bakteri yang
tumbuh dalam media setelah inkubasi.
Bakteri BJ tidak akan menyerap merah kongo
pada YMA sehingga koloni tidak berubah
menjadi warna merah (Habibah 2008).
Sedangkan bakteri lain yang dapat tumbuh
pada YMA selain BJ, akan menyerap merah
kongo sehingga koloninya berubah warna
menjadi merah. Media LG mengandung
sukrosa dan CaCO3 tinggi yang dibutuhkan
oleh Azotobacter untuk memperoleh unsur
karbon. Media NFb semipadat memiliki
kandungan asam malat dan pH 6,8, yang
berperan dalam pembentukan warna biru
pada media apabila ada Azospirillum yang
tumbuh. Perubahan warna ini muncul karena
adanya perubahan pH media dari asam
menjadi basa akibat reaksi metabolisme yang
dilakukan oleh bakteri Azospirillum (Razie
2003).
Sebelum
menganalisis
parameter
akurasi, terlebih dahulu harus diketahui
jumlah sel bakteri BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum yang seharusnya tumbuh pada
inkubasi dan pengenceran optimalnya.
Jumlah sel standar dapat diketahui dengan
membuat SR. Jumlah sel dan pengenceran
yang didapatkan berdasarkan hasil yang
diperoleh pada pembuatan SR, akan dijadikan
standar untuk mengetahui persen perolehan
(% recovery) dari bakteri BJ, Azotobacter,
dan Azospirillum setelah perlakuan ALT
maupun APM pada tahap akurasi. Pembuatan
SR dilakukan menggunakan biakan standar
yang sudah diremajakan sebelumnya. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa jumlah sel
BJ dan Azotobacter yang dijadikan standar
berada pada pengenceran 10-5 dengan jumlah
sel/ml masing-masing sebesar 4,74.107 dan
4,20.106. Sedangkan untuk Azospirillum,
yang dijadikan standar berada pada
pengenceran 10-1-10-3 dengan jumlah sel/ml
sebesar 120. Hasil ini berarti pada analisis
parameter akurasi dan linieritas bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum, pengenceran
yang digunakan ialah 10-5 untuk bakteri BJ
dan Azotobacter serta 10-1-10-3 untuk
Azospirillum.

Tingkat pengenceran optimal sangat
perlu untuk diketahui pada validasi metode
ini karena metode uji yang digunakan ialah
ALT dan APM yang pada pelaksanaannya
menggunakan
prinsip
pengenceran
(Waburton 2006). Nilai persen perolehan
dihitung untuk mengetahui seberapa banyak
bakteri dari kultur awal yang akan kembali
tumbuh pada media baru. Nilai tersebut pada
akhirnya akan menentukan valid atau
tidaknya
metode
penghitungan
yang
digunakan. Persen perolehan bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum pada tahap
akurasi dihitung menggunakan rumus yang
dapat dilihat pada Lampiran 2. Menurut
US-EPA (2005), persen perolehan yang dapat
diterima berkisar pada rentang 48-291%.
Hasil analisis akurasi keenam ulangan
campuran SR dan pupuk pada akurasi bakteri
BJ 13, memperlihatkan bahwa keakuratan
rata-rata metode ALT yang digunakan
sebesar 96,30% (Tabel 1.a). Artinya, metode
ALT yang digunakan untuk menghitung
jumlah sel BJ dalam campuran SR dan
pupuk Rhiposant, dapat menunjukkan jumlah
sel BJ dengan ketepatan rata-rata sebesar
96,30% dari jumlah sel terhitung pada kultur
awal.
Hasil akurasi bakteri Azotobacter
menghasilkan persen keakuratan sebesar
94,48% (Tabel 1.b). Artinya, metode ALT
yang digunakan untuk menghitung jumlah sel
Azotobacter dalam campuran SR dan pupuk
Miza Plus, dapat menunjukkan jumlah sel
Azotobacter dengan ketepatan rata-rata
sebesar 94,48% dari jumlah sel terhitung
pada kultur awal. Analisis akurasi bakteri
Azospirillum memperlihatkan perolehan ratarata persen keakuratan sebesar 90,40%
dengan jumlah sel/ml rata-rata sebesar 298,33
(Tabel 1.c). Artinya, metode APM yang
digunakan untuk menghitung jumlah sel
Azospirillum dalam campuran SR dan pupuk
Miza Plus, dapat menunjukkan jumlah sel
Azospirillum dengan ketepatan rata-rata
sebesar 90,40% dari jumlah sel terhitung
pada kultur awal. Nilai persen perolehan yang
dihasilkan pada analisis akurasi bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum, sesuai dengan
pustaka yang digunakan, artinya metode ALT
dan APM yang digunakan memiliki ketepatan
yang baik dalam menggambarkan nilai
sebenarnya (true value) jumlah sel bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum di dalam
pupuk hayati Rhiposant dan Miza Plus.
Persen
perolehan
bakteri
BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum hasil akurasi,
dianalisis lebih lanjut menggunakan uji T. Uji

9

T yang digunakan ialah uji T contoh
independen (bebas). Uji T independen adalah
metode uji yang digunakan untuk menguji
kesamaan rata-rata dari kumpulan data yang
bersifat independen, dengan asumsi peneliti
tidak memiliki informasi mengenai ragam
populasi (Walpole 1992). Berdasarkan uji T
diketahui bahwa dari keenam data persen
recovery BJ yang diperoleh, terdapat dua data
yang berbeda nyata dengan uji T pada taraf α
= 0,1, yaitu pada ulangan ke-1 (98,89%), dan
ulangan ke-2 (93,89%). Hasil yang berbeda
nyata ini menunjukkan bahwa metode ALT
yang digunakan untuk menghitung sel BJ
pada pupuk hayati memiliki keragaman data
yang besar pada taraf α = 0,1, sehingga
nilainya menjadi tidak akurat. Analisis beda
nyata yang dilakukan menunjukkan bahwa
nilai P pada data hasil akurasi BJ sebesar
0,368. Nilai P yang diperoleh menunjukkan
bahwa keenam data persen perolehan yang
didapat tidak berbeda nyata pada taraf α
sebesar 0,6. Keragaman data yang dimaksud
adalah selisih jumlah sel pada ulangan yang
satu dengan ulangan yang lainnya. Nilai
simpangan baku (S) yang diperoleh akan
menunjukkan
keragaman
data
yang
diperoleh. Nilai S juga akan membentuk
selang data. Selang data yang terdiri atas
batas bawah dan batas atas akan menentukan
data-data yang berbeda nyata pada taraf
α = 0,1.
Hasil uji T dari enam data hasil akurasi
Azotobacter, memperlihatkan adanya satu
data yang yang berbeda nyata dengan uji T
pada taraf α = 0,1 yaitu pada ulangan ke-1
(89,61%). Sama halnya dengan hasil akurasi
BJ, metode ALT dalam akurasi bakteri
Azotobacter memiliki data dengan keragaman
yang besar pada taraf α = 0,1 sehingga
nilainya menjadi tidak akurat (P = 0,111).
Keenam data akurasi Azospirillum yang
diperoleh, terdapat satu data yang berbeda
nyata dengan uji T pada taraf α = 0,1 yaitu
pada ulangan ke-1 (78,79%), yang
menunjukkan
bahwa
hasil
akurasi
Azospirillum menggunakan metode APM
memiliki keragaman data yang besar pada
taraf α = 0,1 sehingga nilainya menjadi tidak
akurat (P = 0,019).
Presisi dilakukan untuk mengetahui
konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang
pada sampel. Pengujian dilakukan dengan
teknik pengulangan untuk melihat ketepatan
jumlah sel yang diperoleh dengan jumlah sel
yang sebenarnya dalam contoh pupuk.
Semakin konsisten jumlah sel terhitung yang
pada setiap ulangan berarti semakin akurat

hasil
penghitungan
yang
diperoleh.
Keakuratan ini terjadi karena keragaman data
yang diperoleh kecil. Keberterimaan presisi
ditentukan setelah simpangan baku relatif
(SBR) data yang diperoleh, dibandingkan
dengan nilai 2/3 CV Horwitz. Hasil presisi
yang diterima ialah data presisi yang
memiliki nilai SBR < 2/3 CV Horwitz (USEPA 2005). Nilai SBR < 2/3 CV Horwitz
menunjukkan bahwa keseluruhan data presisi
yang diperoleh memiliki konsistensi dan
kedekatan hasil uji berulang yang baik pada
taraf α = 0,1. Hasil presisi BJ memiliki nilai
SBR sebesar 0,499 dan nilai 2/3 CV Horwitz
sebesar 0,163. Hasil ini memperlihatkan
bahwa nilai SBR > 2/3 CV Horwitz, yang
dapat diinterpretasikan bahwa hasil presisi BJ
menggunakan metode ALT memiliki
konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang
yang kurang baik karena keragaman datanya
besar. Selain itu juga terdapat tujuh dari lima
belas data yang berbeda nyata dengan uji T
pada taraf α = 0,1 (Tabel 2). Analisis beda
nyata yang dilakukan menunjukkan bahwa
data presisi BJ memiliki nilai P = 0,008.
Berdasarkan hasil pada
presisi
Azotobacter, diperoleh nilai SBR dan 2/3 CV
Horwitz masing-masing sebesar 0,151, dan
0,101 (SBR > 2/3 CV Horwitz). Senada
dengan presisi BJ, hasil presisi Azotobacter
menggunakan metode ALT juga memiliki
konsistensi dan kedekatan hasil uji berulang
yang kurang baik sehingga data yang
dihasilkan memiliki ragam data yang besar.
Selain itu juga terdapat lima dari lima belas
data yang berbeda nyata dengan uji T pada
taraf α = 0,1 (P = 0,397). Analisis hasil
presisi Azospirillum, memperlihatkan bahwa
nilai SBR < 2/3 CV Horwitz (0,151 < 0,632).
Hasil ini dapat diartikan bahwa penggunaan
metode APM untuk presisi Azospirillum
memiliki konsistensi dan kedekatan hasil uji
berulang yang baik meskipun terdapat dua
data yang berbeda nyata dengan uji T pada
taraf α = 0,1 (P = 0,0094).
Berdasarkan ketiga data presisi BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum terlihat bahwa
data yang berbeda nyata pada taraf α = 0,1
paling banyak ialah hasil presisi BJ. Hal ini
diduga terjadi akibat beberapa hal, antara lain
bahan pembawa, proses ekstraksi sampel
pupuk, morfologi koloni bakteri, jumlah
populasi bakteri yang diinokulasikan. Pupuk
Rhiposant dan Miza Plus yang divalidasi
pada penelitian ini merupakan pupuk hayati
menggunakan bahan pembawa gambut.
Hanya saja berbeda bentuknya. Pupuk
Rhiposant berbentuk serbuk dan Miza Plus

10

berbentuk granul. Gambut merupakan bahan
pembawa yang paling umum digunakan
sebagai bahan pembawa mikrob dalam pupuk
hayati (Simanungkalit et al. 2007). Gambut
digunakan sebagai bahan pembawa karena
memiliki sifat tidak menimbulkan racun pada
bakteri yang akan diinokulasi, mudah
diaplikasi, memiliki kapasitas penyerapan
yang baik, memiliki tektur material yang
tidak bergumpal, keberadaannya tersedia di
alam, memiliki pelekatan yang baik terhadap
biji, dan memiliki kapasitas penyangga pH
yang baik (Somasegaran 1994).
Pupuk Miza Plus yang dibuat berbentuk
granul bertujuan untuk mempermudah pada
saat pengaplikasian ke lapangan. Hanya saja
proses granulasi membutuhkan biaya,
investasi alat, dan waktu tambahan. Pupuk
berbentuk granul menggunakan perekat yang
tidak berbahaya bagi tanaman dan mikrob
dalam pupuk hayati. Bahan perekat yang
biasa digunakan berupa molase, tepung
tapioka, bentonit, kaolin, kalsium, gypsum,
dan tanah liat. Penggunaan bahan perekat
bertujuan agar pupuk hayati yang telah
diformulasi
dapat
merekat
sempurna
membentuk granul sehingga mikrob yang ada
didalamnya dapat bertahan hidup dengan baik
dalam bahan pembawanya (Feng et al. 2002).
Selain merekatkan, perekat ini juga
memberikan sifat keras pada granul. Secara
umum semakin banyak perekat akan semakin
keras granul yang dihasilkan. Sifat keras ini
menjaga granul agar tidak hancur pada saat
pengemasan ataupun transportasi. Kekerasan
juga mempengaruhi pelepasan mikrob dari
granul. Pupuk granul mempunyai diameter
rata-rata 3 mm dengan kadar air 9%
(Hidayattulah 2011).
Bahan pembawa yang digunakan dalam
aplikasi pupuk hayati berhubungan langsung
dengan proses ekstraksi pupuk sebelum
dianalisis. Proses ekstraksi yang maksimal
juga akan memaksimalkan jumlah bakteri
yang terhitung. Bakteri BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum yang terikat dalam bahan
pembawa kemungkinan susah terlepas
sehingga jumlah bakteri yang terhitung
menjadi sedikit, tidak konsisten dan berbeda
nyata. Pelekatan bakteri BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum
pada
bahan
pembawa
kemungkinan semakin diperkuat dengan ciri
khas bakteri BJ yang menghasilkan lendir
dan penggunaan bahan perekat pada pupuk
granul. Hal ini dapat diatasi dengan
menambahkan surfaktan lemak yang akan
membantu melarutkan lendir yang dihasilkan
oleh bakteri BJ maupun bahan perekat yang

digunakan. Surfaktan lemak, misalnya sabun,
dapat ditambahkan pada campurkan garam
fisiologis 0,85% dan sampel pupuk saat akan
diletakkan diatas mesin penggoyang selama 2
jam. Terjadinya pelepasan bakteri BJ,
Azotobacter, dan Azospirillum yang tidak
maksimal terlihat dengan adanya endapan
yang terbentuk setelah dikocok selama 2 jam.
Selain itu, hasil uji T yang berbeda nyata
kemungkinan disebabkan juga oleh morfologi
koloni BJ yang berlendir. Koloni BJ yang
saling menempel kemungkinan dapat
dihitung menjadi satu koloni yang sama
akibat lendir yang dihasilkan. Masalah ini
dapat
diatasi
dengan
melakukan
penghitungan koloni BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum menggunakan colony counter
yang dilengkapi dengan kaca pembesar (lup).
Bakteri yang diinokulasi ke bahan pembawa
juga diduga mengalami penurunan jumlah
konsentrasi sel bakteri. Penurunan ini dapat
terjadi karena adanya fase adaptasi bakteri
saat pemindahan ke bahan pembawa.
Analisis
linieritas
dilakukan
menggunakan kurva linier dan persamaan
garis yang akan menggambarkan hubungan
antara
jumlah
sel
yang
diperoleh
menggunakan metode peghitungan ALT dan
MPN dengan tingginya konsentrasi yang
analisis. Selain itu juga akan diketahui nilai
R² yang menjelaskan tentang pengaruh
kosntrasi pupuk yang dianalisis dengan
jumlah bakteri BJ, Azotobacter, dan
Azospirillum yang terhitung menggunakan
metode ALT serta MPN. Nilai R² yang
semakin mendekati 1 menunjukkan bahwa
konsentrasi
pupuk
yang
dianalisis
berpengaruh besar terhadap peningkatan
jumlah sel BJ, Azotobacter, dan Azospirillum
yang terhitung menggunakan metode