Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Pupuk Cair Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produksi Sayuran Daun Indigenous Tahunan

1

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN PUPUK CAIR HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
SAYURAN DAUN INDIGENOUS TAHUNAN

RISTA DELYANI
A24080181

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN PUPUK HAYATI CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI SAYURAN DAUN INDIGENOUS TAHUNAN
Effect of Nitrogen and Biological Liquid Fertilizer to Growth and Production of Perennial Indigenous Leafy
Vegetables
Rista Delyani1, Juang Gema Kartika2
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
1

Abstract
The objectives of this research was to get the best rate of Nitrogen and the influence of biological liquid
fertilizer to growth and production of two perennial indigenous leafy vegetables which can be harvest more than
once. The research was conducted at IPB Research Station in Leuwikopo, Darmaga, Bogor from January to May
2012.The research was a parallel research with 2 comodities, kenikir and kemangi. This research arranged Block
Randomized Design 2 factors for each comodity. The first factor was rate of Nitrogen with 4 levels, 0 kg/ha, 45
kg/ha, 90 kg/ha and 135 kg/ha. The second factor was biological liquid fertilizer (PCH) with 2 levels, with PCH and
without PCH. Result showed that nitrogen increased production of two perennial indigenous leafy vegetables
(kenikir dan kemangi) based on harvest weight of plot. Nitrogen can gave better production on environment that
was not optimum (drought on early growth. Recommended rate of nitrogen was 92.73 kg/ha for kenikir and 45 kg/ha
for kemangi. PCH didn’t affect production of two perennial indigenous leafy vegetables(kenikir dan kemangi).

2

RINGKASAN

RISTA DELYANI. Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Pupuk Cair Hayati

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Sayuran Daun Indigenous Tahunan.
(Dibimbing oleh JUANG GEMA KARTIKA).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk nitrogen terbaik
dan mempelajari pengaruh pupuk cair hayati terhadap pertumbuhan dan produksi
dua sayuran daun indigenous tahunan (kenikir dan kemangi) sebagai komoditas
sayuran yang dapat dipanen lebih dari satu kali.
Percobaan paralel ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dua
faktor yaitu dosis nitrogen dan pemberian pupuk cair hayati (PCH). Terdapat dua
komoditas sayuran daun indigenous tahunan yang dipilih yaitu kenikir dan
kemangi. Perlakuan nitrogen yang diberikan yaitu 0 kg/ha N, 45 kg/ha N, 90
kg/ha N, serta 135 kg/ha N sedangkan perlakuan PCH yaitu diberi PCH dan tidak
diberi PCH sehingga terdapat delapan kombinasi perlakuan.
Bahan tanaman yang digunakan yaitu benih kenikir dan kemangi. Bibit
yang siap dipindahtanamkan ditanam pada bedengan berukuran 3 m x 1.5 m
dengan jarak tanam 30 cm x 50 cm sehingga jumlah populasi per bedeng adalah
16 tanaman. Setiap satuan percobaan terdapat 5 tanaman contoh sehingga terdapat
120 tanaman contoh per komoditas.
Penelitian berlangsung pada kondisi dimana curah hujan rendah pada awal
dan akhir penelitian. Inisiasi pembungaan sudah berlangsung di awal
pertumbuhan vegetatif. Pembentukan bunga mulai terjadi saat umur 3 MST pada

kemangi dan umur 6 MST pada kenikir.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian PCH pada kenikir tidak
meningkatkan

pertumbuhan

dan

produksi

kenikir.

Meskipun

demikian,

pemupukan nitrogen pada kenikir dapat memberikan nilai rata-rata jumlah cabang
primer tertinggi yaitu 5.87 cabang pada umur 3 MST. Garis regresi yang kuadratik
pada parameter bobot panen per bedeng memberikan produksi maksimal pada
perlakuan 92.73 kg/ha N yaitu sebesar 2,363.88 g. Jumlah ini menunjukkan

adanya peningkatan produksi sebesar 31.79% dibandingkan perlakuan tanpa
pupuk nitrogen yaitu sebesar 1,793.7 g.

3
Pemupukan nitrogen pada kemangi juga meningkatkan parameter
pertumbuhan jumlah cabang sekunder hingga 7.4% yaitu sebesar 51.93 cabang
pada umur 3 MST. Perlakuan tanpa PCH meningkatkan nilai tinggi tanaman
sebesar 6.7% pada umur 4 MST dan 7.3% pada umur 5 MST. Perlakuan tanpa
PCH juga meningkatkan nilai rata-rata jumlah cabang sekunder sebesar 8.8%
pada 5 MST. Interaksi kedua perlakuan terlihat berpengaruh pada parameter
tinggi tanaman, jumlah cabang primer serta jumlah cabang sekunder. Perlakuan
tanpa PCH mampu memberikan hasil yang lebih baik pada parameter bobot panen
per bedeng dengan dosis pupuk nitrogen sebanyak 45 kg/ha yaitu sebesar
1,641.7 g.

4

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN PUPUK CAIR HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAYURAN
DAUN INDIGENOUS TAHUNAN


Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RISTA DELYANI
A24080181

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

5

JUDUL : PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN PUPUK CAIR
HAYATI

TERHADAP


PRODUKSI

SAYURAN

PERTUMBUHAN
DAUN

TAHUNAN
NAMA : RISTA DELYANI
NIM

: A24080181

Menyetujui,
Pembimbing

Juang Gema Kartika, SP., MSi
NIP. 19810701 200501 2 005

Mengetahui,

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

DAN

INDIGENOUS

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sekura pada tanggal 8 Januari 1991 dari pasangan
Thamrin Akib dan Wajihah Sya’rani. Penulis adalah anak pertama dari empat
bersaudara.
Penulis menempuh jenjang pendidikan formal dimulai dari SDN 20

(sekarang 17) Singkawang Tengah tahun 1996-2002 dilanjutkan ke SMPN 3
Singkawang tahun 2002-2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1
Singkawang dan menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2008. Pada
tahun yang sama penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif di OMDA KPMKB
(Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat)
dan FKRD-A sebagai anggota infokom pada tahun 2011. Penulis pernah
berpartisipasi dalam beberapa kepanitiaan seperti MPF Saung Tani 2010, MPD
Organik 2010, Bina Desa IBEMPI 2010 dan Katimu (Kader Petani Muda) 2012.
Penulis juga pernah berkesempatan untuk melaksanakan magang liburan di ICDF
Taiwan pada tahun 2010 dan di Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat) pada
tahun 2011. Selama masa perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Dasar-dasar

Agronomi

(2011),


Ekologi

Pertanian

(2011),

Dasar-dasar

Hortikultura (2012), Teknik Budidaya Tanaman (2012), dan Ilmu Tanaman
Perkebunan (2012).

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya skipsi ini dapat terselesaikan. Penelitian ini berjudul “Pengaruh pupuk
nitrogen dan pupuk cair hayati terhadap pertumbuhan dan produksi sayuran daun
indigenous tahunan”. Skipsi ini disusun sebagai syarat dalam menyelesaikan studi
pada Program Sarjana Departemen Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua dan keluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan sejak
penulis memulai langkah.
2. Juang Gema Kartika, SP. M.Si sebagai dosen pembimbing atas semua
bimbingan dan arahan selama menyelesaikan skripsi.
3. Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si dan Ir. Andri Ernawati, M.Sc.Agr sebagai dosen
penguji atas masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi.
4. Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si sebagai dosen pembimbing akademik atas nasihat
dan bimbingan selama penulis kuliah di IPB.
5. Rekan-rekan yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini : Ami, Bayu,
Nisa, Suley, Ray, Mela, Elin, Adis, Riri, Yudi, Yuyuk, Beny, Mariski, Topan,
Bunga, Ikhsan, Andri, Dira, Saroh, Gita dan teman-teman lainnya.
6. Teknisi lapang KP. Leuwikopo dan KP. Sawah Baru yang membantu
kelancaran penelitian ini, Pak Yusuf dari Balitro dan Mas Titis dari SPI
(Serikat Petani Indonesia) yang telah membantu menyediakan bahan tanam.
7. Teman-teman seperjuangan di Indigenous AGH 45 atas dukungan dan
semangatnya.
8. Sista Ponsur atas pengertian dan semangatnya.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan.

Bogor, September 2012

Penulis

8

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………...........

i

DAFTAR GAMBAR………………………………………………......

iii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………..

iv

PENDAHULUAN………………………………………………………
Latar Belakang………………………………………………....
Tujuan…………………………………………………………..
Hipotesis………………………………………………………..

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………..
Sayuran Daun Indigenous Tahunan…………………………….
Kenikir (Cosmos caudatus) …………………………………….
Kemangi (Ocimum americanum)……………………………….
Pupuk Nitrogen ………………………………………………...
Mikroorganisme Lokal……………………………………….....

4
4
5

BAHAN DAN METODE………………………………………………
Tempat dan Waktu………………………………………………
Bahan dan Alat………………………………………………….
Metode Penelitian……………………………………………….
Pelaksanaan……………………………………………………..
Pengamatan……………………………………………………..

12
12
12
12
14
16

HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………...
Kondisi Umum…………………………………………………
Kenikir………………………………………………………….
Kemangi………………………………………………………..
Pembahasan……………………………………………………..

19
19
21
29
39

KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………

43

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..

44

LAMPIRAN……………………………………………………………

47

7

9
11

i

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Bentuk dan ketersediaan nitrogen………………………………….

10

2. Spesifikasi urea butiran…………………………………………….

11

3. Rekapitulasi sidik ragam tanaman kenikir……………………….

22

4. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata tinggi kenikir…………………………………….

23

5. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata pertambahahan panjang cabang primer kenikir…

24

6. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata jumlah cabang primer kenikir…………………...

24

7. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata pertambahan cabang sekunder kenikir…………..

25

8. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata pertambahan jumlah daun kenikir……………….

26

9. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata indeks luas daun kenikir……………………….

27

10. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata bobot basah per tanaman kenikir………………

27

11. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata bobot kering per kenikir………………………..

28

12. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata bobot panen per bedeng kenikir………………

29

13. Rekapitulasi sidik ragam tanaman kemangi……………………

30

14. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata tinggi kemangi………………………………….

31

15. Interaksi pupuk nitrogen dan pupuk cair hayati terhadap rata-rata
tinggi kemangi……………………………………………………

31

16. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata jumlah cabang primer kemangi…………………..

32

ii
17. Interaksi pupuk nitrogen dan pupuk hayati cari terhadap rata-rata
jumlah cabang primer kemangi……………………………………

33

18. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata jumlah cabang sekunder kemangi……………….

34

19. Interaksi pupuk nitrogen dan pupuk cair hayati terhadap rata-rata
jumlah cabang sekunder kemangi…………………………………

34

20. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata pertambahan jumlah cabang tersier kemangi…….

35

21. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata indeks luas daun kemangi……………………….

36

22. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata bobot basah per tanaman kemangi……………..

36

23. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata bobot kering per tanaman kemangi…………….

37

24. Pengaruh pupuk nitrogen, pupuk hayati cair dan interaksinya terhadap rata-rata bobot panen per bedeng kemangi………………..

38

25. Interaksi pupuk nitrogen dan pupuk hayati cari terhadap rata-rata
bobot panen per bedeng pada panen pertama…………………….

38

iii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Ilustrasi parameter pengamatan …………………………………

18

2. Persiapan penyemaian……………………………………………

19

3. Kondisi pembibitan………………………………………………

19

4. Gejala penyakit pada kenikir…………………………………….

21

5. Belalang pada kemangi………………………………………….

21

6. Grafik respon bobot bedeng panen kedua terhadap dosis
pupuk nitrogen pada kenikir……………………………………..

41

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data iklim Darmaga 2011-2012. …………………………………………… 48
2. Hasil analisis tanah …………………………………………………..

48

3. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ………………………………….

48

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tingkat konsumsi sayuran di Indonesia masih tergolong rendah dan masih
jauh di bawah rekomendasi FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia). Pada
tahun 2005 tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia adalah sebesar 35.30
kg/ kapita/tahun, kemudian turun menjadi 34.06 kg/kapita/tahun pada tahun 2006,
lalu naik pada tahun 2007 menjadi 40.90 kg/kapita/tahun. Standar konsumsi
sayuran yang ditetapkan oleh FAO adalah 73 kg/kapita/tahun, sedangkan standar
kecukupan untuk sehat adalah sebesar 91.25 kg/kapita/tahun (Kementrian
Pertanian, 2010). Tingkat konsumsi yang rendah ini disebabkan karena kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap konsumsi sayuran serta pembudidayaan sayuran
komersial di Indonesia yang umumnya ada di dataran tinggi sehingga
ketersediaannya rendah pada beberapa daerah tertentu khususnya dataran rendah.
Peningkatan produksi sayuran dapat dilakukan dengan meningkatkan jenis
sayuran yang dapat dikonsumsi dan meningkatkan produktivitas beberapa jenis
sayuran tertentu. Meningkatkan jenis sayuran dapat dilakukan dengan cara
mengeksplorasi sayuran-sayuran daerah yang belum dikenal secara luas
sedangkan meningkatkan produktivitas sayuran dapat dilakukan melalui
pemuliaan ataupun perbaikan teknik budidaya. Cara yang dapat dilakukan dalam
perbaikan teknik budidaya adalah dengan menambah asupan hara bagi tanaman.
Penambahan asupan hara dapat dilakukan dengan memberikan pupuk atau
menambah hara tersedia melalui pemanfaatan mikroorganisme lokal.
Sayuran indigenous adalah jenis sayuran atau varietas yang berasal dari
suatu daerah atau tanaman yang dikenalkan pada suatu wilayah. Jenis atau
varietas tersebut telah beradaptasi pada wilayah barunya meskipun bukan berasal
daerah tersebut (Engle and Altoveros, 2000). Menurut Kusmana dan Suryadi
(2004), Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan sayuran indigenous
sebagai sayuran alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi (sumber
protein, vitamin, dan mineral) dan permintaan pasar, serta dapat berkhasiat
sebagai obat karena beberapa sayuran indigenous mengandung minyak esensial
yang baik bagi kesehatan. Selain itu, sayuran indigenous juga mempunyai

2
karakteristik yang menguntungkan karena dapat beradaptasi dengan baik dalam
kondisi lingkungan yang relatif beragam.
Jenis sayuran indigenous yang banyak dibudidayakan adalah sayuran daun
tahunan. Hal ini disebabkan karena sayuran tersebut mudah dibudidayakan dan
panen yang dilakukan dapat lebih dari satu kali. Namun umumnya, pengusahaan
kedua komoditas tersebut belum dilakukan secara luas. Masyarakat umumnya
hanya menanam di pekarangan rumah untuk memenuhi kebutuhan sayuran harian.,
Beberapa sayuran daun indigenous tahunan yang sering dikonsumsi adalah
kemangi dan kenikir. Menurut Sunarto (1994) dan Van den Bergh (1994),
kemangi (Ocimum americanum L.) dan kenikir (Cosmos caudatus Kunth) adalah
tanaman perdu yang banyak ditanam di pekarangan.
Sayuran daun merupakan salah satu sayuran yang dikonsumsi saat berada
pada fase vegetatif. Unsur hara yang memiliki peran utama saat fase vegetatif
terutama untuk pertumbuhan daun adalah nitrogen. Menurut Leiwakabesssy et al.
(2003), nitrogen berfungsi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
jumlahnya harus seimbang serta tersedia bagi tanaman. Kondisi nitrogen yang
optimum penting dalam fase pertumbuhan tanaman terutama untuk pembentukan
akar, batang dan daun dengan baik. Kelebihan nitrogen akan menyebabkan daun
menjadi hijau tua, pertumbuhan vegetatif yang berlebihan sehingga tanaman
menjadi sukulen dan mudah terserang penyakit sedangkan kekurangan nitrogen
akan membuat pertumbuhan tanaman tertekan dan daun-daun mengalami klorosis
dan kering.
Tidak semua hara yang terdapat di tanah tersedia bagi tanaman.
Ketidaktersediaan hara terjadi pada kondisi tanah tertentu namun dapat diatasi
salah satunya dengan cara memanfaatkan mikroorganisme lokal untuk membantu
mentransformasi hara dalam tanah menjadi bentuk yang dapat digunakan tanaman.
Mikroorganisme lokal dalam tanah umumnya sedikit sehingga proses transformasi
berjalan dengan lambat. Penambahan mikroorganisme lokal dapat membantu
mempercepat proses transformasi tersebut. Penambahan mikroorganisme lokal
dapat dilakukan dengan memberikan pupuk cair hayati. Pupuk nitrogen dan
mikroorganisme dalam tanah penting bagi pertumbuhan sayuran daun indigenous
tahunan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh

3
dan mendapatkan dosis nitrogen dan mikroorganisme lokal terhadap pertumbuhan
dan produktivitas dua sayuran daun indigenous tahunan tersebut.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis pupuk nitrogen terbaik
dan mengetahui pengaruh pupuk cair hayati terhadap pertumbuhan dan produksi
dua sayuran daun indigenous tahunan (kenikir dan kemangi) sebagai komoditas
sayuran yang dapat dipanen lebih dari satu kali.

Hipotesis
a) Dosis pupuk nitrogen mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas dua
sayuran daun indigenous tahunan (kenikir dan kemangi)
b) Pemberian pupuk cair hayati mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas
dua sayuran daun indigenous tahunan (kenikir dan kemangi)
c) Terdapat pengaruh interaksi kedua perlakuan terhadap pertumbuhan dan
produktivitas dua sayuran daun indigenous tahunan (kenikir dan kemangi)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Sayuran Daun Indigenous Tahunan
Sayuran indigenous adalah jenis sayuran atau varietas yang berasal dari
suatu daerah atau tanaman yang dikenalkan pada suatu wilayah. Jenis atau
varietas tersebut telah beradaptasi pada wilayah barunya meskipun bukan berasal
daerah tersebut (Engle and Altoveros, 2000). Sayuran indigenous juga disebut
sebagai sayuran turun temurun.
Menurut

Nangju

(1999)

sayuran

indigenous

memiliki

beberapa

keunggulan : pertama, mudah dibudidayakan di perkarangan rumah; kedua,
memiliki kandungan mikro nutrisi dan vitamin yang penting bagi pertumbuhan
manusia; dan ketiga, mudah beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan serta
umumnya tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Di beberapa daerah
pedesaan, sayuran indigenous juga berperan dalam mengatasi malnutrisi bagi
anak-anak pra sekolah karena berfungsi sebagai sumber protein yang murah dan
mudah didapat.
Salah satu jenis dari sayuran indigenous adalah sayuran daun indigenous
tahunan. Sayuran daun memiliki karakteristik cepat tumbuh serta dapat tumbuh
pada daerah tropis dan subtropis. Banyak sayuran daun yang memiliki kapasitas
yang baik dalam tumbuh kembali setelah dipetik, Pemetikan juga memacu
tanaman untuk menghasilkan pucuk/daun segar yang terus menerus (Chen, 1999).
Sayuran daun juga baik sebagai sumber vitamin A dan C, mineral, dan serat
(Larkcom, 1991).
Sayuran daun juga memiliki beberapa kelemahan, terutama saat pasca
panen, misalnya singkatnya masa simpan. Tanpa penanganan yang baik, sayuran
akan mengalami penurunan pada warna, turgiditas, kualitas lainnya seperti
kandungan gizi, tekstur, ukuran, bentuk, dan rasa). Akibat dari tingginya
kandungan air yang dimilikinya, sayuran daun jarang yang tahan terhadap
pengangkutan jarak jauh dan penyimpanan jangka panjang (Chen, 1999).

5
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)

Asal dan Syarat Tumbuh
Kenikir termasuk dalam family Compositae dan genus Cosmos. Kenikir
merupakan tanaman asli dari daerah tropis di Amerika yang kemudian di bawa
oleh orang Spanyol ke Filipina (van den Bergh, 1994). Di Filipina, kenikir dikenal
dengan nama Cosmos sedangkan di Malaysia dikenal dengan nama ulam raja.
Kenikir dapat tumbuh liar sebagai gulma di pekarangan rumah. Menurut
Sastrapraja (1979), kenikir juga dapat tumbuh liar di tepi-tepi sawah atau sungai.
Van den Bergh (1994) menambahkan bahwa kenikir menyukai sinar matahari
yang penuh dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi serta tanah yang subur.
Tumbuh baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1,600
mdpl.

Morfologi dan Botani
Kenikir adalah herba semusim atau tahunan, berbatang tegak dengan
tinggi mencapai 3 m. Batangnya berbentuk segiempat, beralur, bercabang banyak
dan berwarna hijau keunguan. Daun kenikir majemuk, bersilang berhadapan,
bentuk menyirip, ujung runcing, tepi rata, berwarna hijau tua pada bagian
permukaan atasnya dan berwarna lebih terang serta sedikit berambut pada
permukaan bawahnya Pembungaan kenikir terletak di ujung atas tanaman.
Panjang tangkai bunga sekitar 5 – 30 cm, mahkota bunga terdiri dari 8 helai
dengan panjang 1.5 – 2 cm dan berwarna merah muda. Buah kenikir berwarna
cokelat dan berbentuk seperti jarum dengan ujung berambut (van den Bergh,
1994).

Budidaya
Kenikir diperbanyak dengan menggunakan biji. Persemaian biji dapat
dilakukan langsung di lahan atau di pembibitan terlebih dahulu. Pembibitan
dilakukan sekitar tiga minggu kemudian dapat dipindahtanamkan di lahan dengan
jarak tanam 25 – 30 cm x 25 – 30 cm antar tanaman. Pada tanah miskin, pupuk
organik 10 ton/ha dan urea 200 kg/ha dapat diberikan untuk meningkatkan hasil

6
panen dan meningkatkan kualitas daun. Pengaturan air yang baik sangat penting
bagi pertumbuhan kenikir (van den Bergh, 1994).
Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur enam minggu setelah
daun pertama muncul. Pemanenan berikutnya dilakukan dengan selang tiga
minggu kemudian. Pemanenan yang teratur akan memicu produksi pucuk baru
dan menunda pembungaan. Hal ini dapat terus dilakukan sampai tanaman
berumur 2 – 3 tahun.
Kegunaan
Kenikir umumnya dibudidayakan untuk diambil pucuk daunnya sebagai
sayuran dan dijual di pasar tradisional dengan skala yang kecil. Hal ini sesuai
dengan Rubatzky dan Yamaguchi (1998) bahwa sayuran kenikir memang belum
banyak ditemukan di pasar. Menurut Van den Bergh (1994), daun kenikir
memiliki rasa dan bau yang kuat akibat kandungan turpentine. Selain sebagai
sayuran, kenikir juga digunakan sebagai tanaman hias. Kenikir yang bermanfaat
sebagai obat tradisional di Malaysia digunakan untuk membersihkan darah dan
menguatkan tulang. Saat ini, kenikir diusulkan sebagai tanaman tambahan dalam
pertanian karena dapat meningkatkan struktur tanah dan menekan pertumbuhan
alang-alang.
Kenikir juga memiliki kandungan beberapa bahan aktif seperti fenol yang
tinggi yaitu sekitar 1.52 mg GAE/g (Andarwulan et al., 2010) dan asam askorbat
yang lebih dari 100 mg/100 g (Andarwulan et al., 2012). Sifat antimikroba yang
dimilikinya berpotensi untuk mengobati infeksi akibat beberapa stain mikroba
(Rasdi et al., 2010). Dalam 100 g bagian yang dapat dimakan, daun kenikir
mengandung : air 93 g, protein 3 g, lemak 0.4 g, karbohidrat 0.4 g, serat 1.6 g, abu
1.6 g. Kandungan kalsium (270 mg) dan vitamin A (0.9 mg) tergolong tinggi.
Namun nilai energy termasuk rendah yaitu sekitar 70 kJ/100 g. Pada daun juga
terdapat minyak esensial (van den Bergh, 1994).

7
Kemangi (Ocimum americanum L.)

Asal dan Syarat Tumbuh
Kemangi termasuk dalam famili Labiatae yang terdiri atas 4 spesies yaitu
O. americanum, O. basilicum, O. gratissimum dan O. tenuiflorum. Asalnya tidak
diketahui namun banyak ditemukan di Afrika dan Asia serta telah diintroduksi ke
Amerika (Sunarto, 1994). Di India, tanaman kemangi merupakan tanaman yang
disucikan untuk upacara keagamaan.
Kemangi tumbuh baik pada ketinggian 500 – 2,000 mdpl. Banyak terdapat
di Pulau Jawa dan ditanam di sepanjang tepi-tepi guludan pada tegalan, pada
galengan-galengan sawah atau di halaman (Heyne, 1987).
Morfologi dan Botani
Kemangi merupakan herba aromatik berbatang tegak dan bercabang
banyak dengan tinggi berkisar antara 0.3 m sampai 1 m. Batang dan cabangnya
berwarna hijau kekuningan. Daun kemangi lanset berwarna hijau dan memiliki
rambut halus pada permukaannya (Sunarto, 1994). Tangkai daun dan kelopak
bunga kemangi berwarna hijau sedangkan mahkotanya berwarna putih (Heyne,
1987). Menurut Sunarto (1994), tanaman kemangi akan berbunga ketika berumur
8 – 12 minggu.
Kemangi toleran terhadap cuaca panas dan dingin. Perbedaan iklim hanya
mengakibatkan perbedaan penampilan tanaman. Kemangi yang ditanam di daerah
dingin daunnya akan lebih lebar dan lebih hijau, sedangkan kemangi yang
ditanam di daerah panas umumnya mempunyai daun yang kecil, tipis dan
berwarna hijau pucat (Nazarudin, 1995).

Budidaya
Perbanyakan kemangi dilakukan dengan menggunakan biji. Biji mulai
berkecambah 1 – 2 minggu setelah semai. Tipe perkecambahannya adalah
hipogeal. Lama tanaman di persemaian sekitar 3 – 4 minggu, setelah itu dapat
dipindahtanamkan pada bedengan dengan jarak tanam 20 – 30 cm antar tanaman
(Sunarto, 1994).

8
Menurut Sunarto (1994), panen pertama bisa dilakukan saat tanaman
sudah berumur 2 – 3 bulan setelah pindah tanam, namun menurut Nazarudin
(1995), panen pertama sudah dapat dilakukan saat tanaman berumur 50 hari.
Menurut Sunarto (1994), pemanenan dilakukan dengan memetik pucuk muda
dengan panjang sekitar 10 cm. Pemangkasan tanaman dapat dilakukan untuk
memicu tunas-tunas baru tumbuh dan mencegah munculnya bunga, namun untuk
tanaman yang diperuntukkan untuk diambil benihnya sebaiknya tidak dipangkas.

Kegunaan
Masyarakat Asia Tenggara khususnya Indonesia, Malaysia, dan Thailand
memanfaatkan tanaman kemangi sebagai rempah-rempah, tanaman obat dan
sayuran. Menurut Kusmana dan Suryadi (2004), daun kemangi memiliki nutrisi
yang cukup banyak seperti protein, lemak, karbohidrat, dan serat. Daun mudanya
dapat dimakan mentah atau dimasak bersama sayuran lainnya. Bagian daun biji
dan akar kemangi dipercaya dapat menyembuhkan sariawan dan melancarkan ASI.
Menurut Sunarto (1994), sebagai obat tradisional kemangi berguna untuk
beberapa penyakit. Rebusannya digunakan untuk batuk, daun yang ditumbuk
dapat ditempatkan di dahi untuk meringankan selesma atau ditempatkan di dada
untuk meringankan gangguan pernafasan. Seluruh tanaman ini dapat digunakan
untuk mengobati rematik, kolik ginjal dan kalsifikasi. Baru-baru ini, kemangi
didaftarkan sebagai obat yang potensial untuk melawan kanker. Minyak esensial
dari kemangi digunakan dalam sabun dan kosmetik. Kemangi sudah dilaporkan
memiliki sifat fungitoksik. Kemangi ditanam secara luas di Kenya dan Pakistan
untuk produksi kapus barus sebagai obat dan industri.
Bahan aktif yang terdapat dalam kemangi adalah flavonoid (Vieira et al.,
2003). Minyak esensial dalam kemangi bersifat antibakteri yang efektif melawan
beberapa jenis patogen (Stanko et al., 2010). Dalam 100 g bagian yang dapat
dimakan, daun kemangi mengandung : air 87 g, protein 3.3 g, serat 2 g, kalsium
320 mg, zat besi 4.5 mg, dan vitamin C 27 mg. Nilai energinya yaitu 180 kJ/100 g
(Sunarto, 1994).

9
Pupuk Nitrogen
Nitrogen adalah elemen nutrsi yang paling melimpah di alam. Jumlah
nitrogen bebas mencapai 78% dari total kandungan gas di udara. Meskipun
demikian, ketersediaannya tidak sepenuhnya dapat langsung digunakan oleh
tanaman dan hewan (Leiwakabessy et al., 2003). Sekitar 33,000 ton nitrogen yang
ada di atmosfer tidak dapat digunakan langsung sebagai nutrisi tanaman
disebabkan karena nitrogen bebas bersifat stabil secara kimia.
Nitrogen diperlukan tanaman sebagai penyusun semua protein, klorofil,
dan asam-asam nukleat serta berperan penting dalam pembentukan koenzim
(Hanafiah, 2007). Penyediaan nitrogen berhubungan dengan penggunaan
karbohidrat. Apabila persediaan nitrogen sedikit maka hanya sebagian kecil hasil
fotosintesis yang diubah menjadi protein dan sisanya diendapkan. Pengendapan
karbohidarat menyebabkan sel vegetatif menebal. Apabila persediaan nitrogen
cukup banyak maka sedikit sekali yang mengendap karena sebagian besar
dijadikan protein dan membentuk protoplasma. Protoplasma akan mengikat air
sehingga tanaman menjadi meruah atau voluminous (Leiwakabessy et al., 2003).
Tanaman hanya bisa mengambil nitrogen dalam bentuk ammonium dan
nitrat. Nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+) larut dalam air tanah lalu diambil oleh
akar tanaman. Bentuk nitrogen yang lain harus diubah dulu menjadi kedua bentuk
tersebut agar bisa diambil tanaman. Pengubahan bentuk dapat dilakukan secara
alami atau buatan. Konversi nitrogen secara alami dapat dilakukan dengan
bantuan mikroorganisme yang hidup di tanah seperti bakteri dan fungi (Andrews,
1998). Bentuk dan ketersediaan nitrogen dapat dilihat pada Tabel 1.

10
Tabel 1. Bentuk dan ketersediaan nitrogen
Bentuk
Nitrogen
nitrogen
organik

urea

Sumber
kotoran hewan
kompos
residu tanaman, dll
pupuk komersial

ammonim
+

(NH4 )

pupuk komersial
kotoran hewan segar,
pelapukan bahan
organik

nitrat
(NO3-)

pupuk komersial

gas
nitrogen

sekitar 80% dari
udara dalam tanah

Ketersediaan
bagi Tanaman
tidak tersedia
samapai terurai
(miggu hingga
tahunan)
tersedia lebih
cepat daripada
ammonium
digunakan
langsung oleh
tanaman, di
bawah kondisi
asam
digunakan
langsung oleh
sebagian besar
tanaman,
hanya bisa
digunakan
tanaman dengan
bakteri pengikat
nitrogen seperti
legume

Keterangan
immobil dalam tanah,
lambat terurai menjadi
(NH4+) dalam tanah
cepat terurai menjadi
(NH4+) dalam tanah
dapat dijerap oleh liat atau
bahan organik, mengurangi
pencucian, konversi ke
(NO3-) dibantu organisme
tanah
sangat mobil di air, mudah
tercuci ke air tanah
bahan organik dan (NO3-)
ditambahkan pada tanah
dari legum

Sumber : (Andrews, 1998)
Umumnya, ammonium dan nitrat diberikan pada tanaman sebagai pupuk
karena dapat langsung tersedia dan diambil oleh tanaman. Pupuk nitrogen dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu organik dan anorganik. Kedua kelompok
tersebut dibagi lagi menjadi produk alami dan buatan. Salah satu dari pupuk
nitrogen anorganik buatan adalah urea (CO (NH2)2) dengan kandungan nitrogen
40 – 45% (Millar, 1995).
Pupuk urea dibuat secara reaksi terkontrol yang mengombinasikan gas
ammonia (NH3) dan karbondioksida (CO2) pada reaksi :
2 NH3 + CO2 ↔ NH2COONH4
NH2COONH4 ↔ NH2CONH2 + H2O
Tahapan pembuatannya terdiri dari empat tahap yaitu sintesis, pemurnian,
konsentrasi dan granulasi. Spesifikasi urea butiran terlihat pada Tabel 2.

11
Tabel 2. Spesifikasi urea butiran
Komponen

Konsentrasi

Nitrogen
Biuret
Kandungan kelembaban
Ukuran
Sumber : Copplestone and Kirk (2011)

Minimal 46 % bobot
Maksimal 1.0 % bobot
Maksimal 0.3 % bobot
90 % berukuran 2 – 4 mm

Mikroorganisme Lokal
Secara ekologis tanah tersusun oleh kelompok material, yaitu material
hidup (faktor biotik) berupa biota (jasad-jasad hayati), faktor abiotik berupa bahan
organik dan faktor abiotik berupa pasir debu dan liat. Populasi, jenis dan aktivitas
biota dalam tanah tergantung pada sifat alami dan sifat nonalami. Pada lahan
pertanian, kegiatan pertanian yang dilakukan akan menentukan populasi, jenis dan
aktivitas mikrobanya (Hanafiah, 2007).
Dikaitkan dengan pertumbuhan tanaman, biota tanah dikelompokkan
menjadi : 1) menguntungkan, 2) merugikan, dan 3) tanpa pengaruh. Apabila biota
yang menguntungkan dapat dimaksimalkan dan biota yang merugikan dapat
diminalkan maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan dapat dioptimumkan.
Beberapa peran yang dapat dilakukan oleh biota yang menguntungkan yaitu : 1)
penyedia dan fiksasi N misalnya Rhizobium, Azetobacter, Rhospirillidium,
Nitrosomonas, dan Nitrobacter 2) pelarut dan penyedia fosfor seperti
Pseudomonas dan Bacillus 3) produksi zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti
Azetobacter, Azospirillium, dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), dan 4)
penyedia hara lainnya (Hanafiah, 2007).
Mikroorganisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis
mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi,
aktinomisetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk
meningkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki
kesehatan dan kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil
tanaman. Kultur EM mengandung mikroorganisme yang secara genetika bersifat
asli dan tidak dimodifikasi karena berasal dari lingkungan alami (Sutanto, 2002).

12

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Darmaga,
Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah Departemen Ilmu
Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB Darmaga Bogor sedangkan analisis hasil
dilakukan di Laboratorium Produksi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
di Kampus IPB Darmaga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012
sampai dengan Mei 2012.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan tanam dua jenis sayuran dain
indigenous tahunan yaitu kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) dan kemangi
(Ocimum americanum L.). Bahan tanam kedua komoditas berupa benih dimana
benih kenikir diperoleh dari Balitro (Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik) sedangkan benih kemangi diperoleh dari SPI (Serikat Petani Indonesia)
Darmaga. Bahan lainnya yaitu kapur pertanian, pupuk kandang, arang sekam,
pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, dan pupuk cair hayati. Alat yang
digunakan adalah alat budidaya pertanian, tray, penggaris, gembor, handsprayer,
gunting pangkas, label, timbangan, oven dan alat-alat lain yang menunjang
pelaksanaan penelitian.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara paralel terhadap dua komoditas sayuran
daun indigenous tahunan (kenikir dan kemangi). Penelitian terdiri dari dua faktor
perlakuan dengan rancangan lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Faktor pertama yaitu dosis pupuk nitrogen (N) memiliki 4 taraf yaitu 0 kg/ha, 45
kg/ha, 90 kg/ha, dan 135kg/ha. Faktor kedua yaitu dosis pupuk cair hayati (PCH)

13
dengan 2 taraf yaitu tidak diberi PCH dan diberi PCH. Kombinasi perlakuan yang
akan digunakan adalah sebagai berikut :
1. P1 : 0 kg/ha N tanpa PCH (N1PCH1)
2. P2 : 0 kg/ha N dan PCH (N1PCH2)
3. P3 : 45 kg/ha N tanpa PCH (N2PCH1)
4. P4 : 45 kg/ha N dan PCH (N2PCH2)
5. P5 : 90 kg/ha N tanpa PCH (N3PCH1)
6. P6 : 90 kg/ha N dan PCH (N3PCH2)
7. P7 : 135 kg/ha N tanpa PCH (N4PCH1)
8. P8 : 135 kg/ha N dan PCH (N4PCH2)
Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 24 unit satuan
penelitian untuk setiap komoditas. Setiap satuan percobaan ditanam pada bedeng
berukuran 3 m x 1.5 m dengan jarak tanam 50 cm x 30 cm sehingga terdapat 16
populasi tanaman per bedeng dan 384 populasi tanaman per komoditas. Masingmasing satuan percobaan diambil 5 tanaman contoh sehingga total tanaman
contoh adalah 120 tanaman per komoditas.
Model rancangan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + Ni + PCHj + τk + (NPCH) ij + εijk
Keterangan :
Yij

= nilai pengamatan dosis nitrogen ke-i dan dosis PCH ke-j

μ

= nilai rataan umum

Ni

= pengaruh dosis pupuk nitrogen ke-i

PCHj

= pengaruh dosis pupuk cair hayati ke-j

τk

= pengaruh ulangan ke-k

(NPCH) ij

= pengaruh interaksi antara dosis nitrogen ke-i dan dosis PCH ke-j

εijk

= galat percobaan
Pengaruh perlakuan akan diuji dengan analisis ragam ANOVA untuk

melihat perbedaan tiap perlakuan dan apabila hasil sidik ragam menunjukkan
pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, maka akan dilakukan uji lanjut
DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 %.

14
Pelaksanaan
Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan pada awal penelitian, yaitu setelah persiapan
lahan dan sebelum aplikasi pupuk dan kapur. Analisis tanah bertujuan untuk
melihat kondisi tanah sebelum perlakuan diberikan.

Penyemaian
Pelaksanaan dimulai dengan penyemaian kedua komoditas. Penyemaian
dilakukan pada tray semai untuk kenikir dan bedengan untuk kemangi. Benih
kenikir disemai pada empat buah tray semai yang beisi 128 lubang dengan 1 – 2
benih/lubang. Campuran media tanam adalah tanah, arang sekam dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
Persemaian dilakukan saat bibit siap dipindahkan yang ditandai dengan
75% bibit sudah menunjukkan tanda-tanda seperti akar dan batang telah kokoh
dan daun sudah berjumlah empat sampai enam helai. Pemeliharan persemaian
meliputi penyiraman menggunakan handsprayer akan dilakukan setiap hari.

Persiapan Lahan
Persiapan lahan seluas 324 m2 dilakukan dengan cara olah tanah sempurna
lalu dibuat bedengan dengan ukuran 3 m x 1.5 m sebanyak 24 petak untuk setiap
komoditas. Denah penelitian terlampir pada Lampiran 1. Antar bedengan diberi
jarak 0.5 meter lalu diberi pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha seminggu
sebelum pindah tanam. Tiga hari sebelum pindah tanam diberikan pupuk KCl
dengan dosis 225 kg/ha, pupuk SP-36 dengan dosis 375 kg/ha dan kapur dengan
dosis 1 ton/ha bersamaan dengan aplikasi perlakuan PCH dengan dosis 3.3 l/ha.
Aplikasi PCH diberikan dengan cara disemprotkan pada tanah menggunakan
handsprayer. Pembuatan lubang tanam dilakukan pada pagi hari sebelum
dilakukan pindah tanam pada sore harinya.

15
Persiapan Pupuk
Persiapan PCH dilakukan sebelum aplikasi sedangkan persiapan pupuk
nitrogen dilakukan sebelum pindah tanam dan setelah panen. Persiapan PCH yaitu
dengan mengecerkan PCH dengan dosis 3.3 l/ha sebelum panen dan dosis 6.6 l/ha
setelah panen dengan periode waktu setiap dua minggu untuk diberikan pada
perlakuan P2, P4, P6 dan P8. PCH kemudian diberikan dengan menyemprotkan
PCH pada pangkal batang tanaman dengan menggunakan handsprayer. Persiapan
pupuk nitrogen meliputi penimbangan pupuk urea sebanyak 0 kg/bedeng untuk P1
dan P2, 25 g/bedeng untuk P3 dan P4, 50 kg/bedeng untuk P5 dan P6 serta 75
kg/bedeng untuk P7 dan P8. Persiapan pupuk nitrogen juga akan dilakukan
sebelum panen pertama karena terdapat pemberian pupuk nitrogen setelah panen
tersebut. Dosis yang diberikan sama dengan perlakuan dosis pada awal.

Pemindahan Bibit
Pindah tanam dilakukan saat tanaman berumur 3 – 4 minggu setelah semai
(MSS). Persemaian kenikir dilakukan selama tiga minggu sedangkan persemaian
kemangi dilakukan selama empat minggu karena keterbatasan ketersediaan air di
lapang saat 3 MSS, meskipun kondisi bibit sudah menunjukkan siap pindah tanam.
Bibit masing-masing komoditas ditanam pada bedengan yang sudah
disiapkan dengan jarak tanam 50 cm x 30 cm. Perlakuan pemupukan nitrogen
dilakukan saat tanam sesuai dosis masing-masing dengan cara diletakkan pada
alur yang dibuat sekitar 7 cm di samping tanaman dengan dosis sesuai perlakuan.

Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pengendalian gulma,
penyiraman, pengendalian hama dan penyakit serta pemetikan calon bunga
(khusus kemangi). Penyulaman dilakukan saat satu minggu setelah tanam (MST).
Pengendalian gulma dilakukan saat gulma sudah hampir menutup bedengan 50%.
Penyiraman dilakukan setiap hari, pada pagi dan sora hari apabila tidak hujan.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan seperlunya saja. Pemetikan calon
bunga pada kemangi dilakukan untuk memperpanjang fase vegetatif kemangi.

16
Panen
Panen pertama dilakukan pada saat tanaman berusia 6 MST. Kedua
komoditas dipanen saat sudah menunjukkan indikator siap panen seperti tinggi
tanaman sudah mencapai 30 cm untuk panen serta tunas yang dipanen sudah
berukuran 20 cm (sekitar tiga buku) untuk kenikir dan 15 cm untuk kemangi dan
masih menyisakan sekitar 2 calon tunas baru. Panen kedua juga dilakukan ketika
cabang sudah memasuki kriteria panen yaitu pada 8 MST.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada bedengan dan tanaman contoh. Analisis pada
tanah meliputi pH dan analisis kandungan hara seperti kandungan N, P, K, dan
C/N ratio. Pengamatan pertumbuhan akan dilakukan terhadap 5 tanaman contoh
dalam masing-masing satuan unit percobaan. Pengamatan pertumbuhan dilakukan
sebelum panen dan pengamatan produksi setelah panen.
Pengamatan meliputi beberapa parameter berikut :
a. Daya tumbuh benih
Pengamatan dilakukan pada satu minggu setelah semai pada setiap komoditas.
b. Tinggi tanaman
Pengukuran dilakukan dari bekas kotiledon sampai titik tumbuh untuk setiap
komoditas. Pengamatan dilakukan setiap minggu sejak pindah tanam sampai
panen pertama.
c. Jumlah cabang primer
Pengamatan dilakukan untuk setiap komoditas sejak pindah tanam sampai
panen pertama. Cabang primer yang diamati adalah cabang primer
keseluruhan yang ada pada tanaman.
d. Jumlah cabang sekunder
Pengamatan dilakukan pada kemangi sejak pindah tanam sampai panen
pertama. Cabang primer yang diamati adalah cabang sekunder keseluruhan
yang ada pada tanaman.

17
e. Pertambahan panjang cabang
Pengamatan dilakukan pada salah satu tunas baru kenikir setelah panen
pertama, mulai titik percabangan hingga titik tumbuh cabang. Waktu
pengamatan adalah setelah panen pertama sampai sebelum panen kedua.
Pengamatan tidak dilakukan pada kemangi karena tidak terjadi pertambahan
panjang cabang primer.
f. Pertambahan jumlah daun pada cabang
Pengamatan dilakukan pada cabang kenikir yang diamati pada poin e. Waktu
pengamatan adalah setelah panen pertama sampai sebelum panen kedua.
g. Pertambahan jumlah cabang sekunder
Pengamatan dilakukan pada kenikir dimana jumlah cabang sekunder yang
diamati adalah jumlah cabang sekunder yang terletak pada cabang primer
yang diamati pada poin e dan f. Waktu pengamatan adalah setelah panen
pertama sampai sebelum panen kedua.
h. Pertambahan jumlah cabang tersier
Pengamatan dilakukan pada kemangi dimana jumlah cabang yang diamati
adalah jumlah cabang tersier yang terletak pada salah satu cabang primer.
Waktu pengamatan adalah setelah panen pertama sampai sebelum panen
kedua.
i. Indeks luas daun (ILD)
Pengukuran dilakukan pada satu tanaman selain tanaman contoh setiap
bedengan pada saat panen pertama dan kedua setiap komoditas.
j. Bobot basah per tanaman
Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman contoh kedua komoditas pada
panen pertama dan kedua.
k. Bobot kering bagian yang dipanen
Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman contoh kedua komoditas pada
panen pertama dan kedua.
l. Bobot panen per bedeng
Pengamatan dilakukan pada setiap bedeng kedua komoditas pada panen
pertama dan kedua. Bobot panen yang ditimbang adalah bobot basah.

18
Ilustrasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ilustrasi parameter pengamatan
Keterangan : a. tinggi tanaman; b. cabang primer; c. cabang sekunder;
d. cabang tersier dan e. daun

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penyemaian tanaman dilakukan di bawah rumah plastik di daerah Babakan,
Darmaga. Rumah plastik tersebut berukuran 4 m x 4 m dan dibuat dari bambu
dengan atap berupa plastik transparan seperti terlihat pada Gambar 2. Tray dan
bedengan disusun menghadap ke arah barat. Adanya pembatas berupa bangunan
menyebabkan tanaman hanya mendapatkan sinar matahari sejak siang hingga sore
hari saja (Gambar 3). Penyiraman bibit dilakukan dengan menggunakan
handsprayer pada pagi dan sore hari. Pemberian pupuk Gandasil B juga diberikan
pada bibit untuk menambah hara pada media persemaian. Penyulaman benih
hanya dilakukan pada kemangi. Semua benih kemangi yang disemai pada
penyemaian pertama tidak tumbuh karena diserang oleh hama semut. Pada
persemaian kedua dilakukan aplikasi furadan untuk menghindari serangan hama
semut tersebut.

Gambar 2. Persiapan penyemaian

Gambar 3. Kondisi pembibitan

Pertumbuhan tanaman awal penanaman di lapang menunjukkan kondisi
yang kurang baik. Hal ini karena kurangnya curah hujan pada saat tanaman siap
dipindahtanamkan. Berdasarkan data curah hujan dari Badan Metereologi
Klimatologi dan Geofisika Wilayah Darmaga (Lampiran 1), curah hujan rata-rata
selama penelitian (Maret – Mei 2012) berkisar pada 240 mm/bulan, dengan curah
hujan paling banyak pada bulan April dan paling sedikit pada bulan Maret dengan
masing-masing sebanyak 389.5 mm/bulan dan 136.0 mm/bulan.

20
Jumlah curah hujan pada masa-masa pindah tanam (Maret) sangat sedikit
sedangkan ketersediaan air di lahan penelitian hanya tersedia sejak pukul 9 pagi
sampai 4 sore pada hari kerja dan tidak mengalir pada hari libur. Tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menyiram tanaman
minimal satu hari sekali yaitu pada pagi atau sore hari. Hal ini cukup efektif untuk
mengurangi tingkat kematian tanaman, terlihat dari persentase hidup tanaman
kenikir dan kemangi yang baik yaitu 98.44% dan 86.98%.
Pindah tanam kemangi dilakukan saat berumur 4 MSS (minggu setelah
semai). Pindah tanam seharusnya sudah dapat dilakukan saat 3 MSS namun
karena kondisi cuaca dan ketersediaan air yang tidak memungkinkan maka
dilakukan penundaan selama satu minggu.
Analisis tanah dilakukan pada awal penelitian untuk melihat kondisi lahan
karena sebelumnya lahan tersebut digunakan untuk praktikum Dasar-dasar
Agronomi. Lahan kemudian diberakan selama 3 bulan sebelum digunakan sebagai
lahan penelitian. Komoditas yang ditanam sebelumnya adalah kedelai dengan
perlakuan dosis pupuk nitrogen (0 kg/ha N dan 45 kg/ha N) serta tumpang sari
jagung dan kacang tanah dengan perlakuan tumpang sari dan monokultur. Kedua
komoditas masing-masing menggunakan lahan sekitar setengah dari total luas
lahan yang digunakan untuk penelitian. Hasil analisis tanah awal (Lampiran 2)
menunjukkan bahwa pH tanah pada lahan penelitian adalah 6.2 (agak masam),
kandungan C organik 1.28% (rendah), N total 0.12% (rendah), P tersedia
5ppm(rendah), K tersedia 0.26 me/100g (sangat rendah), serta C/N ratio 10.67%
(rendah). Range untuk penentuan status hara ditunjukkan dalam Lampiran 3.
Selama penelitian, terdapat beberapa OPT (organisme pengganggu
tanaman) yang menyerang seperti hama, penyakit, dan gulma. Gejala dari
penyakit yang menyerang menyebabkan beberapa tanaman kenikir kehilangan
daun dan cabang primer seperti terlihat pada Gambar 4, namun serangan tidak
menimbukan kerusakan permanen pada tanaman karena tunas dan daun baru
dapat tumbuh lagi dari bagian yang diserang. Hama yang menyerang yaitu
belalang (Gambar 5). Belalang menyebabkan daun kemangi berlubang namun
tanaman masih layak untuk dikonsumsi. Gulma mulai banyak tumbuh saat mulai
memasuki 4 MST karena curah hujan mulai tinggi sedangkan bedengan belum

21
tertutupi tajuk tanaman. Gulma yang tumbuh didominasi oleh gulma dari
golongan daun lebar seperti Celosia argenta, Oxalis ballerieri, Croton hirtus,
Rhicardia brasilliensis, dan Cleome rutidosperma. Gulma rumput yang tumbuh
yaitu Cynodon dactylon dan Axonopus compressus sedangkan gulma teki yaitu
Cyperus rotundus. Pengendalian yang dilakukan hanya secara manual karena
jumlahnya belum sampai merugikan tanaman.

Gambar 4. Gejala penyakit pada kenikir

Gambar 5. Belalang pada kemangi

Kenikir mulai memasuki masa generatif saat 6 MST sedangkan sebagian
kecil kemangi sudah mulai berbunga saat 3 MST. Hal ini diduga karena tanaman
sudah mengalami stress air pada awal pertumbuhan. Kurang tersedianya air bagi
tanaman mengkibatkan tanaman menginduksi pembungaan lebih awal.

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)
Rekapitulasi sidik ragam tanaman kenikir (Tabel 3) menunjukkan bahwa
perlakuan nitrogen memberikan pengaruh nyata pada pertambahan cabang kenikir
pada 3 MST serta bobot basah per petak pada panen kedua. Perlakuan PCH
memberikan pengaruh nyata pada pertambahan jumlah daun pada cabang
sekunder saat 7 MST. Interaksi antara kedua perlakuan tidak berpengaruh
terhadap semua peubah pengamatan.

22
Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam tanaman kenikir
no

Peubah

waktu
N

Pertumbuhan
1 Tinggi Tanaman (cm)

2

Jumlah Cabang Primer
(cabang)

3

ILD (Indeks Luas Daun)

4

+ Panjang Cabang (cm)

5

+ Jumlah Daun pd Cabang
(helai)
6 + Cabang Sekunder
(cabang)
Produksi
7

Bobot Basah/Tanaman (g)

8

Bobot Kering/Tanaman (g)

9

Bobot Basah/Bedeng (g)

Keterangan :

MST
1
2
3
4
5
6
2
3
4
5
6
6
8
7
8
7
8
7
8
Panen
ke1
2
1
2
1
2

Uji F
KK (%)
PCH N*PCH

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

22.23
18.51
13.40
10.32
9.60
15.89
(2)
8.96
16.02
9.25
9.03
5.85
(1)
26.31
(1)
24.64
16.73
34.71
15.26
24.28
14.35
55.37

tn
tn
tn
tn
tn
*

tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn

26.01
23.00
25.75
24.67
17.12
15.12

tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5 %
* = berbeda nyata pada uji F 5 %
KK : koefisien keragaman
(1) hasil transforma