PENGARUH INOKULASI MIKROBA PENAMBAT NITROGEN (N2 -FIXER) DAN PELARUT FOSFAT (P-SOLUBILIZER) PADA CAMPURAN KOTORAN SAPI SEGAR DENGAN BATUAN FOSFAT ALAM TERHADAP TOTAL POPULASI BAKTERI

(1)

ABSTRAK

PENGARUH INOKULASI MIKROBA PENAMBAT NITROGEN (N2 -FIXER) DAN PELARUT FOSFAT (P-SOLUBILIZER) PADA CAMPURAN KOTORAN

SAPI SEGAR DENGAN BATUAN FOSFAT ALAM TERHADAP TOTAL POPULASI BAKTERI

Oleh

MISSY KURNIA NINGSIH

Saat ini kelangkaan pupuk menjadi suatu masalah di Indonesia. Harga pupuk anorganik semakin tinggi karena bahan baku pupuk anorganik ini sebagian besar berupa energi fosil dan bahan baku lain yang masih diimpor. Dengan alasan tersebut, perlu

dikembangkan pupuk organik alternatif yang bahan bakunya berupa kotoran sapi segar (KSS) dan batuan fosfat alam (BFA) dari sumber lokal. Dalam pengembangannya, perlu dilibatkan mikroba yang dapat membantu meningkatkan kualitas pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh inokulasi mikroba penambat N (Azotobacter sp dan Azospirillum sp) dan mikroba pelarut P (Aspergillus niger dan Pseudomonas fluorescens) pada campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat alam terhadap total populasi bakteri yang berkembang dalam bahan campuran tersebut selama proses pengomposan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan, secara keseluruhan penelitian ini terdiri dari 16 satuan percobaan. Adapun perlakuan yang digunakan adalah: K = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar + Dekomposer (Kontrol), N = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar + Dekomposer + Penambat N (Azotobacter sp dan Azospirillum sp), P = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar + Dekomposer + Pelarut P (Aspergillus niger dan Pseudomonas fluorescens), NP =

Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar + Dekomposer +

Penambat N + Pelarut P. Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan Uji Bartlett dan aditivitasnya dengan Uji Tuckey. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam pada taraf 5%. Beda nilai tengah dilakukan Uji Kontras Ortogonal.


(2)

Missy Kurnia Ningsih Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Inokulasi mikroba penambat N dan kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P meningkatkan total populasi bakteri

dibandingkan dengan kontrol maupun inokulan mikroba pelarut P saja pada hari ke-14. (2) Inokulasi mikroba pelarut P dan kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P tidak meningkatkan total populasi bakteri dibandingkan dengan kontrol maupun inokulan mikroba penambat N saja pada hari ke-14. (3) Total populasi bakteri berkorelasi positif dengan kandungan N-total pada hari ke-14.

Kata Kunci : Batuan fosfat alami, inokulasi, kotoran sapi segar, pelarut P, penambat N, total populasi bakteri.


(3)

PENGARUH INOKULASI MIKROBA PENAMBAT NITROGEN (N2 -FIXER) DAN PELARUT FOSFAT (P-SOLUBILIZER) PADA

CAMPURAN KOTORAN SAPI SEGAR DENGAN BATUAN FOSFAT ALAM TERHADAP TOTAL

POPULASI BAKTERI (Skripsi)

Oleh

MISSY KURNIA NINGSIH

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc.

Sekretaris: Prof. Dr. Ir. Sutopo G. Nugroho, M.Sc. Penguji

Bukan Pembimbing: Ir. M.A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr.Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P NIP 196411181989021002


(5)

PENGARUH INOKULASI MIKROBA PENAMBAT NITROGEN (N2 -FIXER) DAN PELARUT FOSFAT (P-SOLUBILIZER) PADA

CAMPURAN KOTORAN SAPI SEGAR DENGAN BATUAN

FOSFAT ALAM TERHADAP TOTAL POPULASI BAKTERI

Oleh

MISSY KURNIA NINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1. Perubahan total populasi bakteri inokulasi mikrob penambat nitrogen dan pelarut fosfat pada campuran kotoran sapi segar

dengan batuan fosfat alam………. 21 Lampiran

2. Korelasi antara total bakteri dengan pH pada hari ke-14………… 45 3. Korelasi antara total bakteri dengan N-total (%) pada

hari ke-14………. …….. 45 4. Korelasi antara total bakteri dengan C-organik (%) pada

hari ke-14……… 46

5. Korelasi antara total bakteri dengan P-tersedia (%) pada

hari ke-14………... 46 6. Korelasi antara total bakteri dengan P-total (%) pada

hari ke-14……… 46 7. Korelasi antara total bakteri dengan pH pada hari ke-56……...… 47 8. Korelasi antara total bakteri dengan N-total (%) pada

hari ke-56……… 47 9. Korelasi antara total bakteri dengan C-organik (%) pada

hari ke-56……… 47 10.Korelasi antara total bakteri dengan P-tersedia (%) pada

hari ke-56 ……….……. 48 11.Korelasi antara total bakteri dengan P-total (%) pada


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikira ... 3

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mikroba Penambat Nitrogen ... 6

B. Mikroba Pelarut Fosfat ... 9

C. Interaksi antara Mikroba Penambat Nitrogen dan Pelarut Fosfat .. 10

D. Campuran Bahan Organik dan Batuan Fostat Alam sebagai Subsrat bagi Mikroorganisme………. 11

III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

B. Alat dan Bahan ... 14

C. Metode Penelitian ... 15

D. Pelaksanaan Penelitian ... 15

1. Persiapan ... 16

2. Analisis Populasi Mikroba ... 16

E. Pengamatan ... 17

1. Variabel Utama ... 17

a. Pembuatan Seri Pengenceran ... 17

b. Penyiapan Media Bakteri Inokulasi ... 17

c. Pengamatan ... 18


(8)

ii

IV. HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil ... 19

1. Total Populasi Bakteri ... 19

2. Uji Korelasi antara Total Bakteri Populasi dengan pH tanah, N-total, C-organik, P-larut, dan P-total ... 23

B. Pembahasan ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 27

B. Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(9)

(10)

Judul Penelititan : PENGARUH INOKULASI MIKROBA PENAMBAT NITROGEN (N2 -FIXER) DAN PELARUT FOSFAT (P-SOLUBILIZER) PADA CAMPURAN KOTORAN SAPI SEGAR DENGAN BATUAN FOSFAT ALAM TERHADAP TOTAL POPULASI BAKTERI Nama Mahasiswa : Missy Kurnia Ningsih

No. Pokok Mahasiswa : 0714031043 Program Studi : Agroteknologi

Jurusan : Ilmu Tanah

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc. Prof. Dr. Ir. Sutopo G. Nugroho, M.Sc. NIP 196308041987032 002 NIP 195010291977101 001

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P NIP 19641118 198902 1 002


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc.

Sekretaris : Prof. Dr. Ir. Sutopo G. Nugroho, M.Sc.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. M.A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 30 Maret 1989, anak Kedua dari pasangan Syukur Hadi Prahmono dan Sobiyah. Jenjang Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah pendidikan Taman Kanak-kanak ( TK ) Pembina Propinsi Lampung diselesaikan tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sukaraja diselesaikan penulis pada tahun 2001; Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 23 Bandar Lampung pada tahun 2004; dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Bandar Lampung pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

( SPMB), dan pada tahun 2007 diintegrasikan ke program studi Agroteknologi. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Organisasi Gabungan

Mahasiswa Ilmu Tanah Unila (GAMATALA) sebagai anggota, Persatuan Mahasiswa Agroekoteknologi (PERMA AET) sebagai anggota. Penulis

melaksanakan praktik umum di PT Gunung Madu Plantations (GMP) Lampung Tengah, dengan Judul Laporan “ Penyiapan Lahan dan Pengolahan Tanah Pada Lahan Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum) di PT Gunung Madu


(13)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Saat ini kelangkaan pupuk menjadi suatu masalah di Indonesia. Harga pupuk anorganik semakin tinggi karena bahan baku pupuk anorganik ini sebagian besar berupa energi fosil dan bahan baku lain yang masih diimpor. Harga pupuk anorganik yang tinggi tersebut, jika tidak disubsidi oleh pemerintah, tidak akan terjangkau oleh daya beli petani/pekebun. Di pihak lain, beban APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk subsidi pupuk terus meningkat secara signifikan, dari tahun 2004 (sebesar Rp 1.171,4 M) sampai tahun 2009 (sebesar Rp 17.5370,0 M), yang semakin membebani APBN (Menko Perekonomian dalam Nugroho, 2009).

Pupuk kimia (pupuk anorganik) umumnya mengandung unsur hara NPK yang cukup dan cepat tersedia bagi tanaman sehingga dapat meningkatkan

produktivitas hasil pertanian secara signifikan. Tetapi, pupuk kimia juga dapat berdampak negatif terhadap tanah jika digunakan terus-menerus, seperti struktur tanah menjadi keras yang mengakibatkan perakaran tanaman terhambat

pertumbuhannya yang akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Triana dan Zaimah, 2005).

Pupuk organik umumnya mengandung unsur hara relatif kecil dibandingkan dengan pupuk anorganik. Tetapi, pupuk organik selain dapat menambah unsur


(14)

2

hara tanah juga mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki pupuk anorganik, yaitu memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan

menaikkan kondisi kehidupan biota di dalam tanah (Lingga dan Marsono, 2003). Pupuk organik merupakan penyangga biologi yang mempunyai fungsi dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga tanah dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Menurut Kariada dan Sukadana (2000), sudah banyak dikembangkan pupuk organik yang berkualitas dari hasil inovasi teknologi dengan memanfaatkan limbah menjadi pupuk organik lengkap dengan unsur makro dan mikro yang langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Namun demikian kandungan unsur hara pupuk organik, khususnya unsur hara makro N, P, dan K perlu ditingkatkan.

Nugroho, dkk. (2011) mengembangkan prototipe pupuk organik organomineral NP (organonitrofos) yang bahan bakunya berupa kotoran sapi segar (KSS) dan batuan fosfat alam (BFA). Kedua bahan-bahan tersebut tersedia secara lokal di Propinsi Lampung. Pencampuran bahan organik dan batuan fosfat dari awal diharapkan dapat terjadi reaksi sinergis yang meningkatkan ketersediaan N dan P pada pupuk organonitrofos. Proses pembuatan pupuk tersebut dari campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat dilakukan dengan teknik pengomposan secara aerobik. Selain penambahan mikroba perombak (dekomposer), untuk

meningkatkan kandungan N dan P dari pupuk organonitrofos tersebut juga ditambahkan mikroba penambat N (Azotobacter sp dan Azospirillum sp) dan pelarut P (Aspergillus niger dan Pseudomonas fluorescens) pada awal

percampuran bahan baku. Selama proses dekomposisi diharapkan total populasi mikroba (bakteri dan fungi) juga akan meningkat agar dapat mempercepat proses


(15)

3

pengomposan dan meningkatkan kualitas kompos. Jumlah total bakteri pada campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah total bakteri awal karena pada proses pengomposan yang diberi inokulasi dapat membantu dalam memperbanyak populasi bakteri.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini antara lain: Apakah dengan inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P pada campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat alam dapat meningkatkan total populasi bakteri dalam campuran tersebut selama proses pengomposan berjalan.

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh inokulasi mikroba penambat N (Azotobacter sp dan Azospirillum sp) dan mikroba pelarut P (A. niger dan P. fluorescens) pada campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat alam (formulasi pupuk organonitrofos) terhadap total populasi bakteri yang berkembang dalam bahan campuran tersebut selama proses pengomposan.

D.Kerangka Pemikiran

Bahan organik merupakan sumber energi dan nutrisi bagi mikroorganisme. Bahan organik segar akan dicerna oleh berbagai jasad renik salah satunya bakteri yang ada dalam tanah dan selanjutnya didekomposisi jika faktor lingkungan


(16)

4

meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme, makin banyak bahan organik semakin banyak populasi jasad mikro termasuk bakteri (Lubis, 2008). Bahan organik mentah (misalnya: kotoran sapi segar) dapat didekomposisi oleh mikroba perombak menghasilkan senyawa-senyawa organik, kompos, dan melepaskan N-organik menjadi NH4+ -N. Perombakan bahan organik akan

memacu perkembangan dan pertumbuhan mikroba perombak dan mikroba lain seperti mikroba penambat nitrogen dan mikroba pelarut fosfat (Nugroho, dkk 2011).

Inokulasi bakteri penambat N dalam bahan organik mentah, selain diharapkan meningkatkan total populasi bakteri, juga diharapkan meningkatkan fiksasi N. Demikian halnya inokulasi bakteri pelarut fosfat dalam bahan organik mentah juga akan semakin meningkatkan populasi total bakteri dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik, sehingga akan dapat membantu mempercepat pelarutan P-organik dan P dari batuan fosfat. Menurut Hsieh dan Haieh (1990 dalam Harisson 1992), P yang berasal dari penambahan bahan organik dapat mencapai 15%-18% dari P-total. Penelitian Noor (2008) menunjukkan bahwa pemberian fosfat alam yang dicampurkan dengan pupuk kandang yang diinokulasi dengan bakteri pelarut P dapat meningkatkan P tersedia sampai 48%

dibandingkan dengan kontrol.

E.Hipotesis

1. Total populasi bakteri pada perlakuan yang diberi inokulasi mikroba penambat N lebih tinggi dibandingkan tanpa yang diberi inokulasi.


(17)

5

2. Total populasi bakteri pada perlakuan yang diberi inokulasi mikroba pelarut P lebih tinggi dibandingkan tanpa yang diberi inokulasi.

3. Total populasi bakteri pada perlakuan yang diberi kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P lebih tinggi dibandingkan tanpa yang diberi

inokulasi.

4. Total populasi bakteri pada perlakuan yang diberi kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P lebih tinggi dibandingkan yang diberi inokulasi mikroba penambat N saja.

5. Total populasi bakteri pada perlakuan yang diberi kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P lebih tinggi dibandingkan yang diberi inokulasi mikroba pelarut P saja.

6. Total populasi bakteri pada perlakuan yang diberi inokulasi mikroba penambat N lebih tinggi dibandingkan yang diberi inokulasi mikroba pelarut P.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikroba Penambat Nitrogen

Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro yang hidup bebas. Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, dan Herbaspirillum telah terbukti mampu melakukan fiksasi N 2 (James and Olivares,

1997). Di samping itu, Azotobacter merupakan bakteri fiksasi N2 yang mampu

menghasilkan substansi zat pemacu tumbuh giberelin dan sitokinin sehingga dapat memacu pertumbuhan akar (Alexander, 1977). Populasi Azotobacter dalam tanah dipengaruhi oleh pemupukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penambatan nitrogen non simbiotik adalah faktor lingkungan, terutama ciri kimia dan fisika habitatnya (Imas,1989). Faktor-faktor tersebut meliputi :

a. Ketersediaan senyawa nitrogen

Jazad mikro penambat N2 pada umumnya juga mampu menggunakan amonium,

nitrat, dan senyawa nitroge organik. Amonium lebih disukai dan bersama-sama dengan senyawa-senyawa yang dapat diubah menjadi amonium (seperti urea dan nitrat) merupakan penghambat penambatan nitrogfen yang paling efektif.

b. Kesediaan nutrien anorganik

Bila jazad mikro penambatan nitrogen ditumbuhkan pada media yang


(19)

7

nutrien anorganik diperlukan dalam jumlah lebih sedikit daipada medium tersebut bebas dari nitrogen.

c. Macam sumber energi yang tersedia

Bagi jazad heterotrof, tersedianya sumber energi merupakan faktor utama yang membatasi laju dan besarnya asimilasi N2. Penambatan gula sederhana, selulosa,

jerami, atau sisa-sisa tanaman dengan nisbah C/N yang tinggi sering sekali meningkatkan dengan nyata transformasi N.

d. pH

pH mempunyai pengaruh yang nyata, Azotobacter dan Sianobakteri tergolong sangat peka pada tanah-tanah dengan pH kurang dari 6,0 sedangkan Beijerinckia tidak peka dan dapat tumbuh dan menambat N2 pada pH 3-9.

e. Kelembaban tanah

Kelembaban tanah sering kali menentukan laju penambatan nitrogen dan kandungan air optimum tergantung pada tanah yang bersangkutan dan jumlah bahan organik yang tersedia. Bila kelembaban terlalu tinggi maka keadaan aerobik berubah menjadi anaerobik.

f. Suhu

Suhu optimum bagi penambatan nitrogen adalah suhu sedang. Penambatan terhenti pada suhu beberapa derajat di atas suhu optimum. Di beberapa daerah beriklim sedang bagian Utara didapati bahwa penambatan nitrogen masih berlangsung sekalipun pada musim dingin. Jazad mikro pelakunya diperkirakan algae atau lumut kerak.

Kadar N total menunjukkan jumlah keseluruhan nitrogen di dalam bahan organik yang diberi inokulan penambat N, termasuk di dalamnya protein, asam amino,


(20)

8

amina, dan N mineral. Lebih lanjut Susanto (2002) menyatakan N total yang terdapat pada kompos dapat menjadi energi dan makanan bagi mikroorganisme, seperti bakteri. Maka, semakin tinggi kandungan N total pada kompos, semakin tinggi aktivitas mikroorganismenya (bakteri).

Kandungan N yang rendah pada awal pengomposan mengakibatkan sedikitnya jumlah populasi bakteri, karena masih tingginya C/N awal pada kotoran sapi tersebut. Mikroba pemecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba

mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.

Kemampuan bakteri penambat N non simbiotik untuk mengikat nitrogen tanpa kehadiran inang dan kemampuannya untuk hidup pada kondisi masam membuat kelompok bakteri ini memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap lingkungannya. Genus Azotobacter tumbuh dengan baik pada kondisi NH3 juga pada berbagai

jenis media seperti karbohidrat, alkohol dan asam organik. Azotobacter bersifat aerob obligat, namun enzim nitrogenasenya sangat sensitif terhadap O2 sama

seperti nitrogenase lainnya, oleh kerena itu Azotobacter melakukan respirasi tinggi untuk melindungi nitrogenase dari O 2 sehingga konsentrasi O 2 intraseluler


(21)

9

bakteri penambat N non simbiotik mampu menyumbang sekitar 10 sampai 15 kgN/ha/tahun, tergantung dari tersedianya sumber karbon.

B. Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat terdiri dari golongan bakteri dan fungi. Kelompok bakteri pelarut fosfat di antaranya Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Brevibacterium, sedangkan dari golongan jamur adalah Aspergillus, Penicillium, Culvularia, Humicola, dan Phoma. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P umumnya juga berkemampuan tinggi melarutkan K (Yuliana, 2010). Pemberian inokulan mikroba pelarut P dalam penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kelarutan P dan juga diharapkan meningkatkan aktivitas mikroorganisme (bakteri) selama proses dekomposisi. Inokulan yang diberikan berupa Aspergilus niger dan Pseudomonas fluorescens.

Menurut (Buntan 1992 dalam Madjid, 2009) bahwa dalam aktivitasnya bakteri pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan alfa ketobutirat, meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH.

Mikroorganisme yang berperan dalam proses pelarutan fosfat ini antara lain dari kelompok bakteri : Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus disebut phosphobacteria “ , sedangkan dari kelompok fungi : Penicillium, Aspergillus, Fusarium, Sclerotium. Berdasarkan hasil penelitian Goenadi dkk. (1999), menerangkan bahwa fungi dapat lebih tinggi melarutkan fosfat alam. Pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat berlangsung karena bakteri pelarut fosfat


(22)

10

melepaskan senyawa organik (asam-asam organik) yang mampu membuat kation -kation pengikat P menjadi tidak aktif karena berikatan dengan senyawa organik yang dilepaskan oleh bakteri. Sifat asam organik tersebut lebih penting

dibandingkan jumlahnya. Efektivitas asam-asam organik tersebut tergantung pada kondisi lingkungan mikro di dalam tanah.

C. Interaksi antara Mikroba Penambat Nitrogen dan Pelarut Fosfat

Inokulasi ganda bakteri dan fungi pelarut fosfat ternyata mampu meningkatkan serapan P paling tinggi dibandingkan jika hanya diinokulasikan secara tunggal hanya bakteri atau jamur saja. Hal ini membuktikan bahwa bakteri pelarut fosfat maupun fungi pelarut fosfat yang diberikan yaitu Pseudomonas sp. dan

Aspergillus niger dapat bekerja sinergis dalam melarutkan fosfat sehingga dapat meningkatkan ketersediaan fosfat. Hasil penelitian Fitriantin dkk (2008)

menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara pemberian inokulasi mikroorganisme penambat nitrogen dan pelarut fosfat. Inokulasi ganda bakteri dan fungi pelarut fosfat meningkatkan secara nyata serapan P. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hasil penelitan Widawati (2005) bahwa aktivator fungi Aspergillus niger, Trichoderma viridae, dan Chaetomium sp. dapat mempercepat proses pematangan kompos, dan penurunan C/N ratio sesuai dengan standar perdagangan kompos yang ditetapkan oleh Food and Fertilizer Tecnology Center (FFTC).

Inokulan yang sering diberikan dalam proses pengomposan adalah inokulan penambat nitrogen. Salah satu inokulan penambat nitrogen adalah Azotobacter. Aktivitas Azotobacter dalam menambat nitrogen juga akan meningkatkan jumlah


(23)

11

sel bakteri mati yang merupakan sumber nitrogen setelah bakteri tersebut mengalami dekomposisi. Peningkatan ini berkaitan dengan saling sinergi, baik antar populasi dalam inokulan maupun dengan mikroba lain pada lingkungan yang sama dalam memperebutkan nutrisi dan tempat tumbuh (Hindersah dkk., 2004).

Hasil Penelitian Yuniarti dkk. (2009) menunjukkan bahwa pemberian inokulan mikroba pelarut fosfat (Pseudomonas sp., dan Penicillium sp.) dengan pupuk P tidak menunjukkan adanya interaksi yang signifikan terhadap populasi mikroba pelarut fosfat. Penambahan inokulan mikroba pelarut fosfat (fungi dan bakteri) pada kompos akan menimbulkan kompetisi dalam aktivitasnya. Sehingga, penambahan inokulan mikroba pelarut P tidak meningkatkan jumlah populasi bakteri dan fungi pelarut P.

D. Campuran Bahan Organik dan Batuan Fostat Alam sebagai Subsrat bagi Mikroorganisme

Kotoran sapi merupakan bahan yang baik untuk kompos karena relatif tidak terpolusi logam berat dan antibiotik. Kandungan fosfor yang rendah pada pupuk kandang dapat dipenuhi dari sumber lain. Prinsip pembuatan kompos adalah penguraian limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas mikro organisme.

Pupuk kandang merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan kompos. Pupuk kandang berasal dari hasil pembusukan kotoran hewan, baik itu berbentuk padat (berupa feses atau kotoran) maupun cair (berupa air seni atau kencing),


(24)

12

sehingga warna, rupa, tekstur, bau, dan kadar airnya tidak lagi seperti aslinya (Redaksi AgroMedia, 2007).

Ketersediaan bahan baku kotoran sapi segar dari industri penggemukan sapi di Provinsi Lampung mencapai 576.700 ton tahun-1 diantaranya terdapat di PT Santosa Agrindo (Santori) di Kampung Bumiaji, Kecamatan Anaktuha, Lampung Tengah (Lamteng) 160 ribu kg hari-1, dan Sidomulyo Lampung Selatan 75 ton hari-1.

Batuan fosfat sumber bahan baku pupuk P juga tersedia di Provinsi Lampung, misalnya di Kec, Selagai Lingga Lampung Tengah, Kabupaten Tanggamus dan diproduksi di Sinar Harapan 80 PK Tanggamus, PT. Tajung Kemalaraya Tanggamus dan CV. Sinar Bara Manik Tanggamus. Batuan fosfat sebaiknya dapat diaplikasikan langsung ke tanah. Penggunaan batuan fosfat yang diberikan secara langsung sebagai pupuk fosfat merupakan salah satu cara untuk mengatasi mahalnya harga pupuk dan rendahnya efisiensi pemupukan menggunakan pupuk superfosfat (Adiningsih dkk, 1998). Namun demikian, sifat batuan fosfat yang sukar terlarut dalam air menyebabkan laju pelarutannya tidak berimbang dengan kebutuhan fosfat tanaman (Matunubun dkk, 1988).

Kemudahan dekomposer bahan organik berkaitan erat dengan nisbah kadar hara. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposer. Oleh karena itu, untuk mempercepat dekomposer bahan organik yang memiliki nisbah C dan N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi


(25)

13

dekomposer. Selain itu, kandungan bahan juga mempengaruhi proses pengomposan.

Komarayati dkk, 2002, bahwa penambahan arang pada proses pembuatan arang kompos selain dapat mempercepat proses, juga dapat meningkatkan populasi mikroba antara lain bakteri. Fungsi arang disini adalah sebagai rumah bakteri atau sebagai tempat berkembang biak bakteri, karena arang merupakan sumber karbon (C). Dari beberapa penelitian lain diketahui bahwa bakteri menempati jumlah total populasi terbesar. Diduga dalam kegiatan selulotik, bakteri lebih aktif dibandingkan dengan jamur dan actinomycetes (Rao, 1994).

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolisme organisme tanah serta meningkatkan kegiatan jasad mikro dalam membantu proses dekomposisi bahan organik. Aktivitas mikroorganisme potensial dan penambahan hara pada tanah dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik. Bahan organik mengandung sejumlah enzim dan zat tumbuh yang dapat

merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro. Peranan bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan aktivitas biota tanah, juga sebagai sumber energi bagi mikroba tanah (Shiddieq dan Partoyo, 1999).

Hasil penelitian Noor (2008) menunjukkan bahwa pemberian fosfat alam yang dicampurkan dengan pupuk kandang dengan kombinasi faktor perlakuan 7,5% fosfat alam + 92,5% pupuk kandang, dapat meningkatkan P tersedia sebesar 30% dibandingkan dengan kontrol. Jika campuran diinokulasi dengan bakteri pelarut dapat meningkatkan P tersedia sampai 48% dibandingkan dengan kontrol (Noor, 2008). Dalam hal ini faktor nisbah campuran bahan organik dan batuan fosfat menentukan besarnya pelepasan N dan sekaligus P (Soelaeman, 2008).


(26)

III. METODE PENELITIAN

A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2011 di kebun terpadu Unila dan Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B.Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, erlenmayer, tabung reaksi, gelas ukur, plastik, gunting, alat tulis, tisu, kapas, alumunium foil,

inkubator, autoklaf, kantong plastik, QCC (Quebec Colony Counter), lakban, dan alat-alat laboratorium lainnya untuk analisis tanah.

Bahan yang digunakan adalah kotoran sapi segar yang berasal dari PT. Juang Jaya Sidomulyo (Lampung Selatan), batuan fosfat alam yang berasal dari pertambangan rakyat di Selagai Lingga (Lampung Tengah), aquades, alkohol, agar nutrien (nutrient agar), NaCl, bahan-bahan yang digunakan untuk media biakan bakteri serta bahan kimia yang digunakan untuk analisis N total

(Kjeldahl), C-organik (Walkley and Black), pH (Elektrometrik), P-larut (asam sitrat 2%) dan P-total (HCl 25%).


(27)

15

C.Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan, secara keseluruhan penelitian ini terdiri dari 16 satuan

percobaan. Adapun perlakuan yang digunakan adalah:

K = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar + Dekomposer (Kontrol)

N = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar + Dekomposer + Penambat N (Azotobacter sp dan Azospirillum sp) P = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar +

Dekomposer + Pelarut P (Aspergillus niger dan Pseudomonas fluorescens) NP = Campuran 20% batuan fosfat alam dan 80% kotoran sapi segar +

Dekomposer + Penambat N + Pelarut P

Data yang diperoleh dirata-ratakan, kemudian diuji homogenitasnya dengan uji Bartlet dan aditivitasnya dengan uji Tukey. Selanjutnya data dianalisis dengan analisis ragam pada taraf 5% . Untuk mengetahui beda nilai tengah dilakukan Uji Kontras Ortogonal, serta untuk melihat hubungan antara total populasi bakteri dengan pH, C-organik, P-larut, P-total dan N-total dilakukan uji korelasi pada taraf 5%.

D.Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Bahan yang digunakan adalah kotoran sapi segar yang berasal dari PT. Juang Jaya Sidomulyo (Lampung Selatan), batuan fosfat berasal dari pertambangan rakyat di Selagai Lingga (Lampung Tengah). Sebelum dilakukan pencampuran


(28)

16

terlebih dahulu dilakukan penggilingan batuan fosfat kemudian diayak dengan ayakan 3 mm. Kotoran sapi diambil dalam keadaan segar. Setelah itu dilakukan pencampuran batuan fosfat dan kotoran sapi segar untuk setiap kotak, sesuai dengan persentase pencampuran sebesar 20% : 80%. Pada perlakuan kontrol campuran batuan fosfat dan kotoran sapi hanya ditambahkan molasses dengan konsentrasi 40% . Pada perlakuan mikroba penambat N ditambahkan bakteri Azotobacter sp dan bakteri Azospirilum sp dari hasil uji isolat yang telah

dicampurkan molasses 40% sebanyak 2,97 x 108 cfu g-1 (aplikasi/gram bahan = 1,3 x 106) dan 2,29 x 108 cfu g-1(aplikasi/gram bahan = 8 x 105). Pada perlakuan mikroba pelarut P ditambahkan bakteri Pseudomonas flourescens dan fungi Aspergillus niger dari hasil uji isolat yang telah dicampurkan molasses 40% sebanyak 2,62 x 108 cfu g-1 ( aplikasi/gram bahan = 1 x 106) dan 1,21 x 106 cfu g

-1

( aplikasi/gram bahan = 4,2 x 103). Setelah itu, bahan campuran tersebut dimasukkan ke dalam kotak kayu berukuran (120x80x50) cm3 dan diaduk,

kemudian dikomposkan secara aerobik selama 2 bulan, kotak ditutup rapat dengan plastik agar tidak terjadi penguapan air yang berlebihan selama proses

pengomposan.

2. Analisis Populasi Mikroba

Pada waktu awal inkubasi (1 hari) sampel dari setiap kotak diambil dari enam titik kemudian dikompositkan. Sampel tersebut masing - masing ditimbang sebanyak 10 g untuk analisis P tersedia, NH4+ (amonium), N total, pH, dan C-organik.

Analisis sampel dilakukan serentak untuk setiap ulangan (kelompok). Jika analisis tersebut tidak bisa dilakukan dalam sehari, sampel yang tersisa disimpan


(29)

17

dalam lemari es. Pengambilan sampel dan analisis berikutnya dilakukan pada waktu inkubasi 7, 14, 28, dan 56 hari.

E.Variabel Pengamatan

1. Variabel Utama

Variabel utama yang diamati adalah total bakteri. Pengukuran jumlah bakteri dilakukan dengan menggunakan metode cawan agar dengan teknik sebagai berikut:

a. Pembuatan Seri Pengenceran

Dibuat larutan fisiologis (8,5 g NaCl dalam 1 liter akuades) dan dimasukan sebanyak 90 ml kedalam erlenmayer, kemudian dimasukan 9 ml larutan fisiologis ke dalam tabung reaksi sebanyak 7 buah. Erlenmayer dan tabung reaksi ditutup dengan kapas dan alumunium foil kemudian diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 121oC, sebelum digunakan larutan tersebut didinginkan terlebih dahulu. Sebanyak 10 g sampel dimasukkan kedalam erlenmayer yang berisi 90 ml larutan fisiologis, larutan ini mempunyai pengenceran 10-1. Dengan

menggunakan menggunakan pipet steril, dipindahkan 1 ml larutan 10-1 ke dalam 9 ml larutan fisiologis selanjutnya sehingga diperoleh seri pengenceran 10-2. Demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10-8.

b. Penyiapan Media Bakteri Inokulasi

Media biakan yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yaitu agar nutrien (nutrient agar). Agar nutrient sebanyak 28 g dilarutkan di dalam 1 liter aquades,


(30)

18

lalu disterilisasikan dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit, setelah itu media didinginkan pada suhu 45 oC. Kemudian sebanyak 12 - 15 ml media agar nutrien yang bertemperatur 45 – 50 oC dituangkan dalam cawan petri dan

didiamkan sampai medium agar memadat. Setelah padat, cawan petri dibalik dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 28oC.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 28 dan 56 hari setelah inkubasi. Jumlah koloni yang muncul pada tiap kali pengamatan dihitung. Untuk

memudahkan penghitungan pada cawan petri digunakan Quebec Colony Counter (QCC).

Untuk menghitung jumlah mikroorganisme dari sampel yang dihitung adalah dengan mengalikan rata-rata jumlah koloni dengan faktor pengencer.

CFUs/ml (sampel) = rata-rata koloni/cawan x faktor pengencer.

Hasil ini kemudian dikonversi ke jumlah mikroorganisme dalam 1 gram sampel kering mutlak dengan memperhitungkan kadar air.

2. Variabel Pendukung

Variabel pendukung yang diamati pada awal dan akhir penelitian adalah: 1. Kemasaman tanah/ pH (metode Elektromagnetik)

2. C-Organik (metode Walkley & Black) 3. N-total (metode Kjeldhal)

4. P-larut (Metode asam sitrat 2%) dan 5. P-total (Metode HCl 25%)


(31)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Inokulasi mikroba penambat N dan kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P meningkatkan total populasi bakteri dibandingkan dengan kontrol maupun inokulan mikroba pelarut P saja pada hari ke-14.

2. Inokulasi mikroba pelarut P dan kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P tidak meningkatkan total populasi bakteri dibandingkan dengan kontrol maupun inokulan mikroba penambat N saja pada hari ke-14.

3. Total populasi bakteri berkorelasi positif dengan kandungan N-total pada hari ke-14.

B. Saran

Untuk pembuatan pupuk organonitrofos dari bahan campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat alam cukup diinokulasi dengan inokulan mikroba penambat N.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S., Undang, K. dan S. Rochayati. 1998. Prospek dan Kendala.

Penggunaan P-Alam Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan Pada Lahan masam Marjinal. Dalam Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 10 Februari

Albiach, R., R. Canet, F. Pomares, and F. Ingelmo. 2000. Microbiomass Content and Enzymatic after the Application of Organic Amendments to a

Horticultural. Bioresource Technology. 17(2) : 125-129.

Alexander, M. 1977. Introduction to soil microbiology. New York: John Wiley and Sons.

Astuti, A. 2005. Aktivitas Proses Dekomposisi Berbagai Bahan Organik dengan Aktivitas Alami dan Buatan. J. Tanah Trop. 13(2). 92-104 hlm.

Brock, T.D. 1994. Biology Of Microorganism, seventh edition. New Jersey Fitriatin, N. B., M. R. Setiawati., dan R. Hindersah. 2008. Kolonisasi Mikoriza,

Serapan P, Pertumbuhan, dan Hasil Tanaman Jagung yang Dipengaruhi oleh Inokulasi Ganda Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Mikoriza pada Ultisol Asal Jatinangor. J. Agrikultura. 19 (2). 1-12.

Hamdi, Y.A. 1982. Application of Nitrogen-Fixing System in Soil Improvement and Management. FAO Soil Bulletin 49. FAO Rome.

Harrison, J. M. (1992). Instructional Strategies for Secondary School Physical Education, 3rd Ed. Dubuque, IA: William C. Brown Publishers.

Hindersah, R, dan S. Tular. 2004. Artikel Ulas Balik Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. J. Natur Indonesia. 5(2): 127-133.

Imas, T., N.R . Mubarik, T.T . Irwadi, dan Erfiani. 1989. Seleksi galur-galur

Bradyrhizobium japonicum resisten logam berat. Laporan Penelitian HB VI, Bogor, FMIPA: IPB.

James, E and F.L.Olivates.1997. Infection and colonization of other graminaceous plants by endophytic diazotrophicuz. Plant Science.17: 77-119.


(33)

29

Kariada, K.I dan Sukadana. 2000. Laporan Akhir Penggajian Pupuk Organik Sayuran Pinggiran Kota Denpasar. Bali.

Komarayati, S., Gusrnailina dan G. Pari. 2002. Peranan Arang Pada Proses Pembuatan Arang Kompos. Makalah pada Seminar MAPEKI di Bogor. Lingga, P dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya.

Jakarta.

Lubis, S. 2008. Dimanika Populasi Jamur Pada Tanah Ultisol Akibat Pemberian Berbagai Bahan Organik Limbah Perkebunan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 10-11 hlm.

Madjid, A dan Nursanti. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri dan Prodi Ilmu Tanaman, Program S2, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Bakteri Pelarut Fosfat sebagai Agents Pupuk Hayati. Diakses Februari 2012.

Matunubun, H., B. Radjagukguk dan A. Rosmarkam. 1988. Kajian Pengaruh Peningkatan pH Tanah Podsolik Merah Kuning Atas Pengambilan Fosfor dari Batuan Fosfat oleh Padi Gogo. BPPS-UGM: 3.

Noor, A. 2008. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Lahan Kering dengan Fosfat Alam, Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk Kandang untuk Meningkatkan Hasil Kedelai. J. Tanah Trop. 13 (1): 49-58.

Nugroho, S.G. Dermiyati, J. Lumbanraja, H. Ismono, dan S. Triono. 2011. Perakitan Pupuk Alternatif Organomineral NP (Organonitrofas) Berbasis Sumberdaya Lokal dan Pengalihan Teknologi Produksi ke Swasta dan Kelompok Tani. Proposal Riset Unggulan Strategis Nasional Tahun 2011. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta. 353 hlm.

Redaksi Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Agro Media Pustaka. Jakarta.100 hlm.

Shiddieq, J dan Partoyo. 1999. Suatu Pemikiran Mencari Paradigma Baru dalam Pengelolaan Tanah yang Ramah Lingkungan. Prosiding Kongres Nasional. 7: 139 - 156 hlm.

Soelaeman, Y. 2008. Efektivitas Pupuk Kandang dalam Meningkatkan

Ketersediaan Fosfat, Pertumbuhan dan Hasil Padi dan Jagung pada Lahan Kering Masam. J. Tanah Trop. 13(1): 41 – 47.


(34)

30

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanasiun. Yogyakarta. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7768/1/10E00305.pdf Diakses Tanggal 9 Januari 2012.

Toharisman, A. 1991. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula sebagai Sumber Bahan Organik Tanah. Balai Penelitian Bioteknologi. Bogor. Triana, A. dan Zaimah. 2005. Panduan Pertanian Ramah Lingkungan.

Kementerian Lingkunga Hidup. Deputi Bidang Pengembangan Peran Masyarakat. Hal. 4-5.

Widawati, S. 2005. Daya Pacu Aktivator Fungi asal Kebun Biologi Wamena terhadap Kematangan Hara Kompos, serta Jumlah Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Penambat Nitrogen. Biodiversitas. 6 (4) :238-241.

Yuliana. 2010. Bioteknologi Mikroba. http://yuliana.student.umm.ac.id /2010/01/22/bioteknologi-mikroba/difiksasi/. Diakses pada Maret 2012. Yuniarti, A., B. N. Fitriantin, O. Mulyani, F. S. Fauziah, dan M. D. Tiara. 2009.

Pengaruh Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, Populasi Mikroorganisme Pelarut Fosfat, Konsentrasi P Tanaman dan Hasil Padi Gogo (Oryza sativa. L.) pada Ultisols. J.


(1)

17

dalam lemari es. Pengambilan sampel dan analisis berikutnya dilakukan pada waktu inkubasi 7, 14, 28, dan 56 hari.

E.Variabel Pengamatan

1. Variabel Utama

Variabel utama yang diamati adalah total bakteri. Pengukuran jumlah bakteri dilakukan dengan menggunakan metode cawan agar dengan teknik sebagai berikut:

a. Pembuatan Seri Pengenceran

Dibuat larutan fisiologis (8,5 g NaCl dalam 1 liter akuades) dan dimasukan sebanyak 90 ml kedalam erlenmayer, kemudian dimasukan 9 ml larutan fisiologis ke dalam tabung reaksi sebanyak 7 buah. Erlenmayer dan tabung reaksi ditutup dengan kapas dan alumunium foil kemudian diautoklaf selama 20 menit pada temperatur 121oC, sebelum digunakan larutan tersebut didinginkan terlebih dahulu. Sebanyak 10 g sampel dimasukkan kedalam erlenmayer yang berisi 90 ml larutan fisiologis, larutan ini mempunyai pengenceran 10-1. Dengan

menggunakan menggunakan pipet steril, dipindahkan 1 ml larutan 10-1 ke dalam 9 ml larutan fisiologis selanjutnya sehingga diperoleh seri pengenceran 10-2. Demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10-8.

b. Penyiapan Media Bakteri Inokulasi

Media biakan yang digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yaitu agar nutrien


(2)

18

lalu disterilisasikan dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit, setelah itu media didinginkan pada suhu 45 oC. Kemudian sebanyak 12 - 15 ml media agar nutrien yang bertemperatur 45 – 50 oC dituangkan dalam cawan petri dan

didiamkan sampai medium agar memadat. Setelah padat, cawan petri dibalik dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu 28oC.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, 28 dan 56 hari setelah inkubasi. Jumlah koloni yang muncul pada tiap kali pengamatan dihitung. Untuk

memudahkan penghitungan pada cawan petri digunakan Quebec Colony Counter (QCC).

Untuk menghitung jumlah mikroorganisme dari sampel yang dihitung adalah dengan mengalikan rata-rata jumlah koloni dengan faktor pengencer.

CFUs/ml (sampel) = rata-rata koloni/cawan x faktor pengencer.

Hasil ini kemudian dikonversi ke jumlah mikroorganisme dalam 1 gram sampel kering mutlak dengan memperhitungkan kadar air.

2. Variabel Pendukung

Variabel pendukung yang diamati pada awal dan akhir penelitian adalah: 1. Kemasaman tanah/ pH (metode Elektromagnetik)

2. C-Organik (metode Walkley & Black) 3. N-total (metode Kjeldhal)

4. P-larut (Metode asam sitrat 2%) dan 5. P-total (Metode HCl 25%)


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Inokulasi mikroba penambat N dan kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P meningkatkan total populasi bakteri dibandingkan dengan kontrol maupun inokulan mikroba pelarut P saja pada hari ke-14.

2. Inokulasi mikroba pelarut P dan kombinasi inokulasi mikroba penambat N dan pelarut P tidak meningkatkan total populasi bakteri dibandingkan dengan kontrol maupun inokulan mikroba penambat N saja pada hari ke-14.

3. Total populasi bakteri berkorelasi positif dengan kandungan N-total pada hari ke-14.

B. Saran

Untuk pembuatan pupuk organonitrofos dari bahan campuran kotoran sapi segar dan batuan fosfat alam cukup diinokulasi dengan inokulan mikroba penambat N.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S., Undang, K. dan S. Rochayati. 1998. Prospek dan Kendala.

Penggunaan P-Alam Untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Pangan Pada

Lahan masam Marjinal. Dalam Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi

Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 10 Februari

Albiach, R., R. Canet, F. Pomares, and F. Ingelmo. 2000. Microbiomass Content and Enzymatic after the Application of Organic Amendments to a

Horticultural. Bioresource Technology. 17(2) : 125-129.

Alexander, M. 1977. Introduction to soil microbiology. New York: John Wiley and Sons.

Astuti, A. 2005. Aktivitas Proses Dekomposisi Berbagai Bahan Organik dengan Aktivitas Alami dan Buatan. J. Tanah Trop. 13(2). 92-104 hlm.

Brock, T.D. 1994. Biology Of Microorganism, seventh edition. New Jersey Fitriatin, N. B., M. R. Setiawati., dan R. Hindersah. 2008. Kolonisasi Mikoriza,

Serapan P, Pertumbuhan, dan Hasil Tanaman Jagung yang Dipengaruhi oleh Inokulasi Ganda Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Mikoriza pada Ultisol Asal Jatinangor. J. Agrikultura. 19 (2). 1-12.

Hamdi, Y.A. 1982. Application of Nitrogen-Fixing System in Soil Improvement and Management. FAO Soil Bulletin 49. FAO Rome.

Harrison, J. M. (1992). Instructional Strategies for Secondary School Physical

Education, 3rd Ed. Dubuque, IA: William C. Brown Publishers.

Hindersah, R, dan S. Tular. 2004. Artikel Ulas Balik Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. J. Natur Indonesia. 5(2): 127-133.

Imas, T., N.R . Mubarik, T.T . Irwadi, dan Erfiani. 1989. Seleksi galur-galur Bradyrhizobium japonicum resisten logam berat. Laporan Penelitian HB VI, Bogor, FMIPA: IPB.

James, E and F.L.Olivates.1997. Infection and colonization of other graminaceous plants by endophytic diazotrophicuz. Plant Science.17: 77-119.


(5)

29

Kariada, K.I dan Sukadana. 2000. Laporan Akhir Penggajian Pupuk Organik

Sayuran Pinggiran Kota Denpasar. Bali.

Komarayati, S., Gusrnailina dan G. Pari. 2002. Peranan Arang Pada Proses

Pembuatan Arang Kompos. Makalah pada Seminar MAPEKI di Bogor.

Lingga, P dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta.

Lubis, S. 2008. Dimanika Populasi Jamur Pada Tanah Ultisol Akibat Pemberian Berbagai Bahan Organik Limbah Perkebunan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. 10-11 hlm.

Madjid, A dan Nursanti. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri dan Prodi Ilmu Tanaman, Program S2, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com. Bakteri Pelarut Fosfat sebagai Agents Pupuk Hayati. Diakses Februari 2012.

Matunubun, H., B. Radjagukguk dan A. Rosmarkam. 1988. Kajian Pengaruh Peningkatan pH Tanah Podsolik Merah Kuning Atas Pengambilan Fosfor

dari Batuan Fosfat oleh Padi Gogo. BPPS-UGM: 3.

Noor, A. 2008. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Lahan Kering dengan Fosfat Alam, Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk Kandang untuk Meningkatkan Hasil Kedelai. J. Tanah Trop. 13 (1): 49-58.

Nugroho, S.G. Dermiyati, J. Lumbanraja, H. Ismono, dan S. Triono. 2011. Perakitan Pupuk Alternatif Organomineral NP (Organonitrofas) Berbasis Sumberdaya Lokal dan Pengalihan Teknologi Produksi ke Swasta dan

Kelompok Tani. Proposal Riset Unggulan Strategis Nasional Tahun 2011.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rao, N.S. 1994. MikroorganismeTanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta. 353hlm.

Redaksi Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Agro Media Pustaka. Jakarta.100 hlm.

Shiddieq, J dan Partoyo. 1999. Suatu Pemikiran Mencari Paradigma Baru dalam Pengelolaan Tanah yang Ramah Lingkungan. Prosiding Kongres Nasional. 7: 139 - 156 hlm.

Soelaeman, Y. 2008. Efektivitas Pupuk Kandang dalam Meningkatkan

Ketersediaan Fosfat, Pertumbuhan dan Hasil Padi dan Jagung pada Lahan Kering Masam. J. Tanah Trop. 13(1): 41 – 47.


(6)

30

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanasiun. Yogyakarta. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7768/1/10E00305.pdf Diakses Tanggal 9 Januari 2012.

Toharisman, A. 1991. Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula sebagai

Sumber Bahan Organik Tanah. Balai Penelitian Bioteknologi. Bogor.

Triana, A. dan Zaimah. 2005. Panduan Pertanian Ramah Lingkungan. Kementerian Lingkunga Hidup. Deputi Bidang Pengembangan Peran Masyarakat. Hal. 4-5.

Widawati, S. 2005. Daya Pacu Aktivator Fungi asal Kebun Biologi Wamena terhadap Kematangan Hara Kompos, serta Jumlah Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Penambat Nitrogen. Biodiversitas. 6 (4) :238-241.

Yuliana. 2010. Bioteknologi Mikroba. http://yuliana.student.umm.ac.id /2010/01/22/bioteknologi-mikroba/difiksasi/. Diakses pada Maret 2012. Yuniarti, A., B. N. Fitriantin, O. Mulyani, F. S. Fauziah, dan M. D. Tiara. 2009.

Pengaruh Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, Populasi Mikroorganisme Pelarut Fosfat, Konsentrasi P Tanaman dan Hasil Padi Gogo (Oryza sativa. L.) pada Ultisols. J.


Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap sifat kimia tanah,pertumbuhan dan produksi padi(Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

1 48 75

Pemberian Beberapa Jenis Rock Phosphate, Mikroorganisme Pelarut Fosfat dan Bahan Organik Terhadap P-Tersedia dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai ( Glycine max L. Merr ) Pada Ultisol Gebang

1 26 54

Efisiensi dan Perubahan P Total Pemupukan Batuan Fosfat Alam pada tanah Masam yang Diperlakukan Dengan Kombinasi Asam Humik, Zeolit dan Mikroba Pelarut Fosfat.

0 2 3

PENGARUH ASIDULASI BATUAN FOSFAT DENGAN LIMBAH CAIR INDUSTRI NANAS DAN PELARUT ASAM TERHADAP FOSFAT-LARUT

1 13 2

PENGARUH PEMBERIAN INOKULAN MIKROBA PENAMBAT NITROGEN (N -F IX E R ) DAN PELARUT FOSFAT (P-S OLUB ILIZE R ) PADA CAMPURAN KOTORAN SAPI SEGAR DAN BATUAN 2 FOSFAT ALAM TERHADAP TOTAL POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI

0 9 38

PENGARUH LAMA PENGOMPOSAN CAMPURAN KOTORAN SAPI SEGAR DAN BATUAN FOSFAT TERHADAP N-ANORGANIK DAN P-LARUT DALAM KOMPOS

3 27 39

Pengaruh Fosfat Alam dan Kombinasi Bakteri Pelarut Fosfat dengan Pupuk Kandang terhadap P Tersedia dan Pertumbuhan Kedelai pada Ultisol

0 20 8

Tanggap morfofisiologi bibit kakao yang diberi fosfat alam Ayamaru Papua, asam humat, inokulasi FMA, bakteri pelarut fosfat

1 20 208

EFEKTIVITAS KULTUR CAMPURAN BAKTERI PENAMBAT N- BEBAS DAN PELARUT FOSFAT PADA TOMAT

0 0 8

Uji Multilokasi Pengaruh Bakteri Penambat Nitrogen, Bakteri Pelarut Fosfat, dan Mikoriza Asal Desa Condro, Kecamatan Pasirian, Lumajang terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau

0 0 44