Pengaruh Penambahan Pupuk Hayati (Biofertilizer) Dari Bakteri Rhizobium sp. Yang Diinokulasikan Ke Dalam Dolomit Sebagai Carrier Terhadap Produksi Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L)

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK HAYATI (BIOFERTILISER)

DARI BAKTERI Rhizobium sp YANG DIINOKULASIKAN KE

DALAM DOLOMIT SEBAGAI CARRIER TERHADAP

PRODUKSI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L)

SKRIPSI

AGUNG PRATAMA

060802001

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK HAYATI (BIOFERTILISER) DARI BAKTERI Rhizobium sp YANG DIINOKULASIKAN KE DALAM

DOLOMIT SEBAGAI CARRIER TERHADAP PRODUKSI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

AGUNG PRATAMA 060802001

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK HAYATI

(BIOFERTILIZER) DARI BAKTERI Rhizobium sp YANG DIINOKULASIKAN KE DALAM DOLOMIT SEBAGAI CARRIER TERHADAP PRODUKSI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L)

Kategori : SKRIPSI

Nama : AGUNG PRATAMA

Nomor Induk Mahasiswa : 060802001

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, 3 Agustus 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Ribu Surbakti, MS Dr. Rumondang Bulan Nasution, MS NIP. 194507061980031001 NIP. 195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nasution, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN PUPUK HAYATI (BIOFERTILISER) DARI BAKTERI Rhizobium sp YANG DIINOKULASIKAN KE DALAM

DOLOMIT SEBAGAI CARRIER TERHADAP PRODUKSI KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

AGUNG PRATAMA 060802001


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam dihadiahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia, semoga kita tergolong ke dalam umatnya yang mendapat syafa’at di hari akhir kelak. Amin.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, tidak terlepas dari peran orang-orang terdekat penulis yang senantiasa selalu memberikan motivasi dan inspirasi tersendiri bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Di sini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua ayah dan ibu tercinta Sufa’at, S.E. dan Indriana, yang senantiasa mendoakan penulis dalam setiap langkah kehidupan ini. Beliau berdua juga mencurahkan kasih dan sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan sekolah sampai sarjana.

2. Bapak Dr. Ribu Surbakti, MS dan Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, MS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis yang berkaitan dengan penelitian dan skripsi ini.

3. Seluruh staf pengajar bapak dan ibu dosen Departemen Kimia FMIPA USU sekalian yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang bapak dan ibu dosen berikan bermanfaat dan menjadi berkah bagi kehidupan sehari-hari penulis.

4. Seluruh staf pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan administrasi mulai dari awal masuk hingga selesai.

5. Teman-teman stambuk ’06 yang telah menemani penulis dalam kegiatan belajar maupun kegiatan-kegiatan lainnya selama berada di kampus FMIPA USU, khususnya buat teman-teman yang berada di laboratorium Biokimia FMIPA USU Ardi, Egy, Eko, Nurmala Sari, dan Nora juga kepada adik-adik Decy, Erpina, Oki, Annisa, Arini, Feri, Tiwi, dan Zoraya.

6. Teman-teman aktivis dakwah kampus yang diridhoi Allah SWT yang telah memberikan motivasi dan nasihat-nasihat di saat penulis sedang berada dalam kefuturan sehingga dengan motivasi itu penulis merasa semangat kembali.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang telah memberikan kebaikan kepada penulis. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belumlah sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun kepada yang membaca skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh penambahan pupuk hayati dari bakteri Rhizobium

sp yang diinokulasikan ke dalam dolomit sebagai carrier terhadap produksi kacang

hijau. Pembuatan pupuk hayati dilakukan dengan cara mengisolasi bakteri Rhizobium

sp dari bintil akar putri malu kemudian bakteri itu dibiakkan dalam media agar YEMA

dan Congo Red. Uji mikroskop dilakukan untuk memisahkan bakteri Rhizobium dari

Agrobacterium. Kemudian dilakukan pembiakan kembali dalam media cair YEMA

untuk mendapatkan biakan murni Rhizobium. Biakan tersebut dicampurkan ke dalam dolomit dengan variasi perbandingan 1:7, 1:8, 1:9, 1:10. Berdasarkan perhitungan jumlah sel bakteri/gram dolomit selama lima minggu didapat total sel hidup sebesar 109 sel/gram sehingga memenuhi persyaratan pupuk hayati. Efektivitas pupuk hayati ini diaplikasikan ke dalam tanaman kacang hijau sampai dihasilkan buah. Dari hasil pengamatan didapat bahwa perbandingan dolomit dengan bakteri yang efektif digunakan sebagai pupuk hayati adalah perbandingan 1:9.


(7)

THE EFFECT OF ADDING BIOFERTILIZERS FROM Rhizobium sp BACTERIA INOCULATED INTO THE DOLOMITE AS CARRIER TO THE PRODUCTION OF GREEN BEANS (Phaseolus radiatus L)

ABSTRACT

The effect of adding biofertilizers from Rhizobium sp bacteria was inoculated into the dolomite as carrier to the production of green beans has been studied. Biological fertilizer was done by isolating bacteria Rhizobium sp from the nodule shy princess plants and bacteria were then cultured into agar media YEMA and Congo Red. Microscope test was done to separate Rhizobium bacteria from Agrobacterium. Then be breeding again in the liquid media YEMA to obtain pure cultures Rhizobium. Culture was mixed into the dolomite with variation ratio 1:7, 1:8, 1:9, 1:10. Based on the calculation of the number of bacterial cells/gram of dolomite for five weeks obtained the total live cells 109 cells/gram that meet requirements of biofertilizer. Effectiveness of the biofertilizer was applied to the green bean plants to produce fruit. From the observations obtained that the ratio of dolomite with the bacteria that effectively used as biofertilizer was the ratio 1:9.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul i

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodelogi Penelitian 4

1.7. Lokasi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Pupuk 5

2.1.1. Penggolongan Pupuk 5

2.2. Unsur Hara Tanaman 8

2.3. Nitrogen 9

2.3.1. Nitrogen : Kimia dan Bentuk 10

2.3.2. Nitrogen dalam Tanah 10

2.3.3. Siklus Nitrogen 11

2.4. Fiksasi Nitrogen Secara Biologis 14

2.4.1. Organisme Pengikat Nitrogen 14

2.4.2. Biokimia Nitrogenase 15

2.4.3. Mekanisme Reduksi Nitrogen oleh Nitrogenase 16

2.5. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri 18

2.5.1. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri yang Hidup Bebas 19 2.5.2. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri Simbiotik 20

2.6. Bakteri 21

2.6.1. Rhizobium dan Perbintilan Akar 21

2.6.2. Klasifikasi Rhizobium 22

2.6.3. Teknik Kultivasi dan Perbanyakan Rhizobium/ 23 Bradyrhizobium

2.7. Kacang Hijau 24

2.7.1. Sistematika Tanaman Kacang Hijau 25


(9)

2.8. Pemanfaatan Inokulan Rhizobium di India 27

2.9. Produk Inokulan Mikroba 28

BAB 3 BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN 29

3.1. Bahan-bahan 29

3.2. Alat-alat 29

3.3. Prosedur Penelitian 30

3.3.1. Pembuatan YEMA (Yeast Extract Manitol Agar) 30 3.3.2. Pembuatan YMB (Yeast Manitol Broth) 30

3.3.3. Preparasi Sampel 31

3.3.4. Isolasi Bakteri Rhizobium dari Bintil Akar 31 3.3.4.1. Isolasi Bakteri Rhizobium pada Media 31 Selektif dengan Penambahan Congo Red

3.3.4.2. Identifikasi Bakteri Rhizobium 32

3.3.5. Pembuatan Starter Kultur 32

3.3.6. Pencampuran Starter dengan Medium Pembawa 32 (Carrier)

3.3.7. Pengujian Jumlah Sel dari Medium Pembawa (Carrier) 33

3.3.8. Pengujian Lapangan 33

3.4. Bagan Penelitian 34

3.4.1. Isolasi Bakteri Rhizobium 34

3.4.2. Pembuatan Perbandingan Biakan Murni Rhizobium dan 35 Media Pembawa (Carrier)

3.4.3. Perhitungan Jumlah Sel pada Media Pembawa (Carrier) 36 Metode Lay

3.4.4. Pengaplikasian Pupuk Rhizobium terhadap Tanaman 37 Kacang Hijau

3.4.4.1. Tanaman Kacang Hijau Tanpa Penambahan 37 Pupuk Rhizobium

3.4.4.2. Tanaman Kacang Hijau dengan Penambahan 37 Pupuk Rhizobium

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38

4.1. Hasil Penelitian 38

4.1.1. Perhitungan Jumlah Sel Rhizobium 38 4.1.2. Perhitungan %Penambahan Produksi Kacang Hijau 39 4.1.3. Perhitungan Aktivitas Air (Aw) 39

4.2. Pembahasan 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 43

5.1. Kesimpulan 43

5.2. Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kontribusi nitrogen beberapa tanaman legume berbintil 19 Tabel 2.2 Kelompok inokulasi silang Rhizobium 23

Tabel 2.3 Komposisi medium YEMA 24

Tabel 2.4 Peningkatan Produksi Tanaman di India dengan Pemberian 27 Pupuk Bio

Tabel 4.1 Data Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Rhizobium 38 Tabel 4.2 Data Pengamatan Produksi Kacang Hijau 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Bagan Siklus Nitrogen 11

Gambar 2.2. Siklus Nitrogen 13

Gambar 2.3. Struktur kofaktor Fe-Mo dalam Nitrogenase 17

Gambar 2.4. Kacang Hijau 25

Gambar 1 Bintil akar putri malu 47

Gambar 2 Bakteri Rhizobium pada media YEMA + Congo Red 47 Gambar 3 Bakteri Rhizobium pada media YEMA 47 Gambar 4 Kultur Rhizobium dalam media agar miring 47 Gambar 5 Kultur Rhizobium dalam media cair 47 Gambar 6 Kultur Rhizobium + media pembawa (carrier) 47


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Gambar Penelitian 47

Lampiran B Data Perhitungan Jumlah Sel Bakteri Rhizobium 48 Lampiran C Data Perhitungan %Penambahan Produksi Kacang Hijau 48 Lampiran D Data Perhitungan Aktivitas Air (Aw) 48


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pengaruh penambahan pupuk hayati dari bakteri Rhizobium

sp yang diinokulasikan ke dalam dolomit sebagai carrier terhadap produksi kacang

hijau. Pembuatan pupuk hayati dilakukan dengan cara mengisolasi bakteri Rhizobium

sp dari bintil akar putri malu kemudian bakteri itu dibiakkan dalam media agar YEMA

dan Congo Red. Uji mikroskop dilakukan untuk memisahkan bakteri Rhizobium dari

Agrobacterium. Kemudian dilakukan pembiakan kembali dalam media cair YEMA

untuk mendapatkan biakan murni Rhizobium. Biakan tersebut dicampurkan ke dalam dolomit dengan variasi perbandingan 1:7, 1:8, 1:9, 1:10. Berdasarkan perhitungan jumlah sel bakteri/gram dolomit selama lima minggu didapat total sel hidup sebesar 109 sel/gram sehingga memenuhi persyaratan pupuk hayati. Efektivitas pupuk hayati ini diaplikasikan ke dalam tanaman kacang hijau sampai dihasilkan buah. Dari hasil pengamatan didapat bahwa perbandingan dolomit dengan bakteri yang efektif digunakan sebagai pupuk hayati adalah perbandingan 1:9.


(14)

THE EFFECT OF ADDING BIOFERTILIZERS FROM Rhizobium sp BACTERIA INOCULATED INTO THE DOLOMITE AS CARRIER TO THE PRODUCTION OF GREEN BEANS (Phaseolus radiatus L)

ABSTRACT

The effect of adding biofertilizers from Rhizobium sp bacteria was inoculated into the dolomite as carrier to the production of green beans has been studied. Biological fertilizer was done by isolating bacteria Rhizobium sp from the nodule shy princess plants and bacteria were then cultured into agar media YEMA and Congo Red. Microscope test was done to separate Rhizobium bacteria from Agrobacterium. Then be breeding again in the liquid media YEMA to obtain pure cultures Rhizobium. Culture was mixed into the dolomite with variation ratio 1:7, 1:8, 1:9, 1:10. Based on the calculation of the number of bacterial cells/gram of dolomite for five weeks obtained the total live cells 109 cells/gram that meet requirements of biofertilizer. Effectiveness of the biofertilizer was applied to the green bean plants to produce fruit. From the observations obtained that the ratio of dolomite with the bacteria that effectively used as biofertilizer was the ratio 1:9.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Telah banyak pupuk-pupuk mikroba yang diproduksi oleh dan untuk kepentingan negaranya masing-masing seperti Rhizoteeka oleh India, Nodosit oleh Belgia, Rhizonit oleh Hungaria, N-germ oleh Prancis, Nitrogerm dan Mycobedds oleh Australia, Nodulud oleh Austria, Radicin Impfsfoff oleh Jerman, dan Mycho Rhiz oleh Amerika Serikat. Kesemua jenis pupuk ini menggunakan Rhizobium sebagai bakteri penangkap N2 udara.

Ekspor pupuk mikroba antar negara sulit dilakukan karena daya simpan membutuhkan temperatur rendah sehingga diperlukan tempat penyimpanan yang khusus. Di samping itu masa kadaluarsa pupuk mikroba ini relatif singkat yaitu sekitar 6 bulan. Oleh karena itu masing-masing negara khususnya negara-negara maju di dunia memproduksi sendiri pupuk mikroba yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan negara itu sendiri (Dubey, 2006)

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khairina (2007) menggunakan serbuk gergaji sebagai media pembawa, diperoleh jumlah sel bakteri sebesar 106-107 sel/gram carrier. Penggunaan serbuk gergaji ini tidak memenuhi standar sebagai media pembawa untuk pupuk hayati. Serbuk gergaji bersifat higroskopis yang dapat menyebabkan kadar Aw menurun sehingga persyaratan hidup untuk bakteri tidak

terpenuhi. Menurut Rao, media pembawa memenuhi standar sebagai pupuk hayati apabila jumlah sel bakteri yang hidup sebesar 108-109 sel/gram carrier.


(16)

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad (2009) menggunakan dolomit sebagai media pembawa. Penggunaan dolomit ini memenuhi standar untuk digunakan sebagai pupuk hayati, karena dolomit lebih stabil untuk mempertahankan kadar air dibandingkan dengan serbuk gergaji. Pada penelitian tersebut pupuk hayati yang dibuat, diaplikasikan ke dalam tanaman kacang hijau dan diambil kesimpulan bahwa tanaman yang diberi pupuk hayati lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan tanaman kontrol. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan diameter batang, tinggi tanaman dan lebar daun tanaman kacang hijau yang diberi pupuk hayati lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan tanaman kacang hijau kontrol.

Kedua penelitian di atas hanya sebatas analisis jumlah sel mikroba Rhizobium dan pengujian efektivitas pupuk mikroba hanya dilihat berdasarkan penambahan lebar daun, tinggi batang, dan diameter batang tetapi tidak sampai kepada efektivitas dalam memproduksi hasil tanaman (buah). Pemilihan putrid malu (Mimosa pudica L) sebagai sumber bakteri Rhizobium karena putri malu mudah didapatkan dan bintil akarnya pun mengandung Rhizobium yang cukup banyak.

Melihat fakta yang ada ini, maka kami tertarik melakukan penelitian dalam memanfaatkan mikroorganisme khususnya bakteri Rhizobium yang mampu mengikat nitrogen bebas di udara untuk digunakan sebagai pupuk tanaman. Dimana pupuk ini diharapkan mampu meningkatkan produksi tanaman dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan seperti peningkatan konsentrasi nitrat dalam air minum dan eutrofikasi perairan.

Penelitian jangka panjang dalam fiksasi nitrogen secara biologis ialah mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlaku sekarang untuk tanaman panen, dengan jalan meningkatkan efisiensi dan memperbanyak jenis organisme yang memfiksasi nitrogen itu. Sekitar 40 juta ton pupuk nitrogen dibuat tiap tahun, hampir semuanya dengan proses Haber-Bosch. Dengan proses ini gas nitrogen dan hidrogen dialirkan melewati katalisator pada suhu dan tekanan tinggi, sehingga terbentuk ammonia. Jadi proses ini banyak menggunakan energi (Marx, 1991).


(17)

1.2. Perumusan Masalah

Apakah pupuk hayati yang dibuat efektif untuk pertumbuhan tanaman kacang hijau? Bagaimanakah perbandingan produksi buah antara tanaman kacang hijau kontrol dengan tanaman kacang hijau yang diberi pupuk hayati?

1.3. Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan yang dijumpai dalam penelitian ini, maka penulis membatasi objek masalah sebagai berikut:

1. Pengambilan bintil akar putri malu dilakukan secara acak yaitu di sekitar USU. 2. Isolasi bakteri Rhizobium dilakukan pada media selektif dengan menggunakan

media Yeast Extract Manitol Agar (YEMA) dengan menggunakan metode gores dan metode sebar, serta pengujiannya dilakukan dengan penambahan Congo Red dan uji mikroskop.

3. Variasi perbandingan antara dolomit dengan starter kultur (Rhizobium/gram carrier) yang dilakukan 1:7, 1:8, 1:9, 1:10, dengan masing–masing 5 gram dolomit dicampurkan dengan 35, 40, 45, dan 50 mL starter kultur dalam wadah yang berbeda.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh biakan murni bakteri Rhizobium yang diisolasi dari akar tanaman putri malu.

2. Untuk membuat pupuk mikroba dengan menggunakan bakteri Rhizobium yang diinokulasikan pada dolomit sebagai pembawa (carrier) sehingga pertumbuhannya (viabilitasnya) dapat dipertahankan stabil.

3. Untuk membandingkan produksi buah antara tanaman kacang hijau kontrol dengan tanaman kacang hijau yang diberi pupuk hayati hasil isolasi Rhizobium dari bintil akar tanaman putri malu.


(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk menghasilkan pupuk hayati (biofertilizer) yang lebih memperhatikan kesuburan tanah tanpa merusak keadaan lingkungan serta lebih ekonomis sehingga sangat berguna bagi masyarakat luas khususnya petani.

1.6. Metodelogi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimen laboratorium, yaitu pembuatan pupuk hayati dengan menggunakan bakteri Rhizobium hasil isolasi dari bintil akar tanaman putri malu. Langkah-langkah yang dilakukan untuk proses analisisnya adalah sebagai berikut : 1. Preparasi sampel

2. Penyiapan media

3. Isolasi bakteri pada media selektif

4. Uji mikroskop untuk penentuan bakteri Rhizobium

5. Perbanyakan (penanaman kembali) untuk mendapatkan biakan murni 6. Inokulasi bakteri pada serbuk dolomit

7. Perhitungan jumlah sel bakteri 8. Pengujian lapangan

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/KBM (Kimia Bahan Makanan), Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU Medan. Pengaplikasian pupuk di lapangan dilakukan di Kecamatan Binjai Utara.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu.

Dalam pemilihan pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk tersebut. Setiap kemasan pupuk yang diberi label yang menunjukkan jenis dan unsur hara yang dikandungnya. Kadangkala petunjuk pemakaiannya juga dicantumkan pada kemasan.karena itu, sangat penting untuk membaca label kandungan pupuk sebelum memutuskan untuk membelinya. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu diketahui juga cara aplikasinya yang benar, sehingga takaran pupuk yang diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman (Novizan, 2005).

2.1.1. Penggolongan Pupuk

Pupuk dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Pupuk Kimia (Anorganik)

Pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk


(20)

kimia majemuk. Pupuk kimia tunggal hanya memiliki satu macam hara, sedangkan pupuk kimia majemuk memiliki kandungan hara lengkap. Pupuk kimia yang sering digunakan antara lain Urea dan ZA untuk hara N; pupuk TSP, DSP, dan SP-26 untuk hara P, KCl atau MOP untuk hara K. Sedangkan pupuk majemuk biasanya dibuat dengan mencampurkan pupuk-pupuk tunggal. Komposisi haranya bermacam-macam, tergantung produsen dan komoditasnya

b. Pupuk Organik

Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan organik atau alami. bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah pupuk kandang, kompos, kascing, gambut, rumput laut dan guano. Berdasarkan bentuknya pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Beberapa orang juga mengelompokkan pupuk-pupuk yang ditambang seperti dolomit, fosfat alam, kiserit, dan juga abu (yang kaya K) ke dalam golongan pupuk organik. Beberapa pupuk organik yang diolah dipabrik misalnya adalah tepung darah, tepung tulang, dan tepung ikan.

Pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuhan-tumbuhan, dan lain-lain. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik lain yang bermanfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain

c. Pupuk Hayati

Pupuk hayati (biofertilizer) adalah suatu bahan yang berasal dari jasad hidup, khususnya mikrobia, yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi suatu tanaman. Dalam hal ini yang dimaksud dengan berasal dari jasad

hidup adalah mengacu pada hasil proses mikrobilogis. Oleh karena itu istilah pupuk hayati lebih tepat disebut sebagai inokulan mikrobia, seperti yang dikemukakan oleh


(21)

Rao (1982). Meskipun demikian istilah pupuk hayati sudah lebih dikenal dan sebagai alternatif bagi pupuk kimia buatan (artificial chemical fertilizer).

Pupuk hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP dan lain-lain, karena dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah jasad hidup yang pada umumnya diperoleh dari alam tanpa ada penambahan bahan kimia, kecuali bahan kimia yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan jasad hidupnya selama dalam penyimpanan.

Dalam formulasi pupuk hayati, seringkali bahkan tidak diperlukan bahan-bahan kimia buatan karena bahan-bahan-bahan-bahan tersebut dapat diganti dengan bahan-bahan alami, misalnya gambut, kapur alam. Pupuk hayati mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pupuk kimia buatan karena bahan-bahannya berasal dari alam sehingga tidak menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan seperti halnya dengan pupuk kimia buatan (Yuwono, 2006).

Pupuk hayati tidak mengandung N, P, dan K. Kandungan pupuk hayati adalah mikrooganisme yang memiliki peranan positif bagi tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan adalah mikroba-mikroba yang menambat N dari udara, mikroba yang malarutkan hara (terutama P dan K), mikroba-mikroba yang merangsang pertumbuhan tanaman.

Kelompok mikroba penambat N sudah dikenal dan digunakan sejak lama. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada juga yang bebas (tidak bersimbiosis). Contoh mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman antara lain adalah Rhizobium sp Sedangkan contoh mikroba penambat N yang tidak bersimbiosis adalah Azosprillium sp dan Azotobacter sp.

Mikroba-mikroba bahan aktif pupuk hayati dikemas dalam bahan pembawa, bisa dalam bentuk cair atau padat. Pupuk hayati juga ada yang hanya terdiri dari satu atau beberapa mikroba saja, tetapi ada juga yang mengklaim terdiri dari bermacam-macam mikroba. Pupuk hayati ini yang kemudian diaplikasikan ke tanaman.


(22)

Salah satu kelemahan mikroba adalah sangat tergantung dengan banyak hal. Mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Jadi biofertilizer yang cocok di daerah sub tropis belum tentu efektif di daerah tropis. Demikian juga biofertilizer yang efektif di Indonesia bagian barat, belum tentu efektif juga di wilayah Indonesia bagian timur. Mikroba yang bersimbiosis dengan tanaman lebih spesifik lagi. Misalnya Rhizobium sp yang bersimbiosis dengan kedelai varietas tertentu belum tentu cocok untuk tanaman kacang-kacangan yang lain. Umumnya mikroba yang bersimbiosis berspektrum sempit

2.2. Unsur Hara Tanaman

Bentuk senyawa organik kompleks dari tumbuhan adalah karbon dioksida (CO2) yang

didapat dari udara, energi matahari, air, dan senyawa-senyawa anorganik dari tanah. Unsur-unsur hara ini harus dalam bentuk zat terlarut dalam tanah agar dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan, dan senyawa-senyawa organik seperti kotoran hewan, sisa-sisa tumbuhan atau zat-zat organik tanah, harus dipecah dan dimineralisasi menjadi molekul-molekul sederhana sebelum senyawa organik ini digunakan. Tumbuhan tidak dapat membedakan antara unsur hara dari pupuk mineral, kotoran hewan atau zat organik tanah. Unsur hara tanaman dibagi menjadi 3 kelompok:

1. Unsur hara makro primer: N, P, K;

2. Unsur hara makro sekunder: kalsium (Ca), magnesium (Mg), Sulfur (S);

3. Unsur hara mikro: klor (Cl), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), nikel (Ni).

Unsur hara makro primer dan sekunder dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang besar. Ada beberapa senyawa yang terdapat pada banyak tanaman termasuk protein, asam nukleat dan klorofil yang penting untuk berbagai macam proses seperti transfer energi, mendapatkan makanan dan fungsi enzim. Rata-rata, tumbuhan memiliki unsur-unsur N, P dan K dengan perbandingan N:P:K = 2:0,44:0,83 (N:P2O5:K2O = 2:1:1) (Laegreid et al, 1999).


(23)

1. Bahan Organik. Sebagian besar unsur hara terkandung dalam bahan organik. Sebagian dapat langsung digunakan oleh tanaman, sebagian lagi tersimpan untuk jangka waktu yang lebih lama. Bahan organik harus mengalami dekomposisi (pelapukan) terlebih dahulu sebelum tersedia bagi tanaman.

2. Mineral Alami. Setiap jenis batuan mineral yang membentuk tanah mengandung bermacam-macam unsur hara. Mineral alami ini berubah menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman setelah mengalami penghancuran oleh cuaca.

3. Unsur hara yang terjerap atau terikat. Unsur hara ini terikat di permukaan atau di antara lapisan koloid tanah dan sebagai sumber utama dari unsur hara yang dapat diatur oleh manusia. Unsur hara yang terikat ini biasanya tidak dapat digunakan oleh tanaman, karena pH-nya terlalu ekstrem atau terdapat ketidakseimbangan jumlah unsur hara. Lewat pengaturan pH tanah, unsur hara ini dapat diubah menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman (Novizan, 2005).

2.3. Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur yang penting untuk seluruh proses dalam tumbuhan. Pengambilan N oleh tumbuhan telah dipelajari oleh Morot-Gaudry (1997); kekurangan N menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman baik secara alami maupun pada pertanian. Penggunaan pupuk N biasanya mempercepat pertumbuhan tanaman, dan penggunaan pupuk N sangat penting untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Produksi pangan dunia meningkat dalam 50 tahun terakhir, karena meningkatnya penggunaan pupuk N. Ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya lebih banyak N yang bersirkulasi melalui siklus N yang berhubungan dengan pertanian (Laegreid et al, 1999).

Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Tanah yang sangat basah atau sangat padat bisa menyebabkan kondisi anaerob (tidak terdapat cukup oksigen di dalam tanah). Akibatnya terjadi reaksi yang mengubah nitrat menjadi gas nitrogen (reaksi denitrifikasi). Jenis bakteri tertentu juga mampu mengubah nitrat menjadi gas nitrogen. Pencucian nitrat sering terjadi pada tanah berpasir atau tanah yang sangat gembur. Saat pencucian terjadi, air memindahkan nitrat menuju lapisan di


(24)

bawah daerah perakaran. Erosi pada permukaan tanah akan menghanyutkan nitrogen ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Selanjutnya akan terjadi proses pengembalian nitrogen ke tanah. Proses ini terjadi secara berkesinambungan yang dikenal dengan siklus nitrogen (Novizan, 2005).

2.3.1. Nitrogen : Kimia dan Bentuk

Unsur N (N2) terdapat 99,8% dalam bentuk N bebas, dan 78% di atmosfer dalam

bentuk N2. Gas yang terdapat di atmosfer merupakan sumber utama N, tetapi secara

alamiah gas ini memiliki reaktivitas yang rendah dan hanya beberapa bakteri yang dapat memanfaatkannya. Untuk kebutuhan tumbuhan, N2 harus diubah menjadi

ammonium atau nitrat, prosesnya disebut fiksasi N. Nitrogen terdapat dalam berbagai macam bentuk, yaitu:

1. Bentuk gas: dinitrogen oksida (N2O), oksida nitrogen (NOx), dan ammonia (NH3)

2. Bentuk ion: nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+)

3. Senyawa organik: urea [CO(NH2)2], protein, enzim, humus (Laegreid et al, 1999).

2.3.2. Nitrogen dalam Tanah

Pada dasarnya bentuk N dalam tanah adalah ammonium (NH4+), nitrat (NO3-), dan

senyawa-senyawa organik. Kebanyakan nitrogen tanah terdapat dalam senyawa organik; senyawa organik ini diubah secara lambat oleh mikroba menjadi NH4+,

kemudian mikroba yang lain mengubah NH4+ dengan cepat menjadi NO3-, yang

merupakan bentuk mineral utama N dalam tanah. NO3- dan NH4+ secara langsung

tersedia dalam tumbuhan. Tumbuhan juga dapat mengambil sejumlah kecil gas NH3

dan senyawa N organik terlarut seperti urea dan asam-asam amino. Nitrogen dalam bentuk senyawa organik yang lain tidak tersedia sampai senyawa organik ini diuraikan (Laegreid et al, 1999).

Nitrogen adalah komponen utama dari berbagai substansi penting di dalam tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen digunakan oleh


(25)

juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat, dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Memasuki tahap pertumbuhan generatif, kebutuhan nitrogen mulai berkurang. Tanpa suplai nitrogen yang cukup, pertumbuhan tanaman yang baik tidak akan terjadi (Novizan, 2005).

2.3.3. Siklus Nitrogen

Nitrogen dibutuhkan oleh seluruh organisme untuk sintesis protein, asam-asam nukleat, dan senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Molekul nitrogen (N2) terdapat

hampir 80% di atmosfer bumi. Untuk proses asimilasi oleh tumbuhan, nitrogen harus difiksasi yang diambil dan digabungkan menjadi senyawa-senyawa organik. Aktivitas dari beberapa mikroorganisme yang khusus sangat penting dalam mengubah nitrogen menjadi bentuk-bentuk yang berguna (Tortora, 2001).

Gambar 2.1. Bagan Siklus Nitrogen

Bagan siklus nitrogen terlihat pada gambar 2.1. Protein, asam nukleat, basa purin, pirimidin, dan asam amino (glukosamin dan galaktosamin) merupakan senyawa nitrogen oraganik yang berasal dari sisa tanaman atau hewan. Reaksi biokimia dalam siklus nitrogen meliputi :

a. Proteolisis

b. Amonifikasi (degradasi asam amino) c. Nitrifikasi


(26)

d. Reduksi nitrat menjadi ammonia e. Denitrifikasi

f. Fiksasi Nitrogen (Budiyanto, 2004)

Penguraian protein dengan mikroorganisme dimulai dengan hidrolisis protein secara enzimatik menjadi asam amino masing-masing; selanjutnya, asam amino yang dibebaskan dimetabolisme lebih lanjut. Selama jalannya metabolisme ini gugus amino dibebaskan sebagai amoniak.

R CHCOOH deaminase R C COOH + NH3

NH2 O

Asam amino Asam α-keto Ammonia

Karena tumbuhan dapat memanfaatkan ammonia yang dibebaskan ini sebagai sumber nitrogen, siklus ini dapat berhenti di sini karena menyangkut keseimbangan alam. Akan tetapi terdapat sejumlah besar bakteri autotrof yang memperoleh satu-satunya sumber energi dari oksidasi ammonia menjadi nitrit.

NH4+ + 2O2Nitrosomonas NO2- + 2H2O

Pada tingkat ini kelompok bakteri autotrof lainnya mengambil alih; bakteri ini memperoleh energinya dengan oksidasi nitrit menjadi nitrat. Akibatnya, bentuk nitrogen utama dalam tanah ialah nitrat, yang dapat juga digunakan oleh tanaman sebagai sumber nitrogen.

2NO2- + O2Nitrobacter 2NO3

-(Volk, 1984)

Nitrat oleh mikroorganisme dimanfaatkan untuk dua tujuan: 1. Seperti kebanyakan tumbuh-tumbuhan, banyak bakteri mampu mengolah nitrat sebagai sumber nitrogen untuk mensintesis komponen-komponen sel yang mengandung nitrogen. Reduksi nitrat secara asimilasi dapat berlangsung pada kondisi aerob. 2. Sebaliknya terjadi reduksi nitrat secara asimilasi atau “respirasi nitrat”; pada peristiwa ini nitrat bertindak sebagai akseptor hidrogen terminal pada kondisi anaerob. Pada kedua peristiwa ini pertama-tama nitrat direduksi menjadi nitrit oleh enzim yang mengandung molibden, yaitu nitrat reduktase. (Schlegel, 1999)


(27)

Spesies Pseudomonas merupakan kelompok bakteri yang paling penting dalam denitrifikasi tanah. Denitrifikasi terjadi pada tanah yang kekurangan air dimana ketersediaan oksigen sedikit. Ketiadaan oksigen sebagai akseptor elektron, bakteri pendenitrifikasi akan menggantikan nitrat untuk pupuk pertanian. Bakteri ini merubah sejumlah besar nitrat menjadi nitrogen yang masuk ke dalam atmosfer dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat berarti. Proses denitrifikasi dapat dituliskan sebagai berikut :

NO3- NO2- N2O N2

(Tortora, 2001)


(28)

2.4. Fiksasi Nitrogen Secara Biologis

Fiksasi nitrogen merupakan proses biokimia yang paling mendasar setelah fotosintesis. Proses ini merupakan reduksi nitrogen atmosfer menjadi ammonia. Fiksasi nitrogen dapat dilakukan oleh ganggang biru-hijau, beberapa mikroorganisme khususnya bakteri. Reaksi reduksi nitrogen adalah sebagai berikut:

N2 + 3H2 2NH3 ∆Go = -33,5 kJ mol-1

Reaksi di atas merupakan reaksi eksergonik. Karena N2 tidak reaktif, proses ini

secara industri dilakukan dengan menggunakan katalis, temperatur tinggi (600oC) dan tekanan (1000 atm). Proses biologi terjadi pada tekanan 1 atm dan suhu 25oC. Pada sistem bakteri, reaksi dikatalisis oleh enzim nitrogenase (Kuchel, 1998).

Fiksasi nitrogen dikatalisis oleh suatu kompleks enzim, yaitu sistem nitrogenase, yang aktivitasnya masih belum dipahami sepenuhnya. Karena sistem nitrogenase bersifat tidak stabil dan segera mengalami inaktivasi oleh oksigen atmosfer, enzim ini sulit untuk diisolasi dalam bentuk aktif dan dimurnikan. Produk fiksasi nitrogen stabil yang pertama dikenali adalah ammonia (NH3); jadi proses

keseluruhan dipandang terdiri dari reduksi satu molekul nitrogen (N2) menjadi dua

molekul ammonia (Lehninger, 1982).

2.4.1. Organisme Pengikat Nitrogen

Hanya beberapa spesies mikroorganisme dan tanaman yang dapat melakukan fiksasi nitrogen atmosfer. Beberapa bakteri yang hidup bebas, seperti sianobakteri atau ganggang hijau-biru, yang terdapat tidak hanya di dalam air tawar dan air asin, tetapi juga pada tanah dan jenis-jenis bakteri lainnya, seperti Azotobacter, mampu melakukan fiksasi nitrogen atmosfer. Produk penting pertama dari fiksasi nitrogen pada organisme ini adalah ammonia (NH3), yang dapat dipergunakan oleh bentuk

kehidupan lain, baik secara langsung atau setelah pengubahannya menjadi senyawa terlarut lainnya, seperti nitrit, nitrat, atau asam amino (Lehninger, 1982).


(29)

Fiksasi biologis nitrogen dilakukan baik oleh mikroorganisme nonsimbiotik yang dapat berdiri sendiri atau bakteri-bakteri tertentu yang hidup secara simbiosa dengan tanaman tingkat tinggi. Golongan yang pertama termasuklah organisme aerobik tanah (misalnya Azotobacter), organisme tanah anaerob (misalnya Clostridium

sp), bakteri fotosintetik (misalnya Rhodospirillum rubrum) dan ganggang (misalnya Myxophyceae). Sistem simbiotik terdiri atas bakteri (Rhizobia) yang hidup dalam

simbiosa dengan sejumlah Leguminoseae seperti kudzu, kacang polong dan kedelai. Leguminosa bukan satu-satunya tanaman yang dapat memfiksasi nitrogen secara simbiosis; lebih kurang 190 spesies semak dan pohon dapat memfiksasi nitrogen (Sulaiman, 1991).

Banyak bakteri yang tidak mampu mengikat nitrogen sendiri, tapi hidup bersimbiosa dengan tumbuhan tinggi. Ini terjadi, juga karena masalah energi. Ikatan serangkai tiga yang menghubungkan dua atom nitrogen dalam suatu molekul gas nitrogen, sulit diputuskan. Begitu besar biaya energi untuk menghasilkan ammonia secara kimia, sebegitu pula beban energi yang dipikul oleh bakteri pengikat nitrogen. Jika bakteri itu hidup bersama dengan tumbuhan hijau yang mengikat karbon, hasilnya adalah pertukaran bahan nutrisi yang saling menguntungkan. Tumbuhannya mendapat nitrogen yang telah difiksasi, sedangkan bakterinya menerima karbon yang telah terfiksasi pula, yang dipakai untuk menghasilkan energi (Marx, 1991).

2.4.2. Biokimia Nitrogenase

Semua spesies yang dapat mengikat nitrogen memiliki kompleks nitrogenase. Strukturnya, sama pada semua spesies yang telah diteliti sejauh ini, mengandung dua protein yang disebut nitrogenase dan nitrogenase reduktase. Dinitrogenase (240 kD), juga dikenal sebagai protein Fe-Mo, merupakan suatu α2β2-heterotetramer yang mengandung dua atom molybdenum (Mo) dan 30 atom besi. Protein ini mengkatalisis reaksi N2 + 8H+ + 8e- 2NH3 + H2. Dinitrogenase reduktase (60 kD) juga

dikenal sebagai protein Fe merupakan suatu dimer yang mengandung subunit yang identik (McKee, 2003).


(30)

Nitrogenase reduktase berberat molekul 60.000 dalton dan terdiri dari dua subunit protein yang identik. Cirinya berwarna coklat, karena mengandung untaian besi dan belerang. Dari namanya dapat diduga bahwa enzim itu mereduksi nitrogen, karena menambah lagi elektron yang dipakai untuk mereduksi N2. Nitrogenase

reduktase menerima elektron yang dipindahkan protein lain dan sifatnya bervariasi pada berbagai bakteri pengikat nitrogen. Reduksi N2 banyak menggunakan energi.

Ada 20 sampai 30 molekul adenosin trifosfat (ATP) yang diperlukan untuk menunjang reduksi satu molekul nitrogen menjadi ammonia. Lagi pula reaksi nitrogenase banyak menghasilkan residu, karena ia juga mereduksi ion hidrogen menjadi molekul hidrogen (H2) yang keluar berupa gas (Marx, 1991).

Nitrogenase dengan cepat dinonaktifkan oleh O2, jadi enzim ini harus

dilindungi dari oksigen yang reaktif ini. Sianobakteri memberikan perlindungan dengan cara mengikat nitrogen melalui sel-sel nonfotosintetik yang disebut heterocyst.

Pada bintil akar legume, perlindungan dapat dilakukan oleh sintesis leghemoglobin secara simbiosis. Bagian globin dari monomer oksigen ini akan mengikat protein yang disintesis oleh tumbuhan, dimana protein heme disintesis oleh

Rhizobium. Leghemoglobin memiliki afinitas O2 yang sangat tinggi menjaga

masuknya O2 cukup rendah untuk melindungi nitrogenase yang sedang melakukan

transport pasif O2 untuk bakteri aerobik (Voet, 1998).

2.4.3. Mekanisme Reduksi Nitrogen oleh Nitrogenase

Selama proses fiksasi nitrogen secara biologis, gas nitrogen (N2) direduksi menjadi

ammonia (NH3) oleh enzim nitrogenase. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Protein Fe (nitrogenase reduktase) menerima elektron dari feridoksin (NADPH) membentuk protein Fe tereduksi.


(31)

2. Protein Fe tereduksi bereaksi dengan 12 molekul MgATP membentuk suatu kompleks protein Fe tereduksi-MgATP (kompleks RFP-MA1

Protein Fe tereduksi + 12MgATP Kompleks RFP-MA

). Dalam hal ini ion Mg2+ akan mengaktifkan protein Fe.

3. Protein Fe-Mo (nitrogenase) bereaksi dengan satu molekul N2 membentuk

kompleks nitrogen nitrogenase (NNC2

Nitrogenase + N2 Kompleks nitrogen nitrogenase

Gambar 2.3. Struktur kofaktor Fe-Mo dalam nitrogenase

).

4. Dengan adanya ion Na+, kompleks RFP-MA akan mengikat kompleks nitrogen nitrogenase membentuk kompleks nitrogenase aktif. Elektron-elektron pada kompleks RFP-MA ditransfer ke dalam nitrogenase untuk mereduksi nitrogen. Selama proses transfer elektron ini, dua molekul ion H+ direduksi menjadi H2.

Kompleks RFP-MA + NNC Kompleks nitrogenase

2H+ H2

5. Nitrogenase tereduksi dalam kompleks nitrogenase menerima enam molekul ion H+ dari sitoplasma dan mereduksi N2 menjadi ammonia dengan menggunakan

enam elektron. Elektron-elektron yang ada pada atom Fe dari nitrogenase digunakan untuk tujuan ini. Reduksi nitrogen melalui tiga tahap:

i) Tahap pertama, nitrogen bereaksi dengan 2H+ menggunakan dua elektron menghasilkan diamida.

N≡N + 2H+ HN=NH

1

RFP-MA: Reduced Fe Protein-MgATP

2

NNC: Nitrogenase Nitrogen Complex

Kompleks RFP-MA 6e

-Kompleks nitrogen nitrogenase


(32)

ii) Tahap kedua, diamida bereaksi dengan 2H+ menggunakan dua elektron menghasilkan hidrazin.

HN=NH + 2H+ H2N-NH2

iii) Tahap ketiga, hidrazin bereaksi dengan 2H+ menggunakan dua elektron menghasilkan dua molekul ammonia.

H2N-NH2 + 2H+ 2NH3

6. Setelah reduksi N2 menjadi NH3, kompleks nitrogenase terurai menjadi protein

Fe, nitrogenase, Mg2+, dan ADP. Begitu juga dengan NH3 yang dihasilkan,

dilepaskan ke dalam sitoplasma. Dengan demikian enzim nitrogenase dapat mereduksi kembali molekul nitrogen yang lain (NIIR Board, 2004).

Reaksi reduksi nitrogen oleh nitrogenase menjadi ammonia dapat dituliskan sebagai berikut: N2 + 8H+ + 8e- + 16MgATP 2NH3 + H2 + 16MgADP + 16Pi.

2.5. Fiksasi Nitrogen Oleh Bakteri

Sejumlah mikroorganisme dapat menggunakan N2 dari udara sebagai sumber

nitrogennya. Perubahan dari nitrogen ini menjadi ammonia disebut fiksasi nitrogen. Dua kelompok mikroorganisme yang terlibat dalam proses fiksasi nitrogen adalah mikroorganisme non simbiotik (termasuk dalam kelompok ini adalah mikroorganisme yang hidup bebas di dalam tanah) dan mikroorganisme simbiotik (Budiyanto, 2004).

Penambat nitrogen hidup bebas yang paling penting terdapat di antara sianobakteri dan dalam bakteri yang diklasifikasikan dalam marga Azotobacter. Banyak bakteri lain seperti klostridia dan bakteri fotosintesis, juga mampu menambat nitrogen atmosfer (Volk, 1984).

Bakteri pengikat nitrogen yang terpenting, baik untuk pertanian maupun ekologi adalah yang berinteraksi dengan tumbuhan dengan cara simbiosa. Simbiosa ada yang berbentuk sederhana, ada pula yang kompleks. Bentuk interaksi sederhana terdapat pada bakteri Azospirillum yang hidup sekitar permukaan akar rumputan. Pada interaksi yang berbentuk kompleks, seperti interaksi antara bakteri genus Rhizobium


(33)

dan kacang-kacangan atau antara bakteri Frankia dengan berbagai jenis tumbuhan pohon dan semak, seperti alder (Marx, 1991).

Tabel 2.1 Kontribusi nitrogen beberapa tanaman legume berbintil No Sistem Fiksasi N2 Total kontribusi nitrogen (q/ha)

1 Legume tanaman hijau:

Sesbania acuelata - Rhizobium 70-120

Leucaena leucocephala - Rhizobium 500-600

Kacang-kacangan - Rhizobium 60-210

Tanaman makanan ternak - Rhizobium 100-300 2 Legume tanaman biji-bijian:

Lablab purpureus - Rhizobium 240

Glycine jawanica - Rhizobium 210

3 Non legume:

Casuarina equisitifolia - Frankia 100

Alnus – Frankia 30-300

4 Tanaman lain:

Azolla – Anabaena 25-190

Rumput-rumputan - Azospirillium 15-100 Sumber: Ghai dan Thomas (1989)

2.5.1. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri yang Hidup Bebas

Bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen molekular dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan anaerob. Bakteri aerob obligat termasuk dalam genus-genus Azotobacter, Beijerinckia,

Derxia, Archromobacter, Mycobacterium, Arthrobacter dan Bacillus. Bakteri anerob

fakultatif antara lain termasuk dalam genus-genus Aerobacter, Klebsiella dan

Pseudomonas. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang anaerob diwakili oleh genus-genus Clostridium, Chlorobium, Chromatium, Rhodomicrobium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Desulfovibrio dan Methanobacterium. Pada beberapa dari

genus-genus ini, fiksasi nitrogen terjadi secara fotoautotrof yang ditunjukkan oleh adanya pigmen fotosintetik dalam sel-sel mereka seperti misalnya pada genus

Rhodopseudomonas yang cukup dikenal. Sedangkan genus Desulfovibrio memfiksasi

nitrogen dalam proses mereduksi sulfat (Rao, 1994)

Kebanyakan bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas mampu mengikat sejumlah besar nitrogen di bawah kondisi laboratorium. Bagaimanapun, di dalam


(34)

tanah biasanya terdapat kekurangan karbohidrat yang dapat dipakai sebagai persediaan energi yang dibutuhkan untuk reduksi nitrogen menjadi ammonia, yang kemudian menjadi protein. Oleh karena itu, bakteri pengikat nitrogen ini memiliki peranan yang penting dalam penyediaan nitrogen di tempat-tempat seperti padang rumput, hutan, dan daerah tundra (Tortora, 2001).

2.5.2. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri Simbiotik

Bakteri-bakteri simbiotik ini memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan tanaman untuk menghasilkan buah. Anggota dari genus-genus Rhizobium,

Bradyrhizobium, dan genus-genus lainnya yang menginfeksi akar tanaman leguminosa

seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang polong, kacang hijau, alfalfa, dan semanggi. Rhizobia khususnya beradaptasi dalam spesies tanaman leguminosa membentuk bintil-bintil akar. Nitrogen difiksasi melalui proses simbiosis antara tumbuhan dan bakteri. Tumbuhan melengkapi kondisi anaerob dan nutrisi pertumbuhan untuk bakteri, dan bakteri mengikat nitrogen untuk sintesis protein tumbuhan (Tortora, 2001)

Interaksi antara Rhizobium dan tanaman bersifat spesifik. Ini berarti bahwa Rhizobium yang efektif untuk satu tanaman leguminosa tertentu belumlah tentu efektif untuk tanaman leguminosa yang lainnya. Inokulasi dengan menggunakan Rhizobium sebelum biji ditanam sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan tidak semua lahan pertanian mengandung bakteri yang tepat untuk simbiosis yang optimum antara Rhizobium dengan tanaman leguminosa tersebut. Di pasaran galur bakteri yang terpilih disimpan dalam humus yang lembab. Bahan ini kemudian diperciki air sebelum menanam biji tanaman (Budiyanto, 2004).

Penambat nitrogen simbiotik agaknya jauh lebih penting daripada penambat nitrogen yang hidup bebas dalam keseluruhan penambatan nitrogen di seluruh dunia. Jadi, tanah yang miskin nitrogen dapat diisi kembali dengan ammonia dan nitrat untuk pertumbuhan tanaman dengan penanaman leguminosa, seperti alfalfa, selama 1 tahun. Inilah sebabnya mengapa para petani menggilir tanamannya dari tanaman yang


(35)

nitrogen (seperti kedelai atau alfalfa). Diperkirakan bahwa satu akre alfalfa mungkin menambat 400 pon nitrogen dalam satu musim (Volk, 1984).

Ada contoh yang sama dari fiksasi nitrogen simbiotik pada tanaman-tanaman nonlegume, seperti pohon alder. Pohon alder diinfeksi secara simbiosis dengan suatu actinomycete (Frankia) dan membentuk bintil-bintil akar pengikat nitrogen. Sekitar 50 kg nitrogen dapat difiksasi setiap tahun oleh 1 akre pohon alder; sehingga pohon ini memiliki nilai tambah untuk ekonomi hutan (Tortora, 2001).

2.6. Bakteri

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Mereka tersebar luas di lingkungan sekitar kita. Mereka dijumpai di udara, air dan tanah, dalam usus binatang, pada lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh atau tumbuhan.

Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa di antaranya hanya memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer). Sel berisi massa sitoplasma dan beberapa bahan inti. Sel dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding sel ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Kapsula terdiri atas campuran polisakarida dan polipeptida (Gaman, 1981).

2.6.1. Rhizobium dan Perbintilan Akar

Rhizobium adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5–0,9 µm x 1,2–3 µm. Bakteri ini termasuk dalam family Rhizobiacecae. Bakteri ini banyak terdapat di dalam daerah perakaran (rhizosfer) tanaman legume dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus. Hubungan antara Rhizobium dengan tanaman inangnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok inokulasi. Dalam hubungan simbiotik tersebut Rhizobium terbentuk struktur khusus pada tanaman yang disebut bintil akar (Yuwono, 2006).


(36)

Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bintil akar berfungsi mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang diperlukan tanaman. Pigmen merah leghemoglobin yang berperan dalam mengambil N di atmosfer. Pigmen ini dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif, semakin banyak jumlah pigmen, semakin besar nitrogen yang diikat. Rhizobium mampu menghasilkan hormon pertumbuhan berupa IAA dan giberellin yang dapat memacu pertumbuhan rambut akar, percabangan akar yang memperluas jangkauan akar. Akhirnya, tanaman berpeluang besar menyerap hara lebih banyak yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Legum berbintil menyumbang cukup banyak dalam hal jumlah nitrogen terfiksasi ke dalam biosfer. Misalnya, semanggi (Trifolium sp.) memfiksasi sekitar 130 kg/ha dan cowpea (Vigna sp.) sekitar 62–128 kg/ha. Tumbuhan legume diklasifikasikan menjadi 3 subfamili besar dari famili Leguminoseae-Ceasalpinoideae, Mimosoideae dan Papilionoideae. Terdapat sekitar 700 genus dan 14.000 spesies tumbuhan legume dan di antaranya 500 genus dan sekitar 10.000 spesies termasuk subfamili Papilionoideae. Tidak semua legume memiliki bintil dalam sistem perakarannya dan diketahui pula bahwa beberapa bentuk pohon tidak memiliki bintil akar sama sekali. Hampir 10-12% Legumminoseae telah diperiksa hingga saat ini mengenai bintil akarnya; dari jumlah itu diketahui bahwa 10% dari Mimosoideae, 65% dari Ceasalpinoideae dan 6% dari Papilionoideae tidak memiliki bintil akar (Rao, 1994).

2.6.2. Klasifikasi Rhizobium

Beijerinck merupakan orang pertama yang memisahkan dan mengkultur suatu mikroorganisme dari bintil legume tahun 1888. Dinamakannya mikroorganisme


(37)

Bakteriologi Determinatif ditempatkan di bawah genus Rhizobium. Genus Rhizobium

pernah dimasukkan dalam Manual Bergey mengenai Bakteriologi Determinatif ke dalam bermacam-macam famili seperti Azetobacteriaceae, Mycobacteriaceae, Myxobacteriaceae dan Pseudomonadaceae.

Spesiasi Rhizobium berdasarkan konsep Linnaeus terbukti sulit sekali dan karenanya, pengelompokan inokulasi-silang berdasarkan studi klasik oleh Fred, Baldwin dan McCoy-lah yang umumunya diikuti. Prinsip pengelompokan inokulasi-silang didasarkan pada kemampuan suatu isolat Rhizobium untuk membentuk bintil pada genus-genus yang terbatas dari spesies legume yang satu sama lain berkerabat. Semua Rhizobium yang dapat membentuk bintil dalam perakaran tipe legume tertentu secara kolektif dimasukkan dalam satu spesies. Berdasarkan pola ini, umumnya dikenal tujuh spesies (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Kelompok inokulasi silang Rhizobium

Rhizobium sp. Kelompok Inokulasi Silang Tipe Legum

R. leguminosarum Kelompok ercis Pisum, Vicia, Lens

R. phaseoli Kelompok kacang Phaseolus

R. trifolii Kelompok semanggi Trifolium

R. meliloti Kelompok alfalfa Melilotus, Medicago,

Trigonella

R. lupine Kelompok lupine Lupinus, Orinthopus

R. japonicum Kelompok kedelai Glycine

R. sp. Kelompok cowpea Vigna, Arachis

(Rao, 1994)

2.6.3. Teknik Kultivasi dan Perbanyakan Rhizobium/Bradyrhizobium

Rhizobium pada umumnya dipelihara dengan menumbuhkannya dalam medium padat Yeast Extract Mannitol Agar (YEMA). Untuk menjaga kemampuan fisiologisnya agar

tidak mengalami penurunan, maka Rhizobium harus diremajakan (disub-kultur) secara berkala. Kultur yang dipelihara inilah yang digunakan sebagai “kultur induk” yang digunakan sebagai inokulum untuk perbanyakan Rhizobium yang akan diformulasi sebagai pupuk hayati. Komposisi medium YEMA yang umum digunakan untuk pemeliharaan Rhizobium adalah sebagai berikut:


(38)

Tabel 2.3 Komposisi Medium YEMA (Sumber: Rao, 1982)

Komponen Berat/volume

K2HPO4 0,5 g

MgSO4 0,2 g

NaCl 0,1 g

Mannitol *) 10,0 g

Yeast extract 1,0 g

Akuades 1000 ml

Agar 20 g

*) Mannitol dapat diganti dengan sukrosa atau glukosa

Selain medium dengan komposisi seperti di atas, beberapa peneliti atau produsen inokulan Rhizobium menggunakan medium dengan komposisi yang bervariasi.

Perbanyakan Rhizobium dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dalam medium cair dalam skala volume yang disesuaikan dengan kapasitas produksi inokulan. Perbanyakan dilakukan dengan menggunakan fermentor besar dengan ragam alat pengaturan, misalnya pH, oksigen terlarut, suhu, dan penggojok. Selain itu, perbanyakan juga dapat dilakukan dengan menggunakan fermentor yang lebih sederhana yaitu menggunakan tabung Erlenmeyer meskipun tanpa peralatan pengaturan khusus.

Kultur cair Rhizobium yang sudah dibuat selanjutnya dicampur dengan bahan pembawa. Beberapa bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi inokulan rhizobia antara lain gambut, lignite, arang, vermiculite, zeolite dan lain-lain. Di antara beberapa bahan pembawa itu, gambut adalah bahan pembawa yang paling banyak digunakan untuk produksi inokulan rhizobia karena berkarakteristik ideal (Yuwono, 2006).

2.7. Kacang Hijau

Kacang hijau mempunyai nama lain mungo, mungbean, green–grain, golden grown. Kacang hijau tumbuh di daerah tropika dan subtropika pada suhu 30-35oC. Tanaman ini tergolong tahan terhadap kekeringan dan berhari netral atau berhari pendek dan


(39)

diduga berasal dari India. Kacang hijau peka terhadap frust, terendam, dan salinitas tinggi walaupun ada kultivar yang dilaporkan tahan basa dan salin (Mugnisyah, 1995).

2.7.1. Sistematika Tanaman Kacang Hijau

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Ordo : Fabales

Famili

Genus

Spesies : Phaseolus radiatus L

Gambar 2.4. Kacang Hijau (www.plantamor.com)

2.7.2. Kandungan Gizi Kacang Hijau

Kacang hijau mempunyai nilai gizi yang cukup baik mengandung vitamin B1 cukup tinggi (150-400 i.u) dan vitamin A (9 i.u). Kacang hijau yang sudah menjadi kecambah mengandung vitamin E (tokoferol) yang penting sebagai antioksidan.

Kandungan protein kacang hijau mencapai 24% dengan kandungan asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Mengandung karbohidrat 58%. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa 28,8%, dan amilopektin 71,2%. Kacang hijau merupakan sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya tersusun dari 73% asam lemak tak jenuh dan 27% asam lemak jenuh (www.indobiogen.or.id).

2.7.3. Manfaat Kacang Hijau

Kacang hijau mengandung protein tinggi, sebanyak 24%. Dalam menu masyarakat sehari-hari, kacang-kacangan adalah alternatif sumber protein nabati terbaik. Secara


(40)

tradisi, ibu-ibu hamil sering dianjurkan mengkonsumsi kacang hijau agar bayi yang dilahirkan mempunyai rambut lebat. Pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk sel rambut memerlukan gizi yang baik terutama protein dan karena kacang hijau kaya akan protein, maka keinginan untuk mempunyai bayi berambut tebal akan terwujud.

Kandungan kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Kacang hijau juga mengandung rendah lemak yang sangat baik bagi mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik.

Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berguna untuk pertumbuhan. Awalnya vitamin B1 dikenal sebagai anti beri-beri, selanjutnya dibuktikan bahwa vitamin B1 juga bermanfaat untuk membantu proses pertumbuhan. Defisiensi vitamin B1 dapat mengganggu proses pencernaan makanan dan selanjutnya dapat berdampak buruk bagi pertumbuhan. Dengan meningkatkan asupan bahan makanan yang banyak mengandung vitamin B1, seperti kacang hijau, hambatan pada pertumbuhan tubuh dapat diperbaiki.


(41)

2.8. Pemanfaatan Inokulan Rhizobium di India

Peningkatan produksi dari berbagai tanaman dengan pemberian inokulan Rhizobium di beberapa daerah di India dengan kondisi agro-klimatik yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut ini (Dubey, 2006):

Tabel 2.4 Peningkatan Produksi Tanaman di India dengan Pemberian Pupuk Bio

Tanaman Lokasi

Respon tanaman* (%peningkatan dibandingkan kontrol yang tidak diinokulasi)

Hasil Panen (%peningkatan dibandingkan kontrol, pH tanah

7,3)**

Tanaman %Peningkatan (q/ha) C

Arhar (Cajanus

cajan)

Hisar, Haryana 5-25

Gandum UI-20,75

RI-24,15 16,4 Pantnagar, U.P. 2-25

S.K. Nagar,

Gujarat 9-21

Sehore, M.P. 13-29 Rehari

(Maharastra) 3-40

Chickpea (Cicer

aritinium)

Varanasi, U.P. 4-19

Padi UI-25,15

RI-24,15 7,9 Dholi, Bihar 25-40

Delhi 18-28

Hisar 24-43

Dohad, Gujarat 33-67

Sehore 20-41

Maharastra 8-12

Lentil (Lens

culinaris)

Pantnagar, U.P. 4-26

Padi UI-22,57

RI-25,55 13,2 Ludhiana, Punjab Tidak ada

respon Kacang

Urd (Vigna

munga)

Pudukkotti, T.N. 4-21

Gandum UI-20,75

RI-21,25 2,4 Dholi, Bihar 11-29

Pantnagar 17-21

*Rewari (1984, 1985); **Subba Rao dan Tilak (1977); UI, Uninoculated control; RI, Inoculated with Rhizobium culture; C, control.


(42)

2.9. Produk Inokulan Mikroba

Beberapa jenis inokulan mikroba yang telah diproduksi secara komersial beberapa negara di dunia seperti India, Belgia, Prancis, Australia dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Dubey, 2006):

Tabel 2.5 Produk Inokulan Mikroba di India

No Perusahaan Produk

1 Bacfil Rhizoteeka

2 Microbes India Rhizoteeka

3 Rallis India Rhizoteeka

4 Indian Organic Chemicals Ltd Nodin, Natrin

Tabel 2.6 Produk Inokulan Mikroba di Luar India

No Perusahaan Produk

1 Union Chemique S.A., Belgia Nodosit

2 Phyluxia Allami, Hungaria Rhizonit

3 Laboratorie de Microbiologie, Prancis N-germ 4 Root Nodue Pvt. Ltd, Australia Nitrogerm 5 Agricultural Laboratories, Austria Nodulud 6 Radicin Institute, Jerman Radicin Impfsfoff 7 Abbot Laboratories, U.S.A. dan Institute for

Mycorrhizal Research and Development, U.S.D.A., Athena

Myco Rhiz


(43)

BAB 3

BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN

3.1. Bahan-Bahan

1. Bintil akar putri malu

2. Media Yeast Extract Manitol Agar (YEMA) 3. Media Yeast Manitol Broth (YMB)

4. Dolomit 5. Akuades 6. Larutan Klorok

7. Congo red p.a. (E. Merck)

8. Kristal Violet p.a. (E. Merck)

9. Iodine p.a. (E. Merck)

10. Aseton Alkohol

11. Safranin p.a. (E. Merck)

12. Alkohol 70% Teknis

3.2. Alat-Alat

1. Cawan Petri Pyrex

2. Tabung Reaksi Pyrex

3. Pipet Volume Pyrex

4. Gelas Ukur Pyrex


(44)

6. Gelas Erlenmeyer Pyrex

7. Oven Memmert

8. Autoklaf Webeco

9. Inkubator Gallenkamp

10. Mikroskop Prior England

11. Neraca Analitis Mettler Toledo

12. Shaker Eberbach

13. Jarum Ose 14. Spatula 15. Pipet tetes 16. Magnetic stirrer 17. Aluminium Foil

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan YEMA (Yeast Extract Manitol Agar)

Ditimbang 0,2 gram Yeast Extract, 2 gram Manitol, 0,1 gram K2HPO4, 0,04 gram

MgSO4, 0,1 gram NaCl, dan 7,8 gram PDA. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas

beaker. Lalu ditambahkan 200 mL akuades, kemudian diaduk hingga rata. Lalu dipanaskan sampai mendidih. Ditambah 0,25 gram congo red yang diencerkan dengan 100 mL akuades, lalu ditambahkan ke dalam media YEMA yang telah homogen hingga berwarna merah. Dibagi ke dalam 20 tabung reaksi. Diautoklaf pada tekanan 15 psi dengan suhu 121oC selama 1 jam.

3.3.2. Pembuatan YMB (Yeast Manitol Broth)

Ditimbang 0,1 gram Yeast Extract, 1 gram Manitol, 0,05 gram K2HPO4, 0,02 gram

MgSO4 dan 0,01 gram NaCl. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas beaker. Lalu

ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk hingga rata. Lalu dipanaskan sampai mendidih. Diautoklaf pada tekanan 15 psi dengan suhu 121oC selama 1 jam.


(45)

3.3.3. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan adalah Rhizobium hasil isolasi dari bintil akar putri malu (Lampiran A gambar 1), yang diambil dari FMIPA USU. Pengambilan sampel dilakukan dengan mencabut putri malu yang akarnya berbintil lalu bintilnya dikumpulkan. Kemudian dibawa ke Laboratorium Biokimia FMIPA USU.

3.3.4. Isolasi Bakteri Rhizobium dari Bintil Akar

Sampel yang telah dibawa ke Laboratorium, kemudian diproses. Bintil akar dipilih dari tanaman putri malu yang tersedia kemudian bintil akar tersebut dicuci dengan merendamnya ke dalam tabung reaksi yang berisi akuades kemudian disaring. Lalu bintil akar tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi. Dilanjutkan dengan disemprot dengan menggunakan alkohol 70%. Lalu disemprot kembali dengan larutan klorok dan dibilas dengan akuades. Kemudian bintil akar yang telah steril digerus menggunakan gelas objek sambil ditambahkan akuades. Lalu bintil akar yang steril tersebut digiling.

3.3.4.1. Isolasi Bakteri Rhizobium pada Media Selektif dengan Penambahan

Congo Red

Satu ose dari suspense bintil akar putri malu yang sudah disiapkan sebelumnya diambil, kemudian digoreskan pada media YEMA + Congo Red (Lampiran A,

gambar 2). Lalu kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari. Pertumbuhan

Rhizobium diamati dengan memperhatikan bentuk dan warnanya. Pada umumnya

koloni berwarna putih transparan, mukoid dan sedikit berlendir. Rhizobium yang diperoleh disimpan dalam lemari es pada suhu 4oC. Bakteri yang diperoleh ditumbuhkan kembali pada medium YEMA (Lampiran A gambar 3) dengan menggunakan metode gores sinambung, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari. Tujuannya yaitu untuk memperoleh biakan murni dari bakteri Rhizobium.


(46)

3.3.4.2. Identifikasi Bakteri Rhizobium

Plat kaca atau gelas objek disterilkan dengan alkohol 70%. Satu ose biakan media diambil (Lampiran A gambar 4). Kemudian diletakkan di atas plat kaca ditetesi akuades sebanyak 2 tetes lalu didiamkan sampai kering. Plat kaca kemudian ditetesi dengan larutan kristal violet dan didiamkan selama 30 detik, lalu dicuci dengan akuades. Plat kaca ditetesi kembali dengan larutan iodine dan didiamkan selama 30 detik, lalu dicuci dengan akuades. Kemudian ditetesi dengan larutan aseton alkohol dan didiamkan selama 30 detik, dicuci dengan akuades. Plat kaca ditetesi kembali dengan larutan safranin dan didiamkan selama 30 detik, dan dicuci dengan akuades, dibiarkan mengering lalu diamati dibawah mikroskop.

3.3.5. Pembuatan Starter Kultur

Biakan Rhizobium yang ditumbuhkan kembali pada YEMA kemudian diambil 1-2 ose dan dicampur dengan 100 mL Yeast Manitol Broth (YMB) dalam gelas Erlenmeyer (Lampiran A gambar 5), lalu dikocok dengan menggunakan shaker pada temperatur kamar hingga diperoleh starter kultur.

3.3.6. Pencampuran Starter dengan Medium Pembawa (Carrier)

Dolomit sebagai medium pembawa ditimbang sebanyak 140 gram lalu disterilkan. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC pada tekanan 15 psi selama 60 menit. Medium yang sudah disterilisasi dibagi wadah plastik dengan pembagian sebagai berikut : 1. Wadah I : 5 g dolomit ditambahkan dengan 35 mL Starter (1:7)

2. Wadah II : 5 g dolomit ditambahkan dengan 40 mL Starter (1:8) 3. Wadah III : 5 g dolomit ditambahkan dengan 45 mL Starter (1:9) 4. Wadah IV : 5 g dolomit ditambahkan dengan 50 mL Starter (1:10)

Masing-masing wadah kemudian dibolak balik sehingga antara starter dengan media tercampur secara homogen lalu diinokulasikan dan disimpan selama 5 minggu pada temperature di bawah 20oC (Lampiran A gambar 6).


(47)

3.3.7. Pengujian Jumlah Sel dari Medium Pembawa (Carrier)

Masing-masing wadah dengan perbandingan antara dolomit dengan starter kultur 1:7, 1:8, 1:9, 1:10 ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan dalam masing-masing 5 tabung reaksi yang berbeda, kemudian ditambahkan dengan 10 mL akuades steril. Dikocok sampai homogen dengan menggunakan vorteks lalu didiamkan selama 1 menit atau sampai partikel tanah mengendap. Sebanyak 1 mL diambil dengan menggunakan pipet volume kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu di vorteks (pengenceran 10-2). Hal yang sama dilakukan sampai pengenceran 10-9. Suspensi diambil sebanyak 0,25 mL dan disebarkan pada medium YEMA + congo red dalam cawan petri dengan menggunakan cawan sebar. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC 2 hari. Isolasi Rhizobium dari media pembawa dilakukan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5 hingga diperoleh pupuk Rhizobium.

3.3.8. Pengujian Lapangan

Pupuk Rhizobium yang diperoleh kemudian diaplikasikan dalam bentuk tabur kedalam masing-masing pot tanaman kacang hijau. Kemudian diamati pertumbuhan tanaman kacang hijau sampai dihasilkan buah.


(48)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Isolasi Bakteri Rhizobium

dicuci dengan akuades

dibiarkan 1 menit

disaring

dimasukkan kedalam tabung reaksi disemprot dengan alkohol 70% disemprot dengan larutan klorok dibilas dengan akuades

digiling dengan menggunakan alu dan lumpang ditambah 1 mL akuades steril

diinokulasi 1 ose pada media YEMA + congo red diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 hari

dilihat bentuknya

diamati warnanya

dipisahkan dengan jarum ose

disimpan dalam lemari es pada suhu 4oC selama 2 hari diuji mikroskop

dikembangbiakkan kembali untuk mendapatkan biakan murni pada medium YEMA dengan menggunakan metode gores sinambung

diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari

Bintil akar tanaman putri malu

Bintil akar tanaman putri malu

Bintil akar tanaman putri malu

Suspensi bintil akar tanaman putri malu

Koloni berwarna putih

(Rhizobium)

Koloni berwarna merah

(Agrobacterium)

Campuran Koloni Rhizobium dan Agrobacterium


(49)

3.4.2. Pembuatan Perbandingan Biakan Murni Rhizobium dan Media Pembawa (Carrier)

diambil 1-2 ose isolat Rhizobium ditimbang dolomit sebanyak 140 gram

diinokulasikan kedalam media disterilkan di dalam autoklaf Yeast Manitol Broth (YMB) pada suhu 121oC dan

tekanan 15 psi selama 1 jam Dikocok dengan shaker

pada temperatur kamar

diukur volume dengan variasi 35,

40, 45, dan 50 mL

dicampurkan starter kultur dengan dolomit

dimasukkan ke dalam 4 wadah plastik yang berbeda dengan perbandingan 1:7, 1:8, 1:9, 1:10

diinokulasikan selama 5 minggu pada temperatur di bawah 20oC

Biakan murni Rhizobium Starter kultur Dolomit Wadah IV 5 gram dolomit + 50

mL starter Wadah III

5 gram dolomit + 45

mL starter Wadah II

5 gram dolomit + 40

mL starter Wadah I

5 gram dolomit + 35

mL starter

Rhizobium dalam serbukdolomit


(50)

3.4.3. Perhitungan Jumlah Sel Pada Pembawa (Carrier) Metode Lay, (1994)

ditimbang sebanyak 1 gram

dimasukkan kedalam masing-masing 5 tabung reaksi

ditambahkan 10 mL akuades steril dihomogenkan dengan vorteks didiamkan selama 1 menit

dipipet sebanyak 1 mL

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dihomogenkan dengan vorteks

diambil sebanyak 0,25 mL

disebarkan pada media YEMA+congo red dalam cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari

dihitung jumlah sel pada pembawa (carier) dari minggu ke-1 sampai minggu ke-5

Rhizobium dalam serbuk dolomit

Filtrat Rhizobium Endapanserbuk

Suspensi Rhizobium Filtrat


(51)

3.4.4. Pengaplikasian Pupuk Rhizobium Terhadap Tanaman Kacang Hijau

3.4.4.1. Tanaman Kacang Hijau Tanpa Penambahan Pupuk Rhizobium

diambil 2 – 3 biji kacang hijau

dimasukkan ke dalam polybag yang telah diisi tanah dan dolomit yang telah dihomogenkan

diamati pertumbuhan tanaman kacang hijau sampai dihasilkan buah

dicatat hasil pengamatan

3.4.4.2. Tanaman Kacang Hijau Dengan Penambahan Pupuk Rhizobium

diambil 2 – 3 biji kacang hijau

dimasukkan ke dalam polybag yang telah diisi tanah

ditambahkan dengan pupuk Rhizobium dengan variasi perbandingan 1:7, 1:8, 1:9, 1:10

diamati pertumbuhan tanaman kacang hijau sampai dihasilkan buah

dicatat hasil pengamatan

Biji Kacang Hijau

Tanaman Kacang Hijau

Hasil

Tanaman Kacang Hijau

Hasil Biji Kacang Hijau


(52)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian pupuk mikroba dan pengaplikasian pada tanaman kacang hijau yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa produksi buah kacang hijau dengan penambahan starter kultur 1:9 memperlihatkan hasil yang paling baik dibandingkan dengan perbandingan starter kultur yang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.1. dan tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.1. Data Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Rhizobium

Sampel Pengenceran Minggu (koloni)

I II III IV V

1:7 109 300 335 385 435 467

1:8 109 314 347 403 458 482

1:9 109 328 372 420 485 509

1:10 109 291 320 359 406 443

Tabel 4.2. Data Pengamatan Produksi Kacang Hijau Perlakuan Polybag (g) Rata-rata (g)

I II III

Blanko 19,1655 20,5445 22,5306 20,7469 1:7 24,2687 26,0222 27,2810 25,8573 1:8 29,4250 28,3765 29,3228 32,3948 1:9 40,3831 37,1520 36,7736 38,1029 1:10 27,8555 30,3362 31,4840 29,8919

4.1.1. Perhitungan Jumlah Sel Rhizobium

V df a ml


(53)

CFU : Colony Forming Unit

a : Rata-rata jumlah koloni per cawan petri

df : Faktor pnegenceran

V : Volume suspensi biakan yang disebarkan

Perbandingan 1:7 Minggu I

1 9 9 10 1200 25 , 0 10 300 × = ×

= selmL

mL sel CFU

(Data perhitungan jumlah sel bakteri selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B)

4.1.2. Perhitungan %Penambahan Produksi Kacang Hijau

% Penambahan Produksi Kacang Hijau = − ×100% b b p m m m

mp : massa perlakuan

mb : massa blanko

Perbandingan 1:7

% Penambahan Produksi Kacang Hijau = 100% 24,63% 7469 , 20 7469 , 20 8573 , 25 = × −

(Data perhitungan %penambahan produksi kacang hijau selengkapnya dapat dilihat

pada Lampiran C)

4.1.3. Perhitungan Aktivitas Air (Aw)

n1 : jumlah mol dolomit. n2 : jumlah mol air. Perbandingan 1:7 9862 , 0 9457 , 1 0272 , 0 9457 , 1 = + = w A

(Data Perhitungan Aw selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D)

2 1 2 n n n Aw + =


(54)

4.2. Pembahasan

Menurut Quality Standards and Control of Biofertilizers, kualitas pupuk hayati ditentukan oleh beberapa faktor di antaranya adalah jumlah populasi mikroba yang terdapat dalam bahan pembawa (carrier), keefektifan mikroba, bahan pembawa, dan masa penyimpanan pupuk hayati tersebut.

Jumlah populasi mikroba yang terdapat dalam bahan pembawa pada waktu produksi dan saat penyimpanan sangat penting karena akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Rao, jumlah populasi mikroba yang memenuhi persyaratan pupuk hayati adalah 108-109 sel/gram carrier. Jumlah tersebut harus dipenuhi agar mikroba dapat secara efektif mengikat nitrogen bebas dari udara. Menurut Sunarlim et al (1993), nitrogen yang dapat difiksasi oleh mikroba ini dapat memenuhi 45,4% dari keseluruhan kebutuhan nitrogen (N) yang dibutuhkan tanaman. Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa jumlah populasi mikroba memenuhi syarat di atas.

Bahan pembawa yang digunakan dalam pupuk hayati ini harus dapat memberikan lingkungan hidup yang baik bagi mikroba baik itu selama proses produksi maupun saat penyimpanan sebelum inokulan tersebut digunakan. Dalam penelitian ini bahan pembawa yang digunakan adalah dolomit. Dolomit digunakan sebagai bahan pembawa karena mempunyai kemampuan menahan air (Aw) yang tinggi dan tidak bersifat toksik bagi mikroba. Aktivitas air (Aw) merupakan faktor yang penting dalam kelangsungan hidup mikroba sehingga keberadaan air dalam

carrier sangat penting. Kebanyakan bakteri nonhalofilik mempunyai tingkat

pertumbuhan maksimum pada kisaran nilai Aw 0,980-0,997. Dari hasil penelitian

didapat harga Aw sebesar 0,9862 (1:7); 0,9879 (1:8); 0,9892 (1:9); 0,9903 (1:10).

Aktivitas air diperlukan untuk mengendalikan perubahan-perubahan yang bersifat kimiawi, fisik, maupun mikrobiologik pada saat produksi dan penyimpanan.

Salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk hayati adalah jumlah populasi mikroba yang terdapat dalam carrier. Jumlah mikroba tersebut dapat berkurang


(55)

suhu rendah umumnya lebih cocok untuk ketahanan hidup mikroba dari pada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun. Dengan mempertahankan kelembaban, kematian mikroba dapat dikurangi. Selain peka terhadap suhu tinggi mikroba juga peka terhadap sinar matahari langsung. Pada penggunaan inokulan bakteri Rhizobium, harus dilakukan pada tempat yang teduh karena bakteri tersebut tidak tahan terhadap sinar matahari langsung. Biasanya penyimpanan dilakukan pada suhu di bawah 20oC dalam kantong polikelonium, dengan masa simpan selama enam bulan.

Dari hasil pengaplikasian pupuk hayati di lapangan terhadap tanaman kacang hijau dapat dilihat bahwa produksi buah kacang hijau kontrol dan produksi buah kacang hijau dengan penambahan pupuk hayati terdapat perbedaan yang signifikan yaitu besarnya persen penambahan produksi buah antara tanaman kontrol dengan tanaman perlakuan, yaitu sebesar 24,63% (1:7); 56,14% (1:8); 83,65% (1:9); 44,08% (1:10). Penambahan produksi buah ini menunjukkan bahwa pupuk hayati efektif dalam memenuhi kebutuhan unsur nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman kacang hijau.

Nitrogen dalam bentuk N2 merupakan senyawa inert (tidak reaktif) karena

adanya ikatan rangkap tiga yang sulit untuk diputuskan. Dengan bantuan katalis berupa enzim nitrogenase maka nitrogen yang bersifat inert tadi dapat menjadi reaktif. Molibdenum dalam enzim nitrogenase membantu dalam fiksasi nitrogen dengan jalan menjadikan N2 yang tidak reaktif menjadi bentuk Mo(RS)7N=N- yang reaktif.

Dengan bantuan Fe3+ sebagai sebagai penyedia elektron melalui reaksi reduksinya menjadi Fe2+ akan membantu dalam pelepasan satu ligan sistein pada atom pusat Mo4+ sehingga reaksi molibdenum dengan N2 dapat terjadi. Bentuk Mo(RS)7N=N-

merupakan prekursor untuk pembentukan NH3 sebagai bahan dasar pembentukan

asam-asam amino pembentuk protein.

Selain itu nitrogen ini juga dibutuhkan untuk membentuk senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat dan enzim. Senyawa-senyawa ini dibutuhkan dalam jumlah relatif besar untuk pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Klorofil yang terdapat pada daun berperan dalam kegiatan fotosintesis tanaman,


(56)

sehingga apabila sintesis klorofil pada daun bertambah maka akan memungkinkan bagi tanaman melakukan proses fotosintesis semakin besar pula. Dengan demikian produksi buah pada tanaman akan bertambah.

Penambahan produksi buah maksimum terdapat pada perlakuan 1:9. Pada perlakuan 1:9 ini jumlah total sel bakteri yang terdapat dalam carrier adalah 2036 × 109 sel/gram carrier dan merupakan jumlah bakteri yang terbanyak dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat hubungan antara jumlah sel bakteri berbanding lurus dengan penambahan produksi buah. Yang berarti bahwa semakin banyak jumlah sel bakteri maka penambahan produksi buah akan semakin besar.


(57)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Biakan murni Rhizobium dapat diperoleh dengan cara mengisolasi bakteri

Rhizobium pada media selektif YEMA + Congo Red. Biakan murni ini dapat dijaga

pertumbuhannya dengan cara menyimpannya pada tempat dengan suhu di bawah 20oC, dengan masa simpan selama enam bulan.

2. Dolomit dapat digunakan sebagai bahan pembawa (carrier) karena memiliki kemampuan menahan air yang tinggi dan tidak bersifat toksik bagi bakteri. Dengan demikian keberadaan bakteri dalam carrier dapat dipertahankan.

3. Penggunaan pupuk hayati pada tanaman efektif dalam meningkatkan produksi buah pada tanaman kacang hijau. Dalam penelitian ini produksi buah maksimum didapat pada tanaman perlakuan dengan perbandingan 1:9. Penambahan produksi buah pada perlakuan ini sebesar 83,65%.

5.2. Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dicari cara bagaimana membuat pupuk hayati yang dapat bertahan pada suhu kamar.

2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya, pengujian pupuk hayati di lapangan dilakukan pada tanah yang memiliki pH asam.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, M.A.K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: UMM-Press.

tanggal 16 Februari 2010

http:/

Dubey, R.C. 2006. A Textbook of Biotechnology. Fourth Revised & Enlarged Edition. New Delhi: S. Chand & Company LTD.

Gaman. 1981. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kuchel, P.W. 1998. Schaum’s Outline of Theory and Problems of Biochemistry. Second Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Laegreid, M. 1990. Agriculture, Fertilizers & the Environment. New York: CABI Publishing.

Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Madigan, M.T. 2003. Biology of Microorganisms. Tenth Edition. New Jersey: Pearson Education.

Marx, J.L. 1991. Revolusi Bioteknologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mugnisyah, W.R. 1995. Produksi Benih. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara McKee, T. 2003. Biochemistry : The Molecular Basis of Life. Third Edition. New

York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

NIIR Board. 2004. Plant Bio-Technology Hand Book. New Delhi: National Institute of Industrial Research.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Edisi Revisi. Jakarta: AgroMedia Pustaka.


(59)

Sulaiman, A.H. 1991. Dasar-dasar Biokimia untuk Pertanian. Medan: USU-Press. Tortora, G.J. 2001. Microbiology an Introduction. Seventh Edition. New York: The

Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Voet, D. 1998. Biochemistry. Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Volk, W.A. 1984. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(60)

(61)

LAMPIRAN A : GAMBAR PENELITIAN

Gambar 1. Bintil akar putri malu Gambar 2. Bakteri Rhizobium pada media YEMA + Congo Red

Gambar 3. Bakteri Rhizobium pada media YEMA

Gambar 4. Kultur Rhizobium dalam media agar miring

Gambar 5. Kultur Rhizobium dalam media cair

Gambar 6. Kultur Rhizobium + media pembawa (carrier)


(62)

LAMPIRAN B : DATA PERHITUNGAN JUMLAH SEL BAKTERI Rhizobium

Perlakuan Pengenceran Minggu (10

9 )

I II III IV V

1:7 109 1200 1340 1540 1740 1868

1:8 109 1256 1388 1612 1832 1928

1:9 109 1312 1488 1680 1940 2036

1:10 109 1164 1280 1436 1624 1772

LAMPIRAN C : DATA PERHITUNGAN %PENAMBAHAN PRODUKSI KACANG HIJAU

Perlakuan %Penambahan Produksi Kacang Hijau

1:7 24,63%

1:8 56,14%

1:9 83,65%

1:10 44,08%

LAMPIRAN D : DATA PERHITUNGAN AKTIVITAS AIR (Aw)

Perlakuan Massa

(Dolomit + Starter)

Jumlah mol air

Aw ERH

1:7 40,0233 g 1,9457 mol 0,9862 98,62%

1:8 45,0047 g 2,2225 mol 0,9879 98,79%

1:9 50,0159 g 2,5009 mol 0,9892 98,92%


(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Biakan murni Rhizobium dapat diperoleh dengan cara mengisolasi bakteri Rhizobium pada media selektif YEMA + Congo Red. Biakan murni ini dapat dijaga pertumbuhannya dengan cara menyimpannya pada tempat dengan suhu di bawah 20oC, dengan masa simpan selama enam bulan.

2. Dolomit dapat digunakan sebagai bahan pembawa (carrier) karena memiliki kemampuan menahan air yang tinggi dan tidak bersifat toksik bagi bakteri. Dengan demikian keberadaan bakteri dalam carrier dapat dipertahankan.

3. Penggunaan pupuk hayati pada tanaman efektif dalam meningkatkan produksi buah pada tanaman kacang hijau. Dalam penelitian ini produksi buah maksimum didapat pada tanaman perlakuan dengan perbandingan 1:9. Penambahan produksi buah pada perlakuan ini sebesar 83,65%.

5.2. Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dicari cara bagaimana membuat pupuk hayati yang dapat bertahan pada suhu kamar.

2. Disarankan untuk penelitian selanjutnya, pengujian pupuk hayati di lapangan dilakukan pada tanah yang memiliki pH asam.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, M.A.K. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang: UMM-Press.

tanggal 16 Februari 2010

http:/

Dubey, R.C. 2006. A Textbook of Biotechnology. Fourth Revised & Enlarged Edition. New Delhi: S. Chand & Company LTD.

Gaman. 1981. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kuchel, P.W. 1998. Schaum’s Outline of Theory and Problems of Biochemistry. Second Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Laegreid, M. 1990. Agriculture, Fertilizers & the Environment. New York: CABI Publishing.

Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Madigan, M.T. 2003. Biology of Microorganisms. Tenth Edition. New Jersey: Pearson Education.

Marx, J.L. 1991. Revolusi Bioteknologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mugnisyah, W.R. 1995. Produksi Benih. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi Aksara McKee, T. 2003. Biochemistry : The Molecular Basis of Life. Third Edition. New

York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

NIIR Board. 2004. Plant Bio-Technology Hand Book. New Delhi: National Institute of Industrial Research.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Edisi Revisi. Jakarta: AgroMedia Pustaka.


(3)

Sulaiman, A.H. 1991. Dasar-dasar Biokimia untuk Pertanian. Medan: USU-Press. Tortora, G.J. 2001. Microbiology an Introduction. Seventh Edition. New York: The

Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Voet, D. 1998. Biochemistry. Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Volk, W.A. 1984. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(4)

(5)

LAMPIRAN A : GAMBAR PENELITIAN

Gambar 1. Bintil akar putri malu Gambar 2. Bakteri Rhizobium pada media YEMA + Congo Red

Gambar 3. Bakteri Rhizobium pada media YEMA

Gambar 4. Kultur Rhizobium dalam media agar miring

Gambar 5. Kultur Rhizobium dalam media cair

Gambar 6. Kultur Rhizobium + media pembawa (carrier)


(6)

LAMPIRAN B : DATA PERHITUNGAN JUMLAH SEL BAKTERI Rhizobium Perlakuan Pengenceran Minggu (10

9 )

I II III IV V

1:7 109 1200 1340 1540 1740 1868

1:8 109 1256 1388 1612 1832 1928

1:9 109 1312 1488 1680 1940 2036

1:10 109 1164 1280 1436 1624 1772

LAMPIRAN C : DATA PERHITUNGAN %PENAMBAHAN PRODUKSI KACANG HIJAU

Perlakuan %Penambahan Produksi Kacang Hijau

1:7 24,63%

1:8 56,14%

1:9 83,65%

1:10 44,08%

LAMPIRAN D : DATA PERHITUNGAN AKTIVITAS AIR (Aw) Perlakuan Massa

(Dolomit + Starter)

Jumlah mol air

Aw ERH

1:7 40,0233 g 1,9457 mol 0,9862 98,62%

1:8 45,0047 g 2,2225 mol 0,9879 98,79%

1:9 50,0159 g 2,5009 mol 0,9892 98,92%