Pemanfaatan methylobacterium spp. pada invigorasi dan teknik coating untuk meningkatkan vigor benih kedelai

PEMANFAATAN Methylobacterium spp. PADA INVIGORASI
DAN TEKNIK COATING UNTUK MENINGKATKAN VIGOR
BENIH KEDELAI

RATRI TRI HAPSARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemanfaatan
Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan
Vigor Benih Kedelai” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2013

Ratri Tri Hapsari
NIM. A251100061

ABSTRACT
RATRI TRI HAPSARI. Utilization of Methylobacterium spp. in Invigoration and
Seed Coating Technique for Enhancing Soybean Seed Vigor. Under direction of
ENY WIDAJATI, SELLY SALMA, MARYATI SARI.
Soybean seed deterioration is one of the problem in supplying high seed
quality in tropical environtment such as Indonesia. Methylobacterium spp. for
invigoration and enhancing soybean seed storage by coating technique can be
used to solve this problem. The aims of the research were: (1) to find out the
potency of Methylobacterium spp. for soybean seed invigoration, (2) to get
Methylobacterium spp coating formulation to enhancing soybean seed storage. (3)
to enumerate viable Methylobacterium spp. in coated seed during open storage.
Experiments were conducted in Soil Biology Laboratory and Screen House
Indonesian Soil Research Institute (ISRI), PT. East West Seed Indonesia
Laboratory, Seed Technology Laboratory IPB, Bogor from November 2011 to
July 2012. The research materials were soybean seed (Argomulyo), four isolates
of Methylobacterium spp namely TD-TPB3, TD-J7, TD-TM3 and TD-TM1. The
research consisted of two experiment (1) Methylobacterium spp application for

seed invigoration in different viability, (2) Methylobacterium spp. application
with seed coating at various storage period. The first experiment using
Randomized Complete Block Design factorial. The first factor were six levels
invigoration aplication i.e: control, soaking seed by steril water, soaking seed by
TD-TPB3, soaking seed by TD-J7, soaking seed by TD-TPB3 + TD-TM3, and
soaking seed by TPB-3 + TD-J7. Second factor were different seed viabiliaty, i.e:
V1 (seed germination: 78 %); V2 (seed germination: 83 %); V3 (seed
germination: 94 %). The second experiment using Nested Design. The first factor
was storage period, i.e: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 month. Second factor were 11 level
formulations: control, coating with arabic gum, coating with arabic gum +
tochopherol 800 ppm, coating with arabic gum + TD-TM1, coating with arabic
gum + TD-TM3, coating with arabic gum + TD-TPB3, coating with arabic gum
+ TD-TPB3 + TD-TM1, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3,
coating with arabic gum + peat, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM1
+ peat, coating with arabic gum + TD-TPB3 + TD-TM3 + peat. The result
showed that at laboratory level, invigoration enhancing vigor index 8.9-20.6 %,
and hypocotyls length 1.5-2.5 cm compare to control. In screen house experiment
there was no significant improvement for vegetative stage in soybean. Coating
with formula arabic gum, arabic gum + tochopherol 800 ppm, and arabic
gum+TD-TM3 consistently maintain significant higher seed germination (SG) and

germination rate (GR) seed viability until 6 month storage compare to control also
have no significant vigor index (VI) compare to control. Coating formula with
peat resulting low SG (78.3-80.7 %), whereas coating formula with
Methylobacterium spp resulting higher SG (81.3-86.7 %) compare to without
coating (79.3 %) after 6 month storage. Methylobacterium spp. still viable in
formula coated seed until 6 month storage. Colony number decrease from 5.00 x
104 - 1.80 x 107 cfu g-1 seed to 1 x 101 - 1.14 x 102 cfu g-1seed at 6 month storage.
Keywords: Tochopherol, arabic gum, Glycine max, seed longevity

RINGKASAN
RATRI TRI HAPSARI. Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan
Teknik Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai. Dibimbing oleh ENY
WIDAJATI, SELLY SALMA, MARYATI SARI.
Kemunduran benih kedelai merupakan salah satu masalah dalam penyedian
benih bermutu di lingkungan tropis seperti Indonesia. Methylobacterium spp. pada
teknik coating dan invigorasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk
memecahkan masalah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui
potensi Methylobacterium spp. untuk invigorasi benih kedelai, (2) mendapatkan
formulasi coating dengan Methylobacterium spp. yang dapat mempertahankan
viabilitas benih selama di penyimpanan, (3) mengetahui jumlah Methylobacterium

spp. yang hidup pada coating benih kedelai selama penyimpanan.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Rumah
Kaca Balai Penelitian Tanah (Cimanggu-Bogor), Laboratorium PT. East West
Seed Indonesia (Purwakarta) dan Laboratorium Teknologi Benih IPB (Bogor)
pada bulan November 2011 sampai Juli 2012. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benih kedelai Argomulyo dan empat isolat Methylobacterium
spp, yaitu TD-TPB3, TD-TM1, TD-TM3, TD-J7.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu (1) Aplikasi
Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai. (2) aplikasi
Methylobacterium spp untuk mempertahankan daya simpan benih kedelai dengan
teknik coating pada berbagai periode simpan. Percobaan satu menggunakan
Rancangan Acak Kelompok faktorial. Faktor pertama adalah aplikasi invigorasi,
yaitu: kontrol (tanpa aplikasi perendaman air/isolat), perendaman benih dengan air
steril, perendaman benih dengan Methylobacterium TD-TPB3, perendaman benih
dengan Methylobacterium TD-J7, perendaman benih dengan Methylobacterium
TD-TPB3+TD-TM3, perendaman benih dengan Methylobacterium TDTPB3+TD-J7. Faktor kedua adalah tingkat viabilitas awal benih yang berbeda,
yaitu: V1 (DB: 78 %); V2 (DB: 83 %); V3 (DB: 94 %).
Percobaan kedua, menggunakan Rancangan Petak Tersarang (Nested
Design). Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih yaitu:
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 bulan. Faktor kedua sebagai anak petak adalah formulasi coating

dengan Methylobacterium spp., yaitu: (1) kontrol (tanpa coating), (2) coating
arabic gum, (3) coating arabic gum + tokoferol 800 ppm, (4) coating arabic
gum+TD-TM1, (5) coating arabic gum+TD-TM3, (6) coating arabic gum+TDTPB-3, (7) coating arabic gum+TD-TPB3+TD-TM1, (8) coating arabic
gum+TD-TPB3+TD-TM3, (9) coating arabic gum+gambut, (10) coating arabic
gum+TD-TPB3+TD-TM1+gambut, (11) coating arabic gum+TD-TPB3+TDTM3+gambut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi terbukti efektif
untuk meningkatkan nilai indeks vigor Argomulyo dengan DB awal 78-94 %
dapat meningkatkan nilai indeks vigor rata-rata sebesar 8.9-20.6 % dan panjang
hipokotil meningkat 1.5-2.5 cm dibandingkan kontrol. Perlakuan invigorasi tidak
memberikan pengaruh yang efektif pada benih yang ditanam di rumah kaca.
Formula arabic gum, arabic gum+tokoferol 800 ppm, dan arabic gum+TDTM3 secara konsisten dapat mempertahankan viabilitas benih sampai dengan

periode simpan 6 bulan yang nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol berdasarkan
kecepatan tumbuh (KCT) dan daya berkecambah (DB) serta memiliki nilai vigor
(IV) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Formula coating dengan gambut
menghasilkan DB yang rendah (78.3-80.7 %), sedangkan formula coating dengan
Methylobacterium spp menghasilkan DB yang lebih tinggi (81.3-86.7 %)
dibandingkan dengan tanpa coating (79.3 %) setelah disimpan sampai 6 bulan.
Methylobacterium spp. tetap hidup dalam coating benih selama periode simpan 6
bulan. Jumlah koloni berkurang dari 5.00 x 104 - 1.80 x 107 cfu g-1 benih menjadi

1 x 101 - 1.14 x 102 cfu g-1 benih setelah 6 bulan periode simpan.
Kata kunci: Tokoferol, Glycine max, gum arab, daya simpan benih

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN Methylobacterium spp. PADA INVIGORASI
DAN TEKNIK COATING UNTUK MENINGKATKAN VIGOR
BENIH KEDELAI

RATRI TRI HAPSARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Giyanto, MSi

Judul Tesis : Pemanfaatan Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik
Coating Untuk Meningkatkan Vigor Benih Kedelai
Nama
: Ratri Tri Hapsari
NIM
: A251100061

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eny Widajati, MS
Ketua

Dra. Selly Salma, MSi
Anggota

Maryati Sari, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS


Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Januari 2013

Tanggal Lulus: 28 Februari 2013

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
kasih sayangNya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pemanfaatan
Methylobacterium spp. pada Invigorasi dan Teknik Coating Untuk Meningkatkan
Vigor Benih Kedelai” dapat diselesaikan.
Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Dr. Ir.
Eny Widajati, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dua orang Anggota
Komisi Pembimbing yaitu: Dra. Selly Salma, MSi, dan Maryati Sari, SP, MSi.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan atas arahan, semangat
dan bimbingan sejak perencanaan hingga penyelesaian tesis ini.
Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Kepala Badan Litbang Kementrian Pertanian, Kepala PUSLITBANGTAN,
dan Kepala BALITKABI yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa
untuk mengikuti program S2 di IPB

2. Program KKP3T yang telah memfasilitasi pendanaan penelitian ini
3. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu dan
Teknologi Benih Sekolah Pascasarjana IPB, atas dorongan dan arahan yang
diberikan
4. Dr. Ir. Darda Efendi M.Sc selaku Wakil Program Studi Ilmu dan Teknologi
Benih Ilmu, atas arahan dan saran pada ujian tesis
5. Dr. Ir. Giyanto, MSi selaku penguji luar komisi atas arahan dan masukan
yang diberikan pada ujian tesis.
6. Seluruh staf Laboratorium Konservasi Mikrobiologi BB-BIOGEN, Biologi
Tanah BALITTANAH, Ilmu dan Teknologi Benih IPB, dan UPBS
BALITKABI atas bantuan dan kerjasamanya.
7. Suami tersayang (Anggraita Kusuma) atas doa, pengertian, kesabaran, dan
semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
8. Keempat orang tua (Bapak Supiyono, Ibu Sumbangsih, Bapak H. Soehartono
dan Ibu Hj. Sri Wahyuni), kakak dan adik tersayang atas doa, kasih sayang,
dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.
9. Keluarga Benih 2010, Pasca ITB 2011 dan 2012, teman-teman AGH 45
benih, teman kost “KKB-Cibanteng” dan “Wisma Putri-Komplek IPB-2
Sindangbarang” atas kebersamaan, bantuan dan dukungan selama penelitian.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan

satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan
dengan pahala berlipat ganda.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Ratri Tri Hapsari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 30 Oktober 1984 sebagai anak ketiga dari
empat bersaudara pasangan Bapak Supiyono dan Ibu Sumbangsih.
Pendidikan sarjana ditempuh di program studi Pemuliaan Tanaman,
Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman (UNSOED) Purwokerto pada
tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Pengalaman bekerja dimulai pada tahun 2007, penulis diterima sebagai
CPNS Kementrian Pertanian. Penulis bertugas di Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Malang pada Kelompok Peneliti
Pemuliaan Tanaman, Perbenihan dan Plasma Nutfah (KELTI PNP) tahun 2008
hingga saat ini. Tahun 2010 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan program magister pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih,
Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xx
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................

1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Methylobacterium spp. dalam Meningkatkan Vigor Benih ....
Potensi Methylobacterium spp. dalam Mempertahankan Daya
Simpan Benih .......................................................................................
Pelapisan Benih (Seed Coating) ...........................................................
Invigorasi .............................................................................................

10
13
15

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................
Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................
Metode Penelitian.................................................................................

17
17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN

29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ..............................................................................................
Saran .....................................................................................................

53
53

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

55

LAMPIRAN ....................................................................................................

63

5

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur
Methylobacterium spp ..............................................................................

6

Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur
Methylobacterium spp ..............................................................................

11

Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk invigorasi
benih .........................................................................................................

20

4.

Konsentrasi Methylobacterium spp. yang digunakan untuk seed coating

25

5.

Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap kecepatan tumbuh pada uji
di laboratorium .........................................................................................

29

Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya berkecambah pada uji
di laboratorium .........................................................................................

30

Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang akar pada uji di
laboratorium..............................................................................................

31

Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap Berat Kering Kecambah
Normal (BKKN) pada uji di laboratorium ...............................................

31

Pengaruh faktor tunggal perlakuan invigorasi dan lot benih terhadap
indeks vigor pada uji di laboratorium .......................................................

32

10. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap panjang hipokotil pada uji
di laboratorium .........................................................................................

33

11. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
tinggi tanaman 14 hst, 21 hst, 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca

34

12. Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
jumlah daun 28 hst, dan 35 hst pada uji di rumah kaca ............................

36

13. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap bobot kering tajuk pada uji di
rumah kaca ................................................................................................

36

14. Nilai rata-rata panjang akar dan bobot kering akar pada uji di rumah
kaca ...........................................................................................................

37

2.

3.

6.

7.

8.

9.

15. Pengaruh faktor tunggal lot benih terhadap daya tumbuh bibit kedelai
pada uji di rumah kaca ..............................................................................

37

16. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap
daya berkecambah .....................................................................................

44

17. Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap bobot kering
kecambah normal kedelai..........................................................................

46

18. Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap
kecepatan tumbuh benih kedelai ...............................................................

48

19. Pengaruh interaksi periode simpan dan formula coating terhadap indeks
vigor benih kedelai ....................................................................................

49

20. Rata-rata jumlah Methylobacterium spp. yang hidup pada benih yang
dicoating....................................................................................................

52

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Alur pelaksanaan penelitian......................................................................

17

2.

Proses perendaman benih dengan isolat Methylobacterium spp
menggunakan aerator ...............................................................................

21

3.

Grafik imbibisi benih kedelai ...................................................................

40

4.

Koloni bakteri yang terdapat dicoating benih kedelai pada periode
simpan 1 bulan ..........................................................................................

51

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Deskripsi kedelai Argomulyo ...................................................................

63

2.

Media AMS dalam 1 liter .........................................................................

63

3.

Trace elemen per 100 ml ..........................................................................

63

4.

Tryptophan................................................................................................

64

5.

Proses coating benih kedelai hingga dikemas untuk 6 bulan periode
simpan .......................................................................................................

64

Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh lot benih dan perlakuan
invigorasi terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di
laboratorium ..............................................................................................

65

Rekapitulasi analisis keragaman pengaruh perlakuan invigorasi dan lot
benih terhadap beberapa variabel pengamatan pada uji di rumah kaca ....

65

Pengaruh faktor tunggal lot benih dan perlakuan invigorasi terhadap
kadar air benih pada uji di laboratorium ...................................................

66

Rekapitulasi analisis keragaman periode simpan dan formula coating
serta interaksinya terhadap beberapa variabel pengamatan pada benih
kedelai .......................................................................................................

66

10. Pengaruh faktor tunggal periode simpan dan formula coating terhadap
kadar air benih kedelai ..............................................................................

67

6.

7.

8.

9.

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman pangan fungsional dan sumber protein penting
di Indonesia. Kandungan protein varietas kedelai di Indonesia berkisar antara 3045 % sedangkan kandungan lemak berkisar antara 7-25 % (BALITKABI 2008).
Input utama dalam menghasilkan produk kedelai yang berkualitas adalah
penyediaan benih kedelai bermutu tinggi. Salah satu faktor pembatas penyediaan
benih kedelai di daerah tropis, seperti Indonesia adalah kemunduran benih yang
berlangsung cepat selama penyimpanan sehingga mengurangi ketersediaan benih
bermutu tinggi.
Benih bermutu tinggi dapat dicirikan dari vigor yang tinggi (Ilyas 2012).
Menurut Sadjad et al. (1999), vigor benih adalah kemampuan benih tumbuh
normal dalam keadaan lapang suboptimum. Secara umum, vigor benih dibagi
menjadi dua kategori, yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Vigor
kekuatan tumbuh mengindikasikan vigor benih pada kondisi alam suboptimum,
sedangkan vigor daya simpan adalah kemampuan benih untuk disimpan dalam
kondisi suboptimum.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan vigor benih
adalah dengan teknik seed enhancement. Menurut Taylor et al. (1998), terdapat
tiga teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu benih, yaitu presowing hydration treatment (priming), teknologi coating dan seed conditioning.
Priming adalah perlakuan benih sebelum tanam dengan cara menyeimbangkan
potensial air benih untuk merangsang kegiatan metabolisme di dalam benih
sehingga benih siap berkecambah. Menurut Kuswanto (2003), seed coating
merupakan pelapisan benih menggunakan zat tertentu seperti zat pengatur
tumbuh, zat hara mikro, mikroba, fungisida ataupun antioksidan yang dapat
meningkatkan penampilan benih di lapangan.
Seed coating menggunakan zat antioksidan merupakan salah satu cara yang
dapat digunakan untuk memperlambat proses kemunduran benih kaya protein dan
lemak seperti kedelai. Justice dan Bass (2002) menjelaskan selama benih

2
mengalami penyimpanan, proses oksidasi yang terjadi dapat memutuskan ikatan
rangkap asam lemak tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang
dapat bereaksi dengan lipida lainnya. Menurut Bewley dan Black (1986)
akumulasi radikal bebas menyebabkan kerusakan membran yang mengakibatkan
terjadinya kebocoran elektrolit, sehingga berpotensi menurunkan viabilitas benih.
Sattler et al. (2004) melaporkan tokoferol merupakan salah satu zat antioksidan
yang dapat membatasi oksidasi lipid nonenzimatik selama penyimpanan,
perkecambahan, dan perkembangan awal bibit. Tokoferol, telah diketahui sebagai
antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Menurut
Ardiansyah (2007), senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai scavenger
radikal bebas oksigen, peroksidasi lipid dan oksigen singlet. Mekanisme kerja
antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat memberikan
elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga dapat
memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
Tokoferol dapat dimanfaatkan sebagai coating untuk meningkatkan daya
simpan benih kedelai. Tokoferol bisa didapat secara alami dari tanaman dan
Methylobacterium spp. ataupun secara sintetik. Hughes dan Tove (1982), berhasil
mendeteksi kandungan derivat tokoferol menggunakan HPLC (High Performance
Liquid Chromatography) pada Methanobacteria dan mikroorganisme lainnya. Hal
ini didukung oleh penelitian Widajati et al. (2011) dengan perangkat HPLC dapat
mendeteksi kemampuan Methylobacterium spp dalam memproduksi tokoferol.
Methylobacterium spp. atau disebut juga Pink Pigmented Facultative
Metylotroph

(PPFM)

juga

memiliki

keistimewaan

dapat

menghasilkan

fitohormon. Hasil penelitian Widajati et al. (2008) menunjukkan bahwa analisis
fitohormon pada kultur Methylobacterium spp yang diisolasi dari berbagai jenis
tanaman Indonesia menghasilkan kadar IAA berkisar antara 1.42 ppm – 15.14
ppm, kadar GA3 berkisar antara 20.28 ppm - 129.83 ppm, sedangkan kadar Trans
zeatin berkisar antara 22.28 ppm – 89.21 ppm.
Methylobacterium

spp.

telah

banyak

dilaporkan

berperan

dalam

meningkatkan daya berkecambah benih beberapa tanaman, seperti pada padi
(Madhaiyan et al. 2004), kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a), tomat
(Madhaiyan et al. 2007), tembakau (Abanda-Nkpwatt 2006), dan kedelai

3
(Meenakshi & Savalgi 2009). Hasil penelitian Radha et al. (2009), pada kedelai
yang diinokulasi isolat bakteri Methylobacterium spp. yang dikombinasikan
dengan Bradyrhizobium japonicum strain SB 120 dapat meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk dan bobot kering akar, jumlah nodul
dan bobot kering nodul.
Manfaat mikroba dalam usaha pertanian belum disadari sepenuhnya, karena
pandangan umum terhadap mikroba lebih terfokus secara selektif pada mikroba
patogen yang menyebabkan penyakit pada tanaman (Saraswati & Sumarno 2008).
Berbagai penelitian menunjukkan perlakuan benih menggunakan mikroba dapat
melindungi tanaman tidak hanya pada tahap pembibitan atau persemaian, tetapi
selama siklus hidup tanaman tersebut (Copeland & McDonald 2001). Holland et
al. (1996) melaporkan PPFM dapat digunakan sebagai inokulum pada benih atau
seed coating yang bertujuan untuk meningkatkan perkecambahan, vigor dan daya
simpan benih.
Methylobacterium spp. dapat diaplikasikan dalam pelapisan dan invigorasi
benih kedelai. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan potensi isolat
Methylobacterium spp. yang dapat menghasilkan fitohormon dan tokoferol,
diharapkan potensi Methylobacterium spp. tersebut dapat meningkatkan daya
simpan dan vigor kekuatan tumbuh benih kedelai.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui potensi Methylobacterium spp. untuk meningkatkan vigor
kekuatan tumbuh benih kedelai dengan teknik invigorasi.
2. Mendapatkan formulasi coating dengan Methylobacterium spp. yang dapat
mempertahankan viabilitas benih selama di penyimpanan.
3. Mengetahui jumlah populasi Methylobacterium spp. pada coating benih
kedelai selama penyimpanan.

4
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian disusun percobaan yang meliputi: (1)
aplikasi Methylobacterium spp. untuk invigorasi pada benih kedelai. (2) aplikasi
Methylobacterium spp untuk teknik coating. Percobaan pertama disusun untuk
meningkatkan vigor kekuatan tumbuh khususnya pada benih kedelai yang telah
mengalami

kemunduran,

sedangkan

percobaan

mempertahankan vigor daya simpan benih kedelai.

kedua

disusun

untuk

5

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Methylobacterium spp. dalam Meningkatkan Vigor Benih
Methylobacterium

spp.

disebut

juga

Pink

Pigmented

Facultative

Methylotroph (PPFM) karena memiliki pigmentasi merah muda yang khas.
Menurut Holland et al. (2002), PPFM berwarna merah muda karena memiliki
pigmen karetenoid, produk dari metabolisme isoprenoid. Green (1992)
melaporkan bakteri PPFM memiliki ciri khas dapat hidup pada senyawa
berkarbon tunggal (C1) dari tanaman yaitu metanol (CH3OH) atau metilamina
(CH3NH2) sebagai sumber karbonnya. Kemampuan Methylobacterium spp dalam
memanfaatkan gugus metil maupun kemampuannya untuk tumbuh pada senyawa
multi karbon seperti suksinat, piruvat atau glioksilat, maka bakteri tersebut
termasuk kelompok bakteri fakultatif metilotrof.
Methylobacterium spp. merupakan mikrobiota normal pada filosfer hampir
semua tanaman, lumut dan paku-pakuan. Menurut Amelia (2002) sebagai
mikroflora normal pada filosfer hampir semua tanaman, hal ini memungkinkan
bakteri tersebut memiliki peranan untuk mendukung pertumbuhan tanaman inang.
Glick et al. (1999) melaporkan secara langsung maupun tidak langsung bakteri
dapat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Secara tidak langsung, bakteri tersebut dapat mengurangi atau mencegah
kerusakan yang disebabkan oleh organisme fitopatogen melalui satu atau beberapa
mekanisme yang berbeda seperti produksi antibiotik, antifungi dan lain-lain.
Secara langsung, umumnya bakteri mensintesis senyawa tertentu seperti hormon
tumbuh, vitamin, siderofor atau mempermudah pengambilan nutrien dari
lingkungan.
Simbiosis Methylobacterium dengan tanaman berawal dari pemanfaatan
metanol yang diproduksi oleh tanaman. Metanol merupakan produk samping dari
metabolisme pektin pada dinding sel yang sedang berkembang (Kutschera 2007).
Salma et al. (2005) melaporkan metanol merupakan produk dari aktivitas enzim
methanol

dehidrogenase

yang

dikeluarkan

melalui

stomata.

Penelitian

Chistoserdova et al. (2003) menunjukkan bahwa Methylobacterium spp. memiliki
sedikitnya 100 gen yang berperan dalam metabolisme metanol.

6
Metanol yang dihasilkan tanaman merupakan tempat hidup yang baik untuk
Methylobacterium

spp.

Sebagai

bentuk

simbiosisnya

dengan

tanaman,

Methylobacterium spp dilaporkan dapat memproduksi hormon pertumbuhan yang
berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Lidstrom dan
Chistoserdova (2002) hormon pertumbuhan yang dihasilkan adalah jenis sitokinin
trans-zeatin dan auksin Indole Acetic Acid (IAA). Widajati et al. (2008)
melaporkan

dengan

perangkat

HPLC

(High

Performance

Liquid

Chromatography) dapat mendeteksi fitohormon jenis IAA, GA3 dan sitokinin
pada suspensi kultur Methylobacterium spp. Tabel 1 menunjukkan konsentrasi
fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur Methylobacterium spp.
Tabel 1

Konsentrasi fitohormon yang terdapat pada 17 suspensi kultur
Methylobacterium spp.
IAA
GA3
Trans-Zeatin
No
Isolat
Asal Tanaman
(ppm)
(ppm)
(ppm)
1
TD-TPB1
Terong bulat
2.31
79.64
25.79
2
TD-TPB2
Terong bulat
3.39
99.61
22.66
3
TD-TPB3
Terong bulat
9.56
129.83
33.14
4
TD-TM1
Tomat
7.2
86.18
52.08
5
TD-K2
Kedelai
9.63
59.11
43.79
6
TD-G2
Gambas
1.81
49.99
26.82
7
TD-G3
Gambas
5.74
20.28
69.36
8
TD-J2
Jagung
2.08
ttd
89.21
9
TD-J7
Jagung
9.13
98.75
74.37
10
TD-J10
Jagung
15.14
51.44
59.75
11
TD-L2
Labu siam
12.68
98.36
49.74
12
TD-P4
Padi
9.32
ttd
22.28
13
TD-P5
Padi
1.46
47.92
28.79
14
PPU-K2
Kedelai
3.69
92.89
27.9
15
PPU-K10
Kedelai
9.56
78.32
ttd
16
TD-T1
Terong ungu
1.42
83.15
39.71
17
TD-B1
Buncis
6.4
78.15
ttd
Sumber: Widajati et al. (2008)
Holland (1997) mengemukakan pemodelan produksi sitokinin yang
dihasilkan tanaman akibat adanya asosiasi dengan PPFM. Teori tersebut
mengasumsikan produksi sitokinin oleh PPFM terjadi pada jaringan yang sedang
berkembang. Jaringan tersebut dikolonisasi oleh PPFM. Sitokinin disebutkan
bertindak sebagai molekul sinyal yang dapat menginisiasi pembelahan sel

7
sehingga mendorong terjadinya demetilasi pektin yang melepaskan metanol.
Metanol tersebut, dikonsumsi PPFM sebagai sumber nutrisi. Menurut Ivanova et
al. (2007) gen yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokinin adalah gen ipt
pada hampir semua genom bakteri Methylotropic yang di uji menggunakan
analisis PCR (Polymerase Chain Reaction). Hal ini dapat diketahui dari
kemampuan

pembentukan

akar

plantlet

tembakau

transgenik

yang

mengekspresikan gen ipt.
Selain menghasilkan sitokinin, Methylobacterium spp. juga dilaporkan dapat
memproduksi IAA. Omer et al (2004) dengan kombinasi perangkat HPLC dan
NMR (Nuclear Magnetic Resonance) berhasil mendeteksi fitohormon jenis IAA
pada 16 suspensi kultur PPFM. Menurut Ivanova et al. (2007) pada
Methylobacterium

extorquens,

gen

RMQ09094

yang

bernama

BfdC

(Benzoylformate Dercaboxylase) bertanggung jawab sebagai reaksi kunci pada
sintesis IAA, misalnya pada dekarboksilasi indole-3-pyruvate (IpyA). Senyawa
IpyA adalah senyawa intermediet dalam lintasan utama sintesis IAA.
Hormon asam indol-3-asetat (IAA) merupakan auksin alami yang bersifat
tidak stabil dan berperan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada pucuk
tanaman, serta dalam pembentukan akar. Hormon asam geberelat (GA3) dapat
merangsang pertumbuhan organ baru serta dapat mempengaruhi pembentukan
daun dan akar. Hormon trans-zeatin (TZ) merupakan hormon sitokinin yang
berperan dalam pembelahan sel jaringan dan merangsang tunas daun (Wetherell
1982).
Kemampuan Methylobacterium spp. dalam memproduksi fitohormon
menyebabkan bakteri ini dapat menstimulus perkecambahan benih. Holland dan
Pollaco (1994) dalam Selvakumar et al. (2008) melaporkan benih yang diberi
perlakuan PPFM memperlihatkan perkecambahan dan perkembangan tanaman
yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan PPFM.
Pengurangan populasi PPFM pada kulit benih menyebabkan daya berkecambah
benih tersebut juga berkurang.
Berbagai penelitian di dalam dan luar negri juga telah banyak membuktikan
Methylobacterium spp. berperan dalam meningkatkan daya berkecambah benih
beberapa tanaman, contohnya pada padi (Madhaiyan et al. 2004; Fitriani 2008),

8
kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a), tomat (Madhaiyan et al. 2007), cabai
rawit (Afifah 2009), kakao (Sadikin 2009), dan cabai besar (Goni 2010). Menurut
Riupassa (2003), Methylobacterium spp. memiliki pola adaptasi untuk mampu
hidup pada lingkungan dengan daya dukung yang beragam, walaupun bakteri ini
merupakan satu kelompok metilotrof.
Hasil penelitian Madhaiyan et al. (2004) pada benih padi yang diberi
perlakuan Methylobacterium spp. dapat meningkatkan rata-rata daya berkecambah
berkisar antara 33.44 % - 38.74 % dibandingkan dengan kontrol 32.81 %.
Selanjutnya, Madhaiyan et al. (2006a) melaporkan bahwa pada benih kacang
tanah yang dimbibisikan dengan Methylobacterium sp. PPFM-Ah secara nyata
dapat meningkatkan persentase daya berkecambah dari 82 % menjadi 98 % dan
indeks vigor dari 2939 menjadi 3998 dibandingkan dengan kontrol. Radha et al.
(2009), melaporkan bahwa benih kedelai yang diinokulasi isolat bakteri
Methylobacterium yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum strain
SB 120 mempunyai dampak yang signifikan meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, jumlah nodul dan berat kering
nodul.
Secara tidak langsung, Methylobacterium spp juga dilaporkan dapat
mengurangi atau mencegah efek yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen
melalui ketahanan sistemik terinduksi atau induced systemic resistance (ISR) pada
padi (Madhaiyan et al. 2004) dan kacang tanah (Madhaiyan et al. 2006a).
Madhaiyan et al. (2006a) melaporkan pada benih kacang tanah yang telah
diimbibisi dengan Methylobacterium sp. PPFM Ah dan diinokulasi dengan
Aspergilus niger dan Sclerotium rolfsii dapat meningkatkan daya berkecambah
dan indeks vigor. Selain itu, juga dapat meningkatkan pathogenesis relatedprotein (PR-protein) dan fenolik dibandingkan dengan kontrol. Hal ini didukung
oleh peningkatan aktivitas phenylalanine ammonia lyase (PAL), β-1.3 glukanase
dan enzim peroksidase (PO) pada benih yang diberi perlakuan Methylobacterium
sp. PPFM-Ah dibandingkan dengan kontrol. Menurut Heil dan Bostock (2002)
PR-protein memegang peranan penting dalam meningkatkan resistensi tanaman
terhadap invasi patogen. Beberapa fungsinya antara lain melisis dinding sel
patogen, menginaktivasi enzim yang disekresikan patogen, menggangu struktur

9
dan fungsi membran sel patogen dan pertahanan dinding sel tanaman. Kelompok
PR-protein yang umum dikenal antara lain kitinase, dan β-1.3 glukanase.
Penelitian Madhaiyan et al. (2006b) melaporkan bahwa enzim 1aminocyclopropane-1-carboxylate (ACC) deaminase terdapat pada benih kanola
yang diberi perlakuan dengan Methylobacterium fujisawaens. Benih kanola yang
diberi perlakuan M. fujisawaens menunjukkan jumlah ACC yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol. Jumlah ACC yang berkurang diduga disebabkan
oleh aktivitas ACC deaminase yang dihasilkan bakteri M. fujisawaens. Aktivitas
ACC deaminase berperan menurunkan level etilen dengan cara mendegradasi
ACC (prekursor hormon etilen). ACCD yang dihasilkan M. fujisawaens dapat
meniadakan efek etilen sehingga dapat memacu pemanjangan akar dan
memberikan pengaruh yang baik pada pertumbuhan tanaman. Lemus et al. 2009
melaporkan pada tanaman tomat, ACC deaminase yang dihasilkan oleh
Burkholderia sp. dapat mempengaruhi level etilen serta memiliki peran penting
dalam pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Akhwan et al. (2012) membuktikan
bahwa bakteri penghasil ACC deaminase memberikan pengaruh lebih baik bagi
pertumbuhan dan hasil bawang merah seperti pada berat kering akar, luas daun,
laju pertumbuhan tanaman (LPT), berat kering total, tinggi tanaman, berat kering
oven umbi, diameter umbi, indeks panen, berat segar umbi, susut bobot umbi, dan
berat umbi jemur matahari.
Methylobacterium spp. dilaporkan juga mampu mengurangi fitotoksik
logam berat (Idris et al. 2006; Madhaiyan et al. 2007). Menurut Lacava et al.
(2008)

Methylobacterium

siderophores.

spp

mampu

memproduksi

hydroxamate-type

Neilands (1995) melaporkan siderofor dapat digunakan dalam

pengendalian penyakit tumbuhan dengan memanfaatkan peranannya untuk
menyerap besi dari lingkungan dan menyediakan mineral yang penting bagi sel
mikroba. Menurut Budzikiewicz (2001) mekanisme kerja siderofor terjadi melalui
perkembangan yang cepat dari bakteri yang mengolonisasi akar tanaman dan
memindahkan besi di daerah permukaan serta terciptanya kondisi yang sesuai
untuk pertumbuhan akar. Dey et al. (2004) mengemukakan bakteri penghasil
siderofor juga dapat menginduksi ketahanan tanaman. Mekanisme ketahanan

10
tanaman terjadi karena adanya perbaikan lingkungan tumbuh dengan adanya
interaksi mikroba tanaman.
Potensi Methylobacterium spp dalam Mempertahankan
Daya Simpan Benih
Zat antioksidan ternyata juga terdapat pada bakteri Methylotroph yang dapat
mensintesis PQQ (Pyrroloquinoline Quinon). Senyawa PQQ adalah suatu gugus
prostetik (koenzim) dari metanol dehidrogenase. Pyrroloquinoline Quinon terletak
pada periplasma dalam enzim metanol dehridogenase (Lidstrom et al. 1998).
Kasahara dan Kato (2003) melaporkan enzim-enzim yang mengandung PQQ
antara lain enzim metanol dehidrogenase. Pada bakteri metilotrof, perombakan
metanol dan metilamina menjadi formaldehida (CH2O) memerlukan enzim
metanol dehidrogenase dan metilamina dehidrogenase. Formaldehida selanjutnya
dapat teroksidasi atau berasimilasi ke dalam sel karbon (Lidstrom et al. 1998).
Morris et al. (1994) melaporkan pada Methylobacterium extorquens AM-1
dibutuhkan tujuh gen untuk mensistesis PQQ. Gen tersebut berkode pqqDGCBA
dan pqqEF.
Pyrroloquinoline Quinon dilaporkan dapat bekerja sebagai pembersih
(scavenging) superoksida dan mampu mengikat radikal bebas beracun lainnya.
Fungsi PQQ serupa dengan vitamin E, β-karoten, karetenoid, vitamin C,
flavonoid, asam linoleat terkonjugasi dan senyawa fenolik (Klinman 1996). Hal
serupa juga dikemukakan He et al. (2003) bahwa PQQ dapat berfungsi sebagai
vitamin dan dapat bersifat sebagai antioksidan.
Zat antioksidan memiliki berbagai manfaat, diantaranya dapat digunakan
dalam bidang pertanian. Sattler et al. (2004) melaporkan salah satu zat antioksidan
yang dapat membatasi oksidasi lipid nonenzimatik selama penyimpanan,
perkecambahan, dan perkembangan awal bibit adalah tokoferol. Menurut Rahayu
(2010) tokoferol sering disebut juga sebagai vitamin E. Tokoferol yang terbesar
aktivitasnya adalah α-tokoferol. Hasil penelitian Fukuzawa dalam Sattler (2004)
mengungkapkan bahwa satu molekul α-tokoferol dapat menetralkan hingga 120
molekul oksigen singlet sebelum terdegradasi. Menurut Ardiansyah (2007),
mekanisme kerja antioksidan terkait dengan struktur molekulnya yang dapat

11
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu, sehingga
dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.
Tokoferol bisa didapat secara alami dari tanaman dan Methylobacterium
spp. ataupun secara sintetik. Hughes dan Tove (1982), berhasil mendeteksi
kandungan derivat tokoferol menggunakan HPLC (High Performance Liquid
Chromatography) pada Methanobacteria dan mikroorganisme lainnya. Hal ini
didukung oleh penelitian Widajati et al. (2011) dengan perangkat HPLC dapat
mendeteksi kemampuan Methylobacterium spp dalam memproduksi tokoferol.
Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur Methylobacterium
spp. ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2

Konsentrasi tokoferol yang terdapat pada 21 suspensi kultur
Methylobacterium spp.

No
Isolat
1
TD-TPB1
2
TD-TPB2
3
TD-TPB3
4
TD-TM1
5
TD-TM3
6
TD-B1
7
TD-G2
8
TD-G3
9
TD-J2
10
TD-J7
11
TD-L2
12
TD-P4
13
TD-P5
14
PPU-K2
15
PPU-K10
16
M. TL
17
M. Atas
18
DK-4
19
DK-1
20
Tantri TP
21
Tantri TL
Sumber: Widajati et al. (2011)

Asal Tanaman
Terong bulat
Terong bulat
Terong bulat
Tomat
Tomat
Buncis
Gambas
Gambas
Jagung
Jagung
Labu siam
Padi
Padi
Kedelai
Kedelai
Durian
Durian
Kedelai
Kedelai
Durian
Durian

Tokoferol (ppm)
0
422.85
871.70
1766.91
1611.80
486.80
312.71
247.94
216.58
190.18
313.94
771.04
683.17
370.05
316.01
258.25
128.30
59.41
144.80
121.70
265.68

Methylobacterium spp. yang mampu memproduksi tokoferol dapat
dimanfaatkan untuk mempertahankan daya simpan benih. Penyimpanan benih
selama periode tertentu berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor benih. Benih

12
yang telah disimpan akan mengalami kemunduran benih yang ditunjukkan dengan
menurunnya viabilitas dan vigor benih. Kemunduran benih adalah proses bertahap
yang diikuti oleh terakumulasinya metabolit beracun yang makin lama semakin
menekan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah. Kemunduran benih
akan terjadi semakin cepat dikarenakan denaturasi protein akibat proses oksidasi
lemak. Benih berkadar lemak tinggi cenderung tidak tahan disimpan lama. Proses
yang terjadi selama penyimpanan dapat memutuskan ikatan rangkap asam lemak
tak jenuh sehingga menghasilkan radikal-radikal bebas yang dapat bereaksi
dengan lipida lainnya. Hal ini yang menyebabkan rusaknya struktur membran sel
(Justice dan Bass 2002).
Sattler et al. (2004) melakukan penelitian pada daun dan biji tanaman
Arabidopsis thaliana dengan cara mengisolasi dan mengkarakterisasi lokus
vitamin E (vte1 dan vte2) kemudian melakukan mutasi pada lokus tersebut.
Mutasi menyebabkan defisiensi tokoferol di semua jaringan. Mutasi pada salah
satu lokus tersebut menyebabkan umur benih berkurang secara signifikan
dibandingkan dengan tipe liarnya. Pertumbuhan bibit mutan vte2 selama
perkecambahan mengalami kerusakan dengan tingkat lemak hidroperoksida dan
asam lemak hidroksi meningkat hingga 4 – 100 kali dibandingkan dengan tipe
liarnya. Hal ini menunjukkan pentingnya peran tokoferol dalam mempertahankan
viabilitas benih.
Pemberian tokoferol sebelum masa simpan diduga dapat mempertahankan
viabilitas benih selama periode simpan. Tokoferol diduga dapat berperan sebagai
antioksidan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama benih
dalam

penyimpanan.

Penghambatan

pembentukan

radikal

bebas

dapat

mempertahankan struktur membran sel dari kemunduran. Hasil penelitian Sari
(2009) menunjukkan benih kacang panjang yang dicoating dengan formulasi
arabic gum dan tokoferol memiliki daya berkecambah 92 % dibandingkan kontrol
90.67 % setelah disimpan selama 3 bulan.

13
Pelapisan Benih (Seed Coating)
Pelapisan benih merupakan salah satu metode seed enhancement, yaitu
suatu metode untuk memperbaiki mutu benih menjadi lebih baik melalui
penambahan bahan kimia pada lapisan luar benih yang dapat mengendalikan
perkecambahan benih. Penambahan bahan kimia lain yang menguntungkan seperti
ZPT atau hormon sintetik, zat hara mikro, mikroba dan fungisida pada pelapis
dapat digunakan untuk meningkatkan performansi benih di lapangan (Copeland &
McDonald 2001).
Manfaat pelapisan benih menurut Kuswanto (2003) antara lain, yaitu
melindungi benih dari gangguan atau pengaruh kondisi lingkungan selama
penyimpanan atau dalam rantai pemasaran, mempertahankan kadar air benih,
menyeragamkan ukuran benih, meningkatkan efisiensi pemakaian alat penanaman
benih sehingga dapat digunakan untuk menanam berbagai jenis benih,
memudahkan penyimpanan benih dan mengurangi dampak buruk kondisi
lingkungan penyimpanan serta memperpanjang daya simpan benih.
Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa polimer untuk pelapis
benih idealnya memiliki karakter sebagai berikut: (1) water-based polymer, (2)
nilai viskositas yang rendah, (3) memiliki konsentrasi yang tinggi pada saat padat,
(4) memiliki pengaturan keseimbangan antara hidrofilik dengan hidrofobik, (5)
membentuk lapisan tipis keras selama pengeringan. Selain itu, menurut Kuswanto
(2003) bahan coating yang digunakan tidak bersifat toxic terhadap benih, mudah
pecah dan larut apabila terkena air sehingga tidak menghambat proses
perkecambahan. Bahan coating juga bersifat porus, sehingga benih masih dapat
memperoleh oksigen untuk respirasi, bersifat higroskopis, tidak bereaksi dengan
pestisida, bersifat perambat dan penyimpan panas yang rendah serta harus mudah
didapat dengan harga yang relatif murah, sehingga dapat menekan harga benih.
Desai et al. (1997) melaporkan bahwa bahan polimer yang memiliki sifat adhesi
yang baik untuk digunakan pada coating benih, diantaranya adalah arabic gum,
dextran, methylcellulose, dan parafin.
Hasil penelitian Setiawan (2005), melaporkan arabic gum dapat digunakan
sebagai bahan pelapis benih karena tidak bersifat racun dan tidak berpengaruh

14
terhadap mutu fisiologi benih, konsentrasi arabic gum yang baik untuk pelapisan
benih cabai adalah 0.05 g ml-1. Pada konsentrasi tersebut nilai daya berkecambah
dan potensi tumbuh maksimum masing-masing sebesar 95 % dan 98.5 %.
Arabic gum atau gum Arab berasal dari getah atau eksudat yang dihasilkan
oleh pohon akasia (Acacia sp.) yang merupakan respon tanaman karena adanya
pelukaan yang disebut dengan gummosis. Fennema (1996) melaporkan arabic
gum tersusun atas monosakarida (D-galaktosa dan D-glucoronic acid) dan
polisakarida. Polimer penyusun arabic gum antara lain

β-D-galactose, L-

arabinose, D-gluconic acid, L-rhamnose, dan 4-O-methyl-D-glucoronic acid.
Karakter arabic gum antara lain yaitu dapat larut dalam air dingin, kelarutan
dalam air cukup tinggi (lebih dari 50%), pengemulsi yang baik dan menstabilkan
emulsi, viskositas relatif pada konsentrasi tinggi, dan pH berkisar antara 4.0 – 4.8.
Seed coating menggunakan PPFM telah dilakukan dan dipatenkan oleh
Holland et al. (1996). Menurut Holland, jumlah populasi awal yang disarankan
agar dapat meningkatkan perkecambahan pada benih kedelai adalah sekitar 107108 sel bakteri ml-1. Proporsi larutan coating pada benih dapat berkisar 0.1 sampai
25 % dari berat benih, bergantung dari tipe benihnya. Bahan perekat yang dapat
digunakan dapat berupa vinyl pyrrolodine atau vinyl acetate, sedangkan carier
yang dapat digunakan, antara lain gambut atau vermikulit. Proses pengeringan
benih dapat dilakukan dengan airdryer menggunakan suhu tidak lebih dari 30 0C.
Sari (2009) melaporkan pada benih kacang panjang, formulasi coating
arabic gum + Methylobacterium TD-L2 merupakan formulasi terbaik berdasarkan
tolok ukur Indeks vigor benih, potensi tumbuh maksimum, bobot kering
kecambah, dan keserempakan tumbuh bibit. Benih yang dicoating dengan
formulasi ini setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang tinggi,
ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah, yaitu 90.33%. Berdasarkan tolok
ukur kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, bobot kering kecambah,
bobot kering bibit, keserempakan tumbuh bibit, dan daya tumbuh bibit, formulasi
coating terbaik adalah arabic gum + tokoferol. Benih yang dicoating dengan
formulasi tersebut setelah disimpan 12 minggu masih memiliki viabilitas yang
tinggi, ditunjukkan oleh tolok ukur daya berkecambah, yaitu 92 %.

15
Invigorasi
Invigorasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan
vigor benih yang telah mengalami deteriorasi atau kemunduran (Ilyas 2012).
Invigorasi sering juga disebut seed enhacement atau peningkatan mutu benih.
Menurut Taylor et al. (1998), seed enhacement dapat didefinisikan sebagai
perlakuan

pasca

panen

yang

dapat

memperbaiki

perkecambahan

atau

pertumbuhan kecambah atau memfasilitasi benih, dan materi lain yang diperlukan
saat tanam. Definisi tersebut mencakup tiga metode umun, yaitu (1) pre-sowing
hydration treatment atau priming, (2) teknologi coating dan (3) seed conditioning.
Teknik priming mencakup dua kategori, yaitu (1) penyerapan air secara
terkontrol dan (2) tidak terkontrol. Penyerapan air secara tidak terkontrol
merupakan metode dimana air tersedia bebas dan tidak dibatasi oleh lingkungan.
Oleh karena itu, pengambilan air diatur oleh afinitas jaringan benih. Teknik umum
yang digunakan dalam penyerapan air tidak terkontrol adalah mengimbibisi benih
pada media blotters yang lembab atau merendam benih dalam air. Perendaman
benih dalam air dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan aerasi.
Penyerapan air secara terkontrol adalah metode yang mengatur kadar air sehingga
mencegah perkecambahan. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk
membatasi pengambilan air, yaitu: priming dengan larutan, priming dengan teknik
matriks padat dan drum priming dengan hidrasi terkontrol (Taylor et al. 1998)
Perlakuan invigorasi juga dapat diintegrasikan dengan hormon untuk
meningkatkan perkecambahan. Selain itu, bisa pula dengan pestisida, biopestisida,
dan mikroba yang menguntungkan untuk melawan penyakit benih dan bibit
selama awal penanaman, atau untuk memperbaiki status hara, pertumbuhan, dan
hasil tanaman (Ilyas 2012).
Menurut Sutariati (1998) perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3
secara nyata dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai serta mampu
meningkatkan konsentrasi protein pada benih. Sitorus (2005) juga melaporkan
perendaman benih kacang hijau dengan GA3 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm
mampu meningkatkan daya berkecambah dari 87.11 % menjadi 96.89 %, 98.22 %
dan 90.00 %. Salisbury dan Ross (1995) giberelin mempunyai efek fisiologi

16
terhadap pembelahan dan perpanjangan sel, merangsang sintesis enzim hidrolisis
serta meningkatkan plastisitas dan turgiditas sel.
Danial (2011) melaporkan invigorasi dengan cara merendam benih kedelai
selama 12 jam dengan Methylobacterium TD-K2 dapat meningkatkan nilai indeks
vigor sebesar 17.33 % d