INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr. )
INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS,
VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI
(Glycine max (L) Merr. )
SKRIPSI
Oleh : Zakila Nur’ainun
20100210008
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
(2)
ii
INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI
(Glycine max (L) Merr.)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Oleh: Zakila Nur’ainun
20100210008
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam terselesaikanya skripsi ini.
2. Kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendo’akan untuk kelancaran tugas akhir.
3. Adek-adek tercinta yang selalu memberikan semangat. 4. Seluruh keluarga besar yang juga ikut mendukung.
5. Sahabat-sahabat yang ikut memotivasi dan membantu dalam penelitian. 6. Teman-teman Agroteknologi 2010 yang memiliki rasa kekeluargaan yang
tinggi.
7. Seluruh dosen, staff dan karyawan FP UMY yang telah membantu dan memberikan ilmunya selama belajar di Fakultas Pertanian UMY.
(6)
(7)
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Kasih-Nya serta shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Rasulullah saw. sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) MERR.)”, sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
2. Ibu Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen Penguji skripsi penulis.
3. Bapak Ir. Hariyono, M.P. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
4. Keluarga beserta rekan-rekan yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga nanti skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 11 Januari 2016
(8)
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
INTISARI ... xiii
ABSTRACT ... xiv I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan ... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
A. Benih Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
B. Invigorasi Benih ... Error! Bookmark not defined.
C. Auksin ... Error! Bookmark not defined.
D. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Alat dan Bahan... Error! Bookmark not defined.
C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
(9)
ix
E. Parameter Pengamatan ... Error! Bookmark not defined.
F. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN . Error! Bookmark not defined.
A. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor .. Error! Bookmark not defined.
B. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Error! Bookmark not defined.
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.
B. Saran ... Error! Bookmark not defined.
VI. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
(10)
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Koefisien Perkecambahan Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Kecepatan Tumbuh Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Cabang Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji/Tanaman (gram) Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 10. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot 100 Biji/Tanaman Kedelai (gram). ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 11. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Potensi Hasil Biji Kedelai ton/ha...E rror! Bookmark not defined.
(11)
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tata Laksana Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai. Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Kecepatan Tumbuh Kedelai.
Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai. Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Jumlah Cabang Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji Pertanaman
Kedelai………...Er
ror! Bookmark not defined.
Gambar 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerarta Bobot 100 Biji Kedelai. . Error! Bookmark not defined.
(12)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout Penelitian di Laboratorium .... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2. Layout Penelitian di Lapangan ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4. Deskripsi Varietas Unggul Baluran ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam ... Error! Bookmark not defined.
(13)
xiii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat yang diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai. 2) Mendapatkan kosentrasi IAA yang yang tepat dan diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dari bulan Juli sampai Oktober 2015.
Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu perlakuan matriconditioning dan IAA yang terdiri dari 8 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari: tanpa
matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2
ml/l air, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, tanpa
matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa
IAA, matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, dan matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air. Hasil penelitian menunjukkan matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air, dan 4 ml/l air dapat meningkatkan index vigor dan koefesien perkecambahan, matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA belum dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai.
(14)
xiv
ABSTRACT
The research aims to get 1) exactly concentration of IAA that will itegration with matriconditioning that can improve the viability and vigor of soybean seed. To get 2) exactly concentration of IAA that will itegration with matriconditioning that can improve plant growth and yield of soybean. The research was conducted in the Research Laboratory and Field Experiment of Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah Yogyakarta on July until October 2015.
The research were arraged in Completaly Randomized Design (CRD) with single factor experiment that matricondintioning and IAA consists of 8 treatments were arraged in with 3 replications. The treatment consists of: without matriconditioning and without IAA, without matriconditioning and IAA concentration 2 ml/l water, without matriconditioning and IAA concentration 3 ml/l water, without matriconditioning and IAA concentration 4 ml/l water, matriconditioning and without IAA, matriconditioning dan IAA concentration 2 ml/l water, matriconditioning and IAA concentration 3 ml/l water, and matriconditioning and IAA concentration 4 ml/l water.
The result of research showed that matriconditioning that integrated with IAA concentration 2 ml/l water, 3 ml/l water and 4 ml/l water can increase index vigor and coefisien germination, matriconditioning that integrated with IAA has
not ben able to increase the growth and yield of soybean.
(15)
(16)
1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditas pangan penting setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein, sehingga mempunyai peran yang sangat penting dalam industri pangan dan pakan (Danapriatna, 2012). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan antara tahun 2010-2014 kebutuhan kedelai setiap tahunnya sekitar 2.300.000 ton biji kering (Eka, 2015). Sementara, produktivitas nasional masih cukup rendah sehingga setiap tahunnya Indonesia masih melakukan impor kedelai sebanyak satu juta ton (Mejaya, 2011).
Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi kedelai adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi penyediaan benih bermutu tinggi. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis tersebut ditandai dengan penurunan daya kecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemuculan kecambah di lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan hasil tanaman (Sucahyono, 2013).
Selain itu, pengadaan benih di Indonesia sering dilakukan beberapa waktu sebelum tanam sehingga benih harus disimpan terlebih dahulu. Keterbatasan
(17)
fasilitas dan teknologi penyimpanan yang dimiliki penangkar benih lokal menyebabkan mutu benih kedelai menurun (Sucahyono, 2013).
Benih yang telah mengalami kemunduran masih mungkin digunakan sebagai bahan tanam dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada benih sebelum digunakan sebagai bahan tanam (Meranda, 2014). Usaha untuk meningkatkan mutu benih yang sudah mundur dapat dilakukan dengan teknik invigorasi. Cara yang dilakukan untuk perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning (conditioning dengan menggunakan media larutan osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembab). Kedua teknik invigorasi tersebut juga dapat diintegrasikan dengan aplikasi perlakuan benih laininya seperti penambahan zat pengatur tumbuh, insektisida, dan inokulasi mikroba bermanfaat seperti rhizobium, bakteri pelarut P serta mikroba antagonis (Sucahyono, 2013).
Hasil penelitian Saryoko, dkk. (2013) menunjukkan matriconditioning
dengan perbandingan 9 gram benih 6 gram arang sekam dan 7 ml air kemudian di inkubasi selama 12 jam pada suhu kamar menghasilkan vigor benih lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan matriconditioning inokulasi menggunakan tanah bekas pertanaman kedelai, inokulasi menggunakan inokulan komersil, dan kontrol. Penelitian yang dilakukan Meranda (2014) menunjukkan konsentrasi IAA berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih cabai kadaluwarsa pada potensi tumbuh, daya kecambah, kecepataan tumbuh, keserempakan tumbuh, indeks vigor dan T50. Perlakuan terbaik dijumpai pada konsentrasi IAA 3 ml/l air yang
(18)
3
memiliki nilai viabilitas tertinggi di bandingkan pemberian IAA konsentrasi 1 ml/l air dan 2 ml/l air.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui viabilitas, vigor, pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dengan menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan konsentrasi IAA.
B. Rumusan Masalah
Benih kedelai mudah mengalami kemunduran karena sifatnya yang higroskopis sehingga menyebabkan kandungan kadar air benih kedelai tinggi. Kemunduran benih kedelai dapat menyebabkan penurunan daya kecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan teknik invigorasi yang dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh untuk memperbaiki benih kedelai yang telah mengalami kemunduran. Untuk itu, perlu adanya penelitian mengenai aplikasi
matriconditioning yang diintegrasikan dengan konsentrasi IAA serta kombinasi
(19)
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat dan diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai.
2. Untuk mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat dan diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai.
(20)
5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai
Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan yang rendah (Purwanti, 2004). Benih yang diproduksi pada musim hujan akan disimpan pada musim kemarau dan sebaliknya, benih yang diproduksi pada musim kemarau akan disimpan pada musim hujan (Hartawan, 2011). Pengadaan benih dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam dimulai, sehingga benih terlebih dahulu harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang optimal saat ditaman kembali (Indartono, 2011). Namun, sebagian besar petani tidak memiliki gudang penyimpanan yang layak sehingga benih kedelai mudah mengalami kemunduran
Benih kedelai mengandung protein cukup tinggi (±37%). Komposisi benih yang didominasi protein menyebabkan sangat higroskopis sehingga mudah menahan dan menyerap uap air (Sucahyono, 2013). Tatipa (2008) menyatakan, benih kedelai juga mengandung lemak cukup tinggi, yaitu sebesar 16%. Kandungan protein dan lemak yang tinggi menyebabkan benih kedelai cepat mengalami kemunduran. Sifat biji kedelai yang higroskopis, mudah menyerap uap
(21)
air dari udara sekitar. Biji kedelai menyerap atau mengeluarkan zat air sampai kandungan airnya seimbang dengan udara sekitar (Indartono, 2011).
Kadar air yang terlalu tinggi dalam penyimpanan akan menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan enzim-enzim yang akan mempercepat terjadinya proses respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam biji menjadi semakin besar. Akhirnya benih akan kehabisan energi pada jaringan-jaringan yang penting. Energi yang terhambur dalam bentuk panas ditambah keadaan yang lembab akan merangsang perkembangan mikroorganisme yang dapat merusak benih (Danapriatna, 2012). Kadar air benih meningkat jika suhu dan kelembaban ruang simpan relatif tinggi (Indartono, 2011). Jika suhu udara dalam ruang simpan benih tinggi maka proses enzimatik semakin meningkat sehingga dapat memperpendek umur simpan benih (Pitojo, 2003).
Tingginya kadar air juga menyebabkan struktur membran mitokondria tidak teratur sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan lemak yang bocor keluar sel. Dengan demikian, substrat untuk respirasi berkurang sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah berkurang (Danapriatna, 2012). Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih (Purwanti, 2004). Secara bersamaan laju respirasi meningkat sejalan dengan peningkatan suhu (Hartawan, 2011). Selain itu, lingkungan lembab dan panas merupakan kondisi yang baik
(22)
7
bagi mikroorganisme misalnya jamur akan berkembang dengan baik (Purwanti, 2004).
Kondisi ruang simpan yang tidak optimal sangat memungkinkan benih kedelai masih banyak menyerap air sehingga mengakibatkan benih kedelai cepat mengalami kemunduran. Oleh karena itu, untuk waktu-waktu mendatang teknik invigorasi sangat diperlukan (Sucahyono, 2013). Proses penuaan dan mundurnya vigor secara fisiologis tersebut ditandai dengan penurunan daya kecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan hasil tanaman (Sucahyono, 2013). Namun, benih yang telah mengalami kemunduran masih mungkin digunakan sebagai bahan tanam dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu seperti invigorasi pada benih sebelum digunakan sebagai bahan tanam (Meranda, 2014).
B. Invigorasi Benih
Invigorasi benih ialah perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan kecambah (Arief dan Koes, 2010). Invigorasi adalah proses bertambahnya vigor
(23)
benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih (Yukti, 2009).
Cara yang dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning (conditioning menggunakan larutan osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembab) (Sucahyono, 2013). Pada perlakuan priming (perlakuan pendahuluan pada benih dengan osmoconditioning atau matriconditioning), peristiwa fisiologis dan biokimia pada benih berperan saat penundaan perkecambahan oleh potensial osmotik yang rendah dan potensial matriks yang sesuai dari media yang terimbibisi (Khan, 1992).
Matriconditioning adalah salah satu perlakuan hidrasi terkontrol yang
dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matriks rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Koes dan Arief, 2010).
Matriconditioning dilakukan dengan menggunakan media padat yang
dilembabkan seperti serbuk gergaji, abu gosok, zeolit, vermikulit, dan mikro-Cel E (Nurmaili dan Nurmiaty, 2010). Media matriconditioning yang baik harus memiliki sifat tidak larut dalam air dan tetap utuh selama conditioning, memiliki kapasitas pegang air yang tinggi, kerapatan ruang besar, luas permukaan besar, memiliki kemampuan melekat pada pemukaan benih dan mudah tercampur dengan tanah ketika benih ditanam (Sucahyono, 2013). Arang sekam padi juga dapat digunakan sebagai media matriconditioning ini karena sekam padi memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan air (Wikipedia, 2014).
(24)
9
Perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membran. Enzim tersebut membantu memperbaiki organel sel penting yang mengalami kerusakan. Aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase menunjukkan daya hidup benih (Sucahyono, 2013). Beberapa jenis enzim yang erat kaitannya dengan perbaikan membran seperti ATPase, ACC sintetase dan isocitrate lyse meningkat selama perlakuan invigorasi. Perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas enzim tersebut menyebabkan meningkatnya integritas membran sehingga mengurangi kebocoran metabolik (Sutariati, 2001 dalam Ruliyansyah, 2011).
Hasil penelitian Koes dan Arief (2010), perlakuan matriconditioning
menggunakan abu sekam, serbuk gergaji dan jerami padi pada benih jagung yang telah disimpan selama 8 bulan memberikan daya berkecambah yang lebih tinggi dibanding dengan tanpa pemberian matriconditioning.
Matriconditioning dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh, atau
pestisida, biopestisida, dan mikroba bermanfaat (Ilyas, 2006). Hasil penelitian Meranda (2014) menyebut perlakuan IAA yang diintegrasikan dengan
matriconditioning pada benih cabai memberikan hasil terbaik pada konsentrasi 3
ml/l air dengan daya kecambah 73,33% meskipun tidak berbeda nyata.
Menurut Sucahyono (2013) teknik invigorasi benih yang paling sesuai dan dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemunduran benih kedelai adalah
(25)
ml air diinkubasi selama 12 jam dalam suhu ruang. Teknik invigorasi ini juga dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh salah satunya yaitu auksin.
C. Auksin
Hormon tumbuh yaitu senyawa organik yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun menghambat berbagai proses fisiologis tanaman. Di dalam tubuh tanaman senyawa organik ini jumlahnya sangat sedikit, maka diperlukan penambahan hormon dari luar. Hormon sintesis yang ditambahkan dari luar tubuh tanaman disebut zat pengatur tumbuh. Zat ini fungsinya untuk merangsang pertumbuhan misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan lain sebagainya (Hendaryono dan Ari, 1994).
Perkecambahan benih dapat juga ditingkatkan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh merupakan hormon sintesis yang diberikan pada organ tanaman yang dalam konsentrasi rendah berperan aktif dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT terbagi dalam lima tipe utama yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Tiap kelompok ZPT dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun hanya asam absisat yang tidak mempengaruhi perkembangan tumbuhan dalam hal diferensiasi sel (Meranda, 2014).
Auksin adalah hormon pertumbuhan yang pertama kali ditemukan. Salah satu jenis auksin yang telah diekstraksi dari tumbuhan adalah asam indole asetat
(26)
11
(tunas), daun muda, dan kuncup bunga. Semakin jauh dari ujung tumbuhan, konsentrasi auksin menyusut (Pratiwi, 1991).
Auksin adalah ZPT yang memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada stek tanaman. Auksin juga mempengaruhi perkembangan buah, dominasi apikal, fototropisme dan geotropisme. Kombinasi auksin dengan giberelin memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh, sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Lakitan, 2007
dalam Meranda 2014).
Auksin merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan auksin lainnya jika dikombinasikan dengan giberelin dapat memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Meranda, 2014). Auksin juga berfungsi untuk merangsang pembentukan akar pada tunas (Mulyono, 2010).
Pada konsentrasi tertentu auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas sel terhadap air, pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan dinding sel (Mulyono, 2010).
(27)
Hormon auksin di dalam tubuh tanaman dihasilkan oleh pucuk-pucuk batang, pucuk-pucuk cabang dan ranting yang menyebar luas ke dalam seluruh tubuh tanaman. Penyebarluasan auksin ini arahnya dari atas ke bawah hingga sampai titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (ploem) atau jaringan parenkhim (Hendaryono dan Ari, 1994).
Penambahan auksin dengan konsentrasi tinggi mempunyai efek menghambat pertumbuhan jaringan yang disebabkan terdapat persaingan dengan auksin endogen untuk mendapatkan tempat kedudukan penerima sinyal membran sel sehingga penambahan auksin dari luar tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel (Paramartha dkk, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Meranda (2014) menunjukkan perlakuan IAA yang diintegrasikan dengan matriconditioning pada benih cabai memberikan hasil terbaik pada konsentrasi 3 ml/l air dengan daya kecambah 73,33% meskipun tidak berbeda nyata.
D. Hipotesis
Matriconditioning arang sekam yang dikombinasikan dengan auksin
dengan konsentrasi 3 ml/l air dapat memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan viabilitas, vigor, pertumbuhan dan hasil kedelai.
(28)
13
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015.
B. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih kedelai varietas Baluran yang didapat dari Balai Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) unit Gading, Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, auksin berupa IAA (Indole Acetic Acid), arang sekam, pasir, air, dan tanah regosol.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan analitik, gelas ukur 10 ml, ayakan 2 mm, oven untuk mensterilkan media
matriconditioning selama 1 jam dengan suhu 100 0C, Polybag, nampan untuk
perkecambahan, wadah untuk proses matriconditioning, dan handsprayer.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perlakuan
matriconditioning dan IAA. Perlakuaan invigorasi terdiri dari :
1) Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA (M0Z0).
(29)
3) Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (M0Z2). 4) Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (M0Z3).
5) Matriconditioning dan tanpa IAA (M1Z0).
6) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (M1Z1).
7) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (M1Z2).
8) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (M1Z3).
Penelitian ini secara keseluruhan terdiri atas dua bagian penelitian yaitu 1) pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, 2) pengaruh perlakuan invigorasi terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil benih kedelai.
Penelitian bagian 1 dilakukan di Laboratorium penelitian menggunakan rancangan acak lengkap. Pengujian viabilitas dan vigor menggunakan pasir diaplikasikan ke dalam nampan perkecambahan dengan 100 benih tiap satuan percobaan. Setelah itu dibuat lubang tanam, terdapat 100 lubang tanam dalam satu nampan, dalam satu lubang tanam ditanam dengan satu benih. Terdapat delapan perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh sebanyak 24 unit percobaan sehingga kebutuhan benih yaitu 24 x 100 = 2.400 benih. Penelitian bagian 2 dilakukan di lapang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Benih kedelai ditanam pada polybag sebanyak 2 biji/lubang tanam, sebelumnya benih yang telah ditanam telah diberikan perlakuan. Terdapat delapan perlakuan setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan dan terdapat 3 tanaman sampel sehingga terdapat 24 x 3 = 72 tanaman.
(30)
15
Aplikasi IAA dengan cara benih direndam dengan konsentrasi IAA (2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air) selama 1 jam. Setelah itu dilakukan proses
matriconditioning dengan menimbang 9 gram benih, 6 gram arang sekam dan 7
ml air yang dicampurkan dan diinkubasi selama 12 jam pada suhu kamar. Benih yang telah diberikan perlakuan kemudian ditanam di Laboratorium dan di Lapangan.
D. Tata Laksana Penelitian
Dalam tata laksana penelitian dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat dan bahan dilakukan seminggu sebelum penelitian. Bahan yang disiapkan diantaranya: benih kedelai varietas Baluran, auksin berupa IAA
(Indole Acetic Acid), arang sekam, pasir, air, dan tanah regosol. Alat-alat yang
digunakan antara lain: timbangan analitik, gelas ukur 10 ml, ayakan 2 mm, oven untuk mensterilkan media matriconditioning selama 24 jam dengan suhu 100 0C,
Polybag, nampan untuk perkecambahan, wadah untuk proses matriconditioning
dan handsprayer.
2. Aplikasi IAA dan matriconditioning
Arang sekam dihaluskan terlebih dahulu, selanjutnya diayak agar diperoleh ukuran partikel yang halus dan seragam dengan menggunakan ayakan ukuran luang saring 2 mm. Setelah mendapatkan partikel yang seragam bahan
(31)
dimasukkan ke dalam oven untuk sterelisasi selama 1 jam pada suhu 1000 C. Benih yang telah dipilih dimasukkan ke dalam wadah berdasarkan perlakuan konsentrasi IAA yang dicampur dengan air (2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air) direndam selama 1 jam.
Untuk kombinasi antara IAA dan matriconditioning setelah perendaman IAA masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam wadah untuk perlakuan
matriconditioning. Perbandingan antara benih, bahan matriconditioning, dan air
adalah 9 gram benih : 6 gram arang sekam : 7 ml air. Setelah media dicampur merata, media matriconditioning diinkubasi selama 12 jam pada kondisi ruang. Setelah itu dilakukan penanaman 1) di Laboratorium dan 2) di Lahan Percobaan.
3. Persiapan media tanam
Uji di Laboratorium dengan menggunakan pasir dan untuk uji di lapangan menggunakan tanah regosol yang berada di sekitar Lahan Percobaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Tegalrejo, Tamantirto, Kasihan Bantul dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha. Polybag yang digunakan berukuran 45 x 35 cm.
Tanah yang digunakan dikeringanginkan selama 1 minggu setelah itu disaring dengan saringan lolos 2 mm. Sebelum dimasukkan ke dalam polybag
tanah dicampur dengan pupuk kandang terlebih dahulu dengan dosis 2 ton/ha. Tanah dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 10 kg/polybag.
(32)
17
4. Penanaman di Laboratorium
Uji viabilitas dan vigor benih menggunakan pasir diaplikasikan ke dalam nampan perkecambahan dengan 100 benih tiap satuan percobaan. Setelah itu dibuat lubang tanam, terdapat 100 lubang tanam dalam satu nampan, dalam satu lubang tanam ditanam dengan satu benih, sehingga jika terdapat 24 unit percobaan maka dibutuhkan 2.400 benih. Perkecambahan dilakukan pada suhu ruang, dan diamati setiap hari selama 7 hari.
5. Penanaman di Lahan Percobaan
Setiap polybag diberikan 10 kg tanah dan ditanami sebanyak 2 biji/lubang tanam. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan dan terdapat 3 tanaman sampel sehingga terdapat 24 x 3 = 72 tanaman.
6. Pemeliharaan tanaman kedelai a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari dengan melihat kondisi tanah pada
polybag terlebih dahulu karena tanaman kedelai tidak terlalu
membutuhkan air.
b. Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada polybag yang tumbuh sebanyak 2 tanaman, diambil 1 tanaman yang tumbuhnya abnormal, terserang hama dan penyakit. Penjarangan dilakukan sekitar 2 minggu setelah tanam.
(33)
c. Pemupukan
Pupuk dasar diberikan pada saat tanam dengan dosis 50 Kg/ha urea, 100 Kg/ha SP-36 dan 75 Kg/ha KCl (Perhitungan kebutuhan pupuk/polybag ada di Lampiran 3). Pemupukan susulan dilakukan saat tanaman berumur 20-30 hari setelah tanam. Pupuk yang digunakan berupa urea 50 kg/ha. Aplikasi pupuk dimasukkan ke dalam lubang disisi kanan dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm.
d. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman kedelai. Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma pada tanaman.
e. Pengendalian hama dan penyakit
Serangan hama dan penyakit di lapangan intensitasnya cukup tinggi sehingga pengendaliannya menggunakan insektisida dan fungisida. Hama yang menyerang diantaranya Lalat Bibit, Ulat Grayak, Kumbang Kedelai, Kutu Kebul, Ulat Penggulung Daun, Kepik Hijau, Penggerek Pucuk untuk penyakit yang menyerang yaitu Karat Daun. Pengendalian hama menggunakan insektisida Decis 2,5 EC dan Marshal 200 EC di semprotkan pada tanaman seminggu sekali dan pengendalian penyakit Karat Daun dengan menggunakan Antracol 70 WP.
(34)
19
7. Panen
Kedelai yang telah siap dipanen ditandai dengan ciri-ciri daun yang menguning, warna polong berubah menjadi coklat atau coklat kehitam-hitaman, serta ditandai dengan gugurnya daun. Panen dilakukan saat 95 % lebih polong telah berubah warna dan jumlah dan tertinggal 5-10 %. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut batang tanaman yang paling bawah.
8. Pengeringan polong dan pemisahan biji kedelai
Polong kedelai dijemur dibawah terik matahari. Pengeringan membutuhkan waktu satu sampai dua hari. Setelah itu dilakukan pemisahan biji dari polong kedelai.
E. Parameter Pengamatan 1. Parameter Pengamatan Laboratorium
a. Daya kecambah
Pengamatan daya kecambah dilakukan pada hari ketujuh dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah normal. Rumus perhitungan daya kecambah adalah sebagai berikut:
Daya kecambah
x 100%. b. Vigor benih
Pengamatan vigor benih dilakukan setiap hari dengan mencatatat jumlah benih yang berkecambah normal setiap harinya. Perhitungan index
(35)
vigor dilakukan dengan menghitung kecambah normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama. Rumus yang digunakan adalah:
Index vigor
Keterangan: An = Jumlah benih yang berkecambah.
Tn = Waktu yang bersangkutan.
c. Koefisien perkecambahan (Coefisien Germination)
Pengamatan koefisien perkecambahan dilakukan setiap hari dengan mencatat jumlah benih yang berkecambah normal setiap harinya. Perhitungan koefisien perkecambahan dilakukan dengan menghitung kecambah normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama. Rumus yang digunakan adalah:
Koefisien perkecambahan
Keterangan: Bn = Total benih yang dikecambahkan.
An = Jumlah benih yang berkecambah setiap hari. Tn = Waktu yang bersangkutan.
d. Kecepatan berkecambah
Kecepatan berkecambah diperoleh dengan menghitung persentase benih berkecambah normal sampai hari ke 4 setelah tanam.
(36)
21
2. Parameter Pengamatan di Lapangan
Parameter pengamatan di lapangan dilakukan pada seluruh satuan unit percobaan yaitu pada 72 tanaman. Adapun parameter yang diamati diantaranya:
a. Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai umur 1 minggu setelah tanam, setiap satu minggu sekali dengan cara mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang sampai ujung batang tanaman menggunakan penggaris. Pengamatan dilakukan sampai tinggi tanaman mencapai vegetatif maksimal.
b. Jumlah daun
Perhitungan jumlah daun dilakukan umur 1 minggu setelah tanam setiap satu minggu sekali dengan cara menghitung jumlah daun yang telah membuka, daun kedelai dihitung setiap trifoliat daun.
c. Jumlah cabang
Pengamatan jumlah cabang dilakukan setelah umur 1 minggu setelah tanam setiap satu minggu dengan cara menghitung jumlah cabang tanaman yang tumbuh sampai pemanenan. Jumlah cabang akan berkolerasi positif dan sangat nyata dengan bobot biji/tanaman.
d.Jumlah polong pertanaman
Pengamatan jumlah polong pertanaman dilakukan dengan menghitung seluruh polong isi setelah pemanenan. Pengamatan jumlah polong berkolerasi positif dengan bobot biji pertanaman.
(37)
e. Bobot biji/tanaman (g)
Pengamatan bobot biji/tanaman dengan menghitung bobot biji/tanaman (gram) setelah panen. Brangkasan kedelai yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah kain dan ditumbuk agar biji kedelai keluar dari polongnya. Setelah itu, biji tanaman ditimbang menggunakan timbangan analitik dan dilakukan perhitungan kadar air biji.
f. Bobot 100 biji kedelai (gram)
Pengamatan bobot 100 biji kedelai (gram) dengan menghitung berat setiap 100 biji kedelai (gram).
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis. Analisis menggunakan sidik ragam pada taraf kesalahan 5% dan jika perlakuan berbeda nyata digunakan uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Test) pada taraf kesalahan 5% untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata.
Gambar 1. Tata Laksana Penelitian. Benih
Perlakuan Penanaman di Laboratorium
Pengamatan viabilitas dan vigor
Penanaman di Lapangan Pengamatan pertumbuhan dan hasil Analisis data
(38)
23
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di Laboratorium terdiri dari daya kecambah, vigor benih, koefisien perkecambahan dan kecepatan tumbuh.
1. Daya Kecambah
Daya kecambah adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk berkecambah dan berproduksi normal dalam kondisi optimum dengan kriteria kecambah normal. Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).
Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai
Perlakuan Rerata Daya
Kecambah (%)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
77,00 a 71,67 a 74,33 a 70,67 a 85,33 a 73,00 a 81,33 a 75,33 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
(39)
Pengujian perkecambahan di Laboratorium dapat digunakan untuk memperkirakan daya tumbuh tanaman di lapangan (Wulandari, 2008). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata pada semua perlakuan yang diberikan terhadap daya kecambah (Lampiran 5A).
Grafik perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA serta matriconditioning
dan IAA konsentrasi 3 ml/l air memiliki rerata nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan benih lainnya (85,33% dan 81, 33%). Sementara perlakuan tanpa matriconditioning dan IAA 2 ml/l air (71,67%), tanpa
matriconditioning dan IAA 3 ml/l air (74,33%), tanpa matriconditioning dan IAA
4 ml/l air (70,67 %), matriconditioning dan IAA 2 ml/l air (73%) dan
matriconditioning dan IAA 4 ml/l air (75,33%), hasil rerata daya kecambahnya
lebih rendah dibandingkan kontrol (77%) (Gambar 2).
Daya kecambah perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA adalah 85,33% dan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air adalah 81,33% memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol namun daya kecambah lebih dari 80% sudah memenuhi standar mutu benih yaitu memiliki daya kecambah tinggi di atas 80% (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Daya kecambah yang tinggi akan sangat bermanfaat nantinya apabila benih ditanam di lapangan karena benih yang memiliki daya kecambah tinggi akan membuat pemunculan kecambah di lapangan tinggi pula.
(40)
25
Gambar 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dankonsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAAkonsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air. Dalam penelitian ini perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air telah terbukti memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini tidak terlepas dari fungsi perlakuan matriconditioning yang diberikan. Perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan daya kecambah dengan cara mengontrol penyerapan air yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matrik rendah dan potensial yang dapat diabaikan (Koes dan Arief, 2010). Penyerapan air yang terkontrol oleh media padat lembab dalam hal ini arang sekam menyebabkan perlakuan matriconditioning memiliki fase imbibisi
M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Day a Kec amb ah (%) Perlakuan
(41)
lebih lama dibandingkan perlakuan lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan Khan et al (1992) dalam Meranda (2014) perlakuan matriconditioning memiliki fase imbibisi lebih lama dibandingkan perlakuan perendaman benih saja. Tiga fase imbibisi oleh benih yaitu, pada mulanya air diserap benih dengan cepat (fase 1) diikuti oleh lag phase yang mana potential air seimbang dengan lingkunganya (fase II). Selama fase II terjadi perubahan metabolisme utama dalam mempersiapkan benih untuk pemunculan radikula. Fase III imbibisi ditandai dengan munculnya radikula yang diikuti dengan penyerapan air cepat. Perlakuan invigorasi benih dilakukan dengan memperpanjang fase II imbibisi dan menghambat pemunculan radikula, yaitu membuat kondisi imbibisi terkontrol dengan potensial air rendah (Copeland dan McDOnald, 1995 dalam Meranda 2014).
Sebagaimana yang disebutkan Yukti (2009) invigorasi yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler benih. Sucahyono (2013) menyebutkan perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membran. Beberapa enzim yang erat kaitanya dengan perbaikan membran seperti ATPase, ACC sintetase dan isocitratelyse meningkat selama perlakuan invigorasi. Terjadi perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas enzim tersebut menyebabkan meningkatkan integritas membran sehingga mengurangi kebocoran metabolik (Saturiati, 2001 dalam Ruliyansyah, 2011). Meningkatnya viabilitas benih kedelai ini juga berkaitan dengan bahan matriconditining yang digunakan.
(42)
27
Bahan matriconditioning yang digunakan dapat memegang air dengan sangat baik sehingga dapat mengatur masuknya air ke dalam benih (Meranda, 2014). Arang sekam mempunyai daya pegang air yang baik. Daya pegang air yang baik pada media menyebabkan media tidak cepat kering (Puspitasari, 2008). Selain itu juga, adanya pemberian IAA yang dintegrasikan dengan matriconditioning dapat meningkatkan daya kecambah hal ini karena pemberiaan IAA akan memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar (Meranda, 2014). Hal ini dapat dilihat pada perlakuan matriconditioning dan IAA 3 ml/l air (81,33%) memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan kontrol (77%) meskipun tidak berbeda nyata.
Perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/air memiliki daya kecambah lebih rendah dibandingkan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air. Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, permberian konsentrasi zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Istomon dan Randhi (2012) bahwa zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara yang dapat mendukung pertumbuhan jika konsentrasinya optimal ataupun menghambat pertumbuhan jika konsentrasinya berlebih.
(43)
2. Index Vigor
Index vigor adalah vigor kecepatan tumbuh berdasarkan kecambah normal terhadap total benih yang dikecambahkan pada hitungan pertama (Copeland dan McDonald, 1995 dalam (Fridayanti, 2015).). Hasil sidik ragam menunjukkan terjadi perbedaan secara nyata pada perlakuan yang diberikan terhadap index vigor (Lampiran 5B).
Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai
Perlakuan Rerata Index
Vigor
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
20,58 bcd 19,70 cd 19,61 cd 19,15 d 23,44 abc 24,53 ab 26,09 a 25,15 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Untuk parameter index vigor nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (26,09), diikuti oleh
matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (25,15) berbeda nyata dengan
kontrol (20,58) serta perlakuan tanpa matriconditioning dan IAA, baik pada konsentrasi 2 ml/l air (19,7), konsentrasi 3 ml/l air (19,61), dan konsentrasi 4 ml/l air (19,15), namun tidak berbeda nyata pada perlakuan matriconditioning dan
(44)
29
tanpa IAA (23,44) serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (24,53) (Tabel 2).
Adanya sinergi antara matriconditioning dan IAA dalam meningkatkan kekuatan tumbuh benih. Pemberian IAA pada perlakuan matriconditioning dan IAA akan memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar (Meranda, 2014) serta memacu proses pembentukan akar dan jumlah akar (Puspitasari, 2008) (Lihat lampiran 6). Selain mendapatkan penambahan IAA, benih juga diberikan perlakuan matriconditioning sehingga proses imbibisi tetap berlangsung. Proses imbibisi yang masih berlangsung akan memicu pengaktifan enzim yang akan melakukan proses metabolisme dan apabila metabolisme berjalan dengan cepat maka mempercepat pembelahan sel dan pertumbuhan juga lebih cepat (Yuliana, 2010). Peningkatan nilai kecepatan tumbuh menunjukkan adanya peningkatan vigor kekuatan tumbuh benih yang berarti bahwa benih akan lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum dan beragam (Sucahyono, dkk, 2013).
Menurut Purwanti (2004) index vigor benih menggambarkan kekuatan tumbuh benih pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Hal ini diharapkan benih tetap dapat tumbuh dengan baik meskipun kondisi lingkungan suboptimum. Peningkatan vigor benih akan membuat tanaman mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Samuel, dkk (2012) benih kedelai yang mempunyai vigor yang sudah menurun menyebabkan tanaman kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan demikian pula sebaliknya.
(45)
3. Koefisien Perkecambahan
Hasil sidik ragam menunjukkan terjadi perbedaan secara nyata pada perlakuan yang diberikan terhadap koefisien perkecambahan (Lampiran 5C). Tabel 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Koefisien Perkecambahan Kedelai.
Perlakuan Rerata Koefesien
Perkecambahan (%)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
26,19 b 26,85 b 25,79 b 26,52 b 26,86 b 32,93 a 30,99 a 32,33 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Hasil analisis uji lanjut DMRT pada parameter koefisien perkecambahan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (32,99%),
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (30,95%), dan
matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (31,53%) nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan kontrol (26,3%), matriconditioning dan tanpa IAA (27,02%), tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (26,82%), tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (25,49%), dan tanpa
(46)
31
parameter koefisien perkecambahan ini juga menunjukkan tidak ada perbedaan secara nyata pada pemberian konsentrasi IAA baik pada perlakuan tanpa
matriconditioning dan IAA serta matriconditioning dan IAA. Pada parameter
koefesien perkecambahan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air berbeda nyata dengan semua perlakuan. Dalam penelitian ini pemberian matriconditioning yang dintegrasikan dengan IAA tidak hanya meningkatkatkan nilai rerata index vigor namun juga dapat meningkatkan koefesien perkecambahan. Pengukuran koefesien perkecambahan dapat berfungsi untuk mengetahui keserempakan tumbuh benih. Benih yang keserempakan tumbuhnya secara homogen menandakan kekuatan tumbuh benih tersebut semakin tinggi. Sebaliknya, apabila tanaman itu menunjukkan pertumbuhan benih yang tidak merata menandakan keadaan yang kurang bagus (Zahrok, 2007 dalam
Purwanti, 2012). Menurut Syaiful, dkk (2012) benih yang memiliki keserempakan tumbuh mengindikasikan bahwa tanaman tersebut tumbuh serempak dan seragam dengan demikian diharapkan pada pertumbuhan selanjutnya dapat menghasilkan tanaman lebih tahan terhadap stress, lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dan meningkatkan hasil tanaman.
4. Kecepatan Tumbuh
Pengujian kecepatan tumbuh menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah normal. Kecepatan tumbuh benih yang tinggi juga menunjukan vigor benih yang baik (Ksi, 2015).
(47)
Tabel 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Kecepatan Tumbuh Kedelai.
Perlakuan Kecepatan
Tumbuh (%)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
70,67 a 68,00 a 66,67 a 66,00 a 78,67 a 70,00 a 76,00 a 73,33 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi perbedaan secara nyata pada perlakuan yang diberikan terhadap kecepatan tumbuh (Lampiran 5D). Namun demikian, jika dilihat dari grafik perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA,
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air dan matriconditioning dan IAA
konsentrasi 4 ml/l air memiliki rerata nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan benih lainnya (78,67%, 76% dan 73,33%) (Gambar 3).
Pada parameter kecepatan tumbuh tidak ada perbedaan secara nyata antar perlakuan hal ini diduga karena daya kecambah awal benih yang masih tinggi sehingga pada hari keempat kecepatan tumbuh benih masih tinggi. Perhitungan kecepatan tumbuh benih dilakukan dengan menghitung akumulasi benih yang tumbuh pada hari ke empat.
(48)
33
Gambar 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Kecepatan Tumbuh Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
B. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Parameter penelitian di lapangan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, jumlah polong, bobot biji/tanaman, dan bobot 100 biji/tanaman.
1. Tinggi Tanaman
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap tinggi tanaman baik pada perlakuan tanpa matriconditioning
dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning
dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air (Lampiran 5E) . M0Z0 M0Z1 M0Z2 M1Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Ke ce pa tan T umbuh (% ) Perlakuan
(49)
Tabel 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai
Perlakuan Rerata Tinggi
Tanaman (cm)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
34,23 a 31,33 a 32,83 a 34,73 a 32,43 a 32,73 a 30,40 a 31,77 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Gambar 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air. 0
10 20 30 40
1 2 3 4 5 6 7 8 9
T in ggi T an am an ( cm )
Minggu Ke -
M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
(50)
35
Pada penelitian ini, perbedaan tinggi tanaman pada antar perlakuan tidak begitu besar, sehingga tidak menunjukkan perbedaan secara nyata. Tinggi tanaman pada penelitian ini yaitu antara 30,4 cm - 34,73 cm.
2. Jumlah Daun
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap jumlah daun baik pada perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air (Lampiran 5F).
Tabel 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai.
Perlakuan Rerata Jumlah Daun
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpamatriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
29,43 a 24,00 a 22,67 a 23,00 a 22,00 a 21,07 a 18,07 a 23,77 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Grafik jumlah daun kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 5.
(51)
Gambar 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
3. Jumlah Cabang
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap jumlah cabang (Lampiran 5G). Hasil analisis rerata jumlah cabang bisa dilihat di tabel 7. Jika dilihat dari grafik pada perlakuan tanpa
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, jumlah cabang pada perlakuan
ini stagnan dari minggu ke 3 sampai minggu ke 8, hal ini dikarenakan serangan hama pada tanaman.
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ju m lah Daun Minggu Ke- M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
(52)
37
Tabel 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Cabang Kedelai.
Perlakuan Rerata Jumlah
Cabang.
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
3,00 a 2,77 a 2,00 a 2,50 a 2,60 a 2,27 a 2,86 a 2,50 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Grafik jumlah cabang kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Jumlah Cabang Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air. 0
1 2 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ju m lah Caban g Minggu Ke- M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1
(53)
4. Jumlah Polong
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap jumlah polong (Lampiran 5H).
Tabel 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai.
Perlakuan Rerata Jumlah
Polong
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
59,90 a 51,67 a 52,00 a 48,00 a 50,00 a 47,67 a 46,60 a 50,83 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Hasil analisis rerata jumlah polong bisa dilihat di tabel 8. Pada Jumlah polong kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning
dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air. Jumlah polong pada penelitian ini yaitu antara 47-59. Grafik jumlah polong tanaman kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
(54)
39
Gambar 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
5. Bobot Biji/Tanaman
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap bobot biji/tanaman (Lampiran 5I). Pada bobot biji/tanaman kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air. Bobot biji/tanaman pada penelitian ini yaitu antara 14 - 19 gram/tanaman. Grafik bobot biji/tanaman pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 8.
M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
0 10 20 30 40 50 60 70 Juml ah P olong /T ana man Perlakuan
(55)
Tabel 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji/Tanaman (gram)
Perlakuan Rerata Bobot
Biji/Tanaman (gram)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
19,70 a 14,67 a 19,13 a 21,67 a 17,67 a 16,80 a 15,23 a 17,73 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Gambar 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji Pertanaman Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
0 5 10 15 20 25 B obot B ij i/ T ana man (g ra m) Perlakuan
(56)
41
6. Bobot 100 Biji Kedelai
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap bobot 100 biji kedelai (Lampiran 5J). Hasil analisis rerata bobot 100 biji/tanaman bisa dilihat di tabel 10. Pada bobot 100 biji kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air. Bobot 100 biji kedelai pada penelitian ini yaitu antara 14-16 gram/tanaman.
Tabel 10. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot 100 Biji/Tanaman Kedelai (gram).
Perlakuan Rerata Bobot Biji
100 gram/Tanaman
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
15,40 a 15,33 a 15,53 a 16,40 a 16,17 a 15,87 a 14,00 a 15,77 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
(57)
Grafik bobot 100 biji kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerarta Bobot 100 Biji Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air. Pada semua parameter pengamatan pertumbuhan dan hasil menunjukkan tidak terjadi perbedaan secara nyata pada semua perlakuan. Hasil penelitian di Laboratorium benih tidak berkolerasi dengan hasil parameter di lapangan. Hal ini karena faktor pertumbuhan dan hasil tanaman di lapangan dipengaruhi oleh serangan hama lalat bibit dan penggerek pucuk.
Serangan hama lebih mempengaruhi pertumbuhan bisa dilihat dari nilai rerata tinggi tanaman pada semua perlakuan lebih pendek dari dari kriteria
M0Z0 M0Z1 M0Z2 M0Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 B
obot 100 B
ij i/ T ana man Perlakuan
(58)
43
varietas kedelai Baluran yang memiliki tinggi tanamana 60-80 cm. Hal ini karena sekitar umur 2-5 minggu setelah tanam, tanaman kedelai terserang hama penggerek pucuk. Tinggi tanaman yang terserang penggerek pucuk cenderung lebih pendek, rata-rata hanya mencapai 27,7 cm, sedangkan pada tanaman sehat tinggi tanaman dapat mencapai 77,6 cm. Berkurangnya tinggi tanaman yang terserang penggerek pucuk disebabkan karena ujung tunas atau titik tumbuh tanaman kering dan mati, sehingga pertumbuhan menjadi terhenti, dan sebagai kompensasinya tanaman akan tumbuh ke samping dengan membentuk cabang lebih banyak dari tanaman sehat(Balitkabi, 2014). Selain itu juga terjadi serangan hama lalat bibit yang menggerek batang bagian dalam, serangan berat pada lalat bibit mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan batang tanaman kedelai. Pertumbuhan batang kedelai yang terhambat mengakibatkan jumlah cabang tanaman kedelai rendah yaitu antara 2-3 cabang. Semua analisis pertumbuhan tanaman menunjukkan tidak berbeda nyata antar perlakuan sehingga hal ini berpengaruh terhadap jumlah polong, bobot biji/tanaman, dan bobot 100 biji/tanaman yang juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Untuk bobot biji/tanaman yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu antara 14,67-21,67 gram atau setara dengan potensi hasil 2 ton/ha - 2,88 ton/ha dengan kadar air saat penimbangan antara 10-15,5%. Untuk berat 100 biji/tanaman pada penelitain ini yaitu antara 14-16,4 gram. Untuk potensi hasil tanaman kedelai perhektar berdasarkan bobot biji/tanaman dapat dilihat pada tabel 11.
(59)
Tabel 11. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Potensi Hasil Biji Kedelai ton/ha.
Perlakuan Rerata Potensi Hasil
Biji Kedelai (ton/ha)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
2,64 a
2,00 a 2,56 a
2,88 a 2,40 a 2,24 a 2,10 a 2,40 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
(60)
45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa:
1. Perlakuan matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air dapat meningkatkan index vigor dan koefesien perkecambahan benih kedelai.
2. Perlakuan matricoditioning yang diintegrasikan dengan IAA belum dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai.
B. Saran
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan polybag sehingga masih perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penanaman langsung di Lahan.
(61)
46
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arief, R. dan F. Koes. 2010. Invigorasi Benih. http://www. google. co. id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CBwQFjAA&url =http%3A%2F%2Fbalitsereal. litbang. pertanian. go. id%2Find%2Fimages%2Fstories%2Fp60.
pdf&ei=zpOKVZumO5OeugT_pIAo&usg. Diakses tanggal 24 Juni 2015. Balitkabi. 2014. Waspada Serangan Hama Penggerek Pucuk Melanagromyza
dolichostigma de meijere pada Tanaman Kedelai.
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/info-teknologi/1542-waspadai- serangan-hama-penggerek-pucuk-melanagromyza-dolichostigma-de-meijere-pada-tanaman-kedelai-.html. Diakses tanggal 13 Desember 2015. Danapriatna. 2012. Pengaruh Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih Kedelai.
http://download. portalgaruda. org/article. php?article=19266&val=1224. Diakses 17 April 2015.
Eka, A.D. S, Hanafiah, I.Nuriadi.2015 Respon Morfologis dan Fisiologi Beberapa Varietas Kedelai di Tanah Masam. Jurnal Online Agroteknologi. Vol. 3. No. 2 : 507-514.
Hartawan, 2011. Pengaruh Fotoperiodesitas, Asam Indol Asetat, dan Fosfor Terhadap Daya Simpan Benih Kedelai Pada Musim Hujan dan Kemarau. J. Agrivigor.Vol. 10 No. 2 : 168-177.
Hendaryono, D.P.S dan Ari, W. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. 137 hal.
Ilyas, S. 2006. Seed treatments using matriconditioning to improve vegetables seed quality [review]. Bul.Agron. 34 (2):124-132.
Indartono, 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan dan Teknik Pengemasan Terhadap Kualitas Benih Kedelai. Gema Teknologi. Vol. 16 No. 3 : 158-163.
Istomo dan Randhi, FK. 2012. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA Terhadap Pertumbuhan Semai Cabutan Tumih [Combretocarpus
rotundatus (Miq. ) Danser]. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 03 No. 01. Hal.
28-32.
Khan, A. A. 1992. Prelant Physiological Seed Conditioning. In: J. Janick (ed), Review. Wiley and Sons Inc. New York. p:131-181.
(62)
47
Koes, F. dan R. Arief. 2010. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih Jagung. Seminar Nasional 2011 : 547-555.
Ksi. 2015. Uji Daya Kecambah Benih.
https://www.google.com/search?q=kecepatan+berkecambah+adalah&ie=utf -8&oe=utf-8#. Diakses tanggal 5 Januari 2015.
Mejaya, M.J. 2011. Peningkatan Produksi Kedelia Melalui Penyediaan Benih Bermutu. 29-36. Dalam Inovasi Teknologi untuk Pengembangan Kedelai Menuju Swasembada. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 690.
Meranda, T. 2014. Viabilitas Benih Cabai (Capsicum Annuum L. ) KadaluarsaDengan Menggunakan Matriconditioning dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Aceh.
Mulyono, Daru. 2010. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Auksin: Indole Butiric Acid (IBA) dan Sitokinin: Benzil Amino Purine (BAP dan Kinetin dalam Elongasi Pertunasan Gaharu (Aquilaria beccariana).Jurnal Sains danTeknologi Indonesia. Vol. 12 No. 1: 1-7.
Nurmauli dan Nurmiaty. 2010. Pengaruh Hidrasi Dehidrasi dan Dosis NPK pada Viabilitas Benih Kedelai. Jurnal Agrotropika. Vol. 15 No. 1 : 1-8.
Paramartha, A. I, D.Ermavitalini, dan S.Nurfadilah.2012. Pengaruh Penambahan Kombinasi Konsentrasi ZPT NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium Taurulinum J.J Smith Secara In Vitro. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1 No. 1 : 40-43.
Pitojo, S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius.Yogyakarta.85 hal.
Pratiwi, E. 1991. Karakteristik Mutan Biosintesis Asam Idole Asetat (IAA) pada
Azospirillum spp.yang Dihasilkan dari Mutagenesis Transposon. Tesis Pasca
Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purwanti, D. P. 2012. Efektifitas Kemasan dan Suhu Ruang Simpan Terhadap Daya Simpa Benih Kedelai (Glycine max (L) Merill). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Purwanti, S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam dan Kuning. Ilmu Pertanian. Vol 11 No. 1: 22-31.
Puspitasari,A. C,. 2008. Pengaruh Komposisi Media dan Macam Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anthurium Hookeri. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
(63)
Rukmana, R. dan Yunarsih Y. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.
Ruliyansyah, A. 2011. Peningkatan Performansi Benih Kacang-Kacangan dengan Perlakuan Invigorisasi. Jurnal Teknologi Perkebunan dan PSDI.Vol.1. edisi : Juli 2011 : 13-18.
Samuel, dkk. 2012. Pengaruh Kadar Air Terhadap Penurunan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L.) Varietas Gepak Kuning Selama
Peyimpanan.https://www. google.
com/search?q=perbedaan+koefesien+perkecambahan+dengan+index+vigor
&ie=utf-8&oe=utf-8#q=pengaruh+kadar+air+terhadap+perkecambahan+kedelai. Diakes tanggal 27 November 2015.
Sucahyono, D. 2013. Invigorisasi Benih Kedelai. Buletin Palawija. No. 25: 18-23. Sucahyono, D. 2011. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning Plus Inokulan Terhadap Pertumbuhan Tanaman, Hasil, dan Mutu Benih Kedelai Hitam
(Glycine soja).Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sucahyono, dkk. 2013. Pengaruh Perlakuan Invigorasi pada Benih Kedelai Hitam
(Glycine soja) terhadap Vigor Benih, Pertumbuhan Tanaman dan Hasil. J.
Agron. Indonesia. Vol. 41. No. 2. 126-132).
Sutariati, Gusti A. K, 2009. Peningkatan Mutu Benih Kedelai Melalui Aplikasi Teknik Invigorasi Benih Plus Agens Hayati. Warta Wiptek.Vol. 17.NO. 2 : 57-65.
Syaiful, dkk. 2012. Peran Conditioning Benih dalam Meningkatkan Daya Adaptasi Tanaman Kedelai Terhadap Stres Kekeringan. http://repository. unhas.
id/handle/123456789/74/browse?value=Conditioning+benih&type=subject. Diakses tanggal 6 Desember 2015.
Tatipa, A. 2008. Pengaruh Kadar Air Awal, Kemasan dan Lama Simpan Terhadap Protein Membran Dalam Mitokondria Benih Kedelai. Buletin Agronomi. Vol. 36 No. 1 : 8-16.
Yukti, A. M. 2009. Efektivitas Matriconditioning plus Agensia Hayati dalam Mengendalikan Patogen Terbawa Benih, Peningkatan Vigor dan Hasil Padi. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yuliana. 2010. Pengaruh Invigorasi Menggunakan Polyethylene Glycol (PEG) 6000 Terhadap Viabilitas Benih Tembakau (Nicotiana tabacum). Skripsi
(64)
49
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Wikipedia. 2014. Arang. http://id. wikipedia. org/wiki/Arang. Diakses tanggal 16 Mei 2015.
Wulandari, Arifani. 2008. Penentuan Kriteria Kecambah Normal yang Berkolerasi dengan Vigor Bibit Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/1437/A08awu.pdf;js essionid=6E10AD1AE0C3733B4AA7A76C23337FC9?sequence=4. Diakses tanggal 5 Januari 2015.
(65)
50
VII. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout Penelitian di Laboratorium
Keterangan:
Terdapat 8 perlakuan dan 3 ulangan setiap sehingga terdapat 24 unit percobaan.
1. M0Z0 (1), (2), (3) = Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, Ulangan 1, 2 dan 3.
2. M0Z1 (1), (2), (3) = Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, Ulangan 1, 2 dan 3.
3. M0Z2 (1), (2), (3) = Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, Ulangan 1, 2 dan 3.
M1Z1 (1)
M0Z0 (1)
M1Z1 (3)
M0Z2 (2)
M1Z3 (1) M0Z0 (3)
M0Z0 (2)
M1Z0 (1) M1Z0 (2)
M1Z3 (2)
M0Z1 (2) M0Z2 (1)
M1Z1 (2)
M0Z3 (1) M1Z2 (3) M0Z2 (3) M1Z3 (3)
M0Z1 (1) M0Z3 (2) M1Z0 (3) M0Z1 (3)
M1Z2 (1) M0Z3 (3)
(66)
51
4. M0Z3(1), (2), (3) = Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air, Ulangan 1, 2 dan 3.
5. M1Z0(1), (2), (3) = Matriconditioning dan tanpa IAA, Ulangan 1, 2 dan 3.
6. M1Z1 (1), (2), (3) = Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, Ulangan 1, 2 dan 3.
7. M1Z2 (1), (2), (3) = Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, Ulangan 1, 2 dan 3.
8. M1Z3 (1), (2), (3) = Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air, Ulangan 1, 2 dan 3.
(1)
Lampiran 4. Deskripsi Varietas Unggul Baluran
Dilepas Tahun : 15 April 2002.
Galur : GC 88025-3-2.
Asal : Persilangan AVRDC.
Warna hipokotil : Ungu.
Warna epikotil : Hijau
Warna daun : Hijau.
Warna bulu : Coklat.
Warna bunga : Ungu.
Warna polong masak : Coklat.
Warna kulit biji : Kuning.
Warna hilum : Coklat muda.
Tipe pertumbuhan : Determinat.
Bentuk biji : Bulat telur.
Tinggi tanaman : 60 − 80 cm.
Umur berbunga : 33 hari.
Umur polong masak : 80 hari.
Berat 100 biji : 15-17 gram
Daya hasil : 2,5-3,5 t/ha.
Pemulia : Suyono, T. Adisarwanto.
(2)
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam A. Sidik ragam daya kecambah
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 7 527,833333 75,404762 2,35ns 0,0747 Eror 16 514,000000 32,125000
Total 23 1041,833333 Keterangan : ns : non signifikan B. Sidik ragam index vigor
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 7 166,6531958 23,8075994 4,85s 0,0043 Eror 16 78,5944000 4,9121500
Total 23 244,5610500 Keterangan : s : significant
C. Sidik ragam koefisien perkecambahan
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 7 187,4471167 26,7781595 7,50 s 0,0004 Eror 24 57,1139333 3,5696208
Total 23 244,5610500 Keterangan : s : significant D. Sidik ragam kecepatan tumbuh
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 7 428,666667 61,238095 1,23ns 0,3445 Eror 16 798,666667 49,916667
Total 23 1227,333333 Keterangan :ns : nonsignificant
(3)
E. Sidik ragam tinggi tanaman
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F
Perlakuan 7 43,3316667 6,1902381 8ns 0,56
Eror 16 116,3466667 7,2716667
Total 23 159,6783333
Keterangan : ns : non significant F. Sidik ragam jumlah daun
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F
Perlakuan 7 215,9129167 30,8447024 1,81 ns 0,1549
Eror 16 273,2133333 17,0758333
Total 23 489,1262500
Keterangan : significant. G. Sidik ragam jumlah cabang
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F
Perlakuan 7 2,21625000 0,31660714 0,40 ns 0,8912
Eror 16 12,80000000 0,80000000
Total 23 15,01625000
Keterangan : ns : non significant. H. Sidik ragam jumlah polong
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F
Perlakuan 7 362,793333 51,827619 0,60 ns 0,7453
Eror 16 1375,880000 85,992500
Total 23 1738,673333
(4)
I. Sidik ragam bobot biji/tanaman
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F
Perlakuan 7 113,2850000 16,1835714 1,54 ns 0,2243
Eror 16 168,3200000 10,5200000
Total 23 281,6050000
Keterangan : ns : non significant. J. Sidik ragam bobot 100 biji kedelai
Sumber DF Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Pr > F Perlakuan 7 11,16500000 1,59500000 1,50 s 0,2354 Eror 16 16,97333333 1,06083333
Total 23 28,13833333 Keterangan : s : significant
(5)
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
(a) Aplikasi IAA 4 ml/l air
(b)Benih tanpa matriconditioning (kiri) dan benih diberi perlakuan matriconditioning (kanan).
(c) Penelitian di Laboratorium
(6)
(e) Panen kedelai.
(f) Penimbangan bobot biji/tanaman.
(g) Perkecambahan kedelai
perlakuan tanpa
matriconditioning dan tanpa IAA.
(h) Perkecambahan kedelai perlakuan matriconditioning dan IAA.