An Approach to Water Resource Management through Land Use Planning in the Way Besai Watershed in Lampung Province

PENDEKATAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
MELALUI PERENCAAAN PENGGUNAAN LAHAN
DI DAS WAY BESAI PROVINSI LAMPUNG

ASHADI MARYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pendekatan Pengelolaan
Sumberdaya Air Melalui Perencaaan Penggunaan Lahan di DAS Way Besai
Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Ashadi Maryanto
NIM A155110011

RINGKASAN
ASHADI MARYANTO. Pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Air Melalui
Perencanaan Penggunaan Lahan di DAS Way Besai, Provinsi Lampung. Dibimbing
oleh KUKUH MURTILAKSONO dan LATIEF MAHIR RACHMAN.
Permasalahan sumber daya air meningkat, terutama berupa penurunan pasokan
atau penyediaan air akibat perubahan penggunaan lahan. Sementara kebutuhan air
meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas
ekonomi. Perubahan penggunaan lahan dengan berkurangnya luasan kawasan hutan
berdampak pada rusaknya keseimbangan tata air DAS Way Besai. DAS Way Besai
seluas 44 720 ha mempunyai peranan penting dalam penyediaan sumber daya air
sehingga perlu dipertahankan fungsinya.
Tujuan penelitian ini adalah 1) mengkaji kebutuhan air (water demand) dan
pasokan air (water supply), 2) mengkaji neraca pasokan dan kebutuhan air, 3)
menyusun rekomendasi perencanaan penggunaan lahan yang terbaik dan, 4)
mengkaji nilai ekonomi sumber daya air di DAS Way Besai. Penelitian ini

dilaksanakan pada tahun 2013.
Total kebutuhan air yang dihitung berasal dari sektor rumah tangga (domestik),
peternakan, persawahan, dan PLTA. Pasokan air dihitung dari air permukaan.
Berbagai persamaan matematik digunakan menjawab tujuan penelitian. Model SCS
digunakan dalam penyusunan skenario perencanaan penggunaan lahan untuk
menduga aliran permukaan. Skenario perencanaan penggunaan lahan disusun
sebagai berikut : Skenario-1: menggambarkan kondisi biofisik DAS Way Besai saat
ini (existing), Skenario-2: pengelolaan lahan dengan mengakomodir aktifitas
masyarakat di kawasan hutan melalui kegiatan HKm dengan pola penanaman
agroforestry, Skenario-3: kombinasi antara Skenario-2 dan merehabilitasi kawasan
hutan yang tidak ada ijin HKm dan Skenario-4 : kombinasi antara Skenario-3 dan
merubah pola tanam kopi monokultur menjadi pola tanam kopi campuran. Nilai
ekonomi air dihitung dari total nilai air rumah tangga, microhidro, dan PLTA Way
Besai. Rekomendasi skenario perencanaan penggunaan lahan dipilih berdasarkan
aspek hidrologi dan aspek ekonomi dengan analisis biaya dan manfaat (B/C rasio).
Kebutuhan air DAS Way Besai tahun 2011 sebanyak 441 450 909 m3/tahun
masih terpenuhi oleh pasokan air sebanyak 460 452 600 m3/tahun. Namun dalam
hal distribusi berdasarkan analisis neraca air terdapat kekurangan pasokan air pada
bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober masing-masing sebanyak 7 861 736,
16 246 136, 17 800 951, dan 21 384 649 m3.

Simulasi perencanaan penggunaan lahan menghasilkan aliran permukaan
masing-masing skenario-1, skenario-2, skenario-3, dan skenario-4 sebesar 1 073.48,
1 061.25, 1 056.09, dan 1 055.79 mm/tahun. Koefisien total runoff yang dihasilkan
masing-masing skenario berturut-turut sebesar 39.27, 38.72, 38.54, dan 38.52 %,
dan nilai rasio volume aliran permukaan masing-masing skenario berturut-turut
sebesar 6.08, 5.88, 5.47, dan 5.47, sedangkan volume aliran permukaan tahunan
berturut-turut sebesar 480 058 758, 474 590 481, 472 284 454, dan 472 147 141
m3/tahun. Perubahan simpanan air tanah (Storage) berdasarkan skenario-2,
skenario-3, dan skenario-4 berturut-turut sebesar 5 468 276, 7 774 304, 7 911 617
m3/tahun. Simulasi yang disusun menunjukan bahwa skenario-4 ditinjau dari aspek

hidrologi lebih baik dibandingkan dengan skenario lainnya, ditujukkan dengan
penurunan aliran permukaan, penurunan koefisien total runoff, penurunan rasio
volume aliran permukaan, dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan air pada bulan
kering (Juli-Oktober).
Total nilai ekonomi pemanfaatan air di DAS Way Besai berasal dari nilai
penggunaan air untuk keperluan air rumah tangga (domestik), pembangkit listrik
mikro hidro dan untuk pembangkit listrik PLTA sebesar Rp 108 936 635 040,per tahun. Proporsi nilai ekonomi air terbesar dari penggunaan air PLTA Way Besai
sebesar Rp. 106 159 905 000,- pertahun, sedangkan dari keperluan rumah tangga
dan micro hidro masing-masing sebesar Rp. 2 289 420 000,-, dan Rp.487 310 040,-.

Nilai total ekonomi air di DAS Way Besai cukup besar sehingga fungsi DAS Way
Besai sangat penting untuk dipertahankan.
Penyusunan skenario perencanaan penggunaan lahan berdampak pada biaya
yang harus dikeluarkan untuk kegiatan rehabilitasi lahan, dan manfaat ekonomi atas
hasil skenario yang disusun. Biaya yang diperlukan untuk rehabilitasi lahan masingmasing skenario-2, skenario-3, dan skenario-4 berturut-turut sebesar
Rp. 186 868 887 116,-, Rp. 399 435 965 938,- dan Rp. 405 582 375 177,-. Nilai
manfaat ekonomi hasil skenario-2, skenario-3, dan skenario-4 berturut-turut sebesar
Rp. 251 172 778 951,- , Rp. 540 725 297 428,-, dan Rp. 553 042 139 942,-. Analisa
manfaat dan biaya menghasilkan nilai benefit cost ratio (BCR) masing-masing
skenario-2, skenario-3, dan skenario-4 sebesar 1.34, 1.35 dan 1.36. Nilai BCR
menunjukkan bahwa manfaat ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan atas skenario yang disusun. Aspek nilai ekonomi yang ditujukkan
dengan nilai BCR menunjukkan bahwa skenario-4 lebih baik dibandingkan dengan
skenario lainnya.
Simulasi yang disusun menunjukkan bahwa skenario-4 yaitu pengembangan
program Agroforestry seluas 9 209 ha, penghutanan kembali seluas 6 834 ha dan
perubahan pola tanam kopi seluas 462 adalah pilihan terbaik ditinjau dari aspek
hidrologi dan aspek ekonomi.
Kata kunci: bilangan kurva, kebutuhan air, nilai ekonomi air, pasokan air, simulasi
penggunaan lahan.


SUMMARY
ASHADI MARYANTO. An Approach to Water Resource Management through
Land Use Planning in the Way Besai Watershed in Lampung Province. Supervised
by KUKUH MURTILAKSONO and LATIEF MAHIR RACHMAN.
Land use changes may have an impact on the decrease in water supply. In the
meantime, water demand keeps increasing along with the increase in population
and economic activities. The Way Besai Watershed, covering an area of 44 720 ha,
plays an important role in providing water resources. Therefore, to ensure the
sustainability of the water resources, there should be a good land use planning,
particularly in relation with the efforts to protect the forest areas.
This research, which was conducted in the Way Besai Watershed in 2013,
aimed: (1) to find out the water supply and demand, (2) to assess water balance in
terms of the supply and demand, (3) to formulate recommendations for the best land
use planning, and (4) to study the economic value of the water resources.
The total water demand by households, livestock activities, rice fields, and
hydropower (PLTA) was calculated. Similarly, the water supply was calculated
based on surface runoff using various mathematical equations. Next, SCS Model
was used in the formulation of different scenarios of land use planning. Scenario 1
described the existing biophysical condition of the Way Besai Watershed. Scenario

2 was related to the land management by accommodating community activities in
the forest through HKm by applying an agroforestry planting pattern. Scenario 3
was the combination Scenario 2 and the forest rehabilitation outside HKm area.
Scenario 4 was the combination of scenario 3 and the efforts to change the pattern
of coffee cropping monoculture. The best recommendation scenario for land use
planning was selected based on hydrological as well as economic aspects using
benefit and cost ratio (BCR).
The water need of the Way Besai Watershed in 2011 was 441 450 909 m3/year,
and it could still be fulfilled by the water supply amounting to 460 452 600 m3/year.
In terms of the distribution, however, based on the analysis of water balance,
there was a shortage of water supply during the dry season, particularly in July,
August, September and October, that is, 7 861 736; 16 246 136; 17 800 951 and
21 384 649 m3, respectively.
The simulation results of land use planning showed that the surface runoff of
scenario1 was 1 073.48, scenario 2 was 1 061.25, scenario 3 was 1 056.09,
and scenario 4 was 1 055.79 mm/year. The total runoff coefficient of Scenario 1,
Scenario 2, Scenario 3 and Scenario 4 were 39.27, 38.72, 38.54 and 38.52 %,
respectively. The surface runoff volume ratio of Scenario 1, Scenario 2, Scenario
3 and Scenario 4 were 6.08, 5.88, 5.47 and 5.47 %, respectively. Meanwhile, water
storage variances of Scenario 2, Scenario 3 and Scenario 4 were 5 468 276;

7 774 304; and 7 911 617 m3/year, respectively.
The simulations formulated showed that hydrologically scenario 4 was the best
as indicated by the decreased in surface runoff, total runoff coefficient, and surface
runoff volume ratio, and the increase in water supply during the dry season (JulyOctober).
The total economic value of water utilization in the Way Besai Watershed was
Rp 108 936 635 040 per year. The highest water utilization was by hydropower

(PLTA) Rp 106 159 905 000 per year, while households and micro-hydro were
Rp 2 289 420 000 and Rp 487 310 040, respectively.
The selection of scenarios for land use planning had an effect on land
rehabilitation cost and economic benefits of the selected scenario. The cost required
for land rehabilitation based on each scenario was as follows. Scenario 2 cost
Rp 186 868 887 116; Scenario 3 Rp 399 435 965 938; and Scenario 4
Rp 405 582 375 177. In the meantime, the economic benefit of Scenario 2 was
Rp 251 172 778 951; Scenario 3 Rp 540 725 297 428; and Scenario 4
Rp 553 042 139 942. The Benefit Cost Ratios (BCR) of Scenario 2, Scenario 3 and
Scenario 4 were 1.34, 1.35, and 1.36, respectively. Based on the BCR values, out
of the three scenarios, Scenario 4 was the best. Also, hydrologically and
economically, scenario 4, which involved 9 209 ha Agroforestry Development
Program, 6 834 ha reforestation, and 462 ha coffee planting pattern changes, was

the best policy.
Keywords: curve number, landuse simulation, water demand, water economic
value, water supply.
.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB

PENDEKATAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
MELALUI PERENCAAAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAS
WAY BESAI PROVINSI LAMPUNG

ASHADI MARYANTO
Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Dwi Tejo Baskoro, MSc

Judul Tesis : Pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Air Melalui Perencanaan
Penggunaan Lahan di DAS Way Besai Provinsi Lampung
Nama
: Ashadi Maryanto
NIM
: A155110011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS
Ketua

Dr Ir Latief Mahir Rachman, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Suria Darma Tarigan, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 4 Maret 2014


Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Air Melalui Perencanaan
Penggunaan Lahan di DAS Way Besai Provinsi Lampung
:
Ashadi
Maryanto
Nama
: A 15 511 00 11
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS
Ketua

Dr IrLa'

man MSc

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pengeiolaan Daerah Aliran Sungai

Dr lr Suria Darma Tarigan, MS

Tanggal Ujian: 4 Maret 2014

Tanggal Lulus:

16
ap

セ@

2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini
berjudul Pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Air Melalui Perencanaan
Penggunaan Lahan di DAS Way Besai Provinsi Lampung.
Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS dan Dr Ir Latief Mahir Rachman, MSc selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran masukan
untuk kesempurnaan tesis ini. Mulai dari penyusunan rencana penelitian,
pelaksanaan penelitian, sampai dengan penyelesaian tesis ini.
2. Dr. Ir. Dwi Tejo Baskoro, MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian Tesis yang
telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan.
3. Kepada Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melalui BP2SDM dan
Ditjen BPDASPS, yang telah memberikan dukungan beasiswa selama mengikuti
program magister di IPB.
4. Kepada Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS, Dr Ir Suria Darma Tarigan,
MS dan Dr Enni Dwi Wahyunie selaku Sekretaris Program studi Pengelolaan
DAS, yang telah membantu dalam penyelesaian studi di Program Studi Ilmu
Pengelolaan DAS.
5. Kepada orang tua, keluarga besar di Bengkulu dan di Lampung, Istri Aryana
Novianti dan anak-anak yang telah memberikan doa restu untuk dapat meraih
gelar magister di IPB.
6. Kepada seluruh dosen yang telah memberikan ilmu selama selama mengikuti
program magister di IPB.
7. Kepada para staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Mbak Winta,
Mbak Lina yang telah membantu proses administrasi selama menjalani masa
kuliah.
8. Teman-teman yang setia menemani dan memberikan motivasi selama menjalani
masa kuliah, teman-teman Prodi DAS 2011 Gunadi, Zaenal, Puti Ikrima, Pak
Bos, Bu fitri, teman-teman PWL 2011, tanah 2011, dan ForDAS IPB.
Kepada semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini
dan tidak bisa disebutkan satu persatu diucapkan terima kasih, semoga tulisan ini
dapat bermanfaat.
Bogor, April 2014
Ashadi Maryanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
4
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air
Aliran Permukaan dan Curah Hujan
Model Hidrologi dalam Sistem DAS
Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Sistem DAS
Valuasi Ekonomi Sumber daya Air

6
6
7
9
10
11

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian
Analisis Pasokan dan Kebutuhan Air (Water Supply–WaterDemand)
Perencanaan Penggunaan Lahan
Perhitungan Nilai Ekonomi Sumber Daya Air

12
12
13
13
15
17
20

4 KEADAAN UMUM WILAYAH
Kependudukan
Topografi
Jenis tanah
Penggunaan lahan

23
23
24
25
26

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pasokan dan Kebutuhan Air
Neraca Pasokan dan Kebutuhan Air DAS Way Besai
Analisis Perencanaan Penggunaan Lahan
Skenario Perencanaan Penggunaan Lahan
Nilai Ekonomi Penggunaan Air DAS Way Besai
Analisa Manfaat dan Biaya
Rekomendasi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berbasis Sumber Daya Air

28
28
33
34
41
49
51
54

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

58
58

Saran

58

DAFTAR PUSTAKA

59

LAMPIRAN

63

RIWAYAT HIDUP

87

DAFTAR TABEL
1. Jumlah penduduk di DAS Way Besai tahun 2011
2. Kelas kelerengan lahan di DAS Way Besai
3. Jenis tanah di DAS Way Besai
4. Penggunan lahan di DAS Way Besai tahun 2011
5. Pasokan air DAS Way Besai tahun 2011
6. Kebutuhan air rumah tangga di DAS Way Besai tahun 2011
7. Jumlah ternak di DAS Way Besai tahun 2011 (ekor)
8. Kebutuhan air untuk ternak di DAS Way Besai tahun 2011
9. Kebutuhan air sawah di DAS Way Besai tahun 2011
10. Kebutuhan air PLTA Way Besai tahun 2011
11. Kebutuhan air total DAS Way Besai tahun 2011
12. Neraca air DAS Way Besai tahun 2011
13. Curah hujan rata-rata bulanan di DAS Way Besai tahun 2011
14. Curah hujan wilayah bulanan di DAS Way Besai tahun 2011
15. Nilai CN awal pada setiap penggunaan lahan di DAS Way Besai tahun
2011
16. Jumlah aliran permukaan model SCS penggunaan lahan aktual di DAS
Way Besai tahun 2011
17. Jumlah aliran permukaan DAS Way Besai model SCS dan hasil
pengukuran tahun 2011
18. Nilai CN hasil kalibrasi setiap penggunaan lahan di DAS Way Besai tahun
2011
19. Perbandingan debit pengukuran dengan debit model SCS hasil kalibrasi
DAS Way Besai tahun 2011.
20. Perbandingan perubahan penggunaan lahan pada setiap skenario di DAS
Way Besai tahun 2011.
21. Aliran permukaan skenario 1 (kondisi saat ini) di DAS Way Besai tahun
2011
22. Jenis penggunaan lahan areal HKm di DAS Way Besai tahun 2011
23. Perubahan jenis penggunaan lahan DAS Way Besai pada skenario-2
24. Perbandingan aliran permukaan skenario-2 dengan kondisi lahan aktual
DAS Way Besai tahun 2011
25. Perubahan penggunaan lahan DAS Way Besai pada skenario-3 di DAS
Way Besai Tahun 2011
26. Perbandingan aliran permukaan skenario-3 dengan kondisi aktual DAS
Way Besai tahun 2011
27. Perubahan jenis penggunaan lahan DAS Way Besai pada skenario-4
28. Perbandingan aliran permukaan skenario-4 dengan kondisi aktual
DAS Way Besai tahun 2011

24
24
26
28
29
29
30
30
31
32
32
34
35
36
38
38
39
40
41
43
43
44
44
45
46
47
47
48

29. Perbandingan hasil berbagai skenario yang disusun dari aspek hidrologi di
DAS Way Besai tahun 2011.
30. Produksi dan harga listrik PLTA Way Besai tahun 2011
31. BCR setiap skenario di DAS Way Besai tahun 2011
32. Jumlah aliran permukaan setiap skenario DAS Way Besai tahun 2011
33. Perbandingan kebutuhan dan pasokan air hasil model SCS berbagai
skenario di DAS Way Besai tahun 2011 (m3)
34. Perbandingan hasil skenario dari aspek hidrologi dan aspek ekonomi di
DAS Way Besai Tahun 2011

49
51
54
55
56
57

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kerangka pikir penelitian
Peta lokasi penelitian
Diagram alir tahapan penelitian
Peta kelas kelerengan lahan DAS Way Besai
Peta jenis tanah DAS Way Besai tahun 2011
Peta penggunaan lahan DAS Way Besai tahun 2011
Grafik neraca air (supply-demand) DAS Way Besai tahun 2011
Peta hujan wilayah DAS Way Besai tahun 2011
Grafik hubungan debit model awal SCS dengan hasil pengukuran di DAS
Way Besai Tahun 2011
10. Grafik debit model-debit pengukuran-hujan di DAS Way Besai
tahun 2011.

5
12
14
25
26
28
33
36
39
41

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta perencanaan penggunaan lahan DAS Way Besai skenario 1 tahun
2011
2. Peta perencanaan penggunaan lahan DAS Way Besai skenario 2 tahun
2011
3. Peta perencanaan penggunaan lahan DAS Way Besai skenario 3 tahun
2011
4. Peta perencanaan penggunaan lahan DAS Way Besai skenario 4 tahun
2011
5. Bilangan kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai kelompok hidrologi
tanah-penutup tanah (Kondisi II)
6. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan Januari
tahun 2011
7. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan
Februari tahun 2011
8. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan Maret
tahun 2011
9. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan April
tahun 2011

64
65
66
67
68
70
71
72
73

10. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual Bulan Mei
tahun 2011
11. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan Juni
tahun 2011
12. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan Juli
tahun 2011
13. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan
Agustus tahun 2011
14. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan
September tahun 2011
15. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan
Oktober tahun 2011
16. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan
Nopember tahun 2011
17. Aliran permukaan DAS Way Besai model SCS kondisi aktual bulan
Desember tahun 2011
18. Data kelompok HKm di Kecamatan Sumberjaya, Way Tenong dan Gedung
Surian Kabupaten Lampung Barat
19. Analisis manfaat dan biaya (BCR) perencanaan penggunaan lahan
skenario-2 DAS Way Besai tahun 2011
20. Analisis manfaat dan biaya (BCR) perencanaan penggunaan lahan
skenario-3 DAS Way Besai tahun 2011
21. Analisis manfaat dan biaya (BCR) perencanaan penggunaan lahan
skenario-4 DAS Way Besai tahun 2011

74
75
76
77
78
79
80
81
82
84
85
86

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan sumber daya air akhir-akhir ini menjadi isu penting dan
pengelolaannya masih menghadapi banyak kendala bahkan memunculkan masalah
baru yaitu kelangkaan air, kekeringan dan banjir serta persoalan air lainnya seperti
konflik penggunaan air. Persoalan yang semakin berat ditinjau dari sisi permintaan
dengan terjadinya peningkatan kebutuhan air yang semakin besar karena
meningkatnya jumlah penduduk dan meluasnya diversifikasi penggunaan air di
berbagai sektor. Konsumen terbesar yang semula dari sektor pertanian, sekarang
mengalami diversifikasi ke sektor industri, domestik, penggelontoran kota (untuk
keperluan taman, toilet, menyiram tanaman, dan pemadam kebakaran), dan lain-lain.
Sumber daya air masih mengalami ketimpangan, apabila ditinjau dari pemerataan
konsumsinya, diantara konsumsi kelompok yang memiliki pendapatan tinggi dengan
yang berpendapatan rendah. Sumber daya air mengalami penyusutan akibat
kerusakan lingkungan di wilayah tangkapan air (DAS), akibat alih fungsi lahan dan
pencemaran, sehingga mengakibatkan menurunnya kapasitas tampung DAS baik
secara kuantitas maupun kontinuitas.
Indonesia sebagai negara tropis basah mempunyai curah hujan yang cukup tinggi
yaitu 4 000 mm/tahun namun beberapa daerah memiliki curah hujan yang rendah
yaitu 800 mm/tahun. Meskipun potensi curah hujan cukup tinggi, namun pada
kenyataannya aliran dasar (base flow) yang terjadi secara kontinu setiap tahun hanya
sekitar 25 – 30% dari aliran permukaan total. Berdasarkan hasil perhitungan dari data
curah hujan, ketersediaan air di Indonesia sebanyak 3 279 M m3/ tahun sedangkan
jumlah kebutuhan air sebesar 88.5 Milyar m3/tahun (Pawitan et al.1997). Kajian
tentang keseimbangan air di wilayah Indonesia dalam jangka panjang sampai tahun
2020 menunjukkan bahwa perkiraan sebagian besar wilayah di Indonesia masih
berada dalam status aman, namun beberapa wilayah (kabupaten) terutama di Jawa
berada pada kondisi waspada dan kritis. Kebutuhan air ini meningkat mengikuti
pertambahan jumlah penduduk, taraf hidup dan perkembangan sektor industri
(Pawitan et al.1996; Sanim 2011).
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2000 sekitar 230 juta jiwa, apabila dinyatakan
dalam nilai Indeks Ketersediaan Air (IKA), maka IKA Indonesia sebesar 14 000
m3/orang/tahun. Apabila laju pertumbuhan penduduk tidak terkendali maka nilai
IKA akan turun secara drastis hingga ambang tolerasi sebesar 1 000 m3/orang/tahun
(Pawitan et al. 1997). Pakar hidrologi mengembangkan konsep model untuk
menentukan kelangkaan air (water scarcity) di dunia. Pengalaman beberapa negara
menunjukkan bahwa kelangkaan air terjadi saat kurang dari 1 000 m3 air tawar
(renewable freshwater) tersedia per orang per tahun. Stress air (water stress) terjadi
jika air bersih yang tersedia antara 1 000 -1 700 m3 per orang per tahun, jika lebih
dari 1 700 m3 per orang per tahun maka dikatakan relatif cukup air (water sufficient)
(Falkenmark et al. 1989).
Provinsi Lampung memiliki luas daratan 35 288.35 km2, berdasarkan data BPS
2012 jumlah penduduk di Provinsi Lampung tahun 2010 adalah 7 608 405 orang.
Rata-rata kepadatan penduduk 216 orang per km2 angka ini diatas rata-rata angka
kepadatan penduduk di Indonesia yaitu sebesar 124 orang per km2. Peningkatan

2

jumlah penduduk tiap tahunnya akan berdampak kepada tekanan terhadap sumber
daya lahan dan kebutuhan sumber daya air. Provinsi Lampung memiliki kawasan
hutan seluas 1 004 735 ha. Kerusakan hutan yang terjadi di Provinsi Lampung cukup
parah, sebagai akibat adanya perambahan kawasan hutan oleh masyarakat yang
berdampak pada kondisi hidrologi DAS.
Provinsi Lampung dibagi oleh 6 (enam) DAS besar yaitu DAS Tulang Bawang
seluas 979 819 ha, DAS Seputih seluas 751 527 ha, DAS Mesuji seluas 723 715 ha,
DAS Sekampung seluas 482 316 ha, DAS Semangka seluas 161 441 ha dan DAS
Abar kambas seluas 156 338 ha. Peranan DAS tersebut sangat penting dalam
mendukung pembangunan di Provinsi Lampung. DAS Tulang Bawang merupakan
DAS yang paling luas di Provinsi Lampung. DAS Tulang bawang dibagi dalam 7
(tujuh) Sub DAS diantaranya adalah DAS Way Besai. DAS Way Besai mempunyai
luas 44 720 ha, yang masuk di beberapa wilayah administrasi kecamatan diantaranya
Kecamatan Way Tenong, Sumberjaya, Gedung Surian, Air Hitam, dan Kebun tebu.
Jumlah penduduk yang berada di DAS Way Besai sebanyak 98 013 jiwa (BPS 2012),
dan sekitar 86% di antaranya bekerja pada sektor pertanian.
Areal non kawasan hutan (APL) yang ada di DAS Way Besai seluas 25 743 ha,
apabila dianggap sebagai lahan pertanian maka kepadatan agraris Sub DAS Way
Besai adalah 3 orang per ha, atau dengan kata lain rata-rata kepemilikan lahan
pertanian di wilayah tersebut < 0.3 ha per orang. Luas kawasan hutan yang ada di
DAS Way Besai seluas 18 977 ha (42.43%), yang terdiri dari hutan lindung seluas
13 652 ha (30.5 %) dan hutan konservasi seluas 5 325 ha (11.9 %). Kawasan hutan
tersebut telah mengalami kerusakan akibat sempitnya pemilikan lahan dan
menyebabkan tekanan terhadap hutan lindung dan taman nasional, hal ini dapat
dilihat dari luas tutupan lahan yang tersisa pada tahun 2011 berdasarkan analisa citra
landsat seluas 6 084 ha (13.6%).
Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi kebun kopi dimulai sejak tahun
1970, kopi telah menjadi mata pencaharian masyarakat di daerah ini. Budidarsono
dan Wijaya (2004) menyatakan bahwa pembukaan kawasan hutan lindung
dialihfungsikan oleh masyarakat menjadi perumahan, pertanian intensif dan semi
intensif seperti kebun kopi rakyat dan persawahan. Kondisi ini terjadi pada dekade
1970an dan 1980an, terutama adanya faktor pemicu yaitu membaiknya harga kopi
dunia. Tekanan terhadap lahan tersebut menyebabkan erosi, sedimentasi dan respon
hidrologi diantaranya peningkatan koefisien aliran permukaan, berkurangnya
pemenuhan pasokan air dan rasio debit yang meningkat. Hidayat (2002) melakukan
penelitian prediksi erosi dan aliran permukaan dengan model ANSWER di DAS
Way Besai, menunjukkan hasil prediksi nilai erosi tahunan di DTA Bodong Jaya
sebesar 53.62 ton/ha/tahun dan di DAS Way Besai Hulu sebesar 32.25 ton/ha/tahun.
Nilai erosi tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai erosi yang
dapat ditoleransi dikedua wilayah sebesar 28.05 ton/ha/tahun dan 22.44 ton/ha/tahun.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan perambahan
kawasan hutan di DAS Way Besai dengan mengembangkan Hutan Kemasyarakatan
(HKm). Sampai tahun 2010 telah terbentuk 5 kelompok HKm ijin definitif 35 tahun,
26 kelompok HKm sedang dalam proses mendapatkan ijin definitif. Perencanaan
penggunaan lahan yang terbaik perlu disusun sebagai bahan pertimbangan penentuan
kebijakan pengelolaan DAS di DAS Way Besai. Penyusunan skenario
mempertimbangkan kondisi yang ada sehingga dapat diterapkan dilapangan.

3

Perumusan Masalah
Permasalahan sumber daya air semakin meningkat dengan semakin terbatasnya
pasokan air akibat perubahan penggunaan lahan. Kebutuhan air juga semakin
meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas
ekonomi yang berujung pada persaingan penggunaan sumberdaya air di berbagai
sektor. DAS Way Besai mempunyai peranan penting dalam penyediaan sumber daya
air di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Barat, Way Kanan, Lampung
Utara, Tulang Bawang Barat, dan Tulang Bawang.
Peningkatan jumlah penduduk berakibat pada perubahan penggunaan lahan yang
begitu pesat di DAS Way Besai. Penggunaan lahan di DAS Way Besai pada tahun
1970 sebagian besar masih tertutup oleh hutan (42.7 %), terus menurun pada tahun
2002 menjadi 10 %. Sebaliknya areal kopi mulai berkembang sejak tahun 1978
hingga mencapai 41.1 % pada tahun 1990 (Sinukaban et al. 2000). Kopi sebagai
komoditas pertanian utama sekaligus urat nadi perekonomian wilayah ini. Sistim
pertanian kopi ini umumnya dilakukan kurang atau tidak menerapkan teknik
konservasi tanah dan air, akibatnya selain terjadi penurunan keanekaragaman hayati
wilayah tersebut juga mengalami degradasi lahan yang intensif dan meluas. Hasil
penelitian Farida (2001) di DAS Way Besai, menunjukan limpasan permukaan pada
plot hutan sebesar 14.9 mm (4 % dari curah hujan) sedangkan nilai limpasan pada
plot kebun kopi berumur 3 tahun sebesar 109.4 mm (28% dari total curah hujan). Hal
Ini menandai dengan semakin luasnya kebun kopi di DAS Way Besai berakibat
kepada semakin besarnya limpasan permukaan yang akan terjadi. Kerusakan lahan
ini berdampak pada rusaknya keseimbangan tata air DAS tersebut. Infiltrasi air ke
dalam tanah menurun sehingga pada musim hujan air lebih banyak mengalir sebagai
run-off. Akibatnya pada musim hujan terjadi banjir dan pada musim kemarau debit
sungai menurun drastis.
Permasalahan-permasalahan mengenai lahan yang mengakibatkan aliran
permukaan, erosi, dan sedimentasi berdampak juga pada pasokan listrik PLTA Way
Besai yang memanfatkan air dari DAS Way Besai sebagai faktor produksinya. Tahun
2001 produksi listrik PLTA mencapai 425 741 MW/tahun menurun menjadi 255 807
MW/tahun pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi listrik sebanyak 40 % selama
10 tahun. Akibat penurunan daya listrik yang dihasilkan sehingga di beberapa kota
di Lampung terjadi pemutusan aliran listrik secara bergilir khususnya pada musim
kemarau. Sihite (2001) menghitung rata-rata kerugian akibat tidak beroperasinya
PLTA Besai mencapai Rp. 2 618 416 400 atau setara Rp 65 460.41/ha. Kerugian ini
ditanggung oleh pembangkit listrik dengan patokan harga jual kepada PLN
sedangkan bila menggunakan data harga jual PLN ke masyarakat maka kerugian
menjadi Rp.3 483 195000 atau Rp 87 079.87/ha.
Beberapa potensi perekonomian yang berasal dari sumber daya air di DAS Way
Besai diantaranya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), penyediaan jaringan
irigasi daerah hilirnya (downstream), beberapa penggunaan air untuk dijadikan
pembangkit listrik mikro hidro, dan berbagai manfaat lain di berbagai sektor,
menjadikan DAS Way Besai sangat penting untuk dijaga kelestarianya.

4

Kerangka Pemikiran
Ketersediaan air erat kaitannya dengan faktor biofisik dan iklim di suatu DAS,
sedangkan kebutuhan air berhubungan langsung dengan penggunaan air oleh
aktifitas yang ada dalam DAS tersebut baik oleh tanaman, manusia, ternak dan
aktifitas industri lainnya. Neraca air diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
menganalisis dan merencanakan penyediaan kebutuhan air untuk berbagai keperluan
seefiesien mungkin dengan tetap menjamin keberlanjutan pasokan air sepanjang
tahun. Defisit air yang tercermin dari penurunan debit minimum dan peningkatan
debit maksimum Sungai Way Besai diduga disebabkan oleh penggunaan lahan dan
aktifitas manusia di DAS Way Besai. Perubahan penggunaan lahan tidak terlepas
dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas ekonomi yang
menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lahan yang akan menyebabkan penurunan
kapasitas infiltrasi dan meningkatnya aliran permukaan.
Penurunan kapasitas infiltrasi tanah dan peningkatan aliran permukaan akan
menyebabkan pola distribusi air yang tidak merata sepanjang tahun, artinya ada
waktu-waktu atau bulan-bulan tertentu terjadi kelebihan air yang tidak termanfaatkan,
dan sebaliknya pada waktu atau bulan lainnya terjadi kekurangan air. Kelebihan air
yang terjadi pada musim hujan sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pada musim kemarau sehingga sebagian besar air hujan yang
jatuh akan menjadi aliran permukaan dan hilang ke laut. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut dengan mengoptimalkan jumlah
air hujan yang masuk ke dalam tanah pada musim hujan sehingga tidak hilang ke laut,
dan untuk memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk memanfaatkan kelebihan air adalah dengan menyimpan air di dalam
tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi tanah melalui pendekatan
perencanaaan penggunaan lahan.
Model hidrologi dilakukan sebagai pendekatan pengelolaan DAS dalam
menduga respon hidrologi, sehingga dapat dilakukan perencanaan pengelolaan lahan
yang dapat menjamin pengelolaan DAS yang berkelanjutan, melalui berbagai
skenario perubahan penggunaan lahan. Dengan mengetahui kondisi pemakaian air
di DAS Way Besai, sehingga dapat dilakukan pengalian potensi nilai ekonomi
sumber daya air yang diharapkan dapat mendukung kegiatan pengelolaan DAS dari
sisi pembiayaan, sebagai konsekwensi dari perencanaan yang dilakukan. Diagram
kerangka pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
1. Mengkaji kebutuhan air (water demand) dan pasokan air (water supply) di DAS
Way Besai.
2. Mengkaji neraca pasokan dan kebutuhan air DAS Way Besai
3. Menyusun rekomendasi perencanaan penggunaan lahan yang terbaik di DAS
Way Besai.
4. Mengkaji nilai ekonomi sumber daya air di DAS Way Besai.

5

DAS WAY BESAI
Kawasan perlindungan DAS
Potensi penyedia air di daerah hilir (Down stream)
Penyedia pasokan air PLTA Way Besai
Perambahan hutan sejak tahun 1970

Peningkatan jumlah penduduk
Perubahan lahan hutan menjadi pertanian (76.59% , th 1970 s/d 2006)
Ijin Hkm 35 tahun (31 kelompok)
Penurunan produksi listrik PLTA 40% dalam 10 tahun
Limpasan pemukaan dilahan kopi tinggi ( 28 % dari CH, Farida 2001)
Erosi (32.25 ton/ha/th, Hidayat 2002)
Kerugian PLTA (3.4 M tahun 2001)

Pengembangan sumber daya lahan berbasis sumber daya air berkelanjutan

Pasokan air
(water supply)

Kebutuhan air
(water demand)

Penggalian potensi
ekonomi sumber daya air

Neraca air

Skenario Perencanaan
Penggunaan Lahan
(model SCS)

Perencanaan Penggelolaan Lahan yang Terbaik

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

6

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Masukan sebagai dasar pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan
pengelolaan sumber daya lahan dan air yang berbasis Daerah Aliran Sungai.
2. Sebagai sumber informasi bagi stakehoders, terutama yang berkaitan dengan
pelestarian sumberdaya lahan dan sebagai dasar pertimbangan dalam
menentukan konsep Cost Sharing diantara para pengguna air.
3. Sebagai sumber informasi dalam pengembangan ilmu penggelolaan DAS
terutama yang berkaitan dengan konsep pengembangan sumberdaya air berbasis
sumberdaya lahan yang mempertimbangkan nilai ekonomi pemanfaatan air.

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.

4.
5.

Batasan dan ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
Lokasi penelitian adalah DAS Way Besai yang berada di Provinsi Lampung,
dengan outlet DAS berada di PLTA Way Besai.
Analisis pasokan air hanya dibatasi pada air permukaan yang berasal dari debit
sungai Way Besai.
Analisis kebutuhan air yang dihitung adalah kebutuhan rumah tangga, kebutuhan
pertanian (sawah), kebutuhan air peternakan dan kebutuhan air untuk PLTA.
Analisis kebutuhan menggunakan data tahun 2011, bersifat statik dan tidak
mengukur prediksi kebutuhan secara dinamis serta tidak mengukur managemen
efisiensi pemakaian air masing-masing sektor.
Perhitungan kebutuhan air untuk PLTA digunakan pada kapasitas optimal PLTA
untuk memproduksi listrik.
Penilaian ekonomi air dibatasi pada sektor yang mengunakan air di dalam
wilayah DAS Way Besai (upstream) tidak menghitung pemakaian air diluar
outlet DAS Way Besai (downstream).

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air
Air merupakan sumberdaya alam yang terpulihkan (renewable) dan
keberadaannya mengikuti suatu kaidah yang disebut daur hidrologi. Pengelolaan
sumberdaya air tidak terlepas dari pengelolaan DAS, dengan demikian strategi
pengelolaan DAS yang baik akan menghasilkan sumberdaya air yang baik pula.
Ketersediaan adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada disuatu
lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) disungai dengan jumlah tertentu dalam
jangka waktu (periode) tertentu (Triadmodjo 2009).
Ketersediaan air jumlahnya relatif tetap, bahkan cenderung semakin berkurang
karena menurunnya kondisi dan daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan atau ketersediaan
air. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi, maka dikhawatirkan akan menimbulkan
ketegangan dan bahkan konflik akibat terjadinya benturan kepentingan, jika

7

permintaan (demand) tidak lagi seimbang dengan ketersediaan sumberdaya air untuk
pemenuhannya (supply) (Yulistiyanto dan Kirnoto 2008). Kajian World Bank pada
tahun 2001 menyatakan bahwa secara global hanya 3% dari total air di bumi adalah
air tawar (freshwater). Sisanya adalah air laut atau lautan, dari 3 % tersebut 79 %
merupakan es dan gletser, dan hanya 1 % yang merupakan air permukaan. Air
permukaan ini 52 % terdapat di danau, 1 % di sungai, 38 % di dalam tanah (soil
moisture), 8 % adalah uap air dan sisanya air yang ada dalam kehidupan organisme.
setiap tahun 40 000 km3 air tersedia untuk keperluan manusia, kira-kira sekitar 4 000
km3 yang benar-benar diambil kembali (water withdrawal). Air yang tersedia untuk
keperluan manusia dipergunakan sebesar 70% untuk pertanian, 22% untuk industri
dan untuk keperluan domestik atau rumah tangga sebesar 8% (World bank 2003).
Secara nasional ketersediaan air di Indonesia mencapai 1 957 milyar meter kubik
per tahun. Ditinjau ketersediaan air menurut wilayah dan waktu lebih dari 83 % dari
aliran permukaan terkonsentrasi di Sumatera, Kalimantan dan Papua, 17 % lainnya
di Jawa-Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pulau Jawa dengan luas 7 % dari total
daratan wilayah Indonesia hanya memiliki potensi air tawar 4.5 % dari total nasional.
Kondisi di atas menggambarkan bahwa potensi kelangkaan air yang sangat besar
akan terjadi di Jawa dengan daya dukung sumberdaya air yang telah mencapai titik
krisis (Bappenas 2006).
Kebutuhan sumber daya air terus meningkat dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan taraf hidup manusia, sedangkan ketersediaan ada batasnya, sehingga
pengelolaan sumberdaya air perlu terjamin ketersediaan air guna mencukupi air dari
waktu kewaktu. Proyeksi kebutuhan air Indonesia tahun 2020 untuk keperluan
pertanian, industri dan domestik dibandingkan tahun 1995 meningkat berturut-turut
25 %, 400 % dan 300 %. Sementara itu, secara kuantitas volume air yang ada relatif
konstan bahkan yang dapat digunakan (utilizable) cenderung menurun antara lain
akibat pencemaran, rusaknya kondisi biofisik DAS. Ketersediaan air cenderung
menurun akan mempengaruhi pemenuhan air untuk kebutuhan rumah tangga, sektor
pertanian, industri, dan lingkungan. Sehingga tujuan pengelolaan air adalah untuk
menyeimbangkan permintaan dengan ketersediaan air, melalui pengaturan alokasi air
yang sesuai (Redjekiningrum 2010).
Aliran Permukaan dan Curah Hujan
Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di permukaan
tanah atau bawah permukaan tanah, yang mengalir ke tempat yang lebih rendah
seperti sungai, danau atau laut (Schwab et al. 1981). Berdasarkan UU No.7 tahun
2004 tentang Sumberdaya Air dikatakan bahwa air permukan adalah semua air yang
terdapat pada permukaan tanah. Sedangkan menurut Arsyad (2010) aliran
permukaaan (run-off) adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah, dalam
pengertian ini run-off adalah aliran di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai
ke dalam saluran atau sungai. Aliran permukaan inilah yang dapat menyebabkan
erosi tanah, karena mampu mengangkut bagian-bagian tanah yang terdispersi oleh
butir hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat aliran permukaan (Arsyad
2010) sebagai berikut :
1) Curah hujan : jumlah, laju dan distribusi
2) Temperatur
3) Tanah : jenis/tipe, substratum

8

4)
5)
6)
7)

Topografi
Luas daerah aliran
Vegetasi penutup tanah : jenis/tipe, jumlah dan kerapatan
Sistem pengelolaan tanah

Agus, Gintings dan Noordwijk (2002) menyatakan besarnya aliran permukaan
(termasuk debit sungai) ditentukan oleh kondisi topografi, sifat fisik tanah dan
kualitas/ kondisi penutupan lahan pada suatu DAS. Apabila salah satu faktor tersebut
mengalami perubahan (perubahan hutan menjadi kebun campuran), maka kondisi
hidrologi DAS bersangkutan akan berubah diantaranya adalah aliran permukaan
(debit sungai). Sebaliknya kondisi penutupan hutan yang rapat dan adanya seresah
yang cukup tebal akan sangat mempengaruhi respons DAS terhadap masukan hujan,
yaitu meningkatkan kapasitas infiltrasi dan mengurangi aliran permukaan. Apabila
luas hutan menurun maka diperkirakan menurunkan debit minimum dan
meningkatkan debit maksimum.
Pengendalian aliran permukaan akan berdampak secara langsung terhadap
terjadinya erosi lahan, dimana pada gilirannya akan dapat mempengaruhi
ketersediaan air pada musim kemarau dan pencegahan banjir pada musim hujan.
Volume aliran permukaan yang berlebihan dapat berpotensi menimbulkan banjir di
bagian hilir. Hal ini sesuai dengan pendapat Irianto (2003) bahwa curah hujan
tahunan yang terakumulasi pada waktu yang pendek (Desember-Februari)
menyebabkan tanah tidak mampu menampung semua volume air hujan. Akibatnya
sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan, hal ini diperburuk dengan
meningkatnya alih fungsi hutan menjadi pengunaan lain seperti pertanian,
permukiman, industri dan sawah. Hal ini berpotensi menimbulkan banjir yang cukup
besar di wilayah hilir. Selanjutnya dikatakan bahwa besarnya aliran permukaan juga
akan menimbulkan erosi yang berlebihan, sehingga secara langsung akan
menurunkan kesuburan tanah. Penurunan kesuburan tanah akan menyebabkan
makin berkurangnya vegetasi yang mampu tumbuh dengan baik, sehingga tutupan
lahan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya pengisian
(recharging) cadangan air di bagian hulu yang berakibat timbulnya kekeringan pada
saat musim kemarau.
Curah hujan adalah satu parameter penting dalam sistem DAS, terutama sebagai
salah satu mata rantai daur hidrologi yang berperan menjadi pembatas adanya potensi
sumberdaya air di dalam suatu DAS. Rata-rata curah hujan sering dibutuhkan dalam
penyelesaian masalah hidrologi, seperti penelusuran masalah banjir, penentuan
ketersedian air untuk irigasi ataupun untuk merancang bangunan-bangunan air.
Perhitungan estimasi curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu :
(1) metode aritmatik, dengan merata-ratakan kedalaman hujan yang terjadi disuatu
daerah, (2) metode isohiet dengan membuat garis pada wilayah dengan
menghubungkan titik dengan curah hujan yang sama, dan (3) metode Thiessen
Menurut Asdak (2010) untuk menghitung curah hujan harian, bulanan dan tahunan
di suatu Sub DAS/DAS umumnya digunakan dua cara perhitungan yaitu : (1) Ratarata aritmatik (2) Teknik polygon (Thiessen polygon). Metode Thiessen berusaha
untuk mengimbangkan tidak meratanya distribusi alat ukur dengan menyediakan
suatu faktor pembobot (Weighting factor) bagi masing-masing curah hujan (Linsey
et al. 1988)

9

Model Hidrologi dalam Sistem DAS
Sistem DAS merupakan sub-sistem hidrologi. Teori hidrologi disajikan dalam
dua bentuk, yaitu deskriptif dan kuantitatif. Hidrologi deskriptif membahas uraian
konsep-konsep dasar dan proses yang menyatu dan berinteraksi satu sama lain.
Konsep-konsep dan proses-proses diperoleh dari pengamatan, pemikiran dan
pengambilan kesimpulan. Hidrologi kuantitatif menyajikan gambaran dan teori-teori
yang disajikan dalam serangkaian angka yang diperoleh dari pengukuran dan
perhitungan. Penyajian secara kuantitatif dari konsep dan proses hidrologi
menimbulkan persamaan-persamaan matematika disebut juga model matematika.
Pendekatan analisis sistem dalam kajian hidrologi DAS merupakan landasan teori
yang dapat mengintegrasikan informasi komponen-komponen suatu sistem DAS
menjadi model-model hidrologi DAS. Hal ini telah dirasakan kebutuhan akan teknik
pemodelan hidrologi yang mampu mengevaluasi dan menduga secara cepat dampak
hidrologi dari perubahan dan tindakan pengelolaan tertentu yang terjadi di dalam
suatu DAS (Pawitan 2000).
Model yang baik harus dapat menggambarkan sifat penting dari sistem yang
dimodelkan. Model merupakan pengganti dari suatu sistem yang nyata. Usaha untuk
menggambarkan, menganalisis, menyederhanakan atau menunjukkan sistem dapat
ditunjukkan oleh model berdasarkan pada teori (Ford 1999). Terdapat tiga tipe model
utama yaitu model fisik, model analog, dan model digital. Model digital terdiri atas
model deterministik, model stochastik, dan model parametrik. Model parametrik
didasarkan atas penggunaan hubungan yang secara statistik nyata antara peubahpeubah yang dianggap penting dari sejumlah data yang cukup tersedia. Tiga tipe
analisis yang biasa dikenal yaitu kotak hitam, kotak kelabu, dan kotak putih. Model
Kotak Hitam yaitu jika hanya masukan dan keluaran utama yang ditelaah,
pendekatan kotak hitam (black box) meliputi penyesuaian masukan (yaitu curah
hujan) dengan keluaran (sedimen) dengan suatu fungsi matematik yang sederhana
tanpa ada usaha untuk memasukan hubungan atau parameter-parameter lain yang
berpengaruh (Arsyad 2010). Model juga dibedakan atas lumped model dan
distributed model. Lumped model tidak memiliki distribusi spasial dalam variablevariabelnya, juga variasi spasial dalam parameter yang dikaji. Distributed model
mempertimbangkan distribusi spasial dari variable-varibael bersamaan dengan
perhitungan algoritma untuk mengevaluasi pengaruh distribusi dalam perilaku
simulasi (Bellman 2000).
Pemodelan hidrologi suatu DAS merupakan salah satu cara yang paling efektif
guna mempelajari dan memahami proses-proses yang terjadi dalam DAS dan juga
memprediksikan respon DAS terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam
DAS itu sendiri (Ferijal, 2012). Selanjutnya Harsoyo (2010) menyatakan bahwa
Model simulasi hidrologi pada dasarnya dibuat untuk menyederhanakan sistem
hidrologi, sehingga perilaku sebagian komponen di dalam sistem dapat diketahui.
Pendugaan volume aliran permukaan pada suatu DAS dapat menggunakan model
hubungan hujan-limpasan yaitu metode U.S. Soil Conservation Services. Besarnya
volume aliran permukaan (Q) tergantung pada curah hujan (P) dan volume simpanan
yang tersedia untuk menahan air (S). Besaran nilai bilangan kurva (runoff curve
number) tergantung dari sifat-sifat tanah, penggunaan tanah dan kondisi hidrologi
serta keadaan air sebelumnya. Nilai CN ditentukan berdasarkan pada jenis tanah,

10

penggunaan lahan, infiltrasi, dan kondisi hidrologi tanah (kondisi kandungan air
tanah sebelumnya) (Arsyad 2010).
Perencanaan Penggunaan Lahan dalam Sistem DAS
DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh
punggung-punggung gunung yang menampung, dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya kelaut melalui sungai utama (Asdak 2010). Pengertian
DAS dalam UU No.7 tahun 2004 tentang sumber daya air adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktifitas daratan. Wilayah daratan tersebut dinamakan “Cathment area” atau
Watershed atau daerah tangkapan air, yang merupakan satu kesatuan ekosistem
dengan unsur utamanya terdiri dari sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan
sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.
Fungsi DAS sebagai penampung air hujan yang jatuh di atasnya, serta
mengalirkannya sebagai aliran permukaan melalui sungai-sungai. Fungsi DAS
merupakan gabungan dari berbagai faktor vegetasi, tofografi, geologi tanah, serta
penggunaan lahan akibat aktivitas manusia. Salah satu faktor yang sangat
menentukan besar tidaknya ketersediaan air dalam suatu DAS adalah vegetasi atau
penggunan lahan. Seyhan (1999) menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan,
dilihat dari aspek hidrologi, berpengaruh langsung terhadap karakteristik penutupan
lahan sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS. Fenomena ini ditunjukkan
oleh karakteristik hidrologi DAS yang dapat dikenali melalui produksi air, erosi dan
sedimen. Indikator ini dapat dilihat dari besarnya air limpasan permukaan maupun
debit sungai. Fluktuasi aliran debit antara kedua musim yang tajam mengindikasikan
terganggunya fungsi DAS serta adanya degradasi kualitas DAS. Besarnya fluktuasi
debit aliran sebanding dengan tingginya tingkat erosi dan keduanya sangat ditentukan
dengan besarnya aliran permukaan (Hardiana 1999).
Land use atau penggunaan lahan menggambarkan sifat biofisik dari lahan yang
menggambarkan fungsi atau tujuan dari lahan tersebut digunakan oleh manusia dan
dapat dijelaskan sebagai aktivitas manusia yang secara langsung berkaitan dengan
lahan, penggunaan dari sumberdaya tersebut atau memberikan dampak terhadapnya
(Briassoulis 2000). Secara umum Briassoulis (2000) menunjukkan bahwa analisis
perubahan penggunaan lahan mempunyai tujuan-tujuan yang berbeda. Tujuan dari
analisis untuk perubahan penggunaan lahan adalah dalam bentuk: deskripsi atau
penjelasan (explanation), prediksi, kajian dampak (impact assessment), resep
(prescription) dan evaluasi.
Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses lanjutan dari evaluasi lahan
(FAO 1976). Evaluasi lahan secara umum bertujuan untuk menentukan nilai (kelas)
suatu lahan untuk tujuan tertentu. Berdasarkan evaluasi lahan, rekomendasi bagi
perencanaan alokasi lahan dapat dilakukan untuk perbaikan pengelolaan dan
penggunaan lahan berkelanjutan (Pieterse et al. 2002). Evaluasi lahan menurut
Djaenudin et al (2003) merupakan suatu pendekatan atau cara menilai potensi
sumberdaya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan i