Development of Hepatocytes Primary Cultures from Tupaia javanica for Hepatitis B Virus Isolation and Detection.

PENGEMBANGAN KULTUR PRIMER HEPATOSIT
TUPAIA JAVANICA SEBAGAI MEDIA ISOLASI DAN DETEKSI
VIRUS HEPATITIS B

RICKY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Kultur
Primer Hepatosit Tupaia javanica Sebagai Media Isolasi dan Deteksi Virus
Hepatitis B adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2013
Ricky

NRP P051100231

RINGKASAN
RICKY. Pengembangan Kultur Primer Hepatosit Tupaia javanica Sebagai Media
Isolasi dan Deteksi Virus Hepatitis B. Dibimbing oleh RETNO DAMAYANTI
SOEJODONO dan JOKO PAMUNGKAS.
Infeksi virus Hepatitis B telah menjadi salah satu permasalahan kesehatan di
berbagai penjuru dunia. Lingkup inang virus yang spesifik menjadi salah satu
kendala dalam penelitian virus ini. Kemampuan kultur primer hepatosit Tupaia
belangeri sebagai media infeksi memberikan alternatif model in vitro dalam
mempelajari infeksi virus Hepatitis B. Penelitian ini mengembangkan kultur
primer hepatosit Tupaia javanica asal Indonesia sebagai salah satu model in vitro
untuk media isolasi dan perbanyakan serta deteksi virus Hepatitis B asal manusia
dan satwa primata secara in vitro. Analisa real time PCR menunjukkan virus
Hepatitis B asal manusia dan satwa primata dapat menginfeksi dan bereplikasi
pada kultur primer hepatosit Tupaia javanica. Hasil ini menunjukkan kultur
primer hepatosit Tupaia javanica dapat digunakan sebagai model in vitro dalam
mempelajari infeksi virus hepatitis B.
Kata kunci: Virus Hepatitis B, Tupaia javanica, kultur primer hepatosit,
Hylobates moloch, real time PCR.


SUMMARY
RICKY. Development of Hepatocytes Primary Cultures from Tupaia javanica for
Hepatitis B Virus Isolation and Detection. Under direction of RETNO
DAMAYANTI SOEJODONO and JOKO PAMUNGKAS.
Human hepatitis B virus is a major health problem worldwide which have a
very narrow host range. The susceptibility of Tupaia belangeri hepatocytes
primary culture has been used as an alternative in vitro model for studying
hepatitis B virus infection. In this research, we proposed the usage of T. javanica
hepatocytes primary culture as an in vitro model to isolate and detect hepatitis B
virus from human and Hylobates moloch. Both in vitro infection of the hepatitis B
virus in T. javanica hepatocytes primary culture show viral DNA replication in
Real Time PCR. The result suggest that T. javanica may become a useful model
for studying hepatitis B virus infecton
Keywords: Hepatitis B virus, Tupaia javanica, primary hepatocytes, Hylobates
moloch, real time PCR.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN KULTUR PRIMER HEPATOSIT
TUPAIA JAVANICA SEBAGAI MEDIA ISOLASI DAN DETEKSI
VIRUS HEPATITIS B

RICKY

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. dr. Sri Budiarti

Judul Tesis

: Pengembangan Kultur Primer Hepatosit Tupaia javanica
Sebagai Media Isolasi dan Deteksi Virus Hepatitis B

Nama

: Ricky

NRP

: P051100231

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, M.S
Ketua

Dr. Drh. Joko Pamungkas, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Bioteknologi

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA

Tanggal Ujian:
6 Februari 2013


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 sampai bulan
Desember 2012 ini ialah pengembangan kultur primer hepatosit Tupaia javanica
sebagai media isolasi dan deteksi virus hepatitis B.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. drh. Retno Damayanti
Soejoedono, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Drh. Joko
Pamungkas, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Kepala Pusat Studi
Satwa Primata PSSP-LPPM IPB serta Bapak Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
sebagai Ketua Program Studi Bioteknologi. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Pusat Studi Satwa Primata yang telah mendanai penelitian
ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Drh. Diah
Iskandriati, Ibu Silmi Mariya S.Si., M.Si. beserta staf laboratorium Mikrobiologi
dan Imunologi, Bapak Uus Saepuloh, S.Si, M.Biomed beserta staf laboratorium

bioteknologi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

Ricky

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

x

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR TABEL


xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Virus Hepatitis B


3

Tupaia sp

4

Kultur Primer

5

METODOLOGI

6

Bahan

6

Alat


6

Metode

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Isolasi Kultur Primer Hepatosit Tupaia javanica

9

Infeksi Virus Pada Kultur Primer Hepatosit

9

Deteksi Infeksi dan Replikasi Virus Hepatitis B


10

SIMPULAN DAN SARAN

14

DAFTAR PUSTAKA

15

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR GAMBAR

1. Virus Hepatitis B
2. Bagan Spektrum Penyakit Hati Akibat Infeksi VHB
3. Morfologi Kultur Primer Hepatosit T. javanica B

Halaman
3
3
9

4. Morfologi Kultur Primer Hepatosit T. javanica B terinfeksi

10

5. Deteksi Infeksi dan Replikasi Virus Hepatitis B

11

6. Grafik Cycle Treshold sampel Virus Hepatitis B asal owa

13

7. Grafik Cycle Treshold sampel Virus Hepatitis B asal Manusia

13

DAFTAR TABEL
1. CT Real Time PCR Kultur Primer Hepatosit Tupaia javanica

12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini lebih dari 2 milyar orang telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB)
dalam periode tertentu hidupnya. Sekitar 250 juta diantaranya masih terinfeksi
dan menjadi karier. Setiap tahunnya terdapat 4 juta kasus akut hepatitis B dan
sekitar 1 juta orang meninggal akibat hepatitis kronis, cirrhosis, ataupun kanker
hati (El-serag 2001; WHO 2002). Centers for Disease Control and Prevention
(2011) melaporkan 3.371 kasus hepatitis B akut (1,1 kasus per 100.000 populasi)
pada tahun 2009 di Amerika, dengan angka kematian sebesar 1.900 pasien.
Indonesia merupakan daerah endemik infeksi VHB dengan tingkat karier 5-20%
pada masyakarat umum (Creati et al. 2007).
Hepatitis ialah kondisi inflamasi pada organ hati disebabkan oleh berbagai
jenis agen penyebab infeksi, alkohol, obat-obatan, dan penyakit autoimmune.
Kasus hepatitis tertinggi disebabkan oleh virus, antara lain virus Hepatitis A, B, C,
D, dan E. Diantara virus penyebab hepatitis, virus hepatitis B (VHB) merupakan
yang tertinggi (WHO 2002). Sebagai negara berkembang dengan iklim tropis,
Indonesia merupakan negara endemik terhadap berbagai jenis penyakit infeksius,
termasuk salah satunya hepatitis yang disebabkan oleh VHB. Infeksi VHB pada
tahap lanjut (kronis) dapat menyebabkan kegagalan hati, cirrhosis, dan
Hepatocellular Carcinoma (HCC) (Alberti et al. 1979). Infeksi VHB telah
menjadi salah satu permasalahan kesehatan di berbagai penjuru dunia, terlebih
lagi pasien hepatitis memiliki gejala klinis yang bervariasi. Walaupun vaksin
terhadap VHB telah dikembangkan dan digunakan di seluruh dunia, namun VHB
tetap menyebar terutama di Asia dan Afrika (WHO 2002). Walaupun jumlah
infeksi VHB akut telah menurun karena implementasi vaksin hepatisis B, namun
diberbagai negara insiden kanker dan kematian terkait VHB dilaporkan meningkat
(Gamoa 2008, Hatzakis 2011) hal ini mungkin terjadi karena adanya
keterlambatan efek vaksinasi, meningkatnya keakuratan proses diagnosis, dan
membaiknya proses pendataan kasus infeksi VHB (Maus et al. 2012).
Virus Hepatitis B termasuk kedalam hepadnaviridae yang memiliki
spesifitas inang. Hepadnavirus dari manusia dan satwa primata tingkat tinggi
diperkirakan membentuk kelompok atau cluster virus-virus hepatitis B yang
berkerabat cukup dekat (ICTVdB: The Universal Virus Database of the
International Committee on Taxonomy of Viruses [http:/www.ictvdb.iacr.ac.uk/
Ictv/fr-index.html.]). Kemiripan yang dimiliki tersebut memberikan alternatif
pengganti, misalnya pada penelitian yang bertujuan melakukan penapisan
senyawa antiviral VHB manusia secara in vitro dapat menggunakan sampel VHB
asal satwa primata. Tingkat infeksi VHB yang efisien telah didokumentasikan
pada simpanse (Cao et al. 2003). Akan tetapi penggunaan simpanse sebagai
hewan uji coba memiliki berbagai kendala seperti biaya yang tinggi, jumlah
hewan yang terbatas, serta peraturan yang ketat karena kelangkaan dan
pertimbangan status konservasinya.
Alternatif yang dapat digunakan ialah penggunaan kultur primer hepatosit.
Kultur primer hepatosit dan beberapa jenis cell line (sel lestari) digunakan dalam
pemodelan in vitro. Berdasarkan studi menggunakan hepatoma cell line,
mekanisme replikasi VHB dapat dipelajari. Namun hanya sedikit yang diketahui
mengenai tahapan awal siklus virus. Kendala lain ialah sulitnya melakukan infeksi

2

VHB pada cell line, sedangkan kultur primer hepatosit manusia sulit didapatkan,
ditambah keadaan kualitas sel yang didapatkan dari operasi mempunyai variasi
sangat tinggi (Galle et al. 1994). Oleh karena itu sistem alternatif dalam
eksperimen untuk mempelajari infeksi VHB sangat dibutuhkan.
Penggunaan Tupaia belangeri sebagai hewan model menjadi salah satu
alternatif terbaik. Infeksi VHB pada T. belangeri dapat dilakukan secara in vivo
dan in vitro untuk analisa serta pengamatan gejala klinis, aspek molekuler, dan
siklus hidup virus yang mirip keadaannya dengan kasus infeksi VHB pada
manusia (Walter et al. 1996; Guha et al. 2004). Walter et al. (1996)
mengemukakan infeksi in vitro menggunakan kultur primer hepatosit Tupaia
belangeri berhasil mensintesa DNA dan RNA VHB serta mensekresikan Hepatitis
B surface antigen (HBsAg) dan Hepatitis B extracellular antigen (HbeAg) pada
medium kultur. Hal ini membuktikan bahwa VHB dapat menginfeksi dan
bereplikasi secara in vitro pada sel hepatosit T. belangeri.
Tupaia belangeri atau dikenal sebagai northern tree shrew merupakan
hewan yang umum ditemukan di negara Thailand, Bangladesh, Burma, dan
wilayah utara Asia seperti India, Nepal, dan Cina. Hewan ini mengindikasikan
tingkat ketahanan stress yang rendah. Cao et al. (2003) melaporkan berbagai
faktor seperti pengekangan fisik, perubahan lingkungan, rasa lapar dan haus,
kondisi kandang yang kotor, serta kondisi psikososial dapat menjadi sumber
penyebab stress bagi T. belangeri. Dalam jangka panjang efek dari stress pada
hewan dapat menyebabkan perubahan perilaku, anatomi, sistem endokrin, dan
mempengaruhi sistem respon kebal. Hal ini tentu menjadi salah satu kendala
untuk bisa melakukan penelitian dengan menggunakan T. belangeri di Indonesia,
yang harus mendatangkan hewan tersebut dari daerah asalnya.
Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang tinggi juga memiliki salah
satu spesies dari tupaia, yaitu T. javanica yang berasal dari satu genus yang sama
dengan T. belangeri. Ketersediaan T. javanica menjadi alternatif pilihan untuk
dapat mengembangkan penelitian VHB. Penggunaan T. javanica
dalam
penelitian VHB selama ini belum pernah dilaporkan. Kedekatan taksonomi yang
dimiliki oleh kedua spesies tersebut menjadi salah satu alasan bagi peneliti untuk
dapat menggali potensi T. javanica sebagai alternatif T. belangeri. Kultur primer
hepatosit T. javanica yang dapat diinfeksi oleh VHB manusia dan satwa primata
diharapkan dapat dikembangkan dan dihasilkan dari penelitian ini yang dapat
digunakan sebagai sistem in vitro dalam pengujian diagnostik, pembuatan antigen,
dan pengujian antiviral dari virus hepatitis B di Indonesia.

Tujuan
Mengembangkan sistem kultur sel primer dari hepatosit T. javanica yang
dapat digunakan sebagai inang untuk perbanyakan virus hepatitis B asal manusia
dan satwa primata secara in vitro.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Hepatitis B
Virus Hepatitis B merupakan hepadnavirus berukuran 42 nm yang memiliki
selubung luar lipoprotein dengan protein permukaan HBsAg (Gambar 1). Virus
ini memiliki inti 27 nm berupa nukleokapsid (HBcAg) dengan genom berupa
DNA utas ganda berbentuk sirkular parsial (parsial overlapping). Famili
hepadnaviridae juga mencakup genus Orthohepadnavirus yang dapat menginfeksi
primata seperti Woodchuck Hepatitis Virus (WHV), Ground Squirrel Hepatitis
Virus (GSHV) dan genus avihepadnavirus yang dapat menginfeksi unggas seperti
Duck Hepatitis B Virus. Famili Hepadnavirus memiliki lingkup inang yang
terbatas, dimana hanya dapat menggunakan inang yang memiliki kedekatan
spesies terhadap inang aslinya. (WHO 2002).

Gambar 1 Virus Hepatitis B (Stannard 1995)

Gambar 2 Bagan spektrum penyakit hati akibat infeksi VHB

Definisi kasus hepatitis B, pasien dianggap menderita hepatitis akut apabila
secara klinis menunjukkan gejala pusing, anorexia, demam, mual, sakit pada
bagian perut, dan adanya gejala penyakit kuning atau peningkatan serum alanine
aminotransferase. Secara laboratorium, pada pasien IgM terhadap HBcAg atau
HBsAg terdeteksi. Pasien dianggap menderita hepatitis B kronis apabila secara
klinis menunjukkan berbagai gejala dari cirrhosis atau kanker hati. Selain itu
pasien kronis juga dapat asimptomatis atau tanpa gejala penyakit. Pada tahapan
kronis pasien secara laboratorium menunjukkan hasil negatif terhadap IgM anti
HBc dan positif terhadap HBsAg, HBeAg, VHB DNA atau kombinasi hasil
positif pada HBsAG, HBV DNA / HBeAg dalam jangka waktu 6 bulan. Virus ini
tidak menghasilkan efek sitopatik, sehingga diduga patogenesa virus ini
merupakan hasil dari pertahanan tubuh bermediasi sel (CDC 2009; WHO 2002).

4

Infeksi VHB umum terjadi pada masa kanak-kanak dan tidak menunjukkan
gejala penyakit sampai ke tahapan karier kronis. Transmisi virus dapat terjadi
melalui pertukaran cairan tubuh, tindakan seksual, dan penularan dari ibu yang
positif ke anaknya pada saat proses melahirkan (WHO 2002).
Virus Hepatitis B menginfeksi sel dengan mediasi reseptor sel hepatosit,
selanjutnya inti virus (DNA open circular) akan dipindah kedalam sel dan
membentuk Covalently Closed Circular (cccDNA) dengan bantuan nuclear DNA
repair enzymes. Tahapan selanjutnya genom VHB akan melakukan transkripsi 4
bagian secara overlap (P, C, S, dan X) dan kemudian dikeluarkan menuju
sitoplasma untuk ditranslasikan menjadi protein virus.
Gen P mengkodekan DNA polymerase/reverse transcriptase, gen C
mengkodekan protein inti (core), gen S mengkodekan protein permukaan
(surface), dan protein X. Gen C terbagi menjadi pre-C dan C. Gen S terbagi
menjadi region pre-S1, pre-S2, dan small S. Gen S memiliki peranan penting
dalam proses infeksi VHB. Gen pre-S1 secara khusus berfungsi untuk mediasi
pengikatan VHB pada sel hepatosit manusia (Glebe et. al 2003).
Hasil transkripsi gen P sebesar 3,5 kb membentuk enzim polimerase VHB,
protein inti (HBc), protein precore, dan juga fragmen sebagai cetakan pRNA
(pregenomic RNA, merupakan hasil transkripsi balik pada saat replikasi virus).
Protein precore memiliki sekuen target untuk transportasi ke ER untuk proses
lebih lanjut menjadi HbeAg. Hasil transkripsi gen S sebesar 2,4 kb dan 2,1 kb
menghasilkan selubung luar serta protein permukaan HBs. Sedangkan penelitian
pada Woodchuck Hepadna Virus mengindikasikan hasil transkripsi 0,7 kb berupa
protein X berguna dalam proses inisiasi infeksi. (Guha 2004; Spandau 1988;
Standring 1988; WHO 2002).
Tupaia sp.
Tupaia sp. merupakan hewan bukan pengerat yang memiliki kekerabatan
yang dekat dengan primata. Termasuk dalam ordo Scandentia dan Famili
Tupaiidae, hewan ini endemik pada daerah subtropikal dan tropikal seperti asia
tenggara. Terdapat pada wilayah India sampai Philipina, Cina selatan hingga
Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Bali. Habitat alaminya berapa pada hutan tropis
dan area perkebunan (Kock et al 2001).
Pada infeksi in vivo, VHB dapat melakukan replikasi pada hati tupaia.
Infeksi secara akut dapat dideteksi viremia dan HbsAg, dan juga keberadaan
antibodi terhadap HBeAg dan HBsAg. Kondisi ini menyerupai pada pasien
infeksi akut yang diderita oleh manusia. Lebih lanjut imunisasi dengan vaksin
VHB dapat mencegah 88% infeksi VHB eksperimental. Pada kasus kronis peneliti
menemukan induksi pembentukan HCC (Guha 2004). Selain secara in vivo, kultur
primer hepatositnya mudah disiapkan dengan metode perfusi (Kock et al 2001).
Virus Hepatitis B dapat menginfeksi sel primer hepatosit hasil isolasi hati
tupaia, sehingga dihasilkan cccDNA dan mRNA dan sekresi HBsAg dan HbeAg
pada media kultur. Proses awal infeksi VHB pada sel primer hepatosit tupaia
(PTH) sangat menyerupai proses infeksi pada sel hepatosit manusia (Glebe et al
2003; Walter 1996). Oleh karenanya, penggunaan tupaia sebagai hewan model
infeksi VHB dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.

5

Kultur Primer
Kultur primer merupakan kultur sel in vitro yang diisolasi langsung dari
suatu organisme. Kultur sel primer dapat diperoleh dengan melakukan agregasi
jaringan secara mekanik ataupun secara enzimatis. Proses agregasi menjadi salah
satu tahapan vital untuk memperoleh kultur sel primer yang spesifik. Sel dari
kultur primer memiliki banyak kesamaan dengan sel in vivo, sehingga kultur
primer dapat dijadikan sistem pemodelan untuk mempelajari sistem biologi
seperti pemodelan inang untuk agen mikrobiologis, dalam hal ini virus (Freshney
1994).

6

METODOLOGI
Penelitian isolasi dan deteksi virus hepatitis B asal manusia dan satwa
primata pada kultur primer hepatosit T. javanica dilakukan selama 8 bulan
dimulai dari Maret 2012 sampai bulan Desember 2012. Tempat penelitian adalah
fasilitas Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata
LPPM-IPB, Jalan Lodaya II nomor 5, Bogor.
Bahan
Bahan penelitian yang digunakan antara lain sel hepatosit yang diisolasi dari
organ hati T. javanica. Sampel virus menggunakan VHB asal manusia serta VHB
asal Owa (Hylobates moloch). Sampel virus yang digunakan berasal dari koleksi
Pusat Studi Satwa Primata, IPB. Pada reaksi Polymerase Chain Reaction (PCR)
dan real time PCR digunakan primer hepB-SF1 dengan sekuen 5’TGYGGGTCACCWTATTCTTG GG-3’ dan hepB-SRout yang memiliki sekuen
5’-CACTGTTCCTGAACTGGA GC-3’. IQ5 Sybr green master mix, asam
askorbat, Ethidium Bromida, gel agarosa 2%, dan larutan penyangga Tris Acetate
EDTA (TAE).
Media yang digunakan ialah larutan Phosphate Buffer Saline (PBS),
Dulbecco’s Modified Eagles Medium (DMEM) (Invitrogen, USA; cat# 11965092), larutan penyangga pra-perfusi berisi Hanks Balanced Salt Solution
(Invitrogen cat#14170-112); 5mM EGTA; 0,25 µg/ml amphotericin B, larutan
perfusi berisi DMEM; 100x CaCl2; 1% kolagenase tipe II, Tupaia plating media
berisi 500 ml William E media (invitrogen cat# 12551-032); 5% Fetal Bovine
Serum; 5 µg/ml insulin; 5 µg/ml transferrin; 5 µg/ml sodium selenite; 0,25 µg/ml
amphotericin B; dan 1% Penicillin streptomicin. Tupaia maintenance media berisi
500 ml William E media (invitrogen cat# 12551-032); 0,1% Bovine Serum
Albumin; 5 µg/ml insulin; 5 µg/ml transferrin; 5 µg/ml sodium selenite; 0,25
µg/ml amphotericin B; 1% Penicillin streptomicin; 50 µM hydrocortisone
(sigma); dan 0,1 µM dexamethasone (sigma). Tupaia infection media berisi 500
ml William E media (invitrogen cat# 12551-032); 0,1% Bovine Serum Albumin;
2% Dimethyl Sulfoxide; 0,25 µg/ml amphotericin B; dan 1% Penicillin
streptomicin.
Alat
Analisa semi kuantitatif real time PCR menggunakan mesin IQ5 Multicolor
Real Time PCR Detection System dari Biorad.
Metode
Isolasi Kultur Primer Hepatosit T. Javanica
Hewan dieutanasia dengan menggunakan pentobarbital dengan dosis 75
mg/kg berat badan IM. Dalam penelitian ini digunakan 3 ekor T. Javanica. Hewan
lalu diletakkan pada papan bedah dengan organ geraknya difiksasi pada papan.
Kulit dipotong dari perut hingga rongga dada. Seluruh rongga dada direndam
dengan larutan PBS. Selaput rongga perut kemudian dipotong dan dibuang.
Semua prosedur hewan sudah mendapatkan persetujuan dari Komisi Pengawasan
Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Penelitian (KPKPHP) Pusat Studi Satwa
Primata IPB nomor ACUC 11-D001-IR

7

Metode isolasi mengacu pada Glebe et al. (2003). Daerah diatas situs
pemotongan dijepit, lalu secara perlahan dimasukan syringe pada pembuluh portal
hati. Pembilasan sel darah merah dari organ hati dilakukan secara perlahan dengan
menggunakan larutan DMEM yang telah dihangatkan. Pembilasan berhasil
ditandai dengan perubahan warna organ hati menjadi lebih cerah. Organ hati tanpa
kantung empedu dapat dipindahkan ke cawan petri.
Organ hati diperfusi menggunakan larutan penyangga pra-perfusi
menggunakan syringe dengan kecepatan 10 ml/menit selama 10-15 menit.
Selanjutnya digunakan larutan perfusi selama 15 menit. Larutan diresirkulasi
sampai hati menjadi semi padat. Organ lalu dicacah dan dipindahkan dalam flask
berisi larutan penyangga perfusi. Sel diinkubasi pada suhu 37°C dan digoyangkan
selama 5-10 menit. Larutan kemudian disaring perlahan dengan menggunakan
gauze mesh (pori 75 µm). Larutan dipindahkan kedalam tabung falcon 50 ml.
Tabung lalu disentrifugasi pada 300-500 g selama 5 menit untuk mendapatkan
pelet sel. Supernatan dibuang secara perlahan dan pelet diresuspensi dengan
larutan DMEM. Pencucian dengan larutan DMEM dilakukan kembali.
Sel lalu diresuspensi dengan menggunakan tupaia plating media.
Penghitungan viabilitas sel dilakukan dengan menggunakan asam askorbat dan
haemocytometer. Sel diinkubasi dengan konsentrasi 2,5x105 sel pada 6-well dish
(yang telah dilapisi dengan kolagen) berisi 2 ml tupaia plating media. Sel
kemudian diinkubasi pada 37°C 5% CO 2 semalam untuk melekatkan sel pada
dinding 6-well dish. Media diganti dengan tupaia maintenance media untuk
membuang sel-sel yang mati yang tidak berikatan dengan dinding petri. Sel
dinkubasi pada 37°C 5% CO 2 .
Sampel Virus Hepatitis B
Virus yang digunakan sebagai inokulan merupakan VHB asal manusia serta
VHB asal owa (Hylobates moloch). Seluruh virus yang digunakan berasal dari
koleksi Pusat Studi Satwa Primata, IPB.
Infeksi Virus Pada Kultur Primer Hepatosit
Prosedur mengacu pada Glebe et al. (2003). Larutan media pada sel dibuang
dan ditambahkan larutan inokulan. Sel diinkubasi selama semalam. Setelah
infeksi, media dibuang, lalu kultur dibilas dengan tupaia maintenance media,
selanjutnya kembali ditambahkan tupaia maintenance media.
Penggambilan 500 µl supernatan media sebagai sampel dilakukan setiap
hari kemudian ditambahkan kembali 500 µl tupaia maintenance media kedalam
kultur primer hepatosit. Sampel supernatan media disimpan untuk analisa lebih
lanjut. Produk VHB yang terdapat pada supernatan akan tetap stabil selama
beberapa bulan dengan penyimpanan pada suhu 4°C. Pengujian VHB pada sampel
supernatan dilakukan dengan PCR regio pre-S1 dan real time PCR.
Amplifikasi DNA VHB Pada Supernatan Untuk Sekuen Regio Pre-S1
Amplifikasi DNA menggunakan metode PCR dilakukan dengan
menggunakan DNA sampel yang diekstraksi dari supernatan. Proses ekstraksi
menggunakan kit Dneasy blood and tissue (Qiagen cat. 69504).
Metode amplikasi DNA mengacu pada Warren et al. (1999). Pasangan
primer
yang
digunakan
ialah
hepB-SF1
Dengan
sekuen
5’-

8

TGYGGGTCACCWTATTCTTGGG-3’ dan hepB-SRout yang memiliki sekuen
5’-CACTGTTCCTGAACTGGAGC-3’. Pasangan primer tersebut memiliki target
produk kurang lebih 455 pasang basa. Primer yang digunakan merupakan
degenerate primer, yang diharapkan mampu mengamplifikasi situs pre-S1 VHB
asal manusia maupun owa. Reaksi PCR terdiri atas 1 µl primer hepB-SF1 dan
hepB-SRout, 12,5 µl go taq mastermix (promega), 5,5 µl nuclease freewater, dan
5 µl DNA sampel.
Pada tahap awal dilakukan pre-PCR pada suhu 94°C selama 5 menit.
Tahapan selanjutnya adalah PCR yang terdiri atas denaturasi pada suhu 94°C
selama 30 detik, anealing pada suhu 52°C selama 30 detik, dan elongasi pada
suhu 72°C selama 30 detik. Siklus PCR dilakukan sebanyak 45 kali. Tahap akhir
post-PCR pada suhu 72°C selama 10 menit.
Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 2% yang mengandung
ethidium bromida 0,1 µg/ml dalam larutan penyangga TAE menggunakan
elektroforesis horizontal. Penanda DNA 1 kb dan hasil PCR dimasukkan ke dalam
sumur gel. Alat dokumentasi Gel Doc digunakan untuk visualisasi hasil
elektroforesis.
Real Time PCR
Amplifikasi dilakukan menggunakan reaksi PCR yang terdiri atas 12,5 µl
IQ sybergreen mastermix (Biorad), 1 µl primer hepB-SF1 dan hepB-SRout, 5,5 µl
nuclease freewater, dan 5 µl DNA sampel. Tahapan reaksi terdiri atas denaturasi
pada suhu 95°C selama 3 menit, anealing pada suhu 95°C selama 15 detik, dan
elongasi pada suhu 52°C selama 30 detik. Siklus PCR dilakukan sebanyak 45 kali.
Tahap akhir post-PCR pada suhu 72°C selama 30 detik.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Kultur Primer Hepatosit T. Javanica
Sel hati dari T. javanica telah berhasil dikulturkan in vitro. Secara umum sel
hepatosit berbentuk poligonal memiliki satu atau lebih inti sel yang dapat diamati,
namun kultur primer hepatosit yang didapatkan bermorfologi bulat (Gambar 3).
Proses isolasi yang kurang optimum dapat menjadi penyebab kualitas kultur
primer hepatosit kurang baik. Selain itu beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas kultur primer antara lain ialah jenis spesies, umur dan
status kesehatan hewan yang digunakan, tipe jaringan yang digunakan, metode
disagregasi, jenis media, serta kondisi inkubasi dan pemeliharaan kultur primer
(Bird & Forrester 1981).
Selain itu penggunaan 6-well dish yang telah dilapisi dengan kolagen,
menggantikan kolagen segar dapat menjadi salah satu kemungkinan penyebab
kultur primer hepatosit tidak dapat berkembang dengan baik. Hasil pengamatan
kultur primer hepatosit T. javanica memiliki viabilitas yang dapat dijaga >3 bulan
menggunakan tupaia maintenance media. Kemampuan viabilitas kultur primer
hepatosit >1 bulan juga terlah dilaporkan oleh Glebe et al. (2003)

Gambar 3 Morfologi kultur primer hepatosit T. javanica (A) hari 6 perbesaran 10x8; (B)
hari 15 perbesaran 10x8

Infeksi Virus Pada Kultur Primer Hepatosit
Kultur primer hepatosit T. javanica diinfeksikan menggunakan koleksi VHB
yang berasal dari owa dan manusia. Kuantifikasi VHB dilakukan dengan
mengukur titer HBsAg pada masing-masing sampel VHB. Uji serologi dilakukan
sebagai metode alternatif kuantifikasi VHB dikarenakan keterbatasan koleksi
sampel yang dimiliki. Analisa dilakukan dengan mengirimkan sampel pada
laboratorium Prodia. Pada sampel VHB asal satwa primata didapatkan titer
HBsAg 60.789,04 IU/ml. Pada sampel VHB asal manusia titer HBsAg yang
didapatkan berada dibawah ambang batas minimum deteksi (