Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltiodea Jack)

PERILAKU RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville, 1822)
BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN
TABAT BARITO (Ficus deltoidea Jack)

ELIS

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Rusa Timor
(Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian
Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Elis
NIM E34090042

2

ABSTRAK
ELIS. Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina di
Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack). Dibimbing
oleh BURHANUDDIN MASYUD dan ROZZA TRI KWATRINA.
Rusa timor merupakan salah satu jenis rusa yang potensial untuk
dikembangkan. Penangkaran merupakan salah satu jenis pemanfaatan yang
bertujuan untuk mempertahankan populasi rusa timor sebagai jenis yang
dilindungi. Namun terdapat berbagai permasalahan terkait reproduksi sehingga
diperlukan teknologi reproduksi dengan cara stimulasi berahi rusa timor betina
menggunakan bahan alami yang bersifat afrodisiak, yakni tabat barito. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tabat barito dengan berbagai
dosis terhadap perilaku harian dan perilaku seksual rusa timor betina. Terdapat 4

dosis tabat barito yang diberikan selama 28 hari yakni 0 mg, 4000 mg, 5000 mg
dan 6000 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan dosis tidak
berpengaruh nyata terhadap perilaku harian maupun perilaku seksual. Namun
pemberian dosis 6000 mg dapat menstimulasi estrus pada rusa betina sehingga
terjadi kopulasi.
Kata kunci: penangkaran, perilaku seksual, rusa timor betina, tabat barito.

ABSTRACT
ELIS. Female Timor Deer (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Behavior in
Captivity due to Giving Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack). Supervised by
BURHANUDDIN MASYUD and ROZZA TRI KWATRINA.
Timor deer is one of deer species which potential to be developed. Captivity
is one of timor deer utilization which aim to maintain the population of timor deer
as protected species. However, there are various issues related to its reproduction
so that reproductive technology is required to improve female timor deer
reproduction by stimulating sexual desire of female timor deer using natural
materials that are aphrodisiac, one of them is tabat barito. The aim of this research
is to determine the influence of giving tabat barito with various doses against
daily activity and sexual behavior of female timor deer. There are 4 tabat barito
doses which are given for 28 days. The doses are 0 mg, 4000 mg, 5000 mg and

6000 mg. The result of this research indicates that different dose which given not
significantly influence the daily activity and sexual behavior. However, the 6000
mg dose can stimulate female deer estrus so copulation happened.
Keywords: captivity, female timor deer, sexual behavior, tabat barito.

3

PERILAKU RUSA TIMOR (Rusa timorensis de Blainville, 1822)
BETINA DI PENANGKARAN AKIBAT PEMBERIAN
TABAT BARITO (Ficus deltoidea Jack)

ELIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

4

Judul Skripsi: Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina
di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltiodea
Jack)
: Elis
Nama
: E34090042
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masy'ud, MS
Pembimbing I


Tanggal Lulus:

S N '.

Rozza Tri Kwatrina, SSi, MSi
Pembimbing II

5

Judul Skripsi : Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Betina
di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus deltiodea
Jack)
Nama
: Elis
NIM
: E34090042

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS

Pembimbing I

Rozza Tri Kwatrina, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2013 ini
ialah perilaku rusa, dengan judul Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de
Blainville, 1822) Betina di Penangkaran Akibat Pemberian Tabat Barito (Ficus

deltoidea Jack).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Burhanuddin Masy’ud,
MS dan Ibu Rozza Tri Kwatrina, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran serta Ibu Dr Efi Yuliati Yovi, SHut, M Life Env Sc selaku dosen
penguji dari Departemen Manajemen Hutan. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Ir Mariana Takandjandji, MSi dan Bapak Ir Endro Subiandono dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bogor, Bapak
Zaenal, Bapak Elon serta seluruh staf di penangkaran rusa Hutan Penelitian
Dramaga yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Akbar, seluruh keluarga, Hady,
Yayan, Putri, Dyah, Tri, Dita, Irma, Dewi, Intannia, Intan, saudara seperjuangan
Anggrek Hitam KSHE 46 serta sahabat-sahabat di Wisma Padasuka atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Elis

7


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2


Pengumpulan Data dan Informasi

2

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kandungan Senyawa Tabat Barito

5

Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Harian

7


Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Seksual

10

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

8

DAFTAR TABEL
1 Skema perlakuan tabat barito terhadap rusa timor betina
2 Rata-rata perilaku harian rusa timor betina selama perlakuan
3 Rata-rata perilaku seksual rusa timor betina selama perlakuan

4
9
17

DAFTAR GAMBAR
1 Rata-rata lama waktu makan rusa timor betina yang diberi tabat barito
dengan dosis berbeda
2 Rata-rata konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi tabat barito
dengan dosis berbeda
3 Perilaku istirahat pada rusa timor betina
4 Rata-rata lama waktu istirahat rusa timor betina yang diberi tabat barito
dengan dosis berbeda
5 Rata-rata frekuensi urinasi pada rusa timor betina akibat pemberian
tabat barito dengan dosis berbeda
6 Rata-rata selang waktu urinasi pada rusa timor betina akibat pemberian
tabat barito dengan dosis berbeda
7 Rata-rata frekuensi perilaku mengangkat ekor pada rusa timor betina
akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
8 Rata-rata lama waktu perilaku mengangkat ekor pada rusa timor betina
akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
9 Rata-rata frekuensi perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada
rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
10 Perilaku mengendus dan menjilati pejantan
11 Rata-rata lama waktu perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada
rusa timor betina akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
12 Rata-rata frekuensi perilaku diam didekati pejantan pada rusa betina
yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda
13 Rata-rata lama waktu perilaku diam didekati pejantan pada rusa betina
yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda
14 Rusa timor betina diam saat dinaiki pejantan
15 Rata-rata frekuensi perilaku diam dinaiki pejantan pada rusa betina
yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda
16 Rata-rata lama waktu perilaku diam dinaiki pejantan pada rusa betina
yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

7
8
8
9
10
11
12
12
13
14
14
15
15
16
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil uji fitokimia tabat barito
Tabat barito
Bahan penelitian
Perilaku harian dan perilaku seksual rusa timor betina
Hasil analisis statistik terhadap perilaku harian dan seksual

22
23
23
24
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rusa timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) adalah salah satu jenis rusa
yang potensial untuk dikembangkan. Semiadi dan Nugraha (2004) menyatakan
rusa timor merupakan jenis rusa yang paling banyak ditangkarkan, yaitu 90% dari
rusa yang ada di daerah tropik. Rusa timor memiliki daya adaptasi yang tinggi
sehingga mampu hidup di berbagai daerah (Takandjandji et al. 2011).
Pemanfaatan rusa sebagai jenis yang dilindungi telah banyak dilakukan. Bentuk
pemanfaatannya dapat berupa pengkajian, penelitian dan pengembangan,
penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran dan pemeliharaan
untuk kesenangan (PP No 8 1999).
Penangkaran merupakan salah satu bentuk pemanfaatan rusa yang bertujuan
untuk menjaga kelestarian populasi. Masy’ud dan Taurin (2000) menyatakan
bahwa keberhasilan penangkaran bergantung pada keberhasilan reproduksi satwa
yang ditentukan oleh keberhasilan manajemen bibit, pakan, kesehatan serta
teknologi reproduksi dan pemuliaannya. Semiadi et al. (2005) menambahkan
bahwa indikator keberhasilan pengembangan suatu populasi penangkaran dapat
ditinjau dari nilai produktivitas induk dan persentase anak hidup pada umur 12
bulan.
Saat ini para pengusaha penangkaran rusa masih menghadapi beberapa
masalah, terutama masalah reproduksi. Rusa timor seperti halnya rusa lain,
mempunyai siklus reproduksi yang berhubungan dengan musim kawin sehingga
mengakibatkan rusa timor tidak dapat melakukan perkawinan setiap waktu
(Samsudewa & Susanti 2008). Musim kawin ini dapat menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan rendahnya produktivitas rusa timor. English (1992)
menyebutkan penyebab lain yang mengakibatkan rendahnya produktivitas rusa
adalah permasalahan yang terjadi pasca kelahiran meliputi terbatasnya produksi
air susu, lambatnya pengembalian kondisi tubuh induk setelah melahirkan dan
kembali berahi yang lambat. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kegiatan pengaturan
reproduksi rusa timor dengan cara stimulasi berahi melalui pemberian bahanbahan alami yang bersifat afrodisiak (perangsang), khususnya yang berasal dari
tumbuhan.
Salah satu jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dalam pengaturan
reproduksi adalah tabat barito (Ficus deltoidea Jack). De Padua et al. (1999)
menyatakan bahwa tabat barito memiliki sifat afrodisiak bagi wanita sehingga
dapat digunakan untuk merangsang berahi dan dipercaya mampu mempercepat
pemulihan kondisi tubuh setelah melahirkan. Beberapa penelitian terkait
pemberian tabat barito terhadap mencit (Mus muculus L) betina menunjukkan
hasil yang positif dalam menstimulasi berahi. Selain itu, penelitian pendahuluan
yang dilakukan mengindikasikan bahwa pemberian tabat barito dengan dosis 5000
mg selama 7 hari terhadap rusa betina menunjukkan adanya perubahan perilaku
seksual berupa munculnya tanda-tanda berahi. Untuk mengetahui dosis yang lebih
tepat dan pengaruhnya terhadap perilaku rusa timor maka perlu dilakukan
penelitian mengenai efek pemberian tabat barito dengan beberapa dosis terhadap
perilaku (harian dan seksual) rusa timor betina di penangkaran Hutan Penelitian

2

Dramaga milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi,
Bogor.

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek pemberian tabat barito terhadap perilaku (harian dan seksual)
secara umum pada rusa timor betina di penangkaran.
2. Mengetahui efektivitas dosis tabat barito yang diberikan terhadap perilaku
kawin rusa timor betina.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan teknologi bioreproduksi, khususnya rusa timor di penangkaran.

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di penangkaran rusa Hutan Penelitian Dramaga
milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni – Juli 2013. Penelitian dibagi
dalam 4 (empat) periode dan masing-masing periode selama 10 (sepuluh) hari
yang terdiri atas 7 (tujuh) hari masa perlakuan dan 3 (tiga) hari masa pasca
perlakuan sehingga total waktu penelitian adalah 40 hari.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas kamera, jam,
kalkulator, timbangan (pakan dan digital), software SPSS versi 16.0, tally sheet
dan alat tulis. Objek yang digunakan adalah 4 (empat) individu rusa betina dewasa
dan rusa jantan yang sudah siap kawin sebanyak 1 (satu) individu. Bahan yang
digunakan adalah kapsul kosong, pakan rusa di penangkaran, pisang (Musa
paradisiaca Linn) serta penambahan tabat barito (Ficus deltoidea Jack). Daun
tabat barito (Lampiran 2) yang kering digiling hingga menjadi serbuk, setelah itu
dimasukkan ke dalam kapsul kosong, dengan bobot sebanyak 200 mg/kapsul.

Pengumpulan Data dan Informasi
Jenis Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi perilaku harian yang terdiri atas perilaku makan dan perilaku

3

istirahat, serta perilaku seksual. Data sekunder meliputi teknik pemeliharaan rusa
di penangkaran.
Perilaku makan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan rusa mulai dari
mengkonsumsi rumput yang telah disediakan pengelola di dalam kandang. Data
yang dicatat adalah lama makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi dalam sehari.
Jenis hijauan pakan yang diberikan selama perlakuan terdiri atas rumput gajah
(Pennisetum purpureum Schum), kaliandra (Calliandra callothyrsus Meissn),
aawian (Panicum montanum Roxb), kipait (Axonopus compressus Beauv),
mekania (Mikania micrantha Kunth), gewor (Comellina nudiflora L), cabean
(Piper retrofractum Vahl), kacangan (Arachis hypogaea L), jagung (Zea mays L)
dan kawatan (Cynodon dactylon L). Komposisi pakan yang diberikan setiap
periode makan terdiri atas 1 (satu) jenis hijauan rumput yang telah dicacah.
Perilaku istirahat adalah kegiatan duduk atau berdiri sambil memamah biak
dan memejamkan mata. Data ini diperoleh dengan cara mencatat lama waktu yang
digunakan rusa untuk melakukan istirahat dalam sehari.
Perilaku seksual rusa timor betina ditunjukkan oleh tanda-tanda berahi yang
muncul pada betina, yaitu sebagai berikut:
1. Perilaku urinasi. Data yang diamati dan dicatat adalah waktu pertama kali
mulai terlihat perilaku urinasi setelah diberikan perlakuan, serta dihitung
frekuensi dan selang waktu setiap perilaku urinasi.
2. Perilaku mengangkat ekor. Data yang diamati dan dicatat adalah waktu
pertama kali mulai terlihat perilaku mengangkat ekor setelah diberikan
perlakuan, serta frekuensi dan lama betina mengangkat ekor.
3. Perilaku mencium dan menjilati pejantan. Data yang diamati dan dicatat
adalah waktu pertama kali mulai terlihat perilaku mengendus dan menjilati
pejantan setelah diberikan perlakuan, serta frekuensi dan lama betina
mengendus dan menjilati pejantan.
4. Perilaku diam saat didekati pejantan. Data yang dicatat dan diamati adalah
waktu pertama kali mulai terlihat perilaku diam saat didekati pejantan setelah
diberikan perlakuan, serta mencatat frekuensi dan lama betina diam saat
didekati oleh pejantan.
5. Perilaku diam saat dinaiki pejantan. Data yang diamati dan dicatat adalah
waktu pertama kali mulai terlihat perilaku diam saat dinaiki pejantan setelah
diberikan perlakuan, serta frekuensi dan lama betina diam saat dinaiki oleh
pejantan.
Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Rusa betina dianggap sebagai unit percobaan yang homogen dengan
menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Memiliki ukuran tubuh dan berat badan yang hampir sama. Sesuai dengan
informasi yang diperoleh dari keeper di penangkaran, kisaran berat badan rusa
betina antara 40 – 55 kg, akan tetapi tidak dilakukan penimbangan.
2. Rusa betina sudah mencapai usia dewasa kelamin. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari keeper di penangkaran, kisaran umur rusa betina antara 2 – 5
tahun.
3. Selama perlakuan, rusa betina berada pada kondisi lingkungan yang sama,
yakni ditempatkan di kandang individu.

4

Sebelum pengambilan data primer, terlebih dahulu dilakukan penelitian
pendahuluan selama 7 (tujuh) hari. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk
mengetahui dosis yang akan digunakan selama perlakuan. Selama penelitian
pendahuluan, rusa betina diberi perlakuan tabat barito dengan beberapa dosis yang
berbeda sehingga diharapkan akan didapatkan dosis yang sesuai. Dosis yang
diberikan yaitu 2000 mg, 3000 mg, 4000 mg dan 5000 mg/individu/hari.
Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rusa betina yang diberi
perlakuan tabat barito dosis 5000 mg memperlihatkan tanda-tanda berahi yang
lebih nyata dibandingkan dengan dosis lain yang lebih rendah. Oleh sebab itu,
dosis 5000 mg dijadikan sebagai dosis patokan atau dosis sedang yang akan
digunakan dalam penelitian, sehingga untuk perlakuan tertinggi digunakan dosis
6000 mg dan perlakuan terendah digunakan dosis 4000 mg.
Penelitian dilakukan dengan metode pengamatan langsung di lapangan
menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin Square Design) 4 x 4. Rusa
yang digunakan sebanyak 4 (empat) individu rusa betina yang diberi 4 (empat)
perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian serbuk tabat barito yang
telah dikemas dalam bentuk kapsul. Perlakuan yang diberikan terdiri atas:
Perlakuan 1 (R0): kontrol tanpa diberi serbuk tabat barito (0 kapsul)
Perlakuan 2 (R1): serbuk tabat barito dengan dosis 4000 mg (20 kapsul)
Perlakuan 3 (R2): serbuk tabat barito dengan dosis 5000 mg (25 kapsul)
Perlakuan 4 (R3): serbuk tabat barito dengan dosis 6000 mg (30 kapsul)
Pemberian kapsul tabat barito dilakukan dengan cara memasukkan kapsul
ke dalam pisang (Lampiran 3) selanjutnya diberikan pada rusa timor betina.
Pemberian kapsul tabat barito dilakukan sebanyak 1 (satu) kali/hari bersamaan
dengan pemberian pakan pagi (pukul 08.00 WIB) selama 28 hari masa perlakuan.
Skema perlakuan seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Skema perlakuan tabat barito terhadap rusa timor betina
Periode
Nomor rusa
1
2
3
4
I
R3
R0
R2
R1
II
R1
R3
R0
R2
III
R0
R2
R1
R3
IV
R2
R1
R3
R0
Data sekunder diperoleh dengan cara wawancara. Wawancara dengan
keeper di lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data yang
relevan untuk mendukung data primer yang diperoleh selama penelitian.
Prosedur Pengamatan
Prosedur pengamatan terhadap perilaku (harian dan seksual) rusa timor
betina adalah sebagai berikut:
1. Pengamatan terhadap perilaku harian dan perilaku seksual dilakukan pada
pukul 08.00 – 17.00 WIB.
2. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada pagi hari pukul
08.00 WIB dan sore hari pukul 14.30 WIB.

5

3. Pengamatan terhadap jumlah konsumsi pakan dihitung berdasarkan jumlah
pakan yang diberikan dikurangi jumlah sisa pakan dalam sehari. Jumlah pakan
yang diberikan adalah 8 kg/individu/hari (masing-masing 4 kg pada pagi hari
dan sore hari). Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap periode makan
berakhir. Penimbangan sisa pakan pagi dilakukan pada sore hari (sebelum
pemberian pakan sore), sementara penimbangan sisa pakan sore dilakukan
pada pagi hari (sebelum pemberian pakan pagi pada hari berikutnya).

Analisis Data
Jumlah Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi pakan/individu/hari dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
� = �– �
Keterangan:
c
= jumlah konsumsi pakan rusa/individu/hari (kg)
b
= jumlah pakan yang diberikan/individu/hari (kg)
s
= jumlah sisa pakan/individu/hari (kg)
Perilaku Harian dan Seksual
Perilaku harian (makan dan istirahat) dan seksual dianalisis menggunakan
software SPSS versi 16.0 dengan Analisis of Varian (ANOVA) melalui uji F
untuk menggambarkan keseluruhan perilaku yang diamati (perilaku harian dan
seksual). Apabila ditemukan perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Least
Significant Difference (LSD) pada taraf kepercayaan 95% (Johnson &
Bhattacharyya 1992). Persamaan yang digunakan dalam Rancangan Bujur
Sangkar Latin (Latin Square Design) 4 x 4 adalah sebagai berikut:
���(�) = μ + �� + �� + �(�) + ���(�)
Keterangan:
���(�) = nilai pengamatan dari perlakuan ke-k pada rusa ke-i dan periode ke-j
μ
= nilai rata-rata
��
= pengaruh rusa ke-i; 1-4
��
= pengaruh periode ke-j; 1-4
�(�)
= pengaruh perlakuan ke-k; 1-4
���(�) = kesalahan baku (error)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Senyawa Tabat Barito
Hasil analisis fitokimia tabat barito menggunakan teknik visualisasi warna
yang dilakukan oleh Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM IPB, No
405.025/LPSB IPB/V/13 (Lampiran 1) menunjukkan bahwa sampel serbuk tabat
barito mengandung 6 (enam) senyawa kimia yang terdiri atas Alkaloid, Flavonoid,

6

Tanin, Saponin, Hidroquinon dan Steroid. Berdasarkan hasil analisis tersebut,
tabat barito diduga dapat digunakan untuk stimulasi berahi karena mengandung
senyawa steroid. Kandungan senyawa steroid dalam tanaman ini diduga dapat
mempengaruhi perilaku seksual dan proses reproduksi rusa timor betina. Masy’ud
(1995) menjelaskan bahwa hormon steroid merupakan hormon yang dihasilkan
oleh gonad (testosteron dari testis, estrogen dan progesteron dari ovarium)
memegang peranan penting atas aspek-aspek perilaku reproduksi (perilaku berahi,
kawin, bunting dan melahirkan), perkembangan dan pemeliharaan sifat-sifat
kelamin sekunder serta pemeliharaan organ-organ reproduksi dan kebuntingan.
Kristina dan Syahid (2012) melaporkan bahwa tabat barito merupakan salah
satu tanaman afrodisiak untuk wanita. Tanaman yang dikelompokkan dalam
afrodisiak ini berfungsi untuk membangkitkan gairah seksual. Suryati et al.
(2009) menyatakan penggunaan tabat barito juga bermanfaat untuk merapatkan
rahim, bahkan sudah dikembangkan produksi dalam bentuk jamu yang dikenal
dengan nama jamu sari rapet.
Beberapa penelitian mengenai pemberian tabat barito telah dilakukan pada
jenis satwa selain rusa. Penelitian Karim (2007) menunjukkan bahwa pemberian
perlakuan infus tabat barito pada mencit betina dapat meningkatkan kadar
progesteron namun tidak signifikan. Gard (1998) diacu dalam Karim (2007)
menyatakan peningkatan tersebut berhubungan dengan fungsi dari tabat barito
sebagai tanaman afrodisiak, sehingga diduga senyawa yang terkandung dalam
tabat barito dapat menginduksi GnRH pada hipotalamus atau merangsang
pembentukan LH dan FSH pada hipofisis. Peningkatan GnRH dapat
meningkatkan sekresi LH dan FSH yang selanjutnya merangsang pembentukan
progesteron. Noris (1980) menyebutkan secara tidak langsung GnRH memegang
peranan penting dalam kesediaan kawin. Awal kesediaan kawin pada hewan
terkait erat dengan meningkatnya aktivitas sekresi GnRH sehingga diduga dapat
mempengaruhi pusat seks di hipotalamus untuk kesediaan kawin.
Rohma (2003) melaporkan bahwa tabat barito mengandung senyawa yang
memiliki fungsi mirip dengan progesteron. Hormon progesteron tersebut sangat
penting untuk merangsang gairah seks wanita, mempertahankan kehamilan serta
memelihara pertumbuhan dan perkembangan embrio dalam rahim. Hasil
penelitian Sorensen (1979) menunjukkan bahwa implan hormon progesteron
dengan dosis 50 mg selama 12 hari pada sapi menyebabkan berahi 93% dari 143
ekor yang diimplan. Partodiharjo (1987) menyatakan pemberian hormon
progesteron menjelang berahi dapat memekakan syaraf pusat dan alat kelamin
sehingga berahi lebih cepat terlihat. Saladin (1998) diacu dalam Karim (2007)
menyatakan progesteron sangat diperlukan pada saat menjelang estrus karena
menyebabkan pengentalan lendir pada vagina dan serviks.
Tjahjanto (2001) menambahkan tabat barito yang sering digunakan sebagai
jamu untuk wanita diduga mempunyai hubungan dengan hormon-hormon
reproduksi wanita, khususnya estrogen. Tabat barito diduga mengandung
senyawa-senyawa fitoestrogen. Kaldas dan Hughes (1989) menjelaskan
fitoestrogen adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan yang memiliki fungsi
dan struktur mirip dengan hormon estrogen atau memiliki efek estrogenik.
Toelihere (1981) menyatakan bahwa hormon estrogen merupakan hormon
kelamin betina yang bertanggung jawab atas kelakuan berahi karena hormon ini
langsung mempengaruhi syaraf pusat dan dimanifestasikan dalam bentuk berahi.

7

Nessan dan King (1981) mengemukakan bahwa kerja hormon estrogen adalah
untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai dengan
terjadinya perubahan pada vulva dan keluarnya lendir transparan dari vulva.

Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Harian

Lama waktu (jam)

Perilaku Makan dan Tingkat Konsumsi Pakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama waktu makan rusa timor
betina yang diberi perlakuan tabat barito cenderung menurun sejalan dengan
kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 1). Rusa dengan perlakuan tabat barito
dosis 0 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,27 ± 1,27 jam, rusa dengan
perlakuan dosis 4000 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,18 ± 1,17 jam,
rusa dengan perlakuan dosis 5000 mg memiliki rata-rata lama waktu makan 5,14
± 1,59 jam dan rusa dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama
waktu makan 5,02 ± 1,53 jam.
5.3
5.2
5.1
5
4.9
4.8
0
4000
5000
6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 1 Rata-rata lama waktu makan rusa timor betina yang diberi tabat barito
dengan dosis berbeda
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata lama waktu makan rusa
timor betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda adalah 5,15
± 0,71 jam/hari. Berbeda dengan hasil penelitian Amiati (2013), rata-rata lama
waktu makan rusa timor pada kandang individu di penangkaran Hutan Penelitian
Dramaga adalah 184,18 menit/hari atau 3,07 jam/hari. Sebagai perbandingan,
Febria (2012) menyatakan bahwa rusa timor jantan yang diberi perlakuan pasak
bumi memiliki rata-rata lama waktu makan 4,78 ± 0,31 jam/hari. Perbedaan hasil
penelitian tersebut diduga disebabkan oleh pemberian tabat barito sehingga
menyebabkan rata-rata lama waktu makan rusa menjadi lebih tinggi. Artinya tabat
barito dapat merangsang nafsu makan rusa betina sehingga rata-rata lama waktu
makan menjadi meningkat.
Dugaan tersebut didukung oleh hasil perhitungan terhadap jumlah konsumsi
pakan rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito. Rata-rata jumlah
konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi tabat barito cenderung meningkat
sejalan dengan kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 2). Rusa perlakuan dosis 0
mg rata-rata mengkonsumsi pakan sebanyak 7,62 ± 0,61 kg, rusa perlakuan dosis
4000 mg memiliki rata-rata jumlah konsumsi pakan sebanyak 7,63 ± 0,69 kg, rusa
perlakuan dosis 5000 mg rata-rata mengkonsumsi pakan sebanyak 7,64 ± 0,96 kg
dan rusa perlakuan dosis 6000 mg mengkonsumsi pakan sebanyak 7,66 ± 0,85 kg.

Konsumsi pakan (kg)

8

7.68
7.66
7.64
7.62
7.6
7.58
0

4000

5000

6000

Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 2 Rata-rata konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi tabat barito
dengan dosis berbeda
Rata-rata tingkat konsumsi pakan rusa timor betina yang diberi perlakuan
tabat barito sebesar 7,64 ± 0,39 kg/individu/hari. Angka tersebut lebih tinggi dari
hasil yang diperoleh Kwatrina et al. (2011) bahwa rata-rata tingkat konsumsi
pakan harian rusa timor di penangkaran Hutan Penelitian Dramaga sebesar 6,4
kg/individu/hari. Sebagai perbandingan, Febria (2012) menyatakan rata-rata
tingkat konsumsi pakan rusa timor jantan yang diberi perlakuan pasak bumi
adalah 5,83 ± 0,93 kg/individu/hari. Tingginya tingkat konsumsi dalam penelitian
ini diduga dipengaruhi oleh pemberian tabat barito. Pemberian tabat barito dengan
beberapa dosis diduga dapat meningkatkan konsumsi pakan rusa sesuai dengan
rata-rata lama waktu makan yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan
dengan beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun rata-rata lama waktu makan
cenderung menurun sejalan dengan peningkatan dosis tabat barito yang diberikan,
akan tetapi rata-rata jumlah konsumsi pakan cenderung meningkat. Artinya, lama
waktu makan menjadi lebih singkat namun jumlah pakan yang dikonsumsi
meningkat.
Perilaku Istirahat
Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas istirahat pada rusa timor betina lebih
banyak diisi oleh aktivitas duduk, memejamkan mata dan memamah biak. Rusa
timor betina segera melakukan aktivitas istirahat setelah aktivitas makan selesai.
Rusa melakukan aktivitas istirahat dengan cara duduk (kaki depan dilipat ke
belakang, kaki belakang dilipat ke depan) sambil memejamkan mata dan
memamah biak (Gambar 3).

Gambar 3 Perilaku istirahat pada rusa timor betina

9

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata lama waktu istirahat pada rusa timor
betina yang diberi perlakuan tabat barito cenderung meningkat sejalan dengan
kenaikan dosis yang diberikan (Gambar 4). Hasil pengukuran waktu istirahat pada
rusa timor betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis 0 mg diperoleh
rata-rata lama waktu istirahat 3,45 ± 1,43 jam, rusa betina dengan perlakuan dosis
4000 mg memiliki rata-rata lama waktu istirahat 3,47 ± 1,45 jam, rusa betina
dengan perlakuan dosis 5000 mg memiliki rata-rata lama waktu istirahat 3,55 ±
1,69 jam dan rusa betina dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama
waktu istirahat 3,56 ± 1,55 jam.
Diperoleh rata-rata lama waktu istirahat rusa timor betina yang diberi
perlakuan tabat barito dengan beberapa dosis adalah 3,51 ± 0,78 jam/hari. Angka
tersebut berbeda dengan hasil penelitian Febria (2012), rata-rata lama waktu
istirahat rusa timor jantan yang diberi perlakuan pasak bumi adalah 4,22 ± 0,41
jam/hari. Rendahnya rata-rata lama waktu istirahat dalam penelitian ini
merupakan implikasi dari tingginya rata-rata lama waktu makan, sehingga
semakin tinggi rata-rata lama waktu makan maka mengakibatkan semakin rendah
rata-rata lama waktu istirahat.
Lama waktu (jam)

3.6
3.55
3.5
3.45
3.4
3.35
0
4000 5000 6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 4 Rata-rata lama waktu istirahat rusa timor betina yang diberi tabat barito
dengan dosis berbeda
Secara keseluruhan angka aktual yang diperoleh untuk perilaku makan,
perilaku istirahat serta tingkat konsumsi pakan mengindikasikan bahwa pemberian
tabat barito dengan dosis 0 mg, 4000 mg, 5000 mg dan 6000 mg menunjukkan
adanya perbedaan. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian tabat
barito dengan beberapa dosis tidak mengindikasikan perbedaan yang nyata
(P>0,05) terhadap perilaku makan, perilaku istirahat dan tingkat konsumsi pakan
rusa timor betina (Tabel 2).
Tabel 2 Rata-rata perilaku harian rusa timor betina selama perlakuan
Perlakuan Lama makan/hari
Tingkat konsumsi
Lama istirahat/hari
(mg)
(jam)
pakan/ind/hari (kg)
(jam)
a
a
0
5,29
7,63
3,41a
4000
5,20a
7,64a
3,40a
a
a
5000
5,17
7,66
3,54a
6000
5,04a
7,65a
3,56a
Keterangan: a = tidak berbeda nyata

10

Pengaruh Tabat Barito terhadap Perilaku Seksual
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, rusa betina yang
diberi perlakuan tabat barito menunjukkan beberapa tanda berahi antara lain
perilaku urinasi, mengangkat ekor, mengendus dan menjilati pejantan, diam saat
didekati pejantan serta diam saat dinaiki pejantan. Penelitian ini menggunakan
rusa jantan yang dimaksudkan untuk memberikan rangsangan agar betina dapat
menunjukkan tanda-tanda berahi tersebut, serta dapat diketahui berbagai respon
betina terhadap rangsangan yang diberikan oleh pejantan. Pejantan yang dipilih
adalah pejantan yang memiliki ranggah keras. Handarini (2006) menyatakan pada
periode ini rusa jantan menghasilkan spermatozoa yang berkualitas baik dengan
kesuburan tinggi. Pengamatan perilaku seksual pada rusa timor betina
dideskripsikan berdasarkan tingkah laku pra-kopulasi, kopulasi dan pasca kopulasi.
Pra-kopulasi
Becker et al. (1992) diacu dalam Murti (2012) menyatakan bahwa tingkah
laku pra-kopulasi penting untuk terjadinya kopulasi, biasanya disebut dengan
tingkah laku percumbuan (courtship) dan merupakan stimulasi fisik yang
menandakan betina dalam kondisi estrus. Perilaku betina yang termasuk prakopulasi dalam penelitian ini terdiri atas perilaku urinasi, perilaku mengangkat
ekor, perilaku mengendus dan menjilati pejantan serta perilaku diam didekati.

Frekuensi (kali)

Perilaku Urinasi
Relatif seringnya frekuensi pengeluaran urin merupakan salah satu tanda
berahi yang mudah diamati (Takandjandji 2012). Berdasarkan hasil pengamatan,
rusa yang tidak diberi perlakuan tabat barito (dosis 0 mg) memiliki rata-rata
frekuensi urinasi lebih rendah dibandingkan dengan rusa yang diberi perlakuan
tabat barito. Terlihat kenaikan rata-rata frekuensi urinasi sejalan dengan kenaikan
dosis yang diberikan (Gambar 5).
14
12
10
8
6
4
2
0
0

4000

5000

6000

Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 5 Rata-rata frekuensi perilaku urinasi pada rusa timor betina akibat
pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
Semakin tinggi dosis tabat barito yang diberikan juga berpengaruh terhadap
selang waktu urinasi rusa timor betina. Selang waktu urinasi pada rusa timor
betina yang diberi perlakuan tabat barito terlihat fluktuatif pada masing-masing
perlakuan dosis (Gambar 6).

Lama waktu (menit)

11

120
100
80
60
40
20
0
0
4000 5000 6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 6 Rata-rata selang waktu perilaku urinasi pada rusa timor betina akibat
pemberian tabat barito dengan dosis berbeda
Rusa betina dengan perlakuan tabat barito dosis 0 mg memiliki rata-rata
frekuensi paling rendah dan rata-rata selang waktu urinasi paling tinggi.
Sementara rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito (dosis 4000 mg, 5000 mg
dan 6000 mg) memiliki rata-rata frekuensi lebih tinggi dan rata-rata selang waktu
urinasi lebih rendah. Hal tersebut menandakan bahwa pemberian tabat barito
diduga dapat menyebabkan rusa betina menjadi berahi sehingga menunjukkan
perilaku urinasi dengan frekuensi yang tinggi dan selang waktu yang rendah.
Andijarso (1988) menyatakan bahwa perilaku urinasi merupakan suatu
respon positif yang ditunjukkan oleh betina ketika pejantan mulai aktif dan agresif
saat mendekati betina, terutama saat mencium dan menjilati alat kelamin betina.
Hal tersebut menandakan bahwa betina dalam kondisi berahi, seperti terlihat pada
rusa betina yang diberi perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata frekuensi
urinasi paling tinggi dan selang waktu paling rendah. Hal tersebut menunjukkan
semakin tinggi dosis tabat barito yang diberikan maka semakin tinggi pula
pengaruhnya terhadap perilaku urinasi.
Tabat barito diduga mengandung senyawa fitoestrogen sehingga berfungsi
seperti hormon estrogen. Yoles et al. (2005) diacu dalam Putra (2009)
menyatakan bahwa estrogen dapat berperan sebagai kontrol umpan balik positif
dengan menstimulasi sekresi LH dan FSH. Peningkatan sekresi hormon FSH dan
LH ini akan mempengaruhi stimulan seksual. Timbulnya stimulan seksual
tersebut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap masing-masing jenis satwa,
salah satunya pada rusa adalah meningkatnya kadar diuretik. Diuretik adalah
istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi, sifat atau penyebab
naiknya laju urinasi. Tingginya laju urinasi tersebut berfungsi untuk melumasi alat
kelamin, serta merupakan salah satu tanda bahwa satwa betina sedang dalam
kondisi terangsang.
Perilaku Mengangkat Ekor
Berdasarkan pengamatan, diperoleh hasil yang fluktuatif terhadap frekuensi
mengangkat ekor pada betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan beberapa
dosis. Rata-rata frekuensi mengangkat ekor tertinggi terjadi pada rusa perlakuan
dosis 5000 mg dan rata-rata frekuensi terendah terjadi pada rusa perlakuan dosis 0
mg (Gambar 7).

12

Frekuensi (kali)

5
4
3
2
1
0
0
4000
5000
6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 7 Rata-rata frekuensi perilaku mengangkat ekor pada rusa betina akibat
pemberian tabat barito dengan dosis berbeda

Lama waktu (detik)

Perilaku mengangkat ekor merupakan salah satu tanda betina sedang dalam
kondisi berahi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi dosis tabat barito
yang diberikan tidak menyebabkan semakin tingginya frekuensi mengangkat ekor.
Hal tersebut terlihat pada rusa perlakuan dosis 6000 mg yang memiliki rata-rata
frekuensi lebih rendah dibandingkan dengan rusa perlakuan dosis 5000 mg.
Mengacu pada laporan Masy’ud (1989), bahwa mengangkat ekor merupakan
suatu respon positif dari betina apabila terdapat rangsangan yang sangat aktif dan
agresif dari pejantan dalam menjilati vulva betina. Berdasarkan hasil pengamatan,
pejantan terlihat lebih agresif dalam perilaku mencium dan menjilati vulva betina
ketika digabung dengan rusa betina perlakuan dosis 5000 mg. Terhitung rata-rata
frekuensi pejantan dalam mencium dan menjilati vulva betina pada perlakuan
dosis 5000 mg sebanyak 16 kali. Adapun rata-rata frekuensi pejantan dalam
mencium dan menjilati vulva betina dengan perlakuan dosis 6000 mg terhitung
sebanyak 12 kali.
Terlihat peningkatan rata-rata lama waktu yang tinggi dalam perilaku
mengangkat ekor pada betina perlakuan dosis 6000 mg (Gambar 8). Rata-rata
lama waktu perilaku mengangkat ekor terlihat sangat tinggi pada betina dengan
perlakuan dosis 6000 mg meskipun memiliki rata-rata frekuensi yang lebih rendah
dari rusa betina yang diberi perlakuan dosis 5000 mg. Hal tersebut diduga
pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg menyebabkan rusa betina menjadi
berahi sehingga memiliki rata-rata lama waktu mengangkat ekor yang jauh lebih
tinggi dibandingkan rusa betina yang diberi perlakuan dosis lain.
800
600
400
200
0
0
4000
5000
6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 8 Rata-rata lama waktu perilaku mengangkat ekor pada rusa betina
akibat pemberian tabat barito dengan dosis berbeda

13

Perilaku Mengendus dan Menjilati Pejantan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rusa betina dengan perlakuan tabat
barito dosis 6000 mg memiliki frekuensi paling tinggi dalam perilaku mengendus
dan menjilati pejantan. Semakin tinggi dosis semakin tinggi pula frekuensi
mengendus dan menjilati pejantan (Gambar 9).

Frekuensi (kali)

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

4000

5000

6000

Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 9 Rata-rata frekuensi perilaku mengendus dan menjilati pejantan pada
rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda
Diduga pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg menyebabkan rusa
betina menjadi berahi sehingga tidak menolak saat didekati pejantan dan
kemudian bergantian mengendus dan menjilati pejantan. Sesuai dengan
pernyataan Andijarso (1988) bahwa pada betina yang sudah terangsang maka
akan bergantian menjilati bagian-bagian tubuh pejantan tertentu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rusa betina dengan perlakuan tabat barito dosis 0 mg, 4000
mg dan 5000 mg tidak memberikan respon positif, bahkan cenderung menjauh
ketika didekati oleh pejantan. Artinya, perlakuan dosis tersebut belum cukup
optimal dalam merangsang rusa betina menjadi berahi (estrus).
Berdasarkan pengamatan, perilaku mengendus dan menjilati pejantan
terlihat ketika rusa betina dan rusa jantan sedang melakukan aktivitas istirahat
bersama dalam posisi duduk (Gambar 10). Betina diam ketika pejantan mulai
mendekat, mencium, mengendus dan menjilati betina. Kemudian setelah pejantan
diam, betina mulai bergantian mengendus bagian wajah pejantan, selanjutnya
betina mulai menjilati area sekitar mata dan telinga pejantan berkali-kali.
Sedikit berbeda dengan pernyataan Alexander et al. (1980) diacu dalam
Murti (2012) bahwa pada rusa timor jantan tingkah laku mengendus dan menjilati
betina merupakan pola perilaku mencumbu yang paling sering dilakukan. Hal ini
merupakan salah satu fungsi yang sangat penting sebagai komunikasi secara
kimiawi melalui indra penciuman. Adapun tingkah laku rusa timor betina pada
saat bercumbu lebih bersifat pasif, dalam arti membiarkan dicumbu oleh pejantan.
Sering juga terjadi sebaliknya, betina mencumbu pejantan dengan cara
menggesek-gesekan kepala pada leher pejantan, kemudian menjilati bulu pejantan
di sekitar perut yang menyebabkan penis pejantan menjadi ereksi. Ereksi pada
pejantan ditandai dengan keluarnya gland penis dari preputium.

14

Gambar 10 Perilaku mengendus dan menjilati pejantan

Lama waktu (detik)

Waktu yang teramati untuk mengendus dan menjilati pejantan terlihat pada
Gambar 11, rusa dengan perlakuan dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama waktu
paling tinggi. Hal ini sesuai dengan tingginya rata-rata frekuensi betina perlakuan
tabat barito dosis 6000 mg. Semakin tinggi rata-rata frekuensi semakin tinggi pula
rata-rata lama waktu yang digunakan betina untuk mengendus dan menjilati
pejantan, sebaliknya semakin rendah rata-rata frekuensi maka semakin rendah
pula rata-rata lama waktu yang digunakan dalam perilaku mengendus dan
menjilati pejantan.
14
12
10
8
6
4
2
0
0
4000 5000 6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 11 Rata-rata lama waktu perilaku mengendus dan menjilati pejantan
pada rusa betina yang diberi perlakuan tabat barito
Perilaku Diam Didekati
Rusa betina yang mendapat rangsangan dari pejantan menunjukkan respon
yang berbeda pada masing-masing perlakuan dosis tabat barito yang diberikan.
Rusa dengan perlakuan tabat barito dosis 6000 mg cenderung menunjukkan
respon diam ketika didekati oleh pejantan. Berbeda dengan betina perlakuan tabat
barito dosis 5000 mg, 4000 mg dan 0 mg yang cenderung tidak merespon. Betina
dengan ketiga perlakuan dosis tersebut sering terlihat menjauh dan melakukan
aktivitasnya sendiri. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Andijarso (1988), jika
betina tidak bereaksi maka betina akan terus melakukan aktivitasnya sendiri,
seperti berjalan, makan atau duduk beristirahat.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh rata-rata frekuensi tertinggi pada
perilaku diam didekati pejantan terjadi pada betina perlakuan tabat barito dosis
6000 mg. Rusa betina betina perlakuan dosis 4000 mg dan 5000 mg memiliki
rata-rata frekuensi yang sama dan rata-rata frekuensi paling rendah terjadi pada
betina perlakuan dosis 0 mg (Gambar 12).

15

Frekuensi (kali)

5
4
3
2
1
0
0
4000
5000
6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 12 Rata-rata frekuensi perilaku diam didekati pejantan pada rusa betina
yang diberi tabat barito dengan dosis berbeda

Lama waktu (detik)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup
signifikan terkait lama waktu perilaku diam didekati. Betina dengan perlakuan
dosis 6000 mg memiliki rata-rata lama waktu tertinggi (Gambar 13). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg diduga
menyebabkan betina menjadi berahi sehingga bersikap lebih tenang dalam
menghadapi pejantan, tidak menolak dan tidak menghindar. Hal tersebut sesuai
dengan penjelasan Samsudewa dan Susanti (2008), saat rusa timor betina berahi
lebih sering menyendiri, nafsu makan menurun dan relatif diam saat didekati
pejantan. Berbeda dengan betina perlakuan dosis 5000 mg, 4000 mg dan 0 mg
yang cenderung menghindar ketika didekati pejantan. Respon tersebut antara lain
berlari menjauh, melanjutkan aktivitasnya sendiri atau duduk di lantai kandang
untuk menghindar dari pejantan yang berusaha mencium dan menjilati vulva
betina.
70
60
50
40
30
20
10
0
0
4000
5000
6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 13 Rata-rata lama waktu perilaku diam didekati pada rusa betina yang
diberi tabat barito dengan dosis berbeda
Kopulasi
Hasil pengamatan menunjukkan betina dengan perlakuan dosis 0 mg, 4000
mg dan 5000 mg memberikan respon yang sama dalam perilaku diam dinaiki,
yaitu selalu menghindar ketika pejantan berusaha menaiki punggung betina.
Respon yang sangat berbeda ditunjukkan oleh betina dengan perlakuan dosis 6000
mg yang memberikan respon positif ketika pejantan berusaha menaiki.
Berdasarkan hasil pengamatan, rusa betina dengan perlakuan dosis 6000 mg
bersedia dinaiki (dikawini) oleh pejantan pada hari ke-6 perlakuan (Gambar 14).
Hal tersebut dapat terjadi karena pemberian tabat barito dengan dosis 6000 mg

16

diduga menyebabkan rusa betina menjadi berahi sehingga tidak menolak untuk
kawin. Sesuai dengan pernyataan Toelihere (1985) bahwa timbulnya rangsangan
pertama ke arah perilaku kawin datang dari tubuh betina, yaitu pada saat betina
dalam keadaan berahi (estrus), sehingga hanya pada saat estrus saja betina mau
melakukan kawin. Lebih lanjut ditegaskan bahwa periode estrus ditetapkan
sebagai periode waktu betina mau menerima pejantan dan akan berdiri diam
dinaiki. Estrus merupakan suatu kejadian fisiologik pada hewan betina yang
dimanifestasikan dengan memperlihatkan keinginan untuk kawin. Partodiharjo
(1992) menambahkan bahwa estrus pada betina merupakan fase yang sangat
penting yang ditandai dengan terjadinya kopulasi. Dilaporkan pula oleh Andijarso
(1988) bahwa pada betina yang sudah terangsang maka akan bergantian menjilati
bagian-bagian tubuh pejantan tertentu dan sebagai puncaknya akan terjadi
kopulasi selama 2 – 3 detik.

Gambar 14 Rusa timor betina diam saat dinaiki oleh pejantan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rusa timor betina dengan perlakuan
tabat barito dosis 6000 mg bersedia dikawini sebanyak 4 kali dalam waktu 2,03
jam. Hal ini sejalan dengan penelitian Wibowo (1985) bahwa selama berahi
seekor rusa betina bisa dinaiki 3 – 4 kali selama 2 jam oleh seekor pejantan.
Adapun perilaku diam dinaiki (kawin) ini hanya terjadi pada hari ke-6 perlakuan
saja, sementara hari berikutnya betina tidak lagi bersedia untuk kawin. Hal
tersebut berbeda dengan pernyataan Masy’ud (1995) bahwa lama periode estrus
bervariasi dari 12 jam sampai beberapa hari, dan lama estrus untuk rusa timor
betina dapat berlangsung selama 2 – 3 hari.

Frekuensi (kali)

2
1.5
1
0.5
0
0
4000 5000 6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 15 Rata-rata frekuensi perilaku diam dinaiki pada rusa betina yang diberi
perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda

17

Lama waktu (detik)

Andijarso (1988) melaporkan bahwa puncak perilaku kawin adalah ketika
pejantan menaiki betina dan menusukkan penisnya dengan hentakan yang cukup
kuat, dimana kejadian tersebut berlangsung antara 2 – 3 detik saja. Dijelaskan
bahwa kopulasi (kawin) merupakan suatu puncak dari keseluruhan perilaku berahi
pada rusa betina. Mengacu pada pernyataan tersebut, hanya betina perlakuan dosis
6000 mg saja yang menunjukkan perilaku berahi sampai kondisi puncak. Hal ini
terlihat pada rata-rata frekuensi perilaku diam dinaiki (Gambar 15) dan rata-rata
lama waktu perilaku diam dinaiki (Gambar 16), hanya betina perlakuan dosis
6000 mg saja yang menunjukkan respon positif sedangkan betina perlakuan dosis
lain (0 mg, 4000 mg dan 5000 mg) cenderung menghindar ketika dinaiki oleh
pejantan.
12
10
8
6
4
2
0
0
4000
5000
6000
Rusa dengan perlakuan dosis (mg)

Gambar 16 Rata-rata lama waktu perilaku diam dinaiki pada rusa betina yang
diberi perlakuan tabat barito dengan dosis berbeda
Berdasarkan angka aktual, pemberian tabat barito dengan dosis 0 mg, 4000
mg, 5000 mg dan 6000 mg menunjukkan perbedaan terhadap perilaku seksual
rusa timor betina. Menurut hasil analisis statistika, pemberian tabat barito dengan
beberapa dosis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada
perilaku urinasi, perilaku mengangkat ekor, perilaku diam didekati dan perilaku
diam dinaiki, akan tetapi menunjukkan perbedaan yang nyata (P

Dokumen yang terkait

Faktor faktor penentu produk ranggah muda Rusa timorensis (de Blainville 1822) di habitat alami dan penangkaran

2 17 114

Perencanaan Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan Sistem Farming : Studi Kasus di Penangkaran Rusa Kampus IPB Darmaga

2 31 128

Efek Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) Jantan di Penangkaran, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

3 20 165

Penentuan sistem penangkaran rusa timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) berdasarkan jatah pemanenan dan ukuran populasi awal

0 3 12

Perilaku Dan Pola Konsumsi Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) Di Penangkaran Akibat Pemberian Pakan Oleh Pengunjung

2 12 37

Pengaruh Pemberian Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor L) terhadap Pertumbuhan Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

1 14 138

Perilaku dan Aspek Pakan Rusa Timor (Rusa timorensis Blainville 1822) Remaja Pada Kandang dan Jenis Pakan yang Berbeda

0 4 29

Tanggap Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville, 1822) Terhadap Pemelihara Baru di Penangkaran Rusa IPB Darmaga

0 1 36

Perencanaan Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan Sistem Farming Studi Kasus di Penangkaran Rusa Kampus IPB Darmaga

1 18 118

Potensi Konflik Penggembalaan Kuda pada Habitat Rusa Timor (Rusa timorensis Blainville 1822) di Kawasan Tanjung Torong Padang, Nusa Tenggara Timur | - | Jurnal Ilmu Kehutanan 24866 49921 1 PB

0 0 15