Latar Belakang Prevalensi Kelainan Refraksi di Poliklinik Mata RSUP. H. Adam Malik Medan dari 7 Juli 2008 sampai 7 Juli 2010

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma H. Sidarta Ilyas, 2004. Hasil survai Morbiditas Mata dan Kebutaan di Indonesia yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia pada tahun 1982, menunjukkan bahwa kelainan refraksi menduduki urutan paling atas dari 10 penyakit mata utama. Departemen Kesehatan RI, 1983; Hamurwono, 1984 Dari hasil survai kesehatan anak di daerah DKI Jaya yang dilakukan oleh Kanwil Depkes DKI bersama PERDAMI Cabang DKI pada anak Sekolah Dasar dan lbtiddaiah di seluruh wilayah DKI diketahui bahwa angka kelainan refraksi rata- rata sebesar 11,8. Sehingga di Indonesia dari ± 48,6 juta murid Sekolah Dasar diperkirakan terdapat 5,8 juta orang anak yang menderita kelainan refraksi. Biro Pusat Statistik, 1986 Miopia tinggi adalah salah satu penyebab kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Miopia tinggi adalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih. Pendarita dengan minus di atas 6 dioptri akan menyebabkan 3-4 kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi pada mata. Admin, 2009 Dalam bidang oftalmologi tercatat bahwa miopia merupakan obyek penelitian yang paling lama telah dilakukan. Hal ini disebabkan karena penglihatan sangat Universitas Sumatera Utara penting untuk kehidupan. Dalam sejarahnya kelainan miopia telah diketahui sejak zaman Aristoteles, tetapi penelitian yang lebih mendalam dan akurat serta sistematis baru dilakukan pada pertengahan abad 19 oleh Von Jaegger, Donders, Von Graefe, Von Reuss dan Von Arlt. Pada permulaan pertengahan abad ke 19 sejalan dengan kemajuan di bidang oftalmologi dan optik, Schnabel Herrnheiser telah membuktikan bahwa miopia antara lain dapat disebabkan oleh panjang sumbu bola mata. H. Sidarta Ilyas, 2004 Sementara, walaupun gambaran jumlah hipermetropi telah dipublikasikan, angka pasti hipermetropi di dunia tidak diketahui. Hipermetropia diyakini menyerag jutaan orang Amerika dan ratusan juta orang di seluruh dunia Manolette R Roque, 2008. Sementara bangsa Hispanik menunjukkan prevalensi hipermetropia yang lebih tinggi daripada anak-anak Afrika di Amerika masing-masing 26,9 vs 20,8, P 0,001. Prevalensi hipermetropia mencapai titik terrendah di sekitar usia 24 bulan namun naik dan tetap lebih tinggi setelah usia itu. Multi-Ethnic Pediatric Eye Disease Study Group, 2010 Astigmatisme idiopatik lebih sering. Secara klinis astigmatisme refraktif ditemukan sebanyak 95 mata. Insidensi astigmatisme yang signifikan secara klinis dilaporkan 7,5-75, bergantung pada specific study dan defenisi derajat astigmatisma yang signifikan secara klinis. Kira-kira 44 dari populasi umum memiliki astigmatisme lebiih dari 0.50 D, 10 lebih dari 1.00 D, dan 8 lebih dari 1.50 D. astigmatisme ditemukan 22 pada Down Syndrome. David R Hardten , 2009 Dibandingkan dengan seluruh kelainan refraksi mata manusia, miopia diketahui merupakan masalah yang paling besar karena menyangkut jumlah penderita kelainan refraksi yang tertinggi serta menyebabkan gangguan terhadap kehidupan serta pekerjaan sehari-hari. H. Sidarta Ilyas, 2004

1.2. Rumusan Masalah