Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Poliklinik Mata RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2008

(1)

PREVALENSI KEBUTAAN AKI BAT KATARAK

DI POLI KLI NI K MATA RSUP. H. ADAM MALI K

MEDAN TAHUN 2008

T E S I S

OLEH: M AGUNG EKA PUTRA

 

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H ADAM MALIK / RSUD DR PIRNGADI

M E D A N


(2)

KATA PENGANTAR DENGAN NAMA ALLAH

YANG MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya serta memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan lahir dan bathin sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini dengan judul “PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT KATARAK DI POLIKLINIK MATA RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008”

Penulisan tesis ini merupakan tahap akhir dari serangkaian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Medan

Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya Prof. Dr. Aslim D. Sihotang, SpM (KVR), Dr. Delfi, SpM (K), Dr. BEBY PARWIS, dan Drs. H. Djalil Amri Arma, M. Kes, yang telah banyak memberi masukan dan bantuan selama penulisan ini.

Rasa penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat guru-guru saya atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima selama menempuh pendidikan magister ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan sejawat peserta Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Ilmu Kesehatan Mata. para perawat SMF Mata RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU. Pirngadi Medan yang setiap hari mendampingi dan saling mengingatkan saya selama menempuh pendidikan magister ini, ucapan terima kasih saya yang sebesar-besarnya.


(3)

Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara , TKP PPDS, Pimpinan RSUP. H. Adam Malik Medan, dan RSU. Pirngadi Medan, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan magister ini.

Kepada kedua orang tua saya Almarhum Dr. H. Nek Muhammad, MPH & TM dan ibunda Hj. Nurhayati Daud yang sangat saya cintai dan sayangi, yang telah membesarkan, mendidik dan mendukung serta memberikan semangat dan doanya kepada saya dalam menjalani pendidikan ini demikian juga kepada adik saya Nanda Venni Arianti yang saya sayangi, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya baik moril maupun materil selama saya menempuh pendidikan keahlian ini, tiada kata yang saya ucapkan selain ucapkan terima kasih setulus-tulus, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.

Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil karya saya ini dapat memberi manfaat, meskipun sekecil apapun manfaatnya dapat memberi arti dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Medan, 03 Juli 2010 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..……… ………i

DAFTAR ISI………..…… ………...iii

BAB I. PENDAHULUAN……… ………...1

1.1. Latar belakang penelitian... ...2

1.2. Rumusan masalah………... ...5

1.3. Tujuan penelitian………... ...5

1.4. Manfaat penelitian... ...5

BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN ...6

2.1. Kerangka teori……… ……… …………...6

2.2. Struktur RSUP Haji Adam Malik Medan……….... ...17

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ...18

3.1. Kerangka konsep...18

3.2. Definisi operasional... ...19

3.3. Hipotesis...19

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ……...20

4.1. Desain penelitian...20

4.2. Pemilihan tempat penelitian... ...20

4.3. Populasi penelitian... ...20

4.4. Besar sampel...20

4.5.Kriteria inklusi dan eksklusi...21

4.6. Identifikasi variabel... ...21

4.7. Bahan dan Cara Kerja...22


(5)

4.9. Personalia penelitian...22

4.10. Pertimbangan etika... ...22

4.11. Biaya penelitian...22

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...23

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN………… ……… ……..40 DAFTAR PUSTAKA ...


(6)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Kebutaan adalah bencana sosial dan ekonomi bagi penderita dan keluarganya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa 83% informasi sehari-hari masuk melalui jalur penglihatan. Gangguan fungsi penglihatan akan menurunkan kemampuan dalam kegiatan sosial dan berdampak pada penurunan potensi ekonominya.1

Terminologi kebutaan didefinisikan berbeda–beda di setiap negara seperti kebutaan total, kebutaan ekonomi, kebutaan hukum dan kebutaan sosial. Publikasi WHO pada tahun 1966 memberikan 65 definisi kebutaan. Di bidang Oftalmologi, kebutaan adalah orang yang oleh karena gangguan penglihatannya menyebabkan tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari.2,3

Berdasarkan hasil survey Nasional tahun 1993 - 1996, prevalensi sebesar 1,5% penduduk mengalami kebutaan. Berdasarkan hal-hal diatas menjadi alasan timbulnya upaya kesejagatan ”VISION 2020, The Right to Sight” untuk menanggulangi masalah tersebut dengan dasar keterpaduan upaya yang bertujuan untuk menurunkan jumlah penderita kebutaan, program ini telah diluncurkan pada tanggal 18 februari 1999 oleh direktur jenderal WHO.1

Pada tahun 1972 WHO mendefinisikan kebutaan adalah tajam penglihatan <3/60 (Snellen). Kemudian pada tahun 1979, WHO menambahkannya dengan ketidaksanggupan menghitung jari pada jarak 3 meter diruang terbuka. 2


(7)

Pada tahun 1977, International Classification of Disease ( ICD ) membagi berkurangnya penglihatan menjadi 5 kategori dengan maksimum tajam penglihatan kurang dari 6/18 Snellen, kategori 1 dan 2 termasuk pada low vision sedangkan kategori 3, 4 dan 5 disebut Blindness. Pasien dengan lapang pandangan 5° – 10° ditempatkan pada kategori 3 dan lapang pandangan kurang dari 5° ditempatkan pada kategori 4 ( lihat tabel 1.1 ). 2

Tabel 1.1 Klasifikasi ICD terhadap penurunan penglihatan 2

Category of Visual Impairment Level of Visual Acuity (Snellen)

L o w V I s i o n

1. Less than 6/18 to 6/60 2. Less than 6/60 to 3/60

B l i n d n e s s

3. Less than 3/60 (finger counting at 3 m) to 1/60 (finger counting at 1 m) or visual field between 5°-10°

4. Less than 1/60 (finger counting at 1 m) to light perception or visual field less than 5°

5. No light perception

Di negara berkembang di seluruh dunia selain masalah sosial dan ekonomi, maka kebutaan masih merupakan masalah yang besar. Pada tahun 1990, WHO mendapatkan prevalensi kebutaan berkisar antara 0,3%-0,7%, dan angka ini diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya.4,5


(8)

Beberapa penelitian epidemiologi tahun 1996 – 1997 melaporkan prevalensi angka kebutaan bilateral di negara berkembang di Asia ( Singapore ) berkisar 0, 4 % dan kebutaan unilateral berkisar 2,6 %.6

Di Indonesia, berdasarkan Survey Kesehatan Indera tahun 1993-1996, Angka kebutaan sebesar 1,5 % dengan kebutaan akibat katarak menempati urutan pertama dengan persentase 0,78 % 1 . Di Sumatera Utara, berdasarkan hasil penelitian Handoko P. di Tanjung Balai tahun 2004 di dapat prevalensi kebutaan akibat Katarak sebesar 0,37 % dan Elly T.E Silalahi di Kabupaten Karo tahun 2004 didapat prevalensi kebutaan akibat Katarak sebesar 0,41%.7,8

Katarak merupakan penyebab kebutaan yang utama didunia, menurut survei WHO tahun 2000 didapatkankan ada 25 juta penderita buta Katarak di seluruh dunia, hal ini merupakan 50% dari seluruh penyebab kebutaan lainnya, sebagian besar penderita buta Katarak berada dinegara-negara berkembang.1

Meskipun telah banyak penelitian mengenai Katarak, belum dapat menentukan penyebab Katarak yang pasti dimana faktor degenerasi Lensa merupakan penyebab utama kekeruhan Lensa tersebut. Diduga banyak faktor yang berperan dalam degenerasi Lensa, antara lain usia, paparan ultra violet, serta gizi. Selain itu Katarak juga bisa lebih cepat terjadi pada penderita Diabetes Melitus, mata yang mengalami trauma, riwayat infeksi intraokular atau pernah mengalami operasi intraokular sebelumnya.1

Operasi Katarak adalah satu-satunya cara untuk mencegah kebutaan akibat Katarak yang dilakukan oleh seluruh Spesialis Mata di Indonesia, baik di Rumah Sakit maupun secara massal. 9


(9)

Tingginya angka kebutaan karena Katarak menjadi latar belakang bagi Peneliti untuk melakukan penelitian di poliklinik Mata RSUP H Adam Malik Medan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Jumlah kebutaan akibat Katarak di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan pada periode Januari-Desember 2008.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum

Untuk mendapatkan angka kebutaan akibat Katarak di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutaan tersebut.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui gambaran kebutaan akibat Katarak di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Dengan penelitian ini dapat diketahui angka kebutaan Katarak di Poliklinik Mata RSUP.H Adam Malik Medan dan dapat diketahui hasil dan jenis operasi Katarak sehingga dapat dilakukan perubahan untuk mendapatkan tajam penglihatan yang maksimal.


(10)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 KERANGKA TEORI

Katarak merupakan penyebab terbanyak kebutaan di dunia. Proses terjadinya Katarak sangat berhubungan dengan faktor usia. 10 Meningkatnya usia harapan hidup juga berperan dalam hal meningkatnya penderita buta Katarak.1

A. DEFINISI

Katarak adalah kekeruhan Lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi berkaitan dengan proses penuaan.11

B. ANATOMI

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, vaskular, tidak berwarna dan hampir transparan sempurna. Lensa tidak mempunyai asupan darah ataupun inervasi syaraf, dan bergantung sepenuhnya pada akuos humor untuk metabolisme dan pembuangan. Lensa terletak di belakang iris dan di depan korpus vitreous. Posisinya ditopang oleh Zonula Zinni, terdiri dari serabut-serabut kuat yang melekat ke korpus siliaris.11,12

Diameter lensa adalah 9-10 mm dan tebalnya bervariasi sesuai dengan umur, mulai dari 3,5 mm (saat lahir) dan 5 mm (dewasa).11,12


(11)

Lensa dapat membiaskan cahaya karena memiliki indeks refraksi, normalnya 1,4 di sentral dan 1,36 di perifer. Dalam keadaaan nonakomodatif, kekuatannya 15-20 dioptri (D)12

Struktur Lensa terdiri dari Kapsul yang tipis, transparan, dikelilingi oleh membran hialin yang lebih tebal pada permukaan anterior dibanding posterior.11 Lensa disokong oleh serabut zonular berasal dari lamina nonpigmented epithelium pars plana dan pars plikata daripada korpus siliaris. Zonular ini masuk ke dalam Lensa di regio ekuator. Diameter serabut adlaah 5-30 m.12 Epitel berada tepat di belakang kapsul anterior Lensa terdapat satu lapisan sel epitel. Di bagian ekuator, sel ini aktif membelah dan membentuk serabut Lensa baru sepanjang kehidupan.11,12 Nukleus pada bagian sentralnya terdiri serabut-serabut tua. Terdiri beberapa zona berbeda, yang menumpuk ke bawah sesuai dengan perkembangannya. Korteks pada bagian perifer terdiri dari serabut-serabut lensa yang muda. 11,12

Enam puluh lima persen Lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :

- Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk menjadi cembung.

- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, - Terletak di tempatnya.


(12)

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

- Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia, - Keruh atau apa yang disebut Katarak.

- Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.

Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat. 13,14,15

C. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko terjadinya Katarak sangat bervariasi bergantung dari proses patogenesis. proses umur, genetik, makanan, Diabetes Melitus, radiasi ultra violet, merokok merupakan faktor penyebab terjadinya Katarak.10

Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan sinar ultraviolet.9

Dari Gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pekerjaan

Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari. Suatu penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan mempunyai jumlah paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga meningkatkan resiko terjadinya katarak kortikal dan katarak posterior subkapsular. 16


(13)

2. Lingkungan (Geografis)

Katarak khususnya lebih banyak dijumpai di negara berkembang yang berlokasi di khatulistiwa. Hampir semua studi epidemioologi melaporkan tingginya prevalensi katarak di daerah yang banyak terkena sinar ultraviolet. Penduduk yang tinggal di daerah berlainan tidak hanya berbeda dalam hal paparan sinar ultraviolet, tapi juga dalam hal paparan oleh karena berbagai faktor lain. Ada suatu penelitian dari Nepal dan Cina melaporkan variasi prevalensi penduduk yang tinggal di ketingian berbeda. Dijumpai prevalensi katarak senilis yang lebih tinggi di Tibet yakni 60% dibandingkan di Beijing.16


(14)

1. Pekerjaan

3. Pendidikan 2. Lingkungan

Ultra Violet

Radikal bebas

4. Nutrisi Antioksidan

5. Perokok

6. Diare 8. Alkohol 7. Diabetes 9. Obat-obatan

10. Gender Gangguan Struktur Preotein

Katarak


(15)

Gambar 1. Proses terjadinya katarak (dikutip dari Gambar II.3 Faktor Resiko Buta Katarak Usia Produktif : Tinjauan Khusus Terhadap Enzim Glutation Reduktase dan Ribolflavin Darah, 2000, p20)

3. Pendidikan

Dari beberapa pengamatan dan survei di masyarakat diperoleh prevalensi katarak lebih tingi pada kelompok yang berpendidikan lebih rendah. Meskipun tidak ditemukan hubungan langsung antara tingkat pendidikan dan kejadian katarak, namun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status sosial ekonomi temasuk pekerjaan dan status gizi.17

4. Nutrisi

Walaupun defisiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada hewan, tapi etiologi ini sulit untuk dipastikan pada manusia.16,18 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E, niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten, dan peningkatan protein mempunyai efek protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan zeaxantin adalah satu-satunya karotenoid yang dijumpai dalam lensa manusia, dan penelitian terakhir menunjukkan adanya penurunan resiko katarak dengan peningkatan frekuensi asupan makanan tinggi lutein (bayam, brokoli). Dengan memakan bayam yang telah dimasak lebih dari dua kali dalam semingu dapat menurunkan resiko katarak.18

5. Perokok

Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.19


(16)

Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3 hydroxykhynurine

dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.

Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.20

6. Diare

Dideskripsikan oleh Harding, diare berperan dalam kataraktogenesis melalui 4 cara yaitu malnutrisi, asidosis, dehidrasi, dan tingginya kadar urea dalam darah.21

Diare Kronis

Malnutrisi Asidosis Dehidrasi Tingginya kadar urea

Ketidakseimbangan osmotik Sianat antara ion & akuos

GSH Karbamilasi protein

Inaktivasi enzim Unfolding Of protein Katarak


(17)

Gambar 2. Skema spekulatif yang menggambarkan 4 cara utama dimana diare dapat berpengaruh dalam kataraktogenesis (dikutip dari Fig 4.14 Anatomy and Phsysiology of Eye, 2005, p.90)

7. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.18

8. Alkohol

Peminum alkohol kronis mempunyai resiko tinggi terkena berbagai penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa.22

9. Obat-obatan

Data klinis dan laboratorium menunjukkan banyak obat yang mempunyai potensi kataraktogenik. Obat-obatan yang meningkatkan resiko katarak adalah kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, kemoterapi, diuretik, obat penenang, obat rematik, dan lain-lain.16


(18)

10.Gender

Tingginya resiko perempuan terkena katarak sebenarnya tidaklah terlalu besar tetapi secara konsisten dijumpai dalam banyak penelitian-penelitian.

Tinngginya prevalensi pada perempuan terutama untuk resiko terjadinya katarak kortikal.16

D. GEJALA KLINIS

Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah : 1. Silau

Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan ini khususnya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.23,24 pemeriksana silau (test glare) dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang disebabkan oleh sumber cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandangan pasien.24

2. Diplopia monokular atau polypia

Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa.24 Daerah ini dapat dilihat dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk.23,24 Tipe katarak ini kadang-kadang menyebabkan diplopia monokular atau polypia.24


(19)

3. Halo

Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.20

4. Distorsi

Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang,25 sering dijumpai pada stadium awal katarak.20

5. Penurunan tajam penglihatan

Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.20 umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat sasaran, dan pasien menceritakan kepada dokter mata, aktivitas apa saja yang terganggu. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan.24

Setiap tipe katarak biasanya mempunyai gejala gangguan penglihatan yang berbeda-beda, tergantung pada cahaya, ukuran pupil dan derajat miopia. Setelah didapat riwayat penyakit, maka pasien harus dilakukan pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi. Perkembangan katarak nuklear sklerotik dapat meningkatkan dioptri lensa, sehingga terjadi miopia ringan hingga sedang.24


(20)

6. Sensitivitas kontras

Sensitivitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk mendeteksi variasi tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda yang bervariasi dalam hal kontras, luminance, dan frekuensi spasial.

Sensitivitas kontrak dapat menunjukkan penurunan fungsi penglihatan yang tidak terdeteksi dengan Snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indikator spesifik hilangnya tajam penglihatan oleh karena katarak.24

7. Myopic shift

Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensa, yang umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang.23,24 Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut ”second sight” 23.25 Namun, seiring dengan perubahan kualitas optikal lensa, keuntungan tersebut akhirnya hilang juga. 23.24

E. TIPE KATARAK

Tiga tipe utama katarak senilis, adalah : 1. Katarak Nuklear

Beberapa derajat nuklear skeloris dan penguningan dikatakan normal pada pasien dewasa setelah melewati usia menengah. Secara umum, kondisi ini hanya sedikit menganggu fungsi penglihatan. Sklerosis dan penguningan dalam jumlah yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan


(21)

kekeruhan sentral.18 Tingkatan sklerosis, penguningan dan kekeruhan dievaluasi dengan slit-lamp secara oblik18,26 dan pemeriksaan refleks merah dengan pupil dilatasi.18 Bila sudah lanjut, nukleus berwarna coklat (katarak brunescent) dan konsistensinya keras.26

2. Katarak Kortikal

Perubahan komposisi ion pada korteks lensa dan perubahan hidrasi pada serabut lensa menyebabkan kekeruhan kortikal.18 Gejala katarak kortikal yang sering dijumpai adalah silau18,26 akibat sumber cahaya fokal, sepeti lampu mobil.18 Monokular diplopia bisa juga dijumpai. Tanda pertama pembentukan katarak kortikal terlihat dengan slitlamp sebagai vakuola dan celah air (water clefts) di korteks anterior atau posterior.18

3. Katarak Posterior Subkapsular

Katarak posterior subkapsular (posterior subcapsular cataract = PSCs) sering dijumpai pada pasien yang lebih muda daripada katarak nuklear atau kortikal. PSCs berlokasi di lapisan kortikal posterior dan biasanya aksial. Indikasi pertama pembentukan PSC adalah kilauan warna yang samar (subtle iridescent sheen) pada lapisan kortikal posterior yang terlihat dengan slitlamp. Pasien sering mengeluhkan silau dan penglihatan jelek pada kondisi cahaya terang karena PSC menutupi pupil ketika miosis akibat cahaya terang, akomodasi, atau miotikum.18 Penglihatan dekat lebih jelek daripada penglihatan jauh.18,26 Beberapa pasien juga mengalami monokular diplopia.18


(22)

2.2. STRUKTUR RUMAH SAKIT UMUM ADAM MALIK MEDAN

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai SK Menkes No. 334/Menkes/ SK/ VII/1990 dan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah sakit ini juga sebagai pusat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 mei 1992.

Rumah Sakit umum pusat haji adam malik adalah unit pelaksana teknis di lingkungan departemen kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur jenderal bina pelayanan medik departemen kesehatan, wajib melaksanakan sistem pelaporan rumah sakit.


(23)

BAB III

KERANGKA KONSEPSIONAL DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL

Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut:

KERANGKA KONSEPSIONAL

Suku

Tajam penglihatan (visus

)

Jenis operasi Umur

Pekerjaan

KEBUTAAN KATARAK

Pendidikan

Mata yang terkena ( lateralisasi)


(24)

3.2. DEFINISI OPERASIONAL

ƒ Kebutaan katarak adalah penderita katarak dengan tajam penglihatan terbaik pada kedua mata < 3/60.

ƒ Umur adalah usia seseorang yang dihitung sampai timbulnya katarak. ƒ Jenis kelamin adalah laki-laki atau perempuan.

ƒ Pekerjaan adalah aktivitas sehari-hari yang menghasilkan uang atau materi.

ƒ Pendidikan adalah tingkat pengetahuan yang diperoleh melalui jalur formal.

ƒ Suku adalah kelompok kecil dari suatu bangsa berdasarkan letak geografi. ƒ Jenis operasi adalah tindakan yang dilakukan terhadap pasien katarak. ƒ Visus adalah tajam penglihatan.

ƒ Mata yang terkena (Lateralisasi) adalah satu mata (unilateral) dan dua mata (bilateral).

3.3. HIPOTESIS

Terdapat angka Prevalensi yang tinggi untuk angka kebutaan katarak di Poliklinik Mata RSUP H Adam Malik Medan pada periode Januari-Desember 2008.


(25)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah suatu penelitian Retrospektif yang bersifat Deskriptif.

4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan dengan penentuan Sampel yang diambil dari catatan Rekam Medis pasien katarak yang berobat ke Poliklinik Mata RSUP H Adam Malik Medan pada periode Januari - Desember 2008.

4.3. POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang mengalami kebutaan karena katarak dengan tajam penglihatan kurang dari 3/60 yang berobat ke Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan berdasarkan Data Rekam Medis RSUP.H.Adam Malik Medan.

4.4. BESAR SAMPEL

Besarnya Sampel adalah jumlah pasien katarak yang diambil berdasarkan Data Rekam Medis Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan.

Besar Sampel ditentukan dengan metode Consecutive Sampling, selama periode waktu Januari – Desember 2008.


(26)

4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria Inklusi:

ƒ Semua penderita Katarak dengan tajam penglihatan terbaik pada kedua mata

< 3/60 yang dijumpai kekeruhan pada lensa. ƒ Umur penderita ≥ 7 tahun.

ƒ Tekanan Intra Okuli normal ( 10-21 mmHg )

ƒ Tidak dijumpai kelainan di Segmen Anterior dan Posterior Mata. Kriteria Eksklusi:

ƒ Semua penderita Katarak dengan tajam penglihatan terbaik pada ke dua mata > 3/60.

ƒ Umur penderita ≤ 7 tahun.

ƒ Tekanan Intra Okuli normal tinggi ( > 21 mmHg ).

ƒ Dijumpai kelainan di Segmen Anterior dan Posterior Mata.

4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL Variabel terkait:

ƒ Variabel terikat adalah kebutaan akibat katarak. Variabel bebas:

ƒ Umur.

ƒ Jenis kelamin. ƒ Pekerjaan. ƒ Pendidikan.


(27)

ƒ Suku.

ƒ Jenis operasi. ƒ Visus.

ƒ Mata yang terkena (Lateralisasi).

4.7. BAHAN DAN CARA KERJA

Dilakukan penelitian Retrospektif melalui data sekunder dari Rekam Medik, penderita Katarak yang berobat ke Poliklinik Mata di RSUP H Adam Malik Medan selama bulan januari-desember 2008. data yang dikumpulkan meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, suku, jenis operasi, tajam penglihatan (visus), Mata yang terkena (lateralisasi).

4.8. ANALISIS DATA

Analisa Data dilakukan secara Deskriptif dan disajikan dalam bentuk Tabulasi Data.

4.9. PERSONALIA PENELITIAN

Peneliti : dr. M. Agung Eka Putra 4.10. PERTIMBANGAN ETIKA

Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini kemudian diajukan untuk disetujui oleh rapat komite etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.11. BIAYA PENELITIAN


(28)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Jumlah pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUP.H. Adam Malik Medan yang dicatat dari rekam medis pada periode Januari sampai dengan Desember 2008 berjumlah 1570 pasien. Dari jumlah tersebut dijumpai sampel kebutaan akibat katarak sebanyak orang 127 dengan kebutaan bilateral ( dua mata ) dan kebutaan unilateral (satu mata) sebanyak 133 orang.

A.Data Umum Sampel 1. Umur

Tabel 5.1. Distribusi Sampel berdasarkan Umur.

Umur (tahun) N %

8 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 > 60 8 7 11 23 67 144 3 2,7 4,2 8,8 25,8 55,4


(29)

Dari tabel 5.1. distribusi sampel berdasarkan Umur diatas, didapatkan jumlah sampel terbanyak pada umur > 60 tahun yaitu 144 orang. Selanjutnya umur 51-60 tahun sebanyak 67 orang dan seterusnya.

2. Jenis Kelamin

Tabel 5.2. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin N %

Laki – laki Wanita

102 158

39,2 60,8

Jumlah 260 100

Dari tabel 5.2 . didapatkan Distribusi Sampel berdasarkan jenis kelamin laki - laki sebanyak 102 orang ( 39,2 % ), dan wanita sebanyak 158 ( 60,8 % ).

3. Suku

Tabel 5.3. Distribusi Sampel berdasarkan Suku

Suku N %

Lain – Lain Karo Mandailing Pakpak / dairi

Simalungun Toba 6 44 21 12 21 57 2,3 16,9 8,1 4,6 8,1 21,9


(30)

Nias Melayu Jawa Aceh Padang 4 16 58 13 8 1,5 6,2 22,3 5,0 3,1 Jumlah 260 100

Dari tabel 5.3. didapatkan Distribusi Sampel berdasarkan suku terbanyak adalah Suku Jawa 58 orang ( 22,3% ), Suku Toba 57 orang ( 21,9 % ), Suku Karo 44 orang ( 16,9 % ).

4. Tingkat Pendidikan

Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan.

Tingkat Pendidikan N %

Tidak sekolah SD SMP SMA Akademi Perguruan tinggi 4 149 38 55 8 6 1,5 57,3 14,6 21,2 3,1 2,3


(31)

Dari hasil tabel 5.4. Didapatkan distribusi Sampel berdasarkan pendidikan bahwa sampel yang tidak sekolah sebanyak 4 orang, Sebagian besar sampel tingkat pendidikan adalah sekolah dasar yaitu 149 orang.

5. Pekerjaan

Tabel 5.5 Distribusi Sampel berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan N %

Tidak bekerja PNS Wiraswasta Ibu rumah tangga

Petani Pelajar TNI (veteran) 5 39 51 113 37 4 11 1,9 15,0 19,6 43,5 14,2 1,5 4,2 Jumlah 260 100

Dari hasil Tabel 5.5. didapatkan distribusi Sampel berdasarkan pekerjaan Diatas tampak bahwa Ibu Rumah Tangga merupakan porsi terbesar yaitu 113 orang ( 43,5 % ) dan diikuti dengan 51 orang ( 19,6 % ) dan seterusnya.


(32)

6. Tajam penglihatan ( Visus )

Tabel 5.6. Distribusi Sampel berdasarkan Tajam Penglihatan ( Visus ) Tajam penglihatan

(visus)

N %

3/60 2/60 1/60 1/300

1/~

17 36 64 116

27

6,5 13,8 24,6 44,6 10,4 Jumlah 260 100

Dari hasil Tabel 5.6. Distribusi Sampel berdasarkan tajam penglihatan ( visus ) Diatas tampak bahwa Visus 1 / 300 merupakan jumlah terbesar yaitu 116 orang ( 44,6 % ) dan diikuti dengan Visus 1/60 yaitu 64 orang ( 24,6 % ) dan seterusnya.


(33)

7. Jenis Operasi

Tabel 5.7. Distribusi Sampel berdasarkan jenis operasi

Jenis operasi) N %

Belum / tidak dioperasi ECCE

ECCE + IOL SICS SICS + IOL Facoemulsifikasi

117 14 110

2 16

1

45,0 5,4 42,3

0,8 6,2 0,4 Jumlah 260 100

Dari tabel 5.7 Distribusi Sampel berdasarkan jenis operasi di atas tampak bahwa penderita kebutaan katarak lebih banyak di operasi dengan ECCE + IOL yaitu 110 orang (42,3%), tingginya jumlah penderita yang belum / tidak dioperasi yaitu 117 orang (45%).


(34)

B.PESERTA PENELITIAN

Dari Data Rekam Medis yang diperiksa yaitu sebanyak 1570 orang, didapatkan sampel kebutaan yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 127 orang, sementara sampel kebutaan akibat katarak ditemukan sebanyak 260 orang.

Gambaran dan karakteristik sosiodemografi penderita dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

Karakteristik Peserta Penelitian 1. Umur

Tabel 5.8. Sebaran kebutaan akibat Katarak berdasarkan umur

Umur Satu mata Dua mata Total N % N % N % 8 – 20 4 1,5 4 1,5 8 3,0 21 – 30 6 2,3 1 0,4 7 2,7 31 – 40 6 2,3 5 1,9 11 4,2 41 – 50 11 4,2 12 4,6 23 8,8 51 – 60 33 12,7 34 13,1 67 25,8 > 60 73 28,1 71 27,3 144 55,4 Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.8 di atas tampak bahwa kelompok umur > 60 tahun merupakan penderita kebutaan akibat katarak terbanyak, pada satu mata yaitu sebanyak 73 orang (28,1 %) dan kebutaan katarak dua mata yakni 71 orang (27,3 %).


(35)

2. Mata yang terkena

Tabel 5.9. Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan mata yang terkena

Mata yang terkena N % (lateralisasi)

Satu mata 133 51,2 Dua mata 127 48,8

Jumlah 260 100

Dari tabel 5.9 di atas tampak bahwa penderita kebutaan katarak satu mata lebih banyak dibandingkan dua mata yaitu sejumlah 133 orang (51,2 %) sedangkan penderita dua mata sebanyak 127 orang (48,8 %).

3. Jenis Kelamin

Tabel 5.10. Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Jenis Kelamin

Satu mata Dua mata Total

Jenis kelamin N % N % N %

Laki-laki 57 21,9 45 17,3 102 39,2 Perempuan 76 29,2 82 31,5 158 60,8 Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.10 diatas tampak bahwa penderita kebutaan katarak lebih banyak diderita oleh perempuan baik pada satu mata yaitu sebanyak 133 orang (51,2 %),


(36)

4. Suku

Tabel 5.11. Sebaran kebutaan akibat katarak berdasarkan suku.

Satu mata Dua mata Total Suku N % N % N %

Lain – lain 4 1,5 2 0,8 6 2,3 Karo 27 10,4 17 6,5 44 16,9 Mandailing 14 5,4 7 2,7 21 8,1 Pakpak / Dairi 5 1,9 7 2,7 12 4,6 Simalungun 10 3,8 11 4,2 21 8,1 Toba 26 10,0 31 11,9 57 21,9 Nias 3 1,2 1 0,4 4 1,5 Melayu 5 1,9 11 4,2 16 6,2 Jawa 28 10,8 30 11,5 58 22,3 Aceh 8 3,1 5 1,9 13 5,0 Padang 3 1,2 5 1,9 8 3,1 Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.11 diatas tampak bahwa penderita kebutaan katarak pada satu mata lebih banyak diderita oleh suku jawa 28 orang ( 10,8 % ) dan suku Toba 26 orang ( 10,0 % ), sedangkan kebutaan katarak pada dua mata lebih banyak diderita oleh Suku Toba 31 orang ( 11,9 % ) dan suku Jawa 30 orang ( 11,5 % ).


(37)

5. Tingkat Pendidikan

Tabel 5.12. Sebaran kebutaan akibat katarak berdasarkan tingkat pendidikan.

Tingkat Satu mata Dua mata Total Pendidikan N % N % N % Tidak Sekolah 0 0 4 1,5 4 1,5 SD 68 26,2 81 31,2 149 57,3 SMP 20 7,7 18 6,9 38 14,6 SMA 37 14,2 18 6,9 55 21,2 Akademi 2 0,8 6 2,3 8 3,1 Perguruan Tinggi 6 2,3 0 0 6 2,3 Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.12 di atas tampak bahwa penderita katarak anak SD pada dua mata lebih banyak yaitu 81 orang (31,2 %) , sedangkan pada satu mata yaitu 68 orang (26,2%).


(38)

6. Pekerjaan

Tabel 5.13. Sebaran kebutaan akibat katarak berdasarkan jenis pekerjaan.

Satu mata Dua mata Total Pekerjaan N % N % N %

Tidak Bekerja 1 0,4 4 1,5 5 1,9 PNS 22 8,5 17 6,5 39 15,0 Wiraswasta 25 9,6 26 10,0 51 19,6 Ibu Rumah Tangga 56 21,5 57 21,9 113 43,5 Petani 18 6,9 19 7,3 37 14,2 Pelajar 4 1,5 0 0 4 1,5 TNI ( Veteran ) 7 2,7 4 1,5 11 4,2

Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.13 di atas pekerjaan penderita kebutaan akibat katarak Satu Mata dan Dua mata yang terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga masing – masing sebanyak 56 orang (21,5 %) dan 57 orang (21,9 %).


(39)

7. Tajam penglihatan ( Visus )

Tabel 5.14. Sebaran kebutaan akibat katarak berdasarkan Tajam penglihatan.

Tajam Satu mata Dua mata Total Penglihatan N % N % N % 3 / 60 12 4,6 5 1,9 17 6,5 2 / 60 15 5,8 21 8,1 36 13,8 1 / 60 32 12,3 32 12,3 64 24,6 1 / 300 57 21,9 59 22,7 116 44,6 1 / ~ 17 6,5 10 3,8 27 10,4 Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.14 di atas tampak bahwa penderita kebutaan katarak pada satu dan dua mata lebih banyak datang ke poli mata RSUP H adam malik medan dengan Tajam Penglihatan ( Visus ) 1 / 300 sebanyak 57 orang ( 21,9 % ) dan 59 orang ( 22,7 % ).


(40)

8. Jenis Operasi

Tabel 5.15. Sebaran kebutaan akibat katarak berdasarkan jenis operasi.

Satu mata Dua mata Total Jenis operasi N % N % N %

Belum / 70 26,9 47 18,1 117 45,0 tidak dioperasi

ECCE 6 2,3 8 3,1 14 5,4 ECCE + IOL 53 20,4 57 21,9 110 42,3 SICS 0 0 2 0,8 2 0,8 SICS + IOL 4 1,5 12 4,6 16 6,2 Facoemulsifikasi 0 0 1 0,4 1 0,4 Jumlah 133 51,2 127 48,8 260 100

Dari tabel 5.14 di atas jenis operasi yang terbanyak dilakukan pada penderita kebutaan akibat katarak Satu Mata dan Dua mata yaitu ECCE + IOL sebanyak 42,3%, masing – masing 53 orang ( 20,4 % ) dan 57 orang ( 21,9 % ).


(41)

9. Tabel Estimasi Prevalensi dan Angka Kebutaan Akibat katarak di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan

Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan ESTIMASI PADA CI 95 % (Batas bawah % ; Batas atas % )

Angka Kebutaan

260 / 1570 x 100% = 16,56 % 14,72 % ; 18,4 %

Prevalensi Kebutaan

127 / 1570 x 100% = 8,09 % 6,74 % ; 9,44 %


(42)

C.PEMBAHASAN

Dari tabel 5.1. sampai tabel 5.15 tampak gambaran karakteristik sampel - sampel berdasarkan data Rekam Medis Poliklinik Mata RSUP H Adam Malik Medan.

Dari tabel 5.1, 5.2, dan 5.5 terlihat distribusi umur, jenis kelamin, dan pekerjaan menunjukkan lebih banyak penduduk dalam umur > 60 tahun yaitu 55,4 %. jenis kelamin terbanyak wanita yaitu 60,8 % dan terlihat bahwa sebagian besar penduduk mempunyai pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu 43,5 %, berdasarkan tabel 5.8 tampak bahwa kelompok umur > 60 tahun merupakan penderita kebutaan akibat katarak terbanyak baik pada satu mata yaitu 28,1 % maupun pada kebutaan katarak dua mata yaitu 27,3 %. Distribusi umur ini sesuai dengan meningkatnya usia harapan hidup dari 55 – 65 tahun menyebabkan peningkatan kasus mata degeneratif seperti katarak,27 Dari tabel 5.10 dan 5.13 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak lebih banyak diderita oleh perempuan baik pada satu mata maupun dua mata yaitu 29,2 % dan 31,5 % sedangkan laki-laki sebanyak 21,9 % pada penderita katarak satu mata dan 17,3 % pada penderita katarak dua mata. Sebagian besar penderita kebutaan katarak adalah Ibu Rumah Tangga sebesar 43,5 %. Hal ini disebabkan selain perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga, mereka juga membantu suami bekerja seperti bertani dan penderita katarak lebih banyak wanita dibandingkan Laki-laki oleh karena tingkat kepedulian akan kesehatan lebih tinggi.


(43)

Dari tabel 5.3 terlihat bahwa suku terbanyak sebagai sampel adalah suku Jawa Yaitu 22,3 % di ikuti suku Toba yaitu 21,9 %, dan dari tabel 5.11 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak pada satu mata lebih banyak diderita oleh suku jawa 10,8 % dan suku Toba 10,0 % , sedangkan kebutaan katarak pada dua mata lebih banyak diderita oleh Suku Toba 11,9 % dan suku Jawa 11,5 %.

Dari tabel 5.4 dan 5.12. Terlihat distribusi bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) yaitu 57,3 %, rendahnya tingkat pendidikan ini berhubungan dengan rendahnya pengetahuan yang dipengaruhi oleh faktor kemiskinan.

Dari tabel 5.6 dan 5.14 terlihat bahwa penderita katarak yang datang berobat ke poliklinik mata RSUP H Adam Malik Medan dengan tajam penglihatan ( Visus ) 1 / 300 yaitu 44,6 % dan penderita kebutaan katarak dengan visus 1/300 lebih banyak pada dua mata yaitu 21,9% dan pada satu mata 20,4%. Hal ini disebabkan faktor ketidakmampuan berobat oleh karena kemiskinan.

Dari tabel 5.7 dan 5.15 terlihat bahwa penderita katarak yang dioperasi di Poliklinik Mata RSUP H Adam Malik Medan yaitu 42,3 % dengan teknik operasi ECCE + IOL. Dan yang belum atau tidak dioperasi yaitu 45,0 %. Jenis operasi terbanyak yang dilakukan pada penderita kebutaan akibat katarak Satu Mata dan Dua mata masing – masing 20,4 % dan 21,9 %. Tingginya jumlah penderita yang tidak/belum dioperasi disebabkan karena penderita pasrah akan penyakitnya karena faktor umur dan ketakutan penderita jika dioperasi penglihatan penderita bertambah buruk dan didukung oleh karena kemiskinan.


(44)

Dari tabel 5.9 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak satu mata lebih banyak dibandingkan dua mata yaitu 51,2 %, sedangkan penderita dua mata sebanyak 48,8 %. Dari jumlah sampel sebesar 260 orang, dijumpai kebutaan akibat katarak, yang sesuai dengan kriteria WHO, sebanyak 127 orang.

Prevalensi Kebutaan Akibat katarak di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam Malik Medan di peroleh dengan rumus jumlah kebutaan akibat katarak dibagi jumlah populasi (jumlah pasien yang berobat ke poli mata) dikali 100 %. Sehingga didapatkan prevalensi kebutaan akibat katarak di Poliklinik Mata RSUP. H. Adam Malik Medan sekitar 8,09 % dengan data yang diperkirakan (estimasi) berkisar antara 6,74 % sampai dengan 9,44 %.


(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Prevalensi kebutaan akibat katarak di Poliklinik Mata RSUP H Adam malik Medan adalah 8,09 % dengan data yang diperkirakan ( estimasi ) diantara 6,74 % sampai dengan 9,44 %.

Meningkatnya prevalensi kebutaan disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup sehingga terjadi peningkatan kasus mata degeneratif misalnya katarak.

2. Faktor kemiskinan ( rendahnya pendapatan ) menyebabkan sering terlambat untuk memeriksakan penyakit khususnya penyakit mata, sehingga terjadi penurunan penglihatan yang sangat rendah bahkan kebutaan.

3. Faktor rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mata umumnya dan katarak khususnya merupakan salah satu penyebab tingginya prevalensi kebutaan akibat katarak.

4. Faktor budaya dimana masyarakat masih menganut sifat pasrah dengan sesuatu yang terjadi pada dirinya termasuk berkurangnya penglihatan seiring bertambahnya usia.

B. SARAN

1. Sosialisasi kepada masyarakat secara umum bahwa kebutaan akibat katarak adalah suatu penyakit yang dapat diobati dengan tindakan operasi dan dapat berhasil mengembalikan tajam penglihatan.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Bina Kesehatan Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI Bekerjasama Dengan World Health Organization (WHO), Kurikulum dan Modul Pelatihan Pengelola Program Kesehatan Indera Penglihatan Kabupaten / kota., Jakarta, 2006, hal 78-79,123-124

2. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive

Ophthalmology, Fourth Edition, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 443-446.

3. Depkes RI, Perdami, Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK) Untuk Mencapai Vision 2020, 2003,1-2

4. Kebutaan RI Tertinggi di Asia. Available from :

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2865

5. 1,5% Penduduk Indonesia Mengalami kebutaan. Available from:

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3233

6. Tien – Yin Wong, Donald TH Tan, Overview of Visual Impairment, Blindness and Mayor Eye Diseases in Asia in Clinical Ophthalmology An Asia Perspective, First Published, Singapore, saunders Elsevier, 2005, page 1-6.

7. Pratomo H. Prevalensi Kebutaan Katarak di kota Tanjung Balai Tahun 2004. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU. Medan;2004. 3,37,41

8. Silalahi E. Prevalensi Kebutaan Katarak di Kabupaten Karo Tahun 2004. Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU. Medan;2004. 3,37,41

9. Sirlan F. Blindness Reduction Rate, is it Important to Evaluate?.Majalah Ophtalmologica Indonesiana. Volume 3. No 3. Sept-Des 2006. CV Usaha Prima. Jakarta;2006. p241 10. Balasubramanian D, Bansal AK, Basti S, Bhatt KS, Murthy JS, Rao CM. The biology of


(47)

[serial online] 1993 [cited 2008 Mar 12];41:153-71. Available from: http://www.ijo.in/text.asp?1993/41/4/153/25600

11. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive

Ophthalmology, Fourth Edition, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 167-176.

12. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section 11. Chapter 1. Basic and Clinical Science Course; 2007-2008.p 5-9

13. Vaughan DG, Asbury T. Riordan – Eva P. Oftalmologi Umum Edisi 14, Penerbit Widya Medika, Jakarta. 2000.

14. James Broce, New Chris, Bron Anthon Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9, Penerbit Erlangga medical Series, Jakarta, 2005.

15. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2005

16. Sperduto RD, Epidemiologic Aspects of Age-Related Cataract in Duane’s Clinical Ophthalmolgy. Volume 1. Chapter 73A. Revised Edition. Lippincot Williams & Wilkins ; 2004. p 3-4

17. Sirlan F. Faktor Resiko Buta Katarak Usia Produktif : Tinjauan Khusus Terhadap Enzim Glutation Reduktase dan Ribolflavin Darah ; p 1,12,19-20

18. American Academy of Ophthalmology, Pathology in Lens and Cataract, Section 11. Chapter 5. Basic and Clinical Science Course ; 2007-2008. p 45-48.

19. Taylor A. Nutritional and Enviromental Influences on Risk for Cataracat in Duane’s Clinical of Ophtalmology. Volume 1. Chapter 72C. Lippincot Williams & Wilkins ; 2004.p 4

20. Khurana AK. Community Ophthalmology in Comprehensive Opthalmology. Fourht Edition. Chapter 8. New Delhi. New Age International Limited Publisher, 2007. p 167-176.

21. Khurana AK. Khurana I. Anatomy and Physiology of Eye. India : CBS Publishers & Distributros ; 2005. p90


(48)

22. Cataracts. Available from : http://www.ummn.edu/patiented/articles/what risk_factors_cataracts_00026_5. htm.

23. Ocampo VVD. Foster CS. Cataract, Senile. Available from : http://www.emedicine.com 24. American Academy of Opthalmology, Evaluatioln and Management of Cataract in Adult

in Lens and Cataract. Section 11. Chapter 7. Basic and Clinical Sciencde Course ; 2007-2008. p 75-77

25. Langston DP. The Crystalline Lens and Cataract in Manual of ocular Diagnosis and Therapy. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia; 2002 . p 142. 26. Kanski JJ. Lens in Clinical Opthalmology A Systematic Approach. Sixth Edition. Chapter

12. Philadelphia ST Louis. Elsevier Limited ; 2003.p 337-338

27. Arianti N. Hasil dan Evaluasi Operasi Katarak Tehnik EKEK Dengan LIO Oleh PPDS Ilmu Penyakit Mata FK USU di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan Periode 2005 – 2006. Medan; 2007.p 1


(1)

Dari tabel 5.3 terlihat bahwa suku terbanyak sebagai sampel adalah suku

Jawa Yaitu 22,3 % di ikuti suku Toba yaitu 21,9 %, dan dari tabel 5.11 terlihat

bahwa penderita kebutaan katarak pada satu mata lebih banyak diderita oleh suku

jawa 10,8 % dan suku Toba 10,0 % , sedangkan kebutaan katarak pada dua mata

lebih banyak diderita oleh Suku Toba 11,9 % dan suku Jawa 11,5 %.

Dari tabel 5.4 dan 5.12. Terlihat distribusi bahwa tingkat pendidikan

sebagian besar penduduk mempunyai tingkat pendidikan hanya sampai sekolah

dasar (SD) yaitu 57,3 %, rendahnya tingkat pendidikan ini berhubungan dengan

rendahnya pengetahuan yang dipengaruhi oleh faktor kemiskinan.

Dari tabel 5.6 dan 5.14 terlihat bahwa penderita katarak yang datang

berobat ke poliklinik mata RSUP H Adam Malik Medan dengan tajam

penglihatan ( Visus ) 1 / 300 yaitu 44,6 % dan penderita kebutaan katarak dengan

visus 1/300 lebih banyak pada dua mata yaitu 21,9% dan pada satu mata 20,4%.

Hal ini disebabkan faktor ketidakmampuan berobat oleh karena kemiskinan.

Dari tabel 5.7 dan 5.15 terlihat bahwa penderita katarak yang dioperasi di

Poliklinik Mata RSUP H Adam Malik Medan yaitu 42,3 % dengan teknik operasi

ECCE + IOL. Dan yang belum atau tidak dioperasi yaitu 45,0 %. Jenis operasi

terbanyak yang dilakukan pada penderita kebutaan akibat katarak Satu Mata dan

Dua mata masing – masing 20,4 % dan 21,9 %.

Tingginya jumlah penderita

yang tidak/belum dioperasi disebabkan karena penderita pasrah akan penyakitnya

karena faktor umur dan ketakutan penderita jika dioperasi penglihatan penderita

bertambah buruk dan didukung oleh karena kemiskinan.


(2)

Dari tabel 5.9 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak satu mata lebih

banyak dibandingkan dua mata yaitu 51,2 %, sedangkan penderita dua mata

sebanyak 48,8 %. Dari jumlah sampel sebesar 260 orang, dijumpai kebutaan

akibat katarak, yang sesuai dengan kriteria WHO, sebanyak 127 orang.

Prevalensi Kebutaan Akibat katarak di Poliklinik Mata RSUP.H.Adam

Malik Medan di peroleh dengan rumus jumlah kebutaan akibat katarak dibagi

jumlah populasi (jumlah pasien yang berobat ke poli mata) dikali 100 %.

Sehingga didapatkan prevalensi kebutaan akibat katarak di Poliklinik Mata

RSUP. H. Adam Malik Medan sekitar 8,09 % dengan data yang diperkirakan

(estimasi) berkisar antara 6,74 % sampai dengan 9,44 %.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

1.

Prevalensi kebutaan akibat katarak di Poliklinik Mata RSUP H Adam malik

Medan adalah 8,09 % dengan data yang diperkirakan ( estimasi ) diantara 6,74

% sampai dengan 9,44 %.

Meningkatnya prevalensi kebutaan disebabkan oleh meningkatnya usia

harapan hidup sehingga terjadi peningkatan kasus mata degeneratif

misalnya katarak.

2.

Faktor kemiskinan ( rendahnya pendapatan ) menyebabkan sering terlambat

untuk memeriksakan penyakit khususnya penyakit mata, sehingga terjadi

penurunan penglihatan yang sangat rendah bahkan kebutaan.

3.

Faktor rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurangnya pengetahuan

tentang kesehatan mata umumnya dan katarak khususnya merupakan salah

satu penyebab tingginya prevalensi kebutaan akibat katarak.

4.

Faktor budaya dimana masyarakat masih menganut sifat pasrah dengan

sesuatu yang terjadi pada dirinya termasuk berkurangnya penglihatan seiring

bertambahnya usia.

B. SARAN

1.

Sosialisasi kepada masyarakat secara umum bahwa kebutaan akibat katarak

adalah suatu penyakit yang dapat diobati dengan tindakan operasi dan dapat


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Bina Kesehatan Komunitas, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI

Bekerjasama Dengan World Health Organization (WHO), Kurikulum dan Modul Pelatihan Pengelola Program Kesehatan Indera Penglihatan Kabupaten / kota., Jakarta, 2006, hal 78-79,123-124

2. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive

Ophthalmology, Fourth Edition, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 443-446.

3. Depkes RI, Perdami, Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan

Kebutaan (PGPK) Untuk Mencapai Vision 2020, 2003,1-2

4. Kebutaan RI Tertinggi di Asia. Available from :

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2865

5. 1,5% Penduduk Indonesia Mengalami kebutaan. Available from:

http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3233

6. Tien – Yin Wong, Donald TH Tan, Overview of Visual Impairment, Blindness and

Mayor Eye Diseases in Asia in Clinical Ophthalmology An Asia Perspective, First Published, Singapore, saunders Elsevier, 2005, page 1-6.

7. Pratomo H. Prevalensi Kebutaan Katarak di kota Tanjung Balai Tahun 2004. Bagian

Ilmu Penyakit Mata FK USU. Medan;2004. 3,37,41

8. Silalahi E. Prevalensi Kebutaan Katarak di Kabupaten Karo Tahun 2004. Bagian Ilmu

Penyakit Mata FK USU. Medan;2004. 3,37,41

9. Sirlan F. Blindness Reduction Rate, is it Important to Evaluate?.Majalah Ophtalmologica

Indonesiana. Volume 3. No 3. Sept-Des 2006. CV Usaha Prima. Jakarta;2006. p241

10. Balasubramanian D, Bansal AK, Basti S, Bhatt KS, Murthy JS, Rao CM. The biology of


(5)

[serial online] 1993 [cited 2008 Mar 12];41:153-71. Available from: http://www.ijo.in/text.asp?1993/41/4/153/25600

11. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive

Ophthalmology, Fourth Edition, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, page 167-176.

12. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section 11.

Chapter 1. Basic and Clinical Science Course; 2007-2008.p 5-9

13. Vaughan DG, Asbury T. Riordan – Eva P. Oftalmologi Umum Edisi 14, Penerbit Widya

Medika, Jakarta. 2000.

14. James Broce, New Chris, Bron Anthon Lecture Notes Oftalmologi Edisi 9, Penerbit

Erlangga medical Series, Jakarta, 2005.

15. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta. 2005

16. Sperduto RD, Epidemiologic Aspects of Age-Related Cataract in Duane’s Clinical

Ophthalmolgy. Volume 1. Chapter 73A. Revised Edition. Lippincot Williams & Wilkins ; 2004. p 3-4

17. Sirlan F. Faktor Resiko Buta Katarak Usia Produktif : Tinjauan Khusus Terhadap Enzim

Glutation Reduktase dan Ribolflavin Darah ; p 1,12,19-20

18. American Academy of Ophthalmology, Pathology in Lens and Cataract, Section 11.

Chapter 5. Basic and Clinical Science Course ; 2007-2008. p 45-48.

19. Taylor A. Nutritional and Enviromental Influences on Risk for Cataracat in Duane’s

Clinical of Ophtalmology. Volume 1. Chapter 72C. Lippincot Williams & Wilkins ; 2004.p 4

20. Khurana AK. Community Ophthalmology in Comprehensive Opthalmology. Fourht

Edition. Chapter 8. New Delhi. New Age International Limited Publisher, 2007. p 167-176.


(6)

22. Cataracts. Available from : http://www.ummn.edu/patiented/articles/what risk_factors_cataracts_00026_5. htm.

23. Ocampo VVD. Foster CS. Cataract, Senile. Available from : http://www.emedicine.com

24. American Academy of Opthalmology, Evaluatioln and Management of Cataract in Adult

in Lens and Cataract. Section 11. Chapter 7. Basic and Clinical Sciencde Course ; 2007-2008. p 75-77

25. Langston DP. The Crystalline Lens and Cataract in Manual of ocular Diagnosis and

Therapy. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia; 2002 . p 142.

26. Kanski JJ. Lens in Clinical Opthalmology A Systematic Approach. Sixth Edition. Chapter

12. Philadelphia ST Louis. Elsevier Limited ; 2003.p 337-338

27. Arianti N. Hasil dan Evaluasi Operasi Katarak Tehnik EKEK Dengan LIO Oleh PPDS

Ilmu Penyakit Mata FK USU di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan Periode 2005 – 2006. Medan; 2007.p 1