Aplikasi Penggunaan Beberapa Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserainthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
APLIKASI PENGGUNAAN BEBERAPA AKTIVATOR TERHADAP
PERTUMBUHAN SENGON (Paraserianthes falcataria), AKASIA
(Acacia mangium), DAN SUREN (Toona sureni)
SKRIPSI
Oleh
Nurul Diana
071202017
Budidaya Hutan
PROGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
APLIKASI PENGGUNAAN BEBERAPA AKTIVATOR TERHADAP
PERTUMBUHAN SENGON (Paraserianthes falcataria), AKASIA
(Acacia mangium), DAN SUREN (Toona sureni)
SKRIPSI
Oleh
Nurul Diana
071202017
Budidaya Hutan
PROGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
APLIKASI PENGGUNAAN BEBERAPA AKTIVATOR TERHADAP
PERTUMBUHAN SENGON (Paraserianthes falcataria), AKASIA
(Acacia mangium), DAN SUREN (Toona sureni)
SKRIPSI
Oleh
Nurul Diana
071202017
Budidaya Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi
: Aplikasi Penggunaan Beberapa Aktivator terhadap
Pertumbuhan Sengon (Paraserainthes falcataria),
Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
: Nurul Diana
: 071202017
: Budidaya Hutan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Dr. Delvian, S.P, M.P
NIP. 19690723 200212 1 001
Nelly Anna, S. Hut, M. Si
NIP. 19810610 200801 2 022
Mengetahui
Ketua Program Studi
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D
NIP. 197104162001122001
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
NURUL DIANA : Aplikasi Penggunaan Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon
(Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis aktivator yang paling
baik dalam meningkatkan pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria),
akasia (Acacia mangium), dan suren (Toona sureni). Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Sentral dan rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara dari bulan Mei hingga September 2011. Rancangan yang digunakan ialah
rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor (jenis aktivator dan jenis
tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aktivator EM 4, MOD
71 dan Puja 168 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman,
diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk akar.
Sedangkan, perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk
akar. Respon pertumbuhan setiap tanaman berbeda-beda karena faktor genetik
setiap tanaman juga berbeda. Pertumbuhan tanaman sengon lebih baik
dibandingkan akasia mangium dan suren. Sedangkan, pertumbuhan suren lebih
baik dibandingkan akasia mangium.
Kata kunci :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioaktivator
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
NURUL DIANA: Application of Several Activators to Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium) and Suren (Toona sureni) Growth, guided
by DELVIAN and NELLY ANNA.
The purpose of this research was to get the best activator to increase the
growth of Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) and
Suren (Toona sureni). This research was conducted in green house and central
laboratory, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, from May to
September 2011. This research was arranged in factorial completely design with
2 factors (activators and species). The result showed that application of activators
(EM 4, MOD 71 and Puja 168) were not significant to increase height, stem
diameter, leaf broad, dry weight and crown root ratio of the plant. While different
species was significant to increase height, stem diameter, leaf broad, dry weight
and crown root ratio of the plant. Growth respons of every plant was different,
because of genetic factor of every plant was different too. The growth of Sengon
was better than Akasia and Suren. While Suren growth better than Akasia.
Key Words :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioactivators
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
Pengaruh Beberapa Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni). Penelitian ini
dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada Program
Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan adik saya, yang telah banyak memberikan dukungan
moril dan materil demi kelancaran penelitian ini.
2. Bapak Dr. Delvian, S.P, M.P dan Ibu Nelly Anna, S. Hut, M. Si selaku komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan serta masukan yang
sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Teman-teman dan seluruh pihak yang mendukung baik secara langsung
maupun tidak langsung yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi
dari awal penelitian hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kehutanan. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,
Januari 2012
Penulis
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 16 Februari 1990 sebagai
putri pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Sunardi dan Ibu Erlina
Hasibuan.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1995-2001 di SD Negeri
Aksara Indah Pandan, kemudian dilanjutkan di SLTP Swasta AL-Muslimin
Pandan tahun 2001-2004. Pada tahun 2004-2007, penulis melanjutkan SMA di
SMA Negeri 3 Sibolga. Tahun 2007, penulis diterima di Universitas Sumatera
Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai
mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BKM Baytul
Ashjar Kehutanan, asisten Praktikum Dendrologi pada tahun 2009 – 2011 dan
asisten Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2010. Penulis
melaksanakan Praktik Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Dataran
Rendah Aras Napal dan Hutan Mangrove Pulau Sembilan Kabupaten Langkat.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit II
KPH Banyuwangi Selatan, Jawa Timur.
Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Aplikasi
Penggunaan
beberapa
Aktivator
terhadap
Pertumbuhan
Sengon
(Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona
sureni) di bawah bimbingan Bapak Dr. Delvian, S.P, M.P dan Ibu Nelly Anna,
S. Hut, M. Si
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...................................................................................................
i
ABSTRACT..................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
viii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ..............................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................
Hipotesis Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ........................................................................................
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Deskripsi Paraserianthesfalcataria ...............................................................
Deskripsi Acacia mangium............................................................................
Deskripsi Toona sureni .................................................................................
Mikroba Tanah dan Peranannya bagi Pertumbuhan Tanaman ........................
Hasil-Hasil Penelitian tentang Penggunaan Aktivator....................................
4
5
6
7
10
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
14
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................
Bahan dan Alat .............................................................................................
Metode Penelitian .........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................
Analisis Tanah ........................................................................................
Persiapan.................................................................................................
Persiapan Perkecambahan .......................................................................
Persiapan Media Tumbuh ........................................................................
Pemberian Aktivator ...............................................................................
Penanaman ..............................................................................................
Pemeliharaan...........................................................................................
Pengukuran Tanaman....................................................................................
14
14
14
15
15
16
16
16
16
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................
19
Hasil .............................................................................................................
Sifat Kimia Tanah ..................................................................................
Tinggi Tanaman .....................................................................................
Diameter Batang ....................................................................................
Luas Daun..............................................................................................
Bobot Kering Tajuk ...............................................................................
19
19
20
21
23
24
Universitas Sumatera Utara
Bobot Kering Akar .................................................................................
Ratio Tajuk Akar ...................................................................................
Pembahasan ..................................................................................................
26
27
29
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................
35
Kesimpulan...................................................................................................
Saran ............................................................................................................
35
35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
36
LAMPIRAN ................................................................................................
39
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No.
1.
2.
Halaman
Grafik rata-rata pertambahan tinggi seluruh tanaman 14 minggu setelah
tanam berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ……………………………….
20
Grafik pertambahan tinggi seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
21
3.
Grafik rata-rata pertambahan diameter batang seluruh tanaman 14 minggu
setelah tanam berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ................................... 22
4.
Grafik pertambahan diameter batang seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator ................................................................................................. 22
5.
Grafik rata-rata luas daun seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ........................................................
23
Grafik perhitungan luas daun seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
24
6.
7.
Grafik rata-rata bobot kering tajuk seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ......................................................... 25
8.
Grafik bobot kering tajuk seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
9.
25
Grafik rata-rata bobot kering akar seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ......................................................... 26
10. Grafik bobot kering akar seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
27
11. Grafik rata-rata ratio tajuk akar seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ......................................................... 28
12. Grafik ratio tajuk akar seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
28
13. Daun tanaman setelah pemberian beberapa jenis aktivator; a. akasia
mangium; b. sengon; c. suren
………………………………………
33
14. Akar tanaman setelah pemberian beberapa jenis aktivator; a. akasia
mangium; b. sengon; c. suren……………………………………………..
34
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan
bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168.............. 39
2.
Rataan pengukuran diameter bibit sengon, bibit akasia mangium,
dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168..…. 40
3.
Rataan pengukuran luas daun bibit sengon, bibit akasia mangium,
dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168........ 41
4.
Rataan pengukuran bobot kering tajuk bibit sengon, bibit akasia mangium,
dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan
Puja 168....................................................................................................... 42
5.
Rataan pengukuran bobot kering akar bibit sengon, bibit akasia mangium, dan
bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168………... 43
6.
Rataan pengukuran ratio tajuk akar bibit sengon, bibit akasia mangium, dan
bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168.…......... 44
7.
Jenis-jenis aktivator………………………………………………………
8.
Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Aktivator…........................... 48
9.
Pemberian beberapa Aktivator pada Pertumbuhan Tanaman.…………… 50
45
10. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah………………………………………... 51
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
NURUL DIANA : Aplikasi Penggunaan Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon
(Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis aktivator yang paling
baik dalam meningkatkan pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria),
akasia (Acacia mangium), dan suren (Toona sureni). Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Sentral dan rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara dari bulan Mei hingga September 2011. Rancangan yang digunakan ialah
rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor (jenis aktivator dan jenis
tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aktivator EM 4, MOD
71 dan Puja 168 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman,
diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk akar.
Sedangkan, perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk
akar. Respon pertumbuhan setiap tanaman berbeda-beda karena faktor genetik
setiap tanaman juga berbeda. Pertumbuhan tanaman sengon lebih baik
dibandingkan akasia mangium dan suren. Sedangkan, pertumbuhan suren lebih
baik dibandingkan akasia mangium.
Kata kunci :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioaktivator
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
NURUL DIANA: Application of Several Activators to Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium) and Suren (Toona sureni) Growth, guided
by DELVIAN and NELLY ANNA.
The purpose of this research was to get the best activator to increase the
growth of Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) and
Suren (Toona sureni). This research was conducted in green house and central
laboratory, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, from May to
September 2011. This research was arranged in factorial completely design with
2 factors (activators and species). The result showed that application of activators
(EM 4, MOD 71 and Puja 168) were not significant to increase height, stem
diameter, leaf broad, dry weight and crown root ratio of the plant. While different
species was significant to increase height, stem diameter, leaf broad, dry weight
and crown root ratio of the plant. Growth respons of every plant was different,
because of genetic factor of every plant was different too. The growth of Sengon
was better than Akasia and Suren. While Suren growth better than Akasia.
Key Words :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioactivators
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia banyak mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pada
umumnya HTI dibangun pada lahan-lahan yang rendah tingkat kesuburannya,
seperti lahan marginal dengan pH rendah, serta tanah yang telah mengalami erosi.
Oleh karena itu, dalam pembangunan HTI dibutuhkan jenis tanaman yang cepat
tumbuh dan mudah tumbuh pada lahan yang rendah tingkat kesuburannya.
Tanaman
cepat
tumbuh
(fast
growing)
seperti
jenis
sengon
(Paraserianthes falcataria) dan akasia (Acacia mangium) dianjurkan ditanam
pada lahan hutan tanaman. Selain karena merupakan jenis cepat tumbuh, kayu dari
jenis sengon dan akasia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp/kertas.
Jenis cepat tumbuh lainnya yang juga memiliki banyak manfaat, yaitu
jenis suren (Toona sureni). Kayu dari jenis suren dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan, furnitur, finir, dan panel kayu. Secara tradisional, petani juga
menggunakan daun suren untuk menghalau hama serangga karena daun suren
mengandung bahan surenon, surenin, dan surenolakton yang merupakan pengusir
atau penolak serangga (Prosea, 2011).
Ketersediaan bibit tanaman merupakan faktor yang juga penting dalam
mensukseskan pembangunan hutan tanaman. Dengan penanganan benih dan bibit
yang tepat selama di persemaian maka diharapkan tanaman tersebut dapat
memberikan hasil yang optimal.
Penggunaan pupuk organik pada media pembibitan telah banyak
digunakan saat ini. Zat organik yang terkandung pada pupuk organik tersebut
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman serta dapat memperbaiki sifat
fisik dan kimia tanah menjadi lebih baik, karena adanya aktivitas mikroba tanah.
Penggunaan bioaktivator untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia mulai
berkembang sejak introduksi EM (effective microorganism) sekitar tahun 1990.
Produk EM tersebut mengandung berbagai jenis mikroorganisme yang berguna
untuk mendekomposisi bahan organik. Saat ini banyak produk-produk yang
serupa yang diperdagangkan sebagai bioaktivator dengan berbagai nama dan
kandungan mikroba yang berbeda-beda. Penggunaan bioaktivator ini juga mulai
dikembangkan pada media tumbuh tanaman atau disemprotkan pada tanaman
tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Peningkatan pertumbuhan tanaman ini dapat dilakukan dengan pemberian
aktivator
pada
media
tanamnya.
Aktivator
yang
digunakan
adalah
Mikroorganisme Efektif (EM 4), MOD 71, dan Puja 168. Untuk melihat
keefektifan yang berbeda-beda dari masing-masing aktivator tersebut maka perlu
dilakukan suatu kegiatan untuk melihat aktivator mana yang paling baik dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis aktivator yang paling baik
dalam meningkatkan pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria), akasia
(Acacia mangium), dan suren (Toona sureni).
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
1.
Interaksi antara setiap jenis aktivator (EM 4, MOD 71, dan Puja 168) dengan
tanaman (semai sengon, semai akasia mangium, dan semai suren)
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
2.
Aplikasi pemberian aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168 berpengaruh
terhadap pertumbuhan semai sengon, semai akasia mangium, dan semai
suren.
3.
Jenis tanaman yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penggunaan aktivator pada media tanam di pembibitan untuk
meningkatkan pertumbuhan sengon, akasia mangium, dan suren.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Paraserianthes falcataria
Sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia
yakni di sekitar Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran sengon terdapat di seluruh
Jawa, Maluku, dan Irian Jaya (Iskandar, 2006). Menurut Martawijaya dan
Kartasujana (1977) dalam Suhartati (2008), Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen
termasuk famili Leguminoceae. Tanaman ini sangat potensial untuk dipilih
sebagai salah satu komoditas dalam pembangunan hutan tanaman, karena
memiliki nilai ekonomis tinggi dan ekologis yang luas.
Batang sengon banyak diusahakan dalam bentuk kayu olahan berupa
papan-papan dengan ukuran tertentu. Selain itu, kayu sengon banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam
konstruksi, industri korek api, pinsil, papan partikel, dan bahan baku industri
pulp/kertas. Pohon sengon hidup pada daerah berketinggian tempat 0-2000 m dpl
dengan curah hujan tahunan rata-rata 2000-4000 mm, jadwal curah hujan merata,
musim kemarau 0-2 bulan, suhu bulan terpanas rata-rata 30-34 0C, dan suhu bulan
terdingin rata-rata 20-29 0C. Tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur
ringan, menengah, atau padat yang bereaksi netral. Pada toleransi tertentu masih
dapat tumbuh pada tanah dengan reaksi asam dan basa. Drainase tanah sedang
sampai lembab. Sengon tumbuh optimal pada kelembaban udara antara 50-75 %
(Atmosuseno, 1997).
Sengon merupakan jenis tanaman pengikat nitrogen, sehingga sengon juga
ditanam untuk tujuan reboisasi dan penghijauan guna meningkatkan kesuburan
tanah. Daun dan cabang yang jatuh akan meningkatkan kandungan nitrogen,
Universitas Sumatera Utara
bahan organik dan mineral tanah. Sengon sering ditumpangsarikan dengan
tanaman pertanian seperti jagung, ubi kayu, dan buah-buahan. Sengon sering pula
ditanam di pekarangan untuk persediaan bahan bakar (arang) dan daunnya
dimanfaatkan untuk pakan ternak ayam dan kambing. Sengon juga ditanam
sebagai pohon penahan angina dan api dan pohon hias di tepi-tepi jalan
(Krisnawati dkk, 2011b).
Deskripsi Acacia mangium
Akasia merupakan salah satu jenis yang dikembangkan untuk Hutan
Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pulp dan kertas, serta untuk bahan meubel dan flooring. Kayu akasia dapat
digunakan untuk kerangka pintu, bagian jendela, molding, bahan baku peti/kotak
dan partikel board (Adinugraha dkk, 2007).
Acacia mangium dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah
dan kondisi lingkungan. Mangium dapat tumbuh cepat di lokasi dengan level
nutrisi tanah yang rendah, bahkan pada tanah-tanah asam dan terdegradasi. Jenis
ini tidak toleran terhadap naungan dan lingkungan salin (asin). Di bawah naungan,
mangium akan tumbuh kerdil dan kurus. Jenis mangium dapat tumbuh pada
ketinggian di atas permukaan laut sampai ketinggian 480 m. Meskipun demikian,
mangium dapat tumbuh pada ketinggian hingga 800 m. Jumlah curah hujan
tahunan di areal tumbuhnya mangium bervariasi dari 1000 mm sampai lebih dari
4500 mm dengan rata-rata curah hujan tahunan antara 1446-2970 mm. Di habitat
alaminya, suhu minimum rata-rata berkisar 12–16 0C dan suhu maksimum ratarata sekitar 31–34 0C (Krisnawati dkk, 2011a).
Universitas Sumatera Utara
Anakan mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang
terdiri dari banyak anak daun mirip dengan Albizia, Leucaena, dan jenis lain dari
sub-marga Mimosoidae. Meskipun demikian, setelah beberapa minggu daun
majemuk ini tidak lagi terbentuk melainkan tangkai daun dan sumbu utama setiap
daun
majemuk
tumbuh
melebar
dan
berubah
menjadi
Phyllode
(Krisnawati dkk, 2011a).
Deskripsi Toona sureni
Jenis ini menyebar di Nepal, India, Bhutan, Myanmar, Indo-China, Cina
Selatan, Thailand dan sepanjang Malaysia hingga barat Papua Nugini. Di
Indonesia, menyebar di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Jenis ini dijumpai di
hutan-hutan primer maupun sekunder, dan banyak tumbuh di hutan pedesaan,
sering ditemukan di sepanjang sungai di daerah bukit dan lereng-lereng.
(Djam’an, 2002).
Tanaman suren ini tumbuh pada daerah bertebing dengan ketinggian 600 2700 mdpl dengan temperatur 22ºC. Bentuk batang lurus dengan bebas cabang
mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40 sampai 60 m. Kulit batang
kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat. Batang berbanir
mencapai 2 m. Jenis ini memerlukan tanah yang subur (Dephut, 2006).
Kegunaan dari suren adalah sering ditanam di perkebunan teh sebagai
pemecah angin. Jenis ini cocok sebagai naungan dan pohon di sepanjang tepi
jalan. Kayunya bernilai tinggi dan mudah digergaji serta memiliki sifat kayu yang
baik. Kayunya sering digunakan untuk lemari, mebel, interior ruangan, panel
dekoratif, kerajinan tangan, alat musik, kotak cerutu, finir, peti kemas, dan
Universitas Sumatera Utara
konstruksi. Beberapa bagian pohon, terutama kulit dan akar sering digunakan
untuk ramuan obat, yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat digunakan untuk minyak
atsiri (Djam’an, 2002).
Mikroba Tanah dan Peranannya Bagi Pertumbuhan Tanaman
Tanah merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak
dan mati dan karenanya menyediakan sumber bahan organik. Bahan organik
dalam tanah merupakan sumber potensial dari N, P, dan S untuk pertumbuhan
tanaman. Penguraian bahan organik secara mikrobiologi merupakan langkah
penting untuk melepaskan ikatan nutriea di dalam sisa bahan organik sehingga
menjadi bentuk yang tersedia (dapat dimanfaatkan) (Rao, 1994).
Mikroba tanah dapat menguntungkan bila kehadirannya berperan dalam
siklus mineral, fiksasi nitrogen, perombakan residu pestisida, proses humifikasi,
proses menyuburkan tanah, perombakan limbah berbahaya, biodegradasi,
bioremidiasi, mineralisasi, dekomposisi, dan lain-lain. Mikroba tanah dapat juga
merugikan bila kehadirannya berperan dalam proses denitrifikasi, sebagai jasad
penyebab penyakit, dan sebagai jasad pengurai pupuk yang tidak diharapkan
(Waluyo, 2009).
Bioaktivator tanaman adalah bahan yang mengandung senyawa hidup,
umumnya mikroorganisme yang menguntungkan, yang bila diaplikasikan dalam
budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan dari tanaman tersebut. Pada
dasarnya pengaruh dari inokulasi mikroorganisme pada tanaman tergantung dari
sumber mikroorganisme tersebut, metoda aplikasinya dan kondisi lingkungan
tempat aplikasi (Onggo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sharma (2002) dalam Nasahi (2010), peran mikroba tanah yang
bermanfaat melalui berbagai aktivitasnya yaitu:
-
Meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah.
-
Meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan efisiensi
penyerapan unsur hara.
-
Menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi.
-
Memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan perkembangan
sistem perakaran tanaman.
-
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah heterotrof yang bermanfaat melalui
aplikasi bahan organik.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,
yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara
adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus
ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas.
Mikroba penambat N simbiotik antara lain: Rhizobium sp yang hidup di dalam
bintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminose). Mikroba penambat N nonsimbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N
simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman Leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman
(Isroi, 2011). Azospirilla penambat N juga menghasilkan senyawa bakteriosin
Universitas Sumatera Utara
yang
berfungsi
melindungi
tanaman
dari
serangan
penyakit
bakterial
(Hanafiah dkk, 2005).
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah
mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya
memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit atau tidak
tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan
mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan
menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan
P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus
megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga
berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi, 2011).
Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan minimal
untuk pertumbuhannya. Temperatur selama fermentasi perlu mendapat perhatian,
karena di samping temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap
pertumbuhan
mikrobia
juga
mempengaruhi
komposisi
produk
akhir
(Fardias, 1988).
Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian untuk meningkatkan
kesehatan
dan
kesuburan
tanah
dan
tanaman
dengan
menggunakan
mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. EM4 mengandung
Lactobacillus, ragi, bakteri fotosintetik, Actinomycetes, dan jamur pengurai untuk
memfermentasi bahan organik tanah menjadi senyawa organik yang mudah
diserap oleh akar tanaman (Dibia dkk, 2009).
MOD 71 (microorganism decomposition), di dalamnya terkandung 7
bakteri pembusuk dan 1 bakteri hidup di dalam air. Kandungan MOD 71 terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari bakteri Azotobacter, Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas,
Cytophaga, Sporocytophaga, Microcococcus, Actinomycetes, dan Streptomyces.
Kandungan MOD 71 juga terdiri dari jamur Trichoderma sp, Aspergillus,
Gliocladium, dan Penicilium (BP2TP, 2011).
Puja 168 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung
bioenzim yang terbuat dari daun-daun dan buah-buahan segar yang diolah
sehingga menghasilkan mikroorganisme seperti Azospirillum sp, Bacillus,
Actinomycetes, dan bakteri pelarut fosfat. Selain itu juga mengandung zat
pengatur tumbuh berupa giberelin, sitokinin, dan auksin (SJK, 2011).
Hasil-Hasil Penelitian tentang Penggunaan Aktivator
Berdasarkan dari hasil penelitian Onggo (2004), penggunaan bioaktivator
ston F dengan dosis 0 mL/L, 2 mL/L, dan 4 mL/L yang diaplikasikan pada tanah
pada tanaman Leguminosa yakni kacang merah menunjukkan ada pengaruh
bioaktivator pada hasil yaitu, peningkatan jumlah polong, bobot polong, dan
bobot biji pertanaman. Hal ini diduga karena bakteri Rhizobium yang terkandung
dalam bioaktivator ston F ikut berperan menambah jumlah Rhizobium dalam
tanah dan mampu bersimbiosis dengan tanaman Leguminose dalam memfiksasi N.
Penggunaan bioaktivator Puja 168 dengan dosis 20 ml + 2 L air, EM 4
dengan dosis 10 ml + 1 L air, dan MOD 71 dengan dosis 100 ml + 100 g gula + 5
L air pada hasil penelitian Utomo (2010) yang diaplikasikan pada tanah gambut
menghasilkan respon pada tanaman Gmelina arborea yang tidak berbeda nyata.
Hal ini diduga karena kondisi lingkungan perakaran di tanah gambut yang ekstrim
akibat pH tanah yang rendah, berkisar 4,88-5,16 mengakibatkan mikroorganisme
Universitas Sumatera Utara
dekomposer yang ada dalam bahan bioaktivator tersebut tidak dapat tumbuh dan
berkembang, akibatnya peran yang seharusnya mendekomposisi bahan organik
dari tanah gambut berubah pada peningkatan adaptasi mikroorganisme untuk
bertahan hidup pada lingkungan ekstrim tersebut.
Hasil penelitian Utomo (2009) bahwa penggunaan bioaktivator nyata
meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan luas daun Artocarpus
communis. Pertumbuhan tanaman terbaik diperoleh pada aplikasi perlakuan
Aspergillus sp sebanyak 100 g yang diisolasi dari tanah gambut Desa Sei Toras
yang menghasilkan tinggi tanaman, diameter batang, dan luas daun paling tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Sedangkan bioaktivator Puja 168 dengan dosis
10 ml L-1, EM 4 dengan dosis 10 ml L-1, dan MOD 71 dengan dosis 100 ml + 1 g
L-1 menghasilkan respon tanaman yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Walaupun produk bioaktivator itu juga mengandung Aspergillus sp namun diduga
jenis Aspergillus dalam produk tersebut berbeda dengan jenis Aspergillus yang
berasal dari lokasi penelitian sehingga daya adaptasinya terhadap lingkungan
tanah setempat juga berbeda.
Aplikasi inokulum EM 4 pada media pembibitan berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan bibit sengon yang berumur 3 bulan. Sesuai dengan hasil
penelitian Suhartati (2008) produk EM 4 dengan dosis 5 ml + 5 g gula + 1 L air
yang diberi lima perlakuan yakni tanpa fermentasi, 3 hari fermentasi, 6 hari
fermentasi, 9 hari fermentasi, dan 12 hari fermentasi mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Hasil terbaik untuk tinggi tanaman, diameter batang, dan
jumlah daun diperoleh pada 9 hari fermentasi namun tidak berbeda nyata dengan
6 hari fermentasi. Sehingga dari segi efisiensi waktu maka 6 hari fermentasi lebih
Universitas Sumatera Utara
efektif untuk persiapan media bibit sengon. Periode 9 hari fermentasi merupakan
batas optimal fermentasi karena selama periode fermentasi tersebut terjadi
keseimbangan mikroba dalam tanah dan yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
pertumbuhannya. Hal ini juga dikarenakan semakin lama waktu fermentasi akan
semakin banyak mikroorganisme dan dapat menurunkan pH tanah sehingga
bersifat masam.
Aplikasi pemberian beberapa jenis aktivator terhadap pertumbuhan
Gmelina arborea di tanah gambut pada penelitian Irwansyah (2008) menunjukkan
bahwa Trichoderma sp dengan dosis 100 g + 5 L air memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata dibandingkan dengan aktivator yang lainnya seperti
Orgadec, EM 4, MOD 71, Supernasa, dan Puja 168. Hal ini akibat
mikroorganisme selain Trichoderma sp yang ditambah tidak banyak berperan
dalam meningkatkan kesuburan tanah gambut yang ditunjukkan oleh nilai C/N
yang tetap tinggi dan pH tanah yang juga sangat tinggi.pH tanah yang tinggi dapat
disebabkan oleh keberadaan mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam
organik yang menambah kemasaman tanah sehingga tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Laju dekomposisi serasah di bawah tegakan mangium yang berumur 2, 4,
dan 6 tahun dengan pemberian aktivator EM 4, Stardec, dan Orgadec memberikan
hasil laju dekomposisi yang berbeda. Hasil penelitian Munawar dkk (2009)
menunjukkan bahwa laju dekomposisi serasah paling cepat yakni yang
menggunakan aktivator EM 4 pada tegakan yang berumur 2 tahun dan minggu
ke-8 dari 16 minggu pengamatan. EM 4 digunakan dengan dosis 4 ml + 5 g gula +
100 ml air + dedak 10 g, Stardec digunakan dengan dosis 5 g + abu 10 g dan
Universitas Sumatera Utara
kalsium karbonat 8 g + 300 ml air, dan Orgadec digunakan dengan dosis 5 g +
300 ml air yang semua larutan aktivator tersebut ditaburkan secara merata pada
serasah. Pemberian aktivator tersebut mempercepat laju dekomposisi serasah yang
di akhir penelitian jumlah serasah terdekomposisi akibat pemberian EM 4,
Stardec, dan Orgadec berturut-turut adalah 50,10 %, 44,80 %, dan 36,80 %.
Pembuatan kompos dari limbah nenas dengan bantuan aktivator dapat
menghasilkan kompos yang memenuhi standar kualitas kompos menurut SNI
nomor 19-7030-2004. Hasil penelitian Sriharti dan Salim (2002) menunjukkan
bahwa penggunaan bioaktivator EM 4, Green Phosko, dan Agrisimba tidak
berpengaruh nyata terhadap suhu pengomposan, waktu pengomposan, dan
besarnya penyusutan bahan. Pembuatan kompos dari limbah nenas dilakukan
dalam bioreaktor yang terbuat dari tong plastik dengan diameter 370 mm, tinggi
600 mm, dan kapasitas 50 L. Bagian tengah dan atas bioreaktor tersebut diberi
pipa PVC dengan diameter ½ inci yang berlubang untuk mengatur sirkulasi udara
atau pemasokan oksigen dan di bagian bawahnya diberi lembaran PVC yang
berlubang untuk tempat pengeluaran lindi.
Pengujian produk kompos pada penelitian Sriharti dan Salim (2002) terdiri
dari pengujian kualitas kimia dan fisik. Kompos sudah terbentuk pada hari ke-9
dari 10 hari penelitian. Pengomposan dengan ketiga jenis aktivator menghasilkan
kualitas kompos menurut SNI nomor 19-7030-2004 untuk parameter nilai pH
(EM 4 dan Agrisimba), kadar air, C-organik, nitrogen total, C/N ratio, P2O5, K2O,
CaO, S, Fe, Mn, dan Zn. Sedangkan untuk parameter MgO dan Al tidak
memenuhi standar kualitas kompos.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sentral dan di rumah kaca
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan mulai dari
Mei 2011 – September 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai tanaman sengon
(P. falcataria), semai tanaman akasia (A. mangium), semai tanaman suren (T.
sureni), EM 4 yang telah diinkubasi selama 6 hari, MOD 71, Puja 168, pupuk
dasar yakni kompos dan tanah ultisol sebagai media tempat tumbuh tanaman.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, cangkul,
parang, meteran, jangka sorong, timbangan, timbangan digital, gelas ukur, ember,
kertas label, dan polybag ukuran: 30 cm x 35 cm.
Metode Penelitian
Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor yaitu:
1. Faktor A adalah jenis aktivator, yaitu:
A0 = kontrol
A1 = aktivator EM 4
A2 = aktivator MOD 71
A3 = aktivator Puja 168
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor T adalah jenis tanaman, yaitu :
T1 = sengon (P. falcataria)
T2 = akasia (A. mangium)
T3 = suren (T. sureni)
Semua perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh jumlah sebanyak 36
unit percobaan.
Model matematika yang digunakan dalam analisis data penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan percobaan ke-k dengan perlakuan ij (taraf ke-i dari
faktor A dan taraf ke-j dari faktor T)
µ
= Nilai rata-rata pengamatan
αi
= Pengaruh taraf ke-i dari faktor A
βj
= Pengaruh taraf ke-j dari faktor T
(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor T
εijk = Pengaruh galat percobaan ke-k dengan perlakuan ij
Hasil sidik ragam yang menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata
selanjutnya diuji dengan Uji DMRT (Duncan Multi Range Test).
Pelaksanaan Penelitian
1. Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan pada awal dan akhir penelitian untuk mengetahui
unsur hara kimia yang terdapat di dalam tanah tersebut yakni N, P, K, dan
juga bahan organik.
Universitas Sumatera Utara
2. Persiapan
Perlakuan bioaktivator disiapkan dengan cara sebagai berikut:
a. A0 (kontrol) yakni kondisi awal tanah tanpa diberikan aktivator
apapun.
b. Perlakuan A1 yakni EM 4 sebanyak 5 ml, ditambahkan 5 gr gula pasir,
dan 1 liter air kemudian diinkubasi selama 6 hari.
c. Perlakuan A2 yakni MOD 71 sebanyak 100 ml dan ditambahkan
dengan 100 gr gula pasir dan juga 5 liter air.
d. Perlakuan A3 yakni Puja 168 sebanyak 20 ml dan ditambahkan 2 liter
air.
3. Persiapan perkecambahan
Benih sengon, benih akasia, dan benih suren dikecambahkan dengan
media pasir yang telah disterilkan dan disemaikan di bak kecambah selama
21 hari.
4. Persiapan media tumbuh
Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah campuran tanah, pasir,
dan kompos dengan perbandingan berat (3 kg:1 kg:1 kg), kemudian dibuat
lubang tanam untuk menanam semai sengon, semai akasia, dan semai
suren.
5. Pemberian aktivator
Pemberian aktivator dilakukan seminggu sebelum penanaman sesuai
dengan dosis masing-masing aktivator yang telah disiapkan dengan urutan
perlakuan masing-masing. Media dalam polybag disiram dengan aktivator
yang telah disediakan.
Universitas Sumatera Utara
6. Penanaman
Penanaman semai tanaman pada polybag yang telah disiapkan adalah
berupa semai tanaman yang berumur 21 hari.
7. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore
hari. Penyiangan dilakukan untuk menghindari terjadinya persaingan
antara tanaman yang menggunakan aktivator dari gangguan gulma atau
tanaman pengganggu lainnya.
8. Pengukuran tanaman
Pengamatan dan pengukuran pertumbuhan dilakukan setiap 1 minggu
sekali. Parameter yang diamati adalah:
a. Sifat kimia tanah
Komposisi tanah dianalisis di awal dan di akhir penelitian untuk
mengetahui unsur hara kimia yang terdapat di dalam tanah tersebut
yakni N, P, K, dan bahan organik di Laboratorium Sentral Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
b. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh
tertinggi, pengukuran dilakukan pada setiap 1 minggu sekali dan
pengukuran menggunakan meteran.
c. Diameter batang
Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong
diukur pada pangkal batang bagian bawah (1 cm dari permukaan
Universitas Sumatera Utara
tanah) pada pengukuran 1 ditandai agar pada pengukuran berikutnya
dilakukan pada tempat yang sama.
d. Luas daun
Pengukuran luas daun dilakukan pada saat pengambilan data
terakhir. Daun yang diambil adalah daun yang terdapat pada
buku/node kedua dari pucuk tanaman dan merupakan daun yang telah
terbuka sempurna. Perhitungan luas daun dengan menggunakan
program Autocad 2006.
e. Bobot kering tanaman
Bobot kering tanaman meliputi bobot kering akar dan bobot kering
tajuk yang dianalisis di akhir pengambilan data. Bagian akar dan tajuk
tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C selama 48 jam lalu
bobot kering akar dan bobot kering tajuk tanaman masing-masing
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital atau timbangan
analitik.
f. Ratio tajuk akar
Pengamatan rasio tajuk akar merupakan perbandingan antara
bobot kering tajuk dan bobot kering akar.
Nilai ratio tajuk akar = Bobot kering tajuk tanaman
Bobot kering akar tanaman
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sifat Kimia Tanah
Data hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan hasil akhir kondisi tanah setelah diberi perlakuan aktivator
Parameter
Satuan
Kondisi Akhir
Kondisi Awal
A1
A2
A3
C-Organik
(Kriteria Tanah)
(%)
0,40
(sangat rendah)
0,94
(sangat rendah)
1,70
(rendah)
1,70
(rendah)
N-Total
(Kriteria Tanah)
(%)
0,84
(sangat tinggi)
1,18
(sangat tinggi)
1,39
(sangat tinggi)
1,27
(sangat tinggi)
P-Bray II
(Kriteria Tanah)
ppm
10,15
(rendah)
14,20
(rendah)
13,0
(rendah)
15,0
(rendah)
K-exch
(Kriteria Tanah)
me/100 g
0,12
(rendah)
0,14
(rendah)
0,16
(rendah)
0,20
(rendah)
Bahan Organik
(Kriteria Tanah)
(%)
0,69
(sedang-rendah)
1,62
(sedang)
2,93
(tinggi)
2,93
(tinggi)
Keterangan:A1 = Aktivator EM 4; A2 = Aktivator MOD 71; A3 = Aktivator Puja 16
Sumber: Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah, Lampiran 10
Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa terjadi perubahan sifat
kimia pada kondisi tanah setelah pemberian aktivator. Pada kondisi awal tanah, C
organik berada pada kriteria sangat rendah. Kemudian pada kondisi tanah setelah
diberi aktivator EM 4, C organik mengalami peningkatan walaupun masih berada
pada kriteria sangat rendah. Tanah yang diberi aktivator MOD 71 dan Puja 168, C
organik juga mengalami peningkatan dan berada pada kriteria rendah. Unsur N
pada kondisi awal dan setelah pemberian aktivator berada pada kriteria sangat
tinggi. Unsur N pada tanah yang diberi aktivator MOD 71 mengalami peningkatan
tertinggi yakni menjadi 1,39 %. Untuk P tersedia dan K dapat ditukar pada
Universitas Sumatera Utara
kondisi awal tanah dan setelah pemberian aktivator berada pada kriteria rendah
walaupun P tersedia dan K dapat ditukar mengalami peningkatan. Unsur P
tersedia (15,0 ppm) dan K dapat ditukar (0,20 me/100 g) pada tanah yang diberi
aktivator Puja 168 menunjukkan peningkatan yang tertinggi.
Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman (Lampiran 1) menunjukkan
bahwa perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi
tanaman. Sedangkan interaksi antara jenis tanaman dengan jenis aktivator dan
perbedaan jenis aktivator tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut (Gambar 1)
menunjukkan bahwa jenis tanaman sengon berbeda nyata dengan jenis akasia
mangium dan jenis suren. Pertambahan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada
tanaman sengon yakni 32,64 cm.
35
Tinggi Tanaman (cm)
30
25
20
15
32,64b
10
18,48a
15,69a
5
0
Sengon
Suren
Akasia
Gambar 1. Grafik rata-rata pertambahan tinggi seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
(Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
Duncan pada taraf 5 %).
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata pertambahan tinggi seluruh tanaman dapat dilihat pada Gambar
2 yang menunjukkan bahwa tanaman sengon mempunyai pertambahan tinggi
yang tertinggi dibandingkan tanaman akasia mangium dan suren pada seluruh
jenis aktivator. Sedangkan, pertambahan tinggi tanaman suren lebih tinggi
Kontrol
Sengon
MOD71
Suren
9,29
29,04
18,63
15,74
EM4
21,24
40,35
16,43
21,74
32,26
15,81
17,82
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
28,93
Tinggi Tanaman (cm)
dibandingkan dengan tanaman akasia mangium.
Puja 168
Akasia
Gambar 2. Grafik pertambahan tinggi seluruh tanaman terhadap pemberian aktivator
Diameter Batang
Pertambahan diameter batang berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran
2) menunjukkan bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
diameter batang. Namun, untuk perbedaan jenis aktivator dan interaksi antara
aktivator dengan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan
diameter batang. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa tanaman sengon, akasia
mangium, dan suren berbeda nyata. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa
pertambahan diameter batang tertinggi terdapat pada tanaman sengon yakni 0,63
cm.
Universitas Sumatera Utara
Diameter Batang (cm)
0,7
0,6
0,5
0,4
0,63c
0,3
0,2
0,35b
0,1
0,18a
0
Sengon
Suren
Akasia
Gambar 3. Grafik rata-rata pertambahan diameter batang seluruh tanaman 14 minggu
(Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
Duncan pada taraf 5 %).
Sama halnya dengan pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter
batang (Gambar 4) tanaman tertinggi juga terdapat pada tanaman sengon
dibandingkan jenis tanaman lain pada seluruh jenis aktivator. Sedangkan
pertambahan diameter batang tanaman suren lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman akasia mangium.
0,7
0,6
0,5
0,11
0,32
0,24
0,343
0,537
0,68
0,41
0,19
0,1
0,183
0,2
0,357
0,3
0,697
0,4
0,6
Diameter batang (cm)
0,8
0
Kontrol
EM4
Sengon
MOD 71
Suren
Puja 168
Akasia
Gambar 4. Grafik pertambahan diameter batang seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator
Universitas Sumatera Utara
Luas Daun
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa
perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap luas daun. Sedangkan
interaksi antara jenis tanaman dengan jenis aktivator dan perbedaan jenis aktivator
tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun. Hasil uji lanjut (Gambar 5)
menunjukkan bahwa tanaman jenis sengon berbeda nyata dengan jenis akasia
mangium dan jenis suren. Luas daun tertinggi terdapat pada tanaman sengon
yakni 226,34 cm2.
250
Luas Daun (cm2)
200
150
100
226,34b
100,60a
50
45,84a
0
Sengon
Suren
Akasia
Gambar 5. Grafik rata-rata luas daun seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam (Angka
yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan
pada taraf 5 %).
Sesuai dengan hasil uji lanjut yang menunjukkan bahwa tanaman sengon
berbeda nyata dengan tanaman akasia mangium dan suren, maka rata-rata luas
daun tertinggi (Gambar 6) terdapat pada tanaman sengon pada seluruh aktivator.
Sedangkan, luas daun suren lebih tinggi dibandingkan dengan luas daun akasia
mangium.
Universitas Sumatera Utara
450
400
300
393.32
250
200
9.87
87.98
162.61
55.37
93.08
40.35
109.65
77.79
50
111.71
100
202.83
150
146.61
Luas Daun (cm2)
350
0
Kontrol
EM4
Sengon
MOD71
Suren
Puja 168
Akasia
Gambar 6. Grafik perhitungan luas daun seluruh tanaman terhadap pemberian aktivator
Bobot Kering Tajuk
Analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis tanaman
yang berbeda berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Sedangkan
pemberian aktivator yang berbeda pada tanaman dan interaksi antara jenis
aktivator dengan jenis tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering
tajuk. Jenis tan
PERTUMBUHAN SENGON (Paraserianthes falcataria), AKASIA
(Acacia mangium), DAN SUREN (Toona sureni)
SKRIPSI
Oleh
Nurul Diana
071202017
Budidaya Hutan
PROGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
APLIKASI PENGGUNAAN BEBERAPA AKTIVATOR TERHADAP
PERTUMBUHAN SENGON (Paraserianthes falcataria), AKASIA
(Acacia mangium), DAN SUREN (Toona sureni)
SKRIPSI
Oleh
Nurul Diana
071202017
Budidaya Hutan
PROGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
APLIKASI PENGGUNAAN BEBERAPA AKTIVATOR TERHADAP
PERTUMBUHAN SENGON (Paraserianthes falcataria), AKASIA
(Acacia mangium), DAN SUREN (Toona sureni)
SKRIPSI
Oleh
Nurul Diana
071202017
Budidaya Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
Program Studi
: Aplikasi Penggunaan Beberapa Aktivator terhadap
Pertumbuhan Sengon (Paraserainthes falcataria),
Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
: Nurul Diana
: 071202017
: Budidaya Hutan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
Dr. Delvian, S.P, M.P
NIP. 19690723 200212 1 001
Nelly Anna, S. Hut, M. Si
NIP. 19810610 200801 2 022
Mengetahui
Ketua Program Studi
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D
NIP. 197104162001122001
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
NURUL DIANA : Aplikasi Penggunaan Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon
(Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis aktivator yang paling
baik dalam meningkatkan pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria),
akasia (Acacia mangium), dan suren (Toona sureni). Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Sentral dan rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara dari bulan Mei hingga September 2011. Rancangan yang digunakan ialah
rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor (jenis aktivator dan jenis
tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aktivator EM 4, MOD
71 dan Puja 168 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman,
diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk akar.
Sedangkan, perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk
akar. Respon pertumbuhan setiap tanaman berbeda-beda karena faktor genetik
setiap tanaman juga berbeda. Pertumbuhan tanaman sengon lebih baik
dibandingkan akasia mangium dan suren. Sedangkan, pertumbuhan suren lebih
baik dibandingkan akasia mangium.
Kata kunci :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioaktivator
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
NURUL DIANA: Application of Several Activators to Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium) and Suren (Toona sureni) Growth, guided
by DELVIAN and NELLY ANNA.
The purpose of this research was to get the best activator to increase the
growth of Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) and
Suren (Toona sureni). This research was conducted in green house and central
laboratory, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, from May to
September 2011. This research was arranged in factorial completely design with
2 factors (activators and species). The result showed that application of activators
(EM 4, MOD 71 and Puja 168) were not significant to increase height, stem
diameter, leaf broad, dry weight and crown root ratio of the plant. While different
species was significant to increase height, stem diameter, leaf broad, dry weight
and crown root ratio of the plant. Growth respons of every plant was different,
because of genetic factor of every plant was different too. The growth of Sengon
was better than Akasia and Suren. While Suren growth better than Akasia.
Key Words :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioactivators
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
Pengaruh Beberapa Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni). Penelitian ini
dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 pada Program
Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan adik saya, yang telah banyak memberikan dukungan
moril dan materil demi kelancaran penelitian ini.
2. Bapak Dr. Delvian, S.P, M.P dan Ibu Nelly Anna, S. Hut, M. Si selaku komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan serta masukan yang
sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
3. Teman-teman dan seluruh pihak yang mendukung baik secara langsung
maupun tidak langsung yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi
dari awal penelitian hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak luput dari
kekurangan. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kehutanan. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,
Januari 2012
Penulis
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 16 Februari 1990 sebagai
putri pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Sunardi dan Ibu Erlina
Hasibuan.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1995-2001 di SD Negeri
Aksara Indah Pandan, kemudian dilanjutkan di SLTP Swasta AL-Muslimin
Pandan tahun 2001-2004. Pada tahun 2004-2007, penulis melanjutkan SMA di
SMA Negeri 3 Sibolga. Tahun 2007, penulis diterima di Universitas Sumatera
Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai
mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BKM Baytul
Ashjar Kehutanan, asisten Praktikum Dendrologi pada tahun 2009 – 2011 dan
asisten Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2010. Penulis
melaksanakan Praktik Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Dataran
Rendah Aras Napal dan Hutan Mangrove Pulau Sembilan Kabupaten Langkat.
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit II
KPH Banyuwangi Selatan, Jawa Timur.
Pada akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Aplikasi
Penggunaan
beberapa
Aktivator
terhadap
Pertumbuhan
Sengon
(Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona
sureni) di bawah bimbingan Bapak Dr. Delvian, S.P, M.P dan Ibu Nelly Anna,
S. Hut, M. Si
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...................................................................................................
i
ABSTRACT..................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI ...............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
viii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
Latar Belakang ..............................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................
Hipotesis Penelitian ......................................................................................
Manfaat Penelitian ........................................................................................
1
2
3
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Deskripsi Paraserianthesfalcataria ...............................................................
Deskripsi Acacia mangium............................................................................
Deskripsi Toona sureni .................................................................................
Mikroba Tanah dan Peranannya bagi Pertumbuhan Tanaman ........................
Hasil-Hasil Penelitian tentang Penggunaan Aktivator....................................
4
5
6
7
10
BAHAN DAN METODE ...........................................................................
14
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................
Bahan dan Alat .............................................................................................
Metode Penelitian .........................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................
Analisis Tanah ........................................................................................
Persiapan.................................................................................................
Persiapan Perkecambahan .......................................................................
Persiapan Media Tumbuh ........................................................................
Pemberian Aktivator ...............................................................................
Penanaman ..............................................................................................
Pemeliharaan...........................................................................................
Pengukuran Tanaman....................................................................................
14
14
14
15
15
16
16
16
16
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................
19
Hasil .............................................................................................................
Sifat Kimia Tanah ..................................................................................
Tinggi Tanaman .....................................................................................
Diameter Batang ....................................................................................
Luas Daun..............................................................................................
Bobot Kering Tajuk ...............................................................................
19
19
20
21
23
24
Universitas Sumatera Utara
Bobot Kering Akar .................................................................................
Ratio Tajuk Akar ...................................................................................
Pembahasan ..................................................................................................
26
27
29
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................
35
Kesimpulan...................................................................................................
Saran ............................................................................................................
35
35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
36
LAMPIRAN ................................................................................................
39
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
No.
1.
2.
Halaman
Grafik rata-rata pertambahan tinggi seluruh tanaman 14 minggu setelah
tanam berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ……………………………….
20
Grafik pertambahan tinggi seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
21
3.
Grafik rata-rata pertambahan diameter batang seluruh tanaman 14 minggu
setelah tanam berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ................................... 22
4.
Grafik pertambahan diameter batang seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator ................................................................................................. 22
5.
Grafik rata-rata luas daun seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ........................................................
23
Grafik perhitungan luas daun seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
24
6.
7.
Grafik rata-rata bobot kering tajuk seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ......................................................... 25
8.
Grafik bobot kering tajuk seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
9.
25
Grafik rata-rata bobot kering akar seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ......................................................... 26
10. Grafik bobot kering akar seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
27
11. Grafik rata-rata ratio tajuk akar seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
berdasarkan hasil uji lanjut DMRT ......................................................... 28
12. Grafik ratio tajuk akar seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator .................................................................................................
28
13. Daun tanaman setelah pemberian beberapa jenis aktivator; a. akasia
mangium; b. sengon; c. suren
………………………………………
33
14. Akar tanaman setelah pemberian beberapa jenis aktivator; a. akasia
mangium; b. sengon; c. suren……………………………………………..
34
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan
bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168.............. 39
2.
Rataan pengukuran diameter bibit sengon, bibit akasia mangium,
dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168..…. 40
3.
Rataan pengukuran luas daun bibit sengon, bibit akasia mangium,
dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168........ 41
4.
Rataan pengukuran bobot kering tajuk bibit sengon, bibit akasia mangium,
dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan
Puja 168....................................................................................................... 42
5.
Rataan pengukuran bobot kering akar bibit sengon, bibit akasia mangium, dan
bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168………... 43
6.
Rataan pengukuran ratio tajuk akar bibit sengon, bibit akasia mangium, dan
bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168.…......... 44
7.
Jenis-jenis aktivator………………………………………………………
8.
Pertumbuhan Tanaman terhadap Pemberian Aktivator…........................... 48
9.
Pemberian beberapa Aktivator pada Pertumbuhan Tanaman.…………… 50
45
10. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah………………………………………... 51
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
NURUL DIANA : Aplikasi Penggunaan Aktivator terhadap Pertumbuhan Sengon
(Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), dan Suren (Toona sureni)
dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis aktivator yang paling
baik dalam meningkatkan pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria),
akasia (Acacia mangium), dan suren (Toona sureni). Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Sentral dan rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara dari bulan Mei hingga September 2011. Rancangan yang digunakan ialah
rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor (jenis aktivator dan jenis
tanaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian aktivator EM 4, MOD
71 dan Puja 168 tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman,
diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk akar.
Sedangkan, perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, bobot kering tanaman, dan ratio tajuk
akar. Respon pertumbuhan setiap tanaman berbeda-beda karena faktor genetik
setiap tanaman juga berbeda. Pertumbuhan tanaman sengon lebih baik
dibandingkan akasia mangium dan suren. Sedangkan, pertumbuhan suren lebih
baik dibandingkan akasia mangium.
Kata kunci :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioaktivator
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
NURUL DIANA: Application of Several Activators to Sengon (Paraserianthes
falcataria), Akasia (Acacia mangium) and Suren (Toona sureni) Growth, guided
by DELVIAN and NELLY ANNA.
The purpose of this research was to get the best activator to increase the
growth of Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium) and
Suren (Toona sureni). This research was conducted in green house and central
laboratory, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, from May to
September 2011. This research was arranged in factorial completely design with
2 factors (activators and species). The result showed that application of activators
(EM 4, MOD 71 and Puja 168) were not significant to increase height, stem
diameter, leaf broad, dry weight and crown root ratio of the plant. While different
species was significant to increase height, stem diameter, leaf broad, dry weight
and crown root ratio of the plant. Growth respons of every plant was different,
because of genetic factor of every plant was different too. The growth of Sengon
was better than Akasia and Suren. While Suren growth better than Akasia.
Key Words :
Paraserianthes falcataria, Acacia mangium, Toona sureni,
bioactivators
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia banyak mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pada
umumnya HTI dibangun pada lahan-lahan yang rendah tingkat kesuburannya,
seperti lahan marginal dengan pH rendah, serta tanah yang telah mengalami erosi.
Oleh karena itu, dalam pembangunan HTI dibutuhkan jenis tanaman yang cepat
tumbuh dan mudah tumbuh pada lahan yang rendah tingkat kesuburannya.
Tanaman
cepat
tumbuh
(fast
growing)
seperti
jenis
sengon
(Paraserianthes falcataria) dan akasia (Acacia mangium) dianjurkan ditanam
pada lahan hutan tanaman. Selain karena merupakan jenis cepat tumbuh, kayu dari
jenis sengon dan akasia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp/kertas.
Jenis cepat tumbuh lainnya yang juga memiliki banyak manfaat, yaitu
jenis suren (Toona sureni). Kayu dari jenis suren dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bangunan, furnitur, finir, dan panel kayu. Secara tradisional, petani juga
menggunakan daun suren untuk menghalau hama serangga karena daun suren
mengandung bahan surenon, surenin, dan surenolakton yang merupakan pengusir
atau penolak serangga (Prosea, 2011).
Ketersediaan bibit tanaman merupakan faktor yang juga penting dalam
mensukseskan pembangunan hutan tanaman. Dengan penanganan benih dan bibit
yang tepat selama di persemaian maka diharapkan tanaman tersebut dapat
memberikan hasil yang optimal.
Penggunaan pupuk organik pada media pembibitan telah banyak
digunakan saat ini. Zat organik yang terkandung pada pupuk organik tersebut
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman serta dapat memperbaiki sifat
fisik dan kimia tanah menjadi lebih baik, karena adanya aktivitas mikroba tanah.
Penggunaan bioaktivator untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia mulai
berkembang sejak introduksi EM (effective microorganism) sekitar tahun 1990.
Produk EM tersebut mengandung berbagai jenis mikroorganisme yang berguna
untuk mendekomposisi bahan organik. Saat ini banyak produk-produk yang
serupa yang diperdagangkan sebagai bioaktivator dengan berbagai nama dan
kandungan mikroba yang berbeda-beda. Penggunaan bioaktivator ini juga mulai
dikembangkan pada media tumbuh tanaman atau disemprotkan pada tanaman
tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Peningkatan pertumbuhan tanaman ini dapat dilakukan dengan pemberian
aktivator
pada
media
tanamnya.
Aktivator
yang
digunakan
adalah
Mikroorganisme Efektif (EM 4), MOD 71, dan Puja 168. Untuk melihat
keefektifan yang berbeda-beda dari masing-masing aktivator tersebut maka perlu
dilakukan suatu kegiatan untuk melihat aktivator mana yang paling baik dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis aktivator yang paling baik
dalam meningkatkan pertumbuhan sengon (Paraserianthes falcataria), akasia
(Acacia mangium), dan suren (Toona sureni).
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian
1.
Interaksi antara setiap jenis aktivator (EM 4, MOD 71, dan Puja 168) dengan
tanaman (semai sengon, semai akasia mangium, dan semai suren)
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
2.
Aplikasi pemberian aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168 berpengaruh
terhadap pertumbuhan semai sengon, semai akasia mangium, dan semai
suren.
3.
Jenis tanaman yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penggunaan aktivator pada media tanam di pembibitan untuk
meningkatkan pertumbuhan sengon, akasia mangium, dan suren.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Paraserianthes falcataria
Sengon merupakan spesies asli dari kepulauan sebelah timur Indonesia
yakni di sekitar Maluku dan Irian Jaya. Penyebaran sengon terdapat di seluruh
Jawa, Maluku, dan Irian Jaya (Iskandar, 2006). Menurut Martawijaya dan
Kartasujana (1977) dalam Suhartati (2008), Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen
termasuk famili Leguminoceae. Tanaman ini sangat potensial untuk dipilih
sebagai salah satu komoditas dalam pembangunan hutan tanaman, karena
memiliki nilai ekonomis tinggi dan ekologis yang luas.
Batang sengon banyak diusahakan dalam bentuk kayu olahan berupa
papan-papan dengan ukuran tertentu. Selain itu, kayu sengon banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam
konstruksi, industri korek api, pinsil, papan partikel, dan bahan baku industri
pulp/kertas. Pohon sengon hidup pada daerah berketinggian tempat 0-2000 m dpl
dengan curah hujan tahunan rata-rata 2000-4000 mm, jadwal curah hujan merata,
musim kemarau 0-2 bulan, suhu bulan terpanas rata-rata 30-34 0C, dan suhu bulan
terdingin rata-rata 20-29 0C. Tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur
ringan, menengah, atau padat yang bereaksi netral. Pada toleransi tertentu masih
dapat tumbuh pada tanah dengan reaksi asam dan basa. Drainase tanah sedang
sampai lembab. Sengon tumbuh optimal pada kelembaban udara antara 50-75 %
(Atmosuseno, 1997).
Sengon merupakan jenis tanaman pengikat nitrogen, sehingga sengon juga
ditanam untuk tujuan reboisasi dan penghijauan guna meningkatkan kesuburan
tanah. Daun dan cabang yang jatuh akan meningkatkan kandungan nitrogen,
Universitas Sumatera Utara
bahan organik dan mineral tanah. Sengon sering ditumpangsarikan dengan
tanaman pertanian seperti jagung, ubi kayu, dan buah-buahan. Sengon sering pula
ditanam di pekarangan untuk persediaan bahan bakar (arang) dan daunnya
dimanfaatkan untuk pakan ternak ayam dan kambing. Sengon juga ditanam
sebagai pohon penahan angina dan api dan pohon hias di tepi-tepi jalan
(Krisnawati dkk, 2011b).
Deskripsi Acacia mangium
Akasia merupakan salah satu jenis yang dikembangkan untuk Hutan
Tanaman Industri (HTI) di Indonesia. Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku pulp dan kertas, serta untuk bahan meubel dan flooring. Kayu akasia dapat
digunakan untuk kerangka pintu, bagian jendela, molding, bahan baku peti/kotak
dan partikel board (Adinugraha dkk, 2007).
Acacia mangium dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah
dan kondisi lingkungan. Mangium dapat tumbuh cepat di lokasi dengan level
nutrisi tanah yang rendah, bahkan pada tanah-tanah asam dan terdegradasi. Jenis
ini tidak toleran terhadap naungan dan lingkungan salin (asin). Di bawah naungan,
mangium akan tumbuh kerdil dan kurus. Jenis mangium dapat tumbuh pada
ketinggian di atas permukaan laut sampai ketinggian 480 m. Meskipun demikian,
mangium dapat tumbuh pada ketinggian hingga 800 m. Jumlah curah hujan
tahunan di areal tumbuhnya mangium bervariasi dari 1000 mm sampai lebih dari
4500 mm dengan rata-rata curah hujan tahunan antara 1446-2970 mm. Di habitat
alaminya, suhu minimum rata-rata berkisar 12–16 0C dan suhu maksimum ratarata sekitar 31–34 0C (Krisnawati dkk, 2011a).
Universitas Sumatera Utara
Anakan mangium yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang
terdiri dari banyak anak daun mirip dengan Albizia, Leucaena, dan jenis lain dari
sub-marga Mimosoidae. Meskipun demikian, setelah beberapa minggu daun
majemuk ini tidak lagi terbentuk melainkan tangkai daun dan sumbu utama setiap
daun
majemuk
tumbuh
melebar
dan
berubah
menjadi
Phyllode
(Krisnawati dkk, 2011a).
Deskripsi Toona sureni
Jenis ini menyebar di Nepal, India, Bhutan, Myanmar, Indo-China, Cina
Selatan, Thailand dan sepanjang Malaysia hingga barat Papua Nugini. Di
Indonesia, menyebar di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Jenis ini dijumpai di
hutan-hutan primer maupun sekunder, dan banyak tumbuh di hutan pedesaan,
sering ditemukan di sepanjang sungai di daerah bukit dan lereng-lereng.
(Djam’an, 2002).
Tanaman suren ini tumbuh pada daerah bertebing dengan ketinggian 600 2700 mdpl dengan temperatur 22ºC. Bentuk batang lurus dengan bebas cabang
mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40 sampai 60 m. Kulit batang
kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat. Batang berbanir
mencapai 2 m. Jenis ini memerlukan tanah yang subur (Dephut, 2006).
Kegunaan dari suren adalah sering ditanam di perkebunan teh sebagai
pemecah angin. Jenis ini cocok sebagai naungan dan pohon di sepanjang tepi
jalan. Kayunya bernilai tinggi dan mudah digergaji serta memiliki sifat kayu yang
baik. Kayunya sering digunakan untuk lemari, mebel, interior ruangan, panel
dekoratif, kerajinan tangan, alat musik, kotak cerutu, finir, peti kemas, dan
Universitas Sumatera Utara
konstruksi. Beberapa bagian pohon, terutama kulit dan akar sering digunakan
untuk ramuan obat, yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat digunakan untuk minyak
atsiri (Djam’an, 2002).
Mikroba Tanah dan Peranannya Bagi Pertumbuhan Tanaman
Tanah merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak
dan mati dan karenanya menyediakan sumber bahan organik. Bahan organik
dalam tanah merupakan sumber potensial dari N, P, dan S untuk pertumbuhan
tanaman. Penguraian bahan organik secara mikrobiologi merupakan langkah
penting untuk melepaskan ikatan nutriea di dalam sisa bahan organik sehingga
menjadi bentuk yang tersedia (dapat dimanfaatkan) (Rao, 1994).
Mikroba tanah dapat menguntungkan bila kehadirannya berperan dalam
siklus mineral, fiksasi nitrogen, perombakan residu pestisida, proses humifikasi,
proses menyuburkan tanah, perombakan limbah berbahaya, biodegradasi,
bioremidiasi, mineralisasi, dekomposisi, dan lain-lain. Mikroba tanah dapat juga
merugikan bila kehadirannya berperan dalam proses denitrifikasi, sebagai jasad
penyebab penyakit, dan sebagai jasad pengurai pupuk yang tidak diharapkan
(Waluyo, 2009).
Bioaktivator tanaman adalah bahan yang mengandung senyawa hidup,
umumnya mikroorganisme yang menguntungkan, yang bila diaplikasikan dalam
budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan dari tanaman tersebut. Pada
dasarnya pengaruh dari inokulasi mikroorganisme pada tanaman tergantung dari
sumber mikroorganisme tersebut, metoda aplikasinya dan kondisi lingkungan
tempat aplikasi (Onggo, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sharma (2002) dalam Nasahi (2010), peran mikroba tanah yang
bermanfaat melalui berbagai aktivitasnya yaitu:
-
Meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah.
-
Meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan efisiensi
penyerapan unsur hara.
-
Menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi.
-
Memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan perkembangan
sistem perakaran tanaman.
-
Meningkatkan aktivitas mikroba tanah heterotrof yang bermanfaat melalui
aplikasi bahan organik.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,
yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara
adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus
ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas.
Mikroba penambat N simbiotik antara lain: Rhizobium sp yang hidup di dalam
bintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminose). Mikroba penambat N nonsimbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N
simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman Leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman
(Isroi, 2011). Azospirilla penambat N juga menghasilkan senyawa bakteriosin
Universitas Sumatera Utara
yang
berfungsi
melindungi
tanaman
dari
serangan
penyakit
bakterial
(Hanafiah dkk, 2005).
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah
mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya
memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit atau tidak
tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan
mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan
menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan
P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus
megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga
berkemampuan tinggi dalam melarutkan K (Isroi, 2011).
Mikroorganisme mempunyai temperatur maksimal, optimal, dan minimal
untuk pertumbuhannya. Temperatur selama fermentasi perlu mendapat perhatian,
karena di samping temperatur mempunyai efek yang langsung terhadap
pertumbuhan
mikrobia
juga
mempengaruhi
komposisi
produk
akhir
(Fardias, 1988).
Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian untuk meningkatkan
kesehatan
dan
kesuburan
tanah
dan
tanaman
dengan
menggunakan
mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. EM4 mengandung
Lactobacillus, ragi, bakteri fotosintetik, Actinomycetes, dan jamur pengurai untuk
memfermentasi bahan organik tanah menjadi senyawa organik yang mudah
diserap oleh akar tanaman (Dibia dkk, 2009).
MOD 71 (microorganism decomposition), di dalamnya terkandung 7
bakteri pembusuk dan 1 bakteri hidup di dalam air. Kandungan MOD 71 terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari bakteri Azotobacter, Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas,
Cytophaga, Sporocytophaga, Microcococcus, Actinomycetes, dan Streptomyces.
Kandungan MOD 71 juga terdiri dari jamur Trichoderma sp, Aspergillus,
Gliocladium, dan Penicilium (BP2TP, 2011).
Puja 168 merupakan bioaktivator berbentuk cairan yang mengandung
bioenzim yang terbuat dari daun-daun dan buah-buahan segar yang diolah
sehingga menghasilkan mikroorganisme seperti Azospirillum sp, Bacillus,
Actinomycetes, dan bakteri pelarut fosfat. Selain itu juga mengandung zat
pengatur tumbuh berupa giberelin, sitokinin, dan auksin (SJK, 2011).
Hasil-Hasil Penelitian tentang Penggunaan Aktivator
Berdasarkan dari hasil penelitian Onggo (2004), penggunaan bioaktivator
ston F dengan dosis 0 mL/L, 2 mL/L, dan 4 mL/L yang diaplikasikan pada tanah
pada tanaman Leguminosa yakni kacang merah menunjukkan ada pengaruh
bioaktivator pada hasil yaitu, peningkatan jumlah polong, bobot polong, dan
bobot biji pertanaman. Hal ini diduga karena bakteri Rhizobium yang terkandung
dalam bioaktivator ston F ikut berperan menambah jumlah Rhizobium dalam
tanah dan mampu bersimbiosis dengan tanaman Leguminose dalam memfiksasi N.
Penggunaan bioaktivator Puja 168 dengan dosis 20 ml + 2 L air, EM 4
dengan dosis 10 ml + 1 L air, dan MOD 71 dengan dosis 100 ml + 100 g gula + 5
L air pada hasil penelitian Utomo (2010) yang diaplikasikan pada tanah gambut
menghasilkan respon pada tanaman Gmelina arborea yang tidak berbeda nyata.
Hal ini diduga karena kondisi lingkungan perakaran di tanah gambut yang ekstrim
akibat pH tanah yang rendah, berkisar 4,88-5,16 mengakibatkan mikroorganisme
Universitas Sumatera Utara
dekomposer yang ada dalam bahan bioaktivator tersebut tidak dapat tumbuh dan
berkembang, akibatnya peran yang seharusnya mendekomposisi bahan organik
dari tanah gambut berubah pada peningkatan adaptasi mikroorganisme untuk
bertahan hidup pada lingkungan ekstrim tersebut.
Hasil penelitian Utomo (2009) bahwa penggunaan bioaktivator nyata
meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, dan luas daun Artocarpus
communis. Pertumbuhan tanaman terbaik diperoleh pada aplikasi perlakuan
Aspergillus sp sebanyak 100 g yang diisolasi dari tanah gambut Desa Sei Toras
yang menghasilkan tinggi tanaman, diameter batang, dan luas daun paling tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Sedangkan bioaktivator Puja 168 dengan dosis
10 ml L-1, EM 4 dengan dosis 10 ml L-1, dan MOD 71 dengan dosis 100 ml + 1 g
L-1 menghasilkan respon tanaman yang tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Walaupun produk bioaktivator itu juga mengandung Aspergillus sp namun diduga
jenis Aspergillus dalam produk tersebut berbeda dengan jenis Aspergillus yang
berasal dari lokasi penelitian sehingga daya adaptasinya terhadap lingkungan
tanah setempat juga berbeda.
Aplikasi inokulum EM 4 pada media pembibitan berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan bibit sengon yang berumur 3 bulan. Sesuai dengan hasil
penelitian Suhartati (2008) produk EM 4 dengan dosis 5 ml + 5 g gula + 1 L air
yang diberi lima perlakuan yakni tanpa fermentasi, 3 hari fermentasi, 6 hari
fermentasi, 9 hari fermentasi, dan 12 hari fermentasi mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Hasil terbaik untuk tinggi tanaman, diameter batang, dan
jumlah daun diperoleh pada 9 hari fermentasi namun tidak berbeda nyata dengan
6 hari fermentasi. Sehingga dari segi efisiensi waktu maka 6 hari fermentasi lebih
Universitas Sumatera Utara
efektif untuk persiapan media bibit sengon. Periode 9 hari fermentasi merupakan
batas optimal fermentasi karena selama periode fermentasi tersebut terjadi
keseimbangan mikroba dalam tanah dan yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
pertumbuhannya. Hal ini juga dikarenakan semakin lama waktu fermentasi akan
semakin banyak mikroorganisme dan dapat menurunkan pH tanah sehingga
bersifat masam.
Aplikasi pemberian beberapa jenis aktivator terhadap pertumbuhan
Gmelina arborea di tanah gambut pada penelitian Irwansyah (2008) menunjukkan
bahwa Trichoderma sp dengan dosis 100 g + 5 L air memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata dibandingkan dengan aktivator yang lainnya seperti
Orgadec, EM 4, MOD 71, Supernasa, dan Puja 168. Hal ini akibat
mikroorganisme selain Trichoderma sp yang ditambah tidak banyak berperan
dalam meningkatkan kesuburan tanah gambut yang ditunjukkan oleh nilai C/N
yang tetap tinggi dan pH tanah yang juga sangat tinggi.pH tanah yang tinggi dapat
disebabkan oleh keberadaan mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam
organik yang menambah kemasaman tanah sehingga tidak dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Laju dekomposisi serasah di bawah tegakan mangium yang berumur 2, 4,
dan 6 tahun dengan pemberian aktivator EM 4, Stardec, dan Orgadec memberikan
hasil laju dekomposisi yang berbeda. Hasil penelitian Munawar dkk (2009)
menunjukkan bahwa laju dekomposisi serasah paling cepat yakni yang
menggunakan aktivator EM 4 pada tegakan yang berumur 2 tahun dan minggu
ke-8 dari 16 minggu pengamatan. EM 4 digunakan dengan dosis 4 ml + 5 g gula +
100 ml air + dedak 10 g, Stardec digunakan dengan dosis 5 g + abu 10 g dan
Universitas Sumatera Utara
kalsium karbonat 8 g + 300 ml air, dan Orgadec digunakan dengan dosis 5 g +
300 ml air yang semua larutan aktivator tersebut ditaburkan secara merata pada
serasah. Pemberian aktivator tersebut mempercepat laju dekomposisi serasah yang
di akhir penelitian jumlah serasah terdekomposisi akibat pemberian EM 4,
Stardec, dan Orgadec berturut-turut adalah 50,10 %, 44,80 %, dan 36,80 %.
Pembuatan kompos dari limbah nenas dengan bantuan aktivator dapat
menghasilkan kompos yang memenuhi standar kualitas kompos menurut SNI
nomor 19-7030-2004. Hasil penelitian Sriharti dan Salim (2002) menunjukkan
bahwa penggunaan bioaktivator EM 4, Green Phosko, dan Agrisimba tidak
berpengaruh nyata terhadap suhu pengomposan, waktu pengomposan, dan
besarnya penyusutan bahan. Pembuatan kompos dari limbah nenas dilakukan
dalam bioreaktor yang terbuat dari tong plastik dengan diameter 370 mm, tinggi
600 mm, dan kapasitas 50 L. Bagian tengah dan atas bioreaktor tersebut diberi
pipa PVC dengan diameter ½ inci yang berlubang untuk mengatur sirkulasi udara
atau pemasokan oksigen dan di bagian bawahnya diberi lembaran PVC yang
berlubang untuk tempat pengeluaran lindi.
Pengujian produk kompos pada penelitian Sriharti dan Salim (2002) terdiri
dari pengujian kualitas kimia dan fisik. Kompos sudah terbentuk pada hari ke-9
dari 10 hari penelitian. Pengomposan dengan ketiga jenis aktivator menghasilkan
kualitas kompos menurut SNI nomor 19-7030-2004 untuk parameter nilai pH
(EM 4 dan Agrisimba), kadar air, C-organik, nitrogen total, C/N ratio, P2O5, K2O,
CaO, S, Fe, Mn, dan Zn. Sedangkan untuk parameter MgO dan Al tidak
memenuhi standar kualitas kompos.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sentral dan di rumah kaca
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan mulai dari
Mei 2011 – September 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai tanaman sengon
(P. falcataria), semai tanaman akasia (A. mangium), semai tanaman suren (T.
sureni), EM 4 yang telah diinkubasi selama 6 hari, MOD 71, Puja 168, pupuk
dasar yakni kompos dan tanah ultisol sebagai media tempat tumbuh tanaman.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, cangkul,
parang, meteran, jangka sorong, timbangan, timbangan digital, gelas ukur, ember,
kertas label, dan polybag ukuran: 30 cm x 35 cm.
Metode Penelitian
Penelitian didesain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan 2 faktor yaitu:
1. Faktor A adalah jenis aktivator, yaitu:
A0 = kontrol
A1 = aktivator EM 4
A2 = aktivator MOD 71
A3 = aktivator Puja 168
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor T adalah jenis tanaman, yaitu :
T1 = sengon (P. falcataria)
T2 = akasia (A. mangium)
T3 = suren (T. sureni)
Semua perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh jumlah sebanyak 36
unit percobaan.
Model matematika yang digunakan dalam analisis data penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan percobaan ke-k dengan perlakuan ij (taraf ke-i dari
faktor A dan taraf ke-j dari faktor T)
µ
= Nilai rata-rata pengamatan
αi
= Pengaruh taraf ke-i dari faktor A
βj
= Pengaruh taraf ke-j dari faktor T
(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor T
εijk = Pengaruh galat percobaan ke-k dengan perlakuan ij
Hasil sidik ragam yang menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata
selanjutnya diuji dengan Uji DMRT (Duncan Multi Range Test).
Pelaksanaan Penelitian
1. Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan pada awal dan akhir penelitian untuk mengetahui
unsur hara kimia yang terdapat di dalam tanah tersebut yakni N, P, K, dan
juga bahan organik.
Universitas Sumatera Utara
2. Persiapan
Perlakuan bioaktivator disiapkan dengan cara sebagai berikut:
a. A0 (kontrol) yakni kondisi awal tanah tanpa diberikan aktivator
apapun.
b. Perlakuan A1 yakni EM 4 sebanyak 5 ml, ditambahkan 5 gr gula pasir,
dan 1 liter air kemudian diinkubasi selama 6 hari.
c. Perlakuan A2 yakni MOD 71 sebanyak 100 ml dan ditambahkan
dengan 100 gr gula pasir dan juga 5 liter air.
d. Perlakuan A3 yakni Puja 168 sebanyak 20 ml dan ditambahkan 2 liter
air.
3. Persiapan perkecambahan
Benih sengon, benih akasia, dan benih suren dikecambahkan dengan
media pasir yang telah disterilkan dan disemaikan di bak kecambah selama
21 hari.
4. Persiapan media tumbuh
Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah campuran tanah, pasir,
dan kompos dengan perbandingan berat (3 kg:1 kg:1 kg), kemudian dibuat
lubang tanam untuk menanam semai sengon, semai akasia, dan semai
suren.
5. Pemberian aktivator
Pemberian aktivator dilakukan seminggu sebelum penanaman sesuai
dengan dosis masing-masing aktivator yang telah disiapkan dengan urutan
perlakuan masing-masing. Media dalam polybag disiram dengan aktivator
yang telah disediakan.
Universitas Sumatera Utara
6. Penanaman
Penanaman semai tanaman pada polybag yang telah disiapkan adalah
berupa semai tanaman yang berumur 21 hari.
7. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore
hari. Penyiangan dilakukan untuk menghindari terjadinya persaingan
antara tanaman yang menggunakan aktivator dari gangguan gulma atau
tanaman pengganggu lainnya.
8. Pengukuran tanaman
Pengamatan dan pengukuran pertumbuhan dilakukan setiap 1 minggu
sekali. Parameter yang diamati adalah:
a. Sifat kimia tanah
Komposisi tanah dianalisis di awal dan di akhir penelitian untuk
mengetahui unsur hara kimia yang terdapat di dalam tanah tersebut
yakni N, P, K, dan bahan organik di Laboratorium Sentral Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
b. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh
tertinggi, pengukuran dilakukan pada setiap 1 minggu sekali dan
pengukuran menggunakan meteran.
c. Diameter batang
Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong
diukur pada pangkal batang bagian bawah (1 cm dari permukaan
Universitas Sumatera Utara
tanah) pada pengukuran 1 ditandai agar pada pengukuran berikutnya
dilakukan pada tempat yang sama.
d. Luas daun
Pengukuran luas daun dilakukan pada saat pengambilan data
terakhir. Daun yang diambil adalah daun yang terdapat pada
buku/node kedua dari pucuk tanaman dan merupakan daun yang telah
terbuka sempurna. Perhitungan luas daun dengan menggunakan
program Autocad 2006.
e. Bobot kering tanaman
Bobot kering tanaman meliputi bobot kering akar dan bobot kering
tajuk yang dianalisis di akhir pengambilan data. Bagian akar dan tajuk
tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C selama 48 jam lalu
bobot kering akar dan bobot kering tajuk tanaman masing-masing
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital atau timbangan
analitik.
f. Ratio tajuk akar
Pengamatan rasio tajuk akar merupakan perbandingan antara
bobot kering tajuk dan bobot kering akar.
Nilai ratio tajuk akar = Bobot kering tajuk tanaman
Bobot kering akar tanaman
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sifat Kimia Tanah
Data hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan hasil akhir kondisi tanah setelah diberi perlakuan aktivator
Parameter
Satuan
Kondisi Akhir
Kondisi Awal
A1
A2
A3
C-Organik
(Kriteria Tanah)
(%)
0,40
(sangat rendah)
0,94
(sangat rendah)
1,70
(rendah)
1,70
(rendah)
N-Total
(Kriteria Tanah)
(%)
0,84
(sangat tinggi)
1,18
(sangat tinggi)
1,39
(sangat tinggi)
1,27
(sangat tinggi)
P-Bray II
(Kriteria Tanah)
ppm
10,15
(rendah)
14,20
(rendah)
13,0
(rendah)
15,0
(rendah)
K-exch
(Kriteria Tanah)
me/100 g
0,12
(rendah)
0,14
(rendah)
0,16
(rendah)
0,20
(rendah)
Bahan Organik
(Kriteria Tanah)
(%)
0,69
(sedang-rendah)
1,62
(sedang)
2,93
(tinggi)
2,93
(tinggi)
Keterangan:A1 = Aktivator EM 4; A2 = Aktivator MOD 71; A3 = Aktivator Puja 16
Sumber: Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah, Lampiran 10
Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa terjadi perubahan sifat
kimia pada kondisi tanah setelah pemberian aktivator. Pada kondisi awal tanah, C
organik berada pada kriteria sangat rendah. Kemudian pada kondisi tanah setelah
diberi aktivator EM 4, C organik mengalami peningkatan walaupun masih berada
pada kriteria sangat rendah. Tanah yang diberi aktivator MOD 71 dan Puja 168, C
organik juga mengalami peningkatan dan berada pada kriteria rendah. Unsur N
pada kondisi awal dan setelah pemberian aktivator berada pada kriteria sangat
tinggi. Unsur N pada tanah yang diberi aktivator MOD 71 mengalami peningkatan
tertinggi yakni menjadi 1,39 %. Untuk P tersedia dan K dapat ditukar pada
Universitas Sumatera Utara
kondisi awal tanah dan setelah pemberian aktivator berada pada kriteria rendah
walaupun P tersedia dan K dapat ditukar mengalami peningkatan. Unsur P
tersedia (15,0 ppm) dan K dapat ditukar (0,20 me/100 g) pada tanah yang diberi
aktivator Puja 168 menunjukkan peningkatan yang tertinggi.
Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman (Lampiran 1) menunjukkan
bahwa perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi
tanaman. Sedangkan interaksi antara jenis tanaman dengan jenis aktivator dan
perbedaan jenis aktivator tidak berpengaruh nyata. Hasil uji lanjut (Gambar 1)
menunjukkan bahwa jenis tanaman sengon berbeda nyata dengan jenis akasia
mangium dan jenis suren. Pertambahan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada
tanaman sengon yakni 32,64 cm.
35
Tinggi Tanaman (cm)
30
25
20
15
32,64b
10
18,48a
15,69a
5
0
Sengon
Suren
Akasia
Gambar 1. Grafik rata-rata pertambahan tinggi seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam
(Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
Duncan pada taraf 5 %).
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata pertambahan tinggi seluruh tanaman dapat dilihat pada Gambar
2 yang menunjukkan bahwa tanaman sengon mempunyai pertambahan tinggi
yang tertinggi dibandingkan tanaman akasia mangium dan suren pada seluruh
jenis aktivator. Sedangkan, pertambahan tinggi tanaman suren lebih tinggi
Kontrol
Sengon
MOD71
Suren
9,29
29,04
18,63
15,74
EM4
21,24
40,35
16,43
21,74
32,26
15,81
17,82
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
28,93
Tinggi Tanaman (cm)
dibandingkan dengan tanaman akasia mangium.
Puja 168
Akasia
Gambar 2. Grafik pertambahan tinggi seluruh tanaman terhadap pemberian aktivator
Diameter Batang
Pertambahan diameter batang berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran
2) menunjukkan bahwa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap pertambahan
diameter batang. Namun, untuk perbedaan jenis aktivator dan interaksi antara
aktivator dengan tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan
diameter batang. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa tanaman sengon, akasia
mangium, dan suren berbeda nyata. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa
pertambahan diameter batang tertinggi terdapat pada tanaman sengon yakni 0,63
cm.
Universitas Sumatera Utara
Diameter Batang (cm)
0,7
0,6
0,5
0,4
0,63c
0,3
0,2
0,35b
0,1
0,18a
0
Sengon
Suren
Akasia
Gambar 3. Grafik rata-rata pertambahan diameter batang seluruh tanaman 14 minggu
(Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak
Duncan pada taraf 5 %).
Sama halnya dengan pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter
batang (Gambar 4) tanaman tertinggi juga terdapat pada tanaman sengon
dibandingkan jenis tanaman lain pada seluruh jenis aktivator. Sedangkan
pertambahan diameter batang tanaman suren lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman akasia mangium.
0,7
0,6
0,5
0,11
0,32
0,24
0,343
0,537
0,68
0,41
0,19
0,1
0,183
0,2
0,357
0,3
0,697
0,4
0,6
Diameter batang (cm)
0,8
0
Kontrol
EM4
Sengon
MOD 71
Suren
Puja 168
Akasia
Gambar 4. Grafik pertambahan diameter batang seluruh tanaman terhadap pemberian
aktivator
Universitas Sumatera Utara
Luas Daun
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa
perbedaan jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap luas daun. Sedangkan
interaksi antara jenis tanaman dengan jenis aktivator dan perbedaan jenis aktivator
tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun. Hasil uji lanjut (Gambar 5)
menunjukkan bahwa tanaman jenis sengon berbeda nyata dengan jenis akasia
mangium dan jenis suren. Luas daun tertinggi terdapat pada tanaman sengon
yakni 226,34 cm2.
250
Luas Daun (cm2)
200
150
100
226,34b
100,60a
50
45,84a
0
Sengon
Suren
Akasia
Gambar 5. Grafik rata-rata luas daun seluruh tanaman 14 minggu setelah tanam (Angka
yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak Duncan
pada taraf 5 %).
Sesuai dengan hasil uji lanjut yang menunjukkan bahwa tanaman sengon
berbeda nyata dengan tanaman akasia mangium dan suren, maka rata-rata luas
daun tertinggi (Gambar 6) terdapat pada tanaman sengon pada seluruh aktivator.
Sedangkan, luas daun suren lebih tinggi dibandingkan dengan luas daun akasia
mangium.
Universitas Sumatera Utara
450
400
300
393.32
250
200
9.87
87.98
162.61
55.37
93.08
40.35
109.65
77.79
50
111.71
100
202.83
150
146.61
Luas Daun (cm2)
350
0
Kontrol
EM4
Sengon
MOD71
Suren
Puja 168
Akasia
Gambar 6. Grafik perhitungan luas daun seluruh tanaman terhadap pemberian aktivator
Bobot Kering Tajuk
Analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis tanaman
yang berbeda berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Sedangkan
pemberian aktivator yang berbeda pada tanaman dan interaksi antara jenis
aktivator dengan jenis tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering
tajuk. Jenis tan