Dampak penghapusan Hambatan Tarif ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) Terhadap Devisa Indonesia Dari Sektor Pertanian

(1)

Rista Gema Maratama

44306025


(2)

Kerjasama kawasan yang kian penting, terutama masalah yang menyangkut tata ekonomi dunia.

Banyak bermunculan blok-blok kekuatan ekonomi baru, salahsatunya adalah ACFTA.

Potensi pasar yang sangat besar dengan PDB regional ketiga di dunia setelah Uni Eropa dan NAFTA.

Sektor Pertanian menjadi perhatian karena termasuk kedalam lima bidang kunci yang disepakati dalam

ACFTA dan merupakan sektor yang memiliki kontribusi yang besar bagi Indonesia.


(3)

Bagaimana proses pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) terhadap

negara-negara ASEAN khususnya Indonesia ?

Bagaimana kondisi Devisa dari Sektor Pertanian Indonesia sebelum dan sesudah

diberlakukannya ACFTA ?

Kontribusi apa yang diberikan ACFTA terhadap Devisa Indonesia khususnya dari Sektor

Pertanian ?


(4)

Pe berlakua

ACFTA berupa pengurangan serta

penghapusan hambatan tarif, penciptaan rezim investasi

yang kompetitif serta peningkatan kerjasama ekonomi

telah mempengaruhi pendapatan devisa Indonesia dari

sektor pertanian, hal ini terlihat dari meningkatnya

ekspor komoditas pertanian Indonesia terhadap Cina

pada

tahun

2010

dibandingkan

dengan

tahun


(5)

Hubungan Iternasional

Politik Internasional

Kerjasama Internasonal

Interdependensi

Regionalisme

Perjanjian Internasional

Ekonomi-Politik Internasional

Perdagangan Internasional

Perdagangan Bebas

Ekspor dan Impor

Devisa

Sektor Pertanian


(6)

Mekanisme ACFTA

ACFTA

(ASEAN-China Free Trade

Area)

Kontribusi Ekonomi Sektor

Pertanian Indonesia

Sektor Pertanian


(7)

Subektor pertanian :

1. Tanaman Pangan

2. Hortikultura

3. Perkebunan

4. Peternakan

Subsektor Perkebunan memberikan

kontribusi terbesar dalam ekspor

komoditas pertanian

(

Tabel 4.1, Hlm. 90

)

Perkembangan Ekspor Impor Sektor

Pertanian Indonesia-Cina 2005-2009

(

Tabel

4.2, Hlm. 94

)


(8)

0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000 14000000

2008

2009

2010


(9)

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000

2008

2009

2010


(10)

Munisterial Understanding on ASEAN Cooperation in Food,

Agriculture and Forestry

1. Re-Focusing

2. Non-Tariff Barrier

3. Teknologi budidaya & Penghapusan ekonomi biaya tinggi

4. Keunggulan kompetitif produk pertanian.

5. Kedubes RI & Konsulat Jenderal sebagai promosi dan intelijen.

6. One village one product.


(11)

dampak yang cukup signifikan bagi perolehan devisa Indonesia dari sektor

pertanian. Hal tersebut diindikasikan dari adanya kecenderungan

peningkatan dari ekspor komoditas pertanian Indonesia terhadap Cina.

Hal tersebut juga mengindikasikan bahwasannya dengan pemberlakuan

ACFTA telah cukup efektif dalam mendorong peningkatan perolehan

devisa Indonesia dari sektor ini. Beberapa strategi Indonesia dalam

memajukan peningkatan pertumbuhan perdagangan bagi komoditas

pertanian telah memberikan efek yang cukup positif dalam rangka

mendorong tumbuh kembangnya sektor ini.


(12)

(13)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Komputer Indonesia

Rista Gema Maratama 44306025

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

BANDUNG 2012


(14)

ii

dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung 2012.

Hubungan perdagangan antara ASEAN dan Cina sebenarnya telah terjadi cukup lama, berangkat dari hubungan tersebut maka pada tahun 2001 digelar ASEAN-China Summit di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan kelima antara ASEAN dengan Cina ini menyetujui usulan Cina untuk membentuk ACFTA dalam waktu 10 tahun. Lima bidang kunci yang disepakati untuk dilakukan kerjasama adalah pertanian, telekomunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, investasi antar-negara dan pembangunan di sekitar area sungai Mekong. Hal tersebutlah yang menjadi cikal bakal terbentuknya ACFTA, dalam penelitian ini difokuskan terhadap bagaimana pengaruhnya pemberlakuan ACFTA terhadap devisa Indonesia yang dihasilkan dari sektor pertanian.

Dari bahasan tersebut dapat ditarik dua variabel, yaitu ACFTA sebagai variabel bebas dan devisa Indonesia dari sektor pertanian sebagai variabel terikat. Metode dan teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis dan studi kepustakaan. Sedangkan pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Teori Ekonomi-Politik Internasional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah, “Pemberlakuan ACFTA berupa penghapusan hambatan tarif telah berdampak terhadap pendapatan devisa Indonesia dari sektor pertanian, hal ini terlihat dari meningkatnya

nilai surplus komoditas pertanian Indonesia terhadap Cina”.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dengan pemberlakuan ACFTA terhadap negara-negara ASEAN khususnya Indonesia telah cukup efektif dalam memberikan kontribusi yang positif bagi laju pertumbuhan perdagangan komoditas pertanian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusinya dalam peningkatan nilai surplus dan ekspor dari sektor pertanian Indonesia pada tahun 2010 bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada masa sebelum efektif berlakunya ACFTA terhadap Indonesia.

Kata Kunci : ACFTA, Perdagangan Internasional, Devisa Indonesia dan Sektor Pertanian


(15)

iii

Relations, Faculty of Social and Political Sciences, University Computer Indonesia, Bandung 2012.

Trade relations between ASEAN and China was actually happened a long time before, departing from the relationship, ASEAN-China Summit held in 2001 was held at Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. The fifth meeting between ASEAN and China approved the proposal of China for ACFTA formed within 10 years. There is five key areas of cooperation was agreed, which is agriculture, telecommunications, human resource development, inter-state investment and development in the surrounding area of the Mekong river. This is exactly what became the basic for the establishment of ACFTA, in this research focused on how they affect the implementation of ACFTA on Indonesia's foreign exchange generated from the agricultural sector.

Can be drawn from the discussion of two variables, namely the implementation of ACFTA as independent variables and Indonesia's foreign exchange from agricultural sector as the dependent variable. Methods and research techniques used in this study was descriptive-analytical methods and literature study. While the theoretical approaches used in this study is International Political Economy Theory. The hypothesis in this study is, "The ACFTA implementation in elimination of tariff barriers have an affecting Indonesia's Foreign Exchange earnings from Agricultural Sector, it is seen from the increasing the surplus value on Agricultural commodities from Indonesia to China".

Based on the results of this research, it can be concluded that with the implementation of ACFTA on the ASEAN countries, especially Indonesia has been quite effective in providing a positive contribution to growth rate of trade in agricultural commodities Indonesia. This is evident from its contribution in increasing the surplus and the export value of Indonesian agricultural sector in 2010 when compared with previous years, namely the period before the effective enactment of ACFTA for Indonesia.

Keywords: ACFTA, International Trade, Indonesia Foreign Exchange and Agriculture Sector


(16)

iv

kepada Allah SWT atas ridho, berkat serta anugerah yang telah diberikannya. Sehingga penulis dapat senantiasa memperoleh semangat, kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini, dengan judul, “Pengaruh pemberlakuan ACFTA terhadap Devisa Indonesia dari Sektor Pertanian”.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa, dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam segi penulisan dan pembahasan. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, baik dari segi spiritual, moral dan material. Oleh karena itu, dengan segenap hati dan dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

2. Bapak Andrias Darmayadi, S.IP., M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Hubungan Internasional. Terimakasih untuk segala ilmu dan didikan yang bapak berikan untuk kami. Bapak adalah pengajar, orang tua dan teman bagi kami semua.


(17)

v penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si, Bapak Budi Mulyana, S.IP., M.Si, Ibu Dewi Triwahyuni, S.IP., M.Si dan Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP, selaku dosen-dosen tetap Prodi Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM. Terima Kasih atas segala bimbingan dan ilmu-ilmu yang diberikan kepada penulis selama masa-masa kuliah.

5. Dwi Endah Susanti, S.E (teh Uwi), selaku Sekretariat Prodi Ilmu Hubungan Internasional UNIKOM. Terima kasih atas kerjasama serta berbagai bantuan dalam hal administrasi pada penulis.

6. Boetje Rislan Denny (Alm.) dan Tati Suryatini selaku orang tua penulis. Terima kasih atas segala arahan, nasehat, bimbingan, kasih sayang, perhatian serta doanya, kalian berdua adalah pahlawan bagi penulis.

7. Ruchyat Deni dan Dian Mardianti selaku om dan tante dari penulis. Terima kasih banyak yang sebesar-besarnya untuk om dan tante yang telah memberikan bantuan yang besar kepada penulis baik secara materil dan non-materil, semoga om dan tante sehat selalu. Jangan lupa yah oleh-olehnya kalau om dan tante lagi ke Eropa.

8. Trisakti Aria Yudisthira, Dwi Damayanti, Abimanyu Catur Rhamadika, Anissa Septira, Benny Angga Saputra dan Bima Cipta Panca, selaku para sahabat penulis yang telah banyak memberikan motivasi, dukungan serta


(18)

vi

proyek kita yang sempat tertunda. Untuk Benny, jangan lupa yah, jadwal kita maen Heroes of Newerth itu ga bisa diganggu gugat, just for fun mate !.

9. Untuk seluruh teman-teman HI angkatan 2006, baik yang sudah lulus duluan atau yang masih dalam penyusunan skripsi, yang belum mulai menyusun skripsi dan yang tidak menyelesaikan kuliahnya. Terima kasih banyak, kalian semua adalah teman-teman yang sangat baik dan berharga bagi penulis.

10.Serta semua pihak yang telah membantu kelancaran pengerjaan dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas semuanya dengan yang lebih baik dan sempurna. Semoga skripsi ini menjadi sesuatu yang memiliki manfaat dan kegunaan bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan memerlukannya.

Bandung, 2012


(19)

vii ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ………... ………... ………... ………... ………... ………... ii iii iv vii xi xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian 1.2Identifikasi Masalah 1.3 Pembatasan Masalah 1.4 Perumusan Masalah

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

1.5.2 Kegunaan Penelitian 1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis

dan Definisi Operasional

1.6.1 Kerangka Pemikiran 1.6.2 Hipotesis

1.6.3 Definisi Operasional 1.7 Metode dan Teknik Penelitian

1.7.1 Metode Penelitian 1.7.2 Teknik Penelitian 1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.8.1 Lokasi Penelitian 1.8.2 Waktu Penelitian 1.9 Sistematika Penulisan

………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... ………... 1 10 11 11 12 12 12 13 13 22 23 24 24 24 25 25 25 26


(20)

viii 2.4 Regionalisme

2.4.1 Definisi dan klasifikasi Regional atau Kawasan

2.4.2 Karatkteristik Regionalisme 2.4.3 Bentuk-bentuk Regionalisme 2.5 Perjanjian Internasional

2.5.1 Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional

2.5.2 Berakhirnya Suatu Perjanjian Internasional

2.6 Ekonomi-Politik Internasional 2.7 Perdagangan Bebas

2.8 Ekspor dan Impor 2.9 Devisa

2.10 Sektor Pertanian

……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 34 34 34 36 37 38 40 41 44 44 46 47

BAB III OBJEK PENELITIAN

3.1 ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) 3.1.1 Latar belakang dibentuknya ACFTA 3.1.2 Landasan hukum ACFTA

3.1.3 Peraturan nasional terkait dengan ACFTA

3.1.4 Tahap Pemberlakuan ACFTA terhadap Negara Anggota

3.1.5 Tujuan dibentuknya ACFTA 3.1.6 Peluang Indonesia dalam ACFTA 3.1.7 Manfaat ACFTA bagi Indonesia

……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 48 48 49 50 51 52 52 53


(21)

ix 3.1.10 Ketentuan Asal Barang dalam

ACFTA

3.1.11 Penyelesaian Sengketa 3.1.12 Persetujuan Perdagangan Jasa 3.1.13 Persetujuan Investasi

3.1.14 Kerjasama Ekonomi

3.2 Gambaran Umum Pertanian Indonesia 3.2.1 Kontribusi Ekonomi dari Sektor

Pertanian

3.2.2 Peranan Sektor Pertanian dalam menciptakan 3F (Food, Feed & Fuel) 3.2.3 Pertanian sebagai Sektor Kunci

Perekonomian Indonesia 3.2.4 Mutu dan Standarisasi

3.2.5 Kontribusi Sektor Pertanian dalam pembentukan Devisa negara 3.2.6 Peningkatan Nilai Tambah, Daya

Saing dan Ekspor di Sektor Pertanian 3.2.7 Potensi dan Permasalahan Pertanian

Indonesia 3.2.7.1 Potensi 3.2.7.2 Permasalahan

3.3 Perkembangan Neraca Perdagangan antara ASEAN dengan Cina

……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 57 57 58 59 60 60 62 64 65 68 71 72 74 74 75 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemberlakuan Penghapusan Hambatan Tarif


(22)

x Indonesia-Cina sebelum efektif diberlakukannya ACFTA 4.2.2 Kondisi Neraca Perdagangan

Indonesia-Cina setelah efektif diberlakukannya ACFTA

4.3 Prospek ACFTA terhadap Sektor Pertanian Indonesia

4.4 Kendala yang dihadapi dari pemberlakuan ACFTA di Indonesia

4.5 Langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi ACFTA

4.6 Tantangan Sektor Pertanian Indonesia 4.7 Analisis pemberlakuan ACFTA terhadap

Neraca Perdagangan Sektor Pertanian Indonesia ……… ……… ……… ……… ……… ……… ……… 88 89 91 93 95 98 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 5.2. Saran ……… ……… 103 107 DAFTAR PUSTAKA


(23)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Hubungan Internasional adalah suatu hubungan yang melewati batas suatu negara mencakup bidang yang multidimensi serta bersifat interdisipliner. Perkembangan hubungan internasional saat ini telah mengalami banyak perubahan, terutama pasca perang dingin yang merubah dan memunculkan corak baru dalam dinamika hubungan internasional. Dinamika hubungan internasional saat ini telah menunjukkan berbagai kecenderungan baru yang yang secara substansial sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Globalisasi dinilai merupakan suatu hal yang menjanjikan karena globalisasi berkaitan dengan masalah transfer teknologi, pemindahan ideologi terutama dari negara maju ke negara dunia ketiga. Lima ciri pokok globalisasi yakni pertumbuhan pesat dalam transaksi keuangan internasional, pertumbuhan pesat dalam bidang perdagangan, khususnya perusahaan-perusahaan multinasional, gejolak investasi asing, teknologi komunikasi dan informasi serta transportasi yang semakin canggih dan munculnya pasar global.

Keterkaitan globalisasi dengan ekonomi juga tidak dapat dipungkiri. Isu ekonomi dalam dunia internasional mulai muncul setelah era pasca perang dingin yang ditunjukkan dengan munculnya pemikiran bahwa mekanisme pasar merupakan instrumen yang efisien dalam melakukan hubungan dan aktifitas ekonomi yang dapat diterima secara global.


(24)

Perdagangan internasional merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kemajuan ekonomi negara-negara di dunia. Menurut sejumlah ahli jika perekonomian dunia ingin makmur dalam suasana yang berubah seperti sekarang perdagangan harus memainkan peranan vital.

Kegiatan perdagangan mampu menggantikan ekspansi wilayah dan perang militer sebagai kunci pokok menuju kesejahteraan dan pencapaian kekuasaan internasional. Manfaat perdagangan dan kerjasama internasional dewasa ini jauh melampaui manfaat persaingan militer dan perluasan wilayah.

Dengan berkembangnya hubungan internasional pasca perang dingin telah memunculkan isu-isu yang baru, salah satunya adalah mengemukanya hubungan

yang bersifat “Low Politics”. Pasca Perang dingin yang ditandai dengan berakhirnya persaingan Ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, telah mempengaruhi isu-isu Hubungan Internasional yang sebelumnya lebih fokus pada isu-isu High Politics (isu poltik dan keamanan) kepada isu-isu Low Politics (misalnya, Hak asasi manusia, ekonomi, lingkungan hidup, terorisme) yang dianggap sudah sama penting dengan isu High Politics (Perwita dan Yani, 2005 : 5).

Perubahan ini mempengaruhi hubungan antar bangsa. Jika pada masa perang dingin isu-isu ideologis dan militer sangat dominan, maka pada era pasca perang dingin tema-tema seperti yang demikian semakin menyurut. Sebagai gantinya maka muncul isu-isu seperti HAM (Hak Asasi Manusia), politik-ekonomi dan demokratisasi sebagai indikator yang menentukan hubungan internasional.


(25)

Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas dunia merupakan dua arus yang saling mempengaruhi atau memperkuat satu dengan yang lainnya, yang saat ini sedang menghadang dunia. Dan kedua arus tersebut akan semakin kuat pada masa yang akan datang, seiring dengan kemajuan teknologi serta peningkatan pendapatan perkapita dan pertambahan jumlah penduduk dunia. Secara sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana semakin banyak negara di dunia yang terlibat langsung dengan kegiatan ekonomi dunia atau produksi dunia.

Munculnya dua arus ini mengubah tatanan perekonomian dan perdagangan dunia yang akan berpengaruh sangat kuat terhadap setiap negara, terutama yang menerapkan kebijakan perdagangan bebas atau ekonomi terbuka. Integrasi perdagangan antar negara meningkat pesat terutama pada tahun 1970-an, pada saat itu banyak negara mulai menerapkan sistem ekonomi terbuka yang di sebut era keterbukaan global. Akan tetapi, tidak semua negara mengalami laju pertumbuhan perdagangan internasional yang sama.

Ada negara yang mengalami pertumbuhan perdagangan luar negeri yang pesat, tetapi banyak negara yang tidak dapat memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang muncul dari pertumbuhan perdagangania dunia. Dalam perkembangan ekonomi internasional, perdagangan merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan 2 kemajuan ekonomi negara-negara di dunia. Jika suatu negara ingin makmur maka perdagangan dunia merupakan salah satu cara untuk mencapainya, selain itu perdagangan dunia mempunyai peranan yang


(26)

sangat penting dalam menjaga hubungan kerjasama antar negara maju dengan negara berkembang terutama di bidang ekonomi.

Di era perdagangan bebas hampir semua negara berusaha untuk meningkatkan kapabilitas negaranya dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya. Salah satu cara yang di tempuh oleh negara tersebut adalah dengan melakukan aktivitas perdagangan internasional dimana terjadi ekspor dan impor barang keluar batas negara yang didasarkan pada prinsip perdagangan bebas. Negara-negara yang terlibat dalam proses perdagangan ini sering mengalami hambatan yang dapat ketika negara tersebut harus berhadapan dengan hukum suatu negara yang tidak sesuai dengan aturan hukum dagang di negara lain (Arifin, 2007:130).

Pergeseran paradigma yang terjadi di dalam hubungan internasional menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola hubungan suatu aktor dengan aktor lainnya. Dalam hal ini, yaitu dengan mengemukanya konsep regionalisme, dimana konsep ini menjadi sebuah konsep yang penting dalam hubungan antar aktor. Kerjasama kawasan saat ini menjadi kian penting, karena masalah-masalah menyangkut tata ekonomi dunia, hutang luar negeri, pertumbuhan ekonomi, arus modal, perdagangan menjadi sangat penting dalam mengatur pola hubungan antar aktor. Sehingga mendorong dunia berkembang dan dunia maju untuk melakukan kerjasama demi mempertahankan eksistensinya masing-masing. Sehingga tidak heran jika hingga saat ini banyak bermunculan blok-blok kekuatan ekonomi baru.

Banyak negara-negara saat ini yang sedang berusaha untuk mengurangi hambatan tarif dalam perdagangan internasional dan juga berusaha untuk


(27)

melakukan pengintegrasian ekonomi regional. Hasil dari usaha untuk menciptakan wilayah integrasi ekonomi tersebut adalah dimana negara-negara peserta dari integrasi tersebut dapat melakukan perdagangan internasional terhadap sesama negara anggota yang lain tanpa dikenakan biaya tanpa dikenakan biaya tambahan atau hambatan tarif. Hal ini telah diterapkan oleh sejumlah blok perdagangan seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asia Pasifik Economic Coorporation (APEC), Europe Free Trade Area (EFTA), dan North America Free Trade Area (NAFTA).

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) adalah sebuah bentuk kerjasama di bidang ekonomi antar negara Cina dengan negara-negara anggota ASEAN, khususnya dalam hal ini adalah kerjasamanya dengan Indonesia. ACFTA mencakup 1,9 Milyar konsumen, dengan PDB regional ketiga di dunia setelah Uni Eropa dan NAFTA, merupakan formalisasi dari proses integrasi perekonomian kawasan yang sudah berjalan dimana Cina adalah mitra penting bagi ASEAN dan begitu pula sebaliknya. Bagi Indonesia, Cina dan ASEAN berpotensi untuk menyerap 30% pasar ekspor dan pemasok 48% dari kebutuhan impor (http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/03/12/bagaimana-mekanisme-acfta-2010/ - Diakses pada 12 April 2010).

Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam pada November 2001. Hal ini diikuti dengan penandatanganan naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada


(28)

November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (http://www.aseansec.org/16646.htm - Diakses pada 12 Mei 2010).

Pada November 2004, peserta China-ASEAN Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Januari 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN 5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan Cina sepakat untuk menghilangkan hambatan tarif 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya pemberlakuan kesepakatan ditunda hingga tahun 2015 (http://www.aseansec.org/16646.htm - Diakses pada 12 Mei 2010).

Dalam perjanjian ACFTA, terdapat kerjasama di bidang ekonomi, beberapa diantaranya adalah dalam sektor pertanian, teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan sumber daya manusia, investasi dan pembangunan sungai Mekong. Dalam hal ini, sektor pertanian menjadi perhatian karena selain merupakan salah satu sektor unggulan yang dimiliki oleh Indonesia juga merupakan sektor yang telah memberikan cukup banyak kontribusi bagi Indonesia.

Tercatat dalam data ekspor non-migas Indonesia terhadap Cina telah cukup banyak mengalami peningkatan, yaitu tercatat pada bulan Januari-Agustus tahun 2009 ekspor non-migas Indonesia mencapai nilai 5.2 milyar USD,


(29)

(http://www.depdag.go.id/statistik_neraca_perdagangan_dengan_negara_mitra_da gang/ - Diakses pada 12 November 2010).

Memasuki bulan September tahun 2010, ekspor non-migas Indonesia meningkat tajam. Seiring dengan meningkatnya ekspor non-migas, selama semester I tahun 2010 ekspor pertanian Indonesia juga meningkat cukup tinggi dibanding ekspor pada periode tahun sebelumnya. Berita resmi BPS pada September tahun 2010 melaporkan bahwa ekspor Indonesia pada semester I meningkat sekitar 42,26% dibanding periode yang sama pada tahun 2009. Prestasi ini berasal dari kenaikan ekspor migas sebesar 73,66% dan ekspor nonmigas sebesar 36,94%. Eskpor nonmigas selama periode Januari-Juli mencapai nilai 69 milyar USD atau sekitar 82.30% dari nilai total ekspor pada periode yang sama yang mencapai 85 milyar USD. Nilai ekspor pertanian primer selama enam bulan pertama tahun 2010 mencapai nilai 2,75 milyar dolar atau meningkat 17,55% (http://bps.go.id/ - Diakses pada 23 November 2010).

Sementara nilai ekspor komoditas berbasis pertanian mencapai 11,8 milyar USD atau naik 45,60% dibanding capaian pada periode yang sama tahun 2009. Peningkatan terbesar ekspor nonmigas berasal dari karet dan barang-barang dari karet serta komoditas lemak minyak nabati dan hewan. Ekspor lemak dan minyak pada bulan semester I 2010 meningkat 19,32% dibanding capaian tahun sebelumnya. Ekspor karet dan barang dari karet melonjak 103,89% atau berlipat dua kali lebih dari capaian tahun sebelumnya (http://bataviase.co.id/node/392716 - Diakses pada 23 November 2010).


(30)

ACFTA dinilai oleh beberapa kalangan sebagai sebuah ancaman bagi Indonesia, namun lainnya mengatakan bahwa dengan adanya ACFTA merupakan peluang bagi Indonesia untuk terus meningkatkan daya saing produknya di dunia internasional terutama dalam sektor pertanian. Beberapa produk-produk pertanian Cina memang sudah masuk ke Indonesia, seperti jenis buah-buahan dan sayuran dimana jika dilihat dari segi kualitas memang cukup baik serta harga yang lebih terjangkau. Namun Indonesia dalam hal ini masih mempunyai keunggulan secara kualitas yang cukup baik dengan Cina terutama dalam produk-produk seperti, kakao atau coklat, kelapa sawit, kopi, teh, karet dan lainnya.

Disamping itu hal ini didukung oleh program Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2010-2014, dimana disebutkan dalam salah satu poinnya adalah dengan menargetkan peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, peningkatan kesejahteraan petani, neraca perdagangan serta investasi pertanian yang merupakan sebagian program yang menjadi perhatian bagi Kementrian Pertanian (http://www.deptan.go.id/ - Diakses 09 April 2010).

Berdasarkan paparan fenomena diatas, maka timbul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh diberlakukannya ACFTA sebagai sebuah kerjasama perdagangan antara ASEAN-Cina dan pengaruhnya terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian. Beberapa alasan mengapa penulis mengambil topik ini, yaitu :

1. Topik ini sangat relevan dengan disiplin ilmu Hubungan Internasional, khususnya dalam pembelajaran mengenai perdagangan bebas.


(31)

2. Topik ini menimbulkan rasa ingin tahu peneliti tentang dampak diberlakukannya ACFTA terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian serta bagaimana prospek pertanian Indonesia untuk kedepannya.

Berdasarkan pernyataan dan fakta yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian yang akan dituangkan dalam laporan penelitian dengan judul :

Dampak Penghapusan Hambatan Tarif ASEAN-China Free Trade

Area (ACFTA) terhadap Devisa Indonesia dari Sektor Pertanian

Penelitian ini didukung oleh beberapa mata kuliah pokok yang dipelajari di Prodi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, yaitu :

1. Pengantar Ilmu Ekonomi. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah dasar dalam mempelajari ilmu Ekonomi secara teori maupun applikasinya. Teori-teori ini dapat dijadikan sebagai landasan teoritis dalam penelitian ini.

2. Ekonomi Politik Internasional dan Bisnis Internasional. Kedua mata kuliah ini secara umum mengkaji tentang hubungan atau interaksi antar aktor dalam hubungan internasional berdasarkan perspektif ekonomi. Teori-teori dari mata kuliah ini dapat dijadikan sebagai landasan teoritis dalam penelitian ini.


(32)

3. Organisasi dan Administrasi Internasional, yang membahas mengenai peran suatu aktor non-negara dalam hubungan internasional dalam menciptakan interaksi global.

4. Hubungan Internasional Kawasan. Mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang khusus mengkaji tentang kawasan (Region) serta pola interaksi diantara para aktor dalam hubungan internasional yang terjadi di dalamnya.

1.2 Identifikasi Masalah

Dengan melihat pada pernyataan sebelumnya maka permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pemberlakuan penghapusan hambatan tarif ACFTA

(ASEAN-China Free Trade Area) terhadap negara-negara ASEAN,

khususnya Indonesia ?

2. Bagaimana kondisi Neraca Perdagangan (Trade Balance) sektor pertanian Indonesia terhadap Cina pada sebelum dan sesudah diberlakukannya ACFTA ?

3. Seberapa besar kontribusi yang diberikan dari pemberlakuan ACFTA terhadap perdagangan komoditas pertanian Indonesia-Cina ?


(33)

1.3 Pembatasan Masalah

Dikarenakan luasnya permasalahan yang akan diteliti, maka berdasarkan yang telah di uraikan sebelumnya penelitian ini akan dibatasi pada kajian terhadap pengaruh diberlakukannya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian.

Dalam hal ini akan dibatasi pada pembahasan mengenai perkembangan perdagangan dari sektor pertanian Indonesia terhadap Cina baik sebelum dan sesudah diberlakukannya ACFTA, upaya atau langkah yang dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan daya saing pertanian Indonesia serta dampaknya terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan dari hasil uraian identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Bagaimana kontribusi dari pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free

Trade Area) yang berupa penghapusan hambatan tarif perdagangan

bagi komoditas pertanian terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian ?


(34)

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan meneliti proses pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China

Free Trade Area) terhadap negara-negara ASEAN khususnya Indonesia.

2. Mengetahui dan meneliti kebijakan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dan khususnya Kementrian Pertanian Indonesia dalam meningkatkan daya saing komoditas pertanian Indonesia di dalam ruang lingkup ACFTA.

3. Mengetahui dan meneliti kontribusi apa yang diberikan ACFTA terhadap devisa Indonesia dari sektor pertanian.

1.5.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan teori-teori dalam ilmu hubungan internasional serta dapat memberikan wawasan bagi para peneliti dan para akademisi ilmu hubungan internasional.

2. Sebagai sumbangan ilmiah terhadap perkembangan ilmu hubungan internasional dan menambah wawasan mengenai ekonomi internasional dan perdagangan bebas.

3. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang berpedoman pada metode dan teknik yang


(35)

sifatnya ilmiah sekaligus sebagai syarat bagi peneliti dalam menyelesaikan studi ilmu Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Komputer Indonesia.

1.6 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Definisi Operasional 1.6.1 Kerangka Pemikiran

Dewasa ini hubungan internasional telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada dasarnya hubungan internasional mengacu pada seluruh bentuk interaksi hubungan antar negara. Hubungan yang terjadi di negara-negara tersebut dapat berupa hubungan kerjasama atau merupakan hubungan konflik atau persaingan. Sama halnya dengan individu bahwa negara juga membutuhkan suatu hubungan, karena tidak dapat hidup sendiri dan tentunya mempunyai kelemahan atau kekurangan sehingga perlunya hubungan dengan negara lain yang mungkin dari sanalah upaya sebuah negara dalam memenuhi kebutuhan nasionalnya serta dapat tercapainya suatu kepentingan bersama.

Tujuan utama studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu pelaku para aktor, baik itu negara maupun non-negara dalam arena interaksi internasional. Dalam pemahaman bahwa setiap negara tidak dapat memenuhi kebutuhan nasionalnya sendiri tetapi melibatkan negara-negara yang lainnya sehingga membentuk interaksi internasional. Dalam hubungan internasional, interaksi yang terjadi antar aktor dapat dikenali karena intensitas keberulangannya (recurrent) sehingga membentuk suatu pola tertentu. Secara


(36)

umum bentuk reaksi dari suatu negara terhadap negara lain dapat berupa akomodasi (accommodate), mengabaikan (ignore), berpura-pura seolah-olah informasi atau pesan dari negara lain belum diterima (pretend), mengulur-ulur waktu (procastinate), menawar (bargain) dan menolak (resist) aksi dari negara lain (Perwita & Yani, 2005: 42).

Tentunya dalam setiap interaksi antar negara yang terjadi, bahwa setiap negara akan memperjuangkan kepentingan-kepentingannya terhadap negara lainnya. Interaksi tersebut kemudian akan mempertemukan berbagai bentuk politik luar negeri dari masing-masing negara yang terlibat di dalamnya. Pertemuan dari politik luar negeri berbagai negara ini disebut politik internasional. Politik Internasional merupakan salah satu kajian pokok dalam Hubungan Internasional. Politik Internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam Hubungan Internasional. Bentuk-bentuk interaksi berdasarkan banyaknya pihak yang melakukan hubungan antara lain dibedakan menjadi hubungan bilateral, trilateral, regional dan multilateral. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa suatu hubungan atau interaksi dapat berupa hubungan kerjasama, dalam hal ini adalah kerjasama internasional.

Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat internasional yang saling bergantung satu sama lain serta suatu usaha dari masing-masing masyarakat internasional untuk menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang sama. Dalam melakukan kerjasama tersebut diperlukan suatu wadah yang dapat memperlancar suatu kerjasama tersebut. Tujuan dari kerjasama tersebut


(37)

adalah ditentukan oleh persamaan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat.

Salah satu konsep utama yang dapat dipakai untuk menggambarkan sifat sistem internasional saat ini adalah konsep interdependensi. Konsep ini menyatakan bahwa negara bukan aktor independen secara keseluruhan, malah negara saling bergantung satu sama lainnya. Tidak ada satu negara pun yang secara keseluruhan dapat memenuhi sendiri kebutuhannya.

Menurut Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani dalam

Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa :

“Interdependensi itu sebenarnya merupakan turunan dari perspektif

liberalisme yang terdapat dalam studi Hubungan Internasional. Liberalisme Interdependensi memiliki asumsi bahwa modernisasi akan menigkatkan tingkat interdependensi antar negara. Aktor transnasional menjadi semakin penting, kekuatan militer merupakan instrumen yang tidak absolut dan kesejahteraan merupakan tujuan yang dominan dari negara. Interdependensi kompleks akan menciptakan dunia hubungan

internasional yang jauh akan lebih kooperatif” (2005: 78).

Saling ketergantungan (interdependensi) dapat terjadi dalam berbagai isu, seperti ekonomi, politik dan sosial. Dalam mengamati fenomena interdependensi, terdapat beberapa sektor ekonomi dan politik dalam hubungan interdependensi antar negara, salah satunya yaitu sektor perdagangan. Sektor perdagangan merupakan sektor penting dalam memahami ketergantungan ekonomi. Hubungan ekonomi melalui perdagangan dapat berubah dan perubahan tersebut dapat mempengaruhi interdependensi.

Transaksi perdagangan memiliki implikasi besar terhadap interdependensi dibandingkan transaksi internasional yang melibatkan pertukaran informasi antar pemerintah. Antar negara akan terjadi mutual dependent dalam hal barang dan


(38)

jasa yang tidak dapat diproduksi oleh mereka sendiri. Interdependensi ini semacam ini akan sangat merugikan apabila diputuskan hubungannya. Berangkat dari hal tersebut maka konsep ini berelasi dengan konsep hubungan dalam sebuah kawasan (2005 : 78).

Regionalisme merupakan salah satu konsep dalam ilmu hubungan internasional dimana hal ini berkaitan erat dengan fenomena globalisasi yang di satu sisi menjadikan dunia lebih kecil dan memungkinkan terjadinya penyatuan wilayah baik dalam arti geografi, ekonomi, politik dan budaya.

Beberapa teori yang mengklasifikasikan suatu kawasan, Pertama, negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan memiliki kedekatan geografis.

Kedua, memiliki kemiripan sosiokultural. Ketiga, terdapatnya kemiripan dan sikap dan tindakan politik. Keempat, kesamaan keanggotaan dalam organisasi internasional. Dan kelima, adanya ketergantungan ekonomi yang diukur dari perdagangan luar negeri.

Menurut Louis Cantori dan Steven Spiegel kawasan adalah adanya hubungan atau interaksi antara dua negara atau lebih dan memiliki kedekatan geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial dan sejarah. (2005: 104).

Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya konsep ini. Dengan membentuk organisasi regional dan atau menjadi anggota organisasi regional, maka negara-negara tersebut telah menggalang bentuk kerjasama intra-regional.


(39)

Bentuk tertinggi dari kerjasama semacam ini adalah integrasi ekonomi. Bentuk integrasi ini terbagi dalam dua tingkat. Tingkat pertama disebut dengan

“integrasi dangkal” (shallow integration) yang hanya mengacu kepada upaya regional untuk mengurangi atau menghapuskan kendala-kendala perdagangan.

Tingkat kedua yaitu “integrasi dalam” (deep integration) yang bertujuan untuk mencapai kesatuan ekonomi dan fiskal secara menyeluruh (full economic and monetary union). (2005 : 108).

Perdagangan bebas juga dapat dikatakan sebagai produk dari perjanjian internasional (International Agreement). Perjanjian internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Pembuatan Perjanjian Internasional dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu Perundingan (negotiation), Penandatanganan (signature) dan Pengesahan (ratification).

Perjanjian internasional dapat muncul dari adanya kerjasama internasional, hal ini terbagi ke dalam Treaty Contract dan Law Making Treaties. Treaty Contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara pihak yang mengadakan perjanjian itu, seperti perjanjian dwi kewarganegaraan, perbatasan, perdagangan dan pemberantasan penyelundupan. Sedangkan Law Making Treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional, seperti Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Korban Perang Tahun 1949. (Rudy, 2006 : 44-45)


(40)

Secara umum ekonomi-politik internasional merupakan studi yang mempelajari saling keterhubungan antara ekonomi internasional dengan politik internasional yang muncul akibat berkembangnya masalah-masalah yang terjadi dalam sistem internasional.

Ekonomi-politik internasional dapat juga diartikan sebagai interaksi global anatara politik dan ekonomi. Ekonomi-politik internasional menurut Robert Gilpin adalah :

“Bahwa konsep ekonomi-politik merupakan sebuah dinamika interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (ekonomi), dimana dalam hal ini adalah terdapatnya hubungan timbal balik antara politik dan ekonomi. Negara dan pasar saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembagian kekuasaan dan kekayaan dalam hubungan

internasional” (2005: 76).

Free Trade atau perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda yang merupakan salah satu bentuk perwujudan dari kerjasama internasional. Dimana para aktor yang terlibat pada umumnya adalah negara yang mempunyai kepentingan bersama, dalam hal ini adalah ekonomi. Saat ini faktor ekonomi menjadi faktor yang sangat penting dan dapat menentukan proses politik dan sebaliknya. Hubungan faktor ekonomi dan politik serta antara negara dengan pasar saling bergantung antara keduanya ini tidak dapat dipisahkan.

Pasar bebas (free market) merupakan sejarah panjang dari politik Perdagangan bebas (free trade), yang tidak lain merupakan hal yang bertolak belakang dari politik ekonomi merkantilisme. Sebuah paham yang meyakini


(41)

bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan. Aset ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh Negara.

Dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah impor sebisa mungkin, sehingga neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positif. Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan proteksi terhadap perekonomiannya dengan mendorong ekspor dan mengurangi import (biasanya dengan pemberlakuan tarif dan pajak yang besar). Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme.

Namun dalam perkembangannya, politik merkantilisme ini dianggap menjadi suatu skema sistem ekonomi yang tidak efektif. Hal tersebut disebabkan oleh campur tangan negara yang dianggap terlalu besar, sehingga membuat sistem perdagangan mengalami stagnasi. Salah satu kritikus terhadap politik merkantilisme ini adalah Adam Smith. Smith mengatakan bahwa :

“Bahwa hukum pasar tidak boleh dikekang, oleh karena itu, pasar harus dibuka seluas-luasnya dengan meminggirkan peran negara,

yang cenderung membatasi individu (private)”. (Skousen, 2005 : 20-21).

Smith percaya bahwa kompetisi dalam pasar bebas akan bertujuan menguntungkan masyarakat seluruhnya dengan memaksa harga tetap rendah, dimana tetap membangun dalam insentif untuk bermacam barang dan jasa. Smith sangat mengkritik keras upaya monopoli negara yang justru membatasi ekspansi


(42)

industri. Negara bagi Smith terlalu jauh melakukan intervensi dalam proses ekonomi, salah satunya dalam hal penentuan tarif. Intervensi tarif ini dianggap membuat inefisiensi dan harga tinggi pada jangka panjang. Teori ini kemudian dikenal dengan “laissez-faire”, yang berarti “biarkan mereka lakukan”, tanpa

pembatasan serta intervensi dari Negara.

Pemerintah telah membangun kesepakatan internasional dengan Cina terkait dengan area perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN dan Cina atau yang kita sering sebut dengan ASEAN-China Free Trade Agreement

(ACFTA). Perjanjian dan kesepakatan internasional terkait perdagangan bebas, kini gencar dilakukan oleh Pemerintah. Indonesia sendiri telah menyepakati area perdagangan bebas, diantaranya ; ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), Indonesia - Jepang EPA, ASEAN – China FTA, ASEAN – Korea FTA. Sedangkan yang masih dalam tahap perundingan adalah ASEAN – India FTA, ASEAN – EU FTA, ASEAN – Australia – New Zealand FTA. Sementara zona perdagangan bebas antara Indonesia – AS FTA dan Indonesia – EFTA (Swis, Leichestein, Norwegia dan Eslandia), masih dalam proses Pra-negosiasi dan Joint Study Group. Dan salah satu yang menyita banyak perhatian hari ini adalah kesepakan zona perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) dengan Cina.

Setidaknya ada tiga hal yang menjadi alasan utama mengapa kesepakatan ACFTA ini diambil, yakni Pertama, penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan non-tarif di Cina membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki


(43)

tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kedua, penciptaan rezim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari Cina. Dan Ketiga, peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan Capacity Building, Technology Transfer dan Managerial Capability.

Berbicara mengenai perdagangan bebas, maka tentunya ada hal yang tidak dapat dipisahkan selain kegiatan ekspor dan impor semata, yaitu devisa.

Devisa adalah semua barang yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran yang diterima dan diakui luas oleh dunia internasional. Devisa terdiri atas valuta asing, yaitu mata uang yang dapat diterima oleh hampir semua negara di dunia (seperti US Dollar, Yen Jepang, Euro, Poundsterling Inggris), emas, surat berharga yang berlaku untuk pembayaran internasional, dan lainnya (Amalia, 2007 : 34).

Devisa dapat bersumber dari pinjaman atau hutang luar negeri, hadiah, bantuan atau sumbangan dari luar negeri, penerimaan deviden serta bunga dari luar negeri, hasil ekspor barang dan jasa, kiriman valuta asing dari luar negeri, wisatawan yang berbelanja di dalam negeri dan lainnya. Adapun jenis-jenis devisa, yaitu pertama, devisa umum, adalah devisa yang didapat dari kegiatan ekspor, penjualan jasa serta bunga modal, kedua, Devisa Kredit, adalah devisa yang diperoleh dari kredit pinjaman luar negeri.

Dalam penelitian ini, pertanian menjadi salah satu variabel yang akan diteliti, dimana erat kaitannya dengan devisa Indonesia yang dihasilkan dari sektor pertanian. Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati


(44)

yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor unggulan yang dimiliki oleh Indonesia dimana sektor ini telah memberikan kontribusi yang cukup banyak bagi Indonesia.

Sejak bergulirnya ACFTA pada awal tahun 2010, menjadikan dilema tersendiri bagi Indonesia. Di satu sisi banyak muncul kekhawatiran akan ancaman terhadap produk-produk lokal serta tenaga kerja di Indonesia, namun di sisi lain ini merupakan suatu kesempatan untuk Indonesia membuka peluang investor serta perdagangan yang lebih luas lagi cakupannya yaitu ASEAN dan Cina.

1.6.2 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang ada dan kerangka konseptual diatas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :

“Pemberlakuan ACFTA berupa penghapusan hambatan tarif telah


(45)

ini terlihat dari meningkatnya nilai surplus komoditas pertanian Indonesia

terhadap Cina”.

1.6.3 Definisi Operasional

Mengacu kepada pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang akan dijabarkan disini adalah variabel independen yang dalam hal ini adalah pengaruh ACFTA dan variabel dependen, yaitu devisa Indonesia.

Variabel independen, yaitu ACFTA. Konsepsi mengenai variabel ini terdiri atas :

 Hambatan adalah rintangan, halangan atau sesuatu yang mengganggu kelancaran (Novia, 2010 : 188).

 Tarif adalah harga, pajak atau ongkos yang dibebankan terhadap suatu objek (2010 : 572).

Variabel Dependen, yaitu Devisa Indonesia dari Sektor Pertanian. Konsepsi mengenai hal ini terdiri dari :

 Devisa adalah semua benda yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran yang diterima dan diakui luas oleh dunia internasional (Amalia, 2007 : 34).

 Sektor adalah lingkungan suatu usaha (2010 : 539).

 Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan


(46)

hidupnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian - Diakses 20 November 2011).

 Surplus adalah sesuatu yang berkelebihan (2010 : 564).

1.7 Metode dan Teknik Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif-Analitis. Metode ini digunakan untuk menggambarkan fakta yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Deskripsi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang akurat dan terperinci mengenai fakta tentang suatu fenomena yang ada. Metode Deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti. Sedangkan Analitis adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja untuk mengetahui sesuatu atas sebuah fenomena.

Metode Deskriptif-Analitis bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan fenomena berdasarkan data yang terkumpul. Dengan metode ini diharapkan peneliti dapat menggambarkan dan menelaah serta menganalisa fenomena yang ada untuk dituangkan ke dalam pembahasan yang bersifat ilmiah.

1.7.2 Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan (Library Research) yaitu melalui pengumpulan dan pemilihan data-data sekunder yang


(47)

diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah, internet serta bahan-bahan tertulis lainnya.

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.8.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi, yaitu :

1. Direktorat Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta.

2. Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian (PPHP), Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.

3. Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Jakarta. 4. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

5. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan, Bandung.

6. Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Bandung.

7. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjajaran, Jatinangor - Sumedang.

1.8.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2012, yang dirinci sebagai berikut :


(48)

Tabel 1.1

Tabel Kegiatan Penelitian

Oktober 2010 – Februari 2012

Kegiatan

Waktu Penelitian

2010 2011 2012

Okt Nov Des Jul - Des Jan Feb

Pengajuan Judul

Pembuatan Usulan Penelitian Seminar Usulan

Penelitian Bimbingan Skripsi Pengumpulan Data Rencana Sidang

1.9 Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini akan disusun dalam bentuk skripsi dengan urutan sebagai berikut :

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan memparkan

latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah. Selanjutnya akan dipaparkan kerangka pemikiran dan teknik penelitian serta lokasi dan waktu penelitian.

BAB II : Bab ini memaparkan tinjauan kepustakaan dari

literatur-literatur yang dipilih untuk menjelaskan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan dengan masalah yang diteliti.


(49)

BAB III : Bab ini akan memaparkan mengenai variabel-variabel yang akan di deskripsikan yaitu mengenai ACFTA yang meliputi sejarah, pemberlakuan, tujuan dan hal-hal yang lainnya. Selain itu akan dipaparkan juga mengenai gambaran umum mengenai pertanian Indonesia dan program-program yang dilakukan oleh Indonesia dalam sektor pertanian.

BAB IV : Bab ini akan memaparkan hasil penelitian dari hubungan

antar variabel yaitu mengenai dampak diberlakukannya penghapusan hambatan tarif dalam ACFTA terhadap devisa Indonesia yang berasal dari sektor pertanian. Selain itu akan dipaparkan juga mengenai perkembangan devisa Indonesia sebelum dan sesudah diberlakukannya ACFTA.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan

penelitian yang dilakukan, meliputi penolakan atau penerimaan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, serta saran-saran bagi peneliti selanjutnya yang berminat mengamati objek penelitian yang serupa.


(50)

28 2.1 Hubungan Internasional

Hubungan internasional berawal dari kontak dan interaksi di antara negara-negara di dunia, terutama dalam masalah politik. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, isu-isu internasional mengalami perkembangan. Negara ataupun aktor non-negara mulai menunjukkan ketertarikannya akan isu-isu internasional di luar isu politik, seperti isu ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan kebudayaan.

Istilah Hubungan internasional memiliki keterkaitan dengan semua bentuk interaksi di antara masyarakat dari setiap negara, baik oleh pemerintah atau rakyat dari negara yang bersangkutan. Dalam mengkaji ilmu hubungan internasional, yang juga meliputi kajian ilmu politik luar negeri atau politik internasional, serta semua segi hubungan diantara negara-negara di dunia, juga meliputi kajian terhadap lembaga perdagangan internasional, pariwisata, transportasi, komunikasi serta nilai-nilai dan etika internasional.

Hubungan internasional dapat dilihat dari berkurangnya peranan negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya aktor-aktor non-negara. Batas-batas yang memisahkan bangsa-bangsa semakin kabur dan tidak relevan. Bagi beberapa aktor non-negara bahkan batas-batas wilayah secara geografis tidak dihiraukan.


(51)

Hubungan internasional bersifat sangat kompleks serta interdisipliner, karena di dalamnya terdapat bermacam-macam bangsa yang memiliki kedaulatan masing-masing. Sehingga memerlukan mekanisme yang lebih menyeluruh dan rumit daripada hubungan antar kelompok manusia di dalam suatu negara. Namun, pada dasarnya, tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara dan non-negara. Perilaku tersebut bisa berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional dan sebagainya.

Menurut Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani dalam Pengantar Hubungan Internasional menyatakan bahwa :

“Studi tentang hubungan internasional banyak diartikan sebagai suatu studi tentang interaksi antar aktor yang melewati batas-batas negara. Terjadinya Hubungan Internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak memungkinkan

adanya suatu negara yang menutup diri terhadap dunia luar.”

(Perwita & Yani, 2005 : 3-4).

Dalam perkembangannya, hubungan internasional pada awalnya hanya mempelajari tentang interaksi antar negara-negara berdaulat saja. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, ilmu hubungan internasional menjadi semakin luas cakupannya. Pada masa Perang Dunia II dan pembentukan Persatuan Bangsa-Bangsa, ilmu hubungan internasional mendapatkan suatu dorongan baru. Kemudian pada tahun 1960-an 1970-an perkembangan studi hubungan internasional menjadi semakin kompleks dengan masuknya aktor IGO (International Govermental Organizations) dan INGO (International Non-Govermental Organizations). Pada dekade 1980-an pola hubungan internasional


(52)

adalah tentang interaksi antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh terhadap kehidupan negara-bangsa.

Berakhirnya perang dingin telah mengakhiri sistem Bipolar dan berubah menjadi Multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan yang bernuansa militer ke arah persaingan atau konflik kepentingan ekonomi diantara negara-negara di dunia. Pasca perang dingin, isu-isu hubungan internasional yang sebelumnya lebih terfokus pada isu-isu High Politics (isu politik dan keamanan) meluas kepada isu-isu yang bersifat Low Politics (isu-isu HAM, ekonomi, lingkungan hidup, terorisme dan lainnya).

Dengan berakhirnya Perang Dingin, dunia berada dalam masa transisi. Hal itu berdampak pada studi Hubungan Internasional yang mengalami perkembangan yang pesat. Hubungan Internasional kontemporer tidak hanya memperhatikan politik antar negara saja, tetapi juga subjek lain meliputi terorisme, ekonomi, lingkungan hidup dan lain sebagainya. Selain itu, Hubungan Internasional juga semakin kompleks. Interaksi tidak hanya dilakukan negara saja, melainkan juga aktor-aktor lain, yaitu, aktor non-negara juga memiliki peranan yang penting dalam Hubungan Internasional (2005 : 7-8).

2.2 Kerjasama Internasional

Fokus dari teori hubungan internasional adalah mempelajari tentang penyebab-penyebab konflik dan kondisi-kondisi yang menciptakan kerjasama. Kerjasama dapat tercipta sebagai akibat dari penyesuaian-penyesuaian perilaku


(53)

aktor-aktor dalam merespon dan mengantisipasi pilihan-pilihan yang diambil oleh aktor-aktor lainnya. Kerjasama dapat dijalankan dalam suatu proses perundingan yang diadakan secara nyata atau karena masing-masing pihak saling mengetahui sehingga tidak lagi diperlukan suatu perundingan.

Saat ini, sebagian besar interaksi antarnegara dalam sistem internasional bersifat rutin dan hampir bebas dari konflik. Berbagai jenis masalah nasional, regional maupun global yang bermunculan memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Dalam kebanyakan kasus yang terjadi, pemerintah saling berhubungan dengan mengajukan alternatif pemecahan, perundingan atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bukti teknis untuk menopang pemecahan terhadap suatu masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan membentuk suatu perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan bagi semua pihak. Proses ini biasa disebut kerjasama atau kooperasi.

Kerjasama dapat berlangsung dalam berbagai konteks yang berbeda. Kebanyakan hubungan dan interaksi yang terbentuk kerjasama terjadi langsung diantara dua pemerintah yang memiliki kepentingan atau menghadapi masalah yang sama secara bersamaan. Bentuk kerjasama lainnya dilakukan antara negara yang bernaung dalam organisasi dan kelembagaan internasional.

Kerjasama yang terbentuk pada akhirnya akan mengarah pada terciptanya interdependensi. Tujuan akhir dari kerjasama yang terjalin ditentukan oleh persamaan kepentingan yang hakiki dari masing-masing pihak yang terlibat.

Kerjasama internasional tidak dapat dihindari oleh negara atau aktor-aktor internasional lainnya. Keharusan tersebut diakibatkan adanya saling


(54)

ketergantungan diantara aktor-aktor internasional dan kehidupan manusia yang semakin kompleks, ditambah lagi dengan tidak meratanya sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan oleh para aktor internasional. Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri.

Kerjasama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerjasama tersebut dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. Kerjasama internasional terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan (Perwita dan Yani, 2005: 33-34).

2.3 Interdependensi

Salah satu konsep utama yang dapat dipakai untuk menggambarkan sifat sistem internasional saat ini adalah konsep interdependensi. Konsep ini menyatakan bahwa negara bukan merupakan aktor independen secara keseluruhan, justru negara saling bergantung satu dengan yang lainnya. Tidak ada suatu negara pun yang secara keseluruhan dapat memenuhi sendiri kebutuhannya, masing-masing bergantung pada sumberdaya dan produk dari negara lainnya.

Interdependensi itu sebenarnya merupakan turunan dari perspektif liberalisme yang terdapat dalam studi Hubungan Internasional. Liberalisme


(55)

interdependensi memiliki asumsi bahwa modernisasi akan meningkatkan tingkat interdependensi antar negara. Aktor transnasional menjadi semakin penting, kekuatan militer merupakan instrumen yang tidak absolut dan kesejahteraan merupakan tujuan yang dominan dari negara. Interdependensi kompleks akan menciptakan dunia hubungan internasional yang jauh lebih kooperatif (Perwita & Yani, 2005 : 78).

Saling ketergantungan (interdependensi) dapat terjadi dalam berbagai isu, seperti ekonomi, politik dan sosial. Dalam interdependensi, terdapat setikdaknya beberapa sektor ekonomi dan politik dalam hubungan interdependensi antar negara, yaitu sektor perdagangan, investasi, finansial dan politik. Sektor Perdagangan; merupakan sektor penting dalam memahami ketergantungan ekonomi. Hubungan ekonomi melalui perdagangan dapat berubah dan perubahan tersebut dapat mempengaruhi interdependensi. Transaksi perdagangan memiliki implikasi besar terhadap interdependensi dibandingkan dengan transaksi internasional yang melibatkan pertukaran informasi antar pemerintah. Antar negara akan terjadi mutual dependent dalam hal barang dan jasa yang tidak dapat diproduksi oleh mereka sendiri.

Sektor investasi; kenaikan pertaruhan atau resiko aktor-aktor interdependensi akan mengalami kecenderungan untuk semakin tinggi yang disebabkan oleh berubahnya pola investasi. Perubahan ini terutama terjadi pada investasi langsung dalam bentuk kepemilikan saham. Konsekuensinya yaitu diperlukan adanya peningkatan kendali dan keterlibatan investor secara langsung dalam pengelolaan investasinya. Sektor finansial; nilai tukar uang yang menjadi


(56)

sangat vital dalam hubungan interdependensi. Perubahan-perubahan dalam operasi keuangan telah meningkatkan hubungan interdependensi. Negara yang mata uangnya menjadi media pertukaran berupaya untuk mendisiplinkan kebijakan keuangannya. Sedangkan negara laing mencoba untuk tidak membiarkan mata uangnya merosot di bawah nilai tukar internasional. Sektor politik; terdapat suatu kesadaran bahwa suatu negara tidak dapat menjamin kelangsungan hidupnya secara mandiri tanpa adanya kerjasama dengan negara lain. Kerjasama antar negara ini akan dapat saling melengkapi kekurangan dari masingmasing negara.

Dalam interdependensi, keberhasilan suatu negara dalam bekerjasama berpijak pada dua hal, yakni power, kemampuan tawar-menawar dan rezim internasional. Power dan kemampuan tawar-menawar terutama berkaitan dengan kondisi interdependensi yang asimetris. Hal ini dikarenakan meski dalam teorinya hubungan interdependensi mengarahkan pada suatu hubungan yang timbal balik, namun dalam kenyataannya hubungan yang simetris tersebut jarang terjadi. Karena itu power aktor dalam hubungan interdependensi akan beragam sesuai dengan isunya. Kemudian, rezim internasional akan bertumpu pada saling ketergantungan asimetris yang menyediakan setiap pihak untuk saling mempengaruhi melalui kebijakan ekonomi-politiknya dalam mencapai kesepakatan antar mereka.


(57)

2.4 Regionalisme

2.4.1 Definisi dan klasifikasi Regional atau Kawasan

Fenomena globalisasi di satu sisi menjadikan dunia menjadi lebih kecil dan memungkinkan terjadinya penyatuan wilayah baik dalam arti geografi, ekonomi, politik dan budaya. Menurut Louis Cantori dan Steven Spiegel dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, medefinisikan :

“Kawasan adalah dua atau lebih negara yang saling berinteraksi dan

memiliki kedekatan geografis, kesamaan etnis, bahasa, budaya, keterkaitan sosial, sejarah dan perasaan identitas yang seringkali meningkat disebabkan adanya aksi dan tindakan dari negara-negara

di luar kawasan.” (Perwita & Yani, 2005 : 104).

Lebih jauh, mereka membagi subordinate system ke dalam tiga bagian, yaitu core sector (negara inti kawasan), peripheral sector (negara pinggiran kawasan) dan intrusive system (negara eksternal kawasan yang dapat berpartisipasi dalam interaksi kawasan). Mereka juga menyatakan, setidaknya ada empat variabel yang mempengaruhi terjadinya interaksi antara negara dalam kawasan, yaitu sifat dan kohesivitas aktor yang akan menentukan tingkat interaksi diantara mereka, sifat komunikasi dalam kawasan, tingkat power yang dimiliki aktor kawasan dan struktur hubungan antar aktor dalam kawasan.

2.4.2 Karatkteristik Regionalisme

Dekade 1960-an hingga 1970-an merupakan gelombang pertama analisis regionalisme yang secara khusus menekankan pada pengaruh Perang Dingin terhadap pertumbuhan institusi regional di Eropa dan negara-negara dunia ketiga. Sementara pada era 1990-an muncul gejala regionalisme baru dimana dimensi ekonomi mengemuka sebagai salah satu pendorong utama tumbuhnya


(58)

pengaturan-pengaturan kawasan. Menurut Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochammad Yani dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional menyatakan bahwa terdapat tiga tahap penting dalam proses pertumbuhan regionalisme, yaitu :

“Tahap pertama disebut sebagai ‘pre-regional stage’ dimana

beberapa negara bersepakat untuk membentuk interaksi sosial bersama dalam suatu unit geografis tertentu. Tahap kedua adalah upaya-upaya bersama untuk menciptakan saluran-saluran formal dan informal untuk menggalang kerjasama regional yang tertata dan sistematis. Tahap terakhir adala output dari proses regionalisasi dimana pembentukan indentitas bersama, kapasitas institusional dan legitimasi telah mencapai tingkat yang sangat tinggi sehingga

eksistensi regional mereka diakui secara internasional.” (2005 : 107).

R. Stubbs dan G. Underhill yang dikutip oleh Perwita dan Yani dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional memberikan uraian tentang tiga elemen utama regionalisme. Elemen yang pertama yaitu, kesejarahan masalah-masalah bersama yang dihadapi sekelompok negara dalam sebuah lingkungan geografis. Elemen ini akan mempengaruhi derajat interaksi antar aktor negara di suatu kawasan. Semakin tinggi kesamaan sejarah dan masalah yang dihadapi maka akan semakin tinggi pula derajat interaksinya. Dikarenakan kesamaan sejarah dan masalah yang dihadapi akan mendorong terciptanya kesadaran regional dan identitas yang sama (regional awarness and identity).

Kedua, adanya keterkaitan yang sngat erat di antara mereka terhadap suatu

‘batas’ kawasan atau dimensi ‘ruang’ dalam interaksi mereka (spatial dimension

of regionalism). Ketiga, terdapatnya kebutuhan bagi mereka untuk menciptakan organisasi yang dapat membentuk kerangka legal dan institusional untuk mengatur interaksi diantara mereka dan menyediakan ‘aturan main’ dalam kawasan. Elemen ini pula yang akan mendorong terciptanya derajat institusionalisasi di sebuah kawasan (2005 : 107-108).


(59)

2.4.3 Bentuk-bentuk Regionalisme

Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya regionalisme. Dengan membentuk organisasi reional, maka negara-negara tersebut telah menggalang bentuk kerjasama intra-regional. Bentuk tertinggi dari kerjasama ini adalah integrasi ekonomi. Bentuk integrasi ini terbagi kedalam dua

tingkat, tingkat pertama disebut sebagai ‘integrasi dangkal’ (shallow integration)

yang hanya mengacu pada upaya regional untuk mengurangi atau menghapuskan kendala-kendala perdagangan. Sedangkan bentuk kedua berupa ‘integrasi dalam’ (deep integration) yang bertujuan untuk mencapai kesatuan ekonomi dan fiskal secara menyeluruh (full economic and monetary union).

Bentuk berikutnya adalah ‘Inter-regionalism’ dan ‘Regional

transnationalism’. Bentuk ini mengacu kepada proses kerjasama yang melibatkan aktor-aktor ekstra regional (termasuk pula aktor-aktor non negara seperti MNC) yang memiliki kesamaan kepentingan ekonomi, politik dan kultural. Inter-regionalism juga merujuk kepada perluasan hubungan antar kawasan yang dapat mengambil beberapa bentuk. Pertama adalah hubungan antar kelompok/organisasi regional seperti yang tercermin dalam kerjasama Uni Eropa dan ASEAN.

Bentuk kedua adalah hubungan bi-regional (dua kawasan) dan trans-regional (antar kawasan). APEC yang terbentuk 1989 yang merupakan hasil dari bentuk trans-regional yang meliputi kawasan Asia Pasifik, Amerika Utara dan Selatan. Kemudian adanya ASEM (Asia Europe Meeting) yang merupakan bentuk


(60)

dari bi-regional Asia dan Eropa. Lalu adanya kerjasama antara Eropa dengan Amerika Latin yang tergabung dalam European-Latin America Summit yang dibentuk pada 1999, serta The Africa-EU Summit antara negara-negara di Afrika dengan Eropa. Dan yang terakhir adalah The East Asia-Latin America Forum (EALAF) yang dibentuk pada 2001 antara negara-negara di Asia Timur, Australia, Selandia Baru dan Amerika Latin.

Bentuk ketiga adalah hubungan antara kelompok regional dengan single power. Hubungan ini merupakan bentuk campuran yang menyerupai hubungan antar kawasan. Namun dalam banyak kasus hubungan semacam ini kerapkali memakai peranan dominan dalam kerjasamanya. Misalnya, mengenai peran AS yang begitu menonjol dan cenderung dominan di Eropa dan kadang mengganggu hubungan trans-atlantik AS dengan beberapa negara Uni Eropa.

Dari pemaparan hal diatas, terlihat bahwa regionalisme merupakan fenomena hubungan internasional yang terus berkembang. Konsep ini tidak hanya sebatas membicarakan unsur geografis semata, bahkan dalam banyak kasus, elemen-elemen yang terkait begitu beragam, mulai dari ekonomi hingga politik keamanan. Hal ini tentu saja akan menambah kompleksitas regionalisme sebagai sebuah konsep dan fenomena dalam hubungan internasional (2005 : 110).

2.5 Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Sebagaimana tercantum dalam pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, sumber - sumber hukum internasional terdiri dari :


(61)

1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus. 2. Kebiasaan Internasional.

3. Prinsip – prinsip hukum umum yang diakui oleh negara - negara beradab. 4. Keputusan pengadilan dan pendapat para ahli yang telah diakui

kepakarannya merupakan sumber tambahan hukum internasional (Mauna, 2001 : 84).

Dapat disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan - ikatan yang mempunyai akibat - akibat hukum. Sehubungan dengan itu ada dua unsur pokok dalam definisi perjanjian internasional tersebut, yaitu :

1. Adanya Subjek Hukum Internasional, negara adalah subjek hukum internasional, yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian -perjanjian internasional.

2. Rezim Hukum Internasional, suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila perjanjian tersebut diatur oleh rejim hukum internasional (Mauna, 2001 : 88).

2.5.1 Mulai berlakunya Perjanjian Internasional

Mulai berlakunya suatu perjanjian baik bilateral maupun multilateral, pada umumnya ditentukan oleh aturan penutup dari perjanjian itu sendiri. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa para pihak dari perjanjian itulah yang menentukan bila perjanjian tersebut mulai berlaku secara efektif. Adapun suatu


(62)

perjanjian mulai berlaku dan aturan – aturan yang umumnya dipakai dalam perjanjian tersebut, yaitu :

1. Mulai Berlakunya Perjanjian Internasional Segera Sesudah Tanggal Penandatanganan, bagi perjanjian bilateral tertentu yang materinya tidak begitu penting dan yang biasanya merupakan suatu perjanjian pelaksanaan, maka umumnya mulai berlaku sejak penandatanganan. Jadi pada prinsipnya dapat dinyatakan bahwa penandatanganan saja sudah cukup untuk dapat berlakunya suatu perjanjian.

2. Notifikasi Telah Dipenuhinya Persyaratan Konstitusional, suatu perjanjian bilateral yang tidak langsung berlaku sejak tanggal penandatanganan haruslah disahkan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing – masing pihak. Untuk dapat berlakunya perjanjian tersebut secara efektif maka setelah pengesahan, hal tersebut harus diberitahukan pada pihak lainnya dan demikian pula sebaliknya. 3. Pertukaran Piagam Pengesahan, suatu perjanjian baik bilateral maupun

multilateral dapat mensyaratkan para pihak pada perjanjian tersebut untuk membuat piagam pengesahan. Piagam pengesahan ini dibuat oleh masing- masing negara pihak setelah mereka mengesahkan perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan prosedur konstitusional yang berlaku di negara masing-masing.

4. Penyimpanan Piagam Pengesahan, bagi perjanjian multilateral yang memerlukan piagam pengesahan mengingat banyaknya pihak – pihak pada


(63)

perjanjian tersebut maka piagam pengesahannya tidaklah dipertukarkan sebagaimana halnya dalam perjanjian bilateral.

5. Aksesi, bagi perjanjian – perjanjian yang bersifat terbuka maka negara yang tidak ikut membuat atau menandatangani suatu perjanjiandapat menjadi pihak pada perjanjian tersebut di kemudian hari (Mauna, 2001:124-132).

2.5.2 Berakhirnya suatu Perjanjian Internasional

Setiap perjanjian internasional setelah mulai berlaku dan mengikat pihak- pihak yang bersangkutan, haruslah diterapkan atau dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwa dari perjanjian itu demi tercapainya apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Secara umum, alasan atau faktor yang dapat mengakibatkan berakhirnya masa berlaku suatu perjanjian internasional, adalah :

1. Batas waktu berlakunya perjanjian sudah berakhir. 2. Tujuan perjanjian sudah berhasil dicapai.

3. Dibuat perjanjian baru yang menggantikan atau mengakhiri berlakunya perjanjian yang lama.

4. Adanya persetujuan dari pihak-pihak untuk mengakhiri berlakunya perjanjian.

5. Salah satu pihak menarik diri dari perjanjian dan penarikan diri tersebut diterima oleh pihgak lain, dengan akibat perjanjian itu tidak berlaku lagi. 6. Musnahnya obyek dari perjanjiuan itu sendiri.


(64)

7. Musnah atau hapusnya eksistensi salah satu pihak atau peserta dari perjanjian itu (Parthiana, 2003 : 235-238).

2.6 Ekonomi-Politik Internasional

Ekonomi-politik internasional mulai menjadi kajian dalam studi Hubungan Internasional sejak tahun 1970-an. Dimana pada saat itu negara-negara di dunia sedang mengalami krisis minyak yang disebabkan oleh pemboikotan pasokan minyak bumi oleh negara-negara Arab. Hal tersebut menggoyahkan stabilitas politik dan ekonomi negara-negara di dunia, hal ini menjadi awal timbulnya kesadaran kepada para pemegang otoritas pemerintahan akan pentingnya faktor ekonomi yang menentukan proses politik, begitupun juga sebaliknya. Sehingga eksistensi antara negara dan pasar keduanya tidak dapat dipisahkan.

Secara umum ekonomi-politik internasional merupakan studi yang mempelajari saling keterhubungan antara ekonomi internasional dan politik internasional. Ekonomi-politik internasional secara sederhana dapat pula diartikan sebagai interaksi global antara politik dan ekonomi. Menurut Robert Gilpin yang dikutip oleh Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani dalam

Pengantar Ilmu Hubungan Internasional mendefinisikan, bahwa ekonomi-politik

adalah dinamika interaksi global antara pengejaran kekuasaan (politik) dan pengejaran kekayaan (Perwita & Yani, 2005 : 76).

Lebih lanjut lagi, bahwa “politik ekonomi” sebagai suatu subdisiplin yang


(1)

Nouval, F. Zacky dkk. 2010. Petaka Politik Pangan Indonesia. Malang : In-Trans Publishing.

Novia, Windy. 2010. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kashiko. Parthiana, I. Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung : Mandar

Maju.

Perwita, Banyu dan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung : Rosda.

Priangani, Ade dan Oman Heryaman. 2003. Kajian Strategis dalam Dinamika Hubungan Luar Negeri Indonesia. Bandung : Centre for Political and Local Autonomy Studies FISIP Universitas Pasundan.

Rudy, Teuku May. 2002. Hukum Internasional 1. Bandung : Refika Aditama. Rudy, Teuku May. 2003, Hubungan Intermasional Komtemporer dan

masalah-masalah Global: Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma. Bandung: Refika Aditama.

Rudy, Teuku May. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung, Refika Aditama.

Satari, Gunawan dkk. 2004. Dasar-dasar Agronomi. Bandung : Pustaka Giratuna. Sheff, David. 2003. China Dawn (Geliat Sang Naga). Batam : Interaksara.

Skousen, Mark. 2005. Sang Maestro Teori-teori Ekonomi Modern. Jakarta : Prenada.

Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia : Beberapa Isu Penting. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Tandjung, Marolop. 2011. Aspek dan Prosedur Ekspor-Impor. Jakarta : Salemba Empat.


(2)

110

Jurnal :

Chandra, Alexander C. dan Lucky A. Lontoh. 2011. Indonesia-China Trade Relations : The Deepening of Economic Integration Amid Uncertainty ?. International Institute for Sustainable Development. Canada.

Daryanto, Arief. 2009. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Departemen Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Ginting, Abren. 2011. The Impacts of ACFTA to Indonesia-China Trade. ICRA Indonesia. Jakarta.

Ibrahim, dkk. 2010. The Impact of ACFTA Implementation on International Trade of Indonesia. Bank Indonesia.

Jurnal Sosial Demokrasi (Ed. Feb-Juli 2010). 2010. Perdagangan Bebas ASEAN-Cina : Berdagang untuk siapa ?. Friedrich-Ebert-Stiftung Indonesia. Jakarta.

Putri, E.I.K. 2009. Ancaman dan Solusi atas Krisis Pangan, Energi, dan Air serta peran Keilmuan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dalam Mengatasi Krisis Tersebut. Orange Book. Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Global. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian. Bogor.

UACT (Universal Access to Competitiveness and Trade). 2010. ASEAN-China Free Trade Agreement : A Primer. Affiliate Think Tank of Philippine Chamber of Commerce and Industry. Makati City - Philippine.

Situs :

ACFTA-Indonesia.(http://map.ugm.ac.id/index.php/component/content/article/11-policyforum/64-CAFTA-dan-indonesia).


(3)

Agreement on Dispute Settlement Mechanism of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China. (http://www.aseansec.org/16635.htm).

Agreement on Trade in Goods of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China. (http://www.aseansec.org/16646.htm).

ASEAN. (http://www.aseansec.org/). China. (http://en.wikipedia.org/wiki/China). ASEAN-China Free Trade Area.

(http://en.wikipedia.org/wiki/ASEAN%E2%80%93China_Free_Trade_Are a).

ASEAN-China Free Trade Area Business Portal. (http://www.asean-cn.org/default.aspx).

Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People's Republic of China.

(http://www.aseansec.org/13196.htm).

Free Trade. (http://en.wikipedia.org/wiki/Free_trade). Indonesia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia). Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS).

(http://www.iseas.edu.sg/ipsi12003.pdf).

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. (http://www.deptan.go.id/index1.php). Peta ASEAN dan Cina.

(http://blogs.middlebury.edu/southchinasea/files/2011/08/Southeast-Asia-Reference-Map-CIA-World-Factbook.jpg).


(4)

112

Pertanian. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian). Portal Nasional RI. (http://www.indonesia.go.id/)


(5)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Nama :

Tempat dan Tanggal Lahir : Nomor Induk Mahasiswa :

Program Studi :

Jenis Kelamin :

Kewarganegaraan :

Agama :

Alamat :

No. Telpon :

Berat Badan :

Tinggi Badan :

Status Marital : Hobi :

Orang Tua :

a. Nama Ayah :

Pekerjaan :

b. Nama Ibu :

Pekerjaan :

Alamat Orang Tua :

Rista Gema Maratama Bandung, 17 Maret 1988 44306025

Hubungan Internasional Pria

Indonesia Islam

Jln. Wastukencana Gg. Merdekalio I No. 60

0852 2231 9503 47 Kg

164 Cm

Belum menikah

Menggambar, Jalan-jalan, Berenang, Jogging, Sepakbola, Video Game & Membaca Buku

(Alm.) Rislan Denny Pegawai Negeri Sipil Tati Suryatini

Wiraswasta


(6)

15.

16.

Pendidikan :

Pekerjaan :

1. TK YPKS Bandung (1992-1993) 2. SDPN Sabang Bandung (1994 – 2000) 3. SMPN 32 Bandung (2001)

4. SMPN 40 Bandung (2001-2003) 5. SMA PGII 2 Bandung (2003-2006) 6. Prodi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP

UNIKOM Bandung (2006-2012) 1. Ideafield Multimedia Design Studio

Indonesia (2007-2009)

Bandung, 06 Februari 2012

Rista Gema Maratama