Pengarnh Kegiatan Industri Terhadap Pencemaran Logam Berat di Perairan Pantai Pulau Batam

RINGKASAN

Joko Sentioso. E03495014. Pengarnh Kegiatan Industri Terhadap Pencemaran Logam Berat di
Perairan Pantai Palan Batarn. (Di bawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS)
Wilayali

pesisir

(pantai)

mempunyai

berbagai

hngsi

antara lain

sebagai zona

penyanggahuffer zune bagi binatang yang bermigrasi (ikan, udang dan burung), untuk mencari makan,

berpijah, membesarkan anaknya, sebagai sumber pangan produktif bagi manusia, tambang mineral,
ternpat pariwisata serta front pertahanan. Pantai juga berfungsi sebagai penampung limbah terakhir
bagi kegiatan manusia di daratan. Pada akhir-akhir ini telah tejadi rnasalah pencemaran lingkungan
yaug cukup liangat di Indonesia, terlebih lagi masalah pencemaran air. Pertambahan jumlah penduduk
dan industri dapat membawa akibat bertambahnya beban pencemaran yang disebabkan oleh
pembuangan limbah industri, limbah domestik dan sampah-sampah. Menurut UNEP (1990), sebagian
besar (? 80 %) beban pengganggu stabilitas ekosistem perairan (pencemaran) yang ditemukan di laut
berasal dari kegiatan manusia di daratan. Bryan (1976) mengemukakan bahwa ada sekitar 18 jenis
logam berat yang sangat penting ditinjau dari segi pencemaran. Dengan melihat kondisi yang ada perlu
adanya pengetahuan dan pengelolaan dari ekosistem perairan agar potensi perairan dapat dimanfaatkan
secara sinambung dan lestari. Untuk itu perlu pengetahuan kondisi dengan melihai parameter fisika
dan kimia sebagai indikator dari keseimbangan ekosistem.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan industri di sekitar pantai (darat)
terhadap pencemaran perairan yang ditimbulkan, khususnya pencemaran logam berat, serta
mengetahui sebaran zat pencemaran logam berat dan kandungan konsentrasinya (Cd, Pb dan Cu) di
perairan dan yang terdapat di sedimen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
pengaruh kegiatan industri terhadap pencemaran logam berat di perairan pulau batam dan memberikan
informasi dasar yang bemianfaat bagi pengelolaan perairan pantai Pulau Batam.
Lokasi penelitian ini adalah perairan pantai Batu Ampar, Duriangkang~danPatam, yang
semuanya terletak di Pulau Batam, Propinsi Dati I Riau. Penelitian ini dilaksanakan sekitar satu bulan

yaitu bulan Maret 2000. Penelitian ini terbagi dalam dua kegiatan yaitu pengambilan sampel dan
pengukuran di lapangan sena analisis di laboratoriuni. Adapun pengambilan contoh air dilakukan 2
kali yaitu pada saat p a a g dan surut, sedangkan untuk pengambilan contoh sedimen dilakukan pada
saat surut. Untuk penguhuran parameter p y suhu, kecerahan dan DO diukur langsung dilapangan ,
sedangkan untuk parameter lain dan kandungan logam berat pada air dan sedimen dianalisis di
laboratorium. Pada setiap lokasi stasiun terdapat 2 tit& yaitu 10 m dari garis pantai dan 110 m dari
garis pantai (vertikal kearah laut). Untuk suhu dilakukan pengukuran seminggu sekali selama 3
minggu yaitu pada puhul 06.00, 12.00, 18.00 dan 24.00, pada selurub titik. Kecerahan diukur

semingp sekali dalam 3 minggu yaitu pada titik 110 m (puhxl 12.00). Salinitas, pH dan DO diukur
seminggu sekali dalam 3 minggu saat pasang dan surut pada setiap titik.
Analisis contoh air di laboratorium meliputi sifat fisik (salinitas, padatan tersuspensi, padatan
terlarut) dan sifat kimia (logam berat), dan untuk untuk contoh sedimen hanya dianalisis kandungan
logam beratnya saja. Untuk pengukuran kandungan logam berat pada air maupun sedimen digunakan
alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Hasil pengamatan tersebut dianalisis unhlk
memberikan gambaran tentang tabulasi data pencemaran dari setiap lokasi, deskripsi hubungan antara
suniber-sumber pencemar dengan tingkat pencemaran logam berat di perairan pantai.
Dari hasil analisi kualitas air perairan pantai pada stasiun Batu Ampar, Duriangkang dan
Patam diperoleh bahwa suhu rata-rata tertinggi tejadi pada titik 110 m dan suhu tertinggi pada pukul
24.00. Kecerahan tertinggi tejadi pada minggu ke 0 dan terendah pada mingy ke 1. Nilai salinitas

rata-rata tertinggi terjadi pada saat pasang pada titik 110 m. Padatan tersuspensi pada kedua titik (10
dan 110 m) sudah melebihi jumlah yang baik atau sedang untuk mempertahankan usaha perikanan.
Padatan terlarut nilainya lebih besar dibandingkan dengan padatan tersuspensi. Nilai pH pada kedua
titik masih berada pada kisaran yang diperbolehkan untuk kehidupan biota dan budidayanya. Nilai DO
pada kedua titik berada pada interval 0-2 ppm yang menunjukkan perairan pantai tersebut sudah
tercemar bahan organik dalam kriteria berat (Sutamiharja &&g Ciptaningtyas, 1993).
Sumber pencemaran logam berat pada kedua stasiun (Batu Ampar dan Duriangkang) berasal
dari berbagai bidang usaha (industri), seperti pada stasiun Batu Ampar sumber pencemaran logam
berat terdiri dari industri listrik dan elektronik (25%), bidang usaha logam (5%). dan bidang usaha pipa
(7,5%). Pada stasiun Duriangkang bidang usaha yang diduga menjadi sumber pencemaran logam berat
adalah listrik dan elektronik (56,25%), logam (6,25%), bateray (3,125%) dan pemisahan warna
(1,04%), sedangkan pada stasiun Patam yang merupakan perkampungan nelayan sumber diduga
berasal dari laut yaitu lalu lintas laut baik kapal barang maupun kapal wisata serta kegiatan anjungan di
tengah laut.
Logam Kadmium (Cd) merupakan salah satu pencemar logam berat yang ditditi

pads

penelitian ini. Pada ketiga stasiun (6 titik) pada perairan logam berat ini tidak terdeteksi sedangkan
pada sedimen masib berada pada kadar normal di dam yang berkisar antara 0,l-2 ppm (RNO, 1981

m R a z a k , 1980). Logam Timbal (Pb) adalah logam berat kedua yang diteliti kandungannya pada
penelitian ini. Pada ketiga stasiun (6 titik) kandungan logam berat ini baik pada perairan maupun pada
sedimen masih berada pada kadar alan~inya,untuk sedimen antara 10-70 ppm (RN0,19S1 &
Razak,1980). Logam Tembaga (Cu) adalah logam berat ketiga yang diteliti kandungannya pada
penelitian iui. Pada ketiga stasiun (6 titik) diperoleh bahwa pada perairan nilainya homogen yaitu 0,01
ppm masih dibawah konsentrasi yang diperbolehkan oleh Kep. Men/no,2/KLW1988 yaitu 1 ppm,
sedangkan untuk sedimen temyata pada stasiun Batu Ampar (titik 10 dan 110 m) sudah tercemar

karena nilai kandungan logam Tembaganya sudah melebihi kadar alami yang diperbolehkan yaitu 5-30
ppm. Data selengkapnya terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1.Hasil Penpkuran Logam Berat Dalam Sedimen
Jarak Vertikal Terhadap
Lokasi
Garis Pantai ( m)
Pb
10
Batu Ampar
41,03
110
47,79

10
Duri Angkang
5,03
110
21.28
10
Patam
7,67
110
5,85

Konsentrasi ( ppm )
Cd
0,25
0,?6
0.1 1
0,07
0,04
0,02


Cu
34,87
47.30
5,OS
11.13
1,32
3,93

J

Keterangan :
ttd : tidak terdeteksi
Secara umum suhu perairan pantai (3 stasiun) masiyh normal, tidak tejadi peningkatan yang
tinggi sehingga daya racun logam berat tidak meningkat. Secara umum kandungan padatan tersuspensi
tidak mempengamhi konsentrasi logam berat yang ada sebab tidak selalu konsentrasi padatan
tersuspensi yang tinggi mengandung logam berat yang tinggi pula diperairan. Padatan terlarut di
periran sangat berpengamh terhadap logam berat sebab bahan organik dan anorganik dalam padatan
terlamt mempunyai pengamh yang besar terhadap peningkatan logam dan kation lain seria terhadap
produktivitas untuk membentuk komplek logam. Pembentukan komplek logam akan meningkatkan
1987). Bila dilihat pada Tabel 1. Kandungan

total
konsentrasi logam dalam periran (Anonimous,~~.
.
~

~

~

~

~

~

~

~~

logam berat dalam sedimen secara keseluruhan, kandungan logam Pb dan Cu memiliki konsentrasi

yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam berat Cd, ha1 ini disebabkan logam berat Pb
dan Cu secara alamiah tersebar luas pada batu-batuan, erosi batuan mineral dan lapisan kerak bumi
(Laws, 1981).

~

~

PENGARUH KEGLATAN INDUSTRI TERHADAP
PENCEMARAN LOGAM BERAT
DI P E W R A N PANTAI PULAU BATAM

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat u n t u k
mernperoleh gelar Sarjana Kehlrtanan
pada Fakultas ~ e h u t a n a n
lnstitut Pertanian Bogor

JOKO SENTIOSO
E03495014


JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2000