Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan Dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS
KEMAMPUAN DAN POTENSI LAHAN DI KABUPATEN BURU
PROVINSI MALUKU

RIFYAN RUMAN
A156130031

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Wilayah Berbasis Kemampuan dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi
Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Rifyan Ruman
NRP A156130031

RINGKASAN
RIFYAN RUMAN. Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan dan
Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku. Dibimbing oleh SETIA HADI
dan BABA BARUS.
Pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal merupakan modal dasar dan
devisa utama bagi Kabupaten Buru untuk meningkatkan kontribusi penerimaan
pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat melalui optimalisasi potensi
sumberdaya alam yang bertumpu pada basis ekonomi kerakyatan, mutlak menjadi
perhatian pemerintah dan masyarakat. Dengan ditetapkannya Kabupaten Buru
sebagai lumbung pangan kawasan timur Indonesia di Provinsi Maluku sangatlah
beralasan untuk dijadikan starting point dalam memacu akselerasi pertumbuhan
ekonomi di Maluku. Hal ini karena selain Kabupaten Buru memiliki potensi lahan
yang cukup luas juga memiliki letak yang sangat strategis dalam menghubungkan
Provinsi Maluku dengan wilayah-wilayah sekitarnya baik secara eksternal maupun

internal.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari pegamatan langsung di lapang dan wawancara,
serta data sekunder dilakukan di wilayah penelitian dan dari instansi terkait. Metode
analisis data yang digunakan adalah analisis kemampuan lahan yang dihasilkan dari
evaluasi peta sistem lahan dan peta lereng sehingga menghasilkan peta kemampuan
lahan Kabupaten Buru. Analisis Potensi lahan menggunakan peta kemampuan
lahan yang ditumpang tindihkan dengan peta penggunaan lahan yang dapat
dimanfaatkan (semak belukar, semak belukar rawa, lahan terbuka) untuk
pengembangan pertanian di Kabupaten Buru. Analisis keterkaitan antara kelas
kemampuan lahan, penggunaan lahan dan pola ruang menggunakan matriks
keselarasan yang dihasilkan dari tumpang tindih antara ketiga variabel tersebut.
Keterkaitan antara kelas kemampuan lahan, penggunaan lahan dan pola ruang
dikelaskan dalam dua kategori : selaras dan tidak selaras. Location Quotient (LQ)
dan Shift Share Analysis (SSA) untuk mengetahui komoditas unggulan. Proses
penyusunan arahan pengembangan wilayah ini dilakukan dengan menggunakan
peta keselarasan pada analisis sebelumnya dengan mempertimbangkan kelas
kemampuan lahan dan penggunaan lahan yang ada. Untuk analisis ketimpangan
pelayanan fasilitas digunakan untuk menentukan program pembangunan yang
mendukung aktifitas masyarakat di Kabupaten Buru.

Hasil meunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan terluas adalah kelas
kemampuan lahan IV dengan luas 196.099 ha Luas potensi lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya pertanian untuk tiap kecamatan yaitu Kecamatan
Namlea (22,390.73 ha), Kecamatan Waeapo (68,615.62 ha), Kecamatan Waplau
(22,173.26 ha), Kecamatan Batabual (7,920.27 ha) dan Kecamatan Air Buaya
(10,985.77 ha). Analisis keterkaitan menghasilkan pola selaras dan tidak selaras
antara kemampuan lahan dan penggunaan lahan sehingga menimbulkan lahanlahan kritis yang harus direhabilitasi, hubungan kemampuan lahan dan pola ruang
menimbulkan arahan pola ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lahannya
sehingga perlu adanya pengendalian, sedangkan hubungan antara penggunaan
lahan dan pola ruang menimbulkan adanya lahan-lahan yang tidak sesuai dengan
apa yang direncanakan dalam pola ruang sehingga pelu adanya revisi. Analisis LQ

dan SSA di Wilayah Kabupaten Buru, Komoditas yang menjadi unggulan di tiap
Kecamatan hampir sama, tetapi ada 3 kecamatan yang memiliki komoditas yang
menjadi unggulan dan tidak menjadi unggulan di ecamatan lain yaitu Kecamatan
Namlea (ubi jalar dan pisang), Kecamatan Waplau (bawang merah) dan Kecamatan
Batabual (cengkih), akan tetapi pada Kecamatan Waeapo yang menjadi sentra
produksi padi juga harus menjadi perhatian pemerintah untuk pengembangannya
karena merupakan pemasok beras untuk Kabupaten Buru dan Provinsi Maluku.
Arahan pemanfaatan ruang berbasis kemampuan lahan menunjukkan peningkatan

luas pola ruang pada hutan lindung menjadi seluas 167,057 ha (34.55%) yang
bersumber dari areal dengan kemampuan VIII di luar kawasan hutan dan dari
kawasan hutan produksi dan terbatas, hutan suaka alam bertambah menjadi 12,543
ha (2.59%). Kawasan pengembangan pertanian lahan kering bertambah menjadi
26,069 ha (5.39%) yang bersumber dari areal dengan kelas kemampuan III dan IV.
Sedangkan untuk pengembangan pertanian lahan basah berkurang mnjadi 13,987
ha (2.89 %) hal ini dikarenakan setelas di evaluasi kawasan pengembangan ini
terdapat pada lahan dengan kelas kemampuan tinggi dengan faktor pembatas
kelerengan. Arahan program pembangunan yang dihasilkan sesuai dengan fakta
yang ditemukan dapat menjadi dasar untuk dipertimbangkan dalam pengembangan
kawasan untuk mengatasi disparitas antar kecamatan di Kabupaten Buru, selain
hasil analisis yang menjadi pertimbangan yang juga harus dipertimbangkan adalah
potensi-potensi sektor lain seperti sektor perikanan, pertambangan dan sektor lain
yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Kabupaten Buru.
Kata Kunci : kemampuan lahan, potensi lahan, komoditas unggulan, kabupaten
buru

SUMMARY
RIFYAN RUMAN. Referral Regional Development Based Capability and
Potential Land in Buru Regency of Maluku Province. Advisors: SETIA HADI and

BABA BARUS.
Utilization of potential local natural resources is the authorized capital and
main foreign exchange for Buru Regency to increase the contribution of local
revenue and incomes through the optimization of potential resources, which is
based on populist economics, and is absolutely the attention of government and
society. With the enactment of Buru regency as a barn of eastern Indonesia in
Maluku province, it is reasonable to be a starting point in promoting the acceleration
of economic growth in Maluku. Aside from having a quite wide potential area, Buru
also has a very strategic location in connecting Maluku Province with adjacent areas
both externally and internally.
The data used in the study are primary and secondary data. The primary data
were obtained from direct observation in the field and interviews, as well as
secondary data were conducted in the area of research and related institutions. Data
analysis method used is the analysis of land capability resulting from the evaluation
of the land system and slope maps resulting land capability map of Buru. Analysis
of potential land used land capability map superimposed with land use map that
could be utilized (scrub, scrub swamp, open land) for the development of
agriculture in Buru. Analysis of the linkage between the classes of land capability,
land use and spatial patterns used alignment matrix generated from the overlap
between these three variables. The linkage between the classes of land capability,

land use and spatial patterns is classified into two categories: aligned and unaligned.
Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA) were used to determine the
main commodity. The preparation process of referral regional development is done
using the alignment map on a previous analysis by considering the class of land
capability and existing land use. For the analysis of inequality, facilities and
services were used to determine a development program that supports community
activities in Buru.
The results showed that the widest class of land capability is the land
capability IV with an area of 196,099 ha. The area of potential land that can be used
for cultivation of each sub-districts is Namlea (22,390.73 ha), Waeapo (68,615.62
ha), Waplau (22,173.26 ha), Batabual (7,920.27 ha) and Air Buaya (10,985.77 ha).
The results of linkage analysis found aligned and unaligned patterns between land
capability and land use resulting in critical lands to be rehabilitated, the relationship
of land capability and spatial patterns found a landing spatial pattern that is not in
accordance with the carrying capacity of the land so that it requires control, while
the relationship between land use and spatial patterns lead to the lands that are not
in accordance with what have been planned in the spatial patterns so that it requires
revision. Analysis of LQ and SSA in the region of Buru, the superior commodities
in each sub-district are almost the same, but there are three districts that have
superior commodities only in their sub-districs namely Namlea (sweet potatoes and

bananas), Waplau (onion) and Batabual (cloves), but Waeapo which is the rice
production center should also be the government’s attention to its development as
a supplier of rice to Buru and Maluku. Referral land capability-based spatial

patterns showed an increase of spatial pattern area in protected forest area into
167.057 ha (34.55%), which comes from the area with the ability VIII outside the
forest area and from production and restricted forests, preserved forest increased to
12.543 ha (2.59 %). Dryland agriculture development areas increased to 26.069 ha
(5.39%) sourced from areas with capability classes of III and IV. As for wetlands
agricultural development decreased to 13.987 ha (2.89%) because after the
evaluation, the development area are on lands with high capability class and slope
limiting factor. Referrals development program generated based on the facts
discovered can be the basis for consideration in the regional development to
overcome the disparities between sub-districts in Buru. In addition, the analysis that
must also be considered is the potential of other sectors such as fisheries, mining
and other supporting economic growth and development in Buru.
Keywords: land capability, potential land, superior commodity, Buru Regency

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH BERBASIS KEMAMPUAN
DAN POTENSI LAHAN DI KABUPATEN BURU
PROVINSI MALUKU

RIFYAN RUMAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Judul Tesis : Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Kemampuan dan Potensi
Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku
Nama
: Rifyan Ruman
NRP
: A156130031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Setia Hadi, MS
Ketua

Dr Ir Baba Barus, M.Sc

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 18 Mei 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
pengembangan wilayah dengan judul Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis
Kemampuan dan Potensi Lahan Di Kabupaten Buru Provinsi Maluku.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS dan Bapak Dr Ir Baba Barus M.Sc selaku komisi
pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai
dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan
arahan dalam penyempurnaan tesis ini
3. Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah
4. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB.
5. Pemerintah Kabupaten Buru yang telah memberi izin dan membantu penulis
dalam melakukan penelitian di lokasi
6. Rekan-rekan PWL reguler dan Bappenas angkatan 2013 dan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tesis ini.
Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada kedua orang tuaku
tercinta beserta seluruh keluarga, atas segala do’a, dukungan, kasih sayang dan
pengorbanan yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari adanya
keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih
terdapat banyak kekurangan.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Terimaksih.

Bogor, Mei 2016
Rifyan Ruman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ii
iii
iv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kalsifikasi Kemampuan Lahan
Kemampuan Lahan dalam Tingkat Sub-Kelas
Kemampuan Lahan dalam Tingkat Unit (Satuan Pengelolaan)
Evaluasi Lahan Berbasis Kemampuan Lahan
Penetapan Komoditas Unggulan
Konsep Pengembangan Wilayah
Strategi Pembangunan Wilayah

5
5
7
7
7
8
9
10

3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Analisis Kemampuan dan Potensi Lahan
Analisis Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan
Pola Ruang
Komoditas Pertanian Unggulan Wilayah
Arahan Pengembangan Wilayah

12
12
12
12
12
13
14
16

GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kondisi Geografi
Kondisi Fisiografi dan Topografi Wilayah
Klimatologi
Geologi
Penggunaan Lahan
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Kependudukan
Ketenagakerjaan
Sosial
Pendidikan
Kesehatan
Gambaran Sektor Pertanian
Tanaman Pangan
Perkebunan Rakyat

17
17
17
17
18
18
19
19
20
21
21
22
23
23
25

4

1
1
2
3
3
4

ii

Kehutanan
Peternakan
Perikanan
5

6

25
25
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Kelas Kemampuan Lahan dan Potensi Lahan
Kelas Kemampuan Lahan
Potensi Lahan Kabupaten Buru
Analisis Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan
Pola Ruang
Keterkaitan Kemampuan Lahan dan Penggunaan Lahan
Keterkaitan Kemampuan Lahan dan Pola Ruang
Keterkaitan Penggunaan Lahan dan Pola Ruang
Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan Pola Ruang
Penentuan Komoditas Unggulan (LQ dan SSA)
Arahan Pengembangan Wilayah
Pola Ruang dan Arahan Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Buru
Ketimpangan Pelayanan Fasilitas untuk Mendukung Pengembangan
Wilayah
Arahan Program Pembangunan
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27
30
31
31
33
34
36
37
39
39
42
48
52
52
52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

53
56
61

DAFTAR TABEL
1.

Kriteria Penggunaan Lahan yang Dipekenankan Pada Setiap Kelas
Kemampuan Lahan
2. Luas Daerah Kecamatan Terhadap Luas Kabupaten Buru
3. Sebaran Luas Penggunaan Lahan Wilayah Kabupaten Buru
4. Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kab. Buru
5. Penduduk Unit Transmigrasi di Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru
6. Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama dan
Jenis Kelamin di Kabupaten Buru
7. Penduduk Usia 7 sampai 24 Tahun yang Masih Sekolah Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Buru
8. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas Menurut Kemampuan
Membaca dan Menulis di Kabupaten Buru
9. Presentase Penduduk Berumur 7 sampai 24 Tahun Menurut Jenis Kelamin
dan Partisipasi Sekolah di Kabupaten Buru
10. Jumlah Fasilitas Pendidikan Menurut Kecamatan di Kabupaten Buru
11. Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Buru

14
17
19
20
20
21
21
21
22
22
23

iii
12. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan
di Kabupaten Buru
13. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Sayuran
di Kabupaten Buru
14. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Buah
di Kabupaten Buru
15. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan
di Kabupaten Buru
16. Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Buru
17. Populasi, Jumlah yang Dipotong dan Produksi Daging
Ternak/Unggas di Kabupaten Buru
18. Rumah Tangga Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Buru
19. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
20. Luas (Ha) dan Proporsi Luas (%) Kelas dan Sub Kelas Kemampuan Lahan
21. Hubungan antara Kemampuan Lahan dengan Penggunaan Lahan
22. Hubungan antara Kemampuan Lahan dengan Pola Ruang
23. Hubungan antara Penggunaan Lahan dengan Pola Ruang
24. Rekapitulasi Keterkaitan antara Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan
dan Pola Ruang
25. Keterkaitan Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan dan Pola Ruang
26. Pola Umum Hasil Tumpang Tindih
27. Hasil Analisis LQ dan SSA Kabupaten Buru Per Kecamatan
28. Luas Kawasan Berdasarkan Pola Ruang RTRW Kabupaten Buru Tahun
2008-2028
29. Luas Kawasan Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Buru
30. Panjang Jalan (km) Menurut Kondisi Jalan dan Kecamatan di Kab. Buru
31. Rasio Pelayanan Jalan (km) Kondisi Baik Menurut Kecamatan
di Kabupaten Buru
32. Sebaran Fasilitas Pendidikan dan Hasil Penetapan Hirarki di Kab. Buru
33. Sebaran Fasilitas Kesehatan dan Hasil Penetapan Hirarki di Kab Buru
34. Rasio Tenaga Kesehatan Per 1000 Penduduk di Kabupaten Buru
35. Matriks Arahan Program Pembangunan
36. Hasil Sintesis Arahan Program Pembangunan

24
24
24
25
25
26
26
27
29
32
33
35
36
36
36
38
40
41
43
44
44
47
48
49
50

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kerangka Pikir Penelitian
Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan
Macam Penggunaan Lahan
Peta Lokasi Penelitian
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Buru
Produksi Padi Sawah Kabupaten Buru Tahun 2009 – 2012
Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Buru
Presentase Luas Total Kelas Kemampuan Lahan di Setiap Kecamatan
Pada Kabupaten Buru
Peta Potensi Lahan di Kabupaten Buru
Total Luas Potensi Lahan di Kabupaten Buru

4
5
12
19
23
28
29
30
31

iv
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Peta Hubungan Kemampuan Lahan dan Penggunaan Lahan
Peta Hubungan Kemampuan Lahan dan Pola Ruang
Peta Hubungan Pola Ruang dan Penggunaan Lahan
Peta Hubungan Kemampuan Lahan, Pola Ruang dan Penggunaan Lahan
Peta Sebaran Komoditas Unggulan di Kabupaten Buru
Peta Pola Ruang Kabupaten Buru
Peta Arahan Pemanfaatan Ruang Kabupaten Buru
Peta Jaringan Jalan Kabupaten Buru
Peta Hirarki Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Buru
Peta Hirarki Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Buru
Penyebaran Tenaga Kesehatan Per Kecamatan di Kabupaten Buru
Peta Arahan Program Pembangunan

32
34
35
37
39
39
41
43
45
47
48
51

DAFTAR LAMPIRAN
1.

2.
3.
4.

Penggolongan Besarnya Intensitas Faktor Penghambat dalam Kriteria
Klasifikasi Kelas Kemampuan pada Tingkat Sub-Kelas
Mengikuti Arsyad (2010)
Contoh Kelas Kemampuan Lahan
Contoh Penilaian Keselarasan Kelas Kemampuan Lahan,
Penggunaan Lahan dan Pola Ruang
Contoh Arahan Pemanfaatan Ruang

57
58
59
60

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang terpusat pada daerah
perkotaan memacu perpindahan penduduk dari daerah sekitarnya sehingga
berpengaruh terhadap jumlah dan penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan perkembangan aktifitas ekonomi, maka akibatnya adalah
meningkatnya kebutuhan akan ruang dan/atau lahan untuk pengembangan
permukiman serta kebutuhan lain, misalnya prasarana dan sarana. Untuk
memenuhi kebutuhan lahan ini, maka terjadi perubahan penggunaan lahan,
umumnya dari lahan pertanian kepada penggunaan non pertanian. Peningkatan
jumlah penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat terhadap
menurunnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan, baik lahan,
air, maupun udara (Aliati, 2007).
Hal tersebut diatas juga memicu kebutuhan lahan yang meningkat dari
waktu ke waktu. Peningkatan kebutuhan tersebut merupakan kondisi lazim
sebagai konsekuensi logis dari pembangunan (Pribadi et al., 2006 dalam Fajarini,
2014).
Lahan adalah lingkungan fisik yang mencakup tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi potensi
penggunaan lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Lahan merupakan
sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (i)
sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi)
dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik (jenis batuan,
kandungan mineral, topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam menampung
kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik. Oleh karena itu lahan perlu
diarahkan dan dimanfaatkan untuk kegiatan yang paling sesuai dengan sifat
fisiknya serta dikelola agar mampu menampung kegiatan masyarakat yang terus
berkembang (Dardak, 2005).
Pemanfaatan sumberdaya lahan secara optimal sesuai daya dukung
lingkungan, berpengaruh terhadap dinamika penggunaan dan penataan peruntukan
lahan sesuai fungsinya. Dinamika pemanfaatan lahan yang tidak terkendali dan
diatur, berdampak terhadap perubahan biofisik bentang lahan yang cenderung
destruktif yang melampaui toleransi batas ambang (Pratiwi, 2015).
Rencana tata ruang dan pemanfaatan ruang harus memperhatikan semua
aspek yang ada baik sosial, ekonomi maupun aspek lingkungan. Aspek yang
masih kurang dipertimbangkan dengan memadai dalam memanfatakan ruang
adalah aspek lingkungan terutama terkait dengan daya dukung. Hal ini berakibat
pada pemanfaatan ruang tidak seimbang dengan lingkungan yang ada dan
akhirnya dapat melampaui batas dari daya dukung lingkungan. Pada dasarnya
evaluasi daya dukung wilayah sangat terkait erat dengan evaluasi sumberdaya
lahan, dimana satuan lahan yang memiliki hambatan tinggi akan sesuai untuk
menjadi kawasan lindung, dan sebaliknya yang memiliki hambatan rendah dapat
menjadi kawasan budidaya (Rustiadi, et al., 2011). Berdasarkan lampiran
PERMEN LH No 17 tahun 2009 penyusunan rencana tata ruang wilayah yang
tidak memperhatikan daya dukung lingkungan hidup, dapat menimbulkan
permasalahan lingkungan hidup seperti banjir, longsor dan kekeringan.

2

Perencanaan penggunaan lahan yang berbasis komoditas unggulan
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan terkait dengan
efektifitas pemanfaatan lahan, sebab dengan adanya perencanaan penggunaan
lahan tersebut akan diketahui alokasi lahan yang sesuai dengan peruntukannya
(Rahman, 2015). Dalam mengembangkan komoditas-komoditas unggulan tersebut
juga perlu diketahui potensi dan karakteristik lahan. Lahan mempunyai
kemampuan beragam dari segi biofisik, ditentukan oleh karakter bentuk
permukaan, kemiringan, ketinggian tempat, serta sifat tanah seperti tekstur,
struktur, tingkat kemasaman dan sifat kimia lainnya. Produktivitas suatu
komoditas sangat ditentukan oleh karakteristik lahan tersebut sebagai tempat
tumbuh dan berkembang, dan setiap komoditas mempunyai persyaratan tumbuh
yang berbeda (Setiawan, 2010). Syafruddin et al., (2004) mengemukakan bahwa
untuk membangun sektor pertanian yang kuat, berproduksi tinggi, efisien, berdaya
saing tinggi, dan berkelanjutan perlu dilakukan penataan sistem pertanian dan
penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah pengembangan disertai
kebijakan pemerintah daerah yang tepat.
Kabupaten Buru merupakan salah satu bagian dari Provinsi Maluku yang
dimekarkan sejak bulan Oktober Tahun 1999 dan mengalami pemekaran lagi
menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Buru dan Kabupaten Buru Selatan pada
tahun 2008. Dalam Rencana Struktur Tata Ruang Provinsi (RSTRP) Maluku,
Kabupaten Buru telah ditetapkan sebagai kawasan Prioritas, yakni Merupakan
kawasan tumbuh cepat berbasis pertanian. Good Will Pemerintah Provinsi Maluku
ini didukung dengan potensi sumberdaya alam Kabupaten Buru yang cukup besar
sehingga diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi wilayah ini.
Kabupaten Buru juga sebagai lumbung pangan diharapkan untuk segera
membangun dan menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Diantara
berbagai kebutuhan yang sangat penting dalam meningkatkan investasi adalah
pembangunan dermaga Namlea, sarana jalan yang menghubungkan kota
kabupaten dan kota kecamatan maupun desa. Dengan demikian penelitian tentang
Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Potensi dan Kemampuan Lahan di
Kabupaten Buru Provinsi Maluku perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Analisis fisik dan lingkungan telah banyak digunakan untuk mengenali
karakteristik sumber daya alam di suatu wilayah atau kawasan. Analisis tersebut
dapat dilakukan dengan menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan. Tujuannya,
agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah dan/atau kawasan dapat
berjalan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem
(Nashiha et al., 2015).
Pemerintah Kabupaten Buru dengan visinya masyarakat sejahtera dan
demokratis yang berbasis pertanian, bermaksud mengembangkan perekonomian
regionalnya berbasis sumberdaya alam dan agribisnis, yang pengembangannya
akan lebih terfokus pada pendekatan wilayah dengan menetapkan kawasankawasan pengembangan terpilih yang akan dijadikan wilayah pusat pertumbuhan
agribisnis. Rencana kebijakan ini dalam implementasinya akan melibatkan
seluruh komponen masyarakat dalam suatu kelompok usaha tani, dimana
masyarakat disiapkan untuk merespon rencana dari setiap program pembangunan
pertanian melalui pendekatan wilayah dengan menetapkan kawasan-kawasan

3

pengembangan dalam suatu permukiman yang lebih produktif guna
meminimalisir kesenjangan antara kota dan desa. Model ini akan dikembangkan
dengan sistem keterkaitan (linkage) dengan tujuan untuk memberikan arahan
pengembangan yang optimal dalam mendukung perkembangan wilayah
Kabupaten Buru baik dalam sistem keterkaitan internal (antar pusat-pusat
kegiatan di dalam Kabupaten Buru) maupun sistem keterkaitan eksternal yang
menghubungkan Kabupaten Buru dengan kawasan-kawasan lain disekitarnya.
Pemanfaatan potensi sumber daya alam lokal merupakan modal dasar dan
devisa utama bagi Kabupaten Buru untuk meningkatkan kontribusi penerimaan
pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat melalui optimalisasi potensi
sumberdaya alam yang bertumpu pada basis ekonomi kerakyatan, mutlak menjadi
perhatian pemerintah dan masyarakat. Dengan ditetapkannya Kabupaten Buru
sebagai lumbung pangan kawasan timur Indonesia di Provinsi Maluku sangatlah
beralasan untuk dijadikan starting point dalam memacu akselerasi pertumbuhan
ekonomi di Maluku. Hal ini karena selain Kabupaten Buru memiliki potensi lahan
yang cukup luas juga memiliki letak yang sangat strategis dalam menghubungkan
Provinsi Maluku dengan wilayah-wilayah sekitarnya baik secara eksternal
maupun internal.
Dari beberapa uraian di atas, maka yang menjadi pertanyaan untuk dikaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana kemampuan dan potensi lahan di Kabupaten Buru ?
2.
Bagaimana keselarasan antara kemampuan lahan, penggunaan
lahan dan pola ruang di Kabupaten Buru ?
3.
Jenis komoditas pertanian apa saja yang menjadi unggulan di
wilayah Kabupaten Buru ?
4.
Bagaimana arahan program pengembangan wilayah di Kabupaten
Buru ?
Tujuan Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian
ini adalah :
1.
Menganalisis kemampuan dan potensi lahan di Kabupaten Buru.
2.
Menganalisis keselarasan antara kemampuan lahan, penggunaan
lahan dan pola ruang di Kabupaten Buru.
3.
Mengetahui komoditas unggulan dari wilayah di Kabupaten Buru
4.
Membuat arahan pengembangan wilayah di Kabupaten Buru.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Sebagai bahan informasi dan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah daerah dalam upaya menyusun strategi untuk mengatasi
disparitas pengembangan antar wilayah.
2.
Sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan pembangunan
daerah.
3.
Sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan perencanaan
wilayah dengan isu sentralnya adalah disparitas antara wilayah di
Kabupaten Buru Provinsi Maluku.

4

Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pikir penelitian ini adalah seperti pada diagram alir
berikut :
Pembangunan dan
Pengembangan Wilayah

Pertambahan jumlah
penduduk

Kemampuan lahan

Pola Ruang RTRW

Perkembangan aktifitas
sosial, ekonomi dan
pembangunan infrastruktur

Potensi lahan

Penggunaan lahan aktual

Tidak selaras

Selaras

Arahan pengembangan wilayah
berbasis kemampuan dan
potensi lahan

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Ketimpangan
pelayanan fasilitas

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen
lahan) secara sistematik dan pengelompokannya kedalam beberapa kategori
berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas
lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Kemampuan
lahan adalah istilah yang sudah lebih dahulu dan lebih lama digunakan oleh US
Soil Conservation Service, di dalam sistem klasifikasi yang telah banyak juga
digunakan diberbagai negara baik dalam bentuk aslinya dengan delapan kelas atau
dalam bentuk yang telah dirubah (Arsyad, 2006).
Dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan ini, lahan dikelompokkan
kedalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan atau
satuan pengelolaan. Pengelompokan ke dalam kelas didasarkan pada intensitas
faktor penghambat. Tanah dikelompokan ke dalam delapan kelas yang ditandai
dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan
meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII. Hubungan antara kelas
kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah disajikan pada
Gambar 2.
Kelas
Kemampuan
Lahan

kelas

Cagar
Alam

Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat
Pengembalaan
Hutan

Terbatas

Sedang

Intensif

Terbatas

Garapan
Sedang

Intensif

Sangat
Intensif

I
Hambatan
meningkat
kesesuaian dan
pilihan
penggunaan
lahan berkurang

II
III
IV
V
VI
VII
VIII

Gambar 2 Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas
dan Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006)
Kelas Kemampuan I
Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa
memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya
dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan
responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau
ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim
dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah
yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktifitas.
Kelas Kemampuan II
Lahan Kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi
pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah
yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran
tanamandengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan guludan,
disamping tindakan-tindakan pemupukan. Faktor penghambat lahan kelas II
adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng melandai, (2)
kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah

6

agak kurang ideal, (4) struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan
salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau
banjir, (7) drainase yang buruk mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8)
iklim sedikit menghambat.
Kelas Kemampuan III
Lahan kelas III memunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi
pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan
tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu
dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran
tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut
lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan
kesuburan tanah. Faktor penghambat lahan kelas III adalah salah satu atau
kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak
tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4)
permeabilitas sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah
diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah
dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas kandungan Na sedang, (10) penghambat
iklim sedang.
Kelas Kemampuan IV
Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan
tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhatihati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah
satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam, (2) kepekaan erosi
besar, (3) erosi yang terjadi berat, (4) tanah dangkal, (5) daya menahan air rendah,
(6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, (7)
drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran
drainase, (8) salinitas atau kandungan Na agak tinggi, (9) penghambat iklim
sedang.
Kelas Kemampuan V
Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi
mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat
membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya lahan ini hanya cocok untuk tanaman
rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi
mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) drainase yang
sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatu-batu dan (4)
penghambat iklim cukup besar.
Kelas Kemampuan VI
Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak
sesuai untuk pertanian dan hanya untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan.
Penggunaan padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan
baik. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu satu
atau lebih sifat-sifat berikut: (1) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi
yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat
buruk atau tergenang, (6) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan
Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar.
Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim
dan hanya untuk padang pengembalaan atau dihutankan. Faktor penghambatnya

7

lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut: (1)
lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5)
drainase terhambat, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) iklim
sangat menghambat.
Kelas Kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan
dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan
untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat tidak dapat
diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: (1)
erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu
tergenang, (4) berbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitas
atau kandungan Na sangat tinggi, (7) sangat terjal.
Kemampuan Lahan dalam Tingkat Sub-kelas
Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan faktor
penghambat yang sama, Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam
beberapa jenis, yaitu: bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap
perakaran tanaman (s), dan iklim (c). Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis
dibelakang angka kelas seperti berikut: IIIe, IIw, IVs, dan sebagainya, yang
masing-masing menyatakan lahan kelas III disebabkan oleh faktor erosi (e), lahan
kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w) dan lahan kelas IV yang disebabkan
oleh terhambatnya perakaran tanaman (s).
Kemampuan Lahan dalam Tingkat Unit (Satuan Pengelolaan)
Kemampuan lahan dalam tingkat unit memberi keterangan yang lebih
spesifik dan detil daripada sub kelas. Lahan yang termasuk dalam suatu unit
kemampuan lahan mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengelolaan
yang sama untuk pertumbuhan tanaman. Lahan ini mempunyai sifat yang sama
dalam hal: (a) kemampuan memproduksi tanaman pertanian dan rumput makanan
ternak, (b) memerlukan tindakan-tidakan konservasi dan pengelolaan yang sama,
(c) tanaman yang ditanam pada lahan tersebut dengan pengelolaan yang sama
akan memberikan hasil yang kurang lebih sama. Dalam tingkat unit, kemampuan
lahan diberi simbol dengan menambahkan angka-angka arab di belakang simbol
sub kelas. Angka-angka menunjukkan besarnya tingkat dari faktor penghambat
yang ditunjukkan dalam sub kelas, misalnya IIw-1, IIIe-3, IVs-3 dan sebagainya.
Evaluasi Lahan Berbasis Kemampuan Lahan
Perencanaan penggunaan lahan yang bersifat berkelanjutan tentunya
mempertimbangkan kondisi fisik wilayah yang ada. Komoditas yang ingin di
rencanakan harus sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayahnya.
Evaluasi sumberdaya lahan berbasis evaluasi lahan dan kemampuan lahan
merupakan salah satu metode untuk menganalisis daya dukung lingkungan
berdasarkan kondisi fisik lingkungan sekitar.
Evaluasi sumber daya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk
menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun
kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat
sumber daya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus, 2004).

8

Manfaat yang mendasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah untuk
menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu baik secara umum
maupun spesifik serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan
penggunaan lahan yang akan dilakukan. Kegunaan terperinci dari evaluasi lahan
sangat beragam ditinjau dari konteks fisik, ekonomi, sosial dan dari segi intensitas
skala dari studi itu sendiri serta tujuannya. Evaluasi kesesuain lahan itu sendiri
terdiri dari evauasi kemampuan lahan dan evaluasi kesesuaian lahan.
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.
Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka diketahui
potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan
lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah
pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk
tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Penetapan Komoditas Unggulan
Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan pratikal
yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat perkembangan
wilayah (Rustiadi et al., 2009). Akan tetapi setiap wilayah agar bias berkembang
harus mempunyai sektor keunggulan yang bukan didasarkan pada biaya produksi
yang murah saja tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi (innovation). Dengan
demikian paradigma baru pengembangan wilayah yang mengarah kepada
pembentukan keunggulan daya saing perlu digali dan diterapkan di Indonesia.
(Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah, 2001).
Beberapa konsep pengembangan wilayah berbasis sektor unggulan yang
dapat diterapkan di suatu daerah, salah satunya adalah pengembangan wilayah
berbasis komoditas unggulan. Konsep ini menekankan motor penggerak
pembangunan suatu wilayah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi
unggulan, baik ditingkat domestik maupun internasional (BPPT Deputi
Pengkajian Kebijakan Teknologi, 2001).
Konsep dan pengertian komoditas unggulan ini dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi
penawaran, komoditas ungggulan merupakan komoditas yang paling superior
dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial
ekonomi petani suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan
pengertian locational advantages. Sedangkan dilihat dari sisi permintaan yang
kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Dengan pengertian
tersebut maka komoditas unggulan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi
penawaran karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi
permintaan karena ada pergeseran permintaan konsumen (Syafa’at dan Priyanto,
2000 dalam Setiawan, 2010)
Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah
awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk
meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era
perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang
memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah
dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi,

9

kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial
budayasetempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian,
2003 dalam Sari, 2008).
Tentunya pewilayahan komoditas unggulan ini harus berdasarkan daya
dukung lahan komoditas tersebut. Pewilayahan komoditas pertanian sesuai
dengan daya dukung lahan dimaksudkan agar produktivitas lahan yang
diusahakan mencapai tingkat optimal. Dalam mendukung kegiatan agribisnis,
pengertian produktivitas lahan ditujukan untuk suatu tipe penggunaan lahan (Land
Utilization Types) baik secara campuran (multiple land utilization types) maupun
individual (compound utilization types) mampu berproduksi optimal (Djaenudin et
al., 2002). Selanjutnya Rustiadi et. al (2011) menambahkan bahwa adanya sistem
pewilayahan komoditas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem produksi
dan distribusi komoditas, karena pewilayahan komoditas pada dasarnya adalah
suatu upaya memaksimalkan “comparative advantage” setiap wilayah.
Menurut Rustiadi et al. (2011), sektor ekonomi wilayah dapat dibagi dalam
dua golongan yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi di
dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme
ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis ini akan menghasilkan barang dan
jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah sedangkan
sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani
pasar di wilayahnya sendiri dan kapasitas ekspor wilayah belum berkembang.
Metode yang sering dipakai sebagai indikasi sektor basis adalah metode Location
Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA).
Analisis LQ merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui
pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang
lebih luas. Metode LQ juga dapat digunakan untuk mengetahui potensi aktivitas
ekonomi yang merupakan indikasi sektor basis dan bukan basis karena merupakan
perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih
luas dalam suatu wilayah. Suatu wilayah yang memiliki nilai koefisien LQ lebih
dari satu untuk suatu kegiatan maka wilayah tersebut berpotensi ekspor sehingga
dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi wilayahnya serta memiliki daya
saing ekonomi dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Analisis LQ juga memberikan gambaran mengenai sektor atau kegiatan
ekonomi mana yang terkonsentrasi (memusat) dan yang tersebar. Tarigan (2008)
menyatakan bahwa analisis LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif
dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi
sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada,
metode LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan
kapasitas riil daerah tersebut. Variabel yang digunakan sebagai ukuran untuk
menentukan potensi komoditas pertanian masing-masing land unit dalam analisis
LQ adalah luas lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian lahan kering,
aktivitas perkebunan, serta aktivitas pertanian lahan basah tahun 2013 dengan
wilayah referensi Kabupaten Buru. Komoditas yang merupakan sektor basis
adalah komoditas dengan nilai LQ > 1, yang menunjukkan terjadinya konsentrasi
suatu aktifitas di wilayah yang bersangkutan secara relatif dibandingkan dengan
total wilayah yang lebih luas atau terjadi pemusatan aktifitas di wilayah yang
bersangkutan.

10

Konsep Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari
semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan
kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah
adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya
dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor
serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.
Sementara itu, pengertian wilayah sangat penting untuk diperhatikan
apabila berbicara tentang program-program pembangunan yang terkait dengan
pengembangan wilayah dan pengembangan kawasan. Pengembangan kawasan
terkait dengan pengembangan fungsi tertentu dari suatu unit wilayah, mencakup
fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan dan keamanan.
Istilah wilayah mengacu pada pengertian unit geografis, secara lebih
jelasnya, Rustiadi et al. (2009) mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit
geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponen di dalamnya
memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Dengan
demikian wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik (tertentu) dimana komponen-komponennya memiliki arti didalam
pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan. Dari
definisi tersebut terlihat bahwa tidak ada batasan spesifik dari luasan suatu
wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningful” untuk perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian
batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat
dinamis (berubah-ubah), sehingga istilah wilayah menekankan interaksi antar
manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu
batasan unit geografis tertentu.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan aspek fungsional.
Strategi Pembangunan Wilayah
Ketidakseimbangan pembangunan inter-regional, disamping menyebabkan
kapasitas pembangunan regional yang sub-optimal, juga pada gilirannya
menihilkan potensi-potensi pertumbuhan pembangunan secara agregat (makro)
dan adanya interaksi pembangunan inter-regional yang sinergis (Rustiadi et al.,
2004). Ada tiga strategi pengembangan wilayah:
(a) Strategi dan Sisi Pasokan (Supply Side Strategy)
Menyadari terjadinya ketidakseimbangan pembangunan inter-regional,
pemerintah telah menyelenggarakan berbagai program-program pengembangan
wilayah/kawasan. Pada awalnya, strategi program pengembangan kawasan lebih
didasarkan atas strategi dan sisi pasokan (supply side strategy), yakni berupa
program-program pengembangan kawasan yang didasarkan atas keunggulankeunggulan komparatif (comparative advantages) berupa peningkatan produksi
dan produktifitas kawasan yang didasarkan atas pertimbangan optimalisasi daya
dukung (carrying capacity), kapabilitas (capability) dan kesesuaian (suitability)
sumberdaya wilayah. Strategi pembangunan yang hanya dilakukan dari sisi
pendekatan pasokan pada akhirnya akan terbatas akibat adanya keterbatasan
(demand trap) dan sisi permintaan, baik secara domestik maupun dari luar

11

kawasan. Pada tahap awal strategi ini sebenarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan pertumbuhan/produktivitas wilayah, tapi jika tanpa perencanaan
yang matang bisa terjadi pengurasan sumberdaya wilayah secara berlebihan.
Mungkin pada awalnya akan terjadi pertumbuhan wilayah tetapi pada jangka
waktu yang lama yang terjadi justru kerusakan sumberdaya wilayah. Hal ini
terutama jika yang diproduksi adalah sumberdaya yang tak terbaharukan.
(b)Strategi Pengembangan Sisi Permintaan (Demand Side Strategy)
Seperti dikatakan di atas jika strategi pembangunan lebih ditekankan pada
sisi pendekatan pasokan, pada akhirnya akan terbatas karena adanya keterbatasan
dari sisi permintaan. Untuk itu dalam perkembangan selanjutnya, strategi
pembangunan kawasan juga haras dikembangkan atas dasar strategi
pengembangan sisi permintaan (demand side strategy). Strategi ini dikembangkan
melalui upaya mendorong tumbuhnya permintaan akan barang dan jasa secara
domestik melalui upaya-upaya peningkatan kesejahteraan (peningkatan tingkat
pendapatan, pendidikan, sosial budaya, dan lain-lain) masyarakat kawasan.
(c) Strategi Keterkaitan (Linkages)
Bisa terjadi suatu wilayah dan sisi pasokan relatif tinggi tetapi mempunyai
keterbatasan dalam permintaan, atau sebaliknya dan sisi permintaan relatif tinggi
tetapi terbatas akan sumber daya/pasokan. Keterbatasan dan kelebihan dari suatu
wilayah seharusnya dapat dipertemukan sehingga perekonomian wilayah secara
keseluruhan dapat meningkat. Untuk itu strategi yang ketiga adalah strategi
keterkaitan (linkages). Strategi berbasis keterkaitan antar kawasan pada awalnya
dapat diwujudkan dengan pengembangan keterkaitan fisik antar kawasan dengan
membangun berbagai infrastruktur fisik, seperti jaringan transportasi jalan,
pelabuhan, jaringan komunikasi dan lainnya yang dapat menciptakan keterkaitan
yang sinergis (saling memperkuat) antar kawasan. Tetapi keterkaitan fisik saja
tidak cukup, harus disertai dengan pengembangan keterkaitan yang sinergis yang
lebih luas, yakni dengan disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur
insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar kawasan. Pengembangan
keterkaitan yang tidak tepat sasaran dapat mendorong backwash yang lebih massif
yang pada akhirnya justru memperparah kesenjangan dan ketidakberimbangan
pembangunan inter-regional. Oleh karena i