Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan Di Kota Bogor, Indonesia

PENERAPAN SISTEM PERANGKAT PENILAIAN PADA
KAWASAN PERUMAHAN, STUDI KASUS KAWASAN
PERUMAHAN DI KOTA BOGOR, INDONESIA

RAHMAT REJONI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Sistem
Perangkat Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan
di Kota Bogor, Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Rahmat Rejoni
NIM A451130201

RINGKASAN
RAHMAT REJONI. Penerapan Sistem Perangkat Penilaian Pada Kawasan
Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan di Kota Bogor, Indonesia.
Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan INDUNG SITTI
FATIMAH.
Konsep ‘Green Architecture’ atau arsitektur hijau menjadi topik yang
menarik saat ini. Salah satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi
tapak/site dan menghemat sumber daya alam akibat semakin menipisnya sumber
energi tak terbarukan. Selain itu juga mengakibatkan peningkatan kesadaran
masyarakat dunia akan pentingnya kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Hal ini
dimulai sejak deklarasi Stockholm tahun 1972, dengan diselenggarakannya
konferensi internasioanal PBB di Rio de Jenairo Brazil yang akhirnya
menghasilkan sebuah rumusan yang memuat prinsip-prinsip dan pedoman bagi
penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang tercantum
dalam Protokol Kyoto tahun 1997.

Tingkat kehijauan suatu bangunan harus dapat diposisikan dalam level yang
dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu. Setiap negara
mempunyai sistem rating masing – masing. Untuk negara Indonesia sendiri
terdapat sebuah standar bangunan hijau yaitu GREENSHIP yang dikembangkan
oleh Lembaga Konsul Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council
Indonesia (GBCI) yang dibentuk tahun 2009, Amerika Serikat – LEED tahun
1998, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star yang dicetuskan oleh Green
Building Council Australia (GBCA) tahun 2002, dan lain sebagainya. Namun di
Indonesia belum tersedia penilaian terhadap kawasan hijau seperti kawasan
perumahan yang disebabkan karena perangkat hijau kawasan saat ini masih
berupa draf. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk (1) membandingkan beberapa
perangkat hijau di dunia untuk melengkapi draf perangkat penilaian di Indonesia,
(2) menilai kawasan perumahan dengan perangkat penilaian, (3) membuat konsep
perumahan berkelanjutan sesuai standar perangkat penilaian.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei observasi lapang
ke lokasi penelitian terpilih secara langsung, wawancara, dan studi pustaka
dengan melakukan metode komparasi. Metode komparasi yaitu membandingkan
antara beberapa perangkat hijau yang ada terutama yang berhubungan dengan
kawasan, dengan melihat persamaan parameter yang ada disetiap perangkat hijau,
lalu dibandingkan juga dengan perangkat penilaian Greenship yang ada di

Indonesia untuk didapatkan kekurangan atau tambahan bagi perangkat tersebut,
Perhitungan untuk persentase tiap aspek pada masing-masing perangkat dapat
diperoleh dengan cara menghitung persentase untuk masing-masing kriteria.
Hasil rata-rata persentase tertinggi terdapat pada aspek transportasi sebesar
17 persen, Greenship dengan nilai poin tertinggi yaitu 23 persen, dan Leed yaitu
sebesar 35 poin terdapat pada tolok ukur tentang jalan yang ramah bagi pejalan
kaki, meningkatkan kesehatan masyarakat, nyaman, dan aman. Poin terbesar
Greenship terdapat pada beberapa tolok ukur, yaitu: konektivitas jaringan jalan
yang mengatur tentang jalan yang efisien untuk aksesibilitas kawasan, transportasi
umum yang mengatur penggunaan kendaraan umum sehingga mengurangi emisi,
serta jaringan dan fasilitas pedestrian yang bertujuan untuk mendorong gaya hidup

sehat. Sehingga diperlukan penyempurnaan draf Greenship Sustainable
Neighborhood dengan menambah poin pada kriteria transportasi yang merupakan
kriteria terpenting. Aspek rata-rata yang paling rendah terdapat pada aspek limbah
yaitu 4%. Sebagian tolok ukur Greenship tentang limbah sudah masuk ke dalam
aspek manajemen sehingga nilai pada aspek limbah menjadi berkurang.
Sedangkan pada Greenstar aspek limbah sudah masuk dalam aspek material.
Terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada penilaian aspek energi, terutama
oleh perangkat hijau Greenship yang hanya mendapatkan nilai persentase 2%,

sangat jauh dibandingkan dengan persentase rata-rata aspek energi yaitu 12%. Hal
ini disebabkan untuk aspek energi sendiri sudah diapresiasikan dalam perangkat
hijau Greenship homes, sehingga tolok ukur untuk energi menjadi berkurang.
Dilakukan evaluasi penilaian terhadap studi kasus perumahan terpilih yaitu
Sinbad Green Residence. Hasil evaluasi menunjukkan penilaian akhir dari total
nilai yang bisa didapat oleh Perumahan Sinbad adalah 7 poin dengan kesimpulan
Perumahan Sinbad bukanlah perumahan yang berbasiskan perumahan hijau atau
kawasan berkelanjutan seperti pernyataan yang dibuat oleh pengembang. Untuk
menambah nilai pada perumahan Sinbad agar bisa mendapatkan sertifikat sesuai
draf greenship adalah dengan membuat beberapa rekomendasi konsep,
diantaranya: menambah ruang terbuka publik, mengurangi iklim mikro, area untuk
pangan lokal, menambah sarana pedestrian dan fasilitas difabel, pengadaan bus
transit dan shelter terintegrasi, pengolahan limbah cair dan padat, keterlibatan ahli
profesional greenship serta perwakilan masyarakat, artikel bulanan, unsur lokal,
memperkuat keamanan, menambah inovasi dan energi alternatif. Sehingga
sertifikat yang dicapai adalah silver dengan total poin adalah 54 poin.

Kata kunci : Kawasan berkelanjutan, komparasi, konsep hijau, perangkat
penilaian, perumahan hijau


SUMMARY
RAHMAT REJONI. Application System Assessment Tool for Residential Area,
Case Study at Residential Area in Bogor City, Indonesia. Supervised by
BAMBANG SULISTYANTARA and INDUNG SITTI FATIMAH.
The concept of 'Green Architecture' became a topic of current interest. One
of them is the need to empower the potential of the sites and conserve natural
resources due to the depletion of non-renewable energy sources. It also resulted in
an increase in public awareness of the importance of environmental quality to be
better. It started since the Stockholm Declaration of 1972, with the convening of
the UN international conference in Rio de Jenairo Brazil which ultimately resulted
in a formulation that contains the principles and guidelines for the implementation
of environmentally sustainable development set forth in the Kyoto Protocol in
1997.
Greenness level of a building should be positioned in a level that can be
understood or measured by a reference (standard) specific. Each state has a rating
system of each. For countries Indonesia itself there is a green building standards
that GREENSHIP developed by the Institute of Consul Green Building Indonesia
or the Green Building Council Indonesia (GBCI) was formed in 2009, United
States - LEED 1998, Singapore - Green Mark, Australia - Green Star which
triggered by the Green Building Council of Australia (GBCA) in 2002, and so

forth. But in Indonesia has not provided an assessment of the green areas such as
residential areas caused by the green area is still in draft. The purpose of this study
is to (1) comparing several green device in the world to complete a draft of the
assessment in Indonesia, (2) assess the housing area with the assessment, (3) make
the concept of sustainable housing standardized assessment tools.
The method used is a survey of field observation method to the study site
directly elected, interview, and literature by doing a comparative method. Method
of comparison is to compare between multiple devices existing green mainly
related to the region, with a view equation parameters that exist on every device
green, and compared well with assessment tools Greenship in Indonesia to obtain
deficiencies or additional to those devices, Calculation of percentage every aspect
of each device can be obtained by calculating the percentage for each criterion.
The average result percentage is highest in the aspect of transport by 17
percent, Greenship with the value of the highest points of 23 percent, and Leed
amounting 35 points are on the benchmarks on the road that are friendly for
pedestrians, improving public health, convenient and secure. The points
Greenship found in some benchmarks, namely: road network connectivity
regulating an efficient way for the park's accessibility, public transport which
govern the use of public transport, thereby reducing emissions, as well as network
and pedestrian facilities aimed at encouraging a healthy lifestyle. So that the

necessary improvements Greenship draft Sustainable Neighborhood to add points
to the criterion of transport which is the most important criterion. Aspects of the
average of the lowest contained in the waste aspect which is 4%. Most
benchmarks Greenship of waste is entered into the management aspects so that the
value of the aspect of waste to be reduced. While at Greenstar aspects of the waste
has entered the material aspect. There are significant differences in the assessment

aspects of energy, mainly by green device Greenship who only get a percentage
value of 2%, so far compared with the average percentage of the energy aspect,
namely 12%. This is due to the energy aspects of the device itself has been
appreciated in Greenship green homes, so as benchmarks for energy to be
reduced.
Evaluation conducted an assessment of the case studies that are the housing
Sinbad Green Residence. The evaluation results indicate the final assessment of
the total value of which can be obtained by Housing Sinbad is 7 points with
Sinbad Housing conclusions based residential housing is not green or sustainable
region as statements made by the developer. To add value to the housing Sinbad
in order to obtain a certificate in accordance draft greenship is to make some
recommendations concepts, including: increasing public open space, reduce
micro-climate, the area for local food, add facilities pedestrian facilities with

disabilities, provision of bus transit and shelter integrated, processing of liquid
and solid wastes, as well as the involvement of professional experts greenship
community representatives, monthly articles, local elements, strengthen security,
increase innovation and alternative energy. So that the certificate is achieved is
silver with a points total is 54 points.
Keywords: Comparison, green concept, green residence, rating tool, sustainable
region

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENERAPAN SISTEM PERANGKAT PENILAIAN PADA
KAWASAN PERUMAHAN, STUDI KASUS KAWASAN

PERUMAHAN DI KOTA BOGOR, INDONESIA

RAHMAT REJONI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Aris Munandar, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Penerapan Sistem Perangkat

Penilaian Pada Kawasan Perumahan, Studi Kasus Kawasan Perumahan di Kota
Bogor, Indonesia” dapat terselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Bambang Sulistyantara, Magr
selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Ir Indung Sitti Fatimah, Msi selaku
anggota komisi pembimbing atas kesediaan membimbing dan membagi ilmunya
selama penulis mengerjakan tesis ini, serta Dr Ir Aris Munandar MS selaku dosen
penguji atas semua masukannya demi perbaikan tulisan ini.
Terakhir, penulis ucapkan terima kepada istri tersayang dan keluarga besar
yang selalu memberikan doa dan dukungan serta kepada rekan-rekan Pascasarjana
Arsitektur Lanskap 2013 yang telah banyak memberi masukan dan bantuannya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2016
Rahmat Rejoni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan
Perangkat Hijau
Penilaian Dalam Greenship Kawasan Berkelanjutan

4
4
4
7

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Sumber Data
Metode Komparasi
Perangkat Penilaian

9
9
11
11
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Komparasi
Hasil Evaluasi Perangkat Penilaian
Rekomendasi Konsep

15
15
17
46

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

61
61
61

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

64

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur yang ada dalam setiap kategori
Peringkat dalam Greenship Sustainable Neighborhood
Jenis dan sumber data
Hasil Persentase komparasi dari lima perangkat hijau dunia
Penambahan poin pada salah satu kriteria sesuai hasil komparasi
Persentase penggunaan tanaman asli dalam kawasan
Persentase peningkatan kualitas iklim mikro
Nilai rata-rata RDI dari ketiga gambar
Nilai CI (perbandingan antara ruas jalan dan simpul kawasan)
Persentase nilai penggunaan air alternatif
Persentase nilai limpasan air hujan
Persentase dari biaya total material infrastruktur jalan
Persentase bahan daur ulang pada material perkerasan jalan
Persentase Gross floor area bangunan hijau pada kawasan
Perbandingan hunian pada perumahan Sinbad
Hasil evaluasi penilaian dan konsep perumahan

8
9
11
16
16
18
20
23
24
31
32
37
38
44
45
60

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Kerangka pikir penelitian
Persentase Kategori GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan
Site lokasi penelitian
Persentase nilai rata-rata kriteria perangkat hijau
Sebaran RTH Publik
Keadaan jalan di dalam lokasi perumahan
Jarak terdekat dan jarak tempuh pejalan kaki dengan gerbang utama
Perbandingan antara ruas jalan dan simpul pada jalan
Fasilitas umum di sekitar perumahan Sinbad
Kondisi pedestrian
Kondisi fasilitas umum
Parkir untuk pengelola dan tamu perumahan
Sumber air dalam kawasan
Kolam retensi di dalam kawasan perumahan
Lokasi pembuangan sementara sampah perumahan
Material regional untuk infrastruktur
Halaman website perumahan Sinbad
Desain perumahan Sinbad bergaya modern minimalis
Panduan perangkat hijau Greenship
Lampu penerangan jalan perumahan Sinbad
Rencana RTH Tambahan
Penggunaan paving pada infrastruktur jalan/perkerasan
Rekomendasi lokasi lahan produksi sayuran
Contoh tanaman obat keluarga
Rencana penambahan jalur pedestrian yang terintegrasi

3
9
10
16
18
21
23
23
25
28
28
30
30
32
35
37
39
42
44
46
47
48
48
49
49

26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

Fasilitas bagi penyandang cacat
Fasilitas khusus difabel pada titik-titik tertentu
Moda transportasi dalam kawasan
Pelebaran pedestrian dan penambahan pohon peneduh
Jalur khusus sepeda
Jalur khusus bagi pejalan kaki dan sepeda yang dibuat dengan
berkelok-kelok
Parkir bersama dalam gedung
Pengolahan air limbah komunal
Skema sistem panen air hujan
Identifikasi sampah perumahan
Tempat Pengolahan Sampah 3R
Peraturan kawasan
Artikel bulanan
Penambahan unsur lokal pada kawasan
Penamaan lokal pada jalan
Beberapa gambar konsep rekomendasi prinsip CPTED kawasan
Beberapa proposal alternatif untuk beberapa inovasi
Lampu LED hemat energi untuk lampu jalan

50
50
51
51
52
52
53
53
54
55
55
56
57
57
58
58
59
59

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengelompokan perangkat hijau berdasarkan aspek
2 Komparasi dan nilai persentase masing-masing aspek

64
72

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan data BPS hasil sensus 2010, jumlah penduduk di Indonesia
terutama di perkotaan telah mencapai 49.79%, Peningkatan jumlah penduduk
yang pesat menjadikan kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat pula (Pratiwi
2013). Kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahunnya terus bertambah,
berdasarkan hitungan Real Estate Indonesia (REI), total kebutuhan rumah per
tahun bisa mencapai 2,6 juta yang didorong oleh pertumbuhan penduduk,
perbaikan rumah rusak dan backlog atau kekurangan rumah. Berdasarkan data
yang diperoleh dari BPS 2011-2013 backlog terus bertambah hingga mencapai 12
juta unit. REI mengungkapkan pasar properti nasional selama semester pertama
tahun 2012 tumbuh lebih dari 20%, sementara Bogor dan Depok mencatat
pertumbuhan paling pesat dan menjadi kawasan yang prospektif untuk
dikembangkan dalam beberapa tahun ke depan.
Di Kota Bogor sendiri, dari data BPS Kota Bogor 2013 dinyatakan bahwa
penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 sebanyak 1.004.831 orang, yang terdiri
atas 510.884 orang laki-laki dan sebanyak 493.947 perempuan. Paling banyak
terdapat di wilayah Bogor Barat, yaitu 223.168 jiwa. Dibandingkan pada tahun
2011 jumlah penduduk Kota Bogor meningkat sebanyak 3.87% dan terus
meningkat sampai tahun 2013. Dengan laju pertumbuhan penduduk di Kota
Bogor tersebut dan pertambahan penduduk yang urbanisasi ke Kota Bogor, maka
kebutuhan akan perumahan juga akan meningkat. Dalam perkembangannya
kedepan, pertumbuhan perumahan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
konsumen.
Berdasarkan data dari Dinas Wasbangkim 2012, terdapat sekitar 294
Perumahan yang ada di Kota Bogor, terbagi atas 52 Perumahan di Kecamatan
Bogor Barat, 54 Perumahan di Kecamatan Bogor Selatan, 67 Perumahan di
Kecamatan Bogor Utara, 6 Perumahan di Kecamatan Bogor Tengah, 38
Perumahan di Kecamatan Bogor Timur, dan 77 Perumahan di Kecamatan Tanah
Sareal. Namun diantara sekian banyak perumahan hanya beberapa saja yang
mengusung konsep green.
Konsep ‘Green Architecture’ atau arsitektur hijau menjadi topik yang
menarik saat ini. Salah satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi
tapak/site dan menghemat sumber daya alam akibat semakin menipisnya sumber
energi tak terbarukan. Selain itu juga mengakibatkan peningkatan kesadaran
masyarakat dunia akan pentingnya kualitas lingkungan menjadi lebih baik. Hal ini
dimulai sejak deklarasi Stockholm tahun 1972, dengan diselenggarakannya
konferensi internasional PBB di Rio de Jenairo Brazil yang akhirnya
menghasilkan sebuah rumusan yang memuat prinsip-prinsip dan pedoman bagi
penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang tercantum
dalam Protokol Kyoto tahun 1997.Inti dari Protokol Kyoto yaitu menyepakati
pengurangan emisi gas rumah kaca di Negara-negara industri maju dan Negaranegara berkembang. Mereka tidak ingin merasakan dan menambah berbagai
kerusakan. Gerakan ramah lingkungan (Eco Friendly) dan sadar lingkungan
(Green living) sudah menjadi gaya hidup di Negara-negara maju dimana

2
masyarakatnya sudah sangat menyadari akan pentingnya lingkungan hidup yang
sehat. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum sedang
mensosialisasikan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di seluruh
Indonesia sebagai respon terhadap perubahan iklim dan pemanasan global di
dunia. Program tersebut terdiri dari delapan atribut Kota Hijau, dan atribut yang
paling penting diantaranya adalah Green Planning Design, Open Space, dan
Green Community. Pengembangan Kota Hijau selaras dengan UU Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU Nomor 7/2004 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air, UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU
Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Permen PU Nomor
05/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan (Joga 2013) serta Permen PU Nomor 02/PRT/M/2015 tentang
Bangunan Gedung Hijau.
Penelitian mengenai bangunan hijau telah dilakukan diantaranya, evaluasi
penerapan konsep kota hijau di Kota Bogor (Desdyanza 2014), didapatkan data
pembangunan dan penerapan green building yang ada di Kota Bogor memperoleh
persentase sebesar 0%. Dalam penelitian Kurniawaty et al. (2012), yang
menyatakan bahwa aspek paling penting dalam menilai sebuah bangunan adalah
aspek site design sebesar 67%. Hal tersebut juga senada dengan penelitian yang
didapatkan oleh Pratiwi (2013), yang menyatakan bahwa keputusan untuk
mewujudkan sebuah ecodesign lanskap pemukiman pada perkotaan terdapat pada
desain tapak, dan kelembagaan.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah evaluasi penerapan konsep green living
yang sebenarnya pada kawasan perumahan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah sebuah kawasan perumahan tersebut merupakan kawasan
yang mempunyai konsep green atau tidak.

Perumusan Masalah
Belum sempurnanya kriteria hijau untuk sebuah kawasan perumahan yang
telah ada di Indonesia, serta masih dijumpai ketidak-sesuaian konsep dengan
aplikasi di lapangan sehingga perlu adanya evaluasi konsep perumahan untuk
mengatasi masalah tersebut. Pembatasan masalah dilakukan pada kawasan
perumahan yang berkonsep green, dan yang mempunyai standar minimum dalam
sebuah perangkat penilaian kawasan berkelanjutan.

Tujuan Penelitian
1. Membandingkan beberapa perangkat hijau di dunia untuk melengkapi draf
perangkat penilaian di Indonesia.
2. Menilai kawasan perumahan dengan perangkat penilaian kawasan
berkelanjutan.
3. Membuat konsep perumahan berkelanjutan sesuai standar perangkat penilaian.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi bagi
pihak asosiasi, perencana, pengembang, dan kontraktor yang akan menerapkan
sistem green living pada bangunan kawasan perumahan serta dapat menjadi
masukan untuk melengkapi draf kriteria dari sebuah perangkat penilaian yang
sedang disusun. Selain itu bagi masyarakat bermanfaat untuk melindungi
konsumen serta memberi pengetahuan umum mengenai konsep green living yang
seharusnya.
.
Ruang Lingkup Penelitian
Batasan penelitian meliputi lingkup penilaian dan konsepsi area wilayah
kajian. Lingkup kajian penelitian ini dibatasi pada konsep green living pada
kawasan perumahan. Evaluasi dilakukan pada perumahan yang sudah terbangun,
apabila perumahan baru akan didesain dapat mengacu pada beberapa kriteria
daftar komponen, subkomponen, serta parameter saja. Kriteria berlaku pada
kawasan perumahan dengan tipe pengembangan horizontal.
Lingkup area wilayah evaluasi adalah kawasan perumahan yang berada di
perkotaan dengan jumlah penduduk terpadat, dikarenakan permintaan
permukiman yang tinggi di wilayah tersebut.

Kerangka Penelitian
Permasalahan Perkotaan

Perangkat Penilaian

Perumahan Hijau

Komparasi

Penerapan Perangkat Penilaian
Penyempurnaan draf greenship

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kawasan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian kawasan
adalah daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat tinggal,
pertokoan, industri, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang
pengertian kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber-sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan. Wilayah yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif disebut wilayah pemerintahan.
Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional
disebut kawasan.
Menurut Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 pengertian Kawasan adalah
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional dan serta
memiliki ciri tertentu.
Menurut Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman menjelaskan pengertian Kawasan permukiman adalah
bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Sedangkan pengertian perumahan adalah kumpulan rumah sebagai
bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi
dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan
rumah yang layak huni.

Perangkat Hijau
Tingkat kehijauan suatu bangunan atau kawasan harus dapat diposisikan
dalam level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu.
Diperlukan suatu alat ukur dan tolok ukur untuk mengukur level kehijauan suatu
bangunan atau kawasan. Berbagai acuan, alat ukur, dan standar telah banyak
dirumuskan di Negara-negara maju untuk mengukur tingkat kehijauan suatu
rancangan kawasan dan bangunan (Karyono 2013).
a. BREEAM
BREEAM merupakan standarisasi dan penilaian tingkat hijau suatu
bangunan dimulai di Inggris tahun 1990 ketika lembaga penelitian bangunan milik
pemerintah, Building Research and Establishment (BRE) memformulasikan

5
standar yang diberi nama Building Research and Establishment’s Environmental
Assessement Method (BREEAM) (Karyono 2013).
BREEAM merupakan acuan penilaian tingkat hijau tertua di dunia, paling
lengkap, paling detail, dan paling banyak digunakan di dunia. Terdapat delapan
tipologi bangunan secara terpisah di dalam penilaian, yaitu:
1. Bangunan Pengadilan (BREEAM Courts)
2. Bangunan Pendidikan (BREEAM Education)
3. Bangunan Industri (BREEAM Industrial)
4. Bangunan Kesehatan (BREEAM Healthcare)
5. Bangunan Perkantoran (BREEAM Offices)
6. Bangunan Perdagangan (BREEAM Retail)
7. Bangunan Penjara (BREEAM Prisons)
8. Bangunan Hunian (BREEAM Multi-residential)
Sedangkan parameter yang dinilai BREEAM meliputi 10 aspek, yaitu
manajemen, kesehatan dan kualitas hidup, energi, transportasi, air, material,
limbah, tata guna lahan dan ekologis, polusi dan inovasi. Standar ini memberikan
lima kategori hasil penilaian Pass, Good, Very Good, Excelent, dan Outstanding
(BREEAM 2012).
Meskipun diklaim dapat digunakan secara universal di seluruh dunia,
namun standar ini tidak praktis digunakan di sejumlah negara berkembang seperti
di Indonesia karena keterbatasan data dan standar bangunan pendukung lainnya
yang dimiliki negara berkembang masih terbatas (Karyono 2013).
b. LEED
Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) adalah standar
hijau yang dicetuskan oleh United States Green Building Council (USGBC) tahun
1998. LEED digunakan untuk menilai bangunan atau lingkungan binaan, baik
dalam tahap pra-perancangan maupun sudah terbangun. Parameter yang
digunakan LEED lebih simpel dan praktis dibanding BREEAM, namun lebih
variatif dibanding sejumlah standar lain diluar BREEAM (Karyono 2013).
Terdapat delapan tipe proyek, fasilitas atau bangunan, yaitu:
1. Bangunan Baru (LEED for New Construction: New Construction and
Major Renovations)
2. Bangunan Eksisting (LEED for Existing Buildings)
3. Ruang (Interior) Komersil (LEED for Commercial Interiors)
4. Core Bangunan dan Selubung Bangunan (LEED for Core and Shell)
5. Rumah (LEED for Homes)
6. Pengembangan Lingkungan Perumahan (LEED for Neighborhood
Development)
7. Sekolah (LEED for Schools)
8. Bangunan Perbelanjaan (LEED for Retail)
Parameter yang digunakan adalah Keberlanjutan Tapak (Sustainable Site),
Penghematan Air (Water Efficiency), Energi dan Atmosfer (Energy and
Atmosphere), Material dan Sumber Daya (Material and Resource), Kualitas
Lingkungan Ruang Dalam (Indoor Environmental Quality), Inovasi dan Proses
Desain (Innovation and Design Procces). Standar LEED memberikan empat
penggolongan sertifikasi, yakni Certified (26-32 points), Silver (33-38 points),
Gold (39-51 points) dan Platinum (52-69 points) (LEED 2014).

6
c. Green Star
Standar penilaian Green Star, dicetuskan oleh Green Building Council
Australia (GBCA) tahun 2002. Dalam penilaian ini, bangunan dibagi ke dalam
sejumlah tipe, yaitu:
1. Bangunan Hunian (Green Star – Multi Unit Residential)
2. Bangunan Kesehatan (Green Star – Healthcare)
3. Bangunan Perbelanjaan (Green Star – Retail Centre)
4. Bangunan Pendidikan (Green Star – Education)
5. Bangunan Perkantoran Baru (Green Star – Office Design)
6. Bangunan Perkantoran Existing (Green Star – Office As Built)
7. Interior Kantor (Green Star – Office Interiors)
Dengan parameter yaitu Manajemen (Management), Kualitas Lingkungan
Ruang Dalam (Indoor Environment Quality), Energi (Energy), Transportasi
(Transport), Air (Water), Material (Materials), Tata Guna Lahan dan Ekologis
(Land Use & Ecology), Emisi (Emissions) (GBCA 2009).
d. Green Mark
Green Mark merupakan standar yang dikeluarkan oleh Building Council
Association (BCA) Singapore pada bulan Januari 2005 yang mencoba
menstimulasi pengembangan bangunan yang ramah lingkungan (environmentfriendly buildings) dan mendorong para pengembang, arsitek, kontraktor, agar
lebih sadar terhadap perlunya penerapan konsep arsitektur hijau, arsitektur ramah
lingkungan dari sejak rancangan masih berwujud konsep, hingga pada tahap
rancangan dan pembangunan.
Standar ini memberikan penilaian terhadap sejumlah tipe bangunan dan
proyek, yaitu:
1. Bangunan Hunian (Residential Buildings)
2. Bangunan Non-hunian (Non-residential Buildings)
3. Bangunan Eksisting (Existing Building)
4. Interior Bangunan Kantor (Office Interior)
5. Bangunan Menapak Tanah (Landed Houses)
6. Infrastruktur (Infrastructure)
7. Taman Baru dan Lama (New and Existing Parks)
Tingkat hijau diukur berdasarkan beberapa kriteria atau parameter, yakni
efisiensi penggunaan energi (energy efficiency), efisiensi penggunaan air (water
efficiency), perlindungan terhadap lingkungan (environmental protection), kualitas
fisik ruang dalam (indoor environmental quality), aspek hijau lainnya dan inovasi
desain (other green features and innovation). Bangunan yang dinilai dengan BCA
Green Mark diberi predikat tersertifikasi (certified), emas (gold), emas plus
(goldplus), dan platinum (platinum) (BCA 2013).
e. Greenship
Untuk negara Indonesia sendiri terdapat sebuah standar bangunan hijau
yaitu GREENSHIP yang dikembangkan oleh Lembaga Konsul Bangunan Hijau
Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI) yang dibentuk tahun
2009, yang tercatat sebagai anggota World Green Building Council (WGBC) yang
berpusat di Canada (Karyono 2010).

7
Perangkat Greenship digunakan dalam penelitian ini dikarenakan
Greenship dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council Indonesia
dengan mempertimbangkan kondisi, karakter alam serta peraturan dan standar
yang berlaku di Indonesia. Greenship disusun dengan melibatkan para pelaku
sektor bangunan yang ahli di bidangnya seperti arsitek, industri bangunan, teknisi
mekanikal elektrikal, desainer interior, arsitek lansekap, dan lainnya.
Greenship sendiri terdiri dari beberapa tipe penilaian, diantaranya panduan
penerapan untuk:
1. Bangunan Baru (New Building, Existing Building)
2. Ruang Dalam(Interior space)
3. Rumah (Single Home)
4. Kawasan Berkelanjutan (Sustainable Neighborhood) yang saat ini
masih merupakan draf Nopember 2013.
Untuk Kasus penelitian ini dipakai panduan penerapan Sustainable
Neighborhood (Perangkat Penilaian Kawasan Berkelanjutan) karena menilai
sebuah kawasan perumahan dan dianggap belum merupakan perangkat hijau yang
sudah baku dan masih perlu adanya perbaikan dan perubahan. Greenship SN ini
menilai dalam skala kawasan, seperti: Perumahan, CBD, Kawasan Industri, baik
skala kecil atau besar, penilaian berlaku untuk tahap desain kawasan ataupun
tahap kawasan terbangun (GBCI 2013). Ada enam aspek yang dinilai dalam
standar Greenship SN yang disetiap aspeknya terdapat tolok ukur sebagai
pertimbangan penilaian, yaitu: Land Ecological Enhancement (Peningkatan
Ekologi Lahan), Movement & Connectivity (Pergerakan Dan Konektifitas), Water
Management & Conservation (Manajemen Dan Konservasi Air), Material Cycle
Management (Manajemen Siklus Material), Community Well-being Strategy
(Strategi Kesejahteraan Masyarakat), dan Buildings& Infrasrtructures (Bangunan
Dan Infrastruktur).
Tingkat hijau kawasan ditentukan oleh total skor. Nilai skor tinggi
menunjukkan kawasan mengarah kepada pemenuhan kriteria hijau, sementara
skor rendah diartikan sebaliknya.

Penilaian dalam GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan
1. Kelayakan (Eligibility) dalam GREENSHIP
Kelayakan merupakan standar minimum yang harus dipenuhi oleh pemilik
kawasan untuk mengikuti proses sertifikasi GREENSHIP. GREENSHIP ini
memiliki lima kriteria kelayakan yang terdiri atas:
a. Dua kriteria terkait peraturan pembangunan kawasan di Indonesia, yaitu:
1. Masterplan kawasan
2. Izin lingkungan atau surat kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL/UPL dan izin terkait.
b. Tiga kriteria terkait persyaratan GBC Indonesia, yaitu:
1. Minimum luas kawasan yang dianjurkan adalah 1 Ha
2. Minimum terdiri dari atas dua bangunan.
3. Kesediaan data kawasan untuk diakses GBC Indonesia terkait proses
sertifikasi.

8
2. Kategori – Kriteria – Tolok Ukur dalam GREENSHIP
Kategori merupakan isu utama yang relevan dengan kondisi Indonesia
dalam mewujudkan kawasan yang berkelanjutan. Dalam perangkat penilaian
GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan dikelompokkan dalam enam kategori,
yaitu:
1. Peningkatan Ekologi Lahan (Land Ecological Enchancement);
2. Pergerakan dan Konektivitas (Movement and Connectivity);
3. Manajemen dan Konservasi Air (Water Management and Conservation);
4. Manajemen Siklus Material (Material Cycle Management);
5. Strategi Kesejahteraan Masyarakat (Community Wellbeing Strategy);
6. Bangunan dan Infrastruktur (Buildings and Infrastructures).
Kriteria merupakan sasaran yang dianggap signifikan dalam implementasi
praktik ramah lingkungan. Dalam perangkat penilaian GREENSHIP terdapat dua
macam kriteria, yaitu:
a. Kriteria prasyarat
Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan
harus dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan
kriteria kredit. Kriteria prasyarat merepresentasikan standar minimum
kawasan berkelanjutan. Apabila salah satu prasyarat tidak dipenuhi, maka
kriteria kredit dalam semua kategori tidak dapat dinilai. Kriteria prasyarat
ini tidak memiliki nilai seperti kriteria kredit.
b. Kriteria kredit
Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak
harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya disesuaikan dengan
kemampuan kawasan tersebut. Jika kriteria ini dipenuhi, kawasan
bersangkutan mendapat nilai dan apabila tidak dipenuhi, kawasan yang
bersangkutan tidak akan mendapat nilai.
Tolok ukur merupakan parameter yang menjadi penentu keberhasilan
implementasi praktik ramah lingkungan. Setiap kriteria terdiri atas beberapa tolok
ukur dan setiap tolok ukur memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kesulitannya. Setiap kategori memiliki prasyarat dan kriteria kredit. Jumlah
kriteria setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun persentase perkategori
dalam GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 1. Jumlah Kriteria dan Tolok Ukur yang ada dalam setiap kategori
Kategori
LEE
MAC
WMC
MCM
CWS
BAI
Jumlah
Sumber : GBCI (2013)

Jumlah Kriteria
Prasyarat
Kredit
1
5
1
7
1
4
1
4
1
7
4
5
31

Total Kriteria
6
8
5
5
8
4
36

Nilai
14
22
15
14
20
11
96

Persentase
14%
23%
16%
15%
21%
11%
100%

9

Buildings and
Infrastructures (BAI), 11%

Land Ecological
Enhancement (LEE), 14%

Community Wellbeing
Strategy (CWS), 21%

Movement and Connectivity
(MAC), 23%

Material Cycle
Management(MCM), 15%

Water Management and
Conservation (WMC), 16%

Gambar 2. Persentase Kategori GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan
Sumber :

GBCI (2013)

3. Peringkat dalam GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan
Pencapaian 100% berdasarkan draf perangkat penilaian GREENSHIP
adalah 96 nilai. Angka tersebut merupakan dasar menentukan persentase
pencapaian. Peringkat yang dapat dicapai dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peringkat dalam Greenship Sustainable Neighborhood
Peringkat
Persentase
Nilai Minimum
Platinum
73 %
70
Gold
57 %
55
Silver
46 %
44
Bronze
35 %
34
Sumber : Draft Nopember 2013 Perangkat Penilaian Kawasan Berkelanjutan di Indonesia
(GBCI)

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Terdapat sekitar 294 Perumahan yang ada di Kota Bogor, dan berdasarkan
data yang diperoleh juga dari Badan Pengolahan Lingkungan Hidup (BPLH Kota
Bogor 2014) sampai dengan 2014, terdapat beberapa perumahan yang telah
memiliki izin lingkungan atau surat kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL/UPL. Adapun lokasi yang dipilih sebagai studi kasus yaitu perumahan yang
terdapat di wilayah Bogor Barat yang memiliki kepadatan penduduk terpadat
(BPS Kota Bogor 2013) dan merupakan daerah pengembangan untuk kawasan
perumahan setelah Kecamatan Bogor Utara (BAPPEDA Kota Bogor 2014), hal
ini dipastikan bahwa permintaan akan perumahan lebih banyak dibandingkan di
wilayah yang penduduknya sedikit.

10
Lokasi terpilih yaitu perumahan Sinbad Green Residence yang terletak di
Kecamatan Bogor Barat. Berdasarkan draf dari perangkat hijau greenship
sustainable neighborhood, terdapat standar minimum sebuah kawasan dapat
dinilai perangkat hijaunya, yaitu :
Masterplan kawasan atau Rencana induk kawasan
1. Minimum luas kawasan yang diajurkan adalah 1 Ha
2. Minimum terdiri atas 2 (dua) bangunan
3. Kesedian data gedung untuk diakses GBCI terkait proses sertifikasi
4. Izin lingkungan atau surat kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL/UPL.
Berdasarkan syarat diatas maka terpilihlah perumahan Sinbad Green
Residence yang terletak di Jalan KH. Abdullah Bin Nuh RT.03 RW.01 Kelurahan
Sindang barang yang memenuhi syarat-syarat tersebut, ditambah dengan konsep
green living yang dimiliki oleh perumahan tersebut sehingga sangat cocok untuk
dijadikan studi kasus penelitian. Perumahan Sinbad Green Residence mempunyai
luas area kawasan ± 68,96 Ha (Gambar 3). Pengambilan contoh perumahan yang
dijadikan objek penelitian ditentukan melalui metode purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara sengaja, menentukan sendiri
sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu yang ada dalam eligibilitas
kawasan berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 sampai
September 2015.

Gambar 3. Site lokasi penelitian
(sumber: Sinbad Green Residence)

11
Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder.
Matriks hubungan antara jenis data, metode pengumpulan data, sumber dan
kegunaan data disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Jenis dan sumber data
Jenis Data
Primer

Sekunder

Metode Pengumpulan Data
a. Observasi Lapang

Sumber
a. Survei

b.

Studi Pustaka

b.

GBCI

a.
b.

Studi Pustaka
Wawancara

a.
b.

IPB
BPS

c.

BAPPEDA

d.

BPLH

e.

DIWASBANGKIM

Kegunaan Data
a. Evaluasi
perangkat
penilaian
b. Komparasi
perangkat
a. Data literatur
b. Jumlah
Penduduk
c. Melihat
peruntukan
kawasan
d. Data
SPPL,
UKL-UPL dan
AMDAL
e. Data jumlah
perumahan

Metode Komparasi
Metode komparasi yaitu membandingkan antara beberapa perangkat hijau
yang ada terutama yang berhubungan dengan kawasan, dengan melihat persamaan
parameter yang ada disetiap perangkat hijau, lalu dibandingkan juga dengan
perangkat penilaian Greenship yang ada di Indonesia untuk didapatkan
kekurangan atau tambahan bagi perangkat tersebut (Reed et al. 2009).
Perhitungan untuk persentase tiap aspek pada masing-masing perangkat dapat
diperoleh dengan cara menghitung persentase untuk masing-masing kriteria.
Pengolahan data tersebut dapat diperoleh persentase nilai per item (1) dan
persentase rata-rata keseluruhan aspek perangkat hijau (2). Perhitungan untuk
persentase nilai per item mengunakan rumus persamaan satu (1),
Persentase nilai per item = ∑n/∑1 x 100% = (%)............(1)
Keterangan :
∑n =jumlah nilai untuk tiap aspek perangkat hijau
∑1= jumlah total nilai pada masing-masing aspek
Untuk menghitung rata-rata keseluruhan aspek perangkat hijau dengan
mengunakan rumus pada persamaan dua (2) (GBCI 2013).
Rata-rata keseluruhan aspek = ∑n total/∑ rating x 100% = (%)..........(2)
Keterangan :
∑n total = jumlah nilai total
∑ rating = jumlah sistem rating dunia yang dinilai

12
Adapun perangkat hijau yang dikomparasi adalah: BREEAM merupakan
standarisasi dan penilaian tingkat hijau suatu bangunan di Inggris tahun 1990,
LEED standar hijau yang dicetuskan oleh United States Green Building Council
(USGBC) tahun 1998, GREEN STAR dicetuskan oleh Green Building Council
Australia (GBCA) tahun 2002, GREEN MARK merupakan standar yang
dikeluarkan oleh Building Council Association (BCA) Singapore pada bulan
Januari 2005, dan GREENSHIP yang dikembangkan oleh Lembaga Konsul
Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI) yang
dibentuk tahun 2009.
Dengan mengambil data yang ada di beberapa perangkat hijau dunia,
kemudian dibuat pengelompokan berdasarkan aspek masing-masing yang sudah
dijadikan menjadi 10 kelompok aspek, yaitu: manajemen, kesehatan dan kualitas
hidup, energi, transportasi, air, material, limbah, tata guna lahan dan ekologis,
polusi dan aspek inovasi (lampiran 1). Kemudian membuat tabel komparasi untuk
memudahkan pengelompokan dan dihitung persentase rata-rata setiap aspek
(lampiran 2).
Perangkat Penilaian
Penilaian terhadap kawasan terpilih yaitu perumahan Sinbad Green
Residence dilakukan menggunakan perangkat penilaian yang ada di Indonesia
yaitu Greenship Sustainable Neighborhood yang masih berupa draf.
Dalam perangkat penilaian GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan
dikelompokkan dalam enam kategori, yaitu:
1.

Land Ecological Enhancement(LEE)/Peningkatan Ekologi Lahan, terdiri dari
beberapa kriteria:
- LEE P. Area Dasar Hijau (Basic Green Area)-Prasyarat, Adapun tujuan
dari kriteria ini adalah menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem
lingkungan serta meningkatkan kualitas lingkungan kawasan yang sehat.
- LEE 1. Area Hijau Publik (Public Green Area)-3 Nilai, dengan tujuan
meningkatkan kesehatan masyarakat dan mendorong interaksi dengan
menyediakan ruang terbuka hijau.
- LEE2. Pelestarian Habitat (Habitat Preservation)-Maksimal 4 Nilai,
dengan tujuan meminimalkan dampak pembangunan dari keseimbangan
dan keragaman hayati spesies alami.
- LEE 3. Revitalisasi Lahan (Land Revitalization)-3 Nilai, dengan tujuan
menghindari pembangunan di area greenfield dan menghindari pembukaan
lahan baru
- LEE4. Iklim Mikro (Micro Climate)-3 Nilai, dengan tujuan meningkatkan
kualitas iklim mikro di sekitar area kawasan dan mengurangi Urban Heat
Island (UHI).
- LEE 5. Pangan Lokal (Local Food)-1 Nilai, dengan tujuan mendorong
produksi pangan lokal dan mengurangi jejak karbon yang berasal dari
emisi transportasi penyediaan pangan.

2.

Movement and Connectivity (MAC)/Pergerakan dan Konektivitas,terdiri dari
beberapa kriteria:

13
-

-

-

-

-

-

-

-

3.

MAC P. Kajian Dampak Lalu Lintas (Traffic Impact Assessment)Prasyarat, dengan tujuan mengetahui kinerja lalu lintas di dalam dan
sekitar kawasan, sebagai dasar penerapan strategi lalu lintas yang
mendukung kelestarian lingkungan, sosial dan ekonomi.
MAC 1. Konektivitas Jaringan Jalan (Street Network Connectivity)-4 Nilai,
dengan tujuan menyediakan konektivitas jalan yang efisien untuk
aksesibilitas kawasan.
MAC 2. Utilitas dan Fasilitas Umum (Public Utilitiesand Amenities)-2
Nilai, dengan tujuan memberikan kemudahan masyarakat untuk
beraktivitas sehari-hari dengan ketersediaan prasarana, sarana dan fasilitas
umum.
MAC 3. Aksesibilitas Universal (Universal Accessibility)-3 Nilai, dengan
tujuan memberikan kemudahan pencapaian yang disediakan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia, dalam
mewujudkan kesamaan kesempatan beraktivitas.
MAC 4. Transportasi Umum (Public Transportation)-4 Nilai, dengan
tujuan Mendorong penggunaan kendaraan umum dalam melakukan
perjalanan, sehingga mengurangi emisi dan penggunaan kendaraan
bermotor pribadi.
MAC 5. Jaringan Jalan dan Fasilitas Pedestrian (Pedestrian Networkand
Facilities)-4 Nilai, dengan tujuan mempermudah masyarakat ke fasilitas
umum dalam jarak jangkauan pejalan kaki yang aman dan nyaman
sehingga mengurangi penggunaan kendaraan bermotor serta mendorong
gaya hidup sehat.
MAC 6. Jaringan dan Tempat Penyimpanan Sepeda (Bicycle Network and
Storage)-3 Nilai, dengan tujuan memfasilitasi penggunaan sepeda dalam
kawasan sehingga dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
MAC 7. Parkir Lokal (Local Parking)-2 Nilai, dengan tujuan
mengoptimalkan fasilitas parkir sesuai kebutuhan pengguna dan
terintegrasi dengan pengembangan kawasan yang berkelanjutan.

Water Management and Conservation (WMC)/Manajemen dan Konservasi
Air, terdiri dari beberapa kriteria:
- WMC P. Perhitungan Neraca Air (Water Balance Calculation)-Prasyarat,
dengan tujuan mengetahui besar konsumsi air bersih dan produksi air
limbah di dalam kawasan.
- WMC 1. Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment)-3 Nilai,
dengan tujuan mendorong adanya pengelolaan air limbah kawasan untuk
menghindari terjadinya pencemaran pada badan air.
- WMC 2. Sumber Air Alternatif (Alternative Water Source)-6 Nilai, dengan
tujuan mendukung penggunaan sumber air alternatif secara mandiri.
- WMC 3. Manajemen Limpasan Air Hujan (Stormwater Management)-4
Nilai, dengan tujuan mengurangi beban drainase lingkungan dengan sistem
manajemen air hujan secara terpadu.
- WMC 4. Pelestarian Badan Airdan Lahan Basah (Water Body and Wetland
Preservation)-2 Nilai, tidak berlaku jika di dalam kawasan tidak terdapat
dan atau bersinggungan badan air dan lahan basah. Dengan tujuan menjaga
sistem hidrologi alami dan melindungi ekosistem pada badan air dan lahan

14
basah dari dampak pembangunan kawasan.
4.

Material Cycle Management (MCM)/Manajemen Siklus Material, terdiri dari
beberapa kriteria:
- MCM P. Manajemen Limbah Padat-Tahap Operasional (Solid Waste
Management-Operational Phase)-Prasyarat, dengan tujuan mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan melalui pengelolaan limbah padat
(sampah).
- MCM 1. Manajemen Limbah Padat Tingkat Lanjut-Tahap Operasional
(Advanced Solid Waste Management)-3 Nilai, dengan tujuan
memperpanjang daur hidup dan menambah nilai manfaat dari sampah
melalui pengolahan sampah yang ramah lingkungan.
- MCM2.Manajemen
Limbah
Konstruksi
(Construction
Waste
Management)-5 Nilai, dengan tujuan mengurangi sampah yang dibawa ke
tempat pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi.
- MCM 3. Material Regional Untuk Infrastruktur Jalan (Regional Materials
for Road Infrastructure)-4 Nilai, dengan tujuan mengurangi jejak karbon
dari moda transportasi untuk distribusi dan mendorong pertumbuhan
ekonomi dalam negeri.
- MCM 4. Material Daur Ulang Untuk Infrastruktur Jalan (Recycled
Materials For Road Infrastructure)-2 Nilai, dengan tujuan mengurangi
dampak negatif terhadap lingkungan dari proses ekstraksi bahan mentah
dan proses produksi material, serta mengurangi limbah.

5.

Community Wellbeing Strategy (CWS)/Strategi Kesejahteraan Masyarakat,
terdiri dari beberapa kriteria:
- CWS P. Panduan Lokal (Local Guideline)-Prasyarat, dengan tujuan
memberikan informasi kepada penghuni kawasan tentang informasi dasar
kawasan.
- CWS 1. Keterlibatan GA/GP (GA/GP Involvement)-3 Nilai, dengan tujuan
mewujudkan arahan-arahan keberlanjutan kawasan dan pengumpulan
dokumen untuk proses sertifikasi GREENSHIP.
- CWS 2. Pengembangan Bisnis (Business Development)-4 Nilai, dengan
tujuan merencanakan lokasi untuk memudahkan pencapaian aktivitas
bisnis dalam rangka meningkatkan perputaran ekonomi kawasan dan
mengurangi jarak tempuh untuk pencapaian lokasi kerja.
- CWS 3. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan (Community
Participatory Planning)-1 Nilai, dengan tujuan melibatkan masyarakat
dalam perencanaan konsep keberlanjutan kawasan.
- CWS 4. Pengembangan Masyarakat (Community Development)-4 Nilai,
dengan tujuan meningkatkan kepedulian, pengetahuan, dan peran serta
masyarakat tentang konsep keberlanjutan di kawasan.
- CWS 5. Kebudayaan Lokal (Local Culture)-2 Nilai, dengan tujuan
membangun kawasan dengan memperhatikan pelestarian dan
pengembangan budaya lokal daerah setempat.
- CWS 6. Keamanan Lingkungan (Safeand Secure Environment)-2 Nilai,
dengan tujuan menyelenggarakan kawasan yang aman, nyaman, dan
cepat tanggap dari ancaman kejahatan dan bencana alam.

15
-

6.

CWS 7. Inovasi (Inovation)-6 Nilai, dengan tujuan inovasi-inovasi yang
dapat mengembangkan fungsi lingkungan, sosial, dan ekonomi kawasan
melampaui penilaian standar kriteria GREENSHIP Kawasan Berkelanjutan.

Buildings and Infrastructures (BAI) / Bangunan dan Infrastruktur, terdiri dari
beberapa kriteria:
- BAI 1. Bangunan Hijau Greenship (Greenship Buildings)-6 Nilai, dengan
tujuan mendorong penerapan Green Building sebagai satu kesatuan
elemen pembangunan hijau di dalam kawasan.
- BAI 2. Hunian Berimbang (Affordable Housing)-1 Nilai, tidak berlaku
untuk kawasan dominan komersial yang tidak memiliki kuasa terhadap
kawasan hunian di dalamnya. Dengan tujuan menyelenggarakan kawasan
hunian yang mendukung kesetaraan sosial dalam masyarakat.
- BAI 3. Kawasan Campuran (Mixed Use Neighborhood)-2 Nilai, dengan
tujuan mengembangkan fungsi lahan untuk pembangunan kawasan
campuran (mixed use) bagi pengembangan efektivitas kegiatan antara
sektor hunian dan komersial.
- BAI 4. Efisiensi Energi Sistem Pencahayaan (Lighting Energy Efficiency)2 Nilai, dengan tujuan melakukan penghematan energi pada sistem
pencahayaan di dalam kawasan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Komparasi
Hasil komparasi lima perangkat hijau sebagaimana pada lampiran 1 dan
lampiran 2, bisa dilih

Dokumen yang terkait

Kajian Pembentuk Citra Kawasan Perumahan Studi Kasus: Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan

0 23 8

Penentuan Model Kebangkitan Pergerakan Pada Kawasan Perumahan Pinggiran Kota Medan Studi Kasus Kawasan Sunggal Medan

0 21 134

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Masyarakat Untuk Memilih Tinggal di Kawasan Perumahan ( Studi Kasus Perumahan Mojosongo di Kota Surakarta)

2 7 139

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 21

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 2

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 8

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 1 17

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 1 2

Tingkat Kunjungan Ruang Terbuka di Kawasan Perumahan, Studi Kasus: Perumnas Simalingkar, Perumahan Debang Flamboyan Asri dan Perumahan Taman Setia Budi Indah di Kota Medan

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - KARAKTER PEMANFAATAN TAMAN DI KAWASAN PERUMAHAN (STUDI KASUS: KAWASAN PERUMAHAN JATISARI ASRI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG) - Unissula Repository

0 12 28