Kajian Pembentuk Citra Kawasan Perumahan Studi Kasus: Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan

KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,
MEDAN

Achmad Aryanto
Julaihi Wahid
Dwira N. Aulia
Agus Suriadi

KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH, MEDAN

Achmad Aryanto, Julaihi Wahid, Dwira N. Aulia, Agus Suriadi
Program Studi Magister Teknik Arsitektur
Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota

Abstract. One of the efforts of attempting to understand the residential image and its surroundings is

by using human mental map as the observer. Mental map is concern about how the observer gains,
organize, store, and recall the information about location, distance and arrangement in the physical
environment (residential area). Mental map has basic concept that called imagibility, which is the

capability to bring the image. Imagibility is closely related with the legibility, which is the easiness to
understand/ visualize and able to organized to be a coherent pattern. In order to make the image of
residential area easy to recognize, therefore the residential area has to have characters. The reason is
because the character of residential area needed to comprehend about residential area identity,
according with the existing potencies. In this case, characters are a soul, realization of disposition,
both physical and unphysical, that bring the image and identity of residential area.
Keywords: image, mental map, imagibility, legibility

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dalam suatu proses penataan kawasan,
penataan dilakukan sesuai dengan panduanpanduan perencanaan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah setempat atau instansi terkait
demi memperoleh bentuk tata kawasan yang
baik. Penilaian mengenai baik atau tidaknya hash
dari citra kawasan menjadi bersifat obyektif
karena indikatornya hanya berdasarkan panduanpanduan tersebut. Penilaian ini, prosesnya
kemudian dilakukan dengan pengidentifikasian
terpenuhi atau tidaknya setiap bagian dalam
panduan, sehingga memenuhi persyaratan atau

dengan kata lain penataan kawasan yang telah
dilakukan berhasil dengan baik.

Namun hal di atas dapat dikatakan sebagai
penilaian sepihak terhadap kualitas suatu
kawasan terutama aspek citra / image kawasan
walaupun sangat obyektif. Citra sebetulnya
hanya menunjuk suatu "gambaran" (image),
suatu kesan penghayatan yang menangkap arti
bagi
seseorang
(Mangunwijaya,
1988).
Penghuni atau warga suatu kawasan yang
berpenetrasi ke kawasan yang terbentuk tersebut
datang dari berbagai latar belakang yang
berbeda-beda sehingga belum tentu penghuni
di kawasan tersebut adalah perencana itu sendiri.
Penghuni yang kemudian disebut sebagai
pengamat ini akan menangkap suatu kesan ke

dalam memori mereka, berupa penilaian
lingkungan interaksi mereka dan penilaian itu

1

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 02, 2005 : 1-8

berbeda-beda pula diantara masingmasing
pengamat.
Perumahan terencana dapat dilihat sebagai
suatu bentuk kota vane memiliki itra / image
kawasan tersendiri yang memberikan banyak hal
yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti
kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan
cepat disertai perasaan nyaman karena tidak
merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap
suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan
tempat-tempat yang lain.

Interaksi manusia sebagai sebuah/seorang sistem
pengamat dalam lingkungannya merupakan
interaksi
atau
hubungan
yang
saling
menyesuaikan. Ketika lingkungan terbentuk,
manusia sebagai pengamat mulai melakukan
pengenalan terhadap lingkungannya melalui
panca indera/pengalaman fisik dan pengalaman
psikis. Proses input pengalaman dan menyatakan
kembali tentang pengalaman terhadap lingkungan
tersebut merupakan pemetaan kesadaran/mental
(kognitif) yang telah dilakukan oleh pengamat.
Pemetaan kognitif dapat dijadikan alat untuk
evaluasi dari hasil penataan suatu kawasan. Jika
hal ini dapat dipelajari dengan menghubungkan
elemen kota dengan opini pengamat melalui peta
kognitif, maka peta kognitif memungkinkan

untuk dijadikan bagian dari panduan seperti yang
disebut di atas. Kesan-kesan yang dinyatakan
oleh pengamat dapat menjadi kriteria dalam
penilaian citra suatu kawasan. Oleh karena itu
perlu mengkaji lebih dalam mengenai proses
interaksi ini dan bagaimana elemen-elemen yang
keluar dalam pemetaan kognitif pengamat dapat
menceritakan citra dari tata kawasan yang dihuni
pengamat tersebut.
Kawasan Perumahan Taman Setiabudi Indah
yang berada di kelurahan Tanjung Rejo, di
antara kecamatan Medan Sunggal dan Medan
Selayang, Kota Medan, merupakan kawasan
perumahan terencana berbentuk real estate
pertama di Kota Medan. Kawasan ini merupakan
kawasan real estate dengan sarana dan prasarana
yang cukup lengkap, sehingga dapat juga dilihat
sebagai kota satelit mini yang memerlukan
perencanaan yang baik layaknya sebuah kota,
terutama berhubungan dengan citra kawasan

yang membentuk persepsi bagi penghuni dan
pendatang kawasan tersebut. Keberadaan elemen
citra kawasan akan berpengaruh bagi penghuni

2

untuk
menyesuaikan
dirinya
lingkungan yang ditempati.

terhadap

1.2 Perumusan Masalah
Melihat latar belakang tersebut diatas, maka
yang menjadi permasalah dalam penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi elemen-elemen
yang berpotensi dalam membentuk citra
kawasan pada lingkungan perumahan.
Penelitian ini dilakukan pada kawasan

Perumahan Taman Setiabudi Indah, Medan,
sehingga hasil yang akan diperoleh belum tentu
sama dengan kawasan lain karena latar belakang
kondisi kawasan yang berbeda.

1.3. Tujuan Penelitian
Dengan mengambil kasus kawasan perumahan
terencana dan dibatasi pada kajian citra (image)
kawasan sebagai elemen fisik pembentuk
kualitas tata kawasan perumahan terencana,
tujuan dari penelitian ini adalah:
• Mengkaji dan membuktikan elemenelemen
yang potensial sebagai pembentuk citra
suatu kawasan terutama pada kawasan
perumahan terencana.
• Mengkaji bagaimana elemen-elemen yang
keluar dalam pemetaan kognitif pengamat
dapat menceritakan citra dari kawasan yang
dihuni oleh pengamat tersebut.
2. Tinjauan Pustaka

Teori mengenai citra place merupakan suatu
teori penting dalam perancangan kota, karena
sejak tahun 1960an teori `citra kota'
mengarahkan pandangan perancangan kota ke
arah yang memperhatikan pikiran terhadap
kota dari orang yang hidup didalamnya.
Individu mengalami reaksi terhadap lingkungan
fisik bangunan dan perkotaan yang mereka
lihat, reaksi tersebut menjadi pengalaman
berupa citra (image) lingkungan yang tersimpan
dalam ingatan, dan kemudian citra inilah yang
akan mempengaruhi perilaku.
Obyek-obyek
arsitektur
dan
perkotaan
merupakan bahan-bahan informasi yang siap
dipersepsikan, diingat dan digunakan. Ketiga
proses tersebut adalah yang paling dekat dengan
proses psikologis manusia dan merupakan

penjelasan mengenai pemetaan mental (kognit J

Universitas Sumatera Utara

KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,
MEDAN

Peta mental yaitu satu upaya pemahaman suatu
tempat khususnya suatu kota. Istilah peta mental
mengacu pada definisi oleh Stea (1973), yaitu
proses yang memungkinkan kita untuk
mengumpulkan,mengorganisasikan, menyimpan
dalam ingatan, memanggil, serta menguraikan
kembali informasi tentang lokasi relatif dan
tanda-tanda tentang lingkungan fisik. Image
yang terbentuk termasuk elemen yang diperoleh
dari pengamatan langsung, dari seseorang yang
pernah mendengar langsung tentang suatu
tempat, dan dari informasi yang telah

dibayangkan.
Kevin Lynch (1960), seorang tokoh peneliti kota
melakukan riset yang berdasarkan pada
pemetaan kognitif sejumlah penduduk dari kota
tersebut. Dalam risetnya, is menemukan betapa
pentingnya peta kognitif itu karena citra yang
jelas akan memberikan banyak hal yang sangat
penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan
untuk berorientasi dengan mudah dan cepat
disertai perasaan nyaman karena tidak merasa
tersesat, dan keselarasan hubungan dengan
tempattempat lain. Kualitas fisik yang diberikan
oleh suatu kawasan dapat menimbulkan suatu
citra/image yang cukup kuat dari seorang
pengamat. Kualitas ini disebut dengan
imageability (imagibilitas) atau kemampuan
mendatangkan kesan. Imagibilitas mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan legibility
(legibilitas), atau kemudahan untuk dapat
dipahami/dikenali dan dapat diorganisir menjadi

satu pola yang koheren/berkelanjutan. Dalam
Zahnd (1999), Lynch dalam bukunya "Image of
the City" mendefinisikan citra kota sebagai
berikut:
"Sebuah citra kota adalah gambaran mental dari
sebuah kawasan sesuai dengan rata-rata
pandangan masyarakatnya."

Inti dari penelitian Lynch terfokus kepada
mengidentifikasi elemen-elemen struktur fisik
yang membuat kota dapat memberikan kesan.
Dia menyimpulkan bahwa terdapat lima kategori
elemen yang digunakan orang untuk menyusun
kesadaran atas image kawasan. Elemenelemen
tersebut adalah: paths, edges, districts, nodes,
dan landmarks.
Teori citra kota yang diformulasikan Lynch ini

Achmad Aryanto
Julaihi Wahid
Dwira N. Aulia
Agus Suriadi

akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji
elemen-elemen pembentuk citra kawasan
melalui temuan karakter fisik kawasan.
3. Metoda Penelitian
Penelitian ini dipergunakan langkahlangkah
ilmiah dengan metode penelitian fenomenologis
deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Proses analisa dan sintesa menentukan
keberhasilan dari penelitian ini. Pada tahap
pertama, dari teori citra kawasan dikeluarkan
variabel yang akan menjadi parameter kajian
dalam mengidentifikasi karakter-karakter fisik
yang sangat dikenal oleh penghuni perumahan.
Pada tahap kedua, temuan karakter fisik yang
diperoleh akan dipergunakan untuk menganalisa
elemen-elemen pembentuk citra kawasan pada
Perumahan Taman Setiabudi Indah, sehingga
pada akhirnya akan ditemukan elemen-elemen
yang berpotensi dalam membentuk citra
kawasan
perumahan
serta
memberikan
rekomendasi bagi perencanaan dan perancangan
kawasan perumahan yang lebih baik.
Lokasi penelitian ini berada di Perumahan
Taman Setibudi Indah. Kelurahan Tanjung Rejo,
Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan
dengan mengambil salah satu rute yang
menghubungkan
pintu
gerbang
utama
Perumahan Taman Setiabudi Indah 1 dengan
Perumahan Taman Setiabudi Indah II yang
berada didalamnya. Rute yang diambil tersebut
akan dibagi menjadi 6 segmen sesuai dengan
jumlah segmen jalan yang akan dilalui dan
masing-masing segmen tersebut memiliki
kualitas ruang yang berbeda-beda (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Kawasan dan Segmen
Penelitian

3

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 02, 2005 : 1-8

3.1. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah
elemen-elemen citra kota/kawasan yang
dipergunakan orang untuk menstrukturkan
gambaran kognisi dari sejumlah tempat.
Elemen-elemen tersebut adalah:
1. Path merupakan suatu ”lorong” yang dapat
memberikan keleluasaan bergerak yang
potensial. Path dapat berupa jalan
kendaraan atau pejalan kaki, saluran air, rel
kereta api, dan sebagainya. Dan akan lebih
memiliki identitas jika path tersebut
menghubungi dua tempat yang menarik
(besar), seperti stasiun, tugu, alun-alun dan
lain sebagainya. Citra lingkungan akan
terbentuk jika orang melalui path ini.
2. Edge merupakan batas antara dua daerah
yang berbeda karakter fisiknya. Batas ini
juga sebagai daerah peralihan. Batas
tersebut dapat berupa pagar / pembatas
solid atau batas tersebut dapat juga berupa
sebuah garis non-visual dimana berada
pada satu daerah yang sating terkait, seperti
pantai sebagai peralihan daratan dengan
laut.
3. District merupakan suatu kawasan didalam
suatu kota yang memiliki karakter khusus
yang mudah dikenal, Dapat di identifikasi
secara non-visual dengan memperhatikan
kesamaan
karakter
dan
kebiasaan
masyarakat dan juga dapat di identifikasi
secara visual apabila ada sebuah tanda fisik
pada kawasan tersebut.
4. Nodes merupakan suatu titik simpul yang
posisinya strategis di dalam suatu kota
yang menjadi karakter khusus yang mudah
dikenal bagi pendatang. Nodes dapat juga
difungsikan sebagai orientasi dengan
menempatkan sebuah karakter fisik sebagai
penutup kawasan tersebut.
5. Landmark merupakan suatu objek fisik
yang dapat dikenali karena bentuknya yang
jelas, menonjol, atau kontras dengan
lingkungan disekitarnya. Biasanya dapat
berupa bangunan, papan nama selamat
datang,
deretan
pertokoan
ataupun
pegunungan.
Landmark
biasanya
mencerminkan sebuah orientasi urban pada
kawasan tersebut.
3.2. Sampel Penelitian
Rancangan pengambilan sampel pada penelitian
ini adalah Non Probabilitas dengan teknik
4

pengambilan sampel purposif (purposial
sampling) dimana sumber sampel akan
ditentukan terlebih dahulu dengan pertimbangan
dibutuhkan data yang lebih bervariatif.
Menurut Bechtel (1987), sampel atau responden
yang terlibat dalam penelitian pemahaman
lingkungan disebut dengan istilah "research
participants",
digolongkan
dalam
tiga
kelompok, yaitu:
1. Mahasiswa yang berasal dari universitas
(university samples), terdiri dari:
a. Mahasiswa bagian arsitektur, desain dan
perencanaan;
b. Mahasiswa diluar bagian tersebut diatas.
Selanjutnya disebut Kelompok Responden
A
2. Kelompok profesi arsitek (professional
samples). Selanjutnya disebut Kelompok
Responden B.
3. Masyarakat umum yang bertempat tinggal
(community samples). Selanjutnya disebut
Kelompok Responden C.
Ketiga kelompok responden diatas akan
digunakan sebagai sumber sampel yang berasal
dari penghuni perumahan yang memiliki latar
belakang yang berbeda sehingga diharapkan
peneliti menemukan variasi jawaban yang akan
menambah keobjektifan penilaian.
Adapun
kriteria
penghuni
yang
akan
diikutsertakan dalam penelitian ini adalah:
a. Penghuni adalah pemilik atau penghuni
kontrakan yang menggunakan rute tersebut
untuk kegiatannya sehari-hari atau sekurangkurangnya penghuni tersebut mengetahui
dan pernah melalui rute tersebut.
b. Lama huni ditentukan minimal 3 bulan
dengan harapan penghuni telah mengenal
dan
beradaptasi
dengan
lingkungan
perumahan tersebut.
Dengan tujuan untuk menjaring opini, maka
penelitian ini memerlukan sampel atau
responden dengan jumlah yang cukup terwakili
untuk ketiga kelompok responden diatas. Namun
dengan keterbatasan jumlah responden dari
kelompok mahasiswa (kelompok A) dan profesi
arsitek (kelompok B), maka ditentukan jumlah
responden untuk masingmasing kelompok
tersebut adalah 10 sampel termasuk kelompok
responden C yang jumlahnya mengikuti jumlah
kelompok responden lainnya, sehingga jumlah
keseluruhan adalah 30 sampel.

Universitas Sumatera Utara

KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,
MEDAN

Dalam penelitian ini, alat pengumpul data yang
digunakan adalah:
a. Angket (Kuesioner)
b. Wawancara (Interview)
c. Pengamatan (Observasi)
Kegiatan observasi dilakukan secara langsung
(direct) oleh peneliti untuk memperoleh data
tambahan yang lebih obyektif dalam melengkapi
opini penghuni yang telah disampaikan melalui
kuesioner dan interview. Melalui observas
diperoleh data tambahan berupa: (1) Data
lingkungan perumahan secara fisik dan sosiokultural; (2) Kondisi interaksi penghuni seharihari dengan lingkungan fisik, khususnya yang
bertalian dengan aspek sosiologi dan psikologi.
Kegiatan observasi di lapangan selain dilakukan
pada setiap kali kejadian interview dengan
responden, juga dilakukan secara informal
terhadap kegiatan seharihari.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Kajian Karakter Fisik Kawasan
Untuk dapat melakukan analisa terhadap
elemen-elemen yang berpotensi sebagai
pembentuk citra kawasan, maka akan dikaji
terlebih dahulu karakterkarakter yang telah
memberikan kesan dan mudah diingat oleh
penghuni berdasarkan segmen yang telah dibagi
pada gambar 1.
a. Segmen A, yaitu:

Eks Kantor Bank Uniland di Ujung
Persimpangan Jalan

Gedung Pengelola Perumahan IRA
WIDYA UTAMA.
b. Segmen B, yaitu:

Papan Penunjuk Arah di Ujung Segmen

Keramaian di Sepanjang Segmen B.
c. Segmen C, yaitu:

Bundaran Taman di Tengah Perempatan
Jalan

Sungai

Jembatan.
d. Segmen D, yaitu:

Lapangan Latihan Golf

Kapling Kosong di Ujung Segmen.
e. Segmen E, yaitu:

Blok Bangunan Rumah Toko (Ruko)

Pedagang.

Achmad Aryanto
Julaihi Wahid
Dwira N. Aulia
Agus Suriadi

f. Segmen F, yaitu:

Lapangan Sepak Bola

Jalur Jalan yang Lebar dengan Parit
Besar di Tengah Boulevard

Perumahan Bukit Hi au Regency di
Tengah Segmen F.
4.2. Kajian Elemen Pembentuk Citra
Kawasan
Pada 4.1. telah diperoleh karakterkarakter fisik
yang berpotensi menjadi elemen pembentuk
citra kawasan perumahan. Karakter-karakter
tersebut memiliki identitas, struktur, dan makna
tersendiri yang menjadikannya sebagai karakter
yang sangat dikenal dan di ingat oleh penghuni.
Karakter-karakter yang dimaksud, berdasarkan
definisi dan sifat elemen pembentuk citra
kawasan adalah:
a. Elemen Path; merupakan elemen yang
menjadi jalur pergerakan dalam kawasan
perumahan,
baik
untuk
kendaraan
berrnotor, pejalan kaki, dan aliran air.
Karakter yang termasuk elemen ini adalah:
Sungai pada segmen C, Jembatan di
segmen C, dan Jalan dengan Boulevard di
segmen F.
b. Elemen Edge: merupakan karakter yang
terbentuk sebagai pembatas atau pemisah
dua kelompok blok perumahan secara
berkesinambungan, yaitu Sungai, terbentuk
sebagai pemisah dan wilayah pertemuan
antara lapangan sepak bola dengan blok
perumahan adalah elemen Jalur Jalan
dengan Boulevard
c. Elemen District; merupakan zona dalam
suatu kawasan yang memiliki kesamaan
ciri khas baik dalam bentuk, pola, kegiatan
ataupun wujudnya, serta batas wilayahnya
yang jelas. Karakter yang termasuk elemen
adalah: Blok Bangunan Rumah Toko/Ruko,
dan Perumahan Bukit Hijau Regency di
Tengah Segmen F.
d. d. Elemen Node; merupakan karakter yang
menjadi orientasi baik dalam bentuk
aktivitas yang aktif, pemusatan jalur atau
pemusatan aktivitas yang posisinya sebagai
penangkap pergerakan di persimpangan
jalur (titik simpul). Keberadaan elemen ini
sangat jelas dan mudah diingat oleh
penghuni perumahan. Karakter yang
termasuk elemen ini adalah: Eks Kantor

5

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 02, 2005 : 1-8

e.

Bank Uniland, Papan penunjuk Arah di
Ujung Segmen, Keramaian di sepanjang
Segmen B, Bundaran Taman di Tengah
Perempatan Jalan, Jembatan, Lapangan
Latihan Golf, Kapling Kosong di Ujung
Segmen, Pusat Pedagang Makanan, dan
Lapangan Sepak Bola.
Elemen Landmark; merupakan karakter
tunggal yang menjadi orientasi kawasan
perumahan secara makro atau mikro yang
memberikan identitas tersendiri yang unik.
Karakter tersebut memiliki kekontrasan
fisik dengan lingkungan disekitarnya
sehingga bentuknya tampak dengan jelas.
Karakter yang termasuk elemen ini adalah:
Gedung Pengelola Perumahan IRA
WIDYA UTAMA, Bundaran Taman di
Tengah Perempatan Jalan, dan Lapangan
Sepak Bola.

Diantara karakter-karakter yang telah disebutkan
diatas, terdapat beberapa karakter yang
berfungsi ganda atau memiliki dua fungsi
elemen citra kawasan, yaitu:

Bundaran Taman di Tengah Perempatan
Jalan; berfungsi sebagai Node dan
keberadaannya diperkuat lagi dengan
tanaman hias dan lampu yang juga bersifat
Landmark kawasan.

Sungai; selain merupakan jalur pergerakan
air/saluran air yang membelah kawasan
perumahan (path), sungai ini juga sebagai
pembatas atau pemisah kelompok blok
perumahan (edge).

Jembatan; berfungsi sebagai path karena
menjadi jalur yang menghubungkan dua
zona perumahan, dan sebagai node di lain
hal karena posisinya yang strategis dan
memiliki kepadatan arus kendaraan yang
cukup tinggi.

Lapangan Sepak Bola; berfungsi sebagai
node yang dipengaruhi oleh aktivitas yang
terjadi didalamnya tergolong aktif. Selain
itu ukuran lapangan sepak bola tersebut
yang cukup luas dan memberikan orientasi
serta identitas kawasan yang sangat dikenal
oleh penghuni bahkan masyarakat luar
perumahan
menjadikannya
sebuah
Landmark kawasan Perumahan Taman
Setiabudi Indah, Medan. dengan Boulevard

Jalur Jalan dengan Boulevard, berfungsi
sebagai Path karena merupakan jalur utama
(major route) kawasan yang berbentuk
boulevard, dan juga berfungsi sebagai Edge
6

disebabkan karena terbentuk sebagai
pemisah dan wilayah pertemuan antara
lapangan sepak bola dengan blok
perumahan di segmen F.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1. Kesimpulan
Dalam menjawab permasalahan yang timbul
dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang
dapat dirumuskan yaitu:
1. Elemen-elemen yang berpotensi dalam
membentuk citra 1 image suatu kawasan
pada lingkungan perumahan adalah:
a. Karakter Fisik Alam; seperti sungai,
taman penghijauan, ataupun lapangan
olah raga merupakan elemen yang
mudah
diingat
oleh
pengamat.
keberadaan zona ini memberikan
penanda atau identitas yang sangat
jelas bagi penghuni. Lokasi dan
persentase luas yang sebanding dengan
zona terbangun akan membantu
penghuni untuk beradaptasi/mengenal
lingkungannya. Karakter fisik alam ini
dapat sengaja dibuat ataupun memang
telah
ada
sebelumnya
namun
keberadaannya lebih ditonjolkan.
b. Pengelompokan zona; pembagian
antara zona pemukiman dengan zona
komersial akan memberikan identitas
yang jelas bagi penghuni untuk
membedakan zona di dalam kawasan.
c. Keberadaan Street furniture; dapat
berupa lampu penerangan , papan
penunjuk arah atau benda-benda
lainnya dapat menjadi hal yang mudah
diingat bagi penghuni. informasiinformasi kecil yang diperoleh dapat
memperkuat proses persepsi bagi
penghuni.
d. Konsentrasi Aktivitas; aktivitas sosial
maupun ekonomi memiliki potensi
besar dalam mempertegas keberadaan
nodes
ataupun
district
seperti
keberadaan para pedagang makanan di
beberapa titik simpul atau kawasan
pertokoan dengan beragam bentuk
tampilan bangunan yang memberikan
karakter tersendiri terhadap kawasan
tersebut.
e. Karakter Jalur Sirkulasi; penataan
jalur untuk kendaraan, jalur pejalan
kaki, saluran air pembuangan harus
cukup mudah diidentifikasi antara jalur
utama
dan
jalur
lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

KAJIAN PEMBENTUK CITRA KAWASAN PERUMAHAN
STUDI KASUS: PERUMAHAN TAMAN SETIABUDI INDAH,
MEDAN

2.

Keberadaannya
akan
menegaskan/meberikan
informasi
kepada pengamat mengenai posisinya
di dalam sistem lingkungan.
Penilaian pengamat terhadap elemenelemen
pembentuk citra/image kawasan perumahan
sangat berbedabeda yang dipengaruhi latar
belakang psikologis dari pengamat.
Penilaian tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Gaya Hidup (Lifestyle). Gaya hidup
atau yang biasa disebut juga kebiasaan
mempengaruhi setiap penekanan
dalam menerima persepsi dari
lingkungan.
b. Keakraban (Familiarity). Keakraban
dan frekuensi dalam berinteraksi
dengan lingkungan mempengaruhi
keakuratan
penggambaran
peta
mental.
c. Keterlibatan
Sosial.
Karakter
lingkungan yang tergambar di dalam
peta kognitif j uga dipengaruhi oleh
hubungan
sosial
masing-masing
individu.
d. Kelas Sosial. Perbedaan sosial
berhubungan positif dengan jangkauan
citra urban atau luasan dari cakupan
peta mental. Ini dipercaya disebabkan
oleh kelas sosial yang mempengaruhi
kemampuan mobilitas spasial tiap
individu,
dibandingkan
kelas
menengah ke bawah, golongan
menengah ke atas memiliki mobilitas
lebih tinggi karena kemampuan
mereka memiliki kendaraan dan
kemudahan yang dapat dibeli.
e. Perbedaan Gender. Tercatat peta
mental pria lebih luas cakupannya
dibandingkan wanita. Ini disebabkan
oleh perilaku yang sudah terpola
secara tradisi tentang aturan gender, di
mana
contohnya
wanita
lebih
menggunakan waktunya di lingkungan
terbatas sebagai ibu rumah tangga,
dan pria berkegiatan di lingkungan
yang lebih luas sebagai pencari
nafkah.

Sedangkan citra/image terhadap suatu kawasan
perumahan berkaitan Berat dengan tiga
komponen, yaitu:

Achmad Aryanto
Julaihi Wahid
Dwira N. Aulia
Agus Suriadi

a.

b.

c.

Identitas, dari beberapa obyek/elemen
dalam suatu kawasan perumahan yang
berkarakter dan khas sebagai jatidiri yang
dapat membedakan dengan kawasan
perumahan lainnya
Struktur, yaitu mencakup pola hubungan
antara obyek/elemen dengan obyek/elemen
lain dalam kawasan perumahan yang dapat
dipahami dar dikenali oleh pengamat,
struktui berkaitan dengan fungsi kawasar
tempat obyek/elemen tersebut berada.
Makna, merupakan pemahaman art oleh
pengamat terhadap dua komponer (identitas
dan struktur kawasan) melalu dimensi:
simbolik, fungsional emosional, historik,
budaya, dan politik.

5.2. Rekomendasi
Definisi dari masing-masing kelima elemen citra
kawasan dapat sama untuk setiap kawasan
namun
pemahamannya
perlu
diadaptasi
berdasarkan kondis setempat dari berbagai latar
belakang.
Untuk mendapatkan gambaran yank lebih tepat
tentang citra suatu kawasar menggunakan
kelima elemen citra kawasan tersebut perlu
diterjemahkan dar dicocokkan menjadi definisi
baru yang berlaku untuk kawasan yang
bersangkutan, misalnya unsur kawasan seperti
“patokan” yang sering dikenal di Indonesia perlu
diterjemahkan di mana letak kesamaar
karaktemya dengan salah satu elemer kawasan
tersebut.
Perlu adanya penataan terhadal elemen-elemen
citra/image kawasar perumahan terutama pada
perletakkan
dan
komposisinya
terhadap
lingkungan. Pado dasarnya elemen-elemen
tersebut berperar, besar dalam membantu
penghuni/warga dalam melakukan penyesuaian
diri. Proses persepsi yang dilakukan akan
menangkal elemen-elemen citra kawasan
tersebut karena keberadaannya yang menonjol.
Lalu kemudian proses persepsi ini yang
dijadikan alat untuk menjadikan lingkungan
sekitar pengamat menjadi `bersahabat' dengan
penghuni. Adaptasi dapat terjadi lebih cepat dan
penghuni menjadi lebih cepat menilai kawasan
kediamannya, maka segala perubahan yang
menanggapi penilaian tersebut dapat cepal
ditindaklanjuti.

7

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 02, 2005 : 1-8

Hasil penelitian tentang pembentuk citra
kawasan terhadap lingkungan perumahan
terencana ini adalah memberikan masukan
umpan balik bagi perencana dalam menciptakan
lingkungan perumahan yang lebih baik serta
menjadi pengkayaan wawasan terhadap tuntutan
kebutuhan penghuni rumah bagi para pihak yang
terlibat dan terkait dengan pembangunan
perumahan.

Daftar Pustaka
Lynch (1960) “The Image of The City”, The
MIT Press, Cambridge, Massachusetts
Zahnd, Markus (1999) “Perancangan Kota
Secara Terpadu”, Kanisius, Yogyakarta
Bechtel B Robert; Marans W. Robert &
Michelson William (1987) “Methods in
Environmental and Behavioral Research”,
Van Nostrand Reinhold

8

Universitas Sumatera Utara