Perbaikan Kualitas Jambu Biji (Psidium Guajava L) Var Kristal Dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio Dan Pemberongsongan Buah

PERBAIKAN KUALITAS JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) var
KRISTAL DENGAN PENGATURAN LEAF FRUIT RATIO DAN
PEMBERONGSONGAN BUAH

ATIKA ROMALASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbaikan Kualitas Jambu
Biji (Psidium guajava L.) var Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio dan
Pemberongsongan Buah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Atika Romalasari
NIM A252120191

RINGKASAN
ATIKA ROMALASARI. Perbaikan Kualitas Jambu Biji (Psidium guajava L.) var
Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio dan Pemberongsongan Buah.
Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO, MAYA MELATI dan AHMAD
JUNAEDI.
Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu buah nusantara
unggulan yang berpotensi untuk bersaing di pasar global dan merupakan buah
yang memiliki nilai gizi tinggi. Buah dengan kualitas baik dapat diperoleh apabila
dilakukan perbaikan sejak kegiatan budi daya. Perbaikan kualitas internal dan
eskternal buah salah satunya adalah pengoptimalan kebutuhan asimilat yang
diterima dengan pengaturan leaf fruit ratio serta melalui perlindungan fisik
terhadap buah yang juga mampu mempercepat perkembangan buah yaitu dengan
pemberongsongan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan kapasitas

source dengan ukuran dan kualitas jambu kristal melalui pengaturan leaf fruit
ratio, dan menjelaskan pengaruh warna dan bahan pemberongsong terhadap
kualitas buah jambu kristal. Penelitian terdiri atas dua percobaan yang
dilaksanakan pada November 2013 hingga Maret 2014 di Kebun Jambu Kristal
Cikarawang, Dramaga. Analisis buah dilakukan di Laboratorium Pascapanen
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB dan Laboratorium Pusat Kajian
Hortikultura Tropika (PKHT) IPB. Rancangan yang digunakan pada percobaan
pertama adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor leaf fruit
ratio terdiri atas empat taraf yakni 60:1, 45:1, 30:1, dan 15:1. Setiap perlakuan
diulang 5 kali sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
menggunakan 4 buah cabang tersier yang berbeda. Rancangan yang digunakan
pada percobaan kedua adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu
faktor terdiri atas 10 macam, yaitu plastik merah, plastik kuning, plastik hijau,
plastik biru, sponnet dan plastik merah, sponnet dan plastik kuning, sponnet dan
plastik hijau, sponnet dan plastik biru, sponnet dan plastik bening, serta tanpa
pemberongsong. Setiap perlakuan diulang 5 kali sehingga terdapat 50 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan 2 buah cabang tersier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa leaf fruit ratio berpengaruh tidak
nyata terhadap seluruh kualitas eksternal buah. Perlakuan leaf fruit ratio 60:1
memiliki kecenderungan menghasilkan ukuran buah yang terbesar, dan perlakuan.

leaf fruit ratio 15:1 menghasilkan buah dengan kandungan PTT dan vitamin C
tertinggi. Perlakuan pemberongsongan buah berpengaruh nyata terhadap
perkembangan diameter melintang buah, kemulusan, kelunakan, bobot buah,
kecerahan (L) warna kulit buah, dan chroma buah. Pemberongsongan buah tidak
berpengaruh terhadap nilai derajat hue buah dan seluruh komponen kualitas
internal buah (PTT, ATT, Rasio PTT/ATT) dan kandungan vitamin C buah.
Pemberongsongan sponnet dan plastik kuning dapat meningkatkan kemulusan
buah hingga 85.8%. Pemberongsongan sponnet dan plastik seluruhnya
menghasilkan jambu kristal dengan kualitas eksternal yang lebih baik
dibandingkan pemberongsongan dengan plastik saja.
Keywords: kualitas eksternal, kualitas internal, sponnet, source sink, padatan
terlarut total, asam tertitrasi total

SUMMARY
ATIKA ROMALASARI. Improvement of Fruit Quality of Guava (Psidium
guajava L.) var Kristal by Leaf Fruit Ratio and Bagging. Supervised by SLAMET
SUSANTO, MAYA MELATI and AHMAD JUNAEDI.
Guava (Psidium guajava L.) is one of the fruits featured in Indonesia that
has the potential to compete in the global market and is a fruit that has a high
nutritional value. Good quality fruits can be obtained by improvements since

cultivation. Internal and external quality improvements can be achieved by
optimization assimilates needs with leaf fruit ratio to accelerate fruits
development as well as through physical protection of the fruit with bagging.
This research aimed to explain the relationship between capacity of the
source with the size and quality of the Kristal guava through leaf fruit ratio, and to
explain the effect of the color and material of fruit bagging on the quality of
Kristal guava. The research consisted of two experiments and conducted in
November 2013 until March 2014 in the Kristal Guava Garden Cikarawang,
Dramaga. Fruit analysis conducted in the Postharvest Laboratory, Department of
Agronomy and Horticulture, IPB and the Laboratory of Center for Tropical
Horticulture (PKHT) IPB. The first experiment used a randomized block design
with 1 factor of leaf fruit ratio and consisted of four levels namely 60: 1, 45: 1, 30:
1 and 15: 1. Each treatment was repeated 5 times so that there were 20
experimental unit. Each experimental unit using 4 pieces of different tertiary
branches. The second trial used a randomized block design with 1 factor
composed of 10 bagging, namely red plastic, yellow plastic, green plastic, blue
plastic, sponnet and red plastic, sponnet and yellow plastic, sponnet and green
plastic, sponnet and blue plastic, sponnet and clear plastic, without bagging. Each
treatment was repeated 5 times so that there were 50 experimental unit. Each
experimental unit using 2 pieces of tertiary branches.

The results showed that leaf fruit ratio has no effect on the overall external
quality of the fruit unless transverse diameter of fruit. Treatment of leaf fruit ratio
60: 1 has tendency to produce largest fruit, while the leaf fruit ratio 15: 1 resulted
in the highest total soluble solid and vitamin C. Bagging significantly affected the
development of the transverse diameter of fruit, smoothness, softness, fruit weight,
fruit peel lightness, and fruit chroma. Bagging did not affect the value of the
degree of hue and all components of the internal quality of fruit (TSS, TA,
TSS/TA ratio) and vitamin C content. Bagging using sponnet and yellow plastic
maintained fruit smoothness up to 85.8%. Bagging using sponnet and plastic
generally produced kristal guava fruit with better external quality than bagging
with plastic only.
Keywords: external quality, internal quality, sponnet, source sink, soluble solid
total, titratable acidity

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERBAIKAN KUALITAS JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) var
KRISTAL DENGAN PENGATURAN LEAF FRUIT RATIO DAN
PEMBERONGSONGAN BUAH

ATIKA ROMALASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Winarso D. Widodo, MS, PhD

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kebaikan
dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai Maret 2014 ini bertema
perbaikan kualitas buah, dengan judul Perbaikan Kualitas Jambu Biji (Psidium
guajava L.) var Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio dan
Pemberongsongan Buah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr
Ir Maya Melati, MS, MSc serta Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku anggota
komisi pembimbing atas waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan,
arahan dan motivasi kepada penulis.
2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan
Hortikultura atas bimbingan dan arahan kepada penulis.
3. Ir. Winarso D. Widodo, MS PhD yang telah berkenan menjadi penguji luar
komisi pada ujian tesis penulis.
4. Penulis juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dana penelitian

melalui Hibah Kompetisi DIKTI pada tahun 2014 yang diketuai oleh Prof
Dr Ir Slamet Susanto, MSc.
5. Kedua orang tua dan adik serta keluarga atas dukungan, bantuan, kasih
sayang dan doanya yang selalu ada untuk penulis.
6. Bapak Amit dan Bapak Badri yang telah banyak membantu selama di
lapangan serta Bapak Agus selaku staf Laboratorium Pascapanen
Departemen AGH IPB yang telah banyak membantu selama penelitian.
7. Teman-teman satu bimbingan Bapak Slamet dan Bapak Junaedi, temanteman kos Pondok Putri Rahmah, serta teman-teman Pascasarjana AGH
2012 atas dukungan, bantuan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Naskah tesis ini sebagian telah dimasukkan ke Jurnal Hortikultura
Indonesia. Penulis berharap semoga hasil tesis ini berguna dan bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2016

Atika Romalasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Jambu Biji
Komposisi Kimia Buah Jambu Biji
Syarat Tumbuh Jambu Biji

Jambu Kristal
Perkembangan Buah
Leaf Fruit Ratio
Pemberongsongan Buah
Kualitas Buah

3
3
4
5
5
6
7
8
10

METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Rancangan Penelitian

Analisis Data
Pengamatan

11
11
11
12
13
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Leaf Fruit Ratio
Kualitas Eksternal Jambu Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio
Kualitas Internal Jambu Kristal dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio
Uji Organoleptik Leaf Fruit Ratio
Kondisi Iklim Mikro dalam Pemberongsong Buah
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pemberongsongan Buah
Kualitas Eksternal Jambu Kristal dengan Pemberongsongan Buah
Kualitas Internal Jambu Kristal dengan Pemberongsongan Buah
Uji Organoleptik Pemberongsongan Buah

16
16
16
18
18
19
20
21
24
25

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

27
27
27

DAFTAR PUSTAKA

28

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
1.
Perbandingan kandungan nutrisi buah jambu merah dan jambu
kristal
4
2.
Karakteristik jenis plastik LDPE dan HDPE
9
3.
Rekapitulasi hasil sidik ragam pada peubah pengamatan leaf fruit
ratio
16
4.
Perkembangan diameter melintang jambu kristal
17
5.
Pengaruh leaf fruit ratio terhadap kualitas eksternal buah saat panen
17
6.
Pengaruh leaf fruit ratio terhadap kualitas internal buah saat panen
18
7.
Pengaruh leaf fruit ratio terhadap uji organoleptik warna, tekstur,
aroma dan rasa
19
8.
Kondisi lingkungan mikro dalam pemberongsong buah
20
9.
Rekapitulasi hasil sidik ragam pada peubah pengamatan
pemberongsongan buah
21
10. Perkembangan diameter melintang jambu kristal selama
pemberongsongan di pohon sampai saat panen
22
11. Pengaruh pemberongsongan terhadap kualitas eksternal buah saat
panen
22
12. Pengaruh pemberongsongan terhadap kualitas internal buah saat
panen
25
13. Pengaruh pemberongsongan terhadap uji organoleptik warna, tekstur,
aroma dan rasa
26
14. Standar pengkelasan jambu kristal
26

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Formulir Uji Organoleptik (Tingkat Kesukaan)

Halaman
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jambu biji adalah salah satu buah nusantara unggulan yang berpotensi
untuk bersaing di pasar global dan merupakan buah yang memiliki nilai gizi
tinggi. Ekspor buah jambu biji baik segar maupun kering pada tahun 2014
mencapai 76 496 kg (BPS 2015) dan produksi jambu biji nasional pada tahun
2014 mencapai 187 418 ton (Ditjen Hortikultura 2015). Jambu biji mengandung
vitamin C empat kali lebih banyak daripada jeruk (lebih dari 200 mg per 100 g),
vitamin A, vitamin B, magnesium, kalium, dan dianggap sebagai makanan yang
berkalori rendah (Jimenez-Escrig et al. 2001). Selain itu jambu biji mengandung
beberapa antioksidan seperti polifenol dan karotenoid (Hassimoto et al. 2005).
Jambu kristal merupakan varietas jambu biji yang telah resmi dilepas oleh
Kementrian Pertanian berdasarkan SK Mentan No.540/Kpts/SR.120/9/2007
(Balitbu 2007). Jambu kristal masuk ke Indonesia melalui Misi Teknik Taiwan
(Taiwan Technical Mission in Indonesia) pada tahun 1998. Jambu kristal di
Taiwan dikenal dengan nama Shui Jing Ba (Shui Jing berarti kristal). Jambu biji
tersebut disebut kristal karena warna daging buahnya putih agak bening dan
secara kasat mata bentuk jambu kristal juga berlekuk-lekuk bulat tidak sempurna
menyerupai bentuk kristal. Konsumen juga menyukai jambu kristal karena
berdaging buah renyah, memiliki cita rasa manis, dan berbiji lebih sedikit
sehingga porsi buah yang dapat dikonsumsi lebih banyak (Trubus 2014).
Penyebaran jambu biji yang luas tidak menjamin produksi yang tinggi
karena rendahnya luasan budidaya untuk tujuan komersial (Horticulture Crop
Training and Demonstration Centre 2011). Terdapat kekurangan pasokan jambu
kristal pada Oktober 2011 hingga September 2012 sebesar 14 794.5 kg antara
permintaan supermarket dan pasokan jambu kristal grade A yang tersedia pada
ADC IPB-ICDF TAIWAN, hal tersebut dipicu oleh tingginya persentase produk
cacat yang dihasilkan yaitu produk jambu kristal dengan grade B+, B dan C yang
mencapai 69% dari total jumlah panen selama tahun 2012 (Pratidina 2013).
Sabrina (2014) melaporkan bahwa dari info gerai toko buah di kota–kota besar,
permintaan rata–rata jambu kristal per hari mencapai 100 sampai 300 kg. Harga
jambu kristal pada Februari 2014 mencapai level Rp 25 000-Rp 30 000 per kg di
pasar modern. Rata-rata total peningkatan permintaan supermarket di Kabupaten
Bogor (All Fresh, TOTAL, GIANT) dan pabrik pengolahan manisan jambu kristal,
berdasarkan data dari tahun 2007 hingga 2013 sebesar 108.98%. Jambu kristal
sebagai ikon baru buah nusantara harus mampu bersaing dengan buah impor
dalam hal kualitas rasa, penampilan, pengemasan, kontinuitas produksi dan
ketersediaan. Berdasarkan standar pengkelasan jambu kristal yang dikeluarkan
oleh ADC IPB-ICDF TAIWAN, jambu kristal dengan kualitas grade A adalah
buah dengan ukuran yang seragam dan memiliki bobot lebih kurang 300 gram,
bentuk mendekati bulat atau bulat, mulus dan berwarna hijau muda.
Buah dengan kualitas baik dapat diperoleh apabila dilakukan perbaikan
sejak kegiatan budi daya. Perbaikan kualitas internal dan eskternal buah salah
satunya adalah pengoptimalan kebutuhan asimilat yang diterima dengan
pengaturan leaf fruit ratio. Leaf atau daun sebagai source diatur jumlahnya untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan fruit atau buah yang berperan

2
sebagai sink. Jumlah daun yang berbeda akan mempengaruhi luas daun. Menurut
Thamrin et al. (2009), perbedaan luas daun (source) pada jeruk pamelo secara
langsung menyebabkan rasio luas daun dari per tanaman per luasan permukaan
tanah berbeda dalam menerima radiasi matahari, sehingga daun yang luas
mengabsorpsi radiasi terbanyak dan mentranslokasikan asimilat yang lebih
banyak ke bagian lain (sink). Usenik et al. (2010) melaporkan bahwa warna buah,
bobot buah, kandungan PTT, rasio PTT:ATT ceri ‘Lapins’ meningkat dengan
pengaturan leaf fruit ratio.
Buah dengan nilai komersial tinggi umumnya juga dihasilkan oleh petani
yang menerapkan phytosanitary dalam kegiatan budi daya, misalnya dengan
pembungkusan buah di pohon yang biasa dikenal dengan istilah
pemberongsongan (Blick et al. 2011). Pemberongsongan adalah teknik
perlindungan secara fisik pada buah-buahan, yang tidak hanya memperbaiki
kualitas visual dengan memperbaiki warna kulit dan mengurangi terjadinya pecah
buah tetapi juga mengubah lingkungan mikro untuk perkembangan buah sehingga
memberikan beberapa pengaruh pada kualitas internal buah (Fan dan Mattheis
1998). Pemberongsongan dapat mempercepat masa panen buah, karena suhu
dalam pemberongsong, terutama pembungkus plastik yang lebih panas.
Besarnya peluang pasar terhadap permintaan jambu kristal berkualitas baik
sebagai buah unggulan nusantara mendorong perlunya dilakukan upaya perbaikan
kualitas jambu kristal. Hingga saat ini penelitian mengenai perbaikan kualitas
jambu kristal dengan pengaturan leaf fruit ratio dan pemberongsongan buah di
Indonesia masih belum banyak dilakukan.
Tujuan
1.
2.

Menjelaskan hubungan kapasitas source dengan ukuran dan kualitas jambu
kristal melalui pengaturan leaf fruit ratio.
Menjelaskan pengaruh warna dan bahan pemberongsong terhadap kualitas
buah jambu kristal.
Hipotesis

1.

2.

Pengaturan leaf fruit ratio mempengaruhi ukuran dan kualitas jambu kristal
serta terdapat leaf fruit ratio yang menghasilkan jambu kristal dengan kualitas
terbaik.
Perbedaan warna dan bahan pemberongsong mempengaruhi kualitas jambu
kristal dan terdapat pemberongsong yang menghasilkan jambu kristal dengan
kualitas terbaik.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Jambu Biji
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
paling penting dibudidayakan dari spesies keluarga Myrtaceae (Mabberley 1997).
Jambu biji berasal dari wilayah Amerika tropika yakni antara Meksiko dan Peru
tetapi saat ini negara penghasil utama jambu biji antara lain Amerika, Kuba,
Taiwan, Meksiko, Peru, Cina, Malaysia, India, Pakistan, Thailand, dan
Bangladesh (Mamun et al. 2012). Jambu biji mudah beradaptasi di berbagai
lingkungan tumbuh, perbanyakannya mudah dan merupakan tanaman liar atau
semiliar di daerah tropis dan subtropika, tersebar luas hinga lebih dari 50 negara
di dunia. Budidaya jambu biji di Indonesia untuk tujuan komersial saat ini banyak
menggunakan varietas unggul asal Taiwan dan Thailand (Cahyono 2010).
Jambu biji merupakan tanaman perdu bercabang banyak. Tingginya dapat
mencapai 3-10 m. Umur tanaman jambu biji sekitar 30-40 tahun. Batang jambu
biji memiliki memiliki ciri khusus, berkayu keras, liat, tidak mudah patah, kuat
dan padat. Kulit kayu tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Pada fase
tertentu, tanaman mengalami pergantian atau peremajaan kulit. Batang dan
cabangnya mempunyai kulit berwarna cokelat atau keabu-abuan (Soetopo 1992).
Percabangan jambu biji dapat tumbuh bebas dari bawah ke atas dan sering tumbuh
tunas liar di dekat pangkal batang. Tunas tersebut dapat digunakan sebagai bahan
tanam atau bibit. Pertumbuhan tunas tanaman jambu biji bersifat indeterminate,
dan cabang jambu biji dapat tumbuh terus memanjang yang kadang-kadang dapat
menekan pertumbuhan tunas lateral (Ashari 2006).
Daun jambu biji merupakan daun tunggal, berwarna hijau, bertangkai
pendek dan mengeluarkan aroma jika diremas. Kedudukan daunnya dapat
bersilangan, letak daunnya berhadapan dan bertulang daun menyirip. Bentuk
daunnya bulat atau bulat telur dengan pinggiran rata melingkar dan ujung
meruncing. Terdapat korelasi antara bentuk daun dengan bentuk buah, jambu biji
yang berdaun kecil-kecil buahnya pun kecil (jambu kerikil). Jika bentuk daunnya
bulat, buahnya pun bulat. Daun yang memanjang dan agak lancip ujungnya,
buahnya akan berbentuk seperti pir (Rismunandar 1989).
Bunga jambu biji berwarna putih, berbau agak wangi, tumbuh di ketiak
daun atau pada pucuk ranting, tunggal atau dalam kelompok kecil. Bunga jambu
biji merupakan bunga sempurna yaitu benang sari (sekitar 250 helai) dan putik
terdapat pada satu bunga. Mahkota bunga jumlahnya empat sampai lima (Morton
1987). Pada jambu bangkok mahkota bunga berjumlah 4-10 helai, dengan bentuk
daun mahkota bulat telur. Bunga akan mekar penuh pada pagi hari. Waktu yang
diperlukan dari kuncup hingga mekar penuh antara 14-29 hari (Sujiprihati 1985).
Penyerbukan bunga tanaman jambu biji bersifat menyerbuk sendiri maupun
menyerbuk silang (Nakasone dan Paull 1998).
Buah jambu biji yang masih muda berwarna hijau tua, semakin matang
warna akan menjadi hijau muda sampai kekuning-kuningan. Buah yang masak
dagingnya lunak dan mudah rusak serta membusuk. Buah jambu termasuk dalam
kelompok buah yang berpola respirasi klimaterik. Tanaman jambu biji dapat
dipetik 2-3 kali seminggu selama 8-10 minggu musim panen. Pada setiap satu
hektar, jambu biji yang dapat dihasilkan sebanyak 25-40 ton per tahun. Kulit

4
buahnya halus atau tidak rata, berwarna hijau tua ketika masih muda dan berubah
menjadi hijau sampai hijau kekuning-kuningan setelah masak. Daging buahnya
berwarna putih, kuning, pink atau merah dengan sel-sel batu sehingga bertekstur
kasar, berasa asam sampai manis, dan beraroma “musky” ketika masak (Soetopo
1992). Menurut Nakasone dan Paull (1998) buah jambu biji matang 120-220 hari
setelah pembungaan, tergantung pada suhu selama perkembangan buah. Periode
pematangan buah buah setelah antesis juga bervariasi pada setiap varietas. Jambu
biji Bangkok memerlukan waktu 5-6 bulan sejak antesis sampai buah dapat
dipanen (Sujiprihati 1985).
Komposisi Kimia Buah Jambu Biji
Jambu biji merupakan salah satu buah segar yang banyak digemari oleh
mayarakat Indonesia. Rasanya yang manis dan memiliki kandungan vitamin C
yang tinggi sehingga jambu biji sangat disukai. Vitamin C merupakan salah satu
senyawa antioksidan. Kandungan nutrisi buah secara lengkap jambu biji
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan kandungan nutrisi buah jambu merah dan jambu kristal
Nilai Gizi (per 165 g)
Zat Gizi
a
Jambu Merah
Jambu Kristalb
Kalori (energi)
112 kcal
112 kcal
Protein
4.21 g
4 g
Lemak
1.57 g
2 g
Karbohidrat
23.63 g
24 g
Kalsium
30 mg
3 %
Fosfor
66 mg
7 %
Zat besi
0.43 mg
2 %
Magnesium
36 mg
9 %
Mangan
12 %
Tembaga
19 %
Pottasium
688 mg
688 mg
Zinc
0.38 mg
Vitamin A
51 µg
21 %
Vitamin B1
0.011 g
6 %
Vitamin B3
1789 mg
Vitamin C
376.7 mg
628 %
Vitamin E
6 %
Folat
81 µg
20 %
Serat Pangan
8.9 g
15 g
Gula
14.72 g
15 g
Air
133.32 g
a
b
Sumber: = USDA (2016); = Sunpride (2016)
Menurut Muhlisah (2007), tidak hanya buah, daun jambu biji juga dapat
digunakan sebagai obat-obatan seperti diare, sariawan, kencing manis, ambien,
luka berdarah karena daun jambu biji mengandung tannin, eugenol (minyak
atsiri), minyak lemak, damar, zat samak, triterpinoid, dan asam apfel.

5

Syarat Tumbuh Jambu Biji
Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang secara luas dapat
dibudidayakan pada iklim tropis dan sub tropis. Curah hujan yang optimum untuk
budidaya jambu biji adalah 1000-2000 mm per tahun dan lama penyinaran yang
dibutuhkan adalah 15 jam per hari (Nakasone dan Paull 1998). Tanaman jambu
biji dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1200 m dpl (Balitbu 2007).
Penanaman jambu biji pada ketinggian diatas 1000 m dpl tidak disarankan karena
semakin tinggi ketinggian tempat, suhu semakin rendah dan awan semakin rapat,
sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lambat, bunga gagal berkembang
sehingga produksi menurun (Trubus 2014). Tanaman jambu biji dapat tumbuh,
berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 25-30 °C dan
kelembaban udara 30-50% (Balitbu 2007).
Jambu biji dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi akan lebih baik
jika ditanam pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik
dan pH tanah berkisar 5 sampai 7. Tanah yang sangat berbutir memiliki aerasi
yang baik dan daya serap air yang tinggi karena kenaikan ukuran ruang pori-pori
tanah (Paull dan Duarte 2012).
Jambu Kristal
Jambu kristal merupakan jambu biji hasil mutasi dari jambu bangkok yang
ditemukan oleh Xi-Yao Lai dan Jiang-Ming Dong petani asal Yanchao District,
Kaohsiung, Taiwan pada tahun 1991. Jambu kristal masuk ke Indonesia melalui
Misi Teknik Taiwan (Taiwan Technical Mission in Indonesia) pada tahun 1998.
Misi Teknik Taiwan merupakan misi teknik pertanian yang dikirim pemerintah
Taiwan di bawah program International Coorperation and Development Fund
(ICDF) sebagai salah satu bentuk kerjasama diplomasi Indonesia dan Taiwan.
Salah satu kegiatannya yakni bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan pihak
universitas untuk memperkenalkan teknik pertanian Taiwan ke pelaku agribisnis
dan pegiat pertanian di Indonesia. Misi Teknik Taiwan pertama kali
mengembangkan jambu kristal di Mojokerto Jawa Timur. Setelah kerjasama di
Mojokerto berakhir pada 2008, Misi Teknik Taiwan menjalin kerjsama dengan
Institut Pertanian Bogor dan mengembangkan jambu kristal bersama 110 petani
binaan di Bogor dengan luas lahan penanaman sekitar 50 hektar (Trubus 2014).
Jambu kristal merupakan varietas jambu biji yang telah resmi dilepas oleh
Kementerian Pertanian berdasarkan SK Mentan No.540/Kpts/SR.120/9/2007
(Balitbu 2007). Jambu biji tersebut disebut kristal karena warna daging buahnya
putih agak bening dan secara kasat mata bentuk jambu kristal berlekuk-lekuk
bulat tidak sempurna menyerupai kristal. Saat pertama kali diperkenalkan di
Taiwan, pasar memberikan respon positif terhadap keunikan jambu kristal karena
bagian buah yang dapat dimakan banyak, berdaging renyah, dan berbiji sedikit.
Jumlah biji yang sedikit karena jambu kristal memiliki kromosom triploid (3n)
dan umumnya tanaman triploid merupakan tanaman yang mudah rontok. Buahbuahan berbiji umumnya berkromosom normal, yakni diploid (2n). Jambu kristal
berpeluang berbiji banyak karena merupakan varietas hasil mutasi, bukan generasi
hibrida F1 hasil persilangan. Jambu kristal yang dibudidayakan di Bogor

6
umumnya merupakan jambu biji asal bibit cangkok. Jambu kristal mulai berbuah
pada umur tujuh bulan dan mampu memproduksi lima hingga tujuh buah, dengan
bobot 300 g per buah. Produksi buah pada umur dua tahun dapat mencapai 70-80
kg per pohon selama enam bulan. Sekali berbuah jumlahnya 15-30 buah per
pohon. Jambu kristal dapat berbuah sepanjang tahun dan panen raya dapat
dilakukan dua kali yaitu Desember-Maret dan Juni-September. Perawatan intensif
dapat menghasilkan umur ekonomis tanaman jambu kristal 10-20 tahun.
Perkembangan Buah
Menurut Salisbury dan Ross (1995) perkembangan merupakan perubahan
kualitatif pada bagian-bagian tumbuhan yang berlainan, yang menunjukkan
pertumbuhan pada waktu-waktu yang berbeda dalam siklus hidup dan dengan laju
yang berlainan. Winarno dan Aman (1981) sebelumnya juga menyatakan bahwa
perubahan ini lebih banyak mengubah bentuk (morfologi), anatomis dan
fungsi tanaman. Selama proses pematangan buah-buahan akan terjadi perubahan
sifat fisiko-kimia, yang umumnya terdiri dari perubahan warna, komposisi
dinding sel (tekstur), zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asamasam
organik.
Perkembangan buah melibatkan proses pertumbuhan yang sangat
kompleks. Ovum yang telah dibuahi berkembang menjadi embrio, inti
endosperma menjadi endosperma. Perkembangan selanjutnya adalah akibat dari
pembelahan dan pembesaran sel, seperti di dalam meristem. Air, karbohidrat,
protein, zat-zat hara, zat tumbuh sebagainya harus diangkut ke dalam buah dari
bagian-bagian tanaman lain. Selama perkembangan buah pertumbuhan vegetatif
tanaman sangat terhambat dan cadangan makanan di bagian tanaman seperti
batang dan akar juga dalam keadaan minim (Darmawan dan Baharsjah 2010).
Iglesias et al. (2007) menyatakan bahwa pada buah jeruk selama
perkembangan terdapat beberapa fase serta terjadi perubahan struktur dan internal
buah. Fase-fase tersebut meliputi:
a. Fase 1: pembelahan sel
Pada fase 1 terjadi pembelahan sel dan akumulasi asam dan air pada
daging buah. Jumlah kandungan asam mencapai puncak pada pertengahan fase 2.
b. Fase 2: pembesaran sel
Fase 2 ini ditandai dengan pembesaran ukuran yang cepat, akumulasi
asam-asam organik dan biosintesis karotenoid pada daging buah.
c. Fase 3: pematangan buah
Pada saat proses pematangan buah terjadi beberapa perubahan pada bagian
eksternal dan internal buah, yakni: Pada lapisan flavedo kulit buah terjadi
degradasi klorofil. Kandungan karotenoid daging buah yang tinggi. Tingginya
padatan terlarut pada daging buah, dimana sukrosa menjadi padatan terlarut yang
utama (rasio dari sukrosa, glukosa dan fruktosa adalah 2:1:1). Kandungan asam di
dalam daging buah mengalami penurunan.

7
Leaf Fruit Ratio
Dalam kegiatan budi daya komersial buah kastanye pengaturan
keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif dan generatif merupakan hal yang
perlu dilakukan untuk mengurangi fluktuasi produksi, mendapatkan produksi
yang optimal dan berkelanjutan, salah satunya adalah dengan pengaturan leaf fruit
ratio (Guo dan Xie 2013). Leaf fruit ratio adalah perbandingan jumlah daun untuk
mendukung pertumbuhan tiap satu buah.
Ketersediaan karbohidrat adalah faktor pembatas utama untuk mendukung
pembesaran buah. Perubahan metabolisme karbohidrat merupakan proses yang
penting pada perkembangan daun, ketika muda daun bersifat heterotropik dan
bergantung pada karbohidrat yang dihasilkan oleh bagian tanaman lain. Setelah
menjadi daun dewasa, daun bersifat autotropik yang mampu memproduksi
fotosintat dan berperan sebagai source utama pada translokasi gula pada tanaman
(Turgeon 1989). Menurut Taiz dan Zeiger (2010) organ yang memproduksi dan
mengekspor asimilat pada tanaman (biasanya merupakan daun yang sudah
sempurna) dikenal sebagai source sementara organ non fotosintesis (buah, akar,
umbi) dan daun muda dikenal dengan sink. Dengan kata lain asimilat dipindahkan
dari source menuju sink dan pengaturan leaf fruit ratio merupakan kegiatan
memanipulasi source dan sink. Manipulasi source dan sink dapat dilakukan
dengan pemangkasan daun dan penjarangan bunga atau buah.
Dalam penjarangan kumpulan bunga, sebagian dari bunga akan
dijarangkan sebelum atau pada mekar penuh, sedangkan dalam penjarangan buah,
buah-buahan muda diberi jarak semerata mungkin sepanjang cabang. Kedua
praktek tersebut meningkatkan rasio daun:buah sehingga meningkatkan potensi
buah yang tersisa untuk tumbuh. Ukuran buah yang lebih besar diperoleh dengan
penjarangan bunga mekar karena persaingan dalam mengembangkan buah-buahan
dan memanjangkan tunas dan akar berkurang lebih awal. Namun, penjarangan
bunga mekar ini berisiko karena apabila terjadi cuaca buruk selama periode
setelah pembungaan dan selanjutnya dapat menyebabkan menurunnya fruit set
(Ryugo 1988). Penjarangan pada kiwi paling nyata berpengaruh dilakukan segera
setelah bunga mekar dan saat fruit set (Richardson dan Dawson 1994).
Laju impor untuk sink dapat diubah dengan meningkatkan kekuatan atau
mengurangi kekuatan organ sink lain (Ho 1988). Berdasarkan penelitian Samira
et al. (2014) pada buah persik peningkatan bobot per buah berbanding lurus
dengan peningkatan pemangkasan pucuk daun. Akar dan daun muda merupakan
sink utama selama awal fase perkembangan (Wardlaw 1990). Source dan sink
dipengaruhi oleh interaksi antara genotipe dan lingkungan tumbuh karena leaf
fruit ratio optimal dapat berbeda tergantung pada spesies, varietas, dan lokasi
geografis lahan (Marschener 2012).
Menurut Fischer (2011) untuk mencapai pertumbuhan dan kualitas yang
diinginkan pengaturan leaf fruit ratio dalam bentuk leaf area meter yang optimal
pada beberapa buah-buahan adalah 200 cm2 per 100 g dari bobot buah segar.
Feijoa buah yang satu famili dengan jambu biji memiliki leaf fruit ratio yang
optimal adalah tujuh daun per buah atau 146 cm2 luas daun per buahnya (Orjuela
dan Barreto 2009).
Persaingan antara berbagai organ tanaman untuk mendapatkan karbohidrat
yang dihasilkan oleh source ditentukan oleh kekuatan sink atau dominasi sink.

8
Kekuatan sink merupakan kapasitas potensial dalam mengakumulasi karbohidrat
dan tergantung kepada ukuran sink, waktu relatif inisiasi terhadap sink lain, serta
lokasi dan jarak dari source. Menurut Mazzora et al. (2003) pada buah ceplukan,
buah yang letaknya berdekatan dengan batang memiliki kecenderungan
berkembang lebih besar, karena akan lebih mudah mendapatkan karbohidrat
dibandingkan dengan buah yang letaknya jauh dari batang.
Buah memiliki kekuatan sink yang lebih besar dibandingkan dengan organ
tanaman yang lain dan kekuatan sink yang terjadi pada batang atau akar apabila
tidak terdapat buah dan terutama diperngaruhi oleh ketertarikan terhadap
karbohidrat (Ho 1988). Lebih dari 80% dari fotosintat digunakan untuk pengisian
buah dan apabila jumlah buah meningkat, produksi fotosintat pada daun juga akan
meningkat (Schumacher 1989)
Beban buah yang tinggi akan menurunkan distribusi ke akar dan organ
permanen lain, kekurangan asimilat juga menyebabkan efek negatif pada stagnasi
pertumbuhan vegetatif (Kozlowzki dan Pallardy 1997) dan produksi buah pada
tahun-tahun berikutnya (Lenz 2009). Distribusi pembagian karbohidrat
menentukan jumlah dan pola pertumbuhan tanaman serta hasil panen (Lakso dan
Flore 2003). Translokasi karbohidrat dipengaruhi oleh tahap perkembangan
tanaman selanjutnya arah dan volume transpornya tergantung dari lokasi sink dan
kekuatan daya tarik organ lain (Friedrich dan Fischer 2000).
Pemberongsongan Buah
Pemberongsongan adalah teknik perlindungan secara fisik yang
menghalangi gerak hama sehingga tidak mampu mendekati bagian tanaman yang
dikehendaki dan menimbulkan kerusakan (Basuki 1994). Pemberongsongan
secara luas digunakan pada tanaman buah untuk memperbaiki warna kulit buah,
mengurangi serangan hama, penyakit, kerusakan mekanis, kulit buah terbakar,
serta residu kimia (Xu et al. 2010). Pada apel fuji pemberongsongan menjadi
faktor penting untuk mengahasilkan buah yang berkualitas karena tidak hanya
berperan memperbaiki kualitas visual buah tetapi juga mampu mengubah kondisi
lingkungan mikro untuk mendukung perkembangan buah serta memberikan
pengaruh pada kualitas internal buah (Fan dan Mattheis 1998). Pada buah pir
pemberongsongan mampu meningkatkan suhu udara baik suhu dalam
pemberongsong maupun suhu kulit buah (Amarante et al. 2002).
Bahan pemberongsong memiliki pengaruh yang besar terhadap buah
karena pemberongsong yang direkomendasikan untuk suatu buah belum tentu
berpengaruh sama untuk jenis buah yang lain (Hong et al. 1999). Bahan
pemberongsong yang berbeda memiliki karakteristik fisiokimia yang berbeda,
seperti transmisi cahaya, permeabilitas uap air dan konduktansi panas sehingga
memberikan pengaruh berbeda pula terhadap lingkungan mikro dan buah (Li et al.
2008).
Jenis bahan pemberongsong yang biasa digunakan untuk membungkus
buah adalah bahan yang juga biasa digunakan sebagai kemasan antara lain seperti
plastik dan kertas. Plastik sebagai pemberongsong bersifat kedap air. Air atau uap
air yang terbentuk akibat proses trasnpirasi maupun repirasi tidak bisa keluar
sehingga suhu dan kelembaban dalam pemberongsong menjadi tinggi (Basuki
1994). Menurut Damayanti (2000) sifat pemberongsong yang baik antara lain :

9











Mampu melindungi buah muda dari serangan hama dan penyakit
Mengurangi intensitas cahaya matahari
Mengurangi pengaruh suhu udara
Menjaga kelembaban kulit buah
Tahan hujan, tidak mudah sobek
Keadaan buah mudah dikontrol
Cukup ringan
Praktis pemasangannya
Tahan lama
Mudah mendapatkan dan murah harganya

Menurut Wheaton dan Lawson (1985) bahan kemasan plastik yang paling
banyak digunakan adalah plastik PE karena mempunyai harga relatif murah,
mempunyai komposisi kimia yang baik, resisten terhadap lemak dan minyak,
tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap makanan, mempunyai kekuatan yang
baik dan cukup kuat untuk melindungi produk dari perlakuan kasar selama
penyimpanan, mempunyai daya serap yang rendah terhadap uap air, serta tersedia
dalam berbagai bentuk. Hafriyanti et al. (2008) juga menyebutkan bahwa
polietilen (PE) merupakan plastik yang mudah ditemukan di pasaran. Plastik jenis
LDPE dan HDPE merupakan varian dari polietilen. Robertson (1993)
menyebutkan bahwa plastik LDPE memiliki densitas 915-939 kg m-3 dan HDPE
memiliki densitas 941-965 kg m-3.
Tabel 2 Karakteristik jenis plastik LDPE dan HDPE
Jenis Plastik
LDPE
HDPE
Titik leleh (°C)
105-115
128-138
Tensile modulus (GPa)
0.2-0.5
0.6-1.1
Tensile strength (MPa)
8-31
17-45
Elongation (%)
100-965
10-1200
WVTR*) (g µm/m2 d)
375-500
125
2 **)
3
3
2
Permeabilitias O
(10 cm µm/m d atm)
160-210
40-73
*)
Water Vapour Transmission Rate, pada 37.8 °C dan 90% RH (d= day, 24 jam)
**)
Pada 25 °C
(sumber : Abdel-Bary 2003)
Karakteristik

Nurminah (2002) juga melaporkan mengenai perbedaan karaketeristik antara
LDPE dan HDPE.
1. Low Density Polyethylene (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 °C sangat resisten
terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan
tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.
2. High Density Polyethylene (HDPE)
Plastik HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih
tahan terhadap suhu tinggi. Jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku,
lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.

10

Pemberongsongan jambu biji dengan kertas minyak dinilai paling efisien
dalam mengurangi serangan thrips dan pemberongsongan dengan kertas koran
mampu 100% melindungi buah dari serangan penggerek, sementara buah tanpa
pemberongsong menunjukkan cacat buah hingga 85% akibat serangan thrips dan
80% akibat serangan penggerek dan lalat buah (Moura et al. 2011). Penggunaaan
plastik polietilena berlubang sebagai pemberongsong jambu biji memiliki hasil
terbaik dalam hal evaluasi sensorik, paling ekonomis dan berkualitas baik karena
mampu mempertahankan sifat kimia dan fisiologis yang akhirnya menjaga
kualitas buah (Abbasi et al. 2014).
Pemberongsongan jambu kristal yang telah dilakukan oleh ADC IPB dan
petani di kawasan Cikarawang yakni jambu kristal diberi sponnet kemudian
dibungkus dengan plastik bening yang telah diberi sobekan bagian dasarnya.
Sponnet berfungsi sebagai peredam panas sehingga dihasilkan warna buah hijau
muda merata sekaligus melindungi buah terutama saat panen agar resiko
kerusakan fisik dapat ditekan. Plastik di bagian luar berperan melindungi dari
serangan lalat buah. Berdasarkan pengalaman petani, pemberongsongan tanpa
sponnet menghasilkan buah berwarna kusam atau kuning seperti terlalu matang
dengan ukuran yang belum optimal. Sobekan pada dasar plastik berfungsi
mengurangi kelembaban buah dan meneruskan air yang mungkin masuk dalam
plastik. Buah yang basah atau terus-menerus di dalam plastik basah akan cepat
membusuk.
Menurut Noorbaiti et al. (2013) umur 4 Minggu Setelah Antesis (MSA),
merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pemberongsongan, sedangkan
pada umur dibawah 4 MSA jambu biji belum dapat beradaptasi dengan suhu
pemberongsong. Pemberongsongan saat buah berukuran sangat kecil
mengakibatkan buah rontok, sedangkan ketika buah terlalu besar, hama lalat buah
dimungkinkan sudah menyerang tanpa diketahui. Gejala kerusakan tidak tampak
pada buah muda. Buah yang terlambat diberongsong biasanya terlihat mulus dan
sehat kemudian membusuk sebelum mencapai waktu panen.
Kualitas Buah
Kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri,
sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut, baik untuk bahan
makanan (buah dan sayuran) maupun sebagai kesenangan (tanaman hias).
Kualitas suatu komoditas hortikultura dapat dinilai dan dibedakan menjadi
kualitas eksternal dan kualitas internal. Kualitas internal buah yang diamati dapat
berupa, kandungan asam tertitrasi total (ATT), gula, pH, rasio PTT:ATT,
kandungan asam askorbat buah dan senyawa metabolit sekundernya. Kualitas
eksternal tidak kalah penting dengan kualitas internal buah yaitu dengan
memperhatikan tampilan luar buah seperti ukuran yang seragam, warna yang
menarik dan tidak terdapat kerusakan fisik. Jika terdapat kerusakan pada kulit
buah, akan mengurangi penilaian konsumen terhadap buah tersebut (Broto 2009).
Permintaan konsumen terhadap buah dipengaruhi oleh salah satu faktor
yang penting yaitu kualitas buah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995), kualitas
komoditi hortikultura segar seperti buah dan sayuran dilihat dari penampakan,
tekstur, rasa dan aroma, nilai nutrisi serta keamanan. Faktor-faktor yang

11
mempengaruhi kualitas tersebut adalah faktor genetik, lingkungan prapanen,
perlakuan pascapanen dan interaksi antar berbagai faktor di atas.
Secara umum konsumen atau masyarakat di pasaran menginginkan jambu
biji yang mempunyai ukuran besar, berbiji sedikit, aroma wangi, dan rasa asammanis yang seimbang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa standar seleksi
kultivar untuk dikembangkan sebagai kualitas buah yaitu diameter buah (minimal
7.5 cm), bobot segar 200-300 g, kandungan biji (1-2%), warna merah muda tua,
kepadatan terlarut (9-12%), mengandung vitamin C, lunak dengan sedikit sel batu
dan berkarakteristik aroma jambu (Soetopo 1992), serta memiliki daging yang
tebal dan manis (Rahmat 2007).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian terdiri dari dua percobaan yang dilaksanakan pada November
2013 hingga Maret 2014 di Kebun Jambu Kristal Cikarawang, Dramaga, Bogor,
dilanjutkan dengan pengamatan di Laboratorium Pascapanen Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang dipergunakan pada percobaan pertama adalah tanaman jambu
kristal produktif yang telah berumur tiga tahun dan telah berbuah. Ukuran buah
yang digunakan adalah buah dengan diameter 3.1±0.2 cm yang telah berkembang
selama 4 Minggu Setelah Anthesis (MSA). Buah diberongsong dengan standar
perlakuan pemberongsongan yang biasa dilakukan oleh petani setempat yaitu
menggunakan sponnet dengan plastik bening berbahan HDPE (High Density
Polyethylene) dengan ukuran 27 cm x 13.5 cm yang telah diberi tiga sobekan
vertikal sepanjang 1 cm di dasar plastik untuk ventilasi udara dan pembuangan
air.
Bahan yang dipergunakan pada percobaan kedua adalah tanaman jambu
kristal produktif yang telah berumur tiga tahun dan telah berbuah. Ukuran buah
yang digunakan adalah buah dengan diameter 3.1±0.2 cm yang telah berkembang
selama 4 MSA (Minggu Setelah Anthesis). Pemberongsong buah menggunakan
plastik HDPE (High Density Polyethylene) dengan ukuran 27 cm x 13.5 cm
(berwarna merah, kuning, hijau, biru, dan bening) yang telah diberi tiga sobekan
vertikal sepanjang 1 cm di dasar plastik untuk ventilasi udara dan pembuangan air
serta sponnet yang digunakan sebagai bahan pemberongsong.
Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, Iodin, phenolphtalein dan
aquades. Alat yang digunakan meliputi meteran, jangka sorong digital,
penetrometer, hand refractometer, chromameter, parutan buah, alat-alat titrasi,
pipet volumetrik, labu erlenmeyer, dan timbangan digital.

12
Rancangan Penelitian
Percobaan 1
Perbaikan Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) var. Kristal
dengan Pengaturan Leaf Fruit Ratio
Pelaksanaan percobaan dimulai dengan pemilihan cabang disertai
pengamatan, pemeliharaan dan pemilihan bunga jambu kristal yang akan
berkembang menjadi bakal buah untuk sampel hingga buah berukuran 3.1±0.2 cm
dengan kondisi baik dan bebas dari serangan hama penyakit. Cabang tanaman
kemudian disesuaikan jumlah daun dan buahnya sesuai perlakuan leaf fruit ratio
dengan pemangkasan daun atau pembuangan buah. Cabang tanaman dengan
jumlah buah dan daunnya telah sesuai perlakuan kemudian diberongsong buahnya
menggunakan sponnet dan plastik bening.
Pada percobaan pertama rancangan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor leaf fruit ratio terdiri atas empat taraf
yakni 60:1, 45:1, 30:1, dan 15:1.
Model aditif linier :
Yij = µ +αi +βj + εij
Keterangan :
Yij
µ
αi
βj
εij

: pengaruh perlakuan perbandingan leaf fruit ratio ke-i, dan kelompok ke-j
: rataan umum
: pengaruh perbandingan leaf fruit ratio ke-i
: pengaruh kelompok ke-j
: galat percobaan

Setiap perlakuan masing-masing diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat
20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan 4 buah cabang
tersier yang berbeda.
Percobaan 2
Perbaikan Kualitas Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) var Kristal
dengan Berbagai Warna dan Bahan Pemberongsong
Pelaksanaan percobaan dimulai dengan pemilihan cabang disertai
pengamatan, pemeliharaan dan pemilihan bunga jambu kristal yang akan
berkembang menjadi bakal buah untuk sampel hingga buah berukuran 3.1±0.2 cm
dengan kondisi baik dan bebas dari serangan hama penyakit. Buah kemudian
diberongsong sesuai dengan perlakuan.

13
Pada percobaan kedua rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan satu faktor terdiri atas 10 macam, antara lain :
1. Plastik merah
2. Plastik kuning
3. Plastik hijau
4. Plastik biru
5. Sponnet dan plastik merah
6. Sponnet dan plastik kuning
7. Sponnet dan plastik hijau
8. Sponnet dan plastik biru
9. Sponnet dan plastik bening
10. Tanpa pemberongsong
Model aditif linier :
Yij = µ +αi +βj + εij
Keterangan :
Yij
: pengaruh perlakuan perbandingan pemberongsong ke-i, dan kelompok
ke-j
µ
: rataan umum
αi
: pengaruh perbandingan pemberongsongan ke-i
βj
: pengaruh kelompok ke-j
εij
: galat percobaan
Setiap perlakuan masing-masing diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat
50 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan 2 buah cabang
tersier. Pengukuran iklim mikro sebagai data pendukung percobaan
pemberongsongan dilakukan pada pagi hari (08.00-09.00). Buah dipanen pada 9
Minggu Setelah Pemberongsongan (MSP) atau 13 Minggu Setelah Antesis
(MSA).
Analisis Data
Data percobaan yang diperoleh di uji menggunakan uji F pada taraf
α=5%. Jika analisis sidik ragam menunjukkan hasil beda nyata, maka dilanjutkan
pengujian menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
α=5%.
Pengamatan
Pengamatan pada setiap percobaan dilakukan setiap satu minggu sekali
untuk perkembangan diameter melintang buah sementara pengamatan peubah
lain dilakukan segera setelah buah dipanen. Peubah yang diamati meliputi :

14
Pengamatan Kualitas Eksternal Buah
1. Bobot buah
Bobot buah diukur dengan menggunakan timbangan analitik segera
setelah pemanenan dan dinyatakan dalam gram (g).
2. Perkembangan ukuran buah (diameter melintang)
Perkembangan ukuran buah diukur secara melintang setiap satu
minggu sekali dan saat panen, dengan menggunakan jangka sorong digital
dan dinyatakan dalam milimeter (mm).
3. Kelunakan buah
Pengukuran kelunakan buah dilakukan dengan alat penetrometer
elektrik controller MK VI berdasarkan daya penetrasi jarum terhadap kulit
buah jambu kristal. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah,
dan ujung buah. Tusukan dilakukan selama 5 detik, dengan beban yang
digunakan adalah 50 g. Angka yang terbaca setelah penusukan selama 5
detik dinyatakan sebagai tingkat kelunakan buah (mm 50 g -1 5 detik -1).
Semakin besar angka yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat
kelunakan buah.
4. Tingkat kemulusan kulit buah
Pengamatan ada tidaknya cacat fisik pada buah yang dilakukan
dengan membagi pengamatan buah kedalam delapan bagian, empat bagian
pada atas buah dan empat bagian pada bawah buah, kemudian dihitung
persentase cacat fisik buah secara total.
5. Warna kulit buah (McGuire 1992)
Pengamatan warna kulit buah menggunakan chromameter Konica
Minolta CR 10 dengan metode CIELAB yang terdiri atas komponen nilai
L* (kecerahan) dengan skala 0 (hitam atau gelap) sampai 100 (cerah atau
terang), Sumbu a* dan b* tidak memiliki nilai batas yang spesifik. Bila
nilai a* positif berarti merah dan bila negatif berarti hijau, sedangkan b*
bila positif berarti kuning dan bila negatif berarti biru Pengamatan warna
kulit buah dilakukan dengan mengambil tiga sampel titik yang mewakili
keseluruhan warna kulit buah. Data kemudian ditransformasi dalam
bentuk nilai derajat hue (h◦) = tan-1(b*/a*) dan chroma (C*) = (a*2+b*2)1/2.

Pengamatan Kualitas Internal Buah
1. Padatan Terlarut Total (PTT)
Padatan total terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer.
Daging buah yang diamati diambil sarinya lalu diteteskan pada lensa
refraktometer. Angka yang diperoleh dinyatakan dalam ˚Brix.
2. Asam Tertitrasi Total (ATT) (AOAC 1995)
Daging buah jambu kristal diparut kemudian disaring
menggunakan kain saring untuk mendapatkan sarinya. Kemudian diambil
10 mL sari buah dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan
dilarutkan dengan aquades sampai tanda tera lalu dikocok. Selanjutnya
diambil 25 mL filtrat dan diberi 3 tetes indikator phenolphtalein, lalu

15
dititrasi menggunakan NaOH 0.1 N dan dihitung total asamnya. ATT
dinyatakan dalam satuan %.

Kandungan ATT =

olume NaOH x N NaOHx fp x

x

%

fp = faktor pengenceran
3. Rasio PTT:ATT
Pengukuran dilakukan dengan membandingkan antara kandungan
PTT dan ATT setiap perlakuan. Rasio PTT:ATT merupakan indeks
kematangan buah. Semakin tinggi nilai rasio PTT:ATT menunjukkan
bahwa buah semakin matang.
4. Kandungan Vitamin C (AOAC 1995)
Pengukuran kandungan vitamin C (asam askorbat) berdasarkan
model titrasi Iodium. Prosedurnya adalah sebagai berikut : ditimbang 100
g daging buah dan dihancurkan kemudian ditera sampai diperoleh larutan
jus 500 mL. Selanjutnya diambil 25 mL filtrat dengan pipet dan
dimasukan ke dalam erlenmeyer ukuran 100 mL. Setelah itu filtrat
ditambahkan 2 ml larutan amilum 1% sebagai indikator dan dititrasi
dengan 0.01 N larutan iodium standar sampai terbentuk warna biru
keunguan yang konstan. Kadar vitamin C dapat dihitung dengan rumus :
it. C (mg

g bahan) =

ml I

. N x . x fp x
bobot contoh (g)

fp = faktor pengenceran
5. Uji Organoleptik
Pengamatan dilakukan dengan memberikan lembar kuisioner pada
10 panelis semi terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan dan
penerimaan konsumen terhadap warna, tekstur, aroma dan rasa buah.
Panelis semi terlatih merupakan mahasiswa yang sebelumnya telah
memiliki pengalaman mengkonsumsi jambu kristal. Skor rasa sebagai
berikut : 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = biasa atau netral; 4 =
agak suka; 5 = suka; 6= sangat suka. Uji organoleptik pada percobaan 2
dilakukan sebanyak 4 ulangan karena keterbatasan bahan uji. Data hasil
uji organoleptik tidak dilakukan pengolahan data.

16

HAS