Penetapan Kadar Fosfor Dalam Buah Jambu Biji Merah (Psidium Guajava L.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

(1)

PENETAPAN KADAR FOSFOR DALAM BUAH JAMBU BIJI

MERAH (Psidium guajava L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

SKRIPSI

OLEH:

PAHALA A. R. SINAGA

NIM 071501046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR FOSFOR DALAM BUAH JAMBU BIJI

MERAH (Psidium guajava L.) SECARA

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

PAHALA A. R. SINAGA

NIM 071501046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR FOSFOR

DALAM BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava L.)

SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

OLEH:

PAHALA A. R. SINAGA

NIM 071501046

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 194907061980021001 NIP 195707231986012001

Pembimbing II Drs. Chairul Azhar D., M.Sc., Apt

NIP 194907061980021001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.

NIP 195201041980031002 Dra. Siti Nurbaya, Apt. NIP 195008261974122001

Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 194810031987012001

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar Fosfor dalam Buah Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) secara Spektrofotometri Sinar Tampak”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah dan mengetahui pengaruh faktor penghalusan dan pengupasan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada orang tua tercinta, Papa Drs. R Sinaga dan Mama R. Siregar, S.Pd., juga kepada kakak-kakak dan adikku tersayang Juniar Sinaga, S.Hut., Wiwik Sinaga, S.Si., May Arcan Sinaga, S.E., Marathur Sinaga, S.Pd., dan Novrista Sinaga serta semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak memberikan doa dan dorongan serta bantuan moril dan materil kepada penulis selama menempuh pendidikan S-1 Farmasi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan yang sangat berarti mulai dari penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.


(5)

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Siti Nurbaya, Apt., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memperhatikan dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

3. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., Ibu Dra. Siti Nurbaya, Apt., dan Ibu Dra. Salbiah, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. 4. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Farmasi, serta

seluruh Asisten di Laboratorium yang telah banyak membimbing penulis selama perkuliahan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Kelompok kecilku (Kak Christina, S.Farm., Apt., Debi, Sari, dan Ira). 6. Sahabat-sahabatku “Rejoicing in Love” ( Santa, Ira, Debi, Rachmad, Eva,

Novalina, Via, Triwati, Martianus, Vintha, Juwita, Sari, Jimmy, Sandro, Melati, Cory, Elfrida, Ernal, Hendry, Febri, Wandi, Fanny, Silvana, Melisa, dan Sylvia).

7. Teman-teman Farmasi 2007 khususnya konsentrasi Sains dan Teknologi Farmasi serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Tidak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan


(6)

hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011

Penulis,


(7)

PENETAPAN KADAR FOSFOR DALAM BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya di Indonesia. Sampai saat ini belum ada obat yang tepat untuk mengatasi penyakit DBD. Namun, ada sebagian masyarakat mencoba dengan mengkonsumsi buah jambu biji merah untuk membantu kepulihan pasien penderita DBD. Buah jambu biji merah mengandung fosfor, yaitu mineral yang berperan dalam pembentukan energi dalam bentuk ATP. Pasien DBD membutuhkan asupan energi yang cukup, sehingga dengan adanya pembentukan ATP asupan energi pasien dapat terpenuhi dan dapat membantu kepulihan pasien tersebut. Sehubungan dengan itu, dilakukan penelitian tentang penetapan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah dengan variasi perlakuan cara penghalusan dan pengupasan.

Pemeriksaan fosfor dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pereaksi ammonium molibdat menghasilkan endapan kuning dan dengan menggunakan pereaksi barium klorida menghasilkan endapan putih. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa buah jambu biji merah mengandung fosfor.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 713 nm. Dari hasil analisis kuantitatif diperoleh kadar fosfor pada buah jambu biji merah yang di-blender (tanpa dikupas dan dikupas) sesuai dengan literatur, sedangkan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah di-juicer (tanpa dikupas dan dikupas) tidak sesuai dengan literatur. Metode penelitian ini memiliki %recovery 98,9%, RSD 0,08%, LOD 0,2602 µg/ml, dan

LOQ 0,8672 µg/ml dengan konsenrasi minimum 5,8802 µg/ml yang menunjukkan

bahwa metode ini memiliki tingkat akurasi dan presisi yang baik.

Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan cara penghalusan dan pengupasan berpengaruh terhadap kadar mineral ini, sedangkan berdasarkan hasil analisis lanjutan uji HSD menunjukkan bahwa cara penghalusan memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah, tetapi faktor pengupasan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah.

Kata kunci : jambu biji merah, fosfor, cara penghalusan, pengupasan, spektrofotometri sinar tampak


(8)

DETERMINATION OF PHOSPHORUS IN RED GUAVA FRUIT (Psidium guajava L.) WITH VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Disease of dengue haemorraghic fever is one of the dangerous disease in Indonesia. Until now there is no correct drug to overcome dengue haemorraghic fever. But, there are some societies try by red guava fruit consumption to recovery dengue haemorraghic fever. Red guava fruit contain phosphorus, that is mineral which play a part in forming of energy in the form of ATP. Patient DBD require the input of energy which enough, so that with the existence of forming of ATP the input of energy of patient can be fullfiled and can assist convalesce of the patient. Refering to the mentioned, a research about determination of phosphorus in the red guava fruit with the variation of treatment of attenuation way and peel.

The determination of phosphorus was done by using qualitative and quantitative methods. The qualitative analysis did reacted by ammonium molibddenum formed yellow precipitate and reacted by barium chloridum formed white precipitate. Qualitative analysis showed the red guava fruit content phosphorus.

The quantitative examine did by visible spectrophotometry at maximum wavelength of 713 nm. The result of quantitative analysis get phosphorus value on the sample which blender (without peeled and peeled) is equal to literature, on the other hand phosphorus value on sample which juicer (without peeled and peeld) is not equal to literature. This method has %recovery 98,9%, RSD 0,08%, LOD 0,2602 µg/ml, dan LOQ 0,8672 µg/ml with minimum concentration 5,8802 µg/ml showed that this method has good accuration and precition level.

Pursuant to the result analysis of variance showed that attenuation way and peeling have an effect to this mineral rate, on the other hand pursuant to the result of continuation analyse HSD test showed that attenuation way give significant difference, but peeling factor doesn’t give significant difference.

Keyword: red guava fruit, phosphorus, attenuation way, peeling, visible spectrophotometry


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Taksonomi Buah Jambu Biji Merah ... 5

2.1.2 Deskripsi Buah Jambu Biji Merah ... 5

2.1.3 Macam-macam Jambu Biji ... 6

2.1.4 Kandungan Kimia Jambu Biji Merah ... 7


(10)

2.2 Demam Berdarah Dengue ... 8

2.3 Mineral ... 9

2.3.1 Fosfor ... 9

2.3.2 Kekurangan Fosfor ... 11

2.3.3 Kelebihan Fosfor ... 11

2.4 ATP (Adenosine Tri Phosphate) ... 11

2.5 Spektrofotometri ... 12

2.6 Parameter Validasi ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.2.1 Sampel ... 18

3.2.2 Pereaksi ... 18

3.3 Alat-alat ... 18

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 19

3.4.1 Larutan HNO3 5 N ... 19

3.4.2 Larutan H2SO4 5N ... 19

3.4.3 Larutan Ammonium Molibdat 4% b/v ... 19

3.4.4 Larutan Asam Askorbat 0,1N ... 19

3.4.5 Larutan Kalium Antimonil Tartrat 0,274% b/v ... 19

3.4.6 Larutan Pereaksi Warna Fosfor ... 20

3.5 Rancangan Penelitian ... 20

3.6 Prosedur Penelitian ... 22


(11)

3.6.2 Analisis Kualitatif ... 23

3.6.3 Analisis Kuantitatif ... 24

3.6.3.1 Pembuatan Larutan Induk Baku KH2PO4 ... 24

3.6.3.2 Penentuan Waktu Kerja ... 24

3.6.3.3 Pembuatan Kurva Serapan Larutan KH2PO4 . 25 3.6.3.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Fosfor 25 3.6.4 Analisis Fosfor dalam Sampel ... 25

3.6.5 Prosedur Uji Ketepatan ... 26

3.6.6 Simpangan Baku Relatif ... 27

3.6.7Analisis Data secara Statistik ... 28

3.6.8 Penentuan Batas/Limit Deteksi dan Batas/Limit Kuantitasi ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Destruksi Kering ... 29

4.2 Analisis Fosfor dalam Buah Jambu Biji Merah ... 29

4.2.1 Analisis Kualititatif Fosfor ... 29

4.2.2 Analisis Kuantitatif Fosfor ... 29

4.2.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat ... 29

4.2.2.2 Penentuan Waktu Kerja Kompleks Fosfor Molibdat pada Panjang Gelombang 713 nm ... 30

4.2.2.3 Kurva Kalibrasi Fosfor ... 30

4.2.2.4 Analisis Kadar Fosfor pada Buah Jambu Biji Merah 32 4.3 Analisis Data Secara Statistik ... 34

4.3.1 Analisis Variansi ... 34


(12)

4.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 36

4.5 Simpangan Baku Relatif ... 36

4.6 Batas/Limit Deteksi (LOD) dan Batas/Limit Kuantitasi (LOQ) ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Randomisasi Kombinasi Perlakuan dari Cara Penghalusan

dan Pengupasan dengan 6 Kali Replikasi ... 22 Tabel 2. Hasil Kadar Total dan Kadar Rata-rata Fosfor pada Setiap

Kombinasi perlakuan dengan 6 Kali Replikasi ... 32 Tabel 3. Kadar Fosfor Sebenarnya dalam Buah Jambu Biji Merah ... 33 Tabel 4. Data Hasil Analisis Variansi Pengaruh Cara Penghalusan

dan Pengupasan terhadap Kadar Fosfor ... 34 Tabel 5. Data Hasil Uji HSD ... 35


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kurva Serapan Senyawa Fosfor pada

Konsentrasi 8 µg/ml ... 30 Gambar 2. Serapan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fosfor

pada Panjang Gelombang 713 nm ... 31 Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fosfor pada


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Sampel Buah Jambu Biji Merah ... 42

Lampiran 2. Gambar Penguapan Kandungan Air, Hasil Pengarangan, dan Hasil Pengabuan Sampel ... 43

Lampiran 3. Flowsheet Destruksi Kering ... 44

Lampiran 4. Gambar Hasil Analisis Kualitatif ... 45

Lampiran 5. Data Penentuan Waktu Kerja Senyawa Fosfor Molibdat pada Panjang Gelombang 713 nm ... 46

Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Regresi ... 48

Lampiran 7. Daftar Berat Sampel dan Berat Abu ... 49

Lampiran 8. Contoh Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Fosfor dalam Sampel dengan Menggunakan Persamaan Regresi . 50

Lampiran 9. Data Serapan Sampel, Konsentrasi, dan Kadar Fosfor pada Setiap Kombinasi Perlakuan dengan 6 Kali Replikasi ... 51

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Fosfor Sebenarnya dalam Buah Jambu Biji Merah secara Spektrofotometri Sinar Tampak ... 52

Lampiran 11. Perhitungan Kadar Fosfor dalam Buah Jambu Biji Merah Setelah Penambahan Larutan Standar dan Perhitungan Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 60

Lampiran 12. Data Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 64

Lampiran 13. Analisis Variansi ... 65

Lampiran 14. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 66

Lampiran 15. Perhitungan Konsentrasi Larutan Induk Baku KH2PO4 ... 67

Lampiran 16. Daftar Nilai Distribusi t ... 68


(16)

PENETAPAN KADAR FOSFOR DALAM BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya di Indonesia. Sampai saat ini belum ada obat yang tepat untuk mengatasi penyakit DBD. Namun, ada sebagian masyarakat mencoba dengan mengkonsumsi buah jambu biji merah untuk membantu kepulihan pasien penderita DBD. Buah jambu biji merah mengandung fosfor, yaitu mineral yang berperan dalam pembentukan energi dalam bentuk ATP. Pasien DBD membutuhkan asupan energi yang cukup, sehingga dengan adanya pembentukan ATP asupan energi pasien dapat terpenuhi dan dapat membantu kepulihan pasien tersebut. Sehubungan dengan itu, dilakukan penelitian tentang penetapan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah dengan variasi perlakuan cara penghalusan dan pengupasan.

Pemeriksaan fosfor dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pereaksi ammonium molibdat menghasilkan endapan kuning dan dengan menggunakan pereaksi barium klorida menghasilkan endapan putih. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa buah jambu biji merah mengandung fosfor.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 713 nm. Dari hasil analisis kuantitatif diperoleh kadar fosfor pada buah jambu biji merah yang di-blender (tanpa dikupas dan dikupas) sesuai dengan literatur, sedangkan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah di-juicer (tanpa dikupas dan dikupas) tidak sesuai dengan literatur. Metode penelitian ini memiliki %recovery 98,9%, RSD 0,08%, LOD 0,2602 µg/ml, dan

LOQ 0,8672 µg/ml dengan konsenrasi minimum 5,8802 µg/ml yang menunjukkan

bahwa metode ini memiliki tingkat akurasi dan presisi yang baik.

Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan cara penghalusan dan pengupasan berpengaruh terhadap kadar mineral ini, sedangkan berdasarkan hasil analisis lanjutan uji HSD menunjukkan bahwa cara penghalusan memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah, tetapi faktor pengupasan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah.

Kata kunci : jambu biji merah, fosfor, cara penghalusan, pengupasan, spektrofotometri sinar tampak


(17)

DETERMINATION OF PHOSPHORUS IN RED GUAVA FRUIT (Psidium guajava L.) WITH VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Disease of dengue haemorraghic fever is one of the dangerous disease in Indonesia. Until now there is no correct drug to overcome dengue haemorraghic fever. But, there are some societies try by red guava fruit consumption to recovery dengue haemorraghic fever. Red guava fruit contain phosphorus, that is mineral which play a part in forming of energy in the form of ATP. Patient DBD require the input of energy which enough, so that with the existence of forming of ATP the input of energy of patient can be fullfiled and can assist convalesce of the patient. Refering to the mentioned, a research about determination of phosphorus in the red guava fruit with the variation of treatment of attenuation way and peel.

The determination of phosphorus was done by using qualitative and quantitative methods. The qualitative analysis did reacted by ammonium molibddenum formed yellow precipitate and reacted by barium chloridum formed white precipitate. Qualitative analysis showed the red guava fruit content phosphorus.

The quantitative examine did by visible spectrophotometry at maximum wavelength of 713 nm. The result of quantitative analysis get phosphorus value on the sample which blender (without peeled and peeled) is equal to literature, on the other hand phosphorus value on sample which juicer (without peeled and peeld) is not equal to literature. This method has %recovery 98,9%, RSD 0,08%, LOD 0,2602 µg/ml, dan LOQ 0,8672 µg/ml with minimum concentration 5,8802 µg/ml showed that this method has good accuration and precition level.

Pursuant to the result analysis of variance showed that attenuation way and peeling have an effect to this mineral rate, on the other hand pursuant to the result of continuation analyse HSD test showed that attenuation way give significant difference, but peeling factor doesn’t give significant difference.

Keyword: red guava fruit, phosphorus, attenuation way, peeling, visible spectrophotometry


(18)

PENETAPAN KADAR FOSFOR DALAM BUAH JAMBU BIJI MERAH (Psidium guajava L.) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya di Indonesia. Sampai saat ini belum ada obat yang tepat untuk mengatasi penyakit DBD. Namun, ada sebagian masyarakat mencoba dengan mengkonsumsi buah jambu biji merah untuk membantu kepulihan pasien penderita DBD. Buah jambu biji merah mengandung fosfor, yaitu mineral yang berperan dalam pembentukan energi dalam bentuk ATP. Pasien DBD membutuhkan asupan energi yang cukup, sehingga dengan adanya pembentukan ATP asupan energi pasien dapat terpenuhi dan dapat membantu kepulihan pasien tersebut. Sehubungan dengan itu, dilakukan penelitian tentang penetapan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah dengan variasi perlakuan cara penghalusan dan pengupasan.

Pemeriksaan fosfor dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan pereaksi ammonium molibdat menghasilkan endapan kuning dan dengan menggunakan pereaksi barium klorida menghasilkan endapan putih. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa buah jambu biji merah mengandung fosfor.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Spektrofotometri Sinar Tampak pada panjang gelombang 713 nm. Dari hasil analisis kuantitatif diperoleh kadar fosfor pada buah jambu biji merah yang di-blender (tanpa dikupas dan dikupas) sesuai dengan literatur, sedangkan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah di-juicer (tanpa dikupas dan dikupas) tidak sesuai dengan literatur. Metode penelitian ini memiliki %recovery 98,9%, RSD 0,08%, LOD 0,2602 µg/ml, dan

LOQ 0,8672 µg/ml dengan konsenrasi minimum 5,8802 µg/ml yang menunjukkan

bahwa metode ini memiliki tingkat akurasi dan presisi yang baik.

Berdasarkan hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan cara penghalusan dan pengupasan berpengaruh terhadap kadar mineral ini, sedangkan berdasarkan hasil analisis lanjutan uji HSD menunjukkan bahwa cara penghalusan memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah, tetapi faktor pengupasan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah.

Kata kunci : jambu biji merah, fosfor, cara penghalusan, pengupasan, spektrofotometri sinar tampak


(19)

DETERMINATION OF PHOSPHORUS IN RED GUAVA FRUIT (Psidium guajava L.) WITH VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY

ABSTRACT

Disease of dengue haemorraghic fever is one of the dangerous disease in Indonesia. Until now there is no correct drug to overcome dengue haemorraghic fever. But, there are some societies try by red guava fruit consumption to recovery dengue haemorraghic fever. Red guava fruit contain phosphorus, that is mineral which play a part in forming of energy in the form of ATP. Patient DBD require the input of energy which enough, so that with the existence of forming of ATP the input of energy of patient can be fullfiled and can assist convalesce of the patient. Refering to the mentioned, a research about determination of phosphorus in the red guava fruit with the variation of treatment of attenuation way and peel.

The determination of phosphorus was done by using qualitative and quantitative methods. The qualitative analysis did reacted by ammonium molibddenum formed yellow precipitate and reacted by barium chloridum formed white precipitate. Qualitative analysis showed the red guava fruit content phosphorus.

The quantitative examine did by visible spectrophotometry at maximum wavelength of 713 nm. The result of quantitative analysis get phosphorus value on the sample which blender (without peeled and peeled) is equal to literature, on the other hand phosphorus value on sample which juicer (without peeled and peeld) is not equal to literature. This method has %recovery 98,9%, RSD 0,08%, LOD 0,2602 µg/ml, dan LOQ 0,8672 µg/ml with minimum concentration 5,8802 µg/ml showed that this method has good accuration and precition level.

Pursuant to the result analysis of variance showed that attenuation way and peeling have an effect to this mineral rate, on the other hand pursuant to the result of continuation analyse HSD test showed that attenuation way give significant difference, but peeling factor doesn’t give significant difference.

Keyword: red guava fruit, phosphorus, attenuation way, peeling, visible spectrophotometry


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya di Indonesia. Tanda-tandanya demam tinggi mendadak selama 2 – 7 hari, pembesaran hati, penurunan denyut nadi sampai timbul bintik-bintik merah pada tubuh (Andika, J., G. dan Rejeki, S., C., 2009).

Sampai saat ini belum ada obat yang tepat untuk mengatasi penyakit DBD. Namun, ada sebagian masyarakat mencoba dengan mengkonsumsi buah jambu biji merah untuk mengatasi penyakit DBD. Selain mengkonsumsi buahnya dalam bentuk utuh, masyarakat juga sering mengkonsumsi jambu biji merah dalam bentuk minuman yang di-blender atau di-juicer.

Kandungan gizi dalam 100 gram buah jambu biji merah adalah 36-50 kalori; 77-86 g air; 2,8-5,5 g serat; 0,9-1,0 g protein; 0,1-0,5 g lemak; 0,43-0,7 g abu; 9,5-10 g karbohidrat; 9,1-17 mg kalsium; 17,8-30 mg fosfor; 0,3-0,7 mg besi; 200-400 IU vitamin A; 200-400 mg vitamin C; 0,046 mg vitamin B1; 0,03-0,04 mg vitamin B2; 0,6-1,068 mg vitamin B3; dan 82% bagian yang dimakan (Cahyono, 2010).

Fosfor merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan dengan jumlah lebih kurang 22% dari seluruh mineral yang terdapat dalam tubuh. Di dalam tubuh mineral ini berada dalam bentuk kalsium fosfat yang mempunyai peranan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan alat transport asam lemak.


(21)

Fosfor berperan pula dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa (Pudjiadi,2000). Di samping itu, fosfor juga memegang peranan penting dalam reaksi biokimia yang berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier, 2004).

Penderita DBD mengkonsumsi buah jambu biji merah dalam bentuk jus yang disebabkan karena penderita tidak mampu mengkonsumsi buah jambu biji merah dalam bentuk utuh. Masyarakat yang mengkonsumsi buah jambu biji merah disarankan untuk tidak mengkonsumsi buahnya dengan biji karena biji jambu biji merah dapat menyebabkan penyakit usus buntu (Cahyono, 2010).

Penderita DBD memerlukan asupan energi dan cairan yang cukup untuk memulihkan kesehatannya (Suharso, 2009). Kandungan fosfor yang terdapat dalam buah jambu biji merah yang berperan dalam penyimpanan energi seperti disebutkan di atas dan pemberian buah jambu biji merah dalam bentuk jus dapat mencukupi kebutuhan energi dan cairan penderita DBD sehingga dapat membantu kepulihannya.

Untuk mengkonsumsi buah jambu biji merah, buahnya dapat dikupas terlebih dahulu atau dapat juga dikonsumsi tanpa dikupas. Belum ada literatur yang menyatakan kandungan mineral dalam buah jambu biji merah berbeda antara buah yang dikonsumsi tanpa dikupas dan dikupas kulitnya.

Sebelum dilakukan penetapan kadar, terlebih dahulu dilakukan destruksi untuk mengubah fosfor organik menjadi fosfor anorganik. Penetapan kadar fosfor dapat dilakukan secara spektrofotometri sinar tampak dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode asam vanamolibdofosfor, metode stanium klorida, dan metode asam askorbat. Dalam penelitian ini digunakan metode asam askorbat


(22)

karena metode ini lebih sederhana dan lebih sensitif (Lim, 1991). Pereaksi warna yang digunakan terdiri dari campuran larutan H2SO4 5N, Ammonium molibdat 4% b/v, Asam Askorbat 0,1N, dan Kalium Antimonil Tartrat 0,274% b/v yang diukur pada panjang gelombang 700-723 nm (Lanchasire, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti kandungan fosfor yang terdapat pada buah jambu biji merah secara spektrofotometri sinar tampak dengan metode asam askorbat.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang diukur dengan metode spektrofotometri sinar tampak dengan variasi perlakuan cara penghalusan dan pengupasan sesuai dengan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang terdapat dalam literatur?

2. Apakah terdapat perbedaan kadar fosfor antara buah jambu biji merah yang dihaluskan dengan cara di-blender dan di-juicer tanpa dikupas dan dikupas kulitnya?

1.3 Hipotesis

1. Kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang diukur dengan metode spektrofotometri sinar tampak dengan variasi perlakuan cara penghalusan dan pengupasan sesuai dengan kadar fosfor dalam jambu biji merah yang terdapat dalam literatur.

2. Terdapat perbedaan kadar fosfor antara buah jambu biji merah yang dihaluskan dengan cara di-blender dan di-juicer tanpa dikupas dan dikupas kulitnya.


(23)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang di-blender yang di-juicer tanpa dikupas dan dikupas sesuai dengan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang terdapat dalam literatur.

2. Untuk mengetahui perbedaan kadar fosfor antara buah jambu biji merah yang dihaluskan dengan cara di-blender dan di-juicer tanpa dikupas dan dikupas kulitnya.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat sebagai informasi kandungan fosfor dalam buah jambu biji merah (Psidium guajava) yang berperan dalam pembentukan ATP sehingga dapat membantu kepulihan penderita demam berdarah dengue (DBD).


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Taksonomi Buah Jambu Biji Merah Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Psidium

Jenis : Psidium guajava L. (Cahyono, 2010).

2.1.2 Deskripsi Buah Jambu Biji Merah

Jambu biji atau bahasa latinnya Psidium guajava L. merupakan jenis tanaman perdu dengan cabang yang banyak. Tinggi pohon ini rata-rata sekitar 10-12 meter. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman ini sekitar 1.200 meter dari permukaan laut. Daunnya berbentuk bulat telur, kasar, dan kusam. Bunganya relatif kecil dan berwarna putih. Besar buahnya sangat bervariasi, berisi banyak biji kecil-kecil dan ada juga yang tidak mempunyai biji yang biasa disebut dengan jambu sukun (Wirakusumah, 2000).


(25)

Buah jambu biji yang banyak digemari oleh masyarakat adalah yang mempunyai sifat unggul antara lain berdaging lunak dan tebal, rasanya manis, tidak mempunyai biji, dan buahnya berukuran besar. Terdapat beberapa jenis jambu biji yang diunggulkan yaitu jambu pasar minggu, jambu bangkok, jambu palembang, jambu sukun, jambu apel, jambu sari, jambu merah, dan jambu merah getas (Wirakusumah, 2000).

2.1.3 Macam-macam Jambu Biji

Buah jambu biji memiliki jenis yang banyak antara lain : 1. Jambu biji delima

Jambu biji delima buahnya berbentuk bulat dan bermoncong dipangkalnya, walaupun kulitnya agak tebal dan banyak bijinya, tapi dengan dagingnya yang berwarna merah dan rasanya yang manis jenis jambu biji ini sangat menarik sekali untuk dinikmati.

2. Jambu biji gembos atau jambu biji susu

Jenis yang ini mempunyai bentuk buah bulat agak lonjong dengan meruncing kepangkalnya. Sama seperti jambu biji delima, kulit jambu jenis ini juga tebal dan jika buahnya matang berwarna agak kuning, dagingnya berwarna putih, bijinya tidak banyak, rasanya kurang manis tetapi harum baunya.

3. Jambu biji manis

Bentuk buahnya bulat meruncing ke pangkal, kulit buahnya tipis dan jika matang berwarna kuning muda. Jenis yang ini juga mempunyai biji yang banyak dan dagingnya berwarna putih tetapi rasanya manis dan harum baunya.


(26)

4. Jambu biji Perawas (Getas)

Jambu biji perawas berbentuk bulat lonjong dan buahnya lebih besar dari jenis biasanya, kulitnya agak tebal, bila buahnya matang berwarna kuning, dagingnya merah, bijinya tidak banyak, rasanya agak asam, baunya harum.

5. Jambu biji Pipit

Berbentuk bulat kecil-kecil, kulitnya tipis, bila matang buahnya berwarna kuning dan dagingnya berwarna putih, rasanya manis dan harum baunya.

6. Jambu biji sukun

Berbentuk bulat besar dan kulitnya tebal, bila matang buahnya berwarna kuning, bijinya sedikit bahkan hampir tidak berbiji, tapi rasanya hambar dan harum baunya (Anonim, 2010).

2.1.4 Kandungan Kimia Jambu Biji Merah

Jambu biji merah banyak mengandung zat kimia : pada buah, daun dan kulit batang pohonnya mengandung tanin, tapi pada bunganya tidak banyak mengandung senyawa tersebut. Selain mengandung tanin daun jambu biji merah juga mengandung zat lain seperti asam oleanolat, minyak atsiri, asam kratogolat, asam ursolat, asam psidiolat, asam guajaverin dan vitamin (Anonim, 2010).

Kandungan gizi dalam 100 gram buah jambu biji merah adalah 36-50 kalori; 77-86 g air; 2,8-5,5 g serat; 0,9-1,0 g protein; 0,1-0,5 g lemak; 0,43-0,7 g abu; 9,5-10 g karbohidrat; 9,1-17 mg kalsium; 17,8-30 mg fosfor; 0,3-0,7 mg besi; 200-400 IU vitamin A; 200-400 mg vitamin C; 0,046 mg vitamin B1; 0,03-0,04 mg vitamin B2; 0,6-1,068 mg vitamin B3; dan 82% bagian yang dimakan (Cahyono, 2010).


(27)

2.1.5 Khasiat Jambu Biji

Selain banyak digemari karena buahnya yang manis dan segar jambu biji juga mempunyai khasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti : maag, diabetes melitus, diare (sakit perut), masuk angin, mencret, sariawan dan sakit kulit (Cahyono, 2010).

Selain daunnya, buah jambu biji terutama dari jenis berwarna merah sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Jus jambu ini dapat meningkatkan nilai trombosit penderita demam berdarah, namun sampai ini belum diketahui senyawa yang dapat meningkatkan nilai trombosit (Yuliani et al, 2003). 2.2 Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cukup berbahaya di Indonesia. Tanda-tandanya demam tinggi mendadak selama 2 – 7 hari, pembesaran hati, penurunan denyut nadi sampai timbul bintik-bintik merah pada tubuh (Andika, J., G. dan Rejeki, S., C., 2009). Secara umum 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD. Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama (WHO, 2001).

Tidak ada pengobatan yang spesifik ataupun vaksin untuk demam berdarah. Bila seseorang terserang demam berdarah, berikan cairan sebanyak mungkin, bawa ke puskesmas terdekat, dan hindarkan dari nyamuk untuk menghindari penularan. Penyakit ini dapat berlangsung hingga 10 hari, dan pemulihannya dapat memakan waktu 1 minggu hingga 4 minggu (Chen, Pohan, dan Sinto, 2009).


(28)

2.3 Mineral

Mineral dalam tubuh manusia mengalami proses biokimia untuk membantu proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, unsur tersebut juga dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen, yang ditemukan dalam jumlah relatif besar (lebih dari 0,005% dari berat badan) dan mikroelemen yang ditemukan dalam jumlah relatif kecil (kurang dari 0,005% dari berat badan) (Darmono, 1995).

Di samping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium, dan sulfur (Almatsier, 2004).

Secara tidak langsung, mineral banyak yang berperan dalam proses pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya, dan kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja mineral lainnya (Poedjiadi, 2006).

2.3.1 Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1 : 2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang


(29)

berkaitan dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat (ATP) (Almatsier, 2004).

Fosfor mempunyai peranan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan alat transport asam lemak. Fosfor berperan pula dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa (Pudjiadi, 2000).

Pada umumnya bahan makanan yang mengandung banyak kalsium merupakan juga sumber fosfor, seperti susu, keju, daging, ikan, telur, dan serelia. Akan tetapi fosfor dalam serelia pada umumnya terdapat dalam bentuk asam fosfat yang dapat mengikat kalsium hingga terbentuk komponen yang tidak dapat dicerna dan diserap. Biasanya kira-kira 70% dari fosfor yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan akan lebih baik bila fosfor dan kalsium dimakan dalam jumlah yang sama (Poedjiadi, 2006).

Fosfor dapat diabsorpsi secara efisien sebagai fosfor bebas di dalam usus setelah dihidrolisis dan dilepas dari makanan. Bila konsumsi fosfor rendah, taraf absorpsi dapat mencapai 90% dari konsumsi fosfor. Fosfor dibebaskan dari makanan oleh enzim alkalin fosfatase di dalam mukosa usus halus dan diabsorpsi secara aktif dan difusi pasif. Sebagian besar fosfor di dalam darah terutama terdapat sebagai fosfat anorganik atau sebagai fosfolipida (Almatsier, 2004).

Faktor-faktor makanan lain yang menghalangi absorpsi fosfor adalah magnesium dan antasid yang mengandung aluminium, karena membentuk garam yang tidak larut dalam air. Angka kecukupan fosfor rata-rata sehari adalah 400-500 mg (Almatsier, 2004).


(30)

2.3.2 Kekurangan Fosfor

Konsumsi pangan kurang fosfor jarang dijumpai pada manusia. Oleh karena peranannya yang sangat penting dalam metabolisme pada jaringan hewan dan tanaman, maka mineral ini umumnya terdapat dalam setiap bahan makanan (Almatsier, 2004).

Adakalanya gejala kekurangan fosfor terdapat pada individu yang dapat nutrisi parenteral lama atau mereka yang memakai sangat banyak antasida (Pudjiadi, 2000). Aluminium hidroksida yang terdapat dalam antasida dapat mengikat fosfor sehingga tidak dapat diabsorpsi. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang. Gejalanya adalah rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang. Bayi prematur juga dapat menderita kekurangan fosfor karena cepatnya pembentukan tulang sehingga kebutuhan fosfor tidak bisa dipenuhi oleh ASI (Almatsier, 2004).

2.3.3 Kelebihan Fosfor

Kelebihan fosfor karena makanan jarang terjadi. Bila kadar fosfor darah terlalu tinggi, ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga dapat menimbulkan kejang (Almatsier, 2004).

2.4 ATP (Adenosine Tri Phosphate)

ATP dan produk hidrolisis selanjutnya, adenosine diphosphate (ADP) dan

adenosine monophosphate (AMP) merupakan nukleotida. Nukleotida terdiri dari

basa purin dan pirimidin heterosiklik, gula dengan 5-karbon, dan satu atau lebih gugus fosfat. Di dalam ATP, ADP, dan AMP basa yang terkandung adalah purin adenine, dan gula 5-karbonnya adalah D-ribosa (Lehninger, 1982).


(31)

Adenosin trifosfat adalah fosfat berenergi tinggi yang mengikat energi yang dilepas oleh oksidasi hasil pencernaan. Sebagai energi kimia ATP digunakan untuk beberapa fungsi spesifik dalam tubuh dimana molekulnya dipecah terlebih dahulu menjadi adenosin difosfat (ADP) dan Pi. Apa yang terjadi selanjutnya adalah tubuh kembali membentuk energi kimia dari pencernaan makanan dan ADP kembali mengikat Pi (Holum, 1983).

Adenosin trifosfat berperan sebagai senyawa antara yang menghubungkan reaksi kimia penghasil energi dan reaksi yang membutuhkan energi. Selama katabolisme, atau pemecahan dari bahan bakar sel berenergi tinggi, sebagian di antara energi bebasnya diambil, untuk membuat ATP dari adenosin difosfat dan fosfat (Pi), suatu proses yang memerlukan input energi bebas. ATP lalu memberikan sejumlah energi kimianya kepada proses-proses yang memerlukan energi dengan memecah diri menjadi ADP dan fosfat. ATP, karenanya berperan sebagai pembawa energi kimia dari proses-proses penghasil energi menuju aktivitas sel dasar yang memerlukan energi (Lehninger, 1982).

2.5 Spektrofotometri

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran satu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektroskopi serapan ultraviolet, sinar tampak, infra merah, dan serapan atom (Ditjen POM, 1995). Keuntungan utama dari metode spektrofotometri, yaitu dapat menetapkan kadar suatu zat yang sangat kecil (Basset, 1991).

Spektrofotometri ultraviolet-visibel adalah suatu metode pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang


(32)

diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometer ultraviolet-visibel biasanya digunakan untuk molekul dan ion organik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum ultraviolet-visibel sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm, sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih besar. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek (Fessenden and Fessenden, 1982).

Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya. Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat dipilih dari sinar putih. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm (Rohman, 2007).


(33)

Alat spektrofotometri pada dasarnya terdiri atas sumber sinar, monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus, dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometer dapat bekerja secara otomatik ataupun tidak, dan dapat mempunyai sistem sinar tunggal atau ganda (Ditjen POM, 1979).

Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah atau monokromator (Dachriyanus, 2004).

Analisis kuantitatif secara spektrofotometri dapat dilakukan dengan metode regresi dan pendekatan.

1. Metode Regresi

Analisis kuantitatif dengan metode regresi dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi baku yang dibuat dalam berbagai konsentrasi, paling sedikit menggunakan lima konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut (Holme and Peck, 1983).

2. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan baku yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui perbandingan Cs = As.Cb/Ab dimana As = serapan sampel, Cs = konsentrasi sampel, Ab = serapan baku, dan Cb = konsentrasi baku (Holme and Peck, 1983).


(34)

2.6 Parameter Validasi

Pensahihan adalah kerja yang dicatat dalam dokumen untuk membuktikan bahwa prosedur analisis yang diuji akan dapat memenuhi fungsi sesuai dengan tujuannya dengan konsisten dan betul-betul memberikan hasil seperti yang diharapkan. Tujuan pensahihan adalah agar prosedur analisis tersebut diketahui akurasi dan variabilitasnya, gangguan yang mungkin ada teridentifikasi dan diketahui pula kespesifikan, presisi, serta kepekaannya (limit deteksi). Parameter analisis khas yang ditentukan pada pensahihan adalah akurasi, presisi, kespesifikan, limit deteksi, kelinieran, dan rentang (Satiadarma, dkk., 2004).

Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh dengan prosedur tersebut dari harga yang sebenarnya. Akurasi merupakan ukuran ketepatan posedur analisis (Satiadarma, dkk., 2004).

Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulangkali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi) (Satiadarma, dkk., 2004).

Kespesifikan dari suatu metode analisis adalah kemampuannya untuk mengukur kadar analit secara khusus dengan akurat, di samping komponen lain yang terdapat dalam matriks sampel. Kespesifikan seringkali dinyatakan sebagai derajat bias dari hasil analisis sampel yang mengandung pencemar, hasil degradasi, senyawa sejenis yang ditambahkan atau komponen matriks, dibandingkan dengan hasil uji sampel analit tanpa zat tambahan (Satiadarma, dkk, 2004).


(35)

Limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel (Satiadarma, dkk., 2004).

Limit kuantitasi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam matriks. Limit kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi eksperimen yang ditentukan. Limit kuantitasi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel (Satiadarma, dkk., 2004).

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu. Kelinieran dinyatakan sebagai varians di sekitar landaian garis regresi yang dihitung menurut hubungan matematika yang mapan dari hasil uji sampel yang mengandung analit dengan konsentrasi yang bervariasi (Satiadarma, dkk., 2004).

Rentang suatu metode analisis adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan konsentrasi terendah analit yang terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan presisi, akurasi dan kelinieran yang memadai. Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji (persen, bagian per sejuta) (Satiadarma, dkk., 2004).

Penentuan linieritas suatu prosedur analisis dilakukan dengan perlakuan matematika dari hasil uji yang diperoleh pada analisis sampel yang mengandung


(36)

analit dalam rentang konsentrasi yang dituntut oleh prosedur. Perlakuan tersebut pada umumnya adalah perhitungan garis regresi dengan metode least squares lawan konsentrasi analit. Untuk mendapatkan hasil proporsional antara penentuan kadar dan konsentrasi sampel, kadang-kadang data uji harus mendapatkan transformasi matematika sebelum regresi. Landaian garis regresi dan variansnya memberikan ukuran matematika dari linearitas (Satiadarma, dkk., 2004).

Rentang dari prosedur analisis disahihkan dengan jalan memverifikasi data yang menunjukkan bahwa prosedur analisis menghasilkan presisi, akurasi, dan linieritas yang dapat diterima, jika diterapkan pada sampel yang mengandung analit dengan konsentrasi analit di ujung rentang dan di dalam rentang (Satiadarma, dkk., 2004).


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dua laboratorium, yaitu penyiapan dan pengukuran kadar sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, sedangkan pengabuan sampel dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari sampai Maret 2011.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menggunakan metode sampling purposif, yaitu tanpa membedakan asal buah jambu biji merah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jambu biji merah (Psidium

guajava L.) yang diperoleh dari Berastagi Supermarket.

3.2.2 Pereaksi

Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah bahan berkualitas untuk analisis (p.a.) merek dagang E.Merck, yaitu asam nitrat 65% b/v, ammonium molibdat, asam sulfat 96% v/v, asam askorbat, kalium dihidrogen fosfat, kalium antimonil tartrat, dan air suling buatan Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara.

3.3 Alat-alat

Alat yang digunakan antara lain, Spektrofotometer UV/Visibel (UV mini 1240 Shimadzu), Neraca analitik (AND GF-200), Tanur (Philips Harris


(38)

Ltd.Shenstone), Oven, Hot plate, blender, juicer, krus porselen, botol kaca, dan alat-alat gelas (Pyrex).

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO3 5N

Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 350 ml diencerkan dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Larutan H2SO4 5N

Diukur 70 ml H2SO4 96% v/v, dimasukkan perlahan-lahan melalui dinding labu tentukur 500 ml yang telah berisi air suling setengahnya. Dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

3.4.3 Larutan Ammonium Molibdat 4% b/v

Ditimbang seksama 20 g ammonium molibdat. Dilarutkan dalam labu tentukur 500 ml dengan air suling dan dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

3.4.4 Larutan Asam Askorbat 0,1N

Ditimbang seksama 0,88 g asam askorbat dan dilarutkan dalam labu tentukur 50 ml dengan air suling dan dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda (Lancashire, 2006).

3.4.5 Larutan Kalium Antimonil Tartrat 0,274% b/v

Ditimbang seksama 0,274 g Kalium Antimonil Tartrat. Dilarutkan dalam labu tentukur 100 ml dengan air suling dan dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda (Lancashire, 2006).


(39)

3.4.6 Larutan Pereaksi Warna Fosfor

Dicampurkan 500 ml H2SO4 5 N, 150 ml Ammonium molibdat 4% b/v, 300 ml Asam Askorbat 0,1 N, dan 50 ml Kalium Antimonil Tatrat 0,274% b/v (Lancashire, 2006).

3.5 Rancangan Penelitian

Cara penelitian dilakukan berdasarkan bagan berikut ini:

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental untuk memeriksa kadar fosfor pada buah jambu biji merah yang diperoleh dari Berastagi Supermarket berdasarkan pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah buah jambu biji merah (Psidium guajava L.), sedangkan yang menjadi variabel bebas adalah cara penghalusan dan pengupasan. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:

1. Faktor A : Cara penghalusan dengan 2 variasi A1 : di-blender

A2 : di-juicer

2. Faktor B : pengupasan dengan 2 variasi B1 : tanpa dikupas

B2 : dikupas

Buah jambu biji merah

Tanpa dikupas kulitnya

Di-blender Di-juicer

Dikupas kulitnya


(40)

Sehingga kombinasi perlakuan (t) = m faktor A x n faktor B = m.n kombinasi perlakuan = 2 x 2 = 4

Dengan replikasi (r) setiap kombinasi perlakuan, yaitu : (t-1) (r-1) ≥ 15 (4-1) (r-1) ≥ 15

r ≥ 6

Ini berarti bahwa replikasi (r) dapat dilakukan minimal sebanyak 6 kali. Replikasi ditandai sebagai berikut:

R1 : Replikasi 1 R4 : Replikasi 4 R2 : Replikasi 2 R5 : Replikasi 5 R3 : Replikasi 3 R6 : Replikasi 6

Jadi, rancangan penelitian ini adalah rancangan faktorial desain 2 x 2 dan setiap kombinasi perlakuan dilakukan 6 kali replikasi.

Jumlah unit penelitian = m faktor A x n faktor B x r ulangan = m.n.r

= 2 x 2 x 6 = 24

Keterangan : m = jumlah variasi faktor A n = jumlah variasi faktor B r = jumlah ulangan

Atas dasar kondisi yang homogen, randomisasi dilakukan secara lengkap. Hasil randomisasi kombinasi perlakuan dari cara penghalusan dan pengupasan dengan replikasi sebanyak 6 kali adalah sebagai berikut:


(41)

Tabel 1. Randomisasi Kombinasi Perlakuan dari Cara Penghalusan dan Pengupasan dengan 6 Kali Replikasi

1

A1B1R1

2

A1B1R2

3

A1B1R3

4

A1B1R4

5

A1B1R5

6

A1B1R6 7 A1B2R1 8 A1B2R2 9 A1B2R3 10 A1B2R4 11 A1B2R5 12 A1B2R6 13 A2B1R1 14 A2B1R2 15 A2B1R3 16 A2B1R4 17 A2B1R5 18 A2B1R6 19 A2B2R1 20 A2B2R2 21 A2B2R3 22 A2B2R4 23 A2B2R5 24 A2B2R6

Model matematika rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = µ + τ + ε

= µ + αi + βj + αβij + ε

Keterangan: µ = Nilai rerata (mean)

τ = Pengaruh faktor kombinasi perlakuan (α + β + αβ) αi = Pengaruh faktor A (cara penghalusan) ke-I (i = 1,2) βj = Pengaruh faktor B (pengupasan) ke-j (j = 1,2) αβij = Pengaruh interaksi cara penghalusan ke-i dengan

pengupasan ke-j

ε = Pengaruh galat (experimental error)

Model rancangan ini bertujuan untuk meneliti pengaruh-pengaruh faktor utama dan interaksi dengan ketelitian yang sama (Hanafiah, 1995).

3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Proses Destruksi Kering

Buah jambu biji merah sebanyak ± 1kg dicuci bersih, lalu dikeringkan, kemudian dibuang bijinya, di-blender daging buah kemudian ditimbang seksama


(42)

50 g dalam krus porselen, dipanaskan di atas hot plate untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada buah jambu biji merah sampai kering dan mengarang. Diabukan di tanur dengan temperatur awal 100o C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 600oC dengan interval 25o C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 48 jam dan dibiarkan dingin pada desikator.

Prosedur yang sama dilakukan pada buah jambu biji merah yang

di-blender dan dikupas kulitnya. Destruksi kering juga dilakukan untuk buah jambu

biji merah yang dihaluskan dengan cara di-juicer tanpa dikupas dan yang dikupas kulitnya. Hasil dalam bentuk Oksida Fosfor (P2O5).

Hasil destruksi yang berupa P2O5 dilarutkan dalam 10 ml HNO3 5N kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga larutan menjadi bening. Kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan krus porselen dibilas sebanyak 3 kali. Setelah itu dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda. Lalu disaring dengan kertas saring Whatman N0. 42 dengan membuang 10 ml larutan pertama hasil penyaringan. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan analisis kuantitatif fosfor (Chapple dan Nick, 1991). Hasil yang diperoleh dalam bentuk PO43-. Gambar penguapan kandungan air, hasil pengarangan, dan hasil pengabuan sampel dapat dilihat pada Lampiran 2.

Flowsheet dekstruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.6.2 Analisis Kualitatif Fosfor

Analisis kualitatif fosfor menurut Vogel (1985), dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pereaksi ammonium molibdat dan pereaksi barium klorida.


(43)

a. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml sampel hasil destruksi kering berupa PO43-, ditambah pereaksi ammonium molibdat 4% b/v ± 2 ml, dikocok dan didiamkan, maka akan terbentuk endapan kuning.

b. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml sampel hasil destruksi kering berupa PO43-, lalu ditambahkan larutan barium klorida 4% b/v ± 1 ml. Terbentuk endapan putih.

Gambar hasil kualitatif fosfor dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.6.3 Analisis Kuantitatif Fosfor

3.6.3.1 Pembuatan Larutan Induk Baku (LIB) KH2PO4

Ditimbang 1,1 g KH2PO4 yang telah dikeringkan di dalam oven ± 2 jam dengan suhu 105oC, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml, ditambahkan 12,5 ml larutan HNO3 5 N, dikocok hingga larut, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi fosfor pada Larutan Induk Baku ( LIB) I adalah 1000 µ g/ml.

Dari LIB I dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 250 ml, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda. Diperoleh konsentrasi fosfor pada Larutan Induk Baku (LIB) II adalah 40 µg/ml.

3.6.3.2 Penentuan Waktu Kerja

Dari LIB II dipipet 20 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sehingga volume larutan menjadi 50 ml, ditambahkan 13 ml larutan pereaksi warna fosfor, dikocok, dicukupkan volume dengan air suling hingga garis tanda (konsentrasi 8 µ g/ml), dan didiamkan kemudian diukur serapan pada λ maksimum 713 nm mulai menit ke-5 hingga menit tertentu dengan interval waktu 1 menit.


(44)

3.6.3.3 Pembuatan Kurva Serapan Larutan KH2PO4

Dari LIB II dipipet 20 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sehingga volume larutan menjadi 50 ml, ditambahkan 13 ml larutan pereaksi warna fosfor, dikocok, dicukupkan volume dengan air suling hingga garis tanda (konsentrasi 8 µ g/ml), dan didiamkan kemudian diukur serapan pada λ maksimum 700-713 nm pada waktu kerja yang diperoleh.

3.6.3.4 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Baku Fosfor

Dari LIB I tersebut dipipet 10 ml, 15 ml, 20 ml, 25 ml, dan 30 ml untuk mendapatkan konsentrasi 4 µg/ml, 6 µg/ml, 8 µg/ml, 10 µg/ml, dan 12 µg/ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sehingga volume masing-masing larutan menjadi 50 ml, ditambahkan 13 ml larutan pereaksi warna fosfor, dikocok, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda, kemudian didiamkan. Diukur serapan pada λ maksimum yang diperoleh pada waktu kerja yang diperoleh.

3.6.4 Analisis Fosfor Dalam Sampel Buah Jambu Biji Merah

Larutan sampel dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan akuades sehingga volume larutan menjadi 50 ml, ditambahkan 13 ml larutan pereaksi warna fosfor, dikocok, dicukupkan volume dengan air suling

hingga garis tanda, kemudian didiamkan. Diukur serapan pada λ maksimum yang

diperoleh pada waktu kerja yang diperoleh. Nilai serapan yang diperoleh berada di dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku, Dengan demikian konsentrasi fosfor dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi.


(45)

Kadar (µg/g) =

Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel setelah pengenceran (µg/ml) V = Volume labu kerja (ml)

Fp = Faktor pengenceran W = Berat sampel (g)

Contoh perhitungan hasil penetapan kadar fosfor dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 8 dan data hasil analisis kadar fosfor seluruhnya untuk setiap kombinasi perlakuan dengan 6 kali replikasi dapat dilihat pada Lampiran 9.

Kadar fosfor sebenarnya dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: µ = x ± (t(α/2, dk) x SD/

Keterangan: x : kadar rata-rata sampel SD : Standar Deviasi

dk : derajat kebebasan (dk = n-1) α : tingkat kepercayaan

n : banyak data

(Walpole, 1995). Perhitungan kadar fosfor sebenarnya dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 10.

3.6.5 Prosedur Uji Perolehan Kembali

Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Pertama-tama dilakukan penentuan kadar fosfor dalam sampel , selanjutnya dilakukan penentuan kadar fosfor dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004). Pada penelitian ini ditambahkan larutan standar fosfor sebanyak 50%, 75%, dan


(46)

100% dari kadar fosfor dalam sampel. Konsentrasi larutan standar fosfor yang digunakan adalah 1000 µg/ml.

Sampel buah jambu biji merah ditimbang ± 50 g dalam krus porselen, lalu ditambahkan larutan standar fosfor. Kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi sama seperti prosedur destruksi untuk fosfor. Selanjutnya dilakukan cara yang sama seperti 3.6.4.

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan dianalisis dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal. Uji perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan. Persen

recovery dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: % recovery

Perhitungan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah setelah penambahan larutan standar dan perhitungan uji perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 11 dan data %recovery dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.6.6 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogeny. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang digunakan.


(47)

Adapun rumus untuk menghitung simpangan baku relatif (Harmita, 2004) adalah:

RSD = x 100%

3.6.7 Analisis Data secara Statistik

Pada penelitian dilakukan analisis statistik dari data yang didapatkan dengan menggunakan analisis variansi (analysis of variance / ANAVA) yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari perlakuan cara penghalusan dan pengupasan terhadap kadar fosfor pada buah jambu biji merah. Data hasil ANAVA dapat dilihat pada Lampiran 13. Untuk mengetahui beda pengaruh masing-masing variasi perlakuan dilakukan analisis lanjutan, yaitu uji HSD.

3.6.8 Penentuan Batas/Limit Deteksi dan Batas/Limit Kuantitasi

Penentuan batas deteksi dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope) linieritas baku (Harmita, 2004) yang dapat dihitung dengan rumus:

(SY) =

LOD =

Sedangkan untuk penentuan batas kuantitasi dapat digunakan rumus: LOQ =


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Destruksi Kering

Fosfor organik setelah didestruksi berubah menjadi fosfor oksida dalam valensi 3, yaitu P2O3 dan akhir destruksi akan terbentuk fosfor oksida valensi 5, yaitu P2O5 yang bila dilarutkan dalam HNO3 5 N akan menjadi PO43-.

4.2 Analisis Fosfor pada Buah Jambu Biji Merah 4.2.1 Analisis Kualitatif Fosfor

Analisis kualitatif fosfor dalam sampel dilakukan dengan:

1. Reaksi menggunakan ammonium molibdat 4%, terbentuk endapan kuning. 2. Reaksi menggunakan BaCl2, terbentuk endapan putih.

Hal ini menunjukkan bahwa buah jambu biji merah mengandung fosfor. 4.2.2 Analisis Kuantitatif Fosfor

4.2.2.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Senyawa Kompleks Fosfor Molibdat

Kurva penentuan λ serapan maksimum senyawa kompleks fosfor molibdat dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat λ gelombang serapan maksimum yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 713 nm. Kompleks fosfomolibdat memberikan serapan pada daerah sinar tampak pada panjang gelombang antara 700-723 nm (Lanchasire, 2006).


(49)

Gambar 1. Kurva Serapan Senyawa Fosfor pada Konsentrasi 8 µg/ml

4.2.2.2 Penentuan Waktu Kerja Kompleks Fosfor Molibdat pada Panjang Gelombang Maksimum 713 nm

Untuk menentukan waktu kerja senyawa kompleks fosfor molibdat, digunakan larutan baku KH2PO4 dengan konsentrasi 8 µg/ml dan diukur serapannya pada λ 713 nm pada menit ke-5 sampai menit ke-74. Hasil pengukuran menunjukkan serapan stabil pada menit ke-20 hingga menit ke-25. Data pengukuran waktu kerja kompleks fosfor molibdat dapat dilihat pada Lampiran 5.

4.2.2.3 Kurva Kalibrasi Fosfor

Kurva kalibrasi fosfor diperoleh dengan cara mengukur serapan dari larutan standar fosfor dengan konsentrasi larutan kerja yang berbeda, yaitu 0 µg/ml, 4 µg/ml, 6 µg/ml, 8 µg/ml, 10 µg/ml, dan 12 µg/ml. Berdasarkan hasil pengukuran serapan vs konsentrasi larutan standar tersebut diperoleh kurva kalibrasi sebagai berikut:


(50)

Gambar 2. Serapan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fosfor pada Panjang Gelombang 713 nm

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fosfor pada Panjang Gelombang 713 nm

Berdasarkan data kurva kalibrasi di atas, diperoleh persamaan regresi untuk larutan standar fosfor, yaitu y = 0,0501 x + 0,0025 dengan nilai r (koefisien korelasi) 0,9999. Nilai koefisien korelasi ≥ 0,95 menunjukkan bukti adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara x dan y (Shargel dan Andrew, 1988). Kurva ini menunjukkan terdapat korelasi yang positif antara konsentrasi (x) dengan serapan (y) yang berarti meningkatnya konsentrasi akan meningkat pula serapannya (Sudjana, 2005). Perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 6.


(51)

4.2.2.4 Analisis Kadar Fosfor pada Buah Jambu Biji Merah

Larutan hasil destruksi yang mengandung PO43- diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ = 713 nm, pengukuran menghasilkan serapan dan konsentrasi dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi.

Hasil analisis fosfor pada buah jambu biji merah yang diberi perbedaan perlakuan dalam hal cara penghalusan dan pengupasan menunjukkan hasil yang berbeda. Pengukuran fosfor dengan Spektrofotometri Sinar Tampak dilakukan dengan penambahan 13 ml larutan pereaksi warna fosfor. Larutan pereaksi warna yang digunakan campuran asam sulfat, ammonium molibdat, asam askorbat, dan kalium antimonil tartrat. Tujuan penambahan larutan ini adalah untul membentuk senyawa berwarna biru dan diukur serapannya pada λ maksimum 713 nm.

Hasil destruksi yang berupa P2O5 yang diubah menjadi PO43- bereaksi dengan ammonium molibdat yang berasal dari campuran larutan pereaksi warna yang terdiri dari asam sulfat, ammonium molibdat, asam askorbat, dan kalium antimonil tartrat membentuk senyawa kompleks fosfomolibdat. Senyawa kompleks ini akan menghasilkan senyawa berwarna biru yang stabil selama 6 menit yang diukur pada menit ke-20 pada λ 713 nm.

Tabel 2. Hasil Kadar Total dan Kadar Rata-rata Fosfor Pada Setiap Kombinasi Perlakuan dengan 6 Kali Replikasi

No. Perlakuan

Replikasi Total

(µg/g)

Rata-rata (µg/g)

1 2 3 4 5 6

1. A1B1 198,79 198,9861 198,9721 189,5362 198,7729 198,9861 1183,0434 197,1739

2. A1B2 198,86 200,2939 200,2979 199,86 200,2979 200,2219 1200,8316 200,1386

3. A2B1 117,5335 117,5758 117,5688 117,5735 117,6863 117,5288 705,464 117,5773


(52)

Keterangan:

A1B1 : Di-blender; tanpa dikupas A1B2 : Di-blender; Dikupas A2B1 : Di-juicer; tanpa dikupas A2B2 : Di-juicer; Dikupas Tabel 3. Kadar Fosfor Sebenarnya dalam Buah Jambu Biji Merah

No. Perlakuan Kadar Sebenarnya (µg/g)

1. A1B1 198,9014 ± 0,1363

2. A1B2 200,2779 ± 0,0628

3. A2B1 117,5561 ± 0,0284

4. A2B2 117,9927 ± 0,0256

Tabel di atas menunjukkan bahwa sampel mengandung fosfor dengan kadar yang berbeda-beda untuk setiap kombinasi perlakuan. Menurut US

Department Agriculture dalam buku Cahyono (2010), kadar fosfor dalam buah

jambu biji merah sebesar 178 – 300 µg/g. Hasil di atas menunjukkan bahwa kadar fosfor yang dihaluskan dengan cara di-blender lebih tinggi dibandingkan dengan kadar fosfor yang dihaluskan dengan cara di-juicer. Hal ini disebabkan karena semua bagian buah (kecuali biji) yang di-blender ikut terdestruksi, sedangkan yang di-juicer hanya sari buah saja yang ikut terdestruksi. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa kadar fosfor pada buah yang dihaluskan baik dengan cara di-blender maupun di-juicer tanpa dikupas lebih rendah dibandingkan dengan kadar fosfor pada buah yang dikupas. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan fosfor lebih besar terdapat pada daging buah. Untuk membuktikan pengaruh setiap perlakuan terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah diperlukan analisis data secara statistik.


(53)

4.3 Analisis Data secara Statistik 4.3.1 Analisis Variansi

Hasil analisis data secara statistik menurut analisis variansi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:p

Tabel 4. Data Hasil Analisis Variansi Pengaruh Cara Penghalusan dan Pengupasan terhadap Kadar Fosfor

Sumber Variasi

Jumlah Kuadrat (JK)

df Rata-rata

JK F Sig.

Antar Pengaruh Cara Penghalusan dan Pengupasan

39238.856 3 13079.619 3496.744 .000

Error 74.810 20 3.741

Total 39313.666 23

Keterangan : Harga F pada tabel distribusi F adalah: F0.05(3,20) = 3,10 dan F0.01(3,20) = 4,94

Hasil analisis variansi di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung lebih besar daripada harga Ftabel, berarti beda rata-rata dari kadar fosfor dalam buah jambu biji merah dengan pengaruh cara penghalusan dan pengupasan adalah sangat signifikan atau nyata.

Setelah diperoleh hasil analisis variansi, maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan antara di-blender tanpa dikupas, di-blender dikupas, di-juicer tanpa dikupas, dan di-juicer dikupas. Analisis lanjutan yang dilakukan adalah uji dengan mencari Highly Significance Difference (HSD) (Walpole, 1995).


(54)

4.3.2 Analisis Lanjutan (Uji HSD) Tabel 5. Data Hasil Uji HSD

Tanda bintang (*) pada tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara masing-masing perlakuan yang dibandingkan pada tingkat kepercayaan 0,05. Dari tabel dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan jika ditinjau dari faktor cara penghalusan. Sementara jika ditinjau dari faktor pengupasan, hasil pada tabel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat pada sampel yang diberi perlakuan cara penghalusan yang sama dengan perbedaan perlakuan tanpa dikupas dan dikupas tidak dibubuhi tanda bintang (*), sedangkan pada sampel yang diberi perlakuan cara penghalusan yang berbeda dengan sama-sama tanpa dikupas dan dikupas dibubuhi tanda bintang (*). Berarti, kadar fosfor hanya dipengaruhi oleh bagaimana buah jambu biji merah dihaluskan dan faktor pengupasan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar fosfor dalam buah jambu biji merah.

(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J)

Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD

A1B1 A1B2 -2.6313667 1.1166189 .119 -5.756712 .493978

A2B1 79.7627833* 1.1166189 .000 76.637438 82.888128 A2B2 79.2998833* 1.1166189 .000 76.174538 82.425228 A1B2 A1B1 2.6313667 1.1166189 .119 -.493978 5.756712

A2B1 82.3941500* 1.1166189 .000 79.268805 85.519495 A2B2 81.9312500* 1.1166189 .000 78.805905 85.056595 A2B1 A1B1 -79.7627833

*

1.1166189 .000 -82.888128 -76.637438 A1B2 -82.3941500* 1.1166189 .000 -85.519495 -79.268805 A2B2 -.4629000 1.1166189 .975 -3.588245 2.662445 A2B2 A1B1 -79.2998833

*

1.1166189 .000 -82.425228 -76.174538 A1B2 -81.9312500* 1.1166189 .000 -85.056595 -78.805905 A2B1 .4629000 1.1166189 .975 -2.662445 3.588245


(55)

4.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan dianalisis dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal. Uji perolehan kembali dilakukan untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan.

Persen uji perolehan kembali pada penelitian ini menunjukkan bahwa metode ini memberikan ketepatan yang baik, dimana diperoleh persen uji perolehan kembali untuk fosfor pada buah jambu biji merah dihaluskan dengan

juicer dan tanpa dikupas sebesar 98,9%. Hasil persen uji perolehan kembali ini

memenuhi batas-batas yang ditentukan, yaitu 90% – 107% (Harmita, 2004). 4.5 Simpangan Baku Relatif

Dari perhitungan yang dilakukan terhadap data hasil pengukuran kadar fosfor dalam sampel buah jambu biji merah, diperoleh nilai simpangan baku, yaitu 0,1729 dan nilai simpangan baku relatif, yaitu 0,08%. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif 2% atau kurang (Harmita, 2004). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakuakn memiliki presisi yang baik.

4.6 Batas/Limit Deteksi (LOD) dan Batas/Limit Kuantitasi (LOQ)

Limit deteksi (LOD) dari suatu metode análisis adalah nilai perameter uji batas, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat terdeteksi, tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel (Satiadarma, 2004).

Limit kuantitasi (LOQ) dari suatu metode análisis adalah nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam matriks. Limit kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi


(56)

eksperimen yang ditentukan. Limit kuantitasi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel (Satiadarma, 2004).

Dalam penelitian ini diperoleh batas deteksi (LOD) sebesar 0,2602 µg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) sebesar 0,8672 µ g/ml, sedangkan hasil pengukuran fosfor pada sampel diperoleh konsentrasi terendah sebesar 5,8802 µg/ml. Hasil ini berada di atas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 14.


(57)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang dihaluskan dengan cara

di-blender tanpa dikupas dan dikupas sesuai dengan kadar fosfor dalam buah

jambu biji merah dalam literatur, sedangkan kadar fosfor dalam buah jambu biji merah yang dihaluskan dengan cara di –juicer tanpa dikupas dan dikupas tidak sesuai dengan literatur.

2. Kadar fosfor antara buah jambu biji merah jika ditinjau dari cara penghalusan (di-blender dan di-juicer) menunjukkan perbedaan yang signifikan, tetapi jika ditinjau dari faktor pengupasan (tanpa dikupas dan dikupas) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

4.3 Saran

1. Disarankan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi buah jambu biji merah dalam bentuk minuman yang dibuat dengan cara di-blender.

2. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menganalisis kandungan fosfor dalam sampel lain.

3. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menganalisis kandungan mineral lain pada buah jambu biji merah.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Ajfand. (2006). Antioxidant power of phytochemicals from Psidium guajava leaf. African journal of food agriculture nutrition and development. Pages 1-2. Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Hal. 243- 245.

Andika, J., G., dan Rejeki, S., C. (2009). Benarkah Buah Jambu Biji untuk

Mengobati DBD?

http:// www.kulinet.com

Anonim. (2010). Macam-macam Jambu Biji dan Zat Kimia yang Dikandungnya. http://ndeso-net.blogspot.com

Bassett, J. (1991). Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganik Analysis Including

Elementary Instrumental Analysis. London: Longman Group Limited.

Diterjemahkan oleh Hadyana, A. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis

Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.

942-943, 955-957.

Cahyono, B. (2010). Mengenal Guava. Edisi Pertama. Yogyakarta: Lily Publisher. Hal. 4.

Chapple, G, and Nick, A. (1991). System 2000/3000 Graphite Furnace Methods

Manual. First Edition. 1 Manual N0. 01-2=0202-00. GBC Scientific

Equipment Pty Ltd. Pages 18-19, and 48.

Chen, K., Pohan, T., dan Sinto, R. (2009). Diagnosis dan Terapi Cairan untuk

Demam Berdarah Dengue. Volume 22. Hal. 1-2.

Darmono. (1995). Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 75, 80-81, dan 90.

Dachriyanus. (2004). Analisa Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 1-3.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 651, 772.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1061.

Fessenden and Fessenden. (1982). Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 437.


(59)

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

perhitungannya. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA UI. Hal. 119, 130,

131.

Hanafiah, K.A. (1995). Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Cetakan Keempat. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Hal. 9, 79-80, 111-134, dan 220-223.

Hendra, P. (2010). Bioenergi Sel dan Fosforilasi Oksidatif Perolehan ATP dari

Karbohidrat (Glikolisis dan Oksidasi Piruvat).

http://www.terselubung.cz.cc

Holme, D., J., and Peck, H. (1983). Analytical Biochemistry. London: Longman Inc. Page 40.

Holum, J. (1983). Elements of General and Biological Chemistry. Sixth Edition. Canada: John Wiley & Sons. Pages 368, 370, 371, 373, 374, and 382. Lancashire, R., J., Prof. (2006). Colourimetric Determination of Phosphate.

http://wwwchem.uwimona.edu.jm

Lim, S. (1991). Determination of Phosphorus Concentration in Hydroponics

Solution. Australia: Varian Australia Pty Ltd. Page 1.

http://www.agilent.com/chem

Poedjiadi, A. (2006). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 421.

Pudjiadi, S. (2000). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit FK UI. Hal. 197.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 222.

Satiadarma. K., M. Mulja, D. H. Tjahjono, R. E. Kartasasmita. (2004). Asas

Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga

University Press. Hal. 46-49.

Shargel, L., and Andrew, B. C. Yu. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika

Terapan. Penerjemah: Fasich dan Siti Sjamsiah. Edisi Kedua. Surabaya:

Airlangga University Press. Hal 16.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit Tarsito. Hal. 371.

Suharso. (2009). Obat DBD Tidak Cuma Jus Jambu. http://kesehatan.kompas.com


(60)

Vogel. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Bagian Kedua. Edisi Kelima. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka. Hal 378-379.

Walpole, R., E. (1995). Pengantar Statistika. Penerjemah: Bambang Sumantri. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 381 – 397.

Wirakusumah, E.S. (2000). Buah dan Sayur Untuk Terapi. Cetakan Keenam. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 48.

World Health Organization. (2001). Prevention and Control of Dengue and

Dengue Haemorrhagic Fever: Comprihensive Guidelines. New Delhi.

Pages 5-17.

Yuliani, S., Laba Udarno dan Eni Hayani. 2003. Kadar Tanin Dan Quersetin Tiga


(61)

(62)

Lampiran 2. Gambar Penguapan Kandungan Air, Hasil Pengarangan, dan Hasil Pengabuan Sampel

a. Gambar Penguapan Kandungan Air

b. Gambar Hasil Pengarangan


(63)

Lampiran 3. Flowsheet Destruksi Kering

Dicuci

Disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan Dicukupkan volume dengan air suling hingga garis tanda Dibilas krus porselen dengan air suling sebanayk 3 kali Dimasukkan ke dalam albu tentukur 100 ml

Didinginkan

Dipanaskan di atas hot plate hingga terbentuk larutan jernih

Dilarutkan dengan 10 ml HNO3 5 N

Larutan Uji Abu

Dibiarkan dingin pada desikator Diabukan di tanur selama 48 jam Sampel yang telah mengarang

Dipanaskan di atas hot plate

Ditimbang ± 50 gram dalam krus porselen Sampel yang telah dihaluskan

Diblender Dikeringkan Buah Jambu Biji Merah ± 1 kg


(64)

Lampiran 4.Gambar Hasil Analisis Kualitatif

Keterangan: 1. Sampel

2. Sampel + Ammonium Molibdat 3. Sampel + BaCl2

3 2

1

Endapan kuning Endapan putih


(65)

Lampiran 5. Data Penentuan Waktu Kerja Senyawa Kompleks Fosfomolibdat pada λ = 713 nm

No. Menit ke- Serapan

1. 5 0,357

2. 6 0,357

3. 7 0,357

4. 8 0,357

5. 9 0,358

6. 10 0,358

7. 11 0,358

8. 12 0,359

9. 13 0,359

10. 14 0,359

11. 15 0,360

12. 16 0,360

13. 17 0,361

14. 18 0,360

15. 19 0,360

16. 20 0,361

17. 21 0,361

18. 22 0,361

19. 23 0,361

20. 24 0,361

21. 25 0,361

22. 26 0,362

23. 27 0,362

24. 28 0,362

25. 29 0,362

26. 30 0,363

27. 31 0,362

28. 32 0,363

29. 33 0,364

30. 34 0,364

31. 35 0,364

32. 36 0,364

33. 37 0,364

34. 38 0,365

35. 39 0,364

36. 40 0,365

37. 41 0,365

38. 42 0,365

39. 43 0,366

40. 44 0,365

41. 45 0,366


(66)

Sambungan Lampiran 5

Keterangan :

Kestabilan serapan kompleks fosfor molibdat pada λ = 713 nm pada menit ke-20 sampai menit ke-25, sehingga stabil selama 6 menit.

43. 47 0,366

44. 48 0,367

45. 49 0,366

46. 50 0,366

47. 51 0,366

48. 52 0,367

49. 53 0,367

50. 54 0,367

51. 55 0,367

52. 56 0,368

53. 57 0,368

54. 58 0,368

55. 59 0,368

56. 60 0,369

57. 61 0,369

58. 62 0,368

59. 63 0,369

60. 64 0,369

61. 65 0,369

62. 66 0,370

63. 67 0,370

64. 68 0,370

65. 69 0,369

66. 70 0,369

67. 71 0,370

68. 72 0,370

69. 73 0,370


(67)

Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Regresi

No. Konsentrasi (x) Absorbansi (y) xy x2 y2

1. 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2. 4,0000 0,2040 0,8160 16,0000 0,0416

3. 6,0000 0,3020 1,8120 36,0000 0,0912

4. 8,0000 0,4080 3,2640 64,0000 0,1665

5. 10,0000 0,5070 5,0700 100,0000 0,2570

6. 12,0000 0,5980 7,1760 144,0000 0,3576

n = 6 ∑x = 40,0000 ∑y = 2,0190 ∑xy = 18,1380 ∑x2 = 360,0000 ∑y2 = 0,9139 x = 6,6667 y = 0,3365

a =

-a =

-a = –

-

=

0,0501

b = y – a x

= 0,3365 – (0,0501)(6,6667) = 0,0025

Jadi, persamaan regresi : y = 0,0501x + 0,0025

r =

--

-r = –

-


(1)

Lampiran 12. Data Uji Perolehan Kembali (Recovery) No. Penambahan

Standar

Berat Sampel (g)

Serapan Konsentrasi (µg/ml) KT (µg/g) KA Rata-rata (µg/g) % Recovery 1. 50% 50,019 0,4454 8,8403 176,7388 117,5561 98,55

2. 50,021 0,4449 8,8303 176,5318

3. 50,021 0,4454 8,8403 176,7317

Rata-rata 176,6674

4. 75% 50,028 0,5162 10,2535 204,9552 117,5561 99,12

5. 50,030 0,5152 10,2395 204,6672

6. 50,031 0,5155 10,2355 204,5832

Rata-rata 204,7352

7. 100% 50,030 0,5955 11,8363 236,584 117,5561 99,03

8. 50,032 0,5948 11,8224 236,2967

9. 50,029 0,5945 11,8104 236,0711

Rata-rata 236,3173

Rata-rata: 98,9 SD: 0,1729 RSD: 0,08%

Keterangan:

KT : Kadar Total setelah penambahan baku KA : Kadar Awal

SD : Standard Deviation


(2)

Lampiran 13. Analisis Variansi

Tabel 3. Data Hasil Analisis Variansi Pengaruh Cara Penghalusan dan Pengupasan terhadap Kadar Fosfor

Sumber Variasi

Jumlah Kuadrat (JK)

df Rata-rata

JK F Sig.

Antar Pengaruh Cara

Penghalusan dan Pengupasan

39238.856 3 13079.619 3496.744 .000

Error 74.810 20 3.741

Total 39313.666 23

1. Uji F

Rata-rata JK terbesar adalah 13079,619 dengan df = 3; f1 = 3

Rata-rata JK terkecil adalah 3,741 dengan df = 20; f2 = 20

Harga F pada tabel distribusi F adalah F0.05(3,20) = 3,10 dan F0.01(3,20) = 4,94.

2. Uji Hipotesis

a. Hipotesis Nol (H0 : τ = ε)

Artinya : tidak ada perbedaan pengaruh perlakuan dari cara penghalusan dan pengupasan terhadap kadar fosfor.

b. Hipotesis Alternatif (H0 : τ≠ ε)

Artinya : ada perbedaan pengaruh perlakuan dari cara penghalusan dan pengupasan terhadap kadar fosfor.

3. Kriteria Pengujian Pada taraf uji 5% :

a. H0 diterima = tidak nyata bila F hitung < F tabel

b. H0 ditolak = nyata bila F hitung > F tabel

Pada taraf uji 1% :

a. H0 diterima = tidak nyata bila F hitung < F tabel


(3)

Lampiran 14. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi y =0,0501x + 0,0025

x1 = 0 y1 = 0,0025

x2 = 4 y2 = 0,0501 . 4 + 0,0025 = 0,2029

x3 = 6 y3 = 0,0501 . 6 + 0,0025 = 0,3031

x4 = 8 y4 = 0,0501 . 8+ 0,0025 = 0,4033

x5 = 10 y5 = 0,0501 . 10 + 0,0025 = 0,5035

x6 = 12 y6 = 0,0501 . 12 + 0,0025 = 0,6037 No. Konsentrasi

(x)

Absorbansi (y)

yi y – yi (y – yi)2

1. 0,0000 0,0000 0,0025 -0,0025 0,00000625

2. 4,0000 0,2040 0,2029 0,0011 0,00000121

3. 6,0000 0,3020 0,3031 -0,0011 0,00000121

4. 8,0000 0,4080 0,4033 0,0047 0,00002209

5. 10,0000 0,5070 0,5035 0,0035 0,00001225

6. 12,0000 0,5980 0,6037 -0,0057 0,00003249

(y – yi)2 = 0,0000755 SB Residual (SY) =

-- = -

= 4,3445 .10

-3

Batas Deteksi =

=

= 0,2602 µg/ml


(4)

Lampiran 15. Perhitungan Konsentrasi Larutan Induk Baku KH2PO4

Kadar Fosfor dalam Larutan KH2PO4 =

x

=

x

= 1000 µg/ml (LIB I)

Dari Larutan Induk Baku I akan dibuat Larutan Induk Baku II dengan konsentrasi 40 µg/ml sebanyak 250 ml.

V1 x C1 = V2 x C2

x x 1000 = 250 x 40 V1 = 10 ml


(5)

(6)

Lampiran 17. Daftar Nilai Distribusi F

Keterangan:

Baris atas untuk α = 0,05 Baris bawah untuk α = 0,01