karakterisasi, Dinamika dan Optimasi Pemberian Undur Hara Serta Insektisida Pada Sistem Produksi Padi Bagi Pemanfaatan Lahan Sawah Berkelanjutan (Studi Kasus dik Sukamadi, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Dibenamkan

IHidrolisis
5 Fiksasi

Ditabur

2 Imobilisasi/mineralisasi
6 Pencucian

I1 t

3 Difusi
8 Nitrifikasi

4 Denitrifikasi
hilang

+

Gambar 2. Transformasi N dalam Tanah Sawah (Sumber: Dobermann dan

Fairhurst, 2000)
I

Fosfat anorganik biasanya mendorninasi 15% sam&

70% dari fosfat

total dan biasanya ada dalam bentuk-bentuk anorganik terjerap dan tak larut.
Sisanya terdapat sebagai fosfat organik, yang jika d i r n i m l i a s i akan
merupakan suatu sumber P utama untuk mikroorganisme tanah dan tanaman.
Bentuk-bntuk organik dari P tidak secara langsung digunahn ofah tanaman,
tetapi menjadi tersedia sebagai ortofosfat setelah terjadi mineralisasi bahan
organik (Khalid, et a/., t 977).
Fosfat organik dapat dikelompokkan dalam empat kelcmpok utama, yaitu
: Ca fosfat, At fosfat, Fe fosfat dan fosfat larut pereduksi, y a w kesemuanya
terdapat bersama-sama dalam tanah. Kalsium fosfat cenderung mendominasi
dalam tanah muda, yang mtatif belurn tertapuk dengan maksi W r a l hingga
alkalin dan diubah selama pelapukan tanah ke fraksi-fraksi Al dan Fe fosfat yang
kurang l a w &lam tanah dengan kernasaman sedang sampai kua2. Aluminium
dan Fe fosfat terdapat dalam tanah sebagai senyawa-senyawa kristalin yang

tidak dapat larut dan arnorf bemama M g a n seskuis3esMa darn hat dengan P
tersekap pada permukaannya (Ponnamperuma, 1972). Penjerapan dan
i

.

diambil sebagai representasi sistem produksi padi intensif. Kegiatan penditian
lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2003 (Musim
Kering, MK 2003). Analisis laboratorium dilakukan c5i tiga laboratorium, yaitu:
(a) Laboratorium Tanah di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat di Bogor untuk
kandungan ham N, P, K dan residunya di tanah, air dan tanaman;
(b) Laboratorium Balai Besar Penelitian Biologi dan Genetika di Bogor untuk
residu pestiisida; dan (c) Balai Penelitian Padi, Sukamandi untuk analisis
komponen dan kualitas hasil.
Penelitian dilaksanakan di areal penelitian Balai Penelitian Tanman Padi
Sukamandi, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, seperti pada Gambar 5.

SaluranTersier Sukamandi

sang Hyang sri


1
1

Jtaanraya pmltwa

-b

Gambar 5. Sketsa Lokasi Penelitian di Wilayah Kebun Percobaan Balai
Penelitian Sukamandi

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan beberap pertirnbangan,
seperti sistem saluran irigasinya tertutup, yaitu seluruh luasan sawah di
Sukamandi Ranya diairi dari satu aliran tersier (saluran Sukamandi). Berdasarkan
arah aliran air di saluran sekunder dan tersier di lokasi penelitian, maka dapat
direkomtruksi tingkat karagaman kesuburan berdasarkan arah aliran dan

Ll
Residu Hara


Gambar 6. Tiga Aspek Penelitian dalam Tahapan Penyusunan Optimesi Ouput
dalam Sistem Produksi Padi bagi Pemanfaatan Lahan Sawah
Berkelanjutan

3.3.

Rancangan Percobaan Lapangan dan Anatisis Regntsi
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak

Terbagi (Sflit-Plot Design) yang dilakukan dengan tiga ulangan. Ada tiga subunit, yaitu sub-unit I, sub-unit II dan sub-unit Ill yang merupakan ulangan yang
digunakan pada penelitian ini seperti pada Gambar 7.
Rancangan Petak Terbagi digunakan untuk menghitung interaksi
pengaruh antara jarak pengamatan dan takaran pupuk N, P, K dan karbafuran
terhadap karakteristik komponen hasil, hasil gabah, kualitas hasil, dan serapan

Sub-unit Ill
BsLi CsLi A3Li E3Li D3Li
B3L2 C3L2 A3L2 E3L2 D3L2
B3L3 C3L3 A3L3 E3L3 D3L3
Gambar 8. Tata Letak Perlakuan dalam Percobaan Rancangan Petak Terbsgi

Untuk mendapatkan data residu kadar unsur hara dan karbofuran yang
terkandung datam air (saluran tersier, petakan), tanah dan tanaman maka
dilakukan pengambilan 4 jenis wntoh berupa contoh tanah, air, tanaman dan
komponen hmil (berat 1000 butir gabah dan total hasil gabah kering panen).
Jenis dan saat pengambilan contoh disajikan pada Gambar 9.

.
,,T

Gambar 9.

0

Air

Tmmm

Waktu

llustrasi Waktu Pengambil Sampel Tanah, Air dan Tanaman


Pengambilan contoh tanah, air, dan tanman ditakukan pada W i p p&ak
percobaan. Contoh tanah komposit lapisan atas (lapisan olah) setebal 20 cm
diarnbil dari ujung setiap petak yang merupakan campuran dari 8 - 10 sub wntoh
tanah, seperti pada Gambar 10.

IV.

4.1.

HASlL DAN PEMgaHASaW

Karakteristik Lokasi Penelitian
Tiga komponen penting yang men~adperhatian dan mrnberikan

kontribusi relatif besar terhadap karakterisasi, dinamika dan optimasi pemberian
unsur hara nitrogen (N), fosfor (PI, kalium (K) serta karbufuran (Cf&ll5P(O3)yaifu
iklim, jenis tanah dan sifat fisik-kimia tanah. Curah hujan merupakan salah satu
faktor iklirn rang secara langsung berpengaruh terhadap dinamika haia N, P, K
dan karbofuran dalam sistem air-tanah-tanaman, keseimbangan, pengayaan

hara maupun akumulasi residu di dalam tanah. Selain itu, sebaran curah hujan
juga berpengaruh terhadap keluaran (output) yaitu produktivitas dan kualitas
hasil.
Menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim di daerah penelitian
termasuk t i p i k r i E2, yang dicirikan datam periode satu tahun terdapat satu
bulan basah (wrah hujan bulanan > 200 mm) dan tiga bulan kering berturut-turut
(curah hujan bulanan < 100 mm).
Pola sebaran curah hujan bulanan di daerah penelitian, disajikan pada
Gambar 11.

Tabel 12. Pengaruh Jarak Pengamatan, lnteraksi antara Takaran Pupuk N, P, K
dan Karbofuran dan WaMu Pengarnatan terhadap Rata-rata
Konsentrasi Foefat dalam Air Sawah

Keterangan:
diguhm petmi
A : 5C% &E
takaran pquk N, P, K dan kafbafuran
B : TOO% &ri takaran pupuk N, P, K clan karbafuran yang digunalcan petani
C : 150% dari takaran pupuk N, P, K dan karbofuran yang digunakan petani

D : 200% dari takaran pupuk N, P, K dan karbofuran yang digunakan petani
E : 2509?dad takaran pupuk N, P, K dan karbofuran yang digunakan petani

Batas kritis konsentrasi fosfat dalam air sawah agar tidak terjadi
eutrofikasi yaitu kurang dari 1 mg/l. Anatisis regresi menunjukkan bahwa dengan
tingkat pemberian hara N, P, K sebesar 50% atau setara dengan 57.5 kg NIha+Q
kg &CTslha+q 5 kg K20/ha menunjukkan konsentrasi fosfat dalam air sawah
dengan tingk;at terendah yaitu 0.3788 mgll. Pemberian hara N, P, K dengan
takaran 250% berpotensi dalam pencemaran air sawah p s h umur ianaman 70
hari. Hubungan antara tingkat pemberian hara N, P, K dan konsentrasi Fosfat
dalam air sawah mengikuti persamaan linier yaitu : g, = 0.2188 + 0.0032~
(~*=0.1642)dimana gl adalah konsentrasi fosfat dalam air sawah (mgll) dan X
adalah tingkat pemberian hara W, P, K (96)seperti pada Gambar 12.

Takaran pupuk N, P, M (%)

I

Gambar 12. Hubungan antara Takaran Pupuk N, P, K dan Konsentrasi Fosfat
dalam Air Sawah pada 70 HST. Sukamandi. MK 2003.


sesuai dengan pendapat De Datta (1981) bahwa perubahan kandungan
amonium tersedia di dalam tanah secara intensif terjadi selama periode atau fase
vegetatif, karena sebagian besar nitrogen dari dakam tanah diserap tanaman
untuk pembentukan anakan.
Anaiisb mgresi antara takaran pernberian hara N, P, K dan kandungan NNH;

tersedia dalam tanah pada fase anakan aktif (23 HST) dengan jarak

pengamatan 57 m, mengikuti persamaan linier yaitu : zl = 9.5683 + 0.0134X (R'=
0.9309) seperti pada Gambar 13 dimana z, adalah kandungan nitrogenammonium tersedia di dalam tanah (ppm) dan X adalah takaran pemberian
pupuk N, PI K (%).
Gambar I 3 menunjukkan bahwa pemberian hara HI P, K dengan takaran
diatas 200% tidak menunjukkan peningkatan kandungan nitrogen-ammonium
tersedia di dalam tanah pada 23 HST secara berarti. Pemberian hara dengan
takaran 250% menunjukkan kandungan nitrogen-ammonium tersedia dalam
tanah pada 23 HST sebesar 12.9183 ppm.

Ion


tm

rn

Takam pupuk W, P, K (36)

Tanaman padi sawah memerlukan hara N relatif banyak pada 23 HST
yaitu untuk membantu proses pembentukan anakan. Kekurangan N pada 23
HST, tanaman padi sawah sedikit membentuk anakan, sehingga potensi malai
yang dihasilkan menjadi berkurang. Pada 23 HST kandungan N-NHd tersedia di
62

semuanya mingkatkan kemungkinan kehilangan PI melatui proses ini [Patrick,
et a/., 1997).
Pada fase pengisian gabah, tanaman padi sawah memerlukan pasokan
fosfat lebih banyak dibandingkan fase tumbuh lainnya. Hal ini untuk membantu
dalam proses transfer energi datam pengisian gabah. Pada kondisi tanah sawah
yang tergenang, fosfat tersedia sebagian besar merupakan hasil reduksi FeP04
(fen fosfat) dalam bentuk tidak tersedia menjadi senyawa Fe3(P04)4.8H20yang
mudah larut. Proses penyediaan fosfat dari pupuk ke tanaman berlangsung relatif

lambat.
Ditemukan interaksi antara takaran pemberian hara N, P, K dan
kandungan fosfat tersedia dan waktu pengamatan pada 70 HST (awal pengisian
gabah) seperti pada Lampiran 20. Gambar 14 rnenunjukkan bahwa pemberian
hara N, P, K dengan takaran 250% memberikan rata-rata kandungan fosfat
tersedia di dalam tanah pada 70 HST paling tinggi yaitu 34.237 ppm.

Hari setelah tanam (HST)
A (50% dmis)
C (1 50% dosis)
E (250% dosis)

---.

---

----

B (1 00% dosis)
D (200% dosis)

Gambar 20. Pola Sebaran Konsentrasi Residu Karbofuran dalam
Tanah Menurut Takaran Pemberian Karbofumn dan
Waktu Pengamatan dengan Jarak Pengamatan 57 m.
Sukamandi. MK 2003.
Analisis regresi hubungan antara takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 43 HST dengan jarak
pengamatan 57 m mengikuti persamaan kuadratik yaitu z = - 0.0667 + 0.0025 X

- 5E-06 x2( R ~ =0.89**) dimana z adalah konsentrasi residu karbofuran di dalam
tanah pada 43 HST dengan jarak pengamatan 57 m (ppm) dan X adalah takaran
karbofuran

(Oh).

Hal ini berarti dengan takaran karbofuran 200% mencapai

konsentrasi residu karbofuran maksimum yaitu sekiar 0,2 ppm dan setelah itu
konsentrasinya menurun yaitu sekitar 0,19 ppm.
Gambar 21 menunjukkan bahwa pemberian karbofuran dengan takaran
200% menunjukkan rata-rata konsentrasi residu karbofuran sebesar 0.2060 ppm
setelah itu konsentrasinya menurun. Penurunan residu ini disebabkan oleh
sebagian karbofuran dijerap oleh fraksi organik, kecepatan degradasi
mikrobiologis lebih tinggi, tingkat serapan oteh tanaman yang makin meningkat
dan hilang melalui aliran permukaan atau perkolasi.
Analisis regresi hubungan antam takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 70 HST (awal fase pengisian
gabah) dengan jarak pengamatan 57 m seperti terfihat pada Gambar 22
dimana z
mengikuti persamaan linier yaitu : z = - 0.0185 + 0.0004 X (~~=0.9326)

Hari setelah tanam (HST)
A (50% dmis)
C (1 50% dosis)
E (250% dosis)

---.

---

----

B (1 00% dosis)
D (200% dosis)

Gambar 20. Pola Sebaran Konsentrasi Residu Karbofuran dalam
Tanah Menurut Takaran Pemberian Karbofumn dan
Waktu Pengamatan dengan Jarak Pengamatan 57 m.
Sukamandi. MK 2003.
Analisis regresi hubungan antara takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 43 HST dengan jarak
pengamatan 57 m mengikuti persamaan kuadratik yaitu z = - 0.0667 + 0.0025 X

- 5E-06 x2( R ~ =0.89**) dimana z adalah konsentrasi residu karbofuran di dalam
tanah pada 43 HST dengan jarak pengamatan 57 m (ppm) dan X adalah takaran
karbofuran

(Oh).

Hal ini berarti dengan takaran karbofuran 200% mencapai

konsentrasi residu karbofuran maksimum yaitu sekiar 0,2 ppm dan setelah itu
konsentrasinya menurun yaitu sekitar 0,19 ppm.
Gambar 21 menunjukkan bahwa pemberian karbofuran dengan takaran
200% menunjukkan rata-rata konsentrasi residu karbofuran sebesar 0.2060 ppm
setelah itu konsentrasinya menurun. Penurunan residu ini disebabkan oleh
sebagian karbofuran dijerap oleh fraksi organik, kecepatan degradasi
mikrobiologis lebih tinggi, tingkat serapan oteh tanaman yang makin meningkat
dan hilang melalui aliran permukaan atau perkolasi.
Analisis regresi hubungan antam takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 70 HST (awal fase pengisian
gabah) dengan jarak pengamatan 57 m seperti terfihat pada Gambar 22
dimana z
mengikuti persamaan linier yaitu : z = - 0.0185 + 0.0004 X (~~=0.9326)

adalah konsentrasi residu kahsfuran di dalam tanah pada 70 HST dengan jar&
pengamatan 57 m (ppm) dan X adalah takaran pemberian karbofuran (%).

50

1W

150

200

Takaran karbofuran (%)

Gambar 21. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Konsentrasi
Residu Karbofuran di dalam Tanah pada 43 HST dengan
Jarak Pengamatan 57 m. Sukamandi. MK 2003.
Garnbar 22 tmemperlihatkanbahwa pemberian karbofuran sarnpai dengan
takaran 250% meningkatkan konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada
70 HST dengan jarak pengamtan 57 m. Konsentrasi residu karbofuran
mencapai maksimum pada takaran karbofuran 250% yaitu 0.0927 ppm jadi jauh
lebih rendah dari batas toleransi aman yaitu 0.20 ppm. Sebagian besar
karbofuran yang diserap oleh tanaman padi sawah berasal dari tanah. Oleh
sebab itu, konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada TO HST perlu
ditingkatkan untuk meningkatkan konsentrasi residu karbofuran dalam tanaman
pada saat awal pengisian gabah dimana serangan penggerek batang rnencapai
puncaknya. Pemberian sekali karbofuran dengan takaran 20 Furadanlha
tampaknya belum efektii dalam pengendalian hama penggerek batang.
Pemberian dua kali masing-masing separuh takaran memberikan residu
karbofuran dalam tanaman yang tebih tinggi, sehingga dapat menekan
perkembangan serangan penggerek batang.
Hasil percobaan ini sesuai dengan hasit penelitian A$iningsih, et a/.,
(1998) yang menunjukkan bahwa inseMisida karbofuran lebih stabil di tanah yang
mengandung bahan organik tinggi dan pH rendah. Penelitian ini juga melaporkan
bahwa pH dan kandungan bahan organik tanah berpengaruh terhadap laju
degradasi insektisida. Namun hasil percobaan ini menunjukkan nilai konsentrasi
residu karbofuran lebih rendah dibanding hasil temuan Sudarmadji, et a/.,(1986)

bahwa

aplikasi

insektisida

karbofumn dengan

100% takaran

petani

meninggalkan residu di tanah dengan konsentrasi 0.42-0.53 ppm.

Gambar 22. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Rata-rata
Konsentrasi Residu Karbofuran dalam Tanah pada
Awal Fase Pengisian Gabah (70 HST) m a n Jarak
Pengarnatan 57 m. Sukamandi. MK 20013.

Hasil percobaan ini mendekati hasil temuan Samudra, ef a/., (1989)
yaitu residu karbofuran hanya ditemukan pada saat tanaman berumur 29 hari
setelah tanam dengan konsentrasi 0.0236 ppm dan tidak terdeteksi lagi pada
saat panen padi atau panen ikan. Tarumingkeng (1992) menyatakan bahwa
keberadaan residu insektisida di dalam tanah erat hubungannya dengan
kandungan bahan organik tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organik
tanah, tanah makin kuat menahan (mengikat) residu insektisida. Insektisida
cenderung mgnumpuk pada tapisan tanah bagian atas (Malaman 10-20 cm)
karena di lapisan tersebut banyak mengandung bahan organik sehingga
insektisida mudah terabsorbsi dan sukar untuk keluar.
Kertoseputro dan Baehakie (1988) memberikan argumentasi bahwa
karbofuran dengan takaran 0.99 kglha bahan aktif yang diberikan pada waktu
tanam meninggalkan residu yang relatif cukup tinggi di tanah pada saat tanaman
berumur 2 minggu setelah tanam yaitu 5.29 ppm, namun pada minggu berikutnya
turun dengan tajam. Pada 3 dan 4 minggu setelah tanam, residu insektisida
karbofuran di tanah berturut-turut hanya 0.56 ppm dan 0.44 ppm.

dari 0.0074 ppm sampai 0.0807 ppm. Pola sebaran konsentrasi m i d u
karbofuran di dalam tanaman menurut takaran pemberian karbofuran dan waktu
pengarnatan lertera pada Gambar 23.

Konsentrasi residu karbofuran di dalam tanaman yang menurun pada 70
HST mmberikan implikasi tehadap teknik pengendalian hama yang tebih

efektif. Analisis regresi antara takaran pemberian karbofuran dan konsentrasi
residu karbofuran di dalam tanaman pada 70 HST dengan jarak pengamatan 57
m tertera pada Gambar 24.
Gambar 24 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya takaran
pemberian karbofuran, konsentrasi residu karbofuran dalam tanaman meningkat
dengan mngikuti persamaan linbr yaitu : z3= -0.00'38+ 0.0002 X (R' = 0.8651 n
: 15) dimana z3adalah konsentrasi residu karbofuran di dalam tanaman (ppm)
dan X adalah takaran pemberian karbofuran (%). Pada takaran karbofuran 250%
atau pemberian 1.5 kg b.a karbofuranlha temyata menunjukkan konsentrasi
karbofuran cfalarn tanaman sekiiar 0.0462 ppm artinya masih jauh dari batas
toleransi yaitu 0.2 ppm.

50

loo

IM

200

280

Takaran karbofuran (%)

Gambar 24. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Konsentrasi
Residu Karbofuran Dalam Tanaman pada 70 HST dengan
m
57 rn. S.-i.
R
M 2W3.
Jar& F

Konsentrasi residu karbofuran yang rendah ini mengakibatkan tanaman
beresiko terkena hama penggerek batang. Turunnya konsefltmsi karbofuran
dalam tanaman pada 70 HST, disebabkan berkurangnya konsentrasi karbofuran
dalam tanah maupun air sawah. Kapasitas tanaman rnenyerap karbofuran
tergantung pada konsentrasi karbofuran di lingkungan perakaran. Tanaman padi
sawah mencapai puncak dalam pembentukan perakaran yaitu sekitar fase
pembungaan. Sudaryono (1997) menyatakan bahwa tingkat residu karbofuran di
dalam tanaman ditentukan oleh fase pertumbuhan tanaman yang berkaitan
langsung dengan tingkat metabolisme. Pada fase vegetatif sebagian besar
karbofuran diangkut ke bagian daun dan pada fase reproduktif lebih banyak
didistribusikan ke gabah. Difusi merupakan proses utama dalam penyerapan
karbofuran okh tanaman, okh sebab itu semakin tinggi takaran karbofuran yang
diberikan, perbedaan konsentrasi antara di dalam dan di luar sistem perakaran
semakin besar yang berakibat semakin banyak karbofuran yang diserap
tanaman. Tingkat konsentrasi karbofuran dalam batang berpengaruh besar
terhadap investasi harna terutama hama wereng dan penggerek batang.
Residu karbofuran bersifat persisten dalam tanaman masih terdeteksi
sampai pada fase panen tanaman. Konsentrasi residu karbofuran dakam jerami
pada saat panen ini penting dalam kaitannya dengan pengaruh terhadap ternak,

masing-masing 0.008 pprn dan 0.01 Ippm masih jauh dari batas toleransi aman
yaitu 0.2 ppm. Pemberian karbofuran dengan takaran 100% atau 20 kg
Furadanlha menunjukkan tingkat residu karbofuran dalam jerami pada saat
panen nyata lebih rendah yaitu 0.0045 ppm. Translokasi karbofuran di dalam
tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor : a) jenis varietas, b) musim tanam,

c) konsentrasi karbofuran di daerah perakaran, dan d) perkembangan tanaman.

Takaran hrbofuran (%)

Gambar 25. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Rata-raQ
Konsentrasi Residu Kahofuran dalam Jerami pada
Saat Panen (105 HST). Sukamandi. MK 2003.

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 21 menunjukkan bahwa pellakuan
takaran karbofuran nyata berpengaruh terhadap rata-rata konsentrasi residu
karbofuran dalam gabah pada saat panen.
Perlakuan jarak pengamatan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
Pemberian karbofuran dengan takaran 150% atau 30 kg Furadan/ha
menunjukkan konsentrasi residu karbofuran dalam gabah pada saat panen nyata
lebih tinggi yaitu 0.0084 ppm. Pemberian karbofuran dengan takaran 250% tidak
menunjukkan peningkatan konsentrasi residu karbofuran dalam gabah pada saat
panen secara berarti yaitu 0.0195 ppm. Pemberian karbofuran dengan takaran
100% menunjukkan rata-rata konsentrasi residu karbofuran dalam gabah pada
saat panen nyata lebih rendah yaitu 0.0036 ppm. Hasil penelitian ini
menunjukkan konsentrasi residu karbofuran berkisar antara 0.0019 pprn dan

0.0225 ppm, jadi masih jauh bibawah batas toleransi yaitu 0.2 ppm. Meskipun
demikian perlu diminimalkan untuk menjaga keamanan bagi konsumen beras.
Tabel 21. S i i k Ragam Konsentrasi Residu Kahofucm e
C
a
E
m Gabah @a 105
HST

Koefiden keragarnan (KK) (a) =% KK (b) =%
** : sangat nyata pada taraf 1%
Keterangan :
tn : tidak nyata

Analisis regresi hubungan antara tingkat pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran dalam gabah saat panen seperti pada Gambar 26.

Gambar 26. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Rata-rata
Konsentrasi Karbofuran dalam Gabah pada Saat
Panen (105 H5T). Swkammdi. IW 2003.
Analisis regresi pada Gambar 26 mengikuti persamaan linier yattu : z = -

0.0009+ 7E45 X (@ = 0.7'77 I)d ' i z adabh komentmtsi residsr M a f i t r a n
dalam g a b h pada saat panen (ppm) dan X adalah t a k a m karbofuran (96)
seperti tetiera pada Gambar 26.

mengakibatkanpeningkatan hmil gabah. Terdapat korelasi positif antara serapan
hara dan hasil gabah kering giling. Pemberian hara N, P, K dengan takaran

150% atau diatasnya &pat rnernberikan dampak negaff tehadap pencemaran
fosfat di dalam air sawah ataupun pengayaan hara fosfat di dalam tanah pada
saat panen, karena unsur hara N, P, K tidak diaerap oCeh tanaman secara efektif
dan terjadi' kelebihan hara N,P, K khususnya hara P dalam sistem air-tanah.

Gambar 27.Hubungan antara Tingkat Pemupukan N, P, K dan
Hasil Gabah Kering Giling Padi Varietas Ciherang
Sukamandi. MK 2003.
4.4.2. Kualitas Hasil

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 23 menunjukDran bahwa perfakuan
takaran pemberian hara N, PI K nyata berpengaruh terhadap rata-rata rendemen
beras giling dan tidak ditemukan perbedaan rendemen bems giting menurut
perlakuan jarak pengamatan.
Rata-rata rendemen beras giling nyata meningkat yaitu 70.51% dengan
takaran pemberian hara N, P, K sebesar 200% dan pada pemberian hara N, PI K
dengan takam 250% tidak menunjukkan peningkatan ra4a-rata rendemen beras
giling yang berarti yaitu 70.61%. Pemberian hara N, PI K dengan takaran 100%
menunjukkan rata-rata rendemen beras giling yang nyata kbih rendah yaitu
70.22%. Standar rendemen beras giling yang ditetapkan oleh BULOG yaitu 70%.

Tabel 23. Pengaruh Takaran Pupuk N, P, K, Karbofuran dan Jarak Pengamatan
terhadap Rata-rata Rendemen Beras Giling dan Beras Pecah Kulit

5% menurut UJ~
~ & a kBerganda ~uncan.BG : Beras giling dan BPK : Beras pecah
kulit.

Analisis regresi hubungan antara takaran pemberian hara N, P, K dan
rendemen beras giling seperti tertera pada Gambar 28 mengikuti persamaan
linier yaitu : z = 69.753 + 0.0036 X ( R =
~ 0.4889~)dimana z adalah rendemen
beras giling (%) dan X adalah takaran pemberian hara N, P, K (%).

50

100
150
200
Pemupukan N, P,K (%)

Gambar 28. Hubungan antara Tingkat Pemupukan N, P, K dan
Rendemen Beras Giling Padi Varietas Ciherang.
Sukamandi. MU 2003.
Banyak faktor yang menentukan rendemen beras giling antara lain sifat
varietas, lokasi dan cara panen, sehingga hubungan antara takaran pemberian
hara N, P, K dan rendemen beras giling tidak dapat dijelaskan secara baik
melalui hubungan linier tersebut terlihat dari koefisien korelasi yang tidak nyata.

780
50

100

150

200

250

Takaran pupuk N, P, K (%)

Gambar29. Hubungan antara Tingkat Pemupuloan N, P, K
dan Persentase Beras Pecah Kulit Padi Varietas
Ciherang. Sukamandi. MK 2003.
Damardjati, et a/., (1982) menyebutkan bahwa persentase beras pecah
kulit selain dipengaruhi oleh faktor varietas, lokasi, cam penggilingan juga
dipengaruhi oleh pasokan hara Id, P, K selama proses pernbentukan gabah,
pengisian gabah dan pematangan. Unsur hara N relatii besar pengaruhnya
terhadap persentase beras pecah kulitl terutama pengaruhnya terhadap
ketebalan lapisan aleuron pada gabah.
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 25 menunjukkan, baik perlakuan
takaran pemberian hara N, PI K, maupun jarak pengematan tidak nyata
berpengaruh terhadap karakteristik ra€a-rata persentase beras kepala.
Tabel 25. Sidik Ragam Persentase Beras Kepala

Koefisien keragaman (KK) (a) = 1,7%
KK (b) = 0,8%
Keterangan:
* : nyata pada taraf 5%
": sangat nyata pada taraf 1%
tn: tidak nyata

I

Dibenamkan

IHidrolisis
5 Fiksasi

Ditabur

2 Imobilisasi/mineralisasi
6 Pencucian

I1 t

3 Difusi
8 Nitrifikasi

4 Denitrifikasi
hilang

+

Gambar 2. Transformasi N dalam Tanah Sawah (Sumber: Dobermann dan
Fairhurst, 2000)
I

Fosfat anorganik biasanya mendorninasi 15% sam&

70% dari fosfat

total dan biasanya ada dalam bentuk-bentuk anorganik terjerap dan tak larut.
Sisanya terdapat sebagai fosfat organik, yang jika d i r n i m l i a s i akan
merupakan suatu sumber P utama untuk mikroorganisme tanah dan tanaman.
Bentuk-bntuk organik dari P tidak secara langsung digunahn ofah tanaman,
tetapi menjadi tersedia sebagai ortofosfat setelah terjadi mineralisasi bahan
organik (Khalid, et a/., t 977).
Fosfat organik dapat dikelompokkan dalam empat kelcmpok utama, yaitu
: Ca fosfat, At fosfat, Fe fosfat dan fosfat larut pereduksi, y a w kesemuanya
terdapat bersama-sama dalam tanah. Kalsium fosfat cenderung mendominasi
dalam tanah muda, yang mtatif belurn tertapuk dengan maksi W r a l hingga
alkalin dan diubah selama pelapukan tanah ke fraksi-fraksi Al dan Fe fosfat yang
kurang l a w &lam tanah dengan kernasaman sedang sampai kua2. Aluminium
dan Fe fosfat terdapat dalam tanah sebagai senyawa-senyawa kristalin yang
tidak dapat larut dan arnorf bemama M g a n seskuis3esMa darn hat dengan P
tersekap pada permukaannya (Ponnamperuma, 1972). Penjerapan dan
i

.

diambil sebagai representasi sistem produksi padi intensif. Kegiatan penditian
lapangan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2003 (Musim
Kering, MK 2003). Analisis laboratorium dilakukan c5i tiga laboratorium, yaitu:
(a) Laboratorium Tanah di Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat di Bogor untuk
kandungan ham N, P, K dan residunya di tanah, air dan tanaman;
(b) Laboratorium Balai Besar Penelitian Biologi dan Genetika di Bogor untuk
residu pestiisida; dan (c) Balai Penelitian Padi, Sukamandi untuk analisis
komponen dan kualitas hasil.
Penelitian dilaksanakan di areal penelitian Balai Penelitian Tanman Padi
Sukamandi, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, seperti pada Gambar 5.

SaluranTersier Sukamandi

sang Hyang sri

1
1

Jtaanraya pmltwa

-b

Gambar 5. Sketsa Lokasi Penelitian di Wilayah Kebun Percobaan Balai
Penelitian Sukamandi

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan beberap pertirnbangan,
seperti sistem saluran irigasinya tertutup, yaitu seluruh luasan sawah di
Sukamandi Ranya diairi dari satu aliran tersier (saluran Sukamandi). Berdasarkan
arah aliran air di saluran sekunder dan tersier di lokasi penelitian, maka dapat
direkomtruksi tingkat karagaman kesuburan berdasarkan arah aliran dan

Ll
Residu Hara

Gambar 6. Tiga Aspek Penelitian dalam Tahapan Penyusunan Optimesi Ouput
dalam Sistem Produksi Padi bagi Pemanfaatan Lahan Sawah
Berkelanjutan

3.3.

Rancangan Percobaan Lapangan dan Anatisis Regntsi
Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak

Terbagi (Sflit-Plot Design) yang dilakukan dengan tiga ulangan. Ada tiga subunit, yaitu sub-unit I, sub-unit II dan sub-unit Ill yang merupakan ulangan yang
digunakan pada penelitian ini seperti pada Gambar 7.
Rancangan Petak Terbagi digunakan untuk menghitung interaksi
pengaruh antara jarak pengamatan dan takaran pupuk N, P, K dan karbafuran
terhadap karakteristik komponen hasil, hasil gabah, kualitas hasil, dan serapan

Sub-unit Ill
BsLi CsLi A3Li E3Li D3Li
B3L2 C3L2 A3L2 E3L2 D3L2
B3L3 C3L3 A3L3 E3L3 D3L3
Gambar 8. Tata Letak Perlakuan dalam Percobaan Rancangan Petak Terbsgi
Untuk mendapatkan data residu kadar unsur hara dan karbofuran yang
terkandung datam air (saluran tersier, petakan), tanah dan tanaman maka
dilakukan pengambilan 4 jenis wntoh berupa contoh tanah, air, tanaman dan
komponen hmil (berat 1000 butir gabah dan total hasil gabah kering panen).
Jenis dan saat pengambilan contoh disajikan pada Gambar 9.

.
,,T

Gambar 9.

0

Air

Tmmm

Waktu

llustrasi Waktu Pengambil Sampel Tanah, Air dan Tanaman

Pengambilan contoh tanah, air, dan tanman ditakukan pada W i p p&ak
percobaan. Contoh tanah komposit lapisan atas (lapisan olah) setebal 20 cm
diarnbil dari ujung setiap petak yang merupakan campuran dari 8 - 10 sub wntoh
tanah, seperti pada Gambar 10.

IV.

4.1.

HASlL DAN PEMgaHASaW

Karakteristik Lokasi Penelitian
Tiga komponen penting yang men~adperhatian dan mrnberikan

kontribusi relatif besar terhadap karakterisasi, dinamika dan optimasi pemberian
unsur hara nitrogen (N), fosfor (PI, kalium (K) serta karbufuran (Cf&ll5P(O3)yaifu
iklim, jenis tanah dan sifat fisik-kimia tanah. Curah hujan merupakan salah satu
faktor iklirn rang secara langsung berpengaruh terhadap dinamika haia N, P, K
dan karbofuran dalam sistem air-tanah-tanaman, keseimbangan, pengayaan
hara maupun akumulasi residu di dalam tanah. Selain itu, sebaran curah hujan
juga berpengaruh terhadap keluaran (output) yaitu produktivitas dan kualitas
hasil.
Menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim di daerah penelitian
termasuk t i p i k r i E2, yang dicirikan datam periode satu tahun terdapat satu
bulan basah (wrah hujan bulanan > 200 mm) dan tiga bulan kering berturut-turut
(curah hujan bulanan < 100 mm).
Pola sebaran curah hujan bulanan di daerah penelitian, disajikan pada
Gambar 11.

Tabel 12. Pengaruh Jarak Pengamatan, lnteraksi antara Takaran Pupuk N, P, K
dan Karbofuran dan WaMu Pengarnatan terhadap Rata-rata
Konsentrasi Foefat dalam Air Sawah

Keterangan:
diguhm petmi
A : 5C% &E
takaran pquk N, P, K dan kafbafuran
B : TOO% &ri takaran pupuk N, P, K clan karbafuran yang digunalcan petani
C : 150% dari takaran pupuk N, P, K dan karbofuran yang digunakan petani
D : 200% dari takaran pupuk N, P, K dan karbofuran yang digunakan petani
E : 2509?dad takaran pupuk N, P, K dan karbofuran yang digunakan petani

Batas kritis konsentrasi fosfat dalam air sawah agar tidak terjadi
eutrofikasi yaitu kurang dari 1 mg/l. Anatisis regresi menunjukkan bahwa dengan
tingkat pemberian hara N, P, K sebesar 50% atau setara dengan 57.5 kg NIha+Q
kg &CTslha+q 5 kg K20/ha menunjukkan konsentrasi fosfat dalam air sawah
dengan tingk;at terendah yaitu 0.3788 mgll. Pemberian hara N, P, K dengan
takaran 250% berpotensi dalam pencemaran air sawah p s h umur ianaman 70
hari. Hubungan antara tingkat pemberian hara N, P, K dan konsentrasi Fosfat
dalam air sawah mengikuti persamaan linier yaitu : g, = 0.2188 + 0.0032~
(~*=0.1642)dimana gl adalah konsentrasi fosfat dalam air sawah (mgll) dan X
adalah tingkat pemberian hara W, P, K (96)seperti pada Gambar 12.

Takaran pupuk N, P, M (%)

I

Gambar 12. Hubungan antara Takaran Pupuk N, P, K dan Konsentrasi Fosfat
dalam Air Sawah pada 70 HST. Sukamandi. MK 2003.

sesuai dengan pendapat De Datta (1981) bahwa perubahan kandungan
amonium tersedia di dalam tanah secara intensif terjadi selama periode atau fase
vegetatif, karena sebagian besar nitrogen dari dakam tanah diserap tanaman
untuk pembentukan anakan.
Anaiisb mgresi antara takaran pernberian hara N, P, K dan kandungan NNH;

tersedia dalam tanah pada fase anakan aktif (23 HST) dengan jarak

pengamatan 57 m, mengikuti persamaan linier yaitu : zl = 9.5683 + 0.0134X (R'=
0.9309) seperti pada Gambar 13 dimana z, adalah kandungan nitrogenammonium tersedia di dalam tanah (ppm) dan X adalah takaran pemberian
pupuk N, PI K (%).
Gambar I 3 menunjukkan bahwa pemberian hara HI P, K dengan takaran
diatas 200% tidak menunjukkan peningkatan kandungan nitrogen-ammonium
tersedia di dalam tanah pada 23 HST secara berarti. Pemberian hara dengan
takaran 250% menunjukkan kandungan nitrogen-ammonium tersedia dalam
tanah pada 23 HST sebesar 12.9183 ppm.

Ion

tm

rn

Takam pupuk W, P, K (36)

Tanaman padi sawah memerlukan hara N relatif banyak pada 23 HST
yaitu untuk membantu proses pembentukan anakan. Kekurangan N pada 23
HST, tanaman padi sawah sedikit membentuk anakan, sehingga potensi malai
yang dihasilkan menjadi berkurang. Pada 23 HST kandungan N-NHd tersedia di
62

semuanya mingkatkan kemungkinan kehilangan PI melatui proses ini [Patrick,
et a/., 1997).
Pada fase pengisian gabah, tanaman padi sawah memerlukan pasokan
fosfat lebih banyak dibandingkan fase tumbuh lainnya. Hal ini untuk membantu
dalam proses transfer energi datam pengisian gabah. Pada kondisi tanah sawah
yang tergenang, fosfat tersedia sebagian besar merupakan hasil reduksi FeP04
(fen fosfat) dalam bentuk tidak tersedia menjadi senyawa Fe3(P04)4.8H20yang
mudah larut. Proses penyediaan fosfat dari pupuk ke tanaman berlangsung relatif
lambat.
Ditemukan interaksi antara takaran pemberian hara N, P, K dan
kandungan fosfat tersedia dan waktu pengamatan pada 70 HST (awal pengisian
gabah) seperti pada Lampiran 20. Gambar 14 rnenunjukkan bahwa pemberian
hara N, P, K dengan takaran 250% memberikan rata-rata kandungan fosfat
tersedia di dalam tanah pada 70 HST paling tinggi yaitu 34.237 ppm.

Hari setelah tanam (HST)
A (50% dmis)
C (1 50% dosis)
E (250% dosis)

---.

---

----

B (1 00% dosis)
D (200% dosis)

Gambar 20. Pola Sebaran Konsentrasi Residu Karbofuran dalam
Tanah Menurut Takaran Pemberian Karbofumn dan
Waktu Pengamatan dengan Jarak Pengamatan 57 m.
Sukamandi. MK 2003.
Analisis regresi hubungan antara takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 43 HST dengan jarak
pengamatan 57 m mengikuti persamaan kuadratik yaitu z = - 0.0667 + 0.0025 X

- 5E-06 x2( R ~ =0.89**) dimana z adalah konsentrasi residu karbofuran di dalam
tanah pada 43 HST dengan jarak pengamatan 57 m (ppm) dan X adalah takaran
karbofuran

(Oh).

Hal ini berarti dengan takaran karbofuran 200% mencapai

konsentrasi residu karbofuran maksimum yaitu sekiar 0,2 ppm dan setelah itu
konsentrasinya menurun yaitu sekitar 0,19 ppm.
Gambar 21 menunjukkan bahwa pemberian karbofuran dengan takaran
200% menunjukkan rata-rata konsentrasi residu karbofuran sebesar 0.2060 ppm
setelah itu konsentrasinya menurun. Penurunan residu ini disebabkan oleh
sebagian karbofuran dijerap oleh fraksi organik, kecepatan degradasi
mikrobiologis lebih tinggi, tingkat serapan oteh tanaman yang makin meningkat
dan hilang melalui aliran permukaan atau perkolasi.
Analisis regresi hubungan antam takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 70 HST (awal fase pengisian
gabah) dengan jarak pengamatan 57 m seperti terfihat pada Gambar 22
dimana z
mengikuti persamaan linier yaitu : z = - 0.0185 + 0.0004 X (~~=0.9326)

Hari setelah tanam (HST)
A (50% dmis)
C (1 50% dosis)
E (250% dosis)

---.

---

----

B (1 00% dosis)
D (200% dosis)

Gambar 20. Pola Sebaran Konsentrasi Residu Karbofuran dalam
Tanah Menurut Takaran Pemberian Karbofumn dan
Waktu Pengamatan dengan Jarak Pengamatan 57 m.
Sukamandi. MK 2003.
Analisis regresi hubungan antara takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 43 HST dengan jarak
pengamatan 57 m mengikuti persamaan kuadratik yaitu z = - 0.0667 + 0.0025 X

- 5E-06 x2( R ~ =0.89**) dimana z adalah konsentrasi residu karbofuran di dalam
tanah pada 43 HST dengan jarak pengamatan 57 m (ppm) dan X adalah takaran
karbofuran

(Oh).

Hal ini berarti dengan takaran karbofuran 200% mencapai

konsentrasi residu karbofuran maksimum yaitu sekiar 0,2 ppm dan setelah itu
konsentrasinya menurun yaitu sekitar 0,19 ppm.
Gambar 21 menunjukkan bahwa pemberian karbofuran dengan takaran
200% menunjukkan rata-rata konsentrasi residu karbofuran sebesar 0.2060 ppm
setelah itu konsentrasinya menurun. Penurunan residu ini disebabkan oleh
sebagian karbofuran dijerap oleh fraksi organik, kecepatan degradasi
mikrobiologis lebih tinggi, tingkat serapan oteh tanaman yang makin meningkat
dan hilang melalui aliran permukaan atau perkolasi.
Analisis regresi hubungan antam takaran pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada 70 HST (awal fase pengisian
gabah) dengan jarak pengamatan 57 m seperti terfihat pada Gambar 22
dimana z
mengikuti persamaan linier yaitu : z = - 0.0185 + 0.0004 X (~~=0.9326)

adalah konsentrasi residu kahsfuran di dalam tanah pada 70 HST dengan jar&
pengamatan 57 m (ppm) dan X adalah takaran pemberian karbofuran (%).

50

1W

150

200

Takaran karbofuran (%)

Gambar 21. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Konsentrasi
Residu Karbofuran di dalam Tanah pada 43 HST dengan
Jarak Pengamatan 57 m. Sukamandi. MK 2003.
Garnbar 22 tmemperlihatkanbahwa pemberian karbofuran sarnpai dengan
takaran 250% meningkatkan konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada
70 HST dengan jarak pengamtan 57 m. Konsentrasi residu karbofuran
mencapai maksimum pada takaran karbofuran 250% yaitu 0.0927 ppm jadi jauh
lebih rendah dari batas toleransi aman yaitu 0.20 ppm. Sebagian besar
karbofuran yang diserap oleh tanaman padi sawah berasal dari tanah. Oleh
sebab itu, konsentrasi residu karbofuran di dalam tanah pada TO HST perlu
ditingkatkan untuk meningkatkan konsentrasi residu karbofuran dalam tanaman
pada saat awal pengisian gabah dimana serangan penggerek batang rnencapai
puncaknya. Pemberian sekali karbofuran dengan takaran 20 Furadanlha
tampaknya belum efektii dalam pengendalian hama penggerek batang.
Pemberian dua kali masing-masing separuh takaran memberikan residu
karbofuran dalam tanaman yang tebih tinggi, sehingga dapat menekan
perkembangan serangan penggerek batang.
Hasil percobaan ini sesuai dengan hasit penelitian A$iningsih, et a/.,
(1998) yang menunjukkan bahwa inseMisida karbofuran lebih stabil di tanah yang
mengandung bahan organik tinggi dan pH rendah. Penelitian ini juga melaporkan
bahwa pH dan kandungan bahan organik tanah berpengaruh terhadap laju
degradasi insektisida. Namun hasil percobaan ini menunjukkan nilai konsentrasi
residu karbofuran lebih rendah dibanding hasil temuan Sudarmadji, et a/.,(1986)

bahwa

aplikasi

insektisida

karbofumn dengan

100% takaran

petani

meninggalkan residu di tanah dengan konsentrasi 0.42-0.53 ppm.

Gambar 22. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Rata-rata
Konsentrasi Residu Karbofuran dalam Tanah pada
Awal Fase Pengisian Gabah (70 HST) m a n Jarak
Pengarnatan 57 m. Sukamandi. MK 20013.

Hasil percobaan ini mendekati hasil temuan Samudra, ef a/., (1989)
yaitu residu karbofuran hanya ditemukan pada saat tanaman berumur 29 hari
setelah tanam dengan konsentrasi 0.0236 ppm dan tidak terdeteksi lagi pada
saat panen padi atau panen ikan. Tarumingkeng (1992) menyatakan bahwa
keberadaan residu insektisida di dalam tanah erat hubungannya dengan
kandungan bahan organik tanah. Semakin tinggi kandungan bahan organik
tanah, tanah makin kuat menahan (mengikat) residu insektisida. Insektisida
cenderung mgnumpuk pada tapisan tanah bagian atas (Malaman 10-20 cm)
karena di lapisan tersebut banyak mengandung bahan organik sehingga
insektisida mudah terabsorbsi dan sukar untuk keluar.
Kertoseputro dan Baehakie (1988) memberikan argumentasi bahwa
karbofuran dengan takaran 0.99 kglha bahan aktif yang diberikan pada waktu
tanam meninggalkan residu yang relatif cukup tinggi di tanah pada saat tanaman
berumur 2 minggu setelah tanam yaitu 5.29 ppm, namun pada minggu berikutnya
turun dengan tajam. Pada 3 dan 4 minggu setelah tanam, residu insektisida
karbofuran di tanah berturut-turut hanya 0.56 ppm dan 0.44 ppm.

dari 0.0074 ppm sampai 0.0807 ppm. Pola sebaran konsentrasi m i d u
karbofuran di dalam tanaman menurut takaran pemberian karbofuran dan waktu
pengarnatan lertera pada Gambar 23.

Konsentrasi residu karbofuran di dalam tanaman yang menurun pada 70
HST mmberikan implikasi tehadap teknik pengendalian hama yang tebih

efektif. Analisis regresi antara takaran pemberian karbofuran dan konsentrasi
residu karbofuran di dalam tanaman pada 70 HST dengan jarak pengamatan 57
m tertera pada Gambar 24.
Gambar 24 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya takaran
pemberian karbofuran, konsentrasi residu karbofuran dalam tanaman meningkat
dengan mngikuti persamaan linbr yaitu : z3= -0.00'38+ 0.0002 X (R' = 0.8651 n
: 15) dimana z3adalah konsentrasi residu karbofuran di dalam tanaman (ppm)
dan X adalah takaran pemberian karbofuran (%). Pada takaran karbofuran 250%
atau pemberian 1.5 kg b.a karbofuranlha temyata menunjukkan konsentrasi
karbofuran cfalarn tanaman sekiiar 0.0462 ppm artinya masih jauh dari batas
toleransi yaitu 0.2 ppm.

50

loo

IM

200

280

Takaran karbofuran (%)

Gambar 24. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Konsentrasi
Residu Karbofuran Dalam Tanaman pada 70 HST dengan
m
57 rn. S.-i.
R
M 2W3.
Jar& F

Konsentrasi residu karbofuran yang rendah ini mengakibatkan tanaman
beresiko terkena hama penggerek batang. Turunnya konsefltmsi karbofuran
dalam tanaman pada 70 HST, disebabkan berkurangnya konsentrasi karbofuran
dalam tanah maupun air sawah. Kapasitas tanaman rnenyerap karbofuran
tergantung pada konsentrasi karbofuran di lingkungan perakaran. Tanaman padi
sawah mencapai puncak dalam pembentukan perakaran yaitu sekitar fase
pembungaan. Sudaryono (1997) menyatakan bahwa tingkat residu karbofuran di
dalam tanaman ditentukan oleh fase pertumbuhan tanaman yang berkaitan
langsung dengan tingkat metabolisme. Pada fase vegetatif sebagian besar
karbofuran diangkut ke bagian daun dan pada fase reproduktif lebih banyak
didistribusikan ke gabah. Difusi merupakan proses utama dalam penyerapan
karbofuran okh tanaman, okh sebab itu semakin tinggi takaran karbofuran yang
diberikan, perbedaan konsentrasi antara di dalam dan di luar sistem perakaran
semakin besar yang berakibat semakin banyak karbofuran yang diserap
tanaman. Tingkat konsentrasi karbofuran dalam batang berpengaruh besar
terhadap investasi harna terutama hama wereng dan penggerek batang.
Residu karbofuran bersifat persisten dalam tanaman masih terdeteksi
sampai pada fase panen tanaman. Konsentrasi residu karbofuran dakam jerami
pada saat panen ini penting dalam kaitannya dengan pengaruh terhadap ternak,

masing-masing 0.008 pprn dan 0.01 Ippm masih jauh dari batas toleransi aman
yaitu 0.2 ppm. Pemberian karbofuran dengan takaran 100% atau 20 kg
Furadanlha menunjukkan tingkat residu karbofuran dalam jerami pada saat
panen nyata lebih rendah yaitu 0.0045 ppm. Translokasi karbofuran di dalam
tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor : a) jenis varietas, b) musim tanam,

c) konsentrasi karbofuran di daerah perakaran, dan d) perkembangan tanaman.

Takaran hrbofuran (%)

Gambar 25. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Rata-raQ
Konsentrasi Residu Kahofuran dalam Jerami pada
Saat Panen (105 HST). Sukamandi. MK 2003.

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 21 menunjukkan bahwa pellakuan
takaran karbofuran nyata berpengaruh terhadap rata-rata konsentrasi residu
karbofuran dalam gabah pada saat panen.
Perlakuan jarak pengamatan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.
Pemberian karbofuran dengan takaran 150% atau 30 kg Furadan/ha
menunjukkan konsentrasi residu karbofuran dalam gabah pada saat panen nyata
lebih tinggi yaitu 0.0084 ppm. Pemberian karbofuran dengan takaran 250% tidak
menunjukkan peningkatan konsentrasi residu karbofuran dalam gabah pada saat
panen secara berarti yaitu 0.0195 ppm. Pemberian karbofuran dengan takaran
100% menunjukkan rata-rata konsentrasi residu karbofuran dalam gabah pada
saat panen nyata lebih rendah yaitu 0.0036 ppm. Hasil penelitian ini
menunjukkan konsentrasi residu karbofuran berkisar antara 0.0019 pprn dan

0.0225 ppm, jadi masih jauh bibawah batas toleransi yaitu 0.2 ppm. Meskipun
demikian perlu diminimalkan untuk menjaga keamanan bagi konsumen beras.
Tabel 21. S i i k Ragam Konsentrasi Residu Kahofucm e
C
a
E
m Gabah @a 105
HST

Koefiden keragarnan (KK) (a) =% KK (b) =%
** : sangat nyata pada taraf 1%
Keterangan :
tn : tidak nyata

Analisis regresi hubungan antara tingkat pemberian karbofuran dan
konsentrasi residu karbofuran dalam gabah saat panen seperti pada Gambar 26.

Gambar 26. Hubungan antara Takaran Karbofuran dan Rata-rata
Konsentrasi Karbofuran dalam Gabah pada Saat
Panen (105 H5T). Swkammdi. IW 2003.
Analisis regresi pada Gambar 26 mengikuti persamaan linier yattu : z = -

0.0009+ 7E45 X (@ = 0.7'77 I)d ' i z adabh komentmtsi residsr M a f i t r a n
dalam g a b h pada saat panen (ppm) dan X adalah t a k a m karbofuran (96)
seperti tetiera pada Gambar 26.

mengakibatkanpeningkatan hmil gabah. Terdapat korelasi positif antara serapan
hara dan hasil gabah kering giling. Pemberian hara N, P, K dengan takaran

150% atau diatasnya &pat rnernberikan dampak negaff tehadap pencemaran
fosfat di dalam air sawah ataupun pengayaan hara fosfat di dalam tanah pada
saat panen, karena unsur hara N, P, K tidak diaerap oCeh tanaman secara efektif
dan terjadi' kelebihan hara N,P, K khususnya hara P dalam sistem air-tanah.

Gambar 27.Hubungan antara Tingkat Pemupukan N, P, K dan
Hasil Gabah Kering Giling Padi Varietas Ciherang
Sukamandi. MK 2003.
4.4.2. Kualitas Hasil

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 23 menunjukDran bahwa perfakuan
takaran pemberian hara N, PI K nyata berpengaruh terhadap rata-rata rendemen
beras giling dan tidak ditemukan perbedaan rendemen bems giting menurut
perlakuan jarak pengamatan.
Rata-rata rendemen beras giling nyata meningkat yaitu 70.51% dengan
takaran pemberian hara N, P, K sebesar 200% dan pada pemberian hara N, PI K
dengan takam 250% tidak menunjukkan peningkatan ra4a-rata rendemen beras
giling yang berarti yaitu 70.61%. Pemberian hara N, PI K dengan takaran 100%
menunjukkan rata-rata rendemen beras giling yang nyata kbih rendah yaitu
70.22%. Standar rendemen beras giling yang ditetapkan oleh BULOG yaitu 70%.

Tabel 23. Pengaruh Takaran Pupuk N, P, K, Karbofuran dan Jarak Pengamatan
terhadap Rata-rata Rendemen Beras Giling dan Beras Pecah Kulit

5% menurut UJ~
~ & a kBerganda ~uncan.BG : Beras giling dan BPK : Beras pecah
kulit.

Analisis regresi hubungan antara takaran pemberian hara N, P, K dan
rendemen beras giling seperti tertera pada Gambar 28 mengikuti persamaan
linier yaitu : z = 69.753 + 0.0036 X ( R =
~ 0.4889~)dimana z adalah rendemen
beras giling (%) dan X adalah takaran pemberian hara N, P, K (%).

50

100
150
200
Pemupukan N, P,K (%)

Gambar 28. Hubungan antara Tingkat Pemupukan N, P, K dan
Rendemen Beras Giling Padi Varietas Ciherang.
Sukamandi. MU 2003.
Banyak faktor yang menentukan rendemen beras giling antara lain sifat
varietas, lokasi dan cara panen, sehingga hubungan antara takaran pemberian
hara N, P, K dan rendemen beras giling tidak dapat dijelaskan secara baik
melalui hubungan linier tersebut terlihat dari koefisien korelasi yang tidak nyata.

780
50

100

150

200

250

Takaran pupuk N, P, K (%)

Gambar29. Hubungan antara Tingkat Pemupuloan N, P, K
dan Persentase Beras Pecah Kulit Padi Varietas
Ciherang. Sukamandi. MK 2003.
Damardjati, et a/., (1982) menyebutkan bahwa persentase beras pecah
kulit selain dipengaruhi oleh faktor varietas, lokasi, cam penggilingan juga
dipengaruhi oleh pasokan hara Id, P, K selama proses pernbentukan gabah,
pengisian gabah dan pematangan. Unsur hara N relatii besar pengaruhnya
terhadap persentase beras pecah kulitl terutama pengaruhnya terhadap
ketebalan lapisan aleuron pada gabah.
Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 25 menunjukkan, baik perlakuan
takaran pemberian hara N, PI K, maupun jarak pengematan tidak nyata
berpengaruh terhadap karakteristik ra€a-rata persentase beras kepala.
Tabel 25. Sidik Ragam Persentase Beras Kepala

Koefisien keragaman (KK) (a) = 1,7%
KK (b) = 0,8%
Keterangan:
* : nyata pada taraf 5%
": sangat nyata pada taraf 1%
tn: tidak nyata

I