Spektrofotometri derivatif ultra violet untuk penentuan kadar kafein dalam minuman suplemen dan ekstrak teh

SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET
UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN DALAM MINUMAN
SUPLEMEN DAN EKSTRAK TEH

FEBRI NERSYANTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

ABSTRAK
FEBRI NERSYANTI. Spektrofotomeri Derivatif Ultraviolet untuk Panentuan Kadar
Kafein dalam Minuman Suplemen dan Ekstrak Teh. Dibimbing oleh DEDEN
SAPRUDIN dan RUDI HERYANTO.
Metode spektrofotometri derivatif ultraviolet (SDUV) yang relatif murah, cepat,
dan dapat dipercaya dikembangkan untuk analisis kuantitatif kafein dalam minuman
suplemen dan teh tanpa pemisahan dari matriksnya. Hasil penentuan kadar kafein yang
diperoleh dari metode SDUV dibandingkan dengan hasil kuantifikasi kafein dengan
metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Kuantifikasi kafein secara SDUV dilakukan berdasarkan pengukuran amplitudo
puncak ke garis dasar pada panjang gelombang 274 nm untuk minuman suplemen dan
293 nm untuk teh. Hasil analisis kafein secara SDUV terhadap minuman suplemen dan
teh menunjukkan kadar berturut-turut sebesar 335.99 ppm, dan untuk teh sebesar 1.91%.
Hasil analisis kafein secara KCKT terhadap minuman suplemen dan teh menunjukkan
kadar berturut-turut sebesar 333.91 ppm dan 1.74%. Analisis secara statistik dengan
menggunakan uji t menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada minuman
suplemen, namun pada teh terdapat perbedaan yang nyata. Uji F dari kedua contoh tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata.
Uji linearitas pada metode SDUV untuk minuman suplemen dan teh menghasilkan
koefisien korelasi (r) masing-masing sebesar 0.9995 dan 0.9991 pada kisaran 2- 10 ppm.
Nilai simpangan baku relatif untuk uji ketelitian pada minuman suplemen sebesar 1.26%
dan teh sebesar 4.71%. Nilai perolehan kembali adalah 99.17-101.25% untuk minuman
suplemen dan 99.50-106.75% untuk teh. Limit deteksi pada minuman suplemen sebesar
0.18 ppm dan pada teh sebesar 0.58 ppm. Nilai limit kuantisasi pada minuman suplemen
sebesar 0.54 ppm dan pada teh sebesar 1.76 ppm.

ABSTRACT
FEBRI NERSYANTI. Ultraviolet Spectrophotometry Derivative for the Quantification of
Caffeine in Energy Drink and Tea. Supervised by DEDEN SAPRUDIN and RUDI

HERYANTO.
The relative cheap, fast, and reliable ultraviolet derivative spectrophotometry
(UVDS) method was developed for quantitative determination of caffeine in the energy
drink and tea without elimination of the matrix. Caffeine analysis using UVDS method
was compared with high pressure liquid chromathography (HPLC) method.
Caffeine quantification using UVDS method was based on the measurement of
peak to baseline amplitude at the wavelength of 274 nm for energy drink and at 293 nm
for tea. Caffeine analysis using UVDS method on the energy drink and tea showed the
concentration of 335.99 ppm and 1.91%, respectively. Caffeine analysis using HPLC
method on the energy drink and tea showed the concentration of 333.91 ppm and 1.79%,
respectively. Statistical analysis by t test for energy drink did not show difference
between the two methods and for tea showed difference between the two methods. F test
for two samples did not show difference between the two methods.
The linearity test of the UVDS method presented a correlation coefficient (r) of
0.9995 for energy drink and 0.9991 for tea in the range 2-10 ppm. Relative standard
deviation were 1.26% for energy drink and 4.71% for tea. Recovery were 99.17-101.25%
for energy drink and 99.50-106.75% for tea. The limit of detection were 0.18 ppm for
energy drink, 0.58 ppm for tea. The limit of quantification were 0.54 for energy drink and
1.76 ppm for tea.


SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF ULTRAVIOLET
UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN DALAM MINUMAN
SUPLEMEN DAN EKSTRAK TEH

FEBRI NERSYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul
Nama
NRP


: Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet untuk Penentuan Kadar Kafein dalam
Minuman Suplemen dan Ekstrak Teh
: Febri Nersyanti
: G44201012

Menyetujui:
Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Deden Saprudin, M.Si.
NIP 132126040

Rudi Heryanto, S.Si, M.Si.
NIP 132311929

Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor


Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S
NIP 131473999

Tanggal lulus: mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul
Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet untuk Penentuan Kadar Kafein dalam
Minuman Suplemen dan Ekstrak Teh ini disusun berdasarkan penelitian yang
dilakukan penulis sejak bulan Juli hingga Januari 2006 di Laboratorium Kimia Analitik
Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor, Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian
Bogor, dan Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.
Selama melaksanakan penelitian hingga penulisan karya ilmiah, penulis banyak
mendapat bantuan dan bimbingan berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih terutama kepada Bapak Drs. Deden Saprudin, M.Si dan Bapak
Rudi Heryanto, S.Si, M.Si, selaku pembimbing atas segala saran, pengarahan, dan
ilmunya kepada penulis. Bapak Mohammad Rafi S.Si yang telah banyak membantu

mengatasi kesulitan penulis dan kepada program hibah kompetisi A2 yang telah
mendanai penelitian ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada
keluarga besar penulis atas doa, semangat, cinta dan kasih sayangnya. Penghargaan dan
terima kasih penulis sampaikan kepada Om Em, Bapak Ridwan, Bapak Manta, dan Bapak
Kosasih.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat satu tim, Sri, Sekar, Mas Heri,
dan teman-teman kimia angkatan 38 atas bantuan, semangat, dan dorongannya, serta
semua pihak yang tidak dapat disebut satu per-satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2006

Febri Nersyanti

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Februari 1983 dari ayah Ir. Sugiarto dan
ibu Sri Widji Hartati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tambun dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih

Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten untuk mata kuliah Kimia
Analitik II pada tahun ajaran 2004/2005 dan Kimia Analitik I pada tahun ajaran 2005/2006.
Pada bulan Juni sampai Agustus 2004 penulis mengikuti Praktik Lapangan di PT Indofarma
(Persero) Tbk, Cikarang Barat, Bekasi.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL……………………………………………………………............... viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...................... viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..............

ix

PENDAHULUAN…………………………..................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA

Kafein.................................................................................................................
Spektrofotometri Ultraviolet..............................................................................
Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet (SDUV)................................................
Filter Penghalusan Savitzky-Golay...................................................................
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).......................................................
Pengembangan dan Validasi Metode.................................................................

1
2
2
3
3
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat...................................................................................................
Metode Penelitian...............................................................................................

4
4


HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Parameter Metode SDUV................................................................
Validasi Metode Analisis SDUV......................................................................
Perbandingan Hasil Analisis antara Metode SDUV dan KCKT.......................

5
8
9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan............................................................................................................ 10
Saran.................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 10
LAMPIRAN.................................................................................................................... 12

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Konsentrasi standar kafein dan amplitudo spektrum pada kondisi optimum.....................


7

2 Hasil uji presisi untuk minuman suplemen dan eksrak teh...............................................

8

3 Perolehan kembali untuk minuman suplemen dan ekstrak teh..........................................

8

4 Waktu retensi dari kromatogram......................................................................................

9

5 Kadar kafein dalam minuman suplemen dan teh dengan metode KCKT........................

9

6 Perbandingan hasil penentuan kafein antara metode SDUV dan KCKT........................


9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kafein....................................................................................................................

1

2 Spektrum turunan dari absorpsi pita Gauss.....................................................................

3

3 Spektrum standar dan contoh pada konsentrasi 4 ppm....................................................

5

4 Spektrum standar dan contoh (6 ppm) pada kondisi awal (a), pada turunan pertama (b), dan
turunan kedua (c)............................................................................................................

6

5 Spektrum standar (4 ppm) dan contoh (4 ppm) pada turunan pertama (a), dan pada turunan
kedua (b)...........................................................................................................................

6

6 Kurva standar untuk minuman suplemen (a) teh (b) dengan rentang konsentrasi 2-10
ppm...................................................................................................................................

7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian.................................................................................................... 13
2 Uji ANOVA dari standar pada laju penyapuan 100, 200, 400, 800, dan
1200 nm/menit............................................................................................................

14

3 Uji ANOVA dari standar di derivat 2 pada laju penyapuan 100, 200, dan
400 nm/menit............................................................................................................

14

4 Penentuan kadar dari minuman suplemen dan teh dengan metode SDUV...............

14

5 Data hasil uji akurasi dengan metode SDUV..................…………………................ 15
6 Data hasil uji linearitas, limit deteksi, dan limit kuantisasi........................................

16

7 Kromatogram standar kafein 400 ppm.........................................…………………... 17

8 Kromatogram minuman suplemen...............................................…………………... 17
9 Kromatogram teh.......................................................................…………………...

18

10 Penentuan kadar dari minuman suplemen dan teh dengan metode KCKT............... 19
11 Perhitungan uji t dan F............................................................................................... 20

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid
yang banyak terdapat di daun teh (Camellia
sinensis), biji kopi (Coffea arabica), dan biji
coklat (Theobroma cacao) (Coffeefag 2001).
Kafein memiliki efek farmakologis yang
bermanfaat
secara
klinis,
seperti
menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi
otot polos terutama otot polos bronkus, dan
stimulasi otot jantung (Coffeefag 2001).
Berdasarkan efek farmakologis tersebut
seringkali kafein ditambahkan dalam jumlah
tertentu ke minuman suplemen. Efek
samping dari penggunaan kafein secara
berlebihan (overdosis) dapat menyebabkan
gugup,
gelisah,
tremor,
insomnia,
hiperestesia, mual, dan kejang (Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI 2002).
Beberapa metode sudah dikembangkan
dalam penentuan kadar kafein. Metodemetode tersebut adalah metode titrasi (British
Pharmacopeia
1993), spektrofotometri
(AOAC 1999), kromatografi gas (AOAC
1999) dan kromatografi cair kinerja tinggi
(USP 1996; Altun 2001). Dibandingkan
ketiga
metode
tersebut,
metode
spektrofotometri merupakan metode yang
relatif cepat, murah, dan umum digunakan.
Dalam perkembangannya spektrofotometri
terbagi menjadi spektrofotometri konvensional dan spektrofotometri derivatif. Metode
spektrofotometri konvensional memiliki
keterbatasan, yaitu tidak dapat digunakan
secara langsung untuk analisis secara
kuantitatif maupun kualitatif dari contoh
yang memiliki matriks kompleks, sehingga
harus dilakukan pemisahan analat dari
matriks (El-Sayed et al. 2001). Pemisahan
kafein dari matriks dapat menjadi sumber
kesalahan analisis dan memperpanjang waktu
analisis. Oleh karena itu, diperlukan metode
lain yang lebih cepat, murah dengan tingkat
ketelitian dan ketepatan yang tinggi, serta
dapat mengatasi efek matriks tanpa harus
memisahkannya terlebih dahulu.
Beberapa peneliti telah melaporkan
pengembangan dari metode spektrofotometri
konvensional untuk mengatasi hal tersebut,
seperti penentuan kafein di dalam minuman
(Alpdogan et al. 2000), asam askorbat pada
sayuran (Aydogmus et al. 2001), penentuan
losartan di dalam sediaan farmasi (Ansari et
al. 2004), penentuan total flavonoid dari
ekstrak tanaman Brazilian (Rolim et al. 2005,
siap terbit) dan lain-lain.

Pengaruh matriks dan alat spektrofotometer
yang
berbeda
menyebabkan
perbedaan hasil analisis. Oleh karena itu, untuk
penentuan kafein yang terkandung di dalam
minuman suplemen dan ekstrak teh dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis Hitachi
2800 perlu dilakukan validasi atau pengujian
terhadap kinerja analitiknya. Pengujian kinerja
analitik diperlukan untuk menjamin keabsahan
dan keakuratan data hasil analisis. Parameterparameter yang digunakan antara lain linearitas,
presisi, akurasi, limit deteksi, dan limit
kuantisasi. Tujuan penelitian ini adalah
mengembangkan metode spektrofotometri
derivatif ultraviolet untuk penentuan kadar
kafein dalam minuman suplemen dan ekstrak
teh. Hipotesis penelitian ini adalah metode
spektrofotometri derivatif ultraviolet untuk
penetapan kadar kafein dalam minuman
suplemen dan ekstrak teh memiliki validitas
yang tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Kafein
Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid
yang terdapat pada tumbuhan. Kafein dapat
disebut juga sebagai tein (Farmakologi Fakultas
Kedokteran UI 2002). Kafein termasuk salah
satu derivat xantin yang mengandung gugus
metil. Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin dengan
rumus molekul C8H10N4O2 yang terdapat pada
Gambar 1. Kafein memiliki sifat fisis seperti
berbentuk kristal dengan warna putih, memiliki
titik leleh 234o C, larut dengan air (15 mg/ml)
dan kloroform, serta memiliki rasa agak pahit
(British Pharmacopeia 1993).
O
H 3C

O

CH 3
N

N
N

N

CH 3

Gambar 1 Struktur kafein.
Penelitian membuktikan bahwa kafein
memiliki efek sebagai stimulasi sel syaraf pusat,
otot jantung, dan meningkatkan diuresis
(Farmakologi Fakultas Kedokteran UI 2002),
sehingga kafein dapat bermanfaat secara klinis.
Pengaruh tersebut timbul pada pemberian
kafein 85-250 mg. Jika dosis pemberian kafein
ditingkatkan, maka akan menyebabkan gugup,
gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia, mual,
dan kejang (Farmakologi Fakultas Kedokteran
UI 2002). Intensitas efek kafein ini berbeda

2

untuk setiap organ (Farmakologi Fakultas
Kedokteran UI 2002). Berdasarkan FDA
(Food Drug Administrasion) diacu dalam
Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan
antara 100-200 mg. Kombinasi tetap kafein
dengan analgetik seperti aspirin digunakan
untuk pengobatan sakit kepala (Farmakologi
Fakultas Kedokteran UI 2002; Liska 2004).
Minuman suplemen umumnya mengandung
kafein. Formula dari minuman
suplemen ini selain mengandung zat aktif
juga mengandung plasebo. Plasebo ialah
senyawa yang tidak mengandung zat aktif,
senyawa ini umumnya dihubungkan sebagai
bahan tambahan farmasetik, seperti bahan
pengisi, pengental, pembawa, zat penstabil,
zat pengawet, zat pemberi rasa, dan zat
pemanis (Ansel 1989).
Tanaman teh berdasarkan taksonomi
termasuk golongan divisi: Spermatophyta,
sub
divisi:
Angiospermae,
kelas:
Magnoliopsida, subkelas: Dilleniidae, ordo:
Theales, suku: Theaceae, genus: Camellia,
spesies: sinensis. Jenis teh sangat beragam,
begitu juga dengan kualitas hasil olahannya.
Namun, umumnya jenis teh dibagi menjadi
tiga berdasarkan waktu dari lamanya proses
fermentasi yaitu, teh hijau dibuat tanpa
melalui proses fermentasi, teh oolong
dihasilkan melalui proses semi fermentasi,
dan teh hitam dibuat melalui proses
fermentasi. Kandungan dalam teh beraneka
ragam antara lain kafein, teofilin, vitamin K,
vitamin C, vitamin A, vitamin B (B1, B2,
B6), K, Na, Mn, Cu, F, flavonoid, dan tanin
(MLDI 2000). Kadar kafein dalam daun teh
sekitar 2%, (Farmakologi Fakultas Kedokteran UI 2002; Hesse 2002).
Spektrofotometri Ultraviolet

Keterangan:
A : Absorbansi
ε : Absortivitas molar (l/mol cm)
b : Ketebalan benda yang dilewati cahaya (cm)
c : Konsentrasi analat (mol/l)
Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet
(SDUV)
Metode SDUV merupakan perkembangan
dari spektrofotometri konvensional yang
memerlukan peralatan optik, elektronik, dan
metode matematika untuk menghasilkan
turunan spektrum (Owen 1996). Metode SDUV
dapat digunakan untuk contoh yang memiliki
matriks kompleks, sehingga penentuan baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dapat
dilakukan tanpa harus melakukan pemisahan
antara analat dengan matriksnya. Metode ini
dapat digunakan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum pada kurva yang lebar
secara akurat dengan melakukan penurunan
spektrum. Metode ini memiliki kelebihan, yaitu
dapat menghasilkan sidik jari yang lebih baik
dibandingkan dengan spektrum absorpsi yang
umumnya, menghasilkan absobansi maksimum
dari pita yang lebar, serta dapat meningkatkan
daya pisah dari spektrum yang mengalami
tumpang tindih (O’Haver 1979; Harris &
Bashford 1987; Ansari et al. 2004).
Penurunan data spektrum dilakukan dengan
metode matematika yaitu dengan memplot
slope atau gradient (Skujins et al. 1986) dari
serapan dengan nilai panjang gelombang (Owen
1996). Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Orde nol
: A=f( )
Orde pertama

Suatu berkas sinar jika melewati suatu
medium yang bersifat homogen, maka
sebagian dari cahaya datang akan diabsorpsi,
sebagian lagi dipantulkan, dan sisanya akan
ditransmisikan dengan efek intesitas murni.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer dapat
diketahui hubungan antara absorbansi, tebal
sel, konsentrasi, dan intesitas cahaya. Hukum
Beer dapat diterapkan hanya untuk radiasi
monokromatik dan memiliki sifat dasar
sebagai spesies penyerap yang tidak berubah
sepanjang jangkauan konsentrasi yang diteliti
(Harris & Bashford 1987)
A = ε c b = log Io/I

Orde kedua
Orde ke-n

dA
= ƒ'( )
d
d 2A
= ƒ''( )
:
d 2
dnA
= ƒ'n( )
:
d n
:

Penentuan secara kuantitatif dari senyawa
memenuhi hukum Lambert-Beer baik pada
spektrum asli (zero order), maupun pada
spektrum turunan. Pada spektrofotometri
derivatif ultraviolet, hukum Lambert-Beer
menyatakan bahwa konsentrasi analat
berhubungan secara linear terhadap amplitudo
pada panjang gelombang tertentu (Popovic et al

3

1999). Spektrum turunan lebih kompleks
dibandingkan dengan spektrum aslinya,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Spektrum turunan dari absorpsi
pita Gauss.
Pada spektrum orde nol, konsentrasi
analat sebanding dengan absorbans pada
panjang gelombang tertentu. Pada spektrum
turunan, konsentrasi analat sebanding dengan
amplitudo. Jenis-jenis amplitudo dalam
spektroskopi derivatif ultraviolet adalah DL
(amplitudo pada puncak tertinggi ke puncak
lain), Ds (amplitudo pada puncak ke puncak
lain), dan Dz (amplitudo dari puncak ke garis
nol). Untuk membuat kurva kalibrasi, maka
dipilih amplitudo yang memberikan linearitas
terbaik (Skujins et al. 1986).
Filter Penghalusan Savitzky-Golay

Kemampuan untuk menemukan puncak
absorpsi pada orde turunan yang lebih tinggi
sangat ditentukan oleh signal to noise ratio
(S/N) pada data spektrum asli. Hal yang
terpenting adalah meminimalkan noise tanpa
mengurangi informasi yang ada. Oleh karena
itu, perlu dilakukan proses penghalusan data
(smoothing) selama penurunan spektrum.
Filter penghalusan Savitzky-Golay dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil
sehingga menghasilkan fungsi baru yang
dinamakan least-squares digital polynomial
smoothing filters (Skujins et al. 1986). Proses
penghalusan secara polinomial merupakan
perluasan prinsip dari moving average
dengan modifikasi pada vektor titik berat.
Penghalusan Savitzky Golay umumnya
digunakan pada spektrofotometri. Adanya
penghalusan yang terlalu besar akan
mengakibatkan
penyimpangan
pada
spektrum yaitu dengan menurunnya intensitas dan pemisahan (Brereton 2003).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Salah satu metode pemisahan komponenkomponen campuran yang cuplikannya dalam
keadaan kesetimbangan diantara dua fase yaitu
fase diam yang dapat menahan cuplikan dan
fase gerak yang dapat membawa cuplikan
disebut metode kromatografi.
Pada penentuan kafein digunakan metode
USP 1996. Pengukuran dilakukan dengan
detektor ultraviolet pada panjang gelombang
280 nm, volume injeksi 10 μl, laju alir 1.0
ml/menit dan kolom C18 dengan fasa gerak
merupakan campuran dari dapar natrium asetat
trihidrat dengan asetonitril. Metode ini
merupakan kromatografi fase balik, hal ini
dkarenakan fase diam bersifat non-polar dan
fase gerak bersifat polar (Christian 2004).
Pengembangan dan Validasi Metode Analisis
Validasi adalah proses untuk membuktikan
metode analisis dapat diterima untuk tujuan
yang diharapkan (Green 1996). Berdasarkan
Departemen Kesehatan (2001), validasi ialah
suatu tindakan pembuktian dengan cara yang
sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan,
sistem, dan perlengkapan atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi dan pengawasan
akan senatiasa mencapai hasil yang diinginkan.
Parameter-parameter
yang
digunakan
dalam penetapan validasi, yakni limit deteksi,
limit kuantisasi, linearitas, akurasi, presisi,
spesifiktivitas, robustness (SAC-SINGLAS
2002; Chan et al. 2004).
Linearitas
Linearitas sebagai suatu prosedur analisis
yang mampu memberikan hasil (misal
absorbans) yang sebanding dengan konsentrasi
(jumlah analat) di dalam contoh (ICH diacu
dalam Chan et al. 2004). Pada pengukuran
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis
maka konsentrasi analat akan berbanding lurus
dengan absorban. Hal tersebut sesuai dengan
hukum Beer. Persamaan linearitas yang
digunakan ialah Y = a + bX. Syarat penerimaan validasi untuk uji linearitas adalah (r) ≥
0.9995 (AOAC).
Presisi
Presisi suatu prosedur analisis menujukkan
ukuran kedekatan nilai sederet pengukuran dari
beberapa contoh yang serba sama pada kondisi
yang telah ditentukan (Chan et al. 2004). Presisi
dalam metode kimia analisis dinyatakan dalam
% SBR. Presisi dapat dibagi menjadi dua, yakni
keterulangan (repeatability) dan ketertiruan

4

(reproducibility) (SAC-SINGLAS 2002).
Keterulangan merupakan presisi yang
dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan
menggunakan metode, operator, peralatan,
laboratorium, dan waktu yang sama.
Sedangkan, ketertiruan menunjukkan presisi
yang dihitung dari hasil penetapan ulangan
dengan menggunakan metode yang sama,
tetapi dilakukan oleh operator, peralatan,
laboratorium, dan waktu yang berbeda.
Kriteria % SBR menurut AOAC adalah
sangat teliti (% SBR < 1), teliti (% SBR = 12), sedang (% SBR = 2-5), dan tidak teliti (%
SBR > 5).
Akurasi
Akurasi prosedur analisis menunjukkan
kedekatan nilai yang sebenarnya dan nilai
yang terukur. Analisis kimia dari suatu
sampel dapat dikatakan tepat jika nilai yang
diperoleh dekat dengan nilai absolut atau
nilai yang sebenarnya. Akurasi biasanya
dilaporkan sebagai persen perolehan kembali
(recovery) yang diharapkan berada pada
selang 80-110% (AOAC).
Limit deteksi dan limit kuantisasi
Limit deteksi ialah konsentrasi terendah
analat dalam sampel yang dapat dideteksi
dan ditentukan berbeda nyata secara statistika
dari pengukuran blanko (Green 1996; SACSINGLAS
2002).
Sedangkan,
limit
kuantisasi ialah konsentrasi terendah dari
analat yang masih dapat dideteksi pada
tingkat presisi dan akurasi yang layak (Green
1996; SAC-SINGLAS 2002). Penentuan
limit deteksi dan limit kuantisasi dapat
dilakukan dengan pendekatan berdasarkan
sinyal ke noise, serta plot rata-rata blanko ke
kurva kalibrasi standar (SAC-SINGLAS
2002).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan ialah
standar kafein, akuabides, asetonitril, natrium
asetat trihidrat, asam asetat glasial, minuman
suplemen, dan teh komersil. Kedua contoh
diperoleh dari beberapa pasar swalayan yang
terdapat di Bogor.
Alat-alat
yang
digunakan
ialah
spektrofotometer UV-Vis Hitachi 2800,
piranti lunak UV-solutions versi-2 Hitachi,
KCKT Thermofiniggan yang dilengkapi
dengan detektor UV (280 nm) dan kolom C8

(Chromosorb), 1 set peralatan komputer, filter
millex HV 0,22 m, filter vacuum dengan
porositas 0,45 m,
syringe, kuvet, dan
peralatan kaca.

Metode Penelitian
Analisis Kuantitatif Kafein dengan
SDUV

Preparasi larutan stok standar. Larutan
standar dibuat dengan menimbang kafein
sebesar 0.01 g, kemudian dilarutkan dalam
akuabides hingga volumenya 100 ml.
Konsentrasi larutan stok standar diperoleh
adalah 100 ppm. Kurva kalibrasi diperoleh
dengan membuat serangkaian standar dengan
konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Lalu diukur
dengan spektrofotometri derivatif UV pada laju
penyapuan 100, 200, 400, 800, dan 1200
nm/menit.
Preparasi contoh. Minuman suplemen
dilarutkan dalam akuabides dengan konsentrasi
5 ppm. Bahan simplisia kering teh sebanyak 1 g
dididihkan dengan akuabides sebanyak 50 ml
hingga volume mencapai 25 ml. Ekstrak
disaring dan ditepatkan volumenya menjadi 50
ml (Alpdogan et al. 2000). Lalu teh dan
minuman suplemen dilarutkan dalam akuabides
dengan konsentrasi 5 ppm. Kedua larutan ini
dianalisis dengan metode spektrofotometri UV
pada laju penyapuan 100, 200, 400, 800, dan
1200 nm/menit. Kemudian baik standar
maupun sampel dilakukan overlay, lalu diproses
menggunakan kemometrik sehingga diperoleh
kondisi optimum dan yang tepat.
Analisis kuantitatif dengan KCKT
Analisis penentuan kadar kafein yang
terkandung pada sampel menggunakan KCKT
merupakan metode USP yang dimodifikasi.
Pengukuran dilakukan dengan detektor UV
pada panjang gelombang 280 nm, volume
injeksi 10 μl, laju alir 1.0 ml/menit dan kolom
C8.
Preparasi fasa gerak. Natrium asetat trihidrat
ditimbang sebanyak 1.36 g, lalu dimasukkan ke
labu takar 1000 ml. Kemudian dilarutkan
dengan 100 ml air dan dikocok hingga larut.
Asam asetat glasial sebanyak 5 ml
ditambahkan, lalu dilarutkan dengan air hingga
volumenya 1000 ml. Asetonitril sebanyak 70 ml
dimasukkan ke labu takar 1000 ml, kemudian

5

dilarutkan dengan dapar yang telah dibuat
hingga volumenya 1000 ml.
Preparasi larutan stok standar kafein.
Standar kafein ditimbang sebanyak 0.1 g,
kemudian dilarutkan dalam fasa gerak hingga
volumenya 100 ml. Konsentrasi larutan stok
standar diperoleh adalah 1000 ppm. Kurva
kalibrasi diperoleh dengan membuat
serangkaian standar dengan konsentrasi 400
ppm.
Preparasi contoh. Bahan simplisia kering
teh 1 g dididihkan dengan akuabides
sebanyak 50 ml hingga volume mencapai 25
ml. Ekstrak disaring dan ditepatkan
volumenya menjadi 50 ml. Untuk minuman
suplemen tidak dilakukan preparasi. Kedua
larutan diinjeksikan ke dalam kolom KCKT.
Validasi Metode Analisis Spektrofotometri
Ultraviolet Derivatif
Linearitas. Deret standar dibuat pada
konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm dengan
cara membuat 3 seri larutan standar.
Persamaan linear yang digunakan ialah Y = a
+ bX serta linearitasnya diketahui dari nilai
koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi (r)
dirumuskan sebagai berikut:
Σ i {(Xi − X )(Yi − Y )}
r
=
2
2
Σ i (X i − X ) Σ i (Yi − Y )

(

)(

)

Keterangan:
r = koefisien korelasi
Xi = konsentrasi zat aktif masing-masing
contoh
x = konsentrasi zat aktif rata-rata
Yi = respons detektor masing-masing contoh
Y = respons detektor rata-rata
Presisi. Larutan contoh disiapkan untuk
konsentrasi 5 ppm dibuat enam kali ulangan
dan dianalisasi pada waktu yang bersamaan
untuk mendapatkan keterulangan. Penentuan
presisi berdasarkan penentuan SBR.
SB
SBR

Σ i (X i − X )
n −1
= 100% . SB
X

=

Akurasi. Larutan stok masing-masing contoh
dibuat dengan konsentrasi kafein sebesar 100
ppm dan larutan stok standar 100 ppm.
Sebanyak 0.3 ml sampel dipindahkan ke dalam
labu takar 10 ml dan ditambahkan larutan
standar kafein masing-masing sebanyak 0.1,
0.3, dan 0.5 ml kemudian ditepatkan volumenya
dengan akuabides. Masing-masing penambahan
standar dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Penentuan akurasi dengan menentukan nilai
persen perolehan kembali (%PK).
%PK =

Jumlah ditemukan

x100%

Jumlah teori

Limit deteksi dan limit kuantisasi. Parameter
limit deteksi dan limit kuantisasi ditentukan dari
kurva standar. Rumus yang digunakan adalah
LoD
= 3.3 x SB
S
LoQ = 10 SB
S
SB adalah simpangan baku dari intersep dan
S merupakan kemiringan dari kurva standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Parameter Metode SDUV
Serapan spektrum dari standar kafein,
minuman suplemen, dan teh diperlihatkan di
Gambar 3. Serapan contoh lebih besar
dibandingkan dengan standar pada konsentrasi
yang sama yaitu 4 ppm. Hal ini dapat
dikarenakan pada contoh terkandung matriks
yang dapat memberikan serapan pada panjang
gelombang yang sama. Metode spektrofotometri konvensional tidak dapat digunakan
pada kondisi tersebut, karena akan menyebabkan perolehan hasil yang tidak akurat.
Absorbans
2.5
2.0

2

Keterangan:
SB
= simpangan baku
SBR
= simpangan baku relatif
= kadar kafein tiap ulangan
Xi
X
= kadar kafein rata-rata
n
= banyaknya ulangan

1.5
1.0
0.5
0.0
nm
200

250

300

350

Gambar 3 Spektrum standar dan contoh pada
konsentrasi 4 ppm.
Keterangan : hitam = standar,
merah = minuman suplemen, dan
biru = ekstrak teh.

6

Pada penentuan kafein dengan SDUV
dilakukan pencarian kondisi optimum.
Parameter yang digunakan untuk penentuan
kondisi optimum ialah laju penyapuan (scan
speed), orde turunan (derivative order), orde
penghalusan (smoothing), dan jumlah jendela
(number of point). Pemilihan kondisi
optimum untuk laju penyapuan berdasarkan
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
scanning,
namun
tanpa
mengurangi
perolehan informasi atau data. Kondisi
optimum untuk orde turunan dipilih jika nilai
ketelitian yang diperoleh baik, dan
didapatkan bentuk spektrum yang saling
berhimpit antara standar dan contoh.
Pemilihan kondisi optimum untuk orde
penghalusan dan jumlah jendela didasarkan
pada intesitas dan resolusi dari spektrum
(Brereton 2003).
a
Absorbans
1.5

1.0

0.5

0.0
nm
200

250

300

Kondisi awal dilakukan penentuan terhadap
besarnya laju penyapuan yang akan digunakan.
Laju penyapuan yang akan diuji yaitu 100, 200,
400, 800, dan 1200 nm/menit. Laju penyapuan
400 nm/menit merupakan kondisi optimum
untuk melakukan scanning spektrum dari
kafein. Hal ini dikarenakan pada laju penyapuan
400 nm/menit waktu pembacaan lebih cepat
dibandingkan pada laju penyapuan 100 dan 200
nm/menit. Selain itu, perolehan informasi dari
spektrum pada laju penyapuan 400 nm/menit
lebih akurat dibandingkan pada laju penyapuan
800 dan 1200 nm/menit. Kondisi awal pada laju
penyapuan 100, 200, 400, 800 dan 1200
nm/menit dari spektrum tidak memperlihatkan
adanya perbedaan pada nilai absorban (Gambar
4a), namun pada spektrum turunan nilai
amplitudo dari spektrum berbeda (Gambar 4b).
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan interval
panjang gelombang pada saat scanning. Uji
ANOVA pada saat kondisi awal spektrum
menunjukkan tidak ada perbedaan secara
signifikan terhadap kelima laju penyapuan
tersebut
(Lampiran
2).
Lampiran
3
memperlihatkan bahwa uji ANOVA dari nilai
amplitudo pada laju penyapuan 100, 200, dan
400 nm/menit tidak berbeda secara signifikan.
a

350

dA/dλ
0 .0 2

b

0 .0 1
0 .0 0

dA/dλ
0.05

-0 .0 1

0.00

-0 .0 2
-0 .0 3
-0 .0 4
-0 .0 5

-0.05

-0 .0 6
nm
200

-0.10
nm
200

c

250

300

350

b

250

300

250

300

350

dA2/dλ2

0 .0 0 1

dA2/dλ2

0.015

0 .0 0 0

0.010
-0 .0 0 1

0.005

-0 .0 0 2

0.000
-0.005

nm
200

-0.010

350

nm
200

250

300

350

Gambar 4 Spektrum standar (6 ppm) pada
kondisi awal (a), pada turunan
pertama (b), dan pada turunan
kedua (c).
Keterangan : hitam
biru
merah
biru tua
cokelat

= laju penyapuan 100 nm/menit,
= laju penyapuan 200 nm/menit,
= laju penyapuan 400 nm/menit,
= laju penyapuan 800 nm/menit,
= laju penyapuan 1200 nm/menit.

Gambar 5 Spektrum standar (4 ppm) dan
contoh (4 ppm) pada turunan
pertama (a), dan pada turunan
kedua (b).
Keterangan : hitam = standar,
merah = minuman suplemen, dan
biru = ekstrak teh.

Pengaruh matriks di contoh dapat
meningkatkan serapan pada spektrum. Oleh
karena itu, diperlukan derivatisasi terhadap

7

spektrum untuk mengurangi efek matriks
yang terkandung di dalam contoh. Gambar
5(a) menunjukan orde turunan pertama. Pada
orde turunan pertama spektrum standar dan
contoh tidak berhimpit. Hal ini dapat
dikarenakan, matriks yang terkandung pada
contoh belum dapat dihilangkan, sehingga
diperlukan orde turunan yang lebih tinggi
untuk
menghilangkan
efek
matriks
(Alpdogan et al. 2000).
Gambar 5(b) menunjukkan spektrum
pada orde turunan kedua. Pada turunan orde
kedua diperoleh pola spektrum yang
berhimpit antara standar dan contoh pada
panjang gelombang 270 hingga 350 nm. Hal
ini berarti, bahwa adanya himpitan
menandakan hanya serapan kafein saja yang
terjadi pada panjang gelombang tersebut.
Orde turunan kedua menghasilkan himpitan
antara spektrum standar dengan contoh. Oleh
karena itu, orde turunan kedua dipilih sebagai
kondisi optimum untuk analisis kuantitatif
dari minuman suplemen dan ekstrak teh
dengan menggunakan spektrofotometer UVVis Hitachi 2800. Orde turunan yang lebih
tinggi tidak dipilih, karena semakin tinggi
orde turunan maka penurunan S/N akan
semakin besar. Semakin kecil nilai S/N
menyebabkan noise sulit dibedakan dari
analat (Owen 1996). Panjang gelombang
yang digunakan untuk analisis minuman
suplemen dan ekstrak teh masing-masing
ialah 274 nm dan 293 nm. Perbedaan panjang
gelombang pada kedua contoh dikarenakan
bedanya kandungan dari kedua contoh.
Penentuan amplitudo dilakukan dari puncak
ke garis nol, sehingga dinamakan metode DZ
(amplitude zero) atau peak to zero (Fell AF
et al. 1981; Skujins et al. 1986).
Proses penghalusan spektrum dengan
menggunakan
filter
bertujuan
untuk
menghilangkan noise dan mempertahankan
perbandingan antara sinyal dengan noise
(S/N) sesuai spektrum pada kondisi awal.
Teknik yang digunakan untuk penghalusan
spektrum adalah Savitzky-Golay, teknik ini
umumnya digunakan pada spektrofotometri.
Proses penghalusan yang terlalu tinggi dapat
mengurangi intensitas dan resolusi pada
spektrum, sedangkan apabila terlalu rendah
maka noise masih terdapat di dalam
spektrum. Jumlah jendela dapat memberikan
pengaruh terhadap spektrum. Semakin besar
nilai dari jumlah jendela dapat menyebabkan
intensitas dan resolusi spektrum semakin
menurun
sehingga
dapat
terjadi
penyimpangan di dalam analisis kuantitatif
(Brereton 2003). Oleh karena itu, penentuan

orde penghalusan dan jumlah jendela yang tepat
sangat penting untuk mencapai tujuan analisis
kuantitatif. Penentuan kafein pada minuman
suplemen dan ekstrak teh digunakan orde
penghalusan 2 dengan jumlah jendela untuk
minuman suplemen dan ekstrak teh masingmasing ialah 25 dan 27. Jumlah jendela dari
kedua contoh berbeda dikarenakan
kedua
sampel memiliki matriks yang tidak sama.
Tabel

1

Konsentrasi standar kafein dan
amplitudo spektrum pada kondisi
optimum

Konsentrasi
standar kafein
(ppm)

Amplitudo x 10-5

= 274 nm

= 293 nm

2

15

13

4

31

26

6

48

41

8

63

54

10

80

69

a
Amplitudo
100
80

y = -1.4 + 7 x (10-5)
r = 0.9999

60
40
20
0
0

b

5
10
Konsentrasi (ppm)

15

Amplitudo
80

y = -1.2 + 8.1 x (10-5)
r = 0.9998

60
40
20
0
0

5

10

15

Konsentrasi (ppm)

Gambar 6 Kurva standar untuk minuman
suplemen (a), kurva standar untuk
ekstrak teh (b) dengan rentang
konsentrasi 2 hingga 10 ppm.
Persamaan kurva standar dibuat dengan
membuat plot hubungan antara konsentrasi dan
amplitudo puncak ke garis nol (Dz). Berdasarkan Tabel 1 diperoleh persamaan garis kurva
standar (Gambar 6), dan diperlihatkan adanya
hubungan yang linear antara konsentrasi standar
dengan amplitudo hal ini sesuai dengan hukum
Lambert-Beer. Persamaan garis kurva standar
untuk minuman suplemen yaitu Y = -1.2 + 8.1 X
(x 10-5) dengan nilai regresi sebesar 0.9999.

8

Sedangkan, untuk ekstrak teh yakni Y = -1.2
+ 7 X (x 10-5) dan nilai regresi sebesar
0.9998. Tabel 3 dan 4 memperlihatkan kadar
dari masing-masing contoh. Berdasarkan
Lampiran 4 diperoleh kadar dari minuman
suplemen yaitu sebesar 335.99±3.64 ppm, dan
untuk ekstrak teh sebesar 1.91± 0.09%(b/b).
Validasi Metode Analisis SDUV
Validasi metode SDUV dilakukan untuk
mengevaluasi unjuk kerja metode SDUV
karena metode SDUV merupakan metode
baru yang dikembangkan untuk analisis
kuantitatif kafein di dalam minuman
suplemen dan ekstrak teh. Suatu metode
dikatakan valid jika memenuhi batas
penerimaan parameter validasi yang berlaku.
Parameter validasi yang ditentukan antara
lain presisi, akurasi, linearitas, limit deteksi,
dan limit kuantisasi.
Tabel 2 Hasil uji presisi untuk minuman
suplemen dan ekstrak teh
Kandungan kafein
Ulangan
minuman
ekstrak teh
suplemen
(%)(b/b)
(ppm)
1
339.1
1.96
2
339.1
1.79
3
339.1
1.85
4
339.1
1.84
5
330.9
2.02
6
330.9
2.02
x±batasgalat 335.99±3.64
1.91±0.09
SB
4.24
0.09
SBR
1.26
4.71
Uji presisi digunakan larutan contoh 5
ppm. Kadar dari masing-masing contoh
diharapkan
menunjukkan
hasil
yang
berdekatan, sehingga SBR yang diperoleh
kurang dari atau sama dengan 2.00%.
Semakin kecil nilai SBR, maka ketelitian
semakin besar dan sebaliknya semakin besar
nilai SBR yang diperoleh, maka semakin
kecil ketelitian. Berdasarkan Tabel 2, nilai
SBR untuk minuman suplemen sebesar
1.26% dan untuk ekstrak teh nilai SBR yang
didapat sebesar 4.71%. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai presisi untuk analisis minuman
suplemen adalah teliti berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan AOAC (1993), karena
nilai SBR minuman suplemen terdapat pada
kisaran 1 hingga 2%. Ketelitan yang tinggi
menunjukkan bahwa setiap hasil analisis
yang dilakukan secara berulang memiliki

nilai yang tidak jauh berbeda. Pada ekstrak teh
nilai presisi yang diperoleh memiliki ketelitian
yang cukup, karena nilai SBR terdapat dikisaran
2 hingga 5%. Kadar kafein pada ekstrak teh
yang diperoleh memiliki nilai yang beragam,
sehingga SBR yang dihasilkan relatif besar. Hal
ini, dikarenakan untuk memperoleh kafein yang
terkandung di teh diperlukan preparasi terlebih
dahulu yaitu dengan mengekstrak, sehingga
dapat menyebabkan adanya galat yang
mempengaruhi hasil analisis.
Tabel 3 Perolehan kembali untuk minuman
suplemen dan ekstrak teh
Contoh

Jumlah
teori
(ppm)

Minuman suplemen

Ekstrak teh

4
6
8
4
6
8

Jumlah
ditemukan
(ppm)

%
Perolehan
kembalia

4.05
5.95
8.01
4.27
6.11
7.96

101.25
99.17
100.13
106.75
101.83
99.50

a : rataan ulangan

Parameter akurasi (Tabel 3) dilakukan
dengan menambahkan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Berdasarkan Lampiran 5 diperoleh nilai perolehan kembali untuk
minuman suplemen sebesar 99.17% hingga
101.25%, sedangkan untuk ekstrak teh ialah
99.50% hingga 106.75%. Nilai perolehan
kembali dari masing-masing contoh sesuai
dengan nilai kriteria yang telah ditetapkan oleh
AOAC (1993), yaitu sebesar 98 hingga 110%.
Hal ini dapat dinyatakan bahwa kedua contoh
memiliki ketepatan yang tinggi, yaitu hasil
pengukuran dekat dengan nilai yang
sebenarnya.
Nilai linearitas diperlihatkan dengan kurva
standar yang merupakan hubungan antara
amplitudo dengan konsentrasi standar antara 2
hingga 10 ppm. Persamaan garis dari kurva
standar untuk minuman suplemen adalah Y = 1.5 + 7.52 X (x 10-5) dengan nilai regresi
sebesar 0.9995, dan untuk ekstrak teh ialah Y =
-1.87 + 6.3 X (x 10-5) dengan nilai regresi
sebesar 0.9991. Nilai regresi dari kedua
persamaan garis tersebut mendekati nilai satu,
sehingga dapat dikatakan kurva memiliki
kelinearan yang tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi
dengan amplitudo. Minuman suplemen sesuai
dengan nilai regresi yang telah ditetapkan oleh
AOAC (1993) yaitu sebesar 0.9995, namun
untuk ekstrak teh tidak sesuai dengan kriteria
dari AOAC (1993).

9

Berdasarkan Lampiran 6 limit deteksi
dari minuman suplemen ialah 0.18 ppm dan
untuk teh sebesar 0.58 ppm. Hal ini berarti
pada konsentrasi tersebut sinyal dapat
dibedakan dengan noise. Nilai dari limit
kuantisasi untuk minuman suplemen sebesar
0.54 ppm, sedangkan untuk ekstrak teh
sebesar 1.76 ppm, artinya dalam kadar kafein
yang relatif sedikit metode SDUV
memberikan ketelitian dan ketepatan yang
baik.
Perbandingan Hasil Analisis Antara
Metode SDUV dengan KCKT
Tabel 4 Waktu retensi dari kromatogram
Keterangan

Waktu retensi
(menit)

Standar 400 ppm

18.080

Minuman suplemen 1a

18.157

Minuman suplemen 2 a

18.183

Minuman suplemen 3 a

18.185

Ekstrak teh 1 a

18.077

Ekstrak teh 2 a

18.068

Ekstrak teh 3 a

18.073

Keterangan: a Ulangan

Metode KCKT digunakan sebagai
referensi untuk analisis kafein pada minuman
suplemen dan ekstrak teh. Waktu retensi
(waktu yang diperlukan untuk tinggal di
dalam kolom) untuk senyawa kafein adalah ±
18 menit. Kromatogram standar kafein dan
kromatogram dari minuman suplemen dan
teh masing-masing terdapat dalam Lampiran
7, 8, dan 9. Konsentrasi standar yang
digunakan pada analisa KCKT sebesar 400
ppm. Data kromatogram standar dan contoh
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 5 Kadar kafein dalam minuman
suplemen dan ekstrak teh
Ulangan

Minuman
suplemen
(ppm)

Teh (%)
(b/b)

1

332.52

1.71

2

334.73

1.84

3

334.47

1.68

333.91± 2.22

1.74 ± 0.15

x ± batas galat
SB

1.21

0.08

SBR (%)

0.36

4.68

Berdasarkan perhitungan yang terdapat
dalam Lampiran 10 diperoleh kadar kafein di
minuman suplemen dan ekstrak teh masingmasing sebesar 339.91±2.22 ppm dan
1.74±0.15% (b/b). Data kadar dari minuman

suplemen dan teh diperlihatkan pada Tabel 5.
Hasil kadar minuman suplemen hampir sama
dengan yang tercantum pada label minuman dan
metode SDUV. Tetapi, untuk ekstrak teh nilai
kadar yang diperoleh berbeda dengan nilai
yang terdapat pada pustaka, yaitu 2%
(Farmakologi Fakultas Kedokteran UI 2002;
Hesse 2002). Hal ini dapat dikarenakan
perbedaan dari jenis teh yang digunakan, daerah
tanam, dan kondisi tanah.
Metode analisis spektrofotometri derivatif
ultraviolet dibandingkan dengan KCKT
menggunakan analisis statistika seperti uji F
dan uji t. Uji F digunakan untuk mengetahui
ketelitian dari kedua metode tersebut dengan
membandingkan dua ragam, sedangkan uji t
digunakan untuk membandingkan nilai rataan.
Ragam adalah ukuran yang menggambarkan
besarnya perbedaan antara satu pengukuran
dengan pengukuran lainnya. Tabel 6
memperlihatkan nilai dari uji F dan uji t
(Lampiran 11) dari minuman suplemen dan
ekstrak teh.
Tabel 6 Perbandingan hasil penentuan kafein
antara metode SDUV dan KCKT
Rataan kadar
Minuman
Ekstrak teh
suplemen (ppm)
(%)(b/b)
SDUV
335.99±3.64
1.91± 0.09
KCKT
339.91±2.22
1.74±0.15
Uji t
1.30
2.70
Uji F
3.53
1.30
Fteori pada selang kepercayaan 95% 5.786
tteori pada selang kepercayaan 95% 2.365

Nilai Fhitung dan thitung dari minuman
suplemen menunjukkan kurang dari nilai Fteori
dan tteori. Hal ini menunjukkan bahwa metode
SDUV dan KCKT untuk minuman suplemen
memiliki ragam dan nilai rataan yang sama.
Baik metode SDUV maupun KCKT dapat
digunakan untuk penentuan kadar kafein pada
minuman suplemen, karena dari hasil pengujian
secara statistik kedua metode tidak memberikan
perbedaan secara signifikan.
Uji F untuk teh memberikan hasil Fhitung
kurang dari nilai Fteori, sedangkan untuk uji t
nilai thitung lebih besar dibandingkan nilai tteori.
Metode SDUV dan KCKT untuk penentuan
kafein di teh memiliki nilai ragam yang sama,
namun nilai rataan kadar kafein dari kedua
metode berbeda secara signifikan. Hal ini
berarti metode SDUV untuk penentuan kafein
pada teh tidak dapat digunakan, karena metode
tersebut tidak dapat menghilangkan efek
matriks yang terkandung pada ekstrak teh.

10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Efek matriks yang terkandung pada
minuman suplemen dapat direduksi, sehingga
menghasilkan nilai yang sesuai dengan
kriteria
AOAC
pada
masing-masing
parameter validasi. Hal tersebut juga
dibuktikan dengan uji statistik, untuk
membandingkan nilai ragam (uji F) dan
rataan (uji t) hasil kuantifikasi kafein
menggunakan metode SDUV dan metode
KCKT, kedua uji statistik menunjukkan
bahwa kedua metode tidak berbeda nyata.
Metode SDUV dapat digunakan untuk
kuantifikasi kafein pada minuman suplemen
dan kondisi optimum yang diperoleh adalah
laju penyapuan 400 nm/menit, orde turunan
2, orde penghalusan 2 dengan jumlah jendela
25. Kadar kafein yang terdapat di dalam
minuman suplemen sebesar 335.99 ppm.
Pada ekstrak teh pengaruh matriks tidak
dapat direduksi dengan baik. Oleh karena itu,
nilai yang diperoleh untuk parameter presisi
dan linearitas kurang sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan oleh AOAC. Uji F
menunjukkan tidak adanya perbedaan secara
signifikan antara metode SDUV dengan
metode KCKT, namun uji t menunjukkan
terdapat perbedaan yang nyata dari kedua
metode. Oleh karena itu, metode SDUV
belum dapat digunakan untuk kuantifikasi
kafein pada teh. Kadar kafein yang
terkandung pada ekstrak teh sebesar 1.91 %
(b/b).
Saran
Pengujian terhadap parameter validasi
yang lain juga perlu dilakukan seperti uji
ketahanan (robustness), spesifiktivitas, dan
ketertiruan (reproducibility). Selain itu, pada
ekstrak teh perlu dilakukan pencarian metode
SDUV yang lebih baik untuk analisis kadar
kafein, sehingga pengaruh matriks dapat
dihilangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Alpdogan G, Karabina K, Sungur S. 2000.
Derivative
spectrophotometric
determination of caffeine in some
beverages. Turk J Chem 26:295-302.
American Pharmaceutical Association. 1982.
Handbook of Nonprescription Drugs.

Washington: American Pharmaceutical
Association Pr.
Ansari M, Kazemipour M, Baradaran M,
Jalalizadeh
H.
2004.
Derivative
spectrophotometric
method
for
determination of losartan in pharmaceutical
formulation. J Pharmaco & Therapeuti 3:
21-25.
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi. Ed ke-4. Farida Ibrahim;
penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia
Pr. Terjemahan dari Introduction to
Pharmaceutical Dosage Forms.
[AOAC]. Association Official of Analytical
Chemistry. 1993. AOAC Peer-Verified
Methods Program. Maryland: AOAC
International.
[AOAC]. Association Official of Analytical
Chemistry. 1999. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Maryland:
AOAC International.
Aydogmus Z, Cetin SM, Ozgur MU. 2001.
Determination of ascorbid acid in
vegetables
by
derivative
spectrophotometry. Turk J Chem 26: 697704.
Brereton RG. 2003. Data Analysis for the
Laboratory and Chemical Plant. England: J
Wiley.
British
Pharmacopeia.
1993.
British
Pharmamacopeia. Jilid 1. London: British
Pharmacopeia.
Chau FT, Liang Y, Gao J, Shao X. 2004.
Chemometrics from Basics of Wavelet
Transform. New Jersey: J Wiley.
Chan CC. 2004. Potency Method Validation. Di
dalam: Chan CC, Lee YC, Lam H, Zhang
XM, editor. Analytical Method Validation
and Instrument Performance Verification.
New Jersey: J Wiley. hlm. 11-26.
Christian GD. 2004. Analytical Chemistry. Ed
ke-6. New Jersey: River Street Hoboken.
hlm. 604-617
Coffeefag. 2001. Frequently Asked Questions
about Caffeine. http://coffeefag.com// [19
Jan 2006]
[Depkes] Departemen Kesehatan, POM. 2001.
Petunjuk Operasional Penerapan CPOB.
Jakarta: Depkes.
El-Sayed AY, Hussein AG. 2003.Second and
First Derivative of Phosphate and Silicate
in Detergents and Waters by FirstDerivative Spectrophotometry. Anal 126:
1810-1815.
Fell AF, Jarvie JR, Stewart MJ. 1981. Analysis
for Paraquat by Second and Fourth
Derivative Spectroscopy. Clin Chem 27/2:
286-292.

11

[FKUI] Farmakologi Fakultas Kedokteran
UI. 2002. Farmakologi dan Terapi. Ed
ke-4. Jakarta: Gaya Baru.
Garcia PL, Santoro RM, Hackman K, Singh
AK. 2005. Development and validation
of a HPLC and a UV derivative
spectrophotometric
methods
for
determination of hydroquinone in gel
and cream preparations. J Pharm & Bio
Anal, siap terbit.
Green JM. 1996. A practical guide to
analytical method validation. Anal Chem
(68): 305A-309A
Harris
DA,
CL
Bashford.
1987.
Spectrophotometry
and
Spectroflurometry: a practical and
approach. Oxford: IRL Pr.
Hendayana S, Kadarohman A, Sumarna AA,
Supriatna A. 1994. Kimia Analitik
Instrumen. Semarang: IKIP Semarang
Pr.
Hesse M. 2002. Alkaloid: Nature’s Curse or
Blessing. Jerman: Willey-vch.
Liska K. 2004. Drugs and The Body with
Implication for Society. Ed ke-7. New
Jersey: Pearson.
Miller JN, Miller JC. 2000. Statistics and
Chemometrics for Analytical Chemistry.
Harwon: Pearson Prentice Hall.
[MLDI] Mailing List Dokter Indonesia.
2000.
Teh
dan
Khasiatnya.
www.mldi.or.id. [19 Jan 2006]
Munson JW. 1991. Analisis Farmasi Kimia
Modern. Harjana; penerjemah. Surabaya:
Airlangga University Press. Terjemahan
dari Pharmaceutical Analysis Modern
Methods.
Owen T. 1996. Fundamentals of UV-Visible
Spectroscopy. Waldbornn: HewlettPackard.
O’Haver TC. 1979. Potential clinical
application of derivative and wavelength
modulation spectropho-tometry. Clin
Chem. 25: 1584-1553.
Popovic GV, Pfendt LB, Stefanovic VM.
2000.
Analytical
application
of
derivative spectrophotometri. J Se