Busi Komponen Sistem Penyalaan .1 Baterai

30 masing, elektroda busi harus dipertahankan pada temperatur kerja yang tepat yaitu pada kisaran 400 o C hingga 800 o C. Apabila temperatur pada elektroda kurang dari 400 o C menimbulkan kerak berupa karbon pada insulator dalam busi, hal ini mempengaruhi tegangan tinggi yang dialirkan ke elektroda akan menuju ke massa tanpa meloncat dalam bentuk bunga api pada celah elektroda, sehingga mengakibatkan tarjadinya kesalahan pembakaran. Sebaliknya apabila temperatur elektroda tengah melebihi 800 o C, dapat terjadi peningkatan kotoran oksida dan terbakarnya elektroda tersebut. Pada suhu 950 o C elektroda busi akan menjadi sumber panas yang dapat membakar campuran bahan bakar tanpa adanya bunga api, hal ini disebut dengan istilah pre- ignition yaitu campuran bahan bakar dan udara akan terbakar lebih awal karena panas elektroda tersebut sebelum busi bekerja memercikkan bunga api. Terjadinya pre-ignition dapat mempengaruhi performa pada sebuah mesin, bahkan dapat merusak komponen dalam ruang bakar akibat temperatur yang sangat tinggi. Busi mempunyai berbagai tipe sesuai dengan kebutuhan kendaraan bermotor, beberapa tipe yang sering digunakan adalah busi diantaranya adalah : 1 Busi Tipe Standar Standard Type Busi standar pada umumnya hampir digunakan pada setiap kendaraan bermotor, busi dengan ujung elektroda menonjol lebih tinggi dari insulator pelindung elektroda yang terbuat dari keramik. Tipe busi ini lebih tepat untuk penggunaan sehari-hari. Gambar 2.20 Busi Standar Jama, dkk : 2008 Pada tiap jenis busi mempunyai kemampuan tersendiri dalam menghasilkan besar dan warna bunga api tergantung pada celah busi, jenis bahan elektroda dan bentuk elektroda busi. Bunga api yang dihasilkan busi mempunyai 31 warna masing-masing dan mempunyai temperatur yang berbeda pada tiap warna yang dihasilkan. Beberapa warna dan temperatur yang dihasilkan pada busi dapat dilihat pada gambar 2.21 di bawah ini: Gambar 2.21 Colour Temperature Chart www.mediacollage.com

2.5.6 Pengaruh Pengapian

Sistem pengapian CDI merupakan penyempurnaan dari sistem pengapian magnet konvensional sistem pengapian dengan kontak platina yang mempunyai kelemahan-kelemahan sehingga akan mengurangi efesiensi kerja mesin. Sebelumnya sistem pengapian pada sepeda motor menggunakan sistem pengapian konvesional. Dalam hal ini sumber arus yang dipakai ada dua macam, yaitu dari baterai dan pada generator. Perbedaan yang mendasar dari sistem pengapian baterai menggunakan baterai aki sebagai sumber tegangan, sedangkan untuk sistem pengapian magnet menggunakan arus listrik AC alternative current yang berasal dari alternator. Sekarang ini sistem pengapian magnet konvensional sudah jarang digunakan.Sistem tersebut sudah tergantikan oleh banyaknya sistem pengapian 32 CDI pada sepeda motor. Sistem CDI mempunyai banyak keunggulan di mana tidak dibutuhkan penyetelan berkala seperti pada sistem pengapian dengan platina. Dalam sistem CDI busi juga tidak mudah kotor karena tegangan yang dihasilkan oleh kumparan koil sekunder pengapian lebih stabil dan sirkuit yang ada di dalam unit CDI lebih tahan air dan kejutan karena dibungkus dalam cetakan plastik. Pada sistem ini bunga api yang dihasilkan oleh busi sangat besar dan relatif lebih stabil, baik dalam putaran tinggi maupun putaran rendah. Hal ini berbeda dengan sistem pengapian magnet di mana saat putaran tinggi api yang dihasilkan akan cenderung menurun sehingga mesin tidak dapat bekerja secara optimal. Kelebihan inilah yang membuat sistem pengapian CDI banyak digunakan sampai saat ini. Sistem pengapian CDI pada sepeda motor sangat penting, di mana sistem tersebut berfungsi sebagai pembangkit atau penghasil tegangan tinggi untuk kemudian disalurkan ke busi. Bila sistem pengapian mengalami gangguan atau kerusakan, maka sistem pembakaran pada ruang bakar akan terganggu dan tenaga yang dihasilkan oleh mesin tidak akan maksimal. Pengapian dengan CDI akan lebih menghemat bahan bakar karena lebih sempurna dalam sistem pembakaran. 2.6 Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik 2.6.1. Torsi Torsi adalah indikator baik dari ketersediaan mesin untuk kerja. Torsi didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada jarak momen dan apabila dihubungkan dengan kerja dapat di tunjukkan: T = ��� .�� 2�.� ....................................................................2.1 Dengan: T : Torsi N.m n : Jumlah putaran poros engkol per satu kali siklus motor bakar torak. untuk siklus 2 langkah, n=1. Untuk siklus 4 langkah, n=2

Dokumen yang terkait

Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Campuran Hi-Cester dengan Solar

1 41 91

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

5 23 103

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX

1 19 150

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

3 32 123

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI 2 JENIS KOIL DAN 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PREMIUM

2 19 137

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI CDI DAN KNALPOT TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH 150 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX

5 25 90

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI CDI DAN KNALPOT TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH 150 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

0 15 84

KAJIAN EXPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI CDI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH 200 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

5 39 68

PENGARUH PENGGUNAAN CDI DAN KOIL RACING TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 160 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

12 72 81

ANALISA VARIASI BAHAN BAKAR TERHADAP PERFORMA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH Analisa Variasi Bahan Bakar Terhadap Performa Motor Bensin 4 Langkah.

0 2 19