KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

(1)

LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

Tugas Akhir

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

ARIQ DICKY PRATAMA

NIM. 20120130038

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH

PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4

JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4

LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

Tugas Akhir

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

ARIQ DICKY PRATAMA

NIM. 20120130038

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

TUGAS AKHIR

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH

PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4

JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4

LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

Dipersiapkan dan Disusun Oleh : ARIQ DICKY PRATAMA

20120130038

Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Pada Tanggal

Mengetahui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Teddy Nurcahyadi, S.T., M.Eng Wahyudi, S.T,. M.T. NIK. 19790106200310123053 NIK.19700823199702123032

Anggota Tim Penguji

Berli Paripurna Kamiel, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D NIK. 19740302200104123049

Tugas Akhir Ini Telah Diterima

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Tanggal ...

Ketua Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Novi Caroko, S.T, M.Eng. NIP. 197911132005011001


(4)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Juni 2016

Ariq Dicky Pratama 20120130038


(5)

iv

Motto

Kerja Keras, Menghargai Waktu dan Belajar Hal

Baru adalah salah satu kunci meraih kesuksesan.

(Ariq Dicky Pratama)

Man Jaddah Wajadah, Selama kita

bersungguh-sungguh, maka kita akan memetik buah yang

manis. Segala keputusan hanya ditangan kita

sendiri, kita mampu untuk itu.

( B.J HABIBIE )

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan

orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya

mereka dengan keberhasilan saat mereka

menyerah.

( Thomas Alfa Edison )

Orang-orang hebat dibidang apapun bukan baru

bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka

menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka

bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk

menunggu inspirasi.

(Ernest Newman)


(6)

v

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirohim, dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, serta Maha Pemberi Nikmat, penulis mempersembahkan skripsi ini untuk :

1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya diberikan kelancaran untuk bisa menyelesaikan karya sederhana ini dengan baik dan lancar.

2. Bapak dan Ibu tercinta, yang tak henti-hentinya memberikan kasih sayang, do’a, motivasi, pesan moral dan dukungan.

3. Ririn Hendriyani, yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

4. Kedua dosen pembimbing tugas akhir, Bapak Teddy Nurcahyadi, S.T., M.Eng dan Bapak Wahyudi, S.T., M.Eng. yang selalu sabar membimbing, arahan, dan masukan selama pelaksanaan tugas akhir.

5. Dosen penguji, Berli Paripurna Kamiel, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D yang telah bersedia menguji, memberikan masukan, dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Laboran laboratorium teknik mesin, Bapak Joko Suminto dan Bapak Mujiarto atas bantuan penyediaan alat bantu sehingga tugas akhir dapat berjalan dengan lancar.

7. Fahmi Rokin, Pungky Wijanarko, Elis Fiono, Tri Tabah Wicaksono, serta sahabat-sahabat yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

8. Tim Tugas Akhir Motor Bakar, Yudhi Rizkiawan, Pandu Birawanto, dan Rio Dwi Hapsoro yang telah berjuang bersama dan saling memberikan dukungan satu sama lain selama pelaksanaan tugas akhir.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya memberikan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga pelaksanaan laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Solawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jaman jahiliyah ke jaman yang terang seperti saat ini kita rasakan.

Laporan tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng. selaku kepala program studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Teddy Nurcahyadi, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.

3. Bapak Wahyudi S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.

4. Bapak Berli Paripurna Kamiel, S.T., M.Eng Sc., Ph.D., selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan masukan-masukan dalam laporan tugas akhir. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis demi perbaikan laporan ini, semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan teman-teman mahasiswa yang lain.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Yogyakarta, Juni 2016


(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

INTISARI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.2 Dasar Teori ... 7

2.2.1 Pengertian Motor Bakar ... 7

2.2.2 Klasifikasi Motor Bakar ... 8

2.2.3 Siklus Termodinamika ... 9

2.3 Prinsip Kerja Motor Bakar ... 10


(9)

viii

2.3.2 Sistem Pengapian... 14

2.3.3 Sistem Pengapian CDI ... 17

2.3.4 Komponen Sistem Pengapian ... 18

2.3.5 Pengaruh Pengapian ... 27

2.3.6 Bahan Bakar ... 28

2.3.7 Dynometer ... 32

2.3.8 Perhitungan Kinerja Mesin dan Konsumsi Bahan Bakar ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian ... 35

3.1.1 Sepeda Motor ... 35

3.1.2 Koil Standar Yamaha Jupiter MX 135 LC ... 36

3.1.3 Koil KTC Racing ... 37

3.1.4 Busi Standar NGK CPR6EA-9 ... 37

3.1.5 Busi NGK Platinum CPR6EA GP-9 ... 38

3.1.6 Busi TDR Ballastic ... 38

3.1.7 Busi Denso Iridium Power ... 39

3.2 Alat Penelitian ... 39

3.3 Tempat Penelitian dan Pengujian ... 43

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 44

3.4.1 Diagram Alir Pengujian Bunga Api Busi ... 45

3.4.2 Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin ... 47

3.4.3 Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 49

3.5 Persiapan Pengujian ... 51

3.6 Tahap Pengujian ... 51

3.6.1 Pengujian Besar Bunga Api Busi ... 51

3.6.2 Pengujian Daya dan Torsi ... 52

3.6.3 Pengujian Bahan Bakar ... 53

3.7 Skema Alat Uji ... 55

3.7.1 Skema Alat Uji Dynometer ... 55

3.7.2 Prinsip Kerja Alat Uji Dynometer ... 55

3.7.3 Prinsip Kerja Alat Uji Bunga Api Busi ... 56

3.8 Metode Pengujian ... 56

3.9 Metode Pengambilan Data ... 57

3.10 Metode Perhitungan Torsi, Daya dan Konsumsi Bahan Bakar ... 57


(10)

ix BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Bunga Api Busi ... 58 4.1.1 Pengaruh Jenis Busi Terhadap Percikan Bunga Api Busi ... 58 4.1.2 Pengaruh Jenis Koil Terhadap Percikan Bunga Api Busi ... 60 4.2 Hasil Pengujian Kinerja Mesin ... 63 4.2.1 Karakteristik Torsi dan Daya Mesin dengan Variasi 4 Jenis Busi ... 64 4.2.1.1 Torsi Mesin dengan 4 Jenis Busi ... 64 4.2.1.2 Daya Mesin dengan 4 Jenis Busi ... 68 4.2.2 Karakteristik Torsi dan Daya Mesin dengan Variasi 2 Jenis Koil ... 73 4.2.2.1 Karakteristik Torsi Mesin Dengan Variasi 2 Jenis Koil... 74 4.2.2.2 Karakteristik Daya Mesin Dengan Variasi 2 Jenis Koil ... 81 4.3 Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 90 4.3.1 Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar ... 90 4.3.2 Hasil Pengujian Pengaruh Jenis Busi dan Koil Terhadap Konsumsi Bahan Bakar ... 90 BAB IV PENUTUP

5.1. Kesimpulan... 95 5.2. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Diagram P vs S dari Siklus Volume Konstan ... 9

Gambar 2.2. Skema Gerak Torak Empat Langkah ... 11

Gambar 2.3. Proses Langkah Hisap Motor 4 Langkah ... 11

Gambar 2.4. Proses Langkah Kompresi Motor 4 Langkah ... 12

Gambar 2.5. Proses Langkah Kerja Motor 4 Langkah ... 13

Gambar 2.6. Proses Langkah Buang Motor 4 Langkah ... 14

Gambar 2.7. Sistem Pengapian CDI-DC ... 18

Gambar 2.8. Contact Breaker ... 19

Gambar 2.9. Capasitor Discharge Ignition ... 20

Gambar 2.10. Baterai ... 20

Gambar 2.11. Kondensor ... 21

Gambar 2.12. Koil ... 22

Gambar 2.13. Konstruksi Busi ... 24

Gambar 2.14. Colour Temperature Chart ... 26

Gambar 2.15. Busi Dingin dan Busi Panas ... 27

Gambar 3.1. Sepeda Motor Yamaha Jupiter MX 135 LC ... 36

Gambar 3.2. Koil Standar Yamaha Jupiter MX 135 LC ... 37

Gambar 3.3. Koil KTC Racing ... 37

Gambar 3.4. Busi Standar NGK CPR6EA-9 ... 38

Gambar 3.5. Busi NGK Platinum CPR6EA GP-9 ... 38

Gambar 3.6. Busi TDR Ballistic ... 38

Gambar 3.7. Busi Denso Iridium Power ... 39


(12)

xi

Gambar 3.9. Personal Computer ... 40

Gambar 3.10. Buret ... 40

Gambar 3.11. Corong Minyak ... 41

Gambar 3.12. Tangki Mini ... 41

Gambar 3.13. Tire Pressure Meter ... 42

Gambar 3.14. Alat Uji Pengapian ... 42

Gambar 3.15. Tachometer ... 42

Gambar 3.16. Kamera High Speed ... 43

Gambar 3.17. Diagram Alir Pengujian Bunga Api Busi ... 45

Gambar 3.18. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin ... 47

Gambar 3.19. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 49

Gambar 3.20. Alat Uji Percikan Bunga Api Busi ... 51

Gambar 3.21. Pengujian Kinerja Mesin ... 52

Gambar 3.22. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar ... 53

Gambar 3.23. Skema Alat Uji Motor ... 55

Gambar 4.1. Percikan Bunga Api Busi NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan Denso Iridium (D) dengan Koil Standar ... 58

Gambar 4.2. Percikan Bunga Api Busi NGK Standar (A’), NGK G-Power (B’), TDR Ballistic (C’), dan Denso Iridium (D’) dengan Koil KTC Racing ... 59

Gambar 4.3. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (A), Koil KTC Racing (A’), dan Busi NGK Standar ... 60

Gambar 4.4. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (B), Koil KTC Racing (B’), dan Busi NGK G-Power ... 61

Gambar 4.5. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (C), Koil KTC Racing (C’), dan Busi TDR Ballistic ... 62


(13)

xii

Gambar 4.6. Percikan Bunga Api Busi dengan Menggunakan Koil Standar (D), Koil KTC Racing (D’), dan Busi Denso Iridium ... 62 Gambar 4.7. Grafik Putaran Mesin dengan Torsi pada 4 Jenis Busi dengan Koil Standar ... 65 Gambar 4.8. Grafik Putaran Mesin dengan Torsi pada 4 Jenis Busi dengan Koil KTC Racing ... 67 Gambar 4.9. Grafik Putaran Mesin Terhadap Daya pada 4 Jenis Busi dengan Koil Standar ... 70 Gambar 4.10. Grafik Putaran Mesin dengan Torsi pada 4 Jenis Busi dengan Koil KTC Racing ... 72 Gambar 4.11. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi NGK Standar ... 75 Gambar 4.12. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi NGK G-Power Platinum ... 77 Gambar 4.13. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi TDR Ballistic ... 79 Gambar 4.14. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi Denso Iridium ... 81 Gambar 4.15. Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi NGK Standar ... 83 Gambar 4.16. Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi NGK G-Power Platinum ... 85 Gambar 4.17. . Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi TDR Ballistic ... 87 Gambar 4.18. . Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing pada Busi Denso Iridium ... 89 Gambar 4.19. Diagram Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar dengan Variasi 4 Jenis Busi dengan 2Jenis Koil Menggunakan Bahan Bakar Pertamax Plus ... 93


(14)

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Spesifikasi Pertamax Plus ... 29 Tabel 2.2. Angka Oktan untuk Bahan Bakar ... 30 Tabel 3.1. Tabel Diagram Alir Penelitian ... 44 Tabel 4.1. Perbandingan Torsi pada 4 Jenis Busi dengan Koil Standar .... 65 Tabel 4.2. Perbandingan Torsi pada 4 Jenis Busi dengan Koil KTC Racing ... 66 Tabel 4.3. Perbandingan Daya Pada 4 Jenis Busi dengan Koil Standar ... 69 Tabel 4.4. Perbandingan Daya Pada 4 Jenis Busi dengan Koil KTC Racing ... 71 Tabel 4.5. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi NGK Standar ... 74 Tabel 4.6. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi NGK G-Power Platinum ... 76 Tabel 4.7. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi TDR Ballistic ... 77 Tabel 4.8. Perbandingan Torsi Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi Denso Iridium ... 79 Tabel 4.9. Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi NGK Standar ... 82 Tabel 4.10. Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi NGK G-Power Platinum ... 84 Tabel 4.11. Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi TDR Ballistic ... 85 Tabel 4.12. Perbandingan Daya Koil Standar dan Koil KTC Racing Pada Busi Denso Iridium ... 89 Tabel 4.13. Data Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar Pertamax Plus pada 4 Jenis Busi dengan Koil Standar dan Koil KTC Racing ... 91


(15)

(16)

INTISARI

Transportasi di Indonesia mulai berkembang setelah bangsa asing berdatangan ke Indonesia. Salah satu transportasi yang paling banyak diminati adalah jenis kendaraan sepeda motor. Akan tetapi kondisi wilayah Indonesia yang bervariasi membuat peforma sepeda motor tidak stabil. Maka dari itu sangat diperlukan penggantian komponen-komponen pada sistem pengapian untuk meningkatkan performa sepeda motor. Komponen tersebut antara lain Capasitor Discharge Ignition (CDI), Ignition Coil (Koil), dan Spark Plug (Busi).

Pengujian dilakukan dengan menggunakan motor bensin 4 langkah 135cc dengan penggunaan variasi 2 jenis koil dan 4 jenis busi. Pengujian dilakukan dengan alat uji percikan bunga api busi, dynotest, dan uji jalan. Parameter yang dicari adalah percikan bunga api busi, torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar.

Hasil yang didapatkan pada pengujian besar percikan bunga api, penggunaan koil KTC Racing dengan busi NGK G-Power menghasilkan bunga api yang besar dengan warna biru tua pada bunga api menunjukan nilai temperatur mencapai 10.000 hingga 12.000 K. Torsi dan daya terbesar dihasilkan pada penggunaan koil KTC Racing dengan busi NGK standar, dengan besar torsi yang dihasilkan 12.49 N.m dan daya yang di hasilkan sebesar 12 HP. Konsumsi bahan bakar terendah dengan bahan bakar pertamax plus dihasilkan pada penggunaan koil KTC Racing dan busi NGK G-Power dengan besar konsumsi bahan bakar 65.47 km/l.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan transportasi mulai dirasakan setelah bangsa asing berdatangan ke Indonesia. Di Indonesia sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat baik dari kalangan masyarakat atas maupun menengah kebawah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik jumlah kendaraan bermotor di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2013 Badan Pusat Statistik mendapatkan data jumlah pengguna sepeda motor di Indonesia mencapai 84.732.652. Alat trasnportasi jenis ini banyak diminati oleh masyarakat pada umumnya dikarenakan bentuk yang ramping sehingga dapat menembus kemacetan di kota besar. Bukan hanya digunakan sebagai alat transportasi, sepeda motor kerap juga digunakan untuk berkendara jarak jauh seperti halnya mudik ataupun touring. Dalam berkendara jarak jauh pasti melewati jalanan menanjak atau wilayah perbukitan. Ketika kendaraan melewati jalanan yang seperti ini, kinerja motor tidak bekerja maksimal dikarenakan penggunaan sparepart standar. Maka dari itu perlu dilakukan perubahan beberapa komponen untuk menghasilkan kinerja yang maksimal. Salah satunya dengan mengganti komponen pada sistem pengapian.

Sistem pengapian mempunyai peranan penting terhadap kinerja motor bakar. Sistem pengapian berfungsi menghasilkan percikan bunga api pada busi pada saat yang tepat untuk membakar campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder. Ada 3 komponen penting dalam sistem pengapian yang biasanya berpengaruh terhadap kinerja sepeda motor antara lain Capasitor Discharge Ignition (CDI), Coil Ignition (koil) dan Spark Plug (busi). CDI merupakan penyuplai listrik yang digunakan untuk proses pembakaran menuju ke koil. Koil berfungsi untuk membentuk arus yang keluar dari CDI mengubah dari tegangan rendah menjadi tegangan tinggi untuk disalurkan ke busi. Kemudian busi menghasilkan bunga api pada proses pembakaran. Busi berfungsi untuk memberikan suatu celah dalam


(18)

ruang bakar agar pulsa listrik tegangan tinggi dapat mengalir keluar yang selanjutnya akan menyalakan campuran bahan bakar dengan udara pada suatu titik tertentu yang diinginkan dalam suatu siklus pembakaran. Api yang dihasilkan oleh busi tersebut akan menyalakan campuran yang ada disekitarnya dan kemudian bergerak meluas keseluruh masa campuran dalam ruang bakar. Komponen-komponen itulah yang sangat berpengaruh pada peforma kinerja motor. Dikarenakan performa motor standar dirasa kurang mendapatkan performa maksimal, maka dari itu penulis ingin meneliti pengaruh performa dari 2 variasi koil dan 4 variasi busi dengan menggunakan bahan bakar bensin jenis pertamax plus beroktan tinggi yang membutuhkan kompresi dan temperature tinggi untuk melakukan proses pembakaran pada jenis motor standar 4 langkah 135cc. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan peforma pada mesin standart pabrikan.

Untuk itu dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan variasi 2 jenis koil dan variasi 4 jenis busi terhadap unjuk kerja pada motor 4 langkah 135 cc berbahan bakar pertamax plus. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui besar bunga api, daya, torsi, dan konsumsi bahan bakar. Penelitian ini difokuskan terhadap unjuk kerja dari masing-masing busi dan koil tersebut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk memilih busi dan koil yang sesuai dengan kebutuhan.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan pokok pembahasan adalah pengaruh penggunaan variasi busi dan variasi koil terhadap percikan bunga api busi, torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar pada motor 4 langkah 135 CC berbahan bakar pertamax plus.


(19)

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah :

1. Motor bensin yang digunakan dalam penelitian ini adalah motor bensin 4 langkah dengan volume silinder 135cc.

2. Jenis busi yang digunakan adalah busi NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan Denso Iridium.

3. Koil yang digunakan adalah koil standar dan koil KTC Racing. 4. CDI yang digunakan adalah CDI standar.

5. Bahan bakar yang digunakan adalah pertamax plus dengan nilai oktan 95. 6. Parameter yang diamati adalah percikan bunga api busi, daya, torsi, dan

konsumsi bahan bakar.

7. Pengambilan data dimulai pada putaran mesin rendah kemudian dilanjutkan dengan menaikkan kecepatan putar sampai diperoleh kecepatan putar maksimum.

8. Torsi dan Daya diukur dengan Dynamometer.

9. Pengambilan data putaran mesin menggunakan Tachometer.

10.Pengujian dilakukan dengan perbandingan kompresi standar (tanpa perubahan apapun).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh jenis busi pada percikan bunga api busi, torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar pada kinerja motor bensin 4 langkah standar 135cc berbahan bakar pertamax plus.

2. Mengetahui pengaruh jenis koil pada percikan bunga api busi, torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar pada kinerja motor bensin 4 langkah standar 135cc berbahan bakar pertamax plus.


(20)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang pengaruh penggunaan variasi koil dan variasi busi terhadap percikan bunga api busi, torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar pada kinerja motor bensin 4 langkah. 2. Dari percobaan dan penelitian ini diharapkan akan mendapatkan kinerja motor


(21)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Puspitasari (2009), meneliti pengaruh pemakaian jenis busi terhadap unjuk kerja motor bensin 4 langkah 100 cc dengan variasi CDI dan koil. Hasil penelitian yang dilakukan pada motor bensin 4 langkah 100 cc dengan alat uji dynometer. Pengujian dilakukan dengan variasi berbagai jenis busi dengan menggunakan busi elektroda standar, racing 2 dan Y. Pengujian dilakukan dengan mesin standar, koil racing, CDI racing dan koil racing dengan CDI racing. Parameter yang dicari adalah torsi, daya, tekanan efektifitas rata-rata (BMEP), konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) dan efisiensi thermal. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variasi pemakaian berbagai jenis busi menunjukkan rata-rata kenaikan untuk kerja mesin sebesar 3,05% bila dibandingkan dengan pemakaian busi elektroda standar. Pada pengujiann dengan variasi kondisi mesin (standart, CDI racing, koil racing dan CDI racing dengan koil racing), unjuk kerja tertinggi rata-rata didapat pada kondisi mesin CDI racing dengan presentase 2,83% sedangkan konsumsi bahan bakar spesifik terendah di dapat pada kondisi standart.

Setyono (2014), meneliti tentang pengaruh penggunaan variasi elekrtoda busi terhadap performa motor bensin torak 4 langkah 1 silinder Honda Supra-X 125CC. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil percobaan yang dilakukan pada busi elektroda Platinum dan Iridium busi. Elektroda Platinum dan Iridium pada engine standar baru efektif memberikan kenaikan torsi, daya, BMEP, SFC dan effisiensi thermal pada putaran mesin tinggi, yaitu pada putaran mesin 7000-9000 rpm dimana untuk busi elektroda Platinum memberikan kenaikan torsi sebesar 4,84% dan elektroda Iridium sebesar 8,42%, daya untuk busi elektroda Platinum sebesar 6,43% dan elektroda Iridium 12,02%, BMEP busi elektroda Platinum sebesar 6,43% dan elektroda Iridium 12,02%, sfc busi elektroda Platinum berkurang sebesar 5,68% dan busi elektroda Iridium dapat berkurang SFC sebesar 11,43%, effisiensi thermal busi elektroda Platinum sebesar 6,08% dan elektroda Iridium


(22)

memberikan kenaikan sebesar 13,10%. Pemakaian busi elektroda Platinum dan Iridium pada putaran mesin rendah 3500–5000 rpm akan menyebabkan naiknya kadar gas buang, baik CO maupun HC yaitu sebesar 4,56% dan 4,12% pada pemakaian busi elektroda Platinum dan 8,41% dan 8,69% pada pemakaian busi elektroda Iridium.

Tristianto (2014) meneliti tentang pengaruh komponen dan setting pengapian terhadap kinerja motor 4 langkah 113 CC berbahan bakar campuran premium-ethanol dengan kandungan premium-ethanol 25%. Parameter yang dicari adalah Torsi, daya dan pengujian konsumsi bahan bakar. Dari pengujian itu sendiri dapatkan hasil torsi tertinggi diperoleh pada putaran 3707 rpm dengan torsi sebesar 12,43 Nm dengan menggunakan CDI standar dengan timming 33o pada mesin berbahan bakar premium ethanol 25%. Pada penggunaan CDI racing torsi diperoleh 3815 rpm dengan torsi sebesar 11.86 N.m dengan timming 35o. Dari pengujian daya meningkat seiring dengan bertambahnya putaran mesin dan torsi. Namun setelah mencapai titik daya maksimum pada kisaran putaran 7000 rpm, terjadi penurunan daya meskipun putaran mesin naik. Daya tertinggi diperoleh pada putaran 7828 rpm dengan daya sebesar 7,6 HP dengan kondisi motor standart menggunakan CDI racing optimal dengan timming 35o.

Wardana (2016) meneliti tentang pengaruh variasi CDI terhadap kinerja motor bensin empat langkah 200 CC berbahan bakar premium. Parameter yang dicari adalah torsi, daya dan konsumsi bahan bakar.dari penelitian ini diperoleh torsi tertinggi pada penggunaan CDI racing siput Advan Tech dengan torsi sebesar 17,38 N.m pada putaran mesin 7750 rpm. Daya tertinggi diperoleh pada penggunaan CDI racing siput Advan Tech dengan torsi sebesar17,5 HP pada putaran mesin 6450 rpm. Konsumsi bahan bakar CDI standart sebesar 35,87 km/l, CDI BRT sebesar 33.3 km/l dan CDI SAT sebesar 32.885 km/l dengan menggunakan bahan bakar yang sama yaitu premium 420 ml.

Wibowo (2015), meneliti tentang eksperimen tentang pengaruh variasi timming pengapian terhadap kerja motor bensin 4 langkah silinder tunggal 113 CC


(23)

memperoleh torsi yang dihasilkan oleh CDI racing pada awal putaran lebih besar dibandingkan dengan CDI standart, sedangkan pada CDI standar pada putaran tinggi hasil pengapianya lebih stabil dikarenakan CDI standar mempunyai batas putaran mesin/limiter. Daya yang digasilkan oleh CDI racing lebih optimal dibandingkan dengan CDI standar, dikarenakan api yang dihasilkan oleh CDI racing lebih optimal dan besar.

Yulianto (2014) meneliti tentang pengaruh penggunaan bensol sebagai bahan bakar motor empat langkah 105 CC dengan variasi CDI tipe standart dan racing. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil torsi maksimumnya adalah 6,92 N.m pada jenis bahan bakar premium dengan CDI racing, kemudian bahan bakar bensol dengan CDI standar 6,87 N.m dan bahan bakar bensol dengan CDI racing 6.82 N.m. Hasil daya maksimal adalah 4,9 Kw pada jenis bahan bakar premium dengan CDI racing sedangkan pada bahan bakar bensol dengan CDI tipe standart dan racing daya maksimum yang dicapai mempunyai nilai yang sama yaitu 4,7 Kw. 2.2 Dasar Teori

2.2.1 Pengertian Motor Bakar

Motor bakar adalah salah satu jenis mesin kalor, yaitu mesin yang mengubah energi thermal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanis. Sebelum bahan bakar terbakar di dalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas yang kemudian dikompresikan di dalam ruang bakar, yang dimaksud disini adalah campuran udara dan bensin. Umumnya perbandingan udara dan bensin adalah 15:1. Dengan adanya campuran bensin dan udara yang dikompresikan didalam silinder maka terjadilah ledakan yang akan mendorong torak kebawah dengan tenaga yang besar. Karena tenaga ini tidak bisa langsung digunakan maka tenaga ini diubah menjadi gerak-putar. Bahan bakar dan udara masuk ke dalam silinder dan dikompresikan oleh torak, campuran bahan bakar dan udara dibakar oleh loncatan bunga api dari busi di dalam silinder. Sebelum menjadi tenaga mekanis, energi kimia bahan bakar diubah dulu menjadi energi thermal atau panas melalu pembakaran bahan bakar dengan udara.


(24)

Pembakaran ini ada yang dilakukan di dalam mesin kalor itu sendiri ada pula yang dilakukan di luar mesin kalor.

2.2.2 Klasifikasi Motor Bakar

Motor bakar dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam. Adapun klasifikasiknya motor bakar adalah sebagai berikut:

a) Bedasarkan sistem pembakarannya

1) Motor pembakaran luar atau External Combustion Engine (ECE) adalah fluida hasil pembakaran tidak langsung menjadi fluida kerja. Proses pembakaran bahan bakarnya terjadi di luar mesin itu, sehingga untuk melakukan pembakaran digunakan mesin tersendiri. Panas dari hasil pembakaran bahan bakar tidak langsung diubah menjadi tenaga gerak, tetapi terlebih dahulu melalui media penghantar, baru kemudian diubah menjadi tenaga mekanik. Contoh : pada turbin uap

2) Motor pembakaran dalam atau Internal Combustion Engine (ICE) adalah fluida hasil pembakaran sekaligus menjadi fluida kerja. Proses pembakarannya berlangsung di dalam motor bakar, sehingga panas dari hasil pembakaran langsung diubah menjadi tenaga mekanik. Contoh: motor bakar torak.

b) Bedasarkan sistem penyalaannya

Setiap motor bakar membutuhkan fluida kerja sebagai perantara. Fluida kerja ini berfungsi sebagai pembawa atau perantara energi panas. Energi panas yang dibawa oleh fluida kerja selanjutnya di ubah menjadi energi mekanis. Motor pembakaran dalam dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu Motor Bensin (otto) dan Motor Diesel. Perbedaan kedua jenis motor tersebut terletak pada penggunaan bahan bakar, jika motor bensin menggunakan bahan bakar bensin (premium), sedangkan motor diesel menggunakan bahan bakar solar. Perbedaan yang utama juga terletak pada sistem penyalaannya. Pada motor bensin menggunakan busi sebagai sistem penyalaannya ,sedangkan pada motor diesel memanfaatkan suhu kompresi yang tinggi untuk dapat membakar bahan bakar solar.


(25)

1) Motor Bensin (otto)

Motor bensin adalah salah satu jenis motor pembakaran dalam atau Internal Combustion Engine (ICE) yang digunakan untuk menggerakan atau sumber tenaga pada kendaraan. Motor bensin menghasilkan tenaga pembakaran bahan bakar udara (oksigen) yang ada di dalam silinder dan dalam pembakaran ini akan menimbulkan panas sekaligus akan mempengaruhi gas yang ada dalam silinder untuk mengembang. Di dalam siklus otto pemabakaran tersebut dimisalkan sebagai pemasuk panas pada volume konstan. Dimana busi menghasilkan percikan bunga api listrik yang membakar campuran bahan bakar dan udara yang disebut Spark Ignition Engine (SIE).

2) Motor Diesel

Motor Diesel adalah motor bahan bakar torak yang berbeda dengan motor otto. Proses penyalaannya bukan menggunakan loncatan bunga api listrik.

2.2.3 Siklus Thermodinamika

Siklus udara volume konstan (siklus otto), dapat digambarkan dengan grafik P dan V seperti terlihati pada gambar 2.1. sifat ideal yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Diagtam P vs V dari siklus Volume konstan (Sumber : Arismunandar, 2002)


(26)

Penjelasan :

1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan.

2. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan. 3. Langkah kompresi (1-2) ialah isentropik.

4. Proses pembakaran (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada volume konstan.

5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropik.

6. Proses pembuatan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume konstan.

7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.

8. Siklus dianggap ‘tertutup’, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama, atau gas yang berada di dalam silinder pada waktu langkah buang, tetapi pada langkah isap berikutnya akan masuk sejumlah fluida kerja yang sama.

2.3 Prinsip Kerja Motor Bakar

Prinsip kerja motor bakar dibedakan menjadi 2 yaitu mesin 4 langkah (four stroke) dan 2 langkah (two stroke). Untuk mesin 4 langkah terdapat 4 kali gerakan piston atau 2 kali putaran poros engkol (crank shaft) untuk tiap siklus pembakaran, sedangkan untuk mesin 2 langkah terdapat 2 kali gerakan piston atau 1 kali putaran poros engkol untuk tiap siklus pembakaran. Sementara yang dimaksud langkah adalah gerakan piston dari TMA (Titik Mati Atas) atau TDC (Top Death Center) sampai TMB (Titik Mati Bawah) atau BDC (Bottom Death Center) maupun sebaliknya dari TMB ke TMA.

2.3.1 Motor Otto 4 Langkah

Mesin bensin 4 langkah ( Four Stroke Engine ) adalah sebuah mesin dimana untuk menghasikan sebuah tenaga memerlukan empat proses langkah naik-turun piston, dua kali rotasi kruk as dan satu putaran camshaft. Dapat diartikan juga


(27)

sebagai motor yang setiap satu kali pembakaran bahan bakar memerlukan 4 langkah dan 2 kali putaran poros engkol, dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Skema Gerak Torak Empat Langkah (Sumber : Arismunandar, 2002)

Prinsip kerja motor 4 langkah dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Langkah Hisap (intake)

Pada langkah hisap posisi piston bergerak dari posisi TMA (Titik Mati Atas) menuju ke TMB (Titik Mati Bawah), pada saat langkah hisap katup masuk terbuka dan katup buang tertutup. Campuran bahan bakar dengan udara yang telah dikabukan oleh karburator masuk kedalam silinder melalui katup masuk/katup hisap. Saat piston berada pada posisi TMB (Titik Mati Bawah), maka katup masuk dan buang akan tertutup. Dapat dilihat pada gambar 2.3 merupakan langkah hisap pada mesin 4 lagkah berikut.

Gambar 2.3. Proses langkah hisap motor 4 langkah (Sumber : Arismunandar, 2002)


(28)

b. Langkah Kompresi

Pada langkah kompresi torak bergerak dari posisi TMB ke TMA , katub masuk dan katub buang tertutup sehingga gas yang telah dihisap tidak keluar. Pada waktu ditekan oleh torak megakibatkan naiknya tekanan gas pada ruang bakar. Beberapa saat sebelum torak mencapai TMA busi memercikan bunga api kemudian akibat terjadinya pembakaran bahan bakar, tekanannya naik menjadi tiga kali lipat. Pada gambar 2.4 merupakan langkah kompresi pada mesin 4 lagkah.

Gambar 2.4. Proses langkah kompresi motor 4 langkah (Sumber : Arismunandar, 2002)

c. Langkah kerja

Pada saat langkah kerja/ekspansi kondisi kedua katup dalam keadaan tertutup, gas terbakar dengan tekanan yang tinggi akan mengembang menimbulkan ledakan kemudian mendorong torak turun ke bawah dari TMA ke TMB. Tenaga ini disalurkan melalui batang penggerak, selanjutnya oleh poros engkol diubah menjadi gerak putar. Gambar 2.5 berikut merupakan langkah kerja pada mesin bensin 4 langkah.


(29)

Gambar 2.5. Proses langkah kerja motor 4 langkah (Sumber : Arismunandar, 2002)

d. Langkah pembuangan

Langkah buang menjadi sangat penting untuk menghasilkan operasi kinerja mesin yang lembut dan efisien. Piston bergerak mendorong gas sisa pembakaran keluar silinder menuju ke knalpot. Proses ini harus dilakukan dengan total, dikarenakan sedikit saja terdapat gas sisa pembakaran yang tercampur bersama pemasukan gas baru akan mengurangi potensial tenaga yang dihasilkan. Pada langkah pembuangan katub buang dalam keadaan terbuka, katub masuk dalam keadaan tertutup. Kemudian torak bergerak dari posisi TMB menuju TMA. Gas sisa pembakaran terdorong oleh torak keluar melalui katub buang. Gambar 2.6 berikut merupakan langkah buang pada mesin bensin 4 langkah.


(30)

Gambar 2.6. Proses langkah buang motor 4 langkah (Sumber : Arismunandar, 2002)

2.3.2 Sistem Pengapian

Sistem pengapian (ignition system) merupakan salah satu sistem yang ada pada sebuah kendaraan bermotor. Fungsi dari pengapian pada kendaraan bermotor adalah merubah arus listrik DC 12 Volt yang diterima dari baterai menjadi tegangan tinggi untuk menghasilkan loncatan bunga api yang kuat pada celah busi hingga menghasilkan 10 KV atau lebih. Busi menghasilkan percikan bunga api listrik dan membakar campuran bahan bakar dan udara yang terkompresi dalam ruang bakar yang akan mengawali proses pengapian. Sistem pengapian dibedakan menjadi dua sistem, yaitu sistem pengapian konvensional dan sistem pengapian elektronik.

a. Sistem Pengapian Konvensional

Sistem pengapian konvensional ada dua macam yaitu sistem pengapian magnet dan sistem pengapian baterai

1) Sistem Pengapian Magnet

Sistem pengapian magnet adalah loncatan bunga api pada busi menggunakan arus dari kumparan magnet (AC).

Ciri-ciri pengapian magnet :

1. Menghidupkan mesin menggunakan arus listrik dari generator AC. 2. Platina terletak di dalam motor.

3. Menggunakan koil AC.


(31)

Sistem mempunyai dua kumparan yaitu kumparan primer dan sekunder, salah satu ujung kumparan primer dihubungkan ke massa sedangkan untuk ujung kumparan yang lain ke kondensor. Dari kondensor mempunyai tiga cabang salah satu ujungnya dihubungkan ke platina, sedangkan bagian platina yang satu lagi dihubungkan ke massa. Jika platina menutup, arus listrik dari kumparan primer mengalir ke massa melewati platina dan busi tidak meloncatkan bunga api. Jika platina membuka, arus listrik tidak dapat mengalir ke massa sehingga akan mengalir ke kumparan primer koil dan mengakibatkan timbulnya api pada busi.

2) Sistem Pengapian Baterai

Sistem pengapian baterai adalah loncatan bunga api pada elektroda busi menggunakan arus listrik dan beterai. Selain dari sumber tegangan langsung di atas terdapat juga sumber tegangan alternatif dari sistem kelistrikan utama. Sistem ini biasanya terdapat pada mesin yang mempunyai sistem kelistrikan di mana baterai sebagai sumber tegangan sehingga mesin tidak dapat dihidupkan tanpa baterai. Hampir semua baterai menyediakan arus listrik tegangan rendah (12 V) untuk sistem pengapian. Dengan sumber tegangan baterai akan terhindar kemungkinan terjadi masalah dalam menghidupkan awal mesin, selama baterai, rangkaian dan komponen sistem pengapian lainnya dalam kondisi baik. Arus listrik DC (Direct Current) dihasilkan dari baterai (Accumulator). Baterai tidak dapat menciptakan arus listrik, tetapi dapat menyimpan arus listrik melalui proses kimia. Pada umumnya baterai yang digunakan pada sepeda motor ada dua jenis sesuai dengan kapasitasnya yaitu baterai 6 volt dan baterai 12 volt. Sistem pengapian baterai mempunyai ciri-ciri:

1. Platina terletak diluar rotor/magnet. 2. Menggunakan koil DC.


(32)

4. Sinar lampu kepala tidak dipengaruhi oleh putaran mesin tetapi dari arus listrik baterai.

Kutub negatif baterai dihubungkan ke massa sedangkan kutub positif baterai dihubungkan ke kunci kontak kemudian ke koil, antara baterai dan kunci kontak diberi sekering. Arus listrik mengalir dari kutub positif baterai ke kumparan primer koil, dari kumparan primer koil kemudian ke kondensor dan platina. Jika platina dalam keadaan tertutup maka arus listrik ke massa. Jika platina dalam keadaan membuka arus listrik akan berhenti dan di dalam kumparan sekunder akan diinduksikan arus listrik tegangan tinggi yang diteruskan ke busi sehingga pada busi timbul loncatan bunga api.

b. Sistem Pengapian Elektronik

Sistem pengapian elektronik pada motor dibuat untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem pengapian konvensional, baik yang menggunakan baterai maupun magnet. Pada pengapian konvensional umumnya kesulutan membuat komponen seperti contact breaker (platina) dan unit pengatur saat pengapian otomatis yang cukup presisi (teliti) untuk menjamin keterandalan dari kerja mesin. Sistem pengapian elektrik menggunakan CDI (Capasitor Discharge Ignition) sebagai pengganti platina pada sistem pengapian konvensional. Komponen CDI secara umum merupakan suatu alat yang mampu mengatur dan menghasilkan energi yang sangat baik diseluruh rentang putaran mesin (rpm) mulai dari putaran rendah pada saat start sampe putaran mesin tinggi saat kendaraan dipacu sangat kencang. Terdapat beberapa macam sistem pengapian elektronik yang di gunakan pada sepeda motor, diantaranya: 1. Sistem pengapian semi transistor merupakan sistem pengapian

elektronik yang masih menggunakan platina.

2. Sistem pengapian full transistor (tanpa platina) sistem pengapian sama dengan pengapian elektronik CDI. Diantaranya adalah tidak terdapatnya bagian-bagian yang bergerak (secara mekanik) dan mengandalkan magnetic trigger (magnet pemicu) dan sistem “pick up


(33)

coil” untuk memberikan sinyal ke control unit guna menghasilkan percikan bunga api pada busi.

3. Sistem pengapian Capacitor Discharge Ignition (CDI) merupakan sistem pengapian elektronik yang sangat populer digunakan pada sepeda motor saat ini. Sistem pengapian CDI terbukti lebih menguntungkan dan lebih baik dibanding sistem pengapian konvensional (menggunakan platina). Dengan sistem CDI, tegangan pengapian yang dihasilkan lebih besar (sekitar 40 KV) dan stabil sehingga proses pembakaran campuran bensin dan udara bisa berpeluang makin sempurna.

2.3.3 Sistem Pengapian CDI (Capasitor Discharge Ignition)

Sistem pengapian CDI merupakan salah satu jenis sistem pengapian pada kendaraan bermotor yang memanfaatkan arus pengosongan muatan (discharge curret). Pengapian sistem ini lebih ke arah pengapian yang diatur secara elektrik oleh satu komponen yaitu CDI. Komponen CDI secara umum sebuah alat yang mampu mengatur dan menghasilkan energi listrik yang sanggat baik di seluruh rentang putaran mesin (rpm) mulai dari putaran rendah pada saat start sampai sangat tinggi pada saat kendaraan dipacu sangat kencang. CDI mempunyai tugas yang sama halnya seperti platina, tetapi CDI bekerja dengan modul komponen elektrik yang menjadikannya lebih tahan lama daripada platina, karena tidak akan mengalami keausan. Cara kerja CDI adalah mengatur waktu meletiknya api di busi yang akan membakar bahan bakar yang telah dimampatkan oleh piston. Kelebihan sistem pengapian CDI (Capasitor Discharge Ignition) adalah:

1. Menghemat pemakaian bahan bakar. 2. Mesin lebih mudah dihidupkan. 3. Komponen pengapian lebih awet.

4. Polusi gas buang yang ditimbulkan kecil.

Sistem pengapian CDI itu sendiri terbagi menjadi atas 2 jenis, yaitu CDI-AC dan CDI-DC :


(34)

a. Sistem Pengapian CDI-AC

Sistem pengapian CDI-AC ini menggunakan sumber tegangan berasal dari dalam flywheel magnet yang berputar untuk menghasilkan arus listrik AC dalam bentuk induksi listik dari source coil yang nantinya arus tersebut akan dirubah menjadi setengah gelombang (menjadi arus searah) oleh dioda kemudian disimpan di kapasitor dalam CDI unit.

b. Sistem Pengapian CDI-DC

Sistem pengapian CDI-DC ini menggunakan sumber tegangan berasal dari beterai. Prinsip dasar kerja sistem pengapian CDI-DC adalah arus pertama kali dihasilkan oleh kumparan pengisian akibat putaran magnet yang selanjutnya disearahkan dengan menggunakan Rectifier kemudian dihubungkan ke baterai untuk melakukan proses pengisian (Charging System). Sistem pengapian CDI-DC dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Sistem Pengapian CDI-DC (Sumber: Jama ,2008)

2.3.4 Komponen Sistem Pengapian 2.3.4.1 Contact Breaker (Platina)

Platina pada sistem pengapian berfungsi untuk memutushubungkan tegangan baterai ke kumparan primer. Platina bekerja seperti switch (saklar) yang menyalurkan supply listrik ke kumparan primer koil dan memutuskan aliran listrik untuk menghasilkan induksi. Pembukaan dan penutupan platina digerakkan secara


(35)

mekanis oleh cam/nok yang menekan bagian tumit dari platina pada interval waktu yang ditentukan. Pada saat poros berputar maka nok akan mendorong lengan platina ke arah kontak membuka dan selanjutnya apabila nok terus berputar lebih jauh maka platina akan kembali pada posisi menutup demikian seterusnya. Pada waktu platina menutup, maka arus mengalir ke rangkaian primer sehingga inti besi pada koil pengapian akan jadi magnet. Saat platina membuka, maka kemagnetan inti besi akan hilang dengan tiba-tiba. Kehilangan kemagnetan pada inti besi tersebut akan dapat membangkitkan tegangan tinggi (induksi) pada kumparan sekunder. Tegangan tinggi akan disalurkan ke busi, sehingga timbul loncatan bunga api pada celah elektroda busi untuk membakar campuran bensin dan udara pada akhir langkah kompresi. Bentuk dari contact breaker dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Contact Breaker (Sumber: Jama ,2008) 2.3.4.2 Capasitor Discharge Ignition ( CDI )

CDI menurut fungsinya adalah mengatur waktu/timming untuk meletikkan api pada busi yang sudah dibesarkan oleh koil untuk memicu pembakaran pada ruang bakar silinder. Pengaturan pengapian akan memaksimalkan akselerasi dan power mesin hingga maksimal karena pada saat uap bahan bakar yang telah tercampur udara masuk ke ruang bakar akan terbakar sempurna sehingga tidak ada bahan bakar yang terbuang. Capasitor Discharge Ignition dapat dilihat pada gambar 2.9.


(36)

Gambar 2.9. Capasitor Discharge Ignition ( CDI )

2.3.4.3 Baterai

Baterai adalah alat yang mampu menghasilkan energi listrik dengan menggunakan energi kimia. Baterai biasanya untuk mensuplai arus listrik ke sistem starter mesin, sistem pengapian, lampu-lampu dan sistem kelistrikan lainnya. Dalam baterai terdapat terminal positif dan negatif, ruang dalamnya dibagi menjadi beberapa sel dan dalam masing-masing sel terdapat beberapa elemen yang terendam didalam larutan elektrolit. Baterai menyediakan arus listrik tegangan rendah (12 Volt). Kutub negatif baterai dihubungkan dengan massa, sedangkan kutub positif baterai dengan koil, pengapian (ignition coil) melalui kunci kontak. Baterai dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10. Baterai (Sumber: Jama ,2008)


(37)

2.3.4.4 Kondensor

Kondensor dipasang paralel terhadap platina fungsi kondensor adalah untuk mengurangi terjadinya percikan bunga api pada platina dan memperbesar arus induksi tegangan tinggi, kapasitar kondensor antara 0,2 – 0,3 mikrofarad. Kapasitor yang digunakan pada sepeda motor umumnya berbentuk tabung atau silinder. Kapasitor seperti ini mempunyai dua lembaran logam, antara kedua lembaran tersebut dihubungkan dengan kawat yang dipasang dipinggir lembaran tersebut secara berlawanan. Ciri-ciri kapasitor untuk mesin penyalaan baterai adalah jumlah kabelnya 2 atau 1 sedangkan untuk kapasitor mesin penyalaan magnet kabelnya selalu tiga. Kondensor dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11. Kondensor (Sumber: Jama ,2008) 2.3.4.5 Ignition Coil (Koil Pengapian)

Untuk menghasilkan percikan, listrik harus melompat melewati celah udara yang terdapat di antara dua elektroda pada busi. Karena udara merupakan isolator (penghantar listrik yang jelek), tegangan yang sangat tinggi dibutuhkan untuk mengatasi tahanan dari celah udara tersebut, juga untuk mengatasi sistem itu sendiri dan seluruh komponen sistem pengapian lainnya. Koil pengapian mengubah sumber tegangan rendah dari baterai atau koil sumber (12 V) menjadi sumber tegangan tinggi (10 KV atau lebih) yang diperlukan untuk menghasilkan loncatan bunga api yang kuat pada celah busi dalam sistem pengapian.

Koil pengapian berfungsi untuk membentuk arus tegangan tinggi untuk disalurkan ke busi, selanjutnya kembali lagi melalui ground/massa. Di dalam bagian tegangan koil pengapian itu adalah inti besi, disini besi dililitkan oleh


(38)

gulungan kawat halus yang ter-isolasi. Kumparan kawat tersebut panjangnya kurang lebih 20.000 lilitan dengan diameter 0,05 – 0,08 mm. Salah satu ujung lilitan digunakan terminal tegangan tinggi yang dihubungkan dengan komponen busi, sedangkan ujung yang lain disambungkan dengan kumparan primer. Jadi gulungan kawat itu disamakan kumparan yang ke dua atau kumparan sekunder. Koil dapat dilihat pada gambar 2.12.

Gambar 2.12. Koil (Sumber: Tristanto ,2014)

Bagian luar kumparan sekunder diisolasi dengan gulungan kawat dengan jumlah lilitan dengan diameter 0,6 – 0,9 mm yang disebut kumparan primer. Karena adanya perbedaan jumlah gulungan pada primer dan sekunder, maka pada kumparan sekunder akan timbul tegangan kira-kira 10.000 Volt. Arus dengan tegangan tinggi ini timbul akibat terputusnya aliran arus pada kumparan primer yang mengakibatkan hilang timbulnya medan magnet secara tiba-tiba. Hal ini mengakibatkan terinduksinya arus listrik tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Bukan saja pada kumparan sekunder yang terbentuk arus tegangan tinggi, akan tetapi pada kumparan primer juga muncul tegangan sekitar 300 sampai 400 Volt yang disebabkan oleh adanya induksi itu sendiri.

Terdapat tiga tipe utama koil pengapian yang umum digunakan pada sepeda motor, yaitu:


(39)

a. Tipe Canister

Tipe ini mempunyai inti besi di bagian tengahnya dan kumparan sekunder mengelilingi inti besi tersebut. Kumparan primernya berada di sisi luar kumparan sekunder. Keseluruhan komponen dirakit dalam satu rumah di logam canister. Kadang-kadang canister diisi dengan oli (pelumas) untuk membantu meredam panas yang dihasilkan koil.

b. Tipe Moulded

Tipe moulded coil merupakan tipe yang sekarang umum digunakan. Pada tipe ini inti besi di bagian tengahnya dikelilingi oleh kumparan primer, sedangkan kumparan sekunder berada di sisi luarnya. Keseluruhan komponen dirakit kemudian dibungkus dalam mesin (damar) supaya tahan terhadap getaran yang biasanya ditemukan dalam sepeda motor. Tipe moulded koil menjadi pilihan yang populer sebab konstruksinya yang tahan dan kuat. Pada mesin multicylinder (silinder banyak) biasanya satu koil melayani dua busi karena mempunyai dua kabel tegangan tinggi dari kumparan sekunder.

c. Tipe Koil gabungan (menyatu) dengan tutup busi (spark plug)

Tipe koil ini merupakan tipe paling baru dan sering disebut sebagai koil batang (stick coil). Ukuran besar dan beratnya lebih kecil dibanding tipe moulded koil dan keuntungan palng besar adalah koil ini tidak memerlukan kabel tegangan tinggi.

2.3.4.6 Busi

Busi adalah alat untuk memercikkan bunga api. Ada beberapa macam bahan elektroda yang masing-masing memberikan sifat yang berbeda. Bahan elektroda dari perak mempunyai kemampuan menghantarkan panas yang baik. Tetapi karena harga perak mahal maka diameter elektroda tengah dibuat kecil. Bahan elektroda dari platina tahan karat, tahan terhadap panas yang tinggi serta dapat mencegah penumpukan sisa pembakaran. Konstruksi busi dapat dilihat pada gambar 2.13.


(40)

Gambar 2.13. Konstruksi Busi (Sumber: Jama ,2008) a. Terminal stud

Terminal stud terletak didalam insulator. Terminal stud ini dihubungkan dengan si kaca konduktif khusus yang berhubungan juga dengan center electrode secara listrik. Bagian dari ujung terminal stud yang keluar dari insulator memiliki alir yang berfungsi untuk memasang kabel tegangan tinggi (kabel busi). Pada ulir dipasang sebuah terminal yang digunakan untuk memasang kabel busi.

b. Insulator

Isulator terbuat dari material keramik yang diproduksi dengan nama dagang seperti sintox, pyranit, corundite dan sebagainya. Biasanya insulator berbahan dasar aluminium oxide yang dicampur dengan keramik. Insulator berfungsi untuk mengisolasi elektroda pusat dan terminal stud dari shell, supaya tidak terjadi hubungan singkat, insulator harus memiliki kekuatan mekanik yang cukup, tahanan listrik yang tinggi dan konduktivitas panas yang tinggi untuk memenuhi kondisi kerjanya.

c. Shell

Shell terbuat dari baja yang berfungsi untuk memasang busi pada kepala silinder dari motor. Bagian atas shell memiliki suatu sisi segi enam dari bagian yang bawah berulir. Pada bagian yang berulir dipasangkan cicin penahan (seal ring) yang berfungsi supaya tidak terjadi kebocoran campuran udara dan bahan bakar melalui lubangnya.


(41)

d. Ground Elektrode

Elektroda negatif dipasangkan pada shell, yang mana shell melekat pada bagian silinder, sedangkan kepala silinder sendiri terhubung dengan kutub negatif pada sumber tegangan. Elektrode negatif harus dipilih dari bahan yang memiliki konduktifitas panas yang tinggi karena pada kondisi kerjanya elektroda ini langsung berhubungan dengan campuran udara dan bahan bakar yang terbakar.

e. Center Elektrode

Elektrode pusat terletak pada insulator. Diameter dari elektroda pusat ini lebih kecil dari pada diameter lubang insulator. Ujung dari elektroda ini sebagian keluar dari hidung insulator. Elektroda pusat terbuat dari logam khusus yang memiliki konduktivitas listrik yang tinggi. Selain itu juga harus dipilih dari bahan yang memiliki ketahanan erosi yang tinggi. f. Celah elektroda

Celah elektroda adalah jarak terpendek antara elektroda pusat dengan eletroda negatif, dimana busur api listrik dapat meloncat. Ada suatu hubungan antara tegangan penyalaan yang dibutuhkan dengan lebarnya celah elektroda. Apabila celah elektrodanya kecil maka tegangan penyalaan yang dibutuhkan juga semakin besar. Celah elektroda yang umum digunakan sekitar 0,5-1,0 mm. Tetapi pada ketetapan celah elektroda yang paling optimal masing-masing tergantung pada desain dari mesin itu sendiri.

Pada tiap busi menghasilkan besar dan warna bunga api yang berbeda-beda, tergantung dari bahan yang digunakan pada busi tersebut. Masing-masing busi mempunyai warna dan temperature yang berbeda. Dapat dilihat dari warna yang dihasilkan. Gambar 2.14 adalah rincian warna dan temperature yang dihasilkan yang dihasilkan pada busi :


(42)

Gambar 2.14. Colour Temperatures Chart (Sumber : www.mediacollage.com)

Bedasarkan kemampuan mentransfer panas, busi dibagi dalam dua tipe yaitu: a. Panas

Busi tipe panas adalah busi yang lebih lambat untuk mentransfer panas yang diterima. Cepat mencapai temperatur kerja yang optimal tetapi jika untuk pemakaian berat dapat terbakar. Biasa digunakan pada motor standar untuk penggunaan jarak dekat.

b. Dingin

Busi tipe dingin lebih mudah mentransfer panas ke bagian silinder kepala. Biasanya digunakan untuk penggunaan yang lebih berat misalnya untuk pemakaian jarak jauh karena sifatnya mudah dalam pendinginan. Gambar pada 2.15 merupakan gambar yang menunjukan perbedaan dari tipe busi panas dan tipe busi dingin.


(43)

Gambar 2.15. Busi Dingin dan Busi Panas (Sumber: Jama ,2008)

2.3.5 Pengaruh Pengapian

Sistem pengapian CDI merupakan penyempurnaan dari sistem pengapian magnet konvensional (sistem pengapian dengan kontak platina) yang mempunyai kelemahan-kelemahan sehingga akan mengurangi efisiensi kerja mesin. Sebelumnya sistem pengapian pada sepeda motor menggunakan sistem pengapian konvensional.

Dalam hal ini arus yang dipakai ada dua macam, yaitu dari baterai dan pada generator. Perbedaan yang mendasar dari sistem pengapian baterai menggunakan baterai (accu) sebagai sumber tegangan, sedangkan untuk sistem pengapian magnet menggunakan arus listrik AC (Alternative Current) yang berasal dari alternator.

Sekarang ini sistem pengapian magnet konvensional sudah jarang digunakan. Sitem tersebut sudah tergantikan oleh banyaknya isstem pengapian CDI pada sepeda motor. Sistem CDI mempunyai banyak keunggulan dimana tidak dibutuhkan penyetelan berkala seperti pada sistem pengapian dengan platina.

Dalam sistem CDI busi juga tidak mudah kotor karena tegangan uang dihasilkan oleh kumparan sekunder koil pengapian lebih stabil dan sirkuit yang adalah di dalam unit CDI lebih tahan air dan kejutan karena dibungkus dalam cetakan plastik. Pada sistem ini bunga api yang dihasilkan oleh bisi sangat besar dan telatif lebih stabil, baik dalam putaran tinggi maupun putaran rendah. Hal ini berbeda dengan sistem pengapian magnet dimana saat putaran tinggi api yang dihasilkan akan cenderung menurun sehingga mesin tidak dapat bekerja secara


(44)

optimal. Kelebihan inilah yang membuat sistem pengapian CDI yang digunakan sampai saat ini.

Sistem pengapian CDI pada sepeda motor sangat penting, dimana sistem tersebut berfungsi sebagai pembangkit atau penghasil tegangan tinggi untuk kemudian disalurkan ke busi. Bila sistem pengapian mengalami gangguan atau kerusakan, maka tenaga yang dihasilkan oleh mesin tidak akan maksimal.

2.3.6 Bahan Bakar

Bahan bakar mesin merupakan persenyawaan hidro-karbon yang diolah dari minyak bumi. Untuk mesin bensin dipakai bensin jenis premium, pertalite, pertamax, pertamax plus dan untuk mesin diesel disebut minyak diesel. Premium adalah bensin dengan mutu yang diperbaiki. Karakteristik paling utama yang diperlukan dalam bahan bakar bensin adalah sifat pembakarannya. Dalam pembakaran normal, campuran uap bensin dan udara harus terbakar seluruhnya secara teratur dalam suatu front nyala yang menjalar dengan rata dari busi pada mesin. Sifat pembakaran bensin biasanya diukur dengan angka oktan.

Angka oktan adalah kecenderungan bensin mengalami pembakaran tidak normal yang tampil sebagai ketukan oleh bensin. Semakin tinggi angka oktan suatu bahan bakar maka semakin besar kecenderungan mesin tidak mengalami ketukan. Angka oktan suatu bahan bakar dapat ditentukan dengan bantuan mesin CFRE (Cooperative Fuels Research Engine), dimana bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n-heptana (angka oktan 0) dan iso-oktan (angka oktan 100). Angka oktan bensin yang didefinisikan sama dengan presentase iso-oktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas yang sama pada mesin uji.

Bahan bakar bensin adalah pemurnian dari naphta yang komposisinya dapat digunakan untuk bahan bakar. Naptha adalah semua jenis minyak ringan (light oil) yang memiliki sifat antara bensin (gasoline) dan kerosin. Kata bensin berasal dari kata Benza (C6H6) bagian dari minyak bumi mentah yang berupa campuran bahan hidrokarbon. Bensin sangat mudah menguap pada suhu 40o C sebanyak 30-60% kepadatan sekitar 700-750 kgm, sifat mudah menguap mempunyai akibat bahwa


(45)

setelah dikabutkan menjadi tetesan-tetesan halus yang dapat disalurkan ke dalam silinder oleh aliran udara. Bensin yang ada dipasaran diberi tambahan atau aditif untuk memperbaiki sifat-sifat agar tidak mudah menggumpal bila disimpan lama.

2.3.6.1 Pertamax Plus

Pertamax plus merupakan bahan bakar superior Pertamina dengan kandungan energi ringgi dan ramah lingkungan, diproduksi menggunakan bahan baku pilihan berkualitas tinggi sebagai hasil penyempurnaan formula terhadap produk Pertamina sebelumnya. Pertamax plus telah memenuhi standar Peformance International World Wide Fuel Character (WWFC). Pertamax plus memiliki beberapa keunggulan yaitu : bebas timbal (unleaded) dan Research Octane Number (RON) sebesar 95 yang didalamnya terkandung energi besar yang akan membuat pembakaran kendaraan lebih bertenaga, berakselerasi tinggi, lebih responsif dan knock free. Pertamax plus mampu membersihkan timbunan deposit pada fuel injector, inlet valve, ruang bakar yang dapat menurunkan peforma mesin kendaraan dan mampu melarutkan air di dalam tangki sehingga dapat mencegah karat dan korosi pada saluran dan tangki bahan bakar. Pertamax plus direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki ratio kompresi diatas 10,5 dan juga yang menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing Intelligent (VVTI), Turbochargers dan Catalytic Converters. Pada tabel 2.1. dibawah ini menunjukan spesifikasi dari pertamax plus. (www.pertamina.com)

Tabel 2.1. Spesifikasi Pertamax Plus

No Sifat MIN MAX

1 Angka Oktan riset RON 95

2 Kandungan Pb (gr/lt) 0,30

3 Distilasi

10% Vol penguapan (oC) 70

50% Vol penguapan (oC) 66 110

90% Vol penguapan (oC) 180


(46)

No Sifat MIN MAX

Residu (% Vol) 2.0

4 Tekanan Uap Reid pada 37,8 oC (psi) 45 60

5 Getah purawa (mg/100ml) 4

6 Periode Induksi (menit) 520

7 Kandungan Belerang (% massa) 0.1

8 Korosi bilah tembaga (3jam/50oC)

9 Uji dokter atau belerang mercapatan 0.0

10 Massa Jenis (kg/m3) 770

11 Warna Merah

(Keputusan Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006),(Mulyono, 2012) 2.3.6.2 Angka Oktan

Angka oktan pada bensin adalah suatu bilangan yang menunjukan sifat anti ketukan/berdetonasi. Dengan kata lain, makin tinggi angka oktan maka semakin berkurang kemungkinan untuk menjadi detonasi (knocking). Dengan berkurangnya intensitas untuk berdetonasi, maka campuran bahan bakar dan udara yang dikompresikan oleh torak menjadi lebih baik sehingga tenaga motor akan lebih besar dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih hemat. Pada tabel 2.2 menunjukkan nilai oktan pada tiap bahan bakar.

Tabel 2.2. Angka Oktan untuk Bahan Bakar Jenis Bahan Bakar Angka Oktan

Premium Pertalite Pertamax Pertamax Plus

Bensol

88 90 92 95 100 (www.Pertamina.com, 2016)


(47)

2.3.6.3 Kestabilan Kimia dan Kebersihan Bahan Bakar

Kestabilan kimia dan bahan bakar sangat penting berkaitan dengan kebersihan bahan bakar yang selanjutnya berpengaruh terhadap sistem pembakaran dan sistem saluran. Pada temperatur tinggi, seiring terjadi polimer yang berupa endapan-endapan gum. Endapan gum (getah) ini berpengaruh terhadap sistem saluran baik terhadap sistem saluran masuk maupun sistem saluran buang katup bahan bakar.

2.3.6.4 Efisiensi Bahan Bakar dan Efisiensi Panas

Nilai kalor (panas) bahan bakar perlu kita ketahui, agar neraca kalor dari motor dapat dibuat. Efisiensi atau tidak kerjanya suatu motor, ditinjau atas dasar nilai kalor bahan bakarnya. Nilai kalor mempunyai hubungan dengan berat jenis. Pada umumnya makin tinggi berat jenis maka makin rendah nilai kalornya. Pembakaran dapat berlangsung dengan sempurna, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pembakaran tidak sempurna.

Pembakaran tidak sempurna dapat berakibat :

1. Kerugian panas dalam motor menjadi besar, sehingga efisiensi motor menjadi turun, usaha dari motor menjadi turun pula pada penggunaan bahan bakar yang tetap.

2. Sisa pembakaran dapar menyebabkan pegas-pegas piston melekat pada alurnya, sehingga ia tidak berfungsi lagi sebagai pegas torak.

3. Sisa pembakaran dapat pula melekat pada lubang pembuangan antara katup dan dudukannya, terutama pada katup buang, sehingga katub tidak menutup dengan rapat.

4. Sisa pembakaran yang telah menjadi keras yang melekat antara piston dan dinding silinder menghalangi pelumasan, sehingga piston dan silinder mudah aus.

Efisiensi bahan bakar dan efisiensi panas sangar menentukan bagi efisiensi motor itu sendiri. Masing-masing motor mempunyai efisiensi yang berbeda.


(48)

2.3.7 Dynometer

Dalam dunia otomotif dynamometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur torsi, rpm, dan power yang dihasilkan senuah mesin sehingga tidak diperlukan test secara langsung dijalan, jenis dinamo antara lain :

a. Engine dyno

Mesin akan diukur parameter dinaikkan ke mesin dyno tersebut, pada dyno jenis ini tenaga yang terukur merupakan hasil dari putaran mesin murni.

b. Chassis dyno

Roda motor diletakkan diatas drum dyno yang dapat berputar. Pada jenis ini kinerja mesin yang didapat merupakan power sesungguhnya yang dikeluarkan mesin karena sudah dikurangi segala macam faktor gesek yang bisa mencapai 30% selisihnya jika dibandingkan dengan engine dyno.

2.3.8 Perhitungan Kinerja Mesin dan Konsumsi Bahan Bakar 2.3.8.1 Torsi

Torsi adalah indikator baik dari ketersediaan mesin untuk kerja. Torsi didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada jarak momen dan apabila dihubungkan dengan kerja dapat ditunjukkan (Heywood, 1998):

T = F × L ... ... (2.1)

Dengan : T : Torsi (N.m)

F : Gaya yang terukur pada Dynamometer (kgf) L : x = Panjang lengan pada Dynamometer


(49)

2.3.8.2 Daya

Daya adalah besar usaha yang dihasilkan oleh mesin tiap satuan waktu, didefinisikan sebagai laju kerja mesin, ditunjukkan oleh persamaan ( Heywood, 1988).

P= � � �

6 ... (2.2)

Dimana :

P : Daya (kW)

N : Putaran mesin (rpm) T : Torsi (N.m)

Dalam hal ini daya secara normal diukur dalam kW, tetapi satuan HP (Horse Power) masih digunakan juga, dimana :

1 HP = 0,7457 kW 1 kW = 1,3457 HP

2.3.8.3 Konsumsi Bahan Bakar

Besar pemakaian konsumsi bahan bakar spesifik (SFC/Spesifik Fuel Comsumtion) ditentukan dalam g/kWh. Konsumsi bahan bakar spesifik adalah pemakaian bahan bakar yang terpakai perjam untuk setiap daya yang dihasilkan pada motor bakar (Arismunandar,2005).

Kbb =� ... (2.3) Dimana :

v : volume bahan bakar terpakai (ml) s : jarak tempuh


(50)

m

f = � �×

6

× �

bb

(

Kg/jam) ... (2.4)

Dimana

b : Volume gelas ukur (cc)

t : Waktu pengosongan buret dalam detik ( s )

bb : Berat jenis bahan bakar


(51)

35

Pada penelitian ini, terdapat beberapa bahan yang digunakan dalam proses penelitian diantaranya adalah :

3.1.1. Sepeda Motor

Sepeda motor yang digunakan dalam penelitian ini adalah Yamaha Jupiter MX 135LC 4 Langkah 135 cc Tahun 2010 dengan speksifikasi sebagai berikut :

1. Spesifikasi Mesin

Type Mesin : 4 Langkah, SOHC, 4 Klep (Berpendingin cairan) Diameter x Langkah : 54.0 x 58.7 mm

Volume Silinder : 135 CC Perbandingan Kompresi : 10.9 : 1

Power Max : 8, 45kw (11,33 HP) pada putaran 8500 rpm Torsi Max : 11,65N.m (1,165 kgf.M) pada putaran 5500 rpm Sistem Pelumasan : Pelumasan Basah

Kapasitas Oli Mesin : Penggantian Berkala 800 cc : Penggantian Total 1000 cc Kapasitas Air Pendingan : Radiator dan Mesin 620 cc

Tangki Recovery 280 cc, Total 900 cc Karburator : MIKUNI VM 17 x 1,

Setelan Pilot Screw 1-5, 8 putaran keluar Putaran Langsam Mesin : 1.400 rpm

Saringan Udara Mesin : Tipe Kering

Sistem Starter : Motor Starter & Starter Engkol


(52)

2. Spesifikasi Kelistrikan

Lampu Depan : 12V, 32.0W / 32.0W x 1 Lampu Belakang : 12V, 5.0W / 21.0W x1 Lampu Sein Depan : 12V, 10.0W x 2 Lampu Sein Belakang : 12V, 10.0W x 2

Baterai : YB5L-B/GM5Z-3B / 12V, 5.0Ah

Busi : NGK/CPR 8 EA-9 / DENSO U 24 EPR-9

Sistem Pengapian : DC. CDI

Sekring : 10.0A

Gambar 3.1. Sepeda Motor Yamaha Jupiter MX 135 cc

3.1.2.Koil Standar Yamaha Jupiter MX 135cc

Koil standar merupakan koil original dari pabrikan sepeda motor, dimana memiliki performa yang terbatas hanya untuk penggunaan sehari-hari. Koil standar Yamaha Jupiter MX 135cc dapat dilihat pada gambar 3.2.


(53)

Gambar 3.2. Koil Standar Yamaha Jupiter MX 135 cc

3.1.3.Koil KTC Racing

Koil KTC Racing merupakan koil dengan performa tinggi, penggunaan koil KTC Racing biasanya digunaan untuk penggunaan yang membutuhkan akselerasi yang tinggi biasanya untuk touring dan balap. Koil KTC racing mempunyai kelebihan menghasilkan arus yang cukup besar dibanding dengan koil standar. Koil KTC Racing dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3. Koil KTC Racing

3.1.4 Busi Standar NGK CPR6EA-9

Busi standar NGK CPR6EA-9 merupakan busi yang mempunyai diameter elektroda sebesar 1,5 hingga 2 mm. Busi tipe ini lebih banyak disarankan oleh pabrikan sepeda motor. Gambar 3.4 merupakan jenis busi standar pada sepeda motor.


(54)

Gambar 3.4. Busi Standar NGK CPR6EA-9

3.1.5 Busi NGK Platinum CPR6EAGP-9 (NGK G-Power)

Pada dasarnya busi tipe platinum mempunyai fungsi yang sama dengan busi pada umumnya, perbedaanya terdapat pada diameter pada elektroda. Diameter elektroda pada busi platinum adalah 1,1 mm. Busi platinum dilengkapi dengan lapisan platinum pada bagian ujung elektroda dengan tujuan untuk menahan panas yang berlebih sehingga dapat memperpanjang usia pemakaian. Gambar 3.5 merupakan jenis busi dengan lapisan platinum pada bagian elektroda.

Gambar 3.5. Busi NGK Platinum CPR6EAGP-9 (NGK G-Power)

3.1.6 Busi TDR Ballastic

Busi Busi TDR Ballastic merupakan busi keluaran tipe racing dengan ukuran elektroda hampir sama dengan NGK G-Power yaitu sebesar 1,1 mm. Gambar 3.6 merupakan jenis busi dengan elektroda runcing produksi TDR.


(55)

3.1.7 Busi Denso Iridium Power

Busi iridium mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dalam sistem pengapian, yaitu meneruskan tegangan tinggi dari koil yang digunakan untuk memercikan bunga api pada langkah akhir kompresi. Diameter elektroda busi iridium sebesar 0,4 mm. Gambar 3.7 merupakan jenis busi dengan elektroda runcing produksi Denso.

Gambar 3.7. Busi Denso Iridium Power

3.2. Alat Penelitian 1. Dynometer

Pada gambar 3.8 merupakan alat uji Dynometer yang digunakan untuk mengukur torsi dan daya sebuah mesin.


(56)

2. Personal Computer

Pada gambar 3.9 merupakan Personal Computer, berfungsi sebagai membaca data daya dan torsi yang dihasilkan dari dynometer

Gambar 3.9. Personal Computer

3. Buret

Pada gambar 3.10. merupakan buret yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur volume bahan bakar yang akan digunakan.

Gambar 3.10. Burret

4. Corong minyak

Corong digunakan untuk memudahkan memasukan bahan bakar kedalam tangki sepeda motor. Gambar 3.11 merupakan corong minyak yang digunakan pada penelitian

.


(57)

Gambar 3.11. Torong Minyak

5. Tangki mini

Pada gambar 3.12 tangki mini, digunakan untuk mengganti tangki standar yang berfungsi agar perhitungan bahan bakar yang digunakan lebih akurat.

Gambar 3.12. Tangki mini

6. Tire Pressure Meter

Pada gambar 3.13 Tire Pressure Meter, digunakan untuk mengukur tekanan angin pada ban.


(58)

Gambar 3.13. Tire Pressure Meter

7. Alat Uji Pengapian

Alat Uji Pengapian, digunakan untuk mengetahui besarnya bunga api yang dihasilkan pada busi. Gambar 3.14 adalah alat uji pengapian percikan bunga api busi

Gambar 3.14. Alat Uji Pengapian

8. Tachometer

Tachometer, digunakan untuk alat pengujian yang dirancang untuk mengukur kecepatan rotasi.


(59)

9. Kamera High Speed

Kamera High Speed, digunakan untuk mengamil percikan bunga api busi.

Gambar 3.17. Kamera High Speed

3.3. Tempat Penelitian dan Pengujian

Tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Laboratorium Teknik Mesin UMY

2. Mototech Yogyakarta, Jalan Ringroad Selatan, Banguntapan Yogyakarta


(60)

3.4. Diagram Alir Penelitian

Dalam diagram alir penelitian dibawah ini meliputi percikan bunga api busi, kinerja mesin dan konsumsi bahan bakar. Pengujian dilakukan dalam berbagai kondisi dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan dari jenis koil dan jenis busi. Adapun kondisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1. Tabel Kondisi Diagram Alir Penelitian

Kondisi Keterangan

Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 4 Kondisi 5 Kondisi 6 Kondisi 7 Kondisi 8

Koil standar, Busi NGK standar Koil standar, Busi NGK platinum Koil standar, Busi TDR ballistic Koil standar, Busi DENSO iridium Koil KTC racing, Busi NGK standar Koil KTC racing, Busi NGK platinum Koil KTC racing, Busi TDR ballistic Koil KTC racing, Busi DENSO iridium


(61)

3.4.1. Diagram Alir Penelitian Percikan Bunga Api Busi

Diagram dibawah ini menjelaskan langkah-langkah penelitian percikan bunga api busi dari tahap awal penelitian hingga akhir penelitian. Gambar berikut merupakan diagram alir untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengujian percikan bunga api busi.

Mulai

Studi Literatur

Pengaruh pemakaian 4 jenis busi

Persiapan alat dan bahan : 1. Persiapan pengujian 2. Persiapan alat dan bahan

Kondisi 1 sampai dengan 8 :

Variasi Koil : standar dan racing Variasi Busi : NGK standar, NGK

platinum,TDR ballistic, Denso Iridium

Manghidupkan alat uji

Pengaturan putaran alat uji


(62)

Gambar 3.18. Diagram alir pengujian percikan bunga api busi Pencatatan data hasil pengujian:

Putaran mesin (rpm) dan percikan bunga api

Mematikan alat uji

Pemeriksaan alat uji

Semua kondisi selesai diuji

Analisis percikan bunga api pada busi

Kesimpulan dan Saran

Selesai


(63)

3.4.2. Diagram Alir Penelitian Kinerja Mesin

Diagram dibawah ini menjelaskan langkah-langkah penelitian kinerja mesin menggunakan variasi 2 jenis koil dan 4 jenis busi dari tahap awal penelitian hingga akhir penelitian. Gambar berikut merupakan diagram alir untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengujian kinerja mesin.

Studi Literature

Pengaruh kinerja mesin standar dengan variasi koil dan variasi busi dengan bahan bakar pertamax plus

Persiapan alat dan bahan : 1. Persiapan Pengujian 2. Pengadaan alat dan bahan 3. Servis menyeluruh

Mulai

Kondisi 1 sampai dengan 8 : Bahan Bakar Pertamax Plus Variasi Koil : standar dan racing Variasi Busi : NGK standar, NGK

platinum,TDR ballistic, Denso Iridium


(64)

Gambar 3.19. Diagram Alir Pengujian Kinerja Mesin

A B

Menghidupkan Mesin

Posisi gigi transmisi 1 sampai 3

Data Output (rpm, Q , P , T) didapat dari komputer pada dynometer

Mematikan Mesin

Servis ringan menyeluruh

Semua kondisi selesai diuji

Analisis dan pengolahan data torsi dan daya

Pembahasan

 Karakteristik Q pada berbagai putaran mesin

 Karakteristik P pada berbagai putaran mesin

Kesimpulan dan Saran


(65)

3.4.3. Diagram Alir Penelitian Konsumsi Bahan Bakar

Diagram dibawah ini menjelaskan langkah-langkah penelitian kinerja mesin menggunakan variasi 2 jenis koil dan 4 jenis busi dari tahap awal penelitian hingga akhir penelitian. Gambar berikut merupakan diagram alir untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengujian konsumsi bahan bakar.

Mulai

Studi Literatur

Pengaruh konsumsi bahan bakar dengan variasi koil dan variasi busi berbahan bakar pertamax plus

Persiapan alat dan bahan : 1.Persiapan Pengujian 2.Pengadaan alat dan bahan 3.Service Menyeluruh

Kondisi 1 sampai dengan 8 : Bahan Bakar Pertamax Plus Variasi Koil : standard dan racing Variasi Busi : NGK standar, NGK

platinum,TDR ballistic, Denso Iridium

Menghidupkan Mesin


(66)

Gambar 3.20. Diagram Alir Pengujian Konsumsi Bahan Bakar

A B

Posisi gigi transmisi 1 sampai 4

Pencatatan hasil pengujian data : Waktu dan konsumsi bahan bakar

Mematikan Mesin

Service ringan menyeluruh

Semua kondisi selesai diuji

Kesimpulan dan Saran

Analisis dan pengolahan data perbandingan konsumsi bahan bakar


(67)

3.5. Persiapan Pengujian

Persiapan awal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah memeriksa keadaan alat dan mesin kendaraan yang akan diuji, agar data yang diperoleh mendapatkan hasil yang akurat. Adapun langkah-langkah pemeriksaan meliputi :

1. Sepeda Motor

Sebelum dilakukan pengujian sepeda motor harus diperiksa terlebih dahulu. Mesin, komponen lainnya dan oli mesin harus dalam keadaan bagus dan normal sesuai dengan kondisi standar, dalam pengujian mesin harus dalam stedy terlebih dahulu.

2. Alat Ukur

Alat ukur seerti gelas dan stopwatch, sebelum digunakan harus diperiksa dan dipastikan dalam kondisi normal dan standar, atau biasa disebut kalibrasi alat.

3. Bahan Bakar

Dalam pengujian ini bahan bakar yang digunakan jenis bahan bakar pertamax plus, sebelum pengujian dilakukan dipastikan bahan bakar dalam tangki sepeda motor dalam keadaan kosong. Agar hasil yang dilakukan mendapatkan data yang akurat.

3.6. Tahap Pengujian

3.6.1. Pengujian Besar Bunga Api Busi

Gambar dibawah ini merupakan miniatur pengapian alat pengujian bunga api busi.


(68)

Pada proses pengujian dan pengambilan data untuk daya dan torsi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam proses pengujian diantaranya charger baterai, multitester, tachometer, dan tool kit. 2. Melakukan pemeriksaan terhadap alat pengujian sistem pengapian. 3. Menyiapkan bahan uji berupa koil standar, CDI standar, dan 4 jenis

busi.

4. Melakukan penggantian dengan 2 variasi jenis koil dan penggantian 4 variasi jenis busi.

5. Menempatkan busi, koil dan CDI pada alat pengujian.

6. Melakukan pengujian dan pengambilan data berupa gambar percikan bunga api dengan menggunakan kamera berkecepatan tinggi.

7. Melekukan pemeriksaan ulang terhadap alat pengujian.

8. Membersihkan dan merapihkan tempat pengujian setelah selesai melakukan pengujian.

3.6.2. Pengujian Daya dan Torsi

Pengujian torsi dan daya dilakukan dengan menggunakan alat uji dynamometer untuk mengetahui perbandingan antara torsi dan daya dengan kecepatan putar. Gambar 3.22 merupakan proses pengujian diatas dynamometer.


(69)

Proses pengujian dan pengambilan data daya dan torsi dengan langkah-langkah berikut :

1. Mempersiapkan alat seperti Dynometer, koil standar, koil racing, busi standar, busi NGK G-Power, Busi TDR Ballastic dan busi Denso Iridium.

2. Mempersiapkan bahan bakar pertamax plus pada tangki kendaraan sebelum melakukan pengujian, pengecekan sistem karburasi, kelistrikan dan oli.

3. Melakukan penggantian 4 jenis busi dan dan 2 jenis koil.

4. Menempatan sepeda motor pada tempat pengujian yaitu dynometer. 5. Melakukan pengujian terhadap daya, dan torsi dengan menggunakan

prosedur.

6. Mencatat semua hasil pengujian, kemudian menghitung dalam bentuk pemakaian bahan bakar spesifik.

7. Membersihkan dan merapikan bahan dan alat setelah melakukan pengujian.

3.6.3. Pengujian Konsumsi Bahan Bakar

Pengujian konsumsi bahan bakar dilakukan dengan menggunakan tangki mini untuk mempermudah mengetahui konsumsi bahan bakar. Jarak yang ditempuh sejauh 5 km dengan kondisi jalan bervariasi. Gambar 3.24 berikut merupakan proses pengujian konsumsi bahan bakar


(70)

Proses pengujian dan pengambilan data dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan alat seperti koil standar, koil racing, busi NGK standar, busi NGK G-Power, busi TDR Ballastic dan busi Denso Iridium.

2. Mempersiapkan bahan bakar pertamax plus pada tangki kendaraan sebelum melakukan pengujian, pengecekan sistem karburasi, kelistrikan dan oli.

3. Melakukan penggantian 4 jenis busi dan dan 2 jenis koil.

4. Melakukan pengujian dengan mengendarai sepeda motor di jalan raya.

5. Melakukan pengambilan data yaitu konsumsi bahan bakar dengan sesuai prosedur uji jalan.

6. Melakukan pengecekkan pada kendaraan jika terjadi perubahan pada suara kendaraan.

7. Membersihkan dan merapikan bahan dan alat setelah melakukan pengujian.


(71)

3.7. Skema Alat Uji

3.7.1. Skema Alat Uji Dynometer

Pada gambar 3.24 berikut merupakan skema pengujian torsi dan daya dengan menggunakan dynamometer.

Gambar 3.24. Skema Alat Uji Motor Keterangan gambar :

1) PC Dynometer

2) Penahan Sepeda Motor 3) Sepeda Motor

4) Roller

3.7.2. Prinsip Kerja Alat Uji Dynometer

Dynometer terdiri dari suatu rotor yang digerakkan oleh motor yang tenaganya akan diukur dan berputar dalam medan magnet. Kekuatan medan magnetnya dikontrol dengan mengubah arus sepanjang susunan kumparan yang ditempatkan pada kedua sisi dari motor. Rotor ini berfungsi sebagai konduktor yang memotong medan magnet. Karena pemotongan medan

4 1

2


(72)

magnet tersebut maka terjadi arus dan arus ini diinduksi dalam rotor sehingga rotor menjadi panas.

Dynometer adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur torsi atau momen punter poros output penggerak mula seperti motor bakar, motor listrik, turbin uap dan turbin gas. Tujuan pengukuran torsi ini adalah untuk menentukan besar daya yang bisa dihasilkan penggerak tersebut.

Rotor atau bagian yang berputar dihubungkan ke stator menggunakan kopling tak tetap seperti elektro magnetic hidrolik atau gesekan mekanik, fungsi dari kopling ini untuk mengubah daya mesin menjadi bentuk daya lain agar mudah diukur. Rotor dan stator ini ditumpu oleh bantalan yang memiliki kerugian gesek kecil. Pada bagian stator terdapat lengan dimana pada ujing lengan tersebut dipasang alat pengukur gaya. Bila rotor berputar maka stator akan ikut berputar akibat hubungan kopling tak tetap tadi, akan tetapi dengan jarak tertentu dari sumbu putar. Pengukur gaya akan mengukur besarnya gaya F (kg) akibat torsi yang diberikan rotor ke stator.

3.7.3. Prinsip Kerja Alat Uji Bunga Api Busi

Proses pengujian besar bunga api dilakukan dengan mengunakan miniatur pengapian sepeda motor. Busi diletakan pada ruang tertutup dengan dilengkapi kamera yang mampu menangkap gambar pada kecepatan tinggi. Perbandingan besar bunga api akan diketahui setelah melakukan pengambilan gambar dengan menggunakan kamera berkecepatan tinggi.

3.8. Metode Pengujian

Sebelum melakukan pengujian daya dan torsi, bahan dan alat uji harus dalam kondisi baik agar pengujian yang dilakukan mendapatkan hasil yang optimal. Selain itu, pengujian harus dilakukan sesuai prosedur agar tidak terjadi kecelakaan kerja atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.


(73)

3.9. Metode Pengambilan Data

Metode pengujian dengan cara menarik throttle secara cepat mulai dari 4000 rpm sampai dengan 11000 rpm. Tahap awal motor dihidupkan kemudian dilakukan perpindahan dari kecepatan 1 sampai dengan kecepatan 3. Throttle distabilkan pada kondisi 4000 rpm, setelah stabil pada posisi 4000 rpm kemudian throttle ditarik secara cepat hingga posisi 11000 rpm. Setelah itu gas dilepas hingga 4000 rpm dan pengujian diulang kembali.

3.10.Metode Perhitungan Torsi, Daya, dan Konsumsi Bahan Bakar

Data torsi dan daya diperoleh langsung melalui pengujian dengan menggunakan dynometer. Kemudian diolah menggunakan komputer, hasil akan didapatkan dalam bentuk print out berupa grafik dan tabel. Data konsumsi bahan bakar diperoleh dengan cara uji jalan dan dengan melakukan penggantian tangki bahan bakar standar dengan tangki mini volume 150 ml. Proses pengujian ini dilakukan dengan melakukan pengisian pada tangki mini dengan volume 150 ml kemudian pada selang diberi kran berfungsi untuk membuka tutup bahan bakar menuju ke karburator, kemudian bahan bakar yang masih tersisa pada karburator di kosongkan agar memperoleh hasil data yang maksimal. Proses pengujian dilakukan di Jalan Ringroad Selatan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.


(74)

58 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan data dan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan meliputi data spesifikasi obyek penelitian dan hasil pengujian. Data-data tersebut diolah dengan analisis dan perhitungan untuk mendapatkan variabel yang diinginkan dan dilanjutkan dengan pembahasan. Berikut merupakan proses pengumpulan data, perhitungan, dan pembahasan.

4.1. Hasil Pengujian Bunga Api Busi

Pengujian percikan bunga api dilakukan untuk mengetahui perbandingan percikan bunga api busi yang dihasilkan pada 2 jenis koil dan 4 jenis busi.

4.1.1. Pengaruh Jenis Busi Terhadap Percikan Bunga Api Busi

Pada pengujian ini digunakan CDI Standar, koil Standar dan koil KTC Racing dengan variasi 4 jenis busi (busi NGK Standar, NGK G-Power, TDR Ballistic, dan DENSO Iridium) untuk mengetahui besarnya percikan dan warna bunga api yang dihasilkan. Gambar dibawah ini menunjukan hasil pengujian percikan bunga api pada 4 jenis busi tersebut.

Gambar 4.1. Percikan bunga api busi NGK Standar (A), NGK G-Power (B), TDR Ballistic (C), dan DENSO Iridium (D) dengan koil standar

A

B

D

C


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 3 JENIS BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH HONDA BLADE 110 CC BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX 95

1 9 6

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS CDI RACING TERHADAP KINERJA MOTOR DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 125CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

0 26 100

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTALITE

5 23 103

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX

1 19 150

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI 2 JENIS KOIL DAN 4 JENIS BUSI TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 135 CC BERBAHAN BAKAR PREMIUM

2 19 137

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI CDI DAN KNALPOT TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH 150 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX

5 25 90

KAJIAN EKSPERIMENTAL TENTANG PENGARUH VARIASI CDI DAN KNALPOT TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN EMPAT LANGKAH 150 CC BERBAHAN BAKAR PERTAMAX PLUS

0 15 84

PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 2 JENIS KOIL DAN VARIASI 3 JENIS BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH HONDA BLADE 110 CC BERBAHAN BAKAR PREMIUM

1 12 103

PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI 3 JENIS BUSI TERHADAP KARAKTERISTIK PERCIKAN BUNGA API DAN KINERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH HONDA BLADE 110 CC BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX 95

2 20 106

ANALISA VARIASI BUSI TERHADAP PERFORMA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH Analisa Variasi Busi Terhadap Performa Motor Bensin 4 Langkah.

0 2 18