ANALISIS SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA MELAYU LOLOAN DARI PERSPEKTIF FONOLOGIS DAN LEKSIKAL

Berangkat dari penelitian sebelumnya tentang studi bahasa-bahasa Melayu enklave, khususnya ML, tampak bahwa rekonstruksi bahasa ML masih belum dikaji secara sistematis, mendalam, dan memuaskan. Tanggapan terhadap celah dan tantangan yang diberikan bagi kajian yang lebih komprehensif dan mendalam tentang sejarah perkembangan bahasa Melayu Loloan ML merupakan kontribusi yang bermanfaat untuk menjembatani celah penelitian yang pernah ada. Kajian diakronis mengenai bahasa Melayu Loloan dalam tulisan ini menguraikan masalah perkembangan sejarah bahasa Melayu Loloan enklave BML dengan memanfaatkan metode deduktif kualitatif yang menerangkapkan teknik rekonstruksi eksternal dengan pendekatan top-down dari atas ke bawah. Kajian ini merupakan kajian linguistic diakronis yang menarik. Karena, memahami hubungan kekerabatan enklave ML dapat memberikan pemahaman terkait denga persebaran bahasa Melayu di wilayah Indonesia. Bahkan secara praktis, dengan adanya penelitian ML akan berguna bagi perumusan kebijakan berbahasa di Kecamatan Negara, Provinsi Bali. Karena, sejauh ini belum ada upaya pemerintah untuk memperhatikan pemakai bahasa-bahasa minoritas dibidang pengembangan bahasa. Maka dari itu, langkah ini memungkinkan untuk dimaknai sebagai salah satu dari upaya pencegahan terhadap kepunahan bahasa minoritas di Pulau Bali.

2. ANALISIS SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA MELAYU LOLOAN DARI PERSPEKTIF FONOLOGIS DAN LEKSIKAL

Sejarah perkembangan bahasa Melayu Loloan yang diuraikan dalam artikel ini ruang lingkupnya dibatasi pada perspektif fonologis dan leksikal. Diasumsikan perkembangan bahasa Melayu Loloan dewasa ini merupakan kelanjutan dari PAN Proto Austronesia yang menurunkannya. Dalam kajian diakronis, pemerian sejarah perkembangan suatu bahasa dilakukan dengan prosedur yang memanfaatkan pendekatan dari bawah ke atas top-down approach, dengan teknik rekonstruksi berdasarkan metode kualitatif yang bersifat deduktif. Prosedur analisis itu ditempuh melalui penemuan refleks fonem-fonem Protobahasa Austronesia pada bahasa yang diteliti, dengan membandingkan bentuk dan makna etimon protobahasa Austronesia PAN dengan leksikon bahasa yang bersangkutan. Penggunaan etimon protobahasa Austronesia PAN dalam kajian ini mengacu pada karya para linguis diakronis Austronesia terdahulu seperti Dempwolf 1934-1938, Blust 1974, dan Dyen 1975 atau berdasarkan karya kompilasi yang diterbitkan oleh Wurm dan Wilson 1978. Karena distribusi fonem-fonem etimon PAN pada umumnya berkaidah tanpa syarat maka refleksnya pada bahasa Melayu Loloan tampaknya lebih sesuai dengan sistem silabe dialek Karan’na yang bukan merupakan dialek vokalis. Distribusi fonemnya dapat ditemukan pada semua posisi dalam suatu kata berdistribusi parallel atau berkaidah tanpa syarat. Melalui kajian itu dapat dijelaskan berbagai kaidah perubahan fonologis yang bersifat primer maupun sekunder. Melalui kaidah-kaidah itu ditemui unsur-unsur inovasi dan unsur-unsur retensi berdasarkan hasil kajian rekonstruksi fonologis dan leksikal bahasa yang diteliti. Perubahan bahasa yang dapat diamati melalui kaidah fonologis dan leksikal yang ditemukan dapat menjelaskan secara tersirat dan tersurat sejarah perkembangan bahasa Melayu Loloan yang dimaksudkan dalam kajian ini. Sebagai contoh, misalnya, PAN sepsep ML. ηis p ǝ 4 ML. ηis p ǝ ‘mengisap’; η pada ML seperti pada [ηis p] merupakan morfem terikat yang ǝ berfungsi sebagai pembentuk verba aktif. Dalam contoh lain perubahan fonologis PAN k ML. ? merupakan suatu contoh perubahan yang disebut pembaharuan atau inovasi konsonan hambat. Pada perubahan fonologis lain adalah seperti PAN Z ML. j dan PAN taZém ML. ‘taj m ǝ ’ tajam’, zezeg ML. j j k ǝ ǝ ‘penopang yang kuat’, PAN sálaq ML. ‘sálah’‘salah’ merupakan retensi fonem PAN yang dipelihara pada bahasa ML, seperti halnya retensi vokal PAN a ML. a, misalnya, PAN Rumaq ML. rumah ‘rumah’; atau lamak ML. lamak ‘batu’. Namun pada kata PAN Rbaq ML. m r bah ǝ ǝ ‘merobohkan’ Pemarkah {-m } ǝ pada bahasa ML merupakan inovasi morfologis afiksasi yang berfungsi sebagai pembentuk verba aktif intransitif. Contoh lain adalah PAN darizi? ML. j riji ǝ ‘jari’. Pada contoh tersebut perubahan fonem PAN d- dan -z ML. j-j merupakan inovasi konsonan pada bahasa ML. Adapun vokal PAN -i- dan vokal -i- ML. i dan i dalam contoh itu merupakan retensi. Secara leksikal data seperti PAN kuRíta ML. gurit ǝ ‘gurita’ atau PAN Dikiq ML. k ci? ǝ ‘kecil’ memperlihatkan inovasi leksikal karena inovasi konsonan PAN D dan k ML. k dan c atau PAN q dan Kis. ? serta pada PAN beRéy ML. b ri?i substitusi diftong PAN -ey ML. ǝ i merupakan inovasi fonologis pada bahasa ML; sedangkan vokal e-a pada PAN t Ras e-a pada ML. ǝ k ras ǝ ‘keras’ merupakan retensi vokal. Demikian pula, PAN lápaR ML. lapar ‘lapar’ memperlihatkan bahwa PAN a dalam kedua contoh tersebut tidak mengalami inovasi tetapi retensi atau tetap dipelihara dalam bahasa Melayu Loloan ML. Pada bahasa Melayu Loloan ML refleks fonem-fonem PAN dapat menghasilkan kaidah-kaidah primer yang dapat dijelaskan sebagai kaidah dengan perubahan fonem yang teratur kaidah primer di samping kaidah perubahan fonem yang tidak teratur atau kaidah sporadis kaidah sekunder. Dalam tabel-tabel terlampir dapat diamati berbagai kaidah perubahan fonem primer dan sekunder yang dialami bahasa ML seperti yang tampak dalam kemiripan leksikal etimon PAN dengan kosakata bahasa ML sebagai cerminan refleks dari bentuk awalnya, PAN. Kaidah perubahan fonologis baik primer maupun sekunder dapat menjelaskan sejarah perkembangan bahasa ML melalui pengamatan refleks fonem-fonem PAN pada bahasa ML sebagaimana disajikan pada lampiran lihat lampiran Tabel 1. Perubahan fonologis seperti tampak dalam inovasi vokal seperti pada contoh substitusi fonem PAN a ML. ǝ tanpa syarat Karena dalam sistem fonem PAN tidak terdapat vokal pada posisi final ǝ , maka kaidah perubahan fonem yang bersyarat tersebut dapat beralih sebagai kaidah perubahan primer. Contoh PAN káya? ML. kay ǝ ‘kaya’, páqa ML. pahǝ ‘paha’. Substitusi PAN A ML. , ǝ PAN mbA-r naη ML. b r naη ǝ ǝ ǝ ‘berenang’ terjadi pada fonem yang berposisi prapenultima contoh lain dapat diperiksa pada Tabel 1. Inovasi diftong berupa merger antara fonem PAN -aw ML. –o mengalami monoftongisasi misalkan pada PAN ilaw ML.silo dan Dánaw dano hanya pada -. Karena diftong hanya terletak pada posisi final maka inovasinya termasuk kaidah perubahan primer. Pada posisi final, diftong PAN -ey merger dengan vokal - i ML. i, seperti PAN Dahey ML. dai ‘dahi”; qatey ML. ati;. Diftong PAN - ay merger dengan vokal PAN -ay ML. ǝ, misalnya, sampay ML. sampe? ‘sampai’; dan lantay ML. lante ‘lantai’. Merger terjadi pada konsonan w pada posisi awal kata seperti PAN waRi? ML. hari ‘hari’, wiRi? ML. kiri ‘’kiri’ pada contoh PAN ini juaga terdapat pula pola perubahan yang berlaku tanpa syarat ? ML. Ø, ñála? ML. ňala. Demikian pula halnya merger konsonan PAN h, q dan k Kis. Ø. Kaidah perubahan ini berlaku tanpa syarat berdistribusi paralel. Contoh PAN Dáhwen ML. daon ‘daun’, qañud añod, naqnaq ML. nanah ‘nanah’, bekbek ML. bobog ‘berbohong’; Merger lain berupa PAN , R, C, j ML. t, yang merupakan perubahan yang berlaku tanpa syarat. Contoh: PAN qaliR ML. ŋaler 5 , púseje ML. pus t ‘pusat’, maCá? ǝ ML. Mat ǝ. Namun PAN liŋaq ML. l η n ǝ ǝ ‘lengan’ berlaku kaidah bersyarat. Selain itu, konsonan PAN k merger dengan ML. c, misalnya, Dikiq ML. k ǝci? ‘kecil, PAN d merger dengan t misalnyabúkid ML. Boket, dan diantara yang paling banyak ditemui adalah perubahan PAN q yang merger dengan h dalam ML. Seperti; babaq ML. bawah ‘bawah’, hásaq ML. ηasah 6 pada posisi ultima . Dan berdasarkan data bahasa ML yang dijaring tampak sejumlah fonem baik vokal maupun konsonan yang masih mempertahankan pola retensi. Di antaranya, vokal PAN A, hAmp du ǝ ML. pada ǝ mp du ǝ ǝ ‘empedu’ pada posisi praultima seperti a ultima pada PAN ǝ buqáya? ML. Buay , ǝ u o seperti dalam contoh PAN rebut ML. rebot, mata . PAN síkuh ML. sekot ‘sikut’. Contoh-contoh dalam analisis ini, hanya disajikan masing-masing hanya sebuah contoh, contoh lain dapat dilihat pada tabel 1. Dari hasil analisis fonologi dan leksikal secara diakronis terhadap bahasa Melayu Loloan ML dalam makalah ini sesuai dengan data yang diperoleh, tampak bahwa retensi fonologis dan leksikal secara signifikan lebih dominan daripada inovasi. Bahasa ML ternyata memiliki kekhasan sejarah perkembangan fonologi yang unik, karena sistem fonem yang tergolong sederhana. Sebagaimana tampak pada tabel 1, daftar refleks fonem-fonem PAN pada bahasa ML yang disusun secara acak merupakan inventarisasi etimon protobahasa leksikon protobahasa dan fonem- fonem PAN untuk menetapkan kaidah perubahan yang berlaku dan terandalkan sesaui dengan hasil temuan dari para pakar di bidang kajian linguistik diakronis Austronesia. Acuan itu lazimnya terpaut dengan kesepadanan perangkat kognat yang ditemukan pada bahasa ML dan dapat menjelaskan antarhubungan ML dan PAN. Secara berurutan tabel 2 menjelaskan refleks fonem vokal dan diftong PAN pada bahasa Melayu Loloan dan tabel 3 menerangkan refleks fonem konsonan PAN pada bahasa Melayu Loloan lihat lampiran.

3. KESIMPULAN DAN PENUTUP