KONSONAN GEMINAT DIAKRONIS DALAM BAHASA

KONSONAN GEMINAT DIAKRONIS
DALAM BAHASA MADURA*
Oleh : Misrita**
Abstract
The paper deals with the geminate consonants in Madurese an
observation from the diachronic perspektive. The main issues
discussed were the geminate consonants in Proto Malayo-Javanic
comparatively analyzed by reflecting them toward Madurese. The
result of the analysis shows that many geminate consonants in
Madurese being inherited directly from Proto Malayo-Javanic. The
retention of geminate consonants from PMJ toward the Madurese,
is as an evidence that the Madurese is a language which is
exlusive among other related language in Malay subgroup.
Penutur dan bahasa Madura sampai saat ini masih cukup menyita perhatian
khalayak umum maupun para ahli bahasa. Karakter khas yang dimiliki bahasa
Madura terletak pada unsur fonologis, morfologis, leksikon, maupun
sintaksisnya. Namun dalam penelitian ini akan coba digali aspek fonologis
melalui pendekatan diakronis. Melalui pendekatan diakronis unsur fonologis yang
akan dilihat adalah unsur konsonan geminat yang cukup dominan dalam bahasa
Madura, sebagai ciri penutur Madura yang unik.
1. Pendahuluan

Pengelompokkan bahasa Madura diantara bahasa-bahasa Austronesia
pertama kali dilakukan oleh Salzner (1960). Berdasarkan hanya pada penelitianpenelitian terdahulu Salzner mengelompokkan bahasa Madura sebagai anggota
kelompok bahasa Jawa bersama-sama dengan bahasa Sunda 1. Selanjutnya,
penelitian yang lebih tinggi dilakukan oleh Dyen (1965:26) dengan pendekatan
kuantitatif berdasarkan 196 kosakata dasar dan berhasil merumuskan salah satu
subkelompok penting dalam kelompok bahasa-bahasa Austronesia itu dengan
sebutan Javo-Sumatra Hesion (Gugus Jawa-Sumatra). Lebih jelasnya anggota
subkelompok Javo-Sumatra Hesion ini adalah : Madura, Aceh, Lampung, Sunda
dan Jawa. Sebenarnya Stevens (1966) telah mencoba untuk melihat refleks
bahasa Madura dengan Proto yang lebih tinggi yaitu Proto Malayo Polinesia,
namun hasil kajian ini tidak terlalu banyak terekspose.
Berdasarkan anjuran Dyen kemudian Nothofer (1975,1985,1988) meneliti
subkelompok gugus Jawa-Sumatra secara terinci menggunakan data yang lebih
1

Pengelompokkan Salzner ini dipengaruhi oleh hasil kajian Kiliaan (1911) yang menganggap
bahwa sistem gramatikal bahasa Madura merupakan penyimpangan gramatikal bahasa Jawa
dan bukan merupakan bahasa yang berdiri sendiri. Hal ini juga diakui oleh Zainudin, dkk.(1978)
bahwa bahasa Madura mempunyai persamaan dengan bahasa Jawa. Hal ini didukung pula
oleh penjelasan Uhlenbeck (1964) bahwa manuskrif-manuskrif lama Madura merupakan hasil

terjemahan atau adaptasi dari kesusastraan Jawa. Sehingga tidak menutup kemungkinan
banyak pengaruh Jawa dalam bahasa Madura.
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
Page 1
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

banyak dan tidak hanya menggunakan metode kuantitatif tetapi juga melakukan
kajian kualitatif. Kemudian subkelompok gugus Jawa-Sumatra ini disebut oleh
Nothofer sebagai subkelompok Melayu Jawa (Malayo-Javanic). Subkelompok
ini meliputi bahasa Jawa, Sunda, Madura yang disebutnya sebagai kelompok
“mirip Melayu” (atau Malayic). Hasil kajian Nothofer (1975) ini selanjutnya
dijadikan dasar Wurm dan Hattori (1984) dalam mengelompokkan bahasa
Madura sebagai salah satu anggota kelompok bahasa Melayu.
Bahasa Madura sebagai salah satu anggota kelompok bahasa Melayu
dituturkan oleh kurang lebih 6 juta penutur yang tersebar di sebagian daerah
pesisir utara Jawa Timur, pulau Madura, dan di sejumlah pulau-pulau kecil
disekelilingnya, seperti Kangean dan Bawean (Nothofer,1975:23-24; Wurm dan
Hattori,1984).
Wilayah pakai bahasa Madura yang tergolong luas ini
menghasilkan dialek-dialek yang berbeda antara wilayah satu dengan lainnya.

Menurut Kiliaan (1911) dan Moehnilabib, dkk. (1979) bahasa Madura dikenal
memiliki 4 (empat) dialek yaitu Pamekasan, Sumenep, Bangkalan dan Kangean
(bandingkan Salzner,1960; Nothofer,1975, dan Wurm dan Hattori,1984) 2.
Perbedaan masing-masing dialek ditunjukkan antara lain dengan pemakaian
kata serta logat yang terutama berkaitan dengan intonasi. Selain itu, dalam
bahasa Madura juga dikenal adanya tingkat tutur (Stevens,1965;
Nothofer,1975)3.
Selain penelitian di atas terdapat beberapa karya penting berkaitan
dengan bahasa Madura adalah karya Kiliaan (1911 dan 1904) dan Stevens
(1968) menguraikan secara sinkronis fonologi, morfologi dan struktur bahasa
Madura yang cukup lengkap. Hasil kajian lebih baru Zainudin,dkk (1978) dan
Moehnilabib,dkk (1979) tentang fonologi, morfologi dan sintaksis bahasa Madura
menjadi acuan yang sangat penting sebagai sumber data sekunder penelitian ini.
Kajian terhadap bahasa Madura dari aspek konsonan geminat 4 diakronis
ini bertujuan untuk menelusuri sejarah perkembangan bahasa itu. Konsonan
geminat dipilih karena terlihat bahwa hanya bahasa Madura yang masih
mempertahankan unsur konsonan geminat di antara bahasa-bahasa sekerabat
lainnya dalam subkelompok Melayu-Jawa. Semua konsonan yang berada di
posisi penultima dalam bahasa Madura adalah geminat, kecuali fonem konsonan
2


Dalam kajiannya Nothofer (1975) membagi bahasa Madura dalam 5 dialek yaitu dialek
Bangkalan, dialek Bawean, dialek Kangean, dialek Pamekasan, dan dialek Sumenep. Berbeda
dengan Nothofer, Salzner (1960) membagi bahasa Madura berdasarkan daerah yakni 1)
bahasa Madura dalam wilayah Barat terdiri dari dialek Bangkalan dan dialek Pamekasan. 2)
bahasa Madura dalam wilayah Timur terdiri dari dialek Bawean, dialek Pasuruan-Basuki dan
dialek Sapudi Kangean. Adapun Wurm dan Hattori (1984) hanya membagi bahasa Madura
atas dialek Barat, dialek Tengah dan dialek Timur tanpa ada penjelasan.
3
Realitas tingkat tutur dalam bahasa Madura ini dilaporkan Stevens (1965) dengan
menggunakan istilah ‘language levels’, sedangkan Nothofer lebih memilih menggunakan istilah
berbeda yaitu status style. Walaupun Steven dan Nothofer menggunakan istilah berbeda tetapi
dalam pembagiannya keduanya sepaham. Stevens dan Nothofer membagi tingkat tutur
bahasa Madura ke dalam 5 tingkatan yaitu : 1) alòs tèghi (sangat halus), 2) alòs (halus), 3) t∂a
(tengah), 4) kasar , 5) tanpa nama (sangat kasar).
4
Menurut Crystal (1991) dan Poedjosoedarmo (2003) konsonan geminat adalah konsonan
rangkap yang terjadi karena adanya tekanan kata yang kuat pada posisi pra akhir sebuah kata
atau morfem.
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep

Page 2
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

q dan h. Ada dua kemungkinan hipotesis untuk menjelaskan tentang konsonan
geminat ini pada bahasa Madura, yang pertama adalah bahasa Madura
mempertahankan (retensi) konsonan geminat PMJ, sedangkan bahasa-bahasa
Melayu Jawa lainnya berinovasi menjadi single consonant (satu konsonan) atau
kemungkinan yang kedua adalah terjadi inovasi fonem konsonan geminat
sesudah fonem vokal *∂ dalam bahasa Madura. Terdapat bukti pendukung
untuk asumsi pertama yaitu adanya manuskrip Melayu yang bertuliskan katakata Melayu modern seperti b∂sar, k∂rat, dan t∂lu diucapkan dengan geminat
b.ss.r, k.rr.t, dan t.ll.q. Konsonan geminat Ini juga terdapat dalam dokumen Jawa
kuno pada abad 10 (Jayapattra), seperti nama Gallam (Jawa Modern G∂lam),
pajjah (Jawa modern p∂jah ‘mati’) (Ras,1970:429).
Dalam penelitian ini akan dilihat semua kata-kata kognat yang
mengandung unsur konsonan geminat yang muncul dalam bahasa Madura
secara umum tanpa memperhitungkan dialek dan tingkat tutur.
Kajian ini dilakukan dengan memanfaatkan metode komparatif yang
deduktif kualitatif dengan menerapkan pendekatan top-down dan teknik
rekonstruksi.
Metode deduktif dilakukan dengan menggunakan hasil

rekonstruksi pada level lebih tinggi yaitu Proto Malayo Javanic yang telah
disusun oleh linguis diakronis Nothofer (1975) untuk menemukan refleksnya
pada bahasa Madura. Prosedur analisis ditempuh melalui penemuan refleks
fonem-fonem konsonan geminat PMJ pada bahasa yang diteliti, dengan
membandingkan bentuk dan makna etimon protobahasa dengan leksikon
bahasa yang bersangkutan. Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
bahasa-bahasa sekerabat biasanya menyimpan (retensi) dan mengubah
(inovasi) unsur-unsur warisan serta kaidah melalui bermacam cara
(Fernandez,1996). Selanjutnya untuk memudahkan pembicaraan, Proto Malayo
Javanic disingkat PMJ, bahasa Madura di singkat Mad.
Data yang diperoleh dalam kerja lapangan melalui penjaringan dari
informan penutur bahasa Madura yang digunakan sebagai sumber data primer
dan data sekunder bahasa Madura dari penelitian terdahulu merupakan data
pelengkap dan pembanding untuk mengamati refleks etimon konsonan geminat
PMJ dalam menemukan unsur-unsur inovasi dan retensi fonologis dan leksikal
bahasa Madura dan disajikan secara selektif dalam tabel berdasarkan data yang
terjaring. Evidensi pembaharuan (inovasi) dan pemertahanan (retensi) jenis
fonem-fonem konsonan geminat tersebut berdasarkan parameter hasil
rekonstruksi etimon PMJ.
2. Analisis dan Pembahasan

Menurut Moehnilabib,dkk. (1979) sistem fonem bahasa Madura dewasa
ini mengenal 6 buah vokal, meliputi vokal /i, , u, , ∂, a/ dan diftong terdiri dari 4
buah yaitu /∂y, ay, uy, y/, sedangkan konsonan sebanyak 26 buah, meliputi /p, t,
t, c, k, q, b, d, d, j, g, bh, dh, dh,
 jh, gh, m, n, ñ, , l, r, s, h, w, y/. (bandingkan
Kiliaan,1904;Stevens,1968;Nothofer,1975 dan Zainudin,dkk,1978) 5 . Dari sistem
5

Stevens (1968) mendeskripsikan bahasa Madura memiliki tiga kelompok fonem vokal yakni :
1). kelompok vokal utama /i, u, a, ∂/ ; 2). Kelompok vokal bukan utama yaitu /i, è, u, ò, ∂, á, a/;
3) kelompok vokal khusus yaitu é,ó. Kelompok vokal 1 dan 2 sering muncul dalam kata-kata
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
Page 3
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

fonem tersebut tampak bahwa telah terjadi perubahan fonologis dan leksikal
yang menarik dalam sejarah perkembangan bahasa Madura.
Melalui penelusuran refleks fonem-fonem khususnya konsonan geminat
PMJ pada bahasa Madura dalam kajian ini dapat dijelaskan fakta historis tentang
perubahan tersebut. Konsonan geminat hanya terdapat dalam posisi penultima,

seperti dapat dilihat pada hasil analisis berikut :
Berdasarkan data bahasa Madura yang dijaring tampak sejumlah
konsonan geminat yang tidak mengalami inovasi tetapi mengalami retensi
Sebagai
contoh
misalnya,
PMJ*l∂bbih>Mad.l∂bbi
‘lebih’;
PMJ*Labbuh>Mad.labbhu ‘menceburkan orang lain’;PMJ*rubbuh>Mad.rbbhu
‘jatuh’.
Dalam contoh tersebut perubahan fonologis PMJ*bb > Mad./bb/
merupakan retensi fonem PMJ yang dipelihara pada bahasa Mad. Sama halnya
seperti retensi fonem geminat :
PMJ*kk>Mad./kk/
misalnya PMJ*c∂kkur>Mad.ckkur ‘cukur’;
PMJ*mm>Mad./mm/
misalnya PMJ*t∂mmuq>Mad.t∂mmh ‘bertemu’;
PMJ*pp>Mad/pp/
misalnya PMJ*D∂ppaq>Mad.d∂ppa(h) ‘depa’;
PMJ*tt>Mad.


/tt/

misalnya PMJ*k∂ttus>Mad.
 
k∂tt s ‘ketus’;
PMJ*ññ>Mad./ññ/
misalnya PMJ*Baññak>Mad.

b∂ññaq ‘banyak’;
PMJ*>Mad.//
misalny PMJ*l∂∂n>Mad.l∂∂n ‘lengan’;
a
PMJ*nn>Mad./nn/
misalny PMJ*q∂nn∂m>Mad.∂nn∂m ‘enam’;
a
PMJ*dd>Mad./dd/
misalny PMJ*qadduq>Mad.addu(h) ‘aduh’.
a


Pada bahasa Madura refleks konsonan geminat PMJ dapat menghasilkan
kaidah-kaidah primer yang dapat dijelaskan sebagai kaidah perubahan konsonan
geminat yang teratur (kaidah primer) di samping kaidah perubahan konsonan
geminat yang sporadis (kaidah sekunder). Dalam tabel-tabel (terlampir) dapat
diamati berbagai kaidah perubahan konsonan geminat primer dan sekunder
yang dialami bahasa Madura seperti tampak dalam kemiripan leksikal etimon
PMJ dengan kosa kata bahasa Madura, sebagai cerminan (refleks) dari bentuk
awalnya, PMJ.
Perubahan fonologis tampak dalam, PMJ*k∂bbaw>Mad.k∂-r-bhuy‘kerbau’.
Pada contoh tersebut perubahan fonem konsonan geminat PMJ*bb>Mad.rbh
merupakan inovasi konsonan pada bahasa Madura berupa gejala perubahan
berupa disimilasi pada konsonan geminat PMJ *bb tampak bahwa fonem b
pertama dirubah dari hambat bilabial menjadi r yang merupakan getar apiko
pinjaman. Adapun kelompok vokal utama memiliki alofon sebagai berikut /i/ : [i], [è] ; /u/ :[u], [ò];
/a/: [á], [a] ; dan /∂/ : [∂], [əˆ]. Adapun Kiliaan (1904) dan Nothofer (1975) mendeskripsikan
bahwa sistem fonem bahasa Madura mengenal 9 buah vokal, meliputi vokal /i, è, é, u, ò, ó, ∂, á,
a/ dan diftong terdiri dari 4 buah yaitu /áy, ay, uy, òy/, sedangkan konsonan sebanyak 26 buah,
meliputi /p, t, t, c, k, q, b, d,d, j, g, bh, dh, dh,
 jh, gh, m, n, ñ, , l, r, s, h, w, y/. Sedangkan
Zainudin,dkk (1978) mendeskripsikan bahasa Madura memiliki 7 vokal, 25 konsonan dan 4

diftong.
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
Page 4
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

dental supaya berbeda dengan b yang kedua. Gejala perubahan ini juga tampak
pada PMJ*b∂nn∂r>Mad.b∂ndh∂r ‘benar’ yaitu konsonan geminat PMJ*nn, fonem
n kedua dirubah dari sengau apiko dental menjadi hambat apiko dental supaya
berbeda dengan n yang pertama.
Secara
leksikal
data
seperti
PMJ*qallih>Mad.all
‘pindah’;
PMJ*h∂lla>Mad.la ‘elang’ memperlihatkan inovasi leksikal karena konsonan
geminat PMJ*ll mengalami proses pembelahan (split) fonem konsonan geminat
karena direfleksikan sebagai Mad. ll yang merupakan retensi dan Mad. l
merupakan penghilangan urutan bunyi yang sama dengan urutan bunyi
berikutnya (haplologi). Gejala yang sama juga terjadi pada data
PMJ*B∂ssiq>Mad.b∂ss(h) ‘besi’ ; PMJ*Bass∂h>Mad.b∂cca ‘basah’, konsonan
geminat dari PMJ*ss mengalami inovasi berupa split karena tidak hanya
direfleksikan sebagai Mad.ss tetapi juga sebagai Mad.cc.
Inovasi konsonan geminat berupa merger antara konsonan geminat
PMJ*jj dan *zz > Mad.jjh (hanya pada posisi penultima) seperti
PMJ*tujj∂w>Mad.tjjhu(h) ‘tujuan’; *h∂zz∂n>Mad.(∂j)jh∂n ‘memeras’. Pada posisi
pra akhir, konsonan geminat PMJ*RR merger dengan PMJ*rr>Mad.rr, seperti
PMJ*B∂RRat>Mad.b∂rr∂ ‘berat’ ; PMJ*B∂rras>Mad.b∂rr∂s ‘beras’. Selain itu,
konsonan geminat *BB merger dengan konsonan geminat *bb> Mad.bbh seperti
PMJ*t∂BBas>Mad.t∂bbh∂s ‘tebas’ ; PMJ*labbuh>Mad.labbhu ‘menceburkan
orang lain agar tenggelam’
Perubahan fonologis tampak dalam inovasi konsonan geminat seperti
substitusi konsonan geminat PMJ*DD>Mad.dd
  yang terjadi pada posisi pra akhir.
Berdasarkan data bahasa Madura, tampak sejumlah data yang
memperlihatkan gejala perubahan (inovasi) berupa asimilasi regresif (regresive
assimilation), misalnya PMJ *t∂st∂s dan *taptap yaitu bunyi /s/ pada *t∂st∂s
dipengaruhi oleh bunyi /t/ sesudahnya sehingga /s/ berubah artikulasinya dari
frikatif avikodental menjadi hambat avikodental dalam bahasa Madura. Hal yang
sama juga berlaku pada bunyi /p/ dalam *taptap karena pengaruh bunyi /t/
berubah artikulasinya dari hambat bilabial menjadi hambat apiko-dental dalam
bahasa Madura.
Sebaliknya, PMJ*h>Mad. misalnya dalam kata PMJ*tahiq>Mad.ta(h)
’bangun’ yang menunjukkan gejala perubahan sekunder yang disebut asimilasi
progresif karena bunyi /h/ yang merupakan bunyi frikatif glotis tak bersuara
dipengaruhi oleh bunyi sebelumnya yaitu // sehingga menjadi sengau dorso
velar bersuara.
Asimilasi ini terjadi secara teratur pada bahasa Madura dialek Bawean
dan Pamekasan. Contoh-contoh dalam analisis di atas, hanya disajikan masingmasing sebuah contoh, contoh lain dapat dilihat pada tabel 1.
Pada beberapa data berikut terlihat kemungkinan adanya perkembangan
konsonan geminat bahasa Madura karena adanya perubahan analogis 6.
Contohnya PMJ*pituq>Mad. pttq, ptt(h) ‘tujuh’ ; PMJ*waluq>Mad.b∂llu(h),
b∂lluq ‘delapan’. Hal ini merupakan perubahan analogis dari konsonan geminat
6

Menurut Nothofer (1976) analogi adalah satu proses dimana phonesss dan /atau morphs
berubah atau phoness dan /atau morphs yang baru dikembangkan, didasarkan pola phoness
dan /atau morphs yang ada dalam satu bahasa.
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
Page 5
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

pada kata-kata yang menunjukkan bilangan sebelumnya seperti contoh berikut :
PMJ*t∂lluq>Mad. t∂llq, t∂ll(h) ‘tiga’ ; PMJ *q∂nn∂m > Mad. ∂nn∂m ‘enam’.
Dari hasil analisis konsonan geminat secara diakronis terhadap bahasa
Madura dalam makalah ini sesuai dengan data yang diperoleh, tampak bahwa
retensi fonologis dan leksikal secara signifikan lebih lebih dominan daripada
retensi. Bahasa Madura ternyata memiliki kekhasan sejarah perkembangan
fonologi yang unik, karena sistem fonem yang tergolong sederhana.
Sebagaimana tampak pada tabel 1, daftar refleks konsonan geminat PMJ pada
bahasa Madura yang disusun secara alphabetis merupakan inventarisasi
leksikon protobahasa dan fonem-fonem konsonan geminat PMJ untuk
menetapkan kaidah perubahan bahasa yang berlaku dan terandalkan sesuai
dengan hasil temuan dari pakar di bidang kajian linguistik diakronis Austronesia
khususnya Melayu Javanic. Acuan itu lazimnya terpaut dengan kesepadanan
perangkat kognat yang ditemukan pada bahasa Madura dan dapat menjelaskan
antarhubungan bahasa Madura dan PMJ.
Tabel 2 menjelaskan refleks
konsonan geminat PMJ pada bahasa Madura (lihat lampiran).
3. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, beberapa hal
menarik yang berkaitan dengan kajian bahasa Madura dari dimensi konsonan
geminat diakronis dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bahasa Madura menunjukkan evidensi yang cukup kuat untuk
dimasukkan ke dalam rumpun bahasa Austronesia atau lebih khusus lagi
sebagai anggota subkelompok Melayu. Hal itu tampak dari kaidah perubahan
primer dan sekunder yang dapat menjelaskan berbagai masalah perubahan
yang terkait dengan perubahan konsonan geminat. Konsonan geminat ini pula
yang menjadi salah satu evidensi yang menunjukkan bukti bahwa bahasa
Madura adalah bahasa yang eksklusif 7.
Secara signifikan bahasa Madura banyak mengalami retensi yang
tercermin pada konsonan geminatnya. Hanya sedikit konsonan geminat yang
mengalami perubahan (inovasi) jika dikaitkan dengan refleks konsonan geminat
PMJ-nya. Perubahan yang terjadi pada bahasa Madura itu adalah split,
disimilasi, asimilasi, dan haplologi. Dalam leksikon bahasa Madura semua
konsonan geminat berada pada posisi penultima.
Adapun kaidah perubahan sekunder seperti asimilasi misalnya, karena
rekurensinya dapat menyebabkan kaidah perubahan sekunder cenderung
beralih menjadi kaidah perubahan primer.
Sebagai kesimpulan akhir yang tercermin dari pemertahanan konsonan
geminat bahasa Madura, bahwa hal ini juga dapat dikaitkan dengan sikap suku
Madura sebagai mana bahasanya yang sulit dipengaruhi oleh aspek luar.
Daftar Pustaka
7

Yang dimaksud eksklusif di sini adalah hanya terjadi pada bahasa Madura dalam lingkungan
bahasa sekerabat lainnya.
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
Page 6
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Crystal, David.1991.A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Third edition. Basil
Blackwell.
Dyen, Isidore.1965. A Lexicostatistical Classification of the Austronesian
Languages. Indiana University Publication in Anthropology and Linguistic,
Memoir 19, supplement to the International Journal of American
Linguistics.
Fernandez, Inyo Yos.1996. Relasi Historis Kekerabatan Bahasa Flores. Ende :
Nusa Indah.
Kiliaan, H.N.1911. Madoereesch spraakkunst. 2 vol. Batavia
Kiliaan, H.N.1904. Madoereesch-Nederlandsch woordenboek. I,II. Leiden.
Moehnilabib,M.,A.Wahab.,S.
Prijambada.,N.Huda.,A.S.Ghazali.1979.Morfologi
dan Sintaksis Bahasa Madura.Jakarta : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa. Depdikbud.
Nothofer, Bernd.1975. The Reconstruction of Proto-Malayo-Javanic.
Verhandelingen van het KITLV 73’s-Gravenhage : Martinus Nijhoff.
Nothofer, Bernd.1976. “Perubahan Analogis” . dalam catatan tentang Linguistik
Komparatif Genetik. Penataran Dialektologi Tahap ! Juli-Agustus 1976.
Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah dengan
bantuan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Nothofer, Bernd.1985. The subgrouping of the Languages of the Javo-Sumatra
Hesion : a Reconstruction. BTLV 141
Nothofer, Bernd.1988. “A Discussion of two Austronesian subgroups : ProtoMalay and Proto Malayic. Dalam M.T Ahmad dan Z.M.Zaim (ed)
Rekonstruksi dan cabang-cabang bahasa Melayu Induk. Kuala Lumpur :
Dewan bahasa dan Pustaka.
Poedjosoedarmo, Soepomo.2003. Filsafat Bahasa. Surakarta : Muhammadiyah
University Press.
Ras,J.J.1970. Lange consonanten in enige Indonesische talen II. Bijd. 126.42947.
Salzner, Richard. 1960. Sprachatlas des Indopazifischen Raumes. Wiesbaden
Stevens, Alan.M.1965. Language Levels in Madurese. Lg.41.294-302.
Stevens, Alan.M.1966. The Madurese Reflexes of Proto Malayo Polynesian.
Journal of the American Oriental Society.86.147-56.
Stevens, Alan.M.1968. Madurese Phonology and Morphology. New Haven.
Uhlenbeck,E.M.1964. A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and
Madura.The Hague: Martinus Nijhoff
Wurm, SA and Hattori, Shiro. 1984. Languange Atlas of the Pacific
Area.Canbera: Australian Academy of the Humanities.
* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Page 7

Zainudin,S.,Soegianto.,A.Kusuma.,Barijati.1978. Bahasa Madura.Jakarta : Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud.

* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Page 8

Lampiran Tabel :
No

Etimon
geminat
makna

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

*qadduq ‘adu’
*hadda
   ‘hadang’
*qallih ‘pindah’
*qassah ‘asah’
*qassak ‘masak’
*hass∂m ‘asam’
*qassin ‘asin’
*qattah ‘mentah’
*qattas ‘atas’
*Baññak ‘banyak’
*Bass∂h 'basah’
*Bassuh ‘basuh’
*B∂ddak
  ‘bedak’
*B∂llah ‘belah’
*B∂lla ‘jenis ular’

16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.

konsonan
PMJ dan

Bahasa
Madura

addu(h)
addh∂
  
all
assa(h)
m-∂ssaq
acc∂m
accn
m-∂tta
attas
b∂ññaq
b∂ssa,b∂cca
b∂cc
b∂ddh∂q
 
b∂ll∂
B:b∂ll∂,
S.P:bh∂ll∂
*B∂llas ‘belas’
b∂ll∂s
*B∂lliq ‘beli’
b∂ll(h)
*B∂llit‘to wind around’
b∂llit
*B∂llut ‘belut’
b∂lluq
*B∂nna‘menang’
m∂nna
*[Bb]∂nna ‘benang’
b∂nna
*B∂is ‘jahat’
bh∂s
*B∂rras ‘beras’
b∂rr∂s
*B∂RRat ‘berat’
b∂rr∂
*B∂RR∂y ‘beri’
b∂rriq
*B∂ssiq ‘besi’
b∂ss(h)
*B∂ttis ‘betis’
b∂tts
*B∂ttuq ‘muncul’
b∂tt(h)
*[Bb]ukkaq ‘buka’
bukkaq
*b∂nn∂r ‘benar’
bh∂ndh∂r
*c∂kkur ‘cukur’
ckkr
*cahcah ‘memotong- cacca
motong’
*cipcip ‘cicip’
cccp
*cupcup ‘menyedot’
cccp
*D∂ppaq ‘depa’
d∂ppa(h)

*h∂bbun ‘embun’
(∂b)bhun
*h∂lla ‘elang’
la
*h∂ll∂t ‘jarak’
(∂l)laq
*q∂nn∂m ‘enam’
(∂n)n∂m
*h∂zz∂n ‘memeras’
(∂j)jh∂n
*gaddi
   ‘gading’
gh∂ddhi
  

Inovasi
dan
Retensi
Konsonan
Geminat
*-dd- >-dd*-dd  >-ddh
*-ll- > -ll*-ss- >-ss*-ss- > -ss*-ss-> -cc*-ss-> -cc*-tt- >-tt*-tt- > -tt*-ññ- > -ññ
*-ss-> -cc*-ss- > -cc*-dd  > -ddh 
*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-nn- > -nn*-nn- > -nn*-- > -*-rr- > -rr*-RR- > -rr*-RR- > -rr*-ss- > -ss*-tt- > -tt*-tt- > -tt*-kk- > -kk*-nn- > -ndh*-kk- > -kk*-hc- > -cc*-pc- > -cc*-pc- > -cc*-pp- > -pp*-bb-> -bbh*-ll- > -l*-ll- > -ll*-nn- > -nn*-zz- > -jjh
*-dd  > -ddh 

Keterangan

split
split

split
split

substitusi
substitusi

disim. Konsonan
asim.kons. regresif
asim.kons. regresif
asim.kons. regresif

haplologi

substitusi

* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Page 9

gh∂ddhu
  
gh∂ggh∂r
gh∂tt
gh∂lluq
kaddhuq
kaddh∂l
 
S: k∂bbhus

*-dd  > -ddh 
*-rg- > -ggh*-tt- > -tt*-ll- > -ll*-dd- > -ddh*-dd  > -ddh 
*-bb- > -bbh-

k∂-r-bhuy
k∂pp∂l
k∂ppq
k∂rraq
k∂rr
k∂tt s
labbhu

*-bb- > -rbh*-pp- > -pp*-pp- > -pp*-rr- > -rr*-RR- > -rr*-tt  > -tt
*-bb- > -bbh-

P.S:laddhi
l∂bbi
l∂bbh∂q
l∂∂n
l∂ss

*-dd- > -ddh*-bb- > -bb*-bb- > -bbh*-- > -*-ss- > -ss-

lppa(h)
m∂tta
mññaq
paddh∂
  
p∂ddih
 
p∂ddha
  
p∂ll
p∂ll∂s
p∂rra

*-pp- > -pp*-tt- > -tt*-ññ- > -ññ*-dd  > -ddh 
*-DD- > -dd 
*-dd  > -ddh 
*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-RR- > -rr-

r∂bbhuq
rbbhu
r∂bbhu
s∂ddh∂
  
s∂dd∂p
 
s∂ddhi
 
s∂ppa
sassa
sssq
s-al-ssq

*-bb- > -bbh*-bb- > -bbh*-bb- > -bbh*-dd  > -ddh 
*-dd  > -dd 
*-dd  > -ddh 
*-pp- > -pp*-ss- > -ss*-ks- > -ss*-ps- > -ss-

80.
81.

*gaddu
   ‘jenis buah’
*gargar ‘jatuh’
*gattu ‘gantung’
*g∂llut ‘gelut’
*kaddut ‘karung goni’
*kaddal
  ‘kadal’
*k∂bbas
‘menyapu
debu dengan kain’
*k∂bbaw ‘kerbau’
*k∂pp∂l ‘sekepal’
*k∂ppit ‘kempit’
*k∂rr∂t
‘kerat’
*k∂RRi ‘kering’
*k∂ţţus ‘ketus’
*labbuh ‘menceburkan
orang
lain
agar
tenggelam’
*laddi ‘pisau’
*l∂bbih ‘lebih’
*l∂bb∂t ‘lebat (buah)’
*l∂∂n ‘lengan’
*l∂ssu
‘penumbuk
beras’
*luppaq ‘lupa’
*m∂ttah,m∂ntah
*miññak ‘minyak’
*padda
   ‘terang’
*p∂DDih ‘pedih’
*p∂dda ‘pedang’
*p∂lluh ‘keringat’
*p∂ll∂s ‘sakit ’
*p∂RR∂h ‘mengobati
mata’
*r∂bbut ‘rebut’
*rubbuh ‘roboh/jatuh’
*R∂bbu ‘rebung’
*s∂dd∂
   ‘sedang’
*s∂dd∂p
 
‘sedap’
*s∂ddih
  ‘sedih’
*s∂ppah ‘menginang’
*s∂ss∂h ‘mencuci’
*siksik ‘sisik’
*s-ul-upsup
‘merangkak’
*taptap ‘tempeleng’
*tahiq ‘bangun’

B : tattap
ta(h)

*-pt- > -tt*-h- > --

82.

*t∂BBas ‘tebas’

t∂bbh∂s

*-BB- > -bbh-

42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.

asim.kons. regresif

disim.konsonan

substitusi

substitusi

substitusi

assim.kons.regresif
assim.kons.regresif
assim.kons.regresif
assim.konsonan
progresif
substitusi

* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Page 10

83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.

*t∂BBuq ‘tebu’
*t∂bbah ‘hantam’
*t∂lluq ‘tiga’
*t∂lluR ‘telur’
*t∂mmuq ‘bertemu’
*t∂nnun ‘menenun’
*t∂ppu ‘tepung’
*t∂RRab ‘sendawa’
*t∂st∂s ‘tetas’
*tuhtuh
‘memotong
pohon’
*tujj∂w ‘tujuan’
*z∂ll∂s ‘jelas’
*z∂lli ‘melihat’

t∂bbhuq
S.P:t∂bbh∂
t∂ll(h),t∂llq
t∂llr
t∂mm(h)
t∂nnn
t∂pp
d∂rr∂p
B.P:t∂tt∂s
ttt

*-BB- > -bbh*-bb- > -bbh*-ll- > -ll*-ll- > -ll*-mm- > -mm*-nn- > -nn*-pp- > -pp*-RR- > -rr*-st- > -tt*-ht- > -tt-

tjjhu(h)
jh∂llas
B.P:jh∂lli

*-jj- > -jjh*-ll- > -ll*-ll- > -ll-

substitusi

substitusi
asim.kons. regresif
asim.kons. regresif

Tabel 1 : Refleks etimon protobahasa Malayo Javanic dan fonem-fonemnya pada bahasa Madura.

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

Konsonan Geminat
PMJ
*bb
*bb
*bb
*BB
*dd
*dd
*dd
 
*DD
*dd
 
*jj
*kk
*ll
*ll
*mm
*nn
*nn
*pp
*RR
*rr
*ss
*ss
*tt
*tt 
*zz
*hc
*pc
*rg
*ks
*ps

Konsonan Geminat
Bahasa Madura
bb
rbh
bbh
bbh
dd
ddh
ddh
 
dd
 
dd
 
jjh
kk
ll
l
mm
nn
ndh
pp
rr
rr
ss
cc
tt
tt 
jjh
cc
cc
ggh
ss
ss

Keterangan Kaidah yang
belaku
hanya pada posisi penultima

* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Page 11

30.
31.
32.

*pt
*st
*h

tt
tt


Tabel 2 : Refleks konsonan geminat protobahasa Malayo Javanic pada bahasa Madura.

Singkatan pada tabel :
B = bahasa Madura dialek Bawean
P = bahasa Madura dialek Pamekasan
S = bahasa Madura dialek Sumenep

* Makalah disajikan pada Seminar Bahasa dan Budaya Madura Tgl.9.s.d.11 Maret 2007 di Sumenep
** Dosen di Universitas Palangka Raya, sedang menempuh studi S3 Linguistik di UGM Yogyakarta

Page 12