xxxv Warren
1990: 123. Penelitian sosiologi sastra tidak hanya sebatas mengungkapkan bahwa sastra adalah cerminan kehidupan masyarakat, sebuah produksi, atau sebuah dokumen
sosial. Penelitian ini baru bisa berarti jika dapat menjawab secara kongkret, bagaimana hubungan potret yang muncul dari karya sastra dengan kenyataan sosial. Apakah karya itu
dimaksudkan sebagai kenyataan sosial. Apakah karya itu dimaksudkan sebagai gambaran yang realitis? Ataukah merupakan satire, karikatur atau idealisasi Romantik.
Berdasarkan pendapat di atas, maka akan diteliti tentang unsur-unsur sosial budaya yang terungkap dalam novel. Kemudian dianalisis hubungannya dengan kenyataan sosial
masyarakat tersebut.
2. Konflik Sosial
a. Hakikat Konflik
Karya sastra dilihat sebagai dokumen sastra yang berhubungan dengan masalah sosial budaya, ekonomi, politik dan agama, merupakan kajian sosiologi
sastra. Dokumen sastra tersebut berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika manusia berinteraksi dengan
sesamanya, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik dan kerjasama merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari kata kerja Latin
configere
yang berarti saling memukul. Teori konflik merupakan bagian dari teori sosiologi. Menurut Soerjono Soekanto
1986: 3-4 ruang lingkup perhatian sosiologi adalah
dyad
, yang merupakan unit atau kelompok yang terdiri dua orang. Dalam
dyad
terjadi hubungan yang sangat erat
xxxvi
yang menyatu, maka ada pula kemungkinan terjadinya konflik atau pertikaian. Terjadinya konflik dimungkinkan karena keterlibatan pribadi yang sangat mendalam
dalam hubungan antara ke dua belah fihak. Kesatuan perasaan yang terganggu oleh tindakan masing-masing pihak. Pada keadakan konflik timbul kebutuhan akan
adanya fihak ketiga. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih bisa juga kelompok, bila salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Menurut
Kartono Gulo Devi Irma Sari, 2010: 1 ,
“konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain”. Pruitt 2009: 9 mengambil
makna terbatas dari defenisi konflik Webster yang kedua. “Konflik berarti persepsi mengenai perbedaan kepentingan
perceived divergence of interest
, atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara
simultan.” Sedang menurut Wallace Wolf Endi, 2009: 4-5, konflik terbagi menjadi dua tradisi. Pertama bahwa setiap orang mempunyai
angka dasar kepentingan, mereka ingin dan mencoba mendapatkannya. Masyarakat selalu terlibat dalam situasi yang diciptakan oleh keinginan-
keinginan dari setiap orang dalam meraih kepentingannya. Kedua, pusat pada perspektif teori konflik secara keseluruhan, adalah satu pemusatan perhatian
pada kekuasaan sebagai inti hubungan sosial.
Simmel dalam Soerjono Soekanto. 1988: 69 berpendapat bahwa terjadinya konflik tidak terelakkan dalam masyarakat. Konflik terjadi karena dalam masyarakat
terdapat kelompok-kelompok kepentingan, artinya menurut Surbakti dalam Ngarto Februana. 2009: 6:
xxxvii
lembaga-lembaga, organisasi, dan kelas-kelas sosial yang tidak selalu memiliki kepentingan yang sama dan serasi. Di antara kelompok- kelompok
tersebut memiliki perbedaan taraf kekuasaan dan wewenang. Demikian pula dengan distribusi dan alokasi sumber daya yang langka di antara kelompok-
kelompok masyarakat tidak selalu seimbang. Kondisi seperti ini tidak terelakkan, sehingga konflik merupakan gejala yang senantiasa terjadi dalam
masyarakat.
Konflik dalam kehidupan manusia sebenarnya adalah fenomena yang sangat alamiah. Jika konflik menimbulkan kekerasan merupakan manifestasi dari suatu
konflik yang tidak terlembaga
un-institutionalized conflict
. Sedangkan konflik yang terlembaga dengan baik
institutionalized conflict
, akan dapat diselesaikan melalui cara-cara yang damai.
If every reaction among men is a socialization, of course conflict must count as such, since it is one of the most intense reactions, and is logically
impossible if restricted to a single element. The actually dissociating elements are the causes of the conflict —hatred and envy, want and desire. If,
however, from these impulses conflict has once broken out, it is in reality the way to remove the dualism and to arrive at some form of unity, even if
through annihilation of one of the parties. The case is, in a way, illustrated by the most violent symptoms of disease,
Simmel, 1903: 490. Pendapat Simmel di atas, memunculkan teori bahwa pertikaian sebagai suatu
kerja sama. Apabila setiap interaksi antara-manusia merupakan kerja sama, maka pertikaian harus dianggap sebagai suatu bentuk kerja sama. Faktor-faktor disosiatif
seperti kebencian, kecemburuan, merupakan penyebab terjadinya pertikaian. Pertikaian ada untuk mengatasi pelbagai dualisme yang berbeda, karena merupakan
salah-satu cara untuk mencapai taraf keseragaman tertentu, walaupun dengan cara meniadakan salah-satu fihak yang bersaing.
Konflik dalam sebuah karya sastra dijelaskan Stanton1965: 16 sebagai berikut:
xxxviii Two important elements of plot are conflict and climax. Every work of fiction
contains obvious internal conflicts between two desires within a character, or external conflicts between characters or between a character and his
environment. These specific conflicts are in turn subordinate to the central conflict, which may be internal, external, or both…. A central conflict is
always between fundamental and contrasting qualities or forces, such as honesty and hypocrisy, innocence and experience, individuality and the
pressure to conform. This conflict is the core of the story’s structure, the generating center out of which the plot grows.
Konflik dan klimaks adalah dua unsur penting dalam alur. Setiap karya fiksi
berisi konflik internal yang jelas antara dua keinginan dalam sebuah karakter, atau konflik eksternal antara karakter atau antara karakter dan lingkungannya. Konflik-
konflik tertentu tunduk kepada konflik pusat, yang mungkin internal, eksternal, atau keduanya. Konflik pusat selalu antara fundamental dan kualitas kontras, seperti
kejujuran dan kemunafikan, kepolosan dan pengalaman, individualitas dan tekanan untuk menyesuaikan diri. Konflik ini adalah inti dari struktur cerita.
The conflicts with which fiction concerns itself a re of many kinds. A story may deal with a conflict within a single man e.g., desire vs. duty, a conflict
between men, a conflict between man and society, between man and nature, and so on. You may often find it helpful to state the conflict of a story in terms
applicable to a sports event or court case, for example. A vs. B, the hero’s individual conscience vs. the demands of society. How would you state the
conflict of a story in terms applicable to sport?,
Kenney. 1966: 19. Menurut Kenney, konflik dalam karya fiksi banyak jenisnya. Konflik dalam
dirisendiri misalnya, keinginan vs tugas, konflik antara laki-laki, konflik antara manusia dan masyarakat, antara manusia dan alam, dan sebagainya.
b. Konflik Sosial