Phialophora verrucosa. Konidia terutama dihasilkan oleh fialida yang berbentuk pot Fonsecaea pedrosoi. Sebagian besar konidia terbentuk pada rantai pendek bercabang Rhinocladiella aquaspersa. Rantai bercabang pendek dari konidia eliptikal terbentuk Clados

Sejarah Pertama kali kasus chromoblastomycosis dilaporkan di Inggris. Lane dan Medlar menemukan lesi verrucous pada kaki penderita dan ahli mikologi Thaxter menyebutnya dengan Phialophora verrucosa sebagai penyebab dari lesi ini. Di tahun 1920, Pedroso dan Gomes mengumumkan satu kasus di Brazil yang telah diamatinya kurang dari 10 tahun dan mereka setuju dengan jamur yang disebut Taxter’s sebab manifestasi klinis dan histopatologinya mirip dengan yang dikemukakan Lane dan Medlar. 12 Epidemiologi Chromoblastomycosis terutama terdapat di daerah tropis. Di alam, jamur ini bersifat saprofit, mungkin terdapat pada tumbuhan dan di dalam tanah. Penyakit terutama terjadi pada tungkai petani dengan kaki telanjang, diduga akibat masuknya jamur melalui trauma. Penyakit ini tidak dapat ditularkan. Pemakaian sepatu dan pelindung tungkai dapat mencegah infeksi ini. 4 Manifestasi Klinis Jamur masuk melalui trauma ke dalam kulit, seringkali pada tungkai atau kaki. Secara lambat, setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun, pertumbuhan mirip kutil tersebar di sepanjang aliran getah bening yang berasal dari daerah yang terserang. Nodul seperti kembang kol disertai abses-abses berkrusta akhirnya menutupi daerah tersebut. Ulkus kecil atau “titik hitam” bahan hemopurulen terdapat pada permukaan kutil. 4 Dalam eksudat dan jaringan, jamur-jamur ini menghasilkan sel-sel coklat tua, berdinding tebal, bulat dengan garis tengah 5-15 µm, yang membelah dengan membentuk septa. Pembentukan septa pada berbagai bidang disertai pemisahan yang berjalan lambat dapat menghasilkan suatu kelompok yang terdiri dari empat sampai delapan sel, maka disebut “ badan sklerotik”. Di dalam krusta superfisial nanah sel-sel ini berkecambah menjadi hifa bercabang yang berwarna coklat. Pigmentasi koloninya bermacam-macam, dari abu-abu pudar sampai coklat dan hitam. Permukaannya seringkali menyerupai beludru melapisi suatu jalinan miselium yang hitam padat. 4

A. Phialophora verrucosa. Konidia terutama dihasilkan oleh fialida yang berbentuk pot

bunga. Universitas Sumatera Utara

B. Fonsecaea pedrosoi. Sebagian besar konidia terbentuk pada rantai pendek bercabang

dengan sel terminal yang bertunas membentuk konidium baru. Konidia juga dapat terbentuk tanpa cabang-cabang langsung pada puncak dan sisi konidiofora. Fialida jarang ada.

C. Rhinocladiella aquaspersa. Rantai bercabang pendek dari konidia eliptikal terbentuk

pada ujung konidiofor.

D. Cladosporium carrionii. Hanya terbentuk konidia panjang, berantai dan bercabang

pada konidiofora yang memanjang. Gambar 2: Chromoblastomycosis pada tangan yang disebabkan oleh Cladiphialopora carrionii yang memperlihatkan lesi verrucosa yang kronis. 6 Walaupun jarang, elephantiasis mungkin timbul akibat infeksi sekunder, obstruksi dan fibrosis saluran getah bening. Penyebaran ke bagian tubuh yang lain sangat jarang terjadi, walaupun lesi satelit dapat terjadi akibat penyebaran limfatik setempat atau akibat autoinokulasi. 4 Secara histologi, lesi berupa granuloma, dalam leukosit atau sel-sel raksasa dapat ditemukan sel-sel jamur bulat yang berwarna coklat tua. 4 Diagnosa Laboratorium Pemeriksaan langsung Pemeriksaan langsung dengan bahan yang terdiri dari kerokan kulit atau biopsi dari lesi. Pemeriksaan menggunakan KOH 10 dan tinta parker atau calcofluor white. Terlihat gambaran sel jamur yang bulat dengan pigmentasi coklat, berdinding-dinding dan dikelilingi badan sklerotik. Ditemukannya badan sklerotik merupakan hal yang diagnostik. Pemeriksaan irisan jaringan menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin, Universitas Sumatera Utara GMS Grocoot’s Methenamine Silver atau PAS digest dapat dijumpai gambaran khas sel sklerotik berwarna coklat gelap tanpa tunas. Perkembangbiakan sel ini dengan pembelahan biner. Tapi harus diingat bahwa pemeriksaan langsung dan pemeriksaan histopatologi tidak dapat mengetahui jenis jamur penyebab chromoblastomycosis, karena semua jenis jamur yang disebut diatas dapat memperlihatkan gambaran sklerotik bodies. 4,6 Gambar 3: kerokan kulit dengan KOH 10, dimana terlihat sel jamur dengan pigmentasi coklat, berdinding-dinding dan dikelilingi sklerotik bodies. 6 Kultur Bahan dibiakkan pada agar Sabouraud supaya dapat ditemukan struktur dan susunan konidia yang khas seperti dijelaskan diatas. Pemeriksaan kultur dan morfologi jamur sangat penting untuk melihat morfologi konidia, susunan konidia pada sel jamur dan morfologi sel conidiogenous. Pemeriksaan dengan slide kultur sangat dianjurkan. Koloni dari kultur Chromoblastomycosis, terlihat koloni berwarna seperti zaitun kehitaman dengan permukaan yang halus. 6,12 Pengobatan Pengobatan penyakit ini sangat sulit. Eksisi pembedahan yang luas sampai ke pinggiran kulit yang tidak terinfeksi merupakan terapi pilihan untuk mencegah penyebaran secara lokal. Eksisi dilakukan untuk lesi yang kecil. Kemoterapi dengan flusitosin atau itrakonazole dapat bermanfaat untuk lesi yang lebih besar. Flusitosin dengan atau tanpa thiabendazole dapat diberikan untuk mengobati mikosis ini. Universitas Sumatera Utara Kombinasi itrakonazole 400mghari dan terbinafine 500 mghari selama 6-12 bulan dapat menyembuhkan chromoblastomycosis. Sering terjadi kekambuhan. 6

IV. MYCETOMA PEDIS Madura foot, maduromycosis