FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AUDIT DELAY PASCA IMPLEMENTASI IFRS BERDASARKAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN KUALITAS AUDIT (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur dan Perbankan Terdaftar di BEI 2010-2015)

(1)

2010-2015)

FACTORS AFFECTING AUDIT DELAY AFTER IFRS IMPLEMENTATION BASED ON COMPANY CHARACTERISTICS AND AUDIT QUALITY

(Case Studies On Manufacture and Banking Companies Listed On The Indonesia Stock Exchange In 2010-2015)

Oleh

Intan Choiro Ibkni Masian 20130420454

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

i 2010-2015)

FACTORS AFFECTING AUDIT DELAY AFTER IFRS IMPLEMENTATION BASED ON COMPANY CHARACTERISTICS AND AUDIT QUALITY

(Case Studies On Manufacture and Banking Companies Listed On The Indonesia Stock Exchange In 2010-2015)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Intan Choiro Ibkni Masian 20130420454

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

ii

Nomor Mahasiswa : 20130420454

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AUDIT DELAY PASCA IMPLEMENTASI IFRS BERDASARKAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN KUALITAS AUDIT (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur dan Perbankan Terdaftar di BEI 2010-2015)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, April 2017 Materai, 6.000,-


(4)

iii

Intansurullah yansurkum wayutsabit aqdamakum

“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu

dan meneguhkan kedudukanmu.”

(QS: Muhammad ayat 7)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda,

“Demi Allah, DUNIA ini dibanding AKHIRAT ibarat seseorang yang

mencelupkan JARINYA ke LAUT; air yang TERSISA di JARINYA

ketika diangkat itulah NILAI DUNIA ( akhirat = LAUT).

(HR Muslim)

“Now let’s spread good vibes in the real life

. Hoping for the best but

expecting the worst. Let’s effort and prays. I do believe in magic spell

(doa

).”

”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum,

sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”


(5)

iv

kemudahan, kesehatan, hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. In Shaa Allah dapat bermanfaat.

2.

Alhamdulillahi jaza kumullahu khoiro kepada Bapak dan Ibu yaitu

Bapak Sandiyono dan Ibu Purwaningsih yang telah men-support,

mendoakan, memfasilitasi, memberi pengertian agar penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini. Orang tua yang hebat yang selalu memberi

nasehat, pencerahan agar penulis selalu ingat ibadah dan yakin bahwa

orang yang mau menolong agama-Nya akan ditolong dalam segala

urusannya.

3.

Terima kasih banyak kepada Bapak Rudy Suryanto, S.E., M.Acc., Ak.,

CA. yang bersedia untuk menjadi dosen pembimbing penulis dari awal

hingga akhir. Dengan bimbingan beliau dengan sabar, dapat

membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi yang ditugaskan

untuk memenuhi syarat kelulusan.

4.

Untuk The-Ambigous yaitu Anggraini Nur Prabowo, Novia Permata

Sari, Artitiastuti Mipraningsih, dan Okviana Sari terimakasih untuk

unforgettable memories I’ve ever had. Baik i

tu senang maupun duka

kalian selalu ada untuk men-support, memberikan senyum kebahagiaan,

tak segan-

segan untuk membantu. I love you so much girls. You’re truly

madly deeply in my heart.

5.

Sahabatku Irmawati terimakasih sekali selalu mendengarkan

keluh-kesahku, selalu ada untuk mendukungku, selalu ada saat moment sedih

dan bahagia. Kamu sudah seperti rumahku dimana aku benar-benar bisa


(6)

v

Indah Kartika Dewi atas doanya, support-nya. Love ya?haha

7.

Alhamdulillahi jaza killahu khoiro untuk sahabat sekaligus sepupuku

Nur Endah yang memberikan support, selalu menyemangati dan

memberikan doanya. I do believe in the power of magic spell (doa).

8.

Terimakasih untuk Annisa Septiani dan Hanum Yusni Choirunnisa yang

memberikan semangat, berjuang bareng. Kebersamaan indah saat

bersama kalian.

9.

Sahabatku Khoumisatun Nurjanah, Mbak Widita Sholihah, Tanti

Isnawati, Ayu Ihad Saputri penulis ucapkan Alhamdulillahi jaza

kumullahu khoiro telah ada untuk selalu mendukung, mendoakan, dan

menyemangati.

10.

Untuk keponakanku Khozain Qhoir El Haratulisan dan Ziya Chalista

Awalu Putri Luqman, walaupun kalian suka ngerecokin tetapi tawa

kalian menghilangkan rasa stress.

11.

Staff-staff Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selalu bekerja

dalam hal administrasi.

12.

Semua pendukung yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh

penulis.


(7)

vi

dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI AUDIT

DELAY PASCA IMPLEMENTASI IFRS BERDASARKAN

KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN KUALITAS AUDIT (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur dan Perbankan Terdaftar di BEI 2010-2015)”.

Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ilmu Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Harapan penulis mengambil topik ini yaitu agar dapat memberi masukan bagi masyarakat, auditor maupun investor dalam mengambil keputusan berinvestasi, menelaah beberapa penyebab

audit delay dan memberi ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Keberhasilan penulis dalam penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagi pihak, oleh karena itu penulis pada kesempatan ini dengan tulus ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada bapak Rudy Suryanto, S.E., M.Acc., Ak., CA., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan masukan, bimbingan, dan dorongan dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk mengembangkan karya tulis dengan topik ini.

Yogyakarta, 20 April 2017


(8)

vii

HALAMAN PERNYATAAN ……….iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Teori Keagenan ... 10

2. Teori Kepatuhan... 13

3. Auditing ... 14

4. Audit Delay ... 16

5. Penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS) ... 17

6. Jenis Industri ... 32


(9)

viii

B. Hasil Penelitian Dahulu dan Pengembangan Hipotesis ... 37

C. Model Penelitian ... 45

BAB III. METODE PENELITIAN ... 47

A. Obyek Penelitian ... 47

B. Jenis Data ... 47

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 48

F. Uji Kualitas Data ... 51

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 61

B. Uji Kualitas Data ... 62

C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 70

D. Pembahasan ... 77

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 85

A. Simpulan ... 85

B. Implikasi... 86

C. Keterbatasan dan Saran ... …...86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 88


(10)

ix

2.2 Daftar IFRS per 2010... 24

2.3 Daftar PSAK per 12 Juli 2013 ... 25

2.4 Daftar PSAK per 19 Desember 2013... 25

2.5 Daftar PSAK per 24 April 2014 ... 26

2.6 Daftar IFRS Pengecualian Per 2014 ... 26

2.7 Perbedaan Adaptasi, Konvergensi, dan Adopsi ... 27

2.8 Daftar IFRS di Indonesia yang telah berlaku ... 27

2.9 Daftar IFRS di Indonesia yang belum berlaku ... 29

2.10 Daftar PSAK yang tidak berlaku lagi ... 30

3.1 Durbin Watson ... 57

4.1 Prosedur Pemilihan Sampel ... 62

4.2 Analisis Deskriptif ... 62

4.3 Hasil Uji Normalitas (Uji Beda) ... 64

4.4 Hasil Uji Normalitas (Uji Pengaruh) ... 66

4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 67

4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 68

4.7 Hasil Durbin Watson Test ... 69

4.8 Hasil Uji Autokorelasi ... 70

4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 70

4.10 Hasil Uji Signifikansi Simultan ... 71

4.11 Hasil Paired Sample t-Test ... 72

4.12 Hasil Paired Sample Correlations ... 73

4.13 Hasil Paired Sample t-Test ... 74


(11)

x

2.12 Model Penelitian Uji Pengaruh ... 45 2.13 Model Penelitian Uji Beda... 46


(12)

(13)

(14)

(15)

Kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh positif terhadap Audit delay pasca implementasi IFRS, 4) Struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh negatif terhadap Audit delay pasca implementasi IFRS, 5) Efektivitas komite audit berpengaruh negatif terhadap Audit delay pasca implementasi IFRS, 6) Audit tenure berpengaruh negatif terhadap Audit delay pasca implementasi IFRS.

Penelitian ini dilakukan pada laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan 30 perusahaan dari tahun 2010-2015 sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan metode purpose sampling. Analisis data menggunakan uji statistik deskriptif, uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, uji heteroskeidastisitas, dan uji hipotesis menggunakan paired samples t-Test dan regresi linear berganda.

Hasil penelitian 1) Tidak terdapat perbedaan Audit delay sebelum dan sesudah implementasi IFRS fase II, 2) Perusahaan perbankan tidak berpengaruh terhadap audit delay, 3) Kompleksitas operasi perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay, 4) Struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay, 5) Efektivitas komite audit tidak berpengaruh terhadap audit delay, 6) Audit tenure tidak berpengaruh terhadap Audit delay.

Kata kunci: Jenis Industri, Kompleksitas Operasi Perusahaan, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Komite Audit, Audit Tenure, Implementasi IFRS, Audit Delay


(16)

effect the audit delay after implementation of IFRS, 3) Complexity of Operations of the Company positively effect the Audit Delay after implementation of IFRS, 4) Concentrated Ownership Structure negatively effect the Audit Delay after implementation of IFRS, 5) Audit Commitee efectiveness negatively effect the Audit Delay after implementation of IFRS, 6) Audit Tenure negatively effect the Audit Delay the Audit Delay after implementation of IFRS..

Research was conducted on the annual report of companies listed on the Bursa Efek Indonesia (BEI) using 30 companies from years 2010-2015 as the sample. The sampling uses purposive sampling method. Analysis data using descriptive statistics test, classic assumption test consists of normality test, autocorrelation, multicollinearity test, heteroskeidastisitas test and hypothesis testing using paired sample t-test and multiple linear regression.

Results of the study: 1) There is no difference of Audit Delay before and after implementation of IFRS fase II, 2) Banking does not positively effect the audit delay after implementation of IFRS, 3) Complexity of Operations of the Company does not positively effect the Audit Delay after implementation of IFRS, 4) Concentrated Ownership Structure has negative effect on the Audit Delay after implementation of IFRS, 5) Audit Committee efectiveness does not negatively effect the Audit Delay after implementation of IFRS, 6) Audit Tenure does not negatively effect the Audit Delay after implementation of IFRS.

Keywords: Classification of Industry, Complexity of Operations of the Company,

Concentrated Ownership Structure, Audit Commitee, Audit Tenure,


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan

(reliable) Singgih dan Bawono (2010). Kedua karakteristik tersebut sangat sulit

untuk dideteksi. Dibutuhkan jasa pihak ketiga yang independen untuk dapat menyajikan laporan keuangan yang dapat dipercaya oleh publik sebagai dasar keputusan investasi.

Adanya teori keagenan yang sangat mendukung diperlukannya akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan yang disajikan agar dapat dipercaya oleh pengguna laporan keuangan. Teori keagenan (Agency Teory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan pemilik selaku prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak antara satu atau lebih prinsipal yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Adanya konflik kepentingan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi, asimetri informasi, dan adanya standar akuntansi untuk memilih kebijakan manajerial (manajemen laba) membuat manajemen tidak selalu bertindak sesuai kepentingan prinsipal.


(18)

Tindakan manajemen laba yang berlebihan membuat kualitas laporan keuangan menjadi menurun. Akuntan publik berfungsi untuk mengaudit keandalan dan kerelevanan laporan keuangan yang disajikan sebagai dasar keputusan pengguna laporan keuangan terutama investor.

Suatu kewajiban bagi perusahaan untuk bersifat jujur atas kondisi yang terjadi di perusahaan yang dituangkan ke dalam laporan keuangan tanpa memanipulasi. Setiap pihak yang berkepentingan akan mengambil keputusan dengan membaca dan memprediksi laporan keuangan di perusahaan tersebut. Pihak eksternal, terutama investor mengharapkan informasi sesungguhnya tentang kondisi perusahaan dengan laba yang sangat baik karena menginginkan pengembalian sebesar-besarnya atas investasi yang telah dilakukan. Pihak manajemen menginginkan pemberian kompensasi/bonus yang sebesar-besarnya atas kinerja yang telah dicapainya. Hal tersebut akan membuat manajemen cenderung untuk memanipulasi laporan keuangan agar terlihat lebih bagus dari kondisi sebenarnya. Oleh karena itu dibutuhkan pihak independen untuk mengatasi benturan kepentingan yang terjadi diantara pihak eksternal dan pihak.

Akuntan publik berfungsi sebagai auditor independen yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Berdasarkan hal tersebut maka akuntan publik memiliki kewajiban menjaga kualitas audit yang dihasilkannya (Elfarini, 2007).


(19)

Kode Etik sebagai auditor adalah bagian yang ada di dalam syariah islam. Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup orang islam. Segala tindakan manusia yang diperbolehkan, dilarang, diperintahkan telah diatur di dalamnya. Begitu pula mengenai kode etik sebagai seorang akuntan publik telah diriwayatkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Contohnya ada di dalam QS. Asy-Syu’ara (26: 181-184) berikut ini:

"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah Menciptakan kamu

dan umat-umat yang dahulu.”(Asy-Syua’ra, 26: 181-184)

Ayat diatas mengandung arti bahwa dalam urusan mengukur (menakar) supaya dapat dilakukan dengan adil, tidak diperbolehkan untuk menambahkan atau mengurangkan.

Kaitannya dengan audit delay, telah dijelaskan bahwa hal terpenting laporan keuangan menurut FASB yaitu reliable dan relevance. Apabila laporan keuangan auditan yang disajikan delay maka nilai dari ketepatan waktu

(relevance) akan berkurang Dyer dan McHugh (1975). Peraturan dari

BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ) waktu pengauditan dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sesudah tutup buku


(20)

perusahaan yaitu pada tanggal 31 desember sampai dengan 31 maret. Setiap perusahaan yang go-public memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada BAPEPAM-LK. Peraturan dari BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ) waktu pengauditan dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sesudah tutup buku perusahaan yaitu pada tanggal 31 desember sampai dengan 31 maret. Keputusan Ketua BAPEPAM mengenai peraturan ini ada dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor 36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Apabila perusahaan terlambat melaporkan laporan keuangan maka akan dikenakan sanksi dan denda oleh BEI. Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui keputusan direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor 306/BEJ/07-2004 menerbitkan peraturan pencatatan berkala Nomor I-E tentang kewajiban penyampaian informasi yang batas waktu penyampaiannya disesuaikan dengan peraturan Bapepam No. X.K.2. Apabila auditor tidak dapat menyelesaikan laporan keungan auditan sesuai dengan peraturan yang berlaku maka dapat dikatakan bahwa terjadi keterlambatan

(audit delay). Akibatnya kepercayaan publik dan tingkat akurasi laporan

keuangan tersebut akan berkurang karena mereka mengira bahwa ada kendala yang dialami oleh pihak akuntan publik baik itu dari kantor akuntan publik itu sendiri maupun dari pihak manajemen. Laporan keuangan yang terlambat maka akan membuat harga di pasar saham menjadi tidak stabil. Menurunnya kepercayaan publik maka biasanya akan membuat turunnya harga saham di pasaran. Kesimpulannya bahwa laporan keuangan yang tepat waktu


(21)

memengaruhi perilaku pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan.

Berbagai banyak hal menjadi kendala yang dialami oleh auditor. Contohnya seperti kompleksitas perusahaan, ukuran perusahaan, jenis industri, dan sistem pengendalian internal perusahaan. Hambatan-hambatan tersebut sangat mungkin membuat auditor memperpanjang masa auditnya.

Pengimplementasian IFRS juga diduga sebagai pemicu keterlambatan penyampaian laporan keuangan audit. Persaingan bisnis yang semakin ketat dan kondisi perekonomian yang tidak stabil, membuat perusahaan mengungkapkan informasi mengenai perusahaannya lebih transparan terutama perusahaan yang listed di BEI. Menyusun laporan keuangan harus berdasar pada standar yang berlaku. Masing-masing negara memiliki metode, perlakuan, penyajian, dan pelaporan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang mempersulit para pengguna laporan keuangan untuk memahami laporan keuangan tersebut. Dari perbedaan tersebut dibuatlah suatu standar yang sama antar negara untuk memudahkan pemahaman laporan keuangan dan keputusan investasi yaitu International Financial Reporting Standard (IFRS) Gunawan (2016). IFRS adalah standar yang masih baru di berbagai negara sehingga perlu dipelajari, dimengerti dan dipahami terlebih dahulu. Dalam penerapannya IFRS mengacu pada fair value (nilai wajar) dan dibutuhkan pengungkapan yang lebih luas daripada sebelum IFRS. Auditor juga dituntut untuk menemukan bukti yang lebih banyak agar tepat dalam membuat opini auditor. Akibatnya dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi auditor untuk menyelesaikan auditnya.


(22)

Perbedaan karakteristik di setiap perusahaan juga dapat memengaruhi waktu penyelesaian audit. Apabila perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda maka dapat memengaruhi panjang pendeknya masa audit dikarenakan auditor akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengumpulkan bukti audit yang tepat. Misalnya mengenai ukuran perusahaan, efektivitas komite audit, tingkat leverage, dan profitabilitas.

Setiap auditor memiliki kualifikasi yang berbeda-beda walaupun memiliki dasar standar audit yang sama. Kualitas auditor berkaitan dengan sumber daya manusia dan infrastruktur auditor dapat memengaruhi lamanya waktu masa audit.

Judul penelitian ini adalah FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

AUDIT DELAY PASCA IMPLEMENTASI IFRS BERDASARKAN

KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN KUALITAS AUDIT. Penelitian ini adalah replikasi penelitian yang pernah dilakukan oleh Haryani dan Wiratmaja (2014) yang berjudul Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komite Audit, Penerapan

International Financial Reporting Standards dan Kepemilikan Publik Pada

Audit Delay. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu

ukuran perusahaan, komite audit, penerapan IFRS (International Financial

Reporting Standards), dan kepemilikan publik. Periode penelitian jurnal

replika ini adalah 2008-2011. Hasil penelitian replika ini menyatakan bahwa penerapan IFRS dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit

delay. Sedangkan komite audit dan kepemilikan publik berpengaruh signifikan


(23)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu menghilangkan ukuran perusahaan karena hasil hipotesis tersebut tidak terbukti. Kemudian menambahkan audit tenure dan kompleksitas operasi perusahaan. Periode penelitian ini juga diperbaharui yaitu tahun 2010-2015. Selain itu kontribusi dalam penelitian ini yaitu menganalisis perbedaan variabel

audit delay pada saat sebelum dan setelah implementasi IFRS fase II.

B. BATASAN MASALAH

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik perusahaan dibagi menjadi tiga variabel, yaitu jenis industri, kompleksitas operasi perusahaan, dan struktur kepemilikan. Sedangkan untuk kualitas audit dibagi menjadi dua variabel, yaitu komite audit dan

audit tenure.

2. Variabel independen yang akan diuji secara empiris ada 5, yaitu Jenis industri, Kompleksitas operasi perusahaan, Struktur kepemiikan, Komite audit, dan Audit tenure. Variabel dependen yang akan diuji secara empiris yaitu Audit Delay.

3. Sampel dalam penelitian adalah perusahaan sektor manufaktur dan perbankan yang terdaftar di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2015.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan batasan masalah yang dibahas sebelumnya, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:


(24)

1. Apakah terdapat perbedaan audit delay sebelum dan sesudah Implementasi IFRS fase II?

2. Apakah perusahaan perbankan berpengaruh positif terhadap tingkat audit

delay pasca Implementasi IFRS?

3. Apakah kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat audit delay pasca Implementasi IFRS?

4. Apakah struktur kepemilikan berpengaruh positif terhadap tingkat audit

delay pasca Implementasi IFRS?

5. Apakah efektivitas komite audit berpengaruh negatif terhadap audit delay

pasca Implementasi IFRS?

6. Apakah berbagai audit tenure berpengaruh negatif terhadap tingkat audit

delay pasca Implementasi IFRS?

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji perbedaan yang signifikan audit delay sebelum dan sesudah Implementasi IFRS fase II.

2. Untuk menguji pengaruh berbagai jenis industri terhadap tingkat audit delay

pasca Implementasi IFRS.

3. Untuk menguji pengaruh kompleksitas operasi perusahaan terhadap tingkat

audit delay pasca Implementasi IFRS.

4. Untuk menguji pengaruh keberadaan komite audit terhadap tingkat audit


(25)

5. Untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan perusahaan terhadap tingkat

audit delay pasca Implementasi IFRS.

6. Untuk menguji pengaruh audit tenure terhadap tingkat audit delay pasca Implementasi IFRS.

E. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan informasi mengenai audit delay pasca Implementasi IFRS. Beberapa manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Teoritis

Dapat menambah kontribusi ilmu pengetahuan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi audit delay pasca Implementasi IFRS pada perusahaan manufaktur dan perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2010-2015.

2. Praktis

a. Bagi peneliti hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran mengenai dampak audit delay pasca Implementasi IFRS. b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu auditor untuk

mempertimbangkan hal-hal yang memungkinkan menjadi penyebab

audit delay dan meminimalisir audit delay.

c. Bagi para investor, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjawab pertanyaan mengenai beberapa penyebab audit delay sehingga investor dapat pengambilan keputusan lebih tepat.


(26)

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori Keagenan merupakan kerjasama antara pihak pemilik usaha (prinsipal) dengan pihak yang melakukan tindakan demi menjalankan wewenang pemilik usaha (agen). Pihak prinsipal akan memberikan wewenangnya untuk menjalankan usahanya kepada pihak agen (Rohaeni & Aryati, 2012).

Kerjasama kontraktual yang terjalin diantara keduanya tersebut pihak agen akan menjalankan tugasnya sesuai dengan perjanjian, tugas, tanggung jawabnya kepada pihak prinsipal. Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan mengenai adanya benturan kepentingan antara pihak manajemen dengan pemilik karena pihak manajemen yang memiliki informasi mengenai perusahaannya lebih banyak dan tidak sebanding dengan informasi yang dimiliki oleh pemilik. Oleh karena itu kehadiran pihak independen akan membantu pemilik dalam hal mengkonfirmasi kewajaran informasi laporan keuangan yang telah dibuat oleh manajemen (Hendriksen, 2000 dalam Septiana, 2015).

Teori keagenan mengacu pada kontrak kerja yang terjalin antara pihak agen dan pihak prinsipal dengan proporsi hak dan kewajiban masing-masing dengan


(28)

memaksimalkan utilitas. Hak yang dimiliki tersebut memungkinkan masing-masing pemangku kepentingan berusaha untuk mengendalikan jalannya perusahaan. Contohnya mengenai pendanaan guna memajukan perusahaan, kedua belah pihak akan berusaha mengeluarkan pendapat agar memeroleh keuntungan optimal. Manajemen memiliki informasi mengenai kondisi perusahaan yang jauh lebih banyak dibandingkan prinsipal. Hal tersebut membuat manajemen memiliki kesempatan paling besar untuk mengolah perusahaan. Dengan adanya asimetri informasi tersebut dapat memicu adanya

agency problem. Masalah keagenan tersebut dapat diselesaikan melalui agency

cost. Alternatif untuk mengatasi masalah keagenan contohnya dengan meningkatkan kepemilikan manajerial. Hal ini dimaksudkan agar manajer dapat merasakan dampak atau manfaat dari keputusan yang dia ambil dan apabila mengalami kerugian atas keputusan tersebut dapat dirasakannya pula. Kepemilikan manajer ini dapat mensejajarkan kepentingan antara agen dan prinsipal sehingga dapat dijadikan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerjanya. Manajer juga dapat menggunakan hutang dengan optimal sebagai tujuan untuk mengurangi biaya keagenan.

Alternatif kedua yaitu dengan meningkatkan dividend payout ratio

sehingga tidak banyak tersedia arus kas bebas dan manajemen akan mencari pendanaan dari luar untuk pembiayaan investasi. Selain itu, dapat meningkatkan pendanaan dengan hutang. Hutang akan menurunkan arus kas bebas sehingga dapat meminimalisir pemborosan yang dilakukan manajemen. Alternatif keempat yaitu dengan mengawasi agen yang dilakukan oleh investor


(29)

institusional. Distribusi saham antara pemegang saham antara pemegang saham dari luar dapat mengurangi biaya keagenan. Kepemilikan yang besar dapat menjadi sumber kekuasaan yang dapat mendukung atau menolak terhadap keberadaan manajemen. Kepemilikan institusi lain akan meningkatkan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

Jensen and Meckling (1976) mengungkapkan bahwa agency cost sebagai penjumlahan dari: (1) biaya pengawasan (monitoring expenditure) oleh pemegang saham; (2) biaya yang dikeluarkan pihak manajemen untuk menghasilkan transparasi laporan, misalnya biaya audit dan (3) biaya penjaminan (bonding expenditure) oleh agen, yaitu biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan prinsipal dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen.

Komite merupakan bagian penting untuk melakukan pengawasan manajemen agar terwujud good corporate governance. Ada dua mekanisme pengawasan yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Mekanisme pengawasan internal dilakukan oleh dewan komisaris dan komite sedangkan mekanisme pengawasan eksternal dilakukan oleh auditor eksternal atau akuntan publik. Komite tersebut dapat mengatasi masalah keagenan karena dapat memprediksi ketika adanya biaya agensi yang cenderung tinggi, contohnya yaitu leverage tinggi dan ukuran perusahaan yang besar. (Chen, et al., 2009 dalam Andarini dan Januarti, 2010).


(30)

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata kepatuhan berasal dari kata patuh, patuh diartikan sebagai suka menurut perintah, taat kepada perintah/aturan dan disiplin. Kepatuhan adalah memiliki sifat patuh, tunduk, patuh pada ajaran atau peraturan.

Peraturan mengenai ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan yang telah diaudit diatur dalam peraturan surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-36/PM/2003 yang menjelaskan tentang laporan keuangan tahunan beserta laporan auditor independen wajib disampaikan kepada BAPEPAM paling lambat 90 hari atau akhir bulan ketiga setelah tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan. Peraturan BAPEPAM tersebut mengindikasikan adanya kepatuhan yang harus dilakukan oleh individu maupun organisasi yang terdaftar di BEI agar dapat menyampaikan laporan keuangan tahunan yang diaudit sesuai dengan peraturan tersebut. Keadaan tersebut sesuai dengan teori kepatuhan.

Menurut Tyler (1990) terdapat dua perspektif tentang kepatuhan hukum. Perspektif instrumental merupakan kepatuhan hukum individu yang didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan insentif, serta penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif merupakan kepatuhan hukum yang berhubungan dengan apa yang dianggap orang sebagai moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi.

Seseorang memiliki kecenderungan untuk mematuhi hukum yang dianggap sejalan dengan norma-norma internal mereka. Komitmen


(31)

normatif melalui moralitas personal adalah perilaku mematuhi hukum adalah suatu keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi adalah perilaku untuk mematuhi aturan karena wewenang penyusun hukum memiliki hak untuk mendikte perilaku (Sudaryanti, 2008 dalam Sulistyo, 2010). Teori kepatuhan memengaruhi individu untuk berusaha mematuhi peraturan yang berlaku, begitu pula dengan organisasi akan berusaha untuk mematuhi aturan BAPEPAM dalam hal menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit tepat pada waktunya.

3. Auditing

Arens et al. 2009 mengungkapkan mengenai auditing merupakan pekerjaan yang terstruktur dan sesuai dengan standar untuk mengumpulkan, mengakumulasi, dan mengevaluasi bukti yang ditemukan di lapangan mengenai informasi kemudian menentukan dan melaporkan tingkat korespondensi terhadap informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan. Tiga kriteria yang harus dimiliki oleh auditor independen adalah (1) auditor menjunjung tinggi rasa independensi, (2) pendapat yang dikeluarkan oleh auditor independen wajib didukung dengan bukti-bukti kuat sebagai dasar pengambilan keputusan pendapat tersebut, (3) auditor memiliki sifat dapat bertanggung jawab atas laporan keuangan auditan.

Berikut ini merupakan jenis audit berdasarkan ruang lingkup dan objeknya menurut Arens et al. 2009 adalah:


(32)

Audit operasional lebih berfokus untuk mengevaluasi tingkat efektivitas dan efisiensi pengambilan keputusan perusahaan mengenai metode dan prosedur aktivitas operasional perusahaan.

2) Audit Kepatuhan

Audit kepatuhan yaitu audit yang dilakukan untuk mengetahui dan menentukan seberapa tingkat kepatuhan perusahaan terhadap regulasi dan peraturan yang berlaku.

3) Audit Laporan Keuangan

Audit yang dilakukan untuk menilai tingkat kewajaran laporan keuangan yang akan disajikan oleh perusahaan kepada publik.

Ada standar auditing yang dijadikan pedoman oleh auditor dalam mengaudit yaitu Pernyataan Standar Auditing (PSA). PSA ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Berikut ini Pernyataan Standar Auditing

(PSA) No. 1 dalam Mulyadi (2009): a) Standar Umum

a. Auditor memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang auditing

dan melaksanakan teknis agar dapat menjalankan tanggung jawabnya.

b. Sikap independensi, mental, dan hal lain yang berhubungan dengan perikatan dengan klien harus dijunjung tinggi oleh auditor.

c. Auditor harus menggunakan kemahiran profesional, cermat, dan tepat dalam melaksanakan audit.


(33)

a. Pekerjaan lapangan harus direncanakan terlebih dahulu. Apabila menginginkan asisten dalam auditing wajib disupervisi.

b. Auditor memahami pengendalian internal atas perusahaan klien. c. Melakukan inspeksi, pengamatan, meminta keterangan,

mengkonfirmasi dapat menemukan bukti audit yang kompeten sebagai dasar mengeluarkan pendapat atas laporan keuangan yang telah diaudit.

c) Standar Pelaporan

a. Laporan auditor berisi tentang keterangan bahwa laporan keuangan perusahaan klien telah disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia ataukah belum.

b. Apabila penerapan prinsip akuntansi pada periode berjalan mengalami perubahan dengan periode sebelumnya maka wajib diungkapkan.

c. Dalam laporan keuangan yang disusun oleh klien harus ada pengungkapan informatif yang tepat dan memadai, kecuali apabila dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4. Audit Delay

Dalam mengaudit suatu laporan keuangan ada batas waktu yang diberikan kepada auditor eksternal untuk menyelesaikan laporan keuangan yang sedang diaudit tersebut. Perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan keuangan yang telah diaudit kepada BAPEPAM-LK paling lambat pada tiga bulan (sembilan puluh hari) setelah tanggal laporan


(34)

keuangan tahunan. Apabila perusahaan terlambat dalam melaporkan laporan keuangan tersebut maka akan berpengaruh pada nilai ketepatan penyampaian laporan keuangan (timeliness) sehingga manfaat dari laporan keuangan tersebut semakin berkurang. Akibatnya dapat memengaruhi kestabilan harga saham di pasar karena terlambatnya penyampaian laporan keuangan tersebut. Investor tertarik pada penyampaian laporan keuangan yang tepat waktu karena mereka akan berpikir bahwa penyampaian laporan keuangan yang tepat waktu dengan unqualified opinion maka perusahaan tersebut sehat dan aman untuk berinvestasi. Apabila perusahaan tersebut mengalami delay dalam menyampaikan laporan keuangan kepada publik maka investor akan berpikir bahwa ada masalah di dalam perusahaan tersebut yang membuat auditor semakin lama melakukan auditing pada laporan keuangan perusahaan tersebut sehingga investor cenderung lebih berhati-hati untuk menginvestasikan modal mereka (Asthon et al., 1987 dalam Bangun 2012).

5. Penerapan International Financial Reporting Standards (IFRS)

Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan teknologi, gaya hidup, politik, dan lain sebagainya menyebabkan jalur lintas bisnis antar negara juga semakin mudah dijangkau dan berkembang pesat, sehingga diperlukan adanya satu standar pelaporan keuangan yang dapat diikuti oleh seluruh negara untuk memudahkan kerjasama antar negara. IFRS

(International Financial Reporting Standards) merupakan terobosan baru


(35)

Board (IASB) yaitu standar pelaporan keuangan internasional yang dapat membantu perusahaan diseluruh dunia dalam menyajikan laporan keuangan bagi publik diseluruh dunia (Prihadi, 2012).

Menurut Ankarath et al., dalam Prihadi (2012) Standar pelaporan keuangan internasional (IFRS) telah digunakan lebih dari 100 negara di dunia. Untuk memudahkan menjalin kerjasama ekonomi antar negara Indonesia juga mengkonversi IFRS menjadi PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan).

International Financial Reporting Standards (IFRS) memiliki tiga ciri utama yaitu:

1) Principal-Based (Berbasis Prinsip)

Di dalam IFRS hanya mengatur mengenai hal-hal pokok saja sedangkan untuk prosedur dan kebijakan yang lebih detail diserahkan kepada pengguna. Akibatnya pengguna memerlukan professional

judgement yang tepat untuk menerapkan standar. Akuntan wajib

mempunyai pengetahuan, skill, dan etika untuk dapat membuat judgement

yang tepat.

2) Fair Value (Nilai Wajar)

Untuk dapat meningkatkan relevansi informasi akuntansi diperlukan nilai wajar yang lebih detail. Pada standar sebelumnya juga menggunakan dasar nilai wajar namun nilai wajar hanya diterapkan pada pencatatan awal dan penilaian setelah pencatatan awal pada beberapa aset saja yang memiliki nilai wajar (aset yang mempunyai kuotasi pasar aktif contohnya


(36)

saham). Di dalam International Financial Reporting Standards (IFRS) penggunaan dasar fair value diperluas lagi seperti pada aset biologi, aset tetap, properti investasi, dan aset tidak berwujud sebagai pilihan metode selain metode biaya.

3) Disclosure (Pengungkapan)

Agar laporan keuangan yang disajikan lebih dapat diandalkan maka IFRS mewajibkan untuk pengungkapan (disclosure) informasi yang lebih banyak sehingga memengaruhi pertimbangan keputusan yang diambil oleh pengguna laporan keuangan (Martini, 2012).

Selain itu IFRS juga mengharuskan perusahaan melakukan review

terhadap sistem operasional perusahaan (SOP) dan prosedur akuntansi perusahaan. Misalnya review penggunaan estimasi pada tanggal pelaporan untuk menguji validitas estimasi tersebut. (Martini, 2012). IFRS bagi masing-masing perusahaan memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung dari jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki dan pilihan kebijakan akuntansi yang dipilih perusahaan. Beberapa perusahaan harus mengubah sistem operasi dan bisnis perusahaan dan beberapa perusahaan lainnya hanya mengubah pada prosedur akuntansi. Perusahaan yang sangat terdampak dengan adanya IFRS ini adalah perusahaan perbankan sehingga banyak perubahan yang harus dilakukan oleh perusahaan perbankan. Tidak hanya pada perusahaan bank itu saja namun peraturan Bank Indonesia


(37)

juga harus diubah. Misalnya mengenai penyisihan atas kredit yang disalurkan. (Martini, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ketut Tanti menemukan beberapa dampak adanya IFRS yaitu:

1) Dampak Implementasi IFRS pada Sistem Akuntansi

Principle based berarti bahwa IFRS tidak bersifat kaku namun hanya

memberikan prinsip-prinsip pokok umum standar akuntansi yang harus diikuti dengan tujuan agar laporan keuangan yang dihasilkan relevan, dapat diandalkan, dan objektif selain daripada itu pengguna harus menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Perbandingan dengan standar akuntansi sebelumnya yang berbasis rule based lebih bersifat kaku dan rigid. Akibatnya akuntan harus memiliki keahlian dan pengetahuan untuk dapat membuat professional judgement yang tepat sehingga akan terjadi peralihan sistem akuntansi dari rule based ke

principal based. Selain itu karakteristik yang kedua dalam IFRS yaitu

fair value (nilai wajar). Dalam standar akuntansi sebelumnya

penggunakan historical cost dan hanya beberapa yang menggunakan nilai wajar namun dengan adanya IFRS maka dilakukan peralihan standar akuntansi dari historical cost ke fair value. Peningkatan penggunakan nilai wajar misalnya pada beberapa aset tidak berwujud, aset biologis, properti investasi, dan aset keuangan. Dampak yang terakhir perubahan pada sistem akutansi karena adanya IFRS yaitu mewajibkan perusahaan


(38)

untuk pengungkapan yang lebih banyak baik kualitatif maupun kuantitatif.

2) Dampak Implementasi IFRS pada Sistem Informasi Perusahaan

Dengan adanya Implementasi IFRS maka akan memiliki dampak pada sistem informasi di dalam perusahaan karena adanya perbedaan standar yang berlaku sebelum Implementasi IFRS dan standar yang berlaku setelah Implementasi IFRS, sehingga perusahaan perlu mengubah sistem informasi dalam perusahaan.

3) Dampak Implementasi IFRS pada Sumber Daya Manusia (SDM) Perusahaan

Dampak signifikan yang terjadi pada pemberlakuan standar akuntansi yang baru pada SDM. Di dalam IFRS menganut principle

based bukan rule based yang berarti bahwa IFRS hanya memberikan

prinsip-prinsip dasar saja sedangkan hal-hal yang lebih mendetail diserahkan kepada pengguna. Untuk itu diperlukan pengetahuan, keahlian untuk membuat professional judgement yang tepat untuk mempersiapkan laporan keuangan dan dalam hal auditing. Baik akutan maupun auditor harus memiliki kemampuan, pengetahuan, etika yang baik untuk menghasilkan kinerja yang baik. Principle based menuntut akuntan untuk dapat memahami mengenai transaksi bisnis dan ekonomi perusahaan secara mendasar sebelum membuat professional judgement. Auditor juga dituntut harus membuat berbagai macam estimasi yang telah dibuat oleh klien untuk menguji kelayakannya serta mempunyai


(39)

kemampuan mengintrepretasikan tujuan dari standar sehingga untuk membuat professional judgement yang tepat maka perlu pemahaman yang baik dalam hal transaksi maupun laporan keuangan.

4) Dampak Implementasi IFRS pada Sistem Organisasi Perusahaan

Dampak yang terjadi dengan adanya Implementasi IFRS

(International Financial Reporting Standards) yaitu mengubah cara

perusahaan mengolah bisnisnya. Perubahan tidak terjadi pada pembuatan laporan keuangannya saja namun juga memengaruhi pada proses bisnis perusahaan. Maka perlunya membuat pengendalian internal khususnya dalam hal pelaporan keuangan agar laporan keuangan dapat memenuhi syarat yang telah ditetapkan.

Berikut roadmap Implementasi PSAK ke IFRS yang dibuat oleh DSAK (Prihadi, 2012).


(40)

Gambar 2.1


(41)

Tabel 2.1 Daftar IFRS per 2009

NO Standar

1 IFRS 2 Share-Based Payment

2 IAS 21 The Effects Of Changes In Foreign Exchange Rates

3 IAS 27 Consolidated And Separate Financial Statements

4 IFRS 5 Non-Current Assets Held For Sale And Discontinued Operations

5 IAS 28 Investment In Associates

6 IFRS 7 Financial Instrument: Disclosures

7 IFRS 8 Operating Segment

8 IAS 31 Interest In Joint Ventures

9 IAS 1 Presentation Of Financial

10 IAS 36 Impairment Of Assets

11 IAS 37 Provisions, Contingent Liabilities And Contingent Asset

12 IAS 8 Accounting Policies, In Accounting Estimates Errors

Tabel 2.2

Daftar IFRS per 2010

1 IAS 7 Cash Flow Statements

2 IAS 41 Agriculture

3 IAS 20 Accounting For Government Grants And Disclosure Of Government Assistance

4 IAS 29 Financial Reporting In Hyperinflationary Economies

5 IAS 24 Related Party Disclosures

6 IAS 38 Intangible Asset

7 IFRS 3 Business Combination

8 IFRS 4 Insurance Contract

9 IAS 33 Earnings Per Share

10 IAS 19 Employee Benefits

11 IAS 34 Interim Financial Reporting

12 IAS 10 Events After The Reporting Period

13 IAS 11 Contruction Contract

14 IAS 18 Revenue

15 IAS 12 Income Taxes

16 IFRS 6 Exploration For And Evaluation Of Mineral Resources


(42)

Tahun 2013 merupakan Implementasi gelombang kedua bagi Indonesia dalam mengadopsi IFRS. Indonesia belum mengambil keputusan untuk mengadopsi IFRS secara penuh.

Tabel 2.3

Daftar PSAK per 12 Juli 2013

NO Standar

1 ISAK 27 Pengalihan Aset dari Pelanggan 2 ISAK 28 Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan

Instrumen Ekuitas

3 ISAK 29 Biaya Pengupasan Lapisan Tanah Tahap Produksi pada Tambang Terbuka

4 PPSAK 12 Pencabutan PSAK 33 (PSAK untuk Industri Pertambangan)

Tabel 2.4

Daftar PSAK per 19 Desember 2013

NO Standar

1 PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan 2 PSAK 4 Laporan Keuangan Tersendiri

3 PSAK 15 Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama 4 PSAK 24 Imbalan Kerja

5 PSAK 65 Laporan Keuangan Konsolidasian

6 PSAK 66 Pengaturan Bersama (menggantikan PSAK 11 dan PSAK 12)

7 PSAK 67 Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain 8 PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar

Tabel 2.5

Daftar PSAK per 24 April 2014

NO Standar

1 PSAK 46 Pajak Penghasilan 2 PSAK 48 Penurunan Nilai Aset

3 PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian 4 ISAK 26 Penilaian Ulang Derivatif Melekat


(43)

5 ISAK 25 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran 6 PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan

Tabel 2.6

Daftar IFRS Pengecualian Per 2014

NO Standar Keterangan

1 IFRS 1 First Time Adoption of International Financial Reporting Standards

Menunggu adopsi penuh IFRS

2 IFRS 9 Financial Instruments Menunggu finalisasi IFRS 9 secara utuh

3 IAS 41 Agriculture Menunggu finalisasi

pembahasan IASB atas amademen IAS 41 (estimasi kuartal ketiga

2014) 4 IFRIC

15

Agreements for the Construction of Real

Estate

IASB telah menerbitkan IFRS 15 Revenue from Contracts with Customers

(26 Mei 2014) yang akan mencabut IFRIC 15 5 IFRIC

21

Levies Dalam pembahasan dan

akan mengikuti perkembangan penerapan

yuridiksi lain

Tidak semua standar IFRS diatas diambil sepenuhnya dan diubah menjadi PSAK, itulah mengapa IAI memilih konvergensi daripada adaption dan full

adoption. Perbedaan antara konvergensi, adaption dan full adoption akan

digambarkan dalam tabel berikut (Simbolon, 2011:3).

Tabel 2.7

Perbedaan Adaptasi, Konvergensi, dan Adopsi

Perbedaan Adaption Convergence Full Adoption

Arti Harafiah Adaptasi/peny elarasan Pertemuan pada suatu titik Adopsi/pemak aian


(44)

Standar akuntansi Membuat standar yang benar-benar baru Membuat standar baru dengan mempertimbang kan keadaan yang berlaku Menerjemahkan standar lama menjadi standar baru Contoh Negara Indonesia sebelum IFRS Indonesia setelah 2012 Australia, Hongkong

Daftar IFRS updates yang telah berlaku efektif Tabel 2.8

Daftar IFRS di IndonesiaTelah Berlaku Efektif

Standar Tanggal Efektif

IFRS 13 Fair Value Measurement 1 Januari 2013

The package of five:

IFRS 10 Consolidated financial statements

IFRS 11 Joint arrangements

IFRS 12 Disclosure of Interests in other entities

IAS 27 Separate financial statements (Revisi 2011)

IAS 28 Investments in associates and joint ventures (Revisi 2011)

1 Januari 2013

IAS 19 Employee Benefits (Revisi 2011) 1 Januari 2013 Amandemen IFRS 1 First Time Adoption of International Financial

Reporting Standards, terkait dengan:

- Government Loans

Presentation of items of other comprehensive income

1 Januari 2013

Amandemen IFRS 7 Financial Instruments:

Disclosures dan IAS 32

Financial instruments: Presentation, mengenai Offsetting financial

assets and financial liabilities and the related disclosures

1 Januari 2013

IFRIC 20 Stripping costs in the production phase of a surface mine 1 Januari 2013

Standar Tanggal Efektif

Annual Improvement to IFRSs 2009-2011 Cycle, termasuk

didalamnya merupakan amandemen untuk beberapa standar berikut: - IFRS 1 First-time Adoption of International Financial

Reporting Standards, terkati dengan repeated application of IFRS

1 dan borrowing costs

– IAS 1 Presentation of financial

statementsmengenai clarification of the requirements for comparative


(45)

information

– IAS 16 Property, plant and

equipment mengenai classification of servicing equipment

– IAS 32 Financial Instruments: Presentation mengenai tax effect of distribution to holders of equity instruments

– IAS 34 Interim financial reporting mengenai Interim financial reporting and segment information for total assets and liabilities

IFRIC 21: Levies 1 Januari 2014

Amandemen IFRS 10 Consolidated financial statements, IFRS

12 Disclosure of interest in other entities, dan IAS 27 Separate

financial statements mengenai investments entities

1 Januari 2014

IAS 32 Financial instruments: Presentations mengenai offsetting financial assets and financial liabilities

1 Januari 2014 IAS 36 Impairment of assets, mengenai recoverable amount

disclosures for non-financial asset

1 Januari 2014 IAS 39 Financial instruments: Recognition and Measurement,

mengenai novation of derivatives and continuation of hedge accounting

1 Januari 2014

Tabel 2.9

Daftar IFRS di Indonesia Belum Berlaku Efektif

Standar Tanggal Efektif

Annual Improvements atas IFRSs 2010-2012, termasuk didalamnya

merupakan amandemen untuk beberapa standar berikut:

IFRS 2 Shared based payments mengenai definition of vesting condition

– IFRS 3 Business combinations mengenai accounting for contingent consideration in a business combination

– IFRS 8 Operating segment mengenai:

a. aggregation of operating segment, dan

b. reconciliation of the total of the reportable segments’ assets to the

entity’s assets

– IFRS 13 Fair value measurement mengenai short term receivables and payables

– IAS 16 Property, plant, and equipment dan IAS 38 Intangible

assetmengenai revaluation method: proportionate restatement of

accumulated depreciation/amortisation

– IAS 24 related party disclosures mengenai key management personnel

1 Juli 2014

Annual Improvements to IFRS 2011-2013, termasuk didalamnya

merupakan amandemen untuk beberapa standar berikut:

- IFRS 1 First-time Adoption of International Financial Reporting


(46)

Standards mengenai effective IFRS

– IFRS 3 Business Combinations mengenai scope of exception for joint ventures

– IFRS 13 Fair Value Measurement mengenai scope of portfolio

exception (paragraph 52)

– IAS 40 Investment property mengenai interrelationship between

IFRS 3dan IAS 40

IFRS 14 Regulatory Deferral Accounts issued 1 Januari 2016 Amandemen IAS 16 Property, plant, and equipment dan IAS

41 Agriculturemengenai bearer plants

1 Januari 2016 Amandemen IFRS 11 Joint arrangements mengenai IFRS 11 Joint

arrangements

1 Januari 2016 Amandemen IAS 27 Separate financial statements mengenai equity

method in separate financial statements

1 Januari 2016 IFRS 15 Revenue from Contracts with Customers issued 1 Januari 2017 IFRS 9 Financial Instruments (Complete standard) 1 Januari 2018


(47)

Daftar Tabel 2.10 PSAK– Tidak Berlaku Lagi

Dari sekilas penjelasan sebelumnya, bahwa memang dibenarkan adanya perbedaan dalam penyajian laporan sebelum dan sesudah menerapkan IFRS. Berbagai aspek dijadikan pertimbangan dari segi laporan, cara, dan pengguna. Tapi itu semua kembali kepada perusahaan itu sendiri, jika memang ada hal yang harus diperbarui. Jika tidak, hal yang mungkin dilakukan sebagai langkah pengadopsian ialah melakukan beberapa perubahan tidak secara menyeluruh, melainkan hanya terkait dengan prosedur akuntansinya saja.

PSAK 59 Perbankan Syariah PSAK 31 Perbankan

PSAK 29 Pertambangan Minyak dan Gas PSAK 33 Pertambangan Umum

PSAK 32 Kehutanan

PSAK 35 akuntansi pendapatan Jasa Telekomunikasi PSAK 27 Akuntansi Koperasi

PSAK 37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol PSAK 9 Penyajian aktiva lancar dan kewajiban lancar PSAK 49 Akuntansi Reksa Dana

PSAK 42 Akuntansi Perusahaan Efek PSAK 12 Pengendalian Bersama

PSAK 11 Penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asing PSAK 39 Kerjasama Operasi

PSAK 17 Penyusutan PSAK 21 Ekuitas

PSAK 40 Akuntansi Perubahan ekuitas anak perusahaan PSAK 41 Akuntansi waran

PSAK 43 Akuntansi Anjak Piutang PSAK 47 Tanah

PSAK 51 Kuasi Reorganisasi PSAK 52 Mata uang Pelaporan


(48)

Kebijakan dan pengambilan keputusan yang dibuat manajer tersebut berupa penerapan metode akuntansi pada perusahaan yang mereka kelola (Boediono, 2005). Penerapan IFRS sebagai standar global akan berdampak pada semakin sedikitnya pilihan-pilihan metode akuntansi sehingga akan meminimalisir praktik-praktik kecurangan akuntansi. Selain itu dengan melalui mekanisme

monitoring, corporate governance yang berkualitas tinggi akan memiliki

kualitas monitoring yang lebih tinggi pula sehingga dapat membatasi perilaku oportunis manajer ataupun pemegang saham pengendali seperti manajemen laba melalui metode akuntansi yang dipilih. Akibatnya manajemen harus mengubah prosedur akuntansi dan hal lain yang telah dijelaskan sebelumnya yang dapat menyebabkan semakin lama proses auditing sehingga laporan keuangan auditan yang diterbitkan akan terlambat.

Komite Audit pada umumnya memiliki akses langsung dengan setiap unsur pengendalian dalam perusahaan sehingga diperlukan suatu mekanisme komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak, dengan kata lain semakin lancar komunikasi akan semakin meningkat kinerja dari pengendalian perusahaan. Hal ini sejalan dengan kerangka GCG (Good Corporate

Governance) sendiri yang memiliki kandungan permintaan disclosure

(pengungkapan) informasi yang kuat. Dengan adanya komite audit dan jumlah frekuensi rapat komite audit yang dilakukan semakin banyak maka audit delay


(49)

6. Jenis Industri

Industri adalah bidang yang mengolah hasil bumi menggunakan keterampilan, alat-alat bantu dan ketekunan kerja untuk membuat suatu produk baru dari olahan hasil bumi tersebut.

Industri dibagi menjadi dua macam yaitu: a. Industri Barang

Industri barang yaitu mengolah hasil bumi untuk menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Di dalam industri barang biasanya terdapat pabrik, sumber daya manusia, sumber daya alam, mesin, teknologi, material, modal, dan energi yang diolah bersama-sama sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan untuk menciptakan suatu produk unggulan yang siap digunakan oleh masyarakat umum atau diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk baru lainnya. Industri barang juga biasa dikenal dengan manufaktur. Manufaktur merupakan pembuatan produk dengan bantuan mesin untuk megolah bahan baku menjadi barang jadi dengan pengawasan secara otomatis dan manual. Contohnya menghasilkan produk seperti pupuk, bibit tanaman, sepeda, obat-obatan, semen, makanan dan minuman, alat elektronik, dan lain sebagainya.

b. Industri Jasa

Kegiatan operasional industri jasa yaitu memberikan pelayanan jasa bagi masyarakat yang membutuhkan. Di dalam industri jasa tidak ada mengolah bahan baku akan tetapi kegiatan operasional yang dilakukan yaitu memberikan pelayanan atau jasa terhadap konsumen. Contohnya yaitu


(50)

asuransi, perbankan, penjahit, pengacara, kesehatan, pendidikan, transportasi umum, dan lain sebagainya.

Jenis industri berdasarkan produktivits perorangan menurut SK Kementrian Perindustrian No. 19/M/I/1987 adalah:

1) Industri Primer (Ekstraktif)

Kegiatan industri ini barang-barang produksinya tidak perlu diolah terlebih dahulu. Contohnya yaitu hasil pertanian, hasil pertambakan, hasil perkebunan, hasil peternakan, dan lain-lain.

2) Industri Sekunder (Manufaktur)

Industri manufaktur mengolah bahan baku atau bahan yang masih mentah untuk menghasilkan barang-barang baru yang dapat diolah kembali. Misalnya yaitu sarden, buah kaleng, komponen elektronik, dan lain-lain. 3) Industri Tersier (Jasa)

Industri tersier beroperasi dengan memberikan pelayanan jasa kepada konsumen yang membutuhkan. Produk yang dijual bukan berupa barang namun jasa. Contohnya yaitu bank, asuransi, jasa konsutasi, jasa audit, kesehatan, dan sebagainya.

4) Industri Kuarterner (Pengetahuan)

Industri ini beroperasi di bidang penelitian pengetahuan, dan teknologi yang berlevel tinggi. Misalnya yaitu peneliti, pengacara, dokter, dan lain-lain.


(51)

Beberapa penulis menganggap industri ini merupakan cabang dari industri kuarterner yaitu merupakan level tertinggi pengambilan keputusan di masyarakat atau perekonomian. Contohnya yaitu para eksekutif di pemerintahan, universitas, non-profit, kultur, media, dan lain sebagainya. 7. Kompleksitas Operasi Perusahaan

Beberapa perusahaan mendirikan perusahaan tidak hanya satu perusahaan melainkan memiliki beberapa anak perusahaan biasanya di sebut dengan perusahaan kelompok. Menurut S.M Bartman perusahaan kelompok yaitu terdiri dari susunan beberapa perusahaan yang berdiri sendiri di bawah satu pimpinan pusat atau induk perusahaan.

Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi maka perusahaan kelompok secara keseluruhan terdiri dari perusahaan induk sebagai pemimpin pusat dan beberapa anak perusahaan yang merupakan suatu kesatuan. Namun bukan berarti dengan adanya kesatuan tersebut juga menjadi satu kesatuan ekonomi. Pada dasarnya anak perusahaan memiliki hukum secara yuridis berkedudukan terpisah mandiri dari induk perusahaan. Anak perusahaan adalah unit yang terpisah dan mandiri dari perusahaan induk. Berbeda dengan cabang (branch) bukanlah suatu kesatuan perusahaan yang mandiri secara yuridis. Cabang merupakan bagian dari unit yang tak terpisakan oleh perusahaan pusat. Perusahaan pusat memiliki kuasa penuh atas cabang dan segala keuntungan dan kerugian menjadi hak perusahaan pusat.

Menurut Slagter, perusahaan kelompok tidak hanya terdiri dari perusahaan yang berbadan hukum PT saja. Akan tetapi anak perusahaan yang tidak terbentuk


(52)

badan hukum juga dapat bergabung dalam perusahaan kelompok misalnya CV atau Firma. Bartman juga mengemukakan bahwa anak perusahaan kecil lalu sahamnya dimiliki oleh perusahaan besar namun perusahaan kecil tersebut juga diberi wewenang untuk menjadi pengurus maka termasuk dalam perusahaan kelompok misalnya adalah perusahaan multinasional beserta cabang-cabangnya di seluruh negara.

Kompleksitas operasi perusahaan berhubungan dengan unit-unit perusahaan yang saling bekerjasama dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan perusahaan. Jumlah anak perusahaan suatu perusahaan mewakili kompleksitas jasa audit yang diberikan yang merupakan ukuran rumit atau tidaknya transaksi yang dimiliki oleh klien KAP untuk diaudit (Widosari, 2012).

8. Struktur Kepemilikan Perusahaan

Menurut Hilmi dan Ali (2008) kepemilikan publik merupakan kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat terhadap saham suatu perusahaan publik. Kepemilikan publik memiliki kekuatan untuk memengaruhi perusahaan dengan opini-opini berupa komentar ataupun kritikan dalam media masa apabila manajemen perusahaan tidak memiliki kinerja yang baik. Selain itu kepemilikan saham pihak luar membuat terbatasnya ruang gerak pihak manajemen untuk melakukan pengelolaan karena adanya tekanan dari pihak luar mengenai peningkatan kinerja perusahaan. Dengan adanya kepemilikan saham pihak luar membuat perusahaan berusaha sebaik-baiknya untuk taat pada peraturan agar terhindar dari komentar buruk dari pihak luar. Apabila terjadi audit delay maka


(53)

mengindikasikan bahwa ada masalah dalam perusahaan tersebut sehingga dapat memengaruhi keputusan investasi di masa yang akan datang.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Haryani & Wiratmaja (2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan publik memiliki pengaruh negatif terhadap audit delay. Semakin besar kepemilikan publik akan membuat penyampaian laporan keuangan auditan kepada publik semakin cepat

dan audit delay semakin pendek.

9. Komite Audit

Komite audit memiliki tugas untuk mengawasi perencanaan, pelaksanaan sesuai dengan prosedur kemudian mengevaluasi hasil audit yang bertujuan untuk menilai kelayakan dan jalannya sistem pengendalian internal sekaligus mengawasi penyusunan laporan keuangan di suatu perusahaan (Haryani dan Wiratmaja, 2014).

Di sebuah perusahaan, komite audit dibentuk oleh dewan komisaris. Komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris menjalankan fungsinya yaitu mengawasi penelaahan laporan keuangan tahunan auditan dan laporan keuangan, proses pelaporan keuangan, sistem pengendalian internal, dan juga mengawasi proses auditing. Anggota komite audit akan diangkat dan diberhentikan oeh dewan komisaris kemudian akan dilaporkan dalam rapat umum pemegang saham. Dewan direksi memenuhi tanggung jawabnya terhadap perusahaan yang diatasnamakan oleh investor dan para pemangku kepentingan. Apabila sebuah perusahaan memiliki dewan direksi yang banyak, umumnya akan membentuk komite dari beberapa direksi agar dapat lebih fokus di area khusus misalnya


(54)

laporan keuangan, manajemen risiko, keberlangsungan, keamanan perusahaan, dan lain sebagainya. Komite memiliki pengambilan keputusan untuk merekomendasikan kepada direksi untuk membuat suatu tindakan dari hasil pengawasan yang telah dilakukan. Untuk dapat mengambil keputusan yang baik, efektif, dan efisien perlu diakukan rapat komite audit. BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) telah menetapkan rapat komite audit wajib dilakukan minimal 3-4x dalam setahun sehingga intensitas rapat yang tinggi dapat meminimalisir terjadinya audit delay.

10.Audit Tenure

Menurut Geiger dan Rughunandan (2002) audit tenure adalah jangka waktu sebuah kantor akuntan publik bekerjasama dengan kliennya yang diukur dengan jumlah tahun. Jadi audit tenure merupakan jangka waktu kantor akuntan publik memiliki perikatan kerja dalam rangka memberikan pelayanan jasa audit pada kliennya. Peraturan yang dibuat oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 menjelaskan bahwa hubungan perikatan kantor akuntan publik dan kliennya paling lama enam tahun berturut-turut sehingga semakin lama kantor akuntan publik mengaudit kliennya maka semakin singkat

audit delay dikarenakan auditor sudah berkali-kali melakukan auditing pada

perusahaan klien sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mengaudit laporan keuangan klien.


(55)

1. Perbedaan Audit Delay Pada Saat Sebelum Dan Sesudah Implementasi IFRS Fase II

Audit delay merupakan keterlambatan perusahaan melaporkan laporan

keuangan yang telah diaudit kepada BAPEPAM. Nilai ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit dapat menjadi pertimbangan pihak eksternal untuk mengambil keputusan karena nilai ketepatan waktu yang tidak terpenuhi mengindikasikan adanya masalah dalam perusahaan tersebut. Implementasi IFRS yang terjadi secara bertahap dapat menyebabkan auditor memerlukan waktu lebih panjang untuk memverifikasi penerapan IFRS pada perusahaan agar sesuai dengan aturan standar yang berlaku. Selain itu adanya penambahan fair value yang lebih banyak dari sebelumnya dapat menyebabkan semakin kompeksnya jalannya auditing.

Di dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh Izsmi et al (2010) dalam

Amirul & Shalleh (2014) menemukan bahwa sebelum implementasi IFRS, nilai minimum hari untuk audit delay adalah 20 hari, nilai maksimum audit

delay adalah 486 hari, dan rata-rata adalah 114 hari. Namun setelah

implementasi IFRS audit delay semakin panjang dari sebelum implementasi. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Amirul dan Shalleh (2014) mengungkapkan bahwa audit report lag meningkat saat implementasi IFRS. Yacoob & Che Ahmad (2011) menemukan bahwa penerapan IFRS memiliki dampak terhadap audit delay yaitu dengan adanya penerapan IFRS membuat audit delay semakin panjang. Penelitian tersebut menemukan hasil bahwa adanya penerapan IFRS memperpanjang audit delay karena


(56)

kompleksitas IFRS yang membuat akuntan publik membutuhkan waktu yang lebih lama dari yang seharusnya terjadi.

Ha : Terdapat perbedaan antara audit delay pasca Implementasi IFRS pada saat sebelum dan sesudah Implementasi IFRS Fase II

2. Pengaruh Jenis Industri Terhadap Audit Delay Pasca Implementasi IFRS

Industri dapat diklasifikasikan menjadi industri finansial dan non finansial. Di dalam penelitian kali ini menggunakan sampel perusahaan perbankan sebagai industri finansial dan perusahaan manufaktur sebagai industri non finansial yang keduanya terdaftar dalam BEI.

Penelitian mengenai jenis industri pernah dilakukan oleh Ashton, et.al (1987) dalam Bangun (2012) melalui univariate analysis yang mengemukakan bahwa audit lag lebih lama terjadi pada perusahaan sektor keuangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Bangun (2012) yang menemukan hasil bahwa jenis industri berpengaruh negatif terhadap audit delay. Penelitian lainnya juga pernah dilakukan oleh Putri (2014) dengan hasil bahwa klasifikasi industri secara signifikan berpengaruh negatif terhadap audit report lag. Namun penelitian lain yang dilakukan oleh Kusuma (2010) memiliki hasil bahwa jenis industri tidak memiliki pengaruh terhadap audit report lag.

Selain itu dampak adanya Implementasi IFRS membuat perusahaan perbankan melakukan perubahan besar yaitu perubahan pada peraturan Bank Indonesia membuat sehingga positif berpengaruh terhadap audit delay.


(57)

Pada hipotesis ini peneliti tidak bertujuan untuk memisahkan antara perusahaan perbankan dengan perusahaan manufaktur, karena uji hipotesis yang dilakukan adalah uji pengaruh yaitu bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh bermakna jenis industri terhadap audit delay. Adapun hipotesis yang diturunkan adalah perusahaan perbankan berpengaruh positif terhadap

audit delay merupakan variabel penjelas yang menjelaskan bahwa berdasarkan

dampak Implementasi IFRS yang memiliki dampak besar adalah perusahaan perbankan dibandingkan sektor lainnya.

H1 : Perusahaan perbankan berpengaruh positif terhadap audit delay pasca Implementasi IFRS

3. Pengaruh Kompleksitas Operasi Perusahaan Terhadap Audit Delay Pasca Implementasi IFRS

Kompleksitas operasi perusahaan yaitu tingkat kerumitan yang dialami suatu perusahaan dikarenakan jumlah anak perusahaan yang dimiliki perusahaan induk.

Setiap jenis industri memiliki dampak masing-masing atas implementasi IFRS. Dampak yang besar terhadap perusahaan induk juga akan memengaruhi dampak perubahan pada anak perusahaan. Beberapa dampak IFRS yang memengaruhi selain pada operasi perusahaan selain pada sistem akuntansi dapat juga terjadi pada sistem informasi maupun sumber daya manusia.

Perusahaan induk yang memiliki banyak anak perusahaan jika memang harus melakukan perubahan akibat adanya implementasi IFRS maka harus


(58)

membuat perubahan sehingga menambah panjang waktu untuk mengaudit bagi auditor.

Penelitian Ashton et.al (1987) dalam Ariyani dan Budiartha (2014) menemukan bahwa kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Sulistyo (2010) yang mengungkapkan adanya hubungan positif antara kompleksitas operasi perusahaan dengan audit delay. Hasil penelitian yang dilakukan Saputri (2012) dan Ariyani (2014), membuktikan bahwa kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay, yang berarti bahwa semakin tinggi kompleksitas operasi perusahaan maka semakin lama audit delay. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Widosari dan Rahardja (2012) menemukan bahwa apabila perusahaan memiliki anak perusahaan maka transaksi yang dimiliki klien semakin kompleks karena adanya laporan konsolidasi yang harus diaudit. Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa kompleksitas operasi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap audit delay. Namun penelitian yang dilakukan oleh Latifa, 2015 membuktikan adanya pengaruh yang tidak signifikan antara kompleksitas operasi perusahaan dengan audit delay. Angraningrum (2013) yang menyatakan bahwa kompleksitas operasi perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay. Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Yacoob & Che-Ahmad (2011) yang menyatakan bahwa kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay.


(59)

H2 : Kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay pasca Implementasi IFRS

4. Struktur Kepemilikan Perusahaan Terhadap Audit Delay Pasca Implementasi IFRS

Menurut Hilmi dan Ali (2008) kepemilikan publik merupakan kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat terhadap saham suatu perusahaan publik. Kepemilikan publik memiliki kekuatan untuk memengaruhi perusahaan dengan opini-opini berupa komentar ataupun kritikan dalam media masa apabila manajemen perusahaan tidak memiliki kinerja yang baik. Dengan begitu dalam rangka untuk menjaga reputasi perusahaan maka kepemilikan publik dapat mendesak perusahaan untuk selalu menerbitkan laporan keuangan tepat pada waktunya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2011) bahwa kepemilikan saham yang besar akan membuat pengendalian operasional dapat dilakukan lebih baik karena adanya pihak luar yang menentukan dan pengambilan keputusan perusahaan sehingga struktur kepemilikan berpengaruh negatif terhadap audit delay. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khalisah (2013) menghasilkan kepemilikan publik berpengaruh negatif terhadap audit delay. Hal ini dikarenakan adanya pemantauan dari investor dan menjaga nama baik perusahaan agar tidak ada komentar yang buruk atau kritikan yang dapat dilakukan masyarakat di media massa sehingga manajemen akan menjaga nilai ketepatan waktu dalam menyampaikan laporan keuangan auditan kepada publik.


(60)

H3 : Struktur kepemilikan perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay pasca Implementasi IFRS

5. Pengaruh Keberadaan Komite Audit Terhadap Audit Delay Pasca Implementasi IFRS

Berdasarkan peraturan BAPEPAM, setiap perusahaan go public wajib membentuk komite audit yang beranggotakan minimal 3 orang. Bapepam memberikan ketentuan pada komite audit untuk mengadakan rapat komite audit minimal 3-4x dalam satu tahun. Semakin banyak intensitas rapat komite audit maka audit delay semakin singkat.

Hasil penelitian Mumpuni (2011) mengungkapkan bahwa komite audit berpengaruh terhadap audit delay. Semakin banyak anggota dalam komite audit suatu perusahaan maka semakin singkat audit delay. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryani dan Wiratmaja (2014) menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh pada audit delay. Hal menunjukkan bahwa penambahan anggota komite audit akan cenderung meningkatkan proses pengawasan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi lebih sesuai dengan standar yang berlaku umum ini berarti waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit menjadi lebih pendek. Namun Marsono (2013) dalam Haryani dan Wiratmaja (2014), dalam penelitiannya menguji beberapa faktor yang berpengaruh terhadap audit delay

salah satunya yaitu keberadaan komite audit. Hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh yang positif signifikan sejalan dengan peraturan Bapepam tentang


(61)

jumlah komite. Komite audit bertugas memantau perencanaan dan pelaksanaan kemudian mengevaluasi hasil audit guna menilai kelayakan dan kemampuan pengendalian interen termasuk mengawasi proses penyusunan laporan keuangan.

H4 : Efektivitas komite audit berpengaruh negatif terhadap audit delay pasca Implementasi IFRS

6. Pengaruh Audit Tenure Terhadap Audit Delay Pasca Implementasi IFRS

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Lee et.al (2009), audit tenure

KAP memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Habib dan Bhuiyan (2011) yaitu perusahaan yang memiliki

audit tenure lebih pendek dapat memperpanjang audit delay. Hasil penelitian

selanjutnya oleh Wiguna (2012) menunjukkan bahwa audit tenure KAP memiliki pengaruh positif signifikan terhadap audit report lag. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustiarini dan Mita (2013) menunjukkan bahwa pergantian auditor berpengaruh positif terhadap audit delay sedangkan lamanya waktu penugasan (audit tenure) tidak berpengaruh terhadap audit

delay. Semakin lama audit tenure maka pengalaman dan pengetahuan auditor di

perusahaan klien semakin banyak sehingga hal tersebut akan mengefisiensi waktu auditor dalam mengaudit atas laporan keuangan klien. Kesimpulannya adalah audit tenure berpengaruh negatif terhadap audit delay.

H5 : Audit tenure berpengaruh negatif terhadap audit delay pasca Implementasi IFRS


(62)

C. MODEL PENELITIAN

Variabel Independen

H1 (+)

1.

H2 (+)

2.

H3 (-)

3. H4 (-)

4.

H5 (-)

Gambar 2.1 Model Penelitian

Uji Pengaruh

Berdasarkan model penelitian di atas dijelaskan bahwa penelitian ini akan menguji pengaruh antara 5 variabel independen yaitu jenis industri, kompleksitas operasi perusahaan, struktur kepemilikan perusahaan, komite audit, dan audit

tenure terhadap 1 variabel dependen yaitu audit delay setelah IFRS.

Kompleksitas Operasi Perusahaan

Struktur Kepemilikan Perusahaan

Komite Audit

Audit Tenure

Perusahaan Perbankan


(63)

Gambar 2.2 Model Penelitian

Uji Beda

Uji beda di atas bertujuan untuk menganalisis ada atau tidaknya perbedaan

audit delay pada saat Implementasi IFRS fase I dan Implementasi IFRS fase II.

IFRS Implementasi IFRS

Fase I (2012)

Audit Delay Audit Delay

Implementasi IFRS Fase II (2013)


(1)

Lampiran 3: Hasil Uji Asumsi Klasik dan Hipotesis

1. Uji Statistik Deskriptif

N

Minimum

Maximu

m

Mean

Std.

Deviation

INDUSTRY

30

0

1

,93

,254

AP

30

0

1

,63

,490

STRUCTURE

30

3,00

83,77

32,4943

22,24889

KOMAU

30

3

52

8,13

10,009

TENURE

30

0

1

,47

,507

DELAY

30

7

59

23,97

13,720

Valid N (listwise)

30

Sumber: Outpus SPSS 15.0

2. Uji Normalitas

a. Uji Normalitas Uji Beda

Case Processing Summary

Kategori Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

DELAY

Sebelum 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0%

Sesudah 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0%

Sumber: Outpus SPSS 15.0

Tests of Normality

Kategori Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

DELAY

Sebelum .288 4 . .839 4 .192

Sesudah .333 4 . .818 4 .138


(2)

Sumber: Outpus SPSS 15.0

b. Uji Normalitas Uji Pengaruh

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 30

Normal Parametersa,b

Mean 0E-7

Std. Deviation 10.65146270

Most Extreme Differences

Absolute .085

Positive .085

Negative -.075

Kolmogorov-Smirnov Z .466

Asymp. Sig. (2-tailed) .982

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber: Outpus SPSS 15.0

3. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1

INDUSTRY

.777 1.288

AP

.734 1.363

STRUCTURE

.967 1.035

KOMAU

.905 1.105

TENURE

.875 1.143

a. Dependent Variable: Audit Delay


(3)

4. Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 4.507 6.144 .734 .470

INDUSTRY

6.785 5.770 .251 1.176 .251

AP

-3.767 3.073 -.269 -1.226 .232

STRUCTURE

.027 .059 .087 .456 .652

KOMAU

-.124 .135 -.180 -.913 .370

TENURE

-.688 2.718 -.051 -.253 .802

a. Dependent Variable: AbsUt

Sumber: Outpus SPSS 15.0

5. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model Durbin-Watson

1 1.896a

a. Predictors: (Constant), TENURE, STRUCTURE, KOMAU , INDUSTRY, AP b. Dependent Variable: AbsUt

Sumber: Outpus SPSS 15.0

6. Uji Nilai F

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 2168.811 5 433.762 3.164 .025b

Residual 3290.156 24 137.090

Total 5458.967 29


(4)

b. Predictors: (Constant), TENURE, STRUCTURE, KOMAU , INDUSTRY, AP

Sumber: Outpus SPSS 15.0

7. Uji Adjusted R

2

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .630a .397 .272 11.70854

a. Predictors: (Constant), Audit Tenure, Jenis Industri, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Efektivitas Komite Audit, Kompleksitas Operasi Perusahaan

Sumber: Outpus SPSS 15.0

8. Uji nilai

t

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 35.792 10.354 3.457 .002

INDUSTRY

6.169 9.725 .114 .634 .532

AP

-7.164 5.179 -.256 -1.383 .179

STRUCTURE

-.232 .099 -.376 -2.330 .029

KOMAU

-.284 .228 -.207 -1.245 .225

TENURE

-6.874 4.581 -.254 -1.501 .146

a. Dependent Variable: Audit Delay

Sumber: Outpus SPSS 15.0

9. Uji Paired Sample t-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1

DELAY Sebelum 30.2500 4 18.42779 9.21389

DELAY Sesudah 17.7500 4 13.14978 6.57489


(5)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 DELAY Sebelum & DELAY Sesudah 4 -.278 .722

Sumber: Outpus SPSS 15.0

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig.

(2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

Pair 1

DELAY Sebelum - DELAY Sesudah

12.50000 25.43619 12.71810 -27.97466 52.97466 .983 3 .398


(6)

Dokumen yang terkait

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2009 2010)

4 24 120

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2008-2010)

0 3 78

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015).

0 3 17

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Audit Delay Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Periode 2013-2015.

0 2 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI.

0 0 6

ANALISIS FAKTOR INTERNAL PERUSAHAAN YANG MEMENGARUHI AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BEI (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2010-2014).

2 8 138

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY DAN TIMELINEES (Study empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2006-2008)

0 1 60

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT DELAY (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar Sebagai Anggota LQ45 di BEI Periode 2010-2015)

0 0 84

Faktor - faktor yang Mempengaruhi Audit Delay (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI tahun 2009-2010) - Unika Repository

0 0 14

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur , Perbankan dan Lembaga Keuangan Yang Terdaftar di BEI 2009-2011 - Unika Repository

0 0 13