Komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengukuran DO

2. Pengukuran suhu

3. Pengukuran pH

4. Pengambilan substrat

5. Pengambilan makrozoobentos

6. Penanganan makrozoobentos

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Sambungan


7. Pengambilan BOD5

9.

Pengukuran salinitas

8. Pengukuran BOD5

10. Analisis substrat

11. Pencemaran perairan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Gambar Bahan dan Alat Penelitian

1. Botol sampel

3. Botol Winkler


5. Jarum suntik

2. Labu Erlenmeyer

4. Kuas

6. Pipet tetes

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Sambungan

7. Pinset

9. Plastik

11. Kertas Label

8. Tisu


10. Karet

12. Lakban

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Sambungan

13. Alat tulis

14. Alkohol

15. Aquadest

16. Cool box

17. Zat Winkler

18. Gunting


Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Sambungan

19. Meteran

21. Kaca pembesar

23. Refraktometer

20. Termometer

22. Surber net

24. pH meter

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Hasil Analisis Substrat Dasar


Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Data Pasang Surut

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Sambungan
Data yang sudah diolah melalui software pasang surut :

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Sambungan
Rumus perhitungan pasang surut metode admiralty :

F=
=

=


AK 1+ AO 1
AM 2+AS 2

1,0+ 0,7
0,9+1,3
1,7
2,2

= 0,7
Keterangan :
F

: Form-zahl atau konstanta pasang surut.

AK1 : amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal rata-rata yang
dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari.
AO1 : amplitudo dari anak

gelombang


pasang

surut harian tunggal yang

dipengaruhi oleh deklinasi matahari.
AM2 : amplitude dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata yang
dipengaruhi oleh bulan.
AS2 : amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata yang
dipengaruhi oleh matahari.
Nilai F
0 < F < 0,25

Tipe Pasang Surut
harian ganda murni (semi diurnal)

0,25 < F < 1,50

campuran (mixed type) condong ke harian ganda

1,50 < F < 3,00


campuran (mixed type) condong ke harian tunggal

F ≥ 3,00

harian tunggal murni (diurnal type)

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Makrozoobentos
Makrozoobentos

Ciri-Ciri
-

Ukuran tubuh kecil dan
pipih

-


Berrostrum pendek

-

Karapas lunak

-

Karapas

Acetes serrulatus
berbentuk

hexagon
-

Berwarna

hijau


kekuningan
-

Memiliki tungkai mata
yang panjang

Podopthalmus vigil

Permukaan

punggung

relatif datar
-

Permukaan

karapas

halus

-

Berwarna hijau gelap
secara keseluruhan

-

Memiliki

kaki

yang

panjang.
Thalamita crenata
-

Puncak rostrum sangat
tajam dan menonjol

-

Antenulla bagian atas
sangat pendek.

-

Berwarna merah dan
mata berwarna hitam.

Aristaeopsis edwardsiana

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

Permukaan

karapas

halus,
-

Berwarna biru gelap,

-

Kaki keras pendek dan
berbulu.

Cardisoma hirtipes
-

Permukaan

karapas

bergranula
-

Kaki kokoh

-

Permukaan

punggung

cembung.
Cardisoma rotundum
-

Memiliki rostrum tidak
panjang

namun

bergerigi
-

Antenulla yang panjang

-

Tungkai

mata

yang

panjang.

Metapenaeus tenuipes
-

Memiliki tubuh pipih

-

Mata yang hitam

-

Memiliki bulu di sisi
samping bagian tubuh.

Planaria sp.
-

Memiliki

cangkang

putih dan keras
-

Memiliki rib radial

-

Terdapat bulu di luar
cangkang

Anadara antiquata

yang

berwarna coklat gelap.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

Memiliki

cangkang

yang keras
-

Permukaannya

halus

serta berwarna variasi.

Mactra fragilis
-

Memiliki

cangkang

yang keras
-

Memiliki

ruas

berwarna

dan
hijau

kehitaman.
Corbicula javanica
-

Memiliki ukuran kecil

-

Cangkang memanjang
ke

atas

bercorak

melingkar
-

Berwarna variasi coklat

-

Permukaan

Cerithidea cingulata

cangkang

yang bergerigi.
-

Memiliki

cangkang

yang keras memanjang
ke atas
-

Berwarna gelap

-

Permukaan

cangkang

halus setiap ruasnya.

Faunus ater
-

Berukuran kecil

-

memiliki

cangkang

yang ramping ke atas
dan beruas
Melanoides torulosa

berwarna

coklat

kehitaman.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

Berukuran kecil

-

Memiliki

gerigi

runcing

di sekeliling

ruas
-

Berwarna coklat.

-

Berukuran 2-3 cm

-

Permukaan

Thiara scabra

keras

cangkang

bergerigi dan

memiliki motif cincin
berwarna coklat.
Gyrineum gyrinum
-

Memiliki

tungkai

cangkang yang panjang
dan ramping
-

Permukaan
yang

cangkang

bergerigi

dan

keras
Pisania crocata

-

Berwarna kekuningan.

-

Memiliki
keras

cangkang

tidak

banyak

gerigi.
-

Memiliki

tungkai

cangkang yang panjang
dan ramping
Pisania truncata

-

Berwarna putih.

-

Spesies dari golongan
siput

air

memiliki

asin

ini

cangkang

keras berduri
Murex trapa

berwarna coklat abuabu.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

Memiliki

duri

lebih

sedikit dan lebih kecil
dari spesies M. trapa
-

Memiliki

cangkang

yang keras berwarna
coklat abu-abu.

Murex tribulus
-

Memiliki ukuran kecil

-

Cangkang setiap ruas
memiliki gerigi yang
mengelilingi rib

-

Berwarna coklat gelap.

-

Memiliki

Nodilittorina pyramidalis
cangkang

kecil dan tipis
-

Berwarna coklat

-

memiliki

Littorina sp.
cangkang

keras dan banyak ruas
-

ramping

-

berwarna putih.

-

Memiliki

Turritella terebra
agak

cangkang

pipih

namun

cembung sedikit
-

Berselaput

di

luar

cangkang

berwarna

coklat kehitaman
Haliotis planata

-

Di

dalam

cangkang

berwarna abu-abu kilau.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

memiliki

cangkang

yang tebal keras serta
berwarna hitam.
-

Permukaan

cangkang

kasar seperti granula.
Monodonta labio
- Memiliki bentuk seperti
kerucut
- Permukaan datar
- Memiliki motif garis
Berwarna coklat horizontal.
Trochus radiatus
-

Memiliki

bentuk

kerucut
-

Permukaan

cangkang

sedikit kasar
-

Berwarna lebih gelap.

-

Memiliki

kemiripan

dengan

cerithidea

Trochus californicum

cingulata
-

Spesies

ini

lebih

ramping, bergerigi yang
lebih
Cerithium alveolum

banyak,

warna

lebih pucat.
-

Memiliki
dengan

kemiripan
spesies

Littorina sp.
-

Spesies ini bercangkang
kecil berwarna gelap
dan lebih tebal daripada

Quoiya decollata

Littorina sp..

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

Memiliki

cangkang

yang tebal
-

Berwarna

coklat

dengan

kombinasi

putih.

Strombus microurceus
-

Memiliki

cangkang

yang bulat
-

Bermotif segitiga yang
menghiasi
permukaan
bagian

luar

seluruh
cangkang
dengan

warna hitam kombinasi

Nerita chameleon

coklat.
-

Bercangkang tebal

-

Permukaan

cangkang

luar memiliki ruas
-

Berwarna

coklat

kehitaman

Nerita albicilla
-

Memiliki

cangkang

berbentuk bulat serta
tipis
-

Berwarna

kuning

keemasan.
Pila scutata

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Sambungan
-

Memiliki ukuran dan
bentuk
dengan

yang
Pila

namun

sama
scutata,

cangkang

spesies ini lebih tebal
dan gelap.
Pila ampullacea
-

Memiliki

bentuk

kerucut sama dengan
genus trochus namun
genus tectus memiliki
ukuran

yang

lebih

ramping.
Tectus conus

-

Tectus conus memiliki
garis yang membujur
dan

motif

seluruh

titik

di

permukaan

cangkang luar.
-

Tidak memiliki motif

-

Berwarna pucat

-

Bentuk yang ramping
dan bawah cangkang
yang datar.

Tectus triserialis
-

Memiliki ukuran tubuh
yang panjang

-

Bertekstur lunak

-

Berwarna merah

Pheretima sp.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Contoh Perhitungan
Contoh perhitungan kepadatan populasi (K) spesies Pheretima sp. pada stasiun 1
adalah sebagai berikut:
K=

10.000 x a
10.000 x 18 180.000
ind
=
=
= 180 2 = 1,8 ind/m²
b
1.000
1000
cm

Contoh perhitungan kepadatan relatif (KR) spesies Pheretima sp. pada stasiun 1
adalah sebagai berikut:
KR =

=

Kepadatan suatu jenis
x 100%
∑seluruh jenis
18
x 100%
140

= 12,86%

Contoh perhitungan frekuensi kehadiran (FK) spesies Pheretima sp. pada stasiun
1 adalah sebagai berikut:
FK =

=

Jumlah sub plot ditempati suatu jenis
x 100%
Jumlah total sub plot
1
x 100%
3

= 33,33%

Contoh perhitungan indeks keanekaragaman Shannon Wiener (H’) pada stasiun 1
adalah sebagai berikut:
s


H = − � pi ln pi
i=1
s

= −�
i=1

29
29
7
7
4
4
9
9
3
3
+
ln
+
ln
+
ln
+
ln
ln
140 140 140 140 140 140 140 140 140 140

= +

18
18
2
2
25
25
1
1
11
11
ln
+
ln
+
ln
+
ln
+
ln
140 140 140 140 140 140 140 140 140 140

= +

11
11
2
2
18
18
ln
+
ln
+
ln
140 140 140 140 140 140

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Sambungan
s

= − � 0,021 ln 0,021 + 0,207 ln 0,207 + 0,05 ln 0,05 + 0,028 ln 0,028
i=1

= + 0,064 ln 0,064 + 0,128 ln 0,128 + 0,014 ln 0,014 + 0,178 ln 0,178
= + 0,007 ln 0,007 + 0,078 ln 0,078 + 0,078 ln 0,078 + 0,128 ln 0,128
= + 0,014 ln 0,014
s

= − � −0,081 + (−0,326) + (−0,149) + (−0,100) + (−0,176) +
i=1

= (−0,263) + (−0,059) + (−0,307) + (−0,034) + (−0,199) + (−0,199) +
= (−0,263) + (−0,059)
s

= − � −2,215
i=1

= 2,215
Contoh perhitungan indeks keseragaman (E’) pada stasiun 1 adalah sebagai
berikut :
2,215
2,215
H′
E =
=
=
= 0,863
Ln 13
2,565
Ln S


Contoh perhitungan analisis komunitas (IS) pada stasiun 1 adalah sebagai berikut :
IS =

2C
x 100%
A+B

=

2.4
x 100%
6 + 12 + 8

=

8
x 100%
26

= 30,77%

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Sambungan
Contoh perhitungan indeks pencemaran pada setiap stasiun penelitian adalah
sebagai berikut:
Stasiun 1
Parameter
DO

Ci
4,2

Lij
4

Ci/Lij
0,93

Ci/Lij baru
0,93

pH

7,0

6-9

-0,25

-0,25

BOD5

1,35

3

0,45

0,45

Salinitas

0,7

0,5-17

-0,493

-0,493

Suhu

30

25-30

2,5

2,989

Jumlah

3,137

3,626

Rata-rata

0,6274

0,7252

Perhitungan DO :
DO merupakan paramater yang jika harga parameter rendah kualitas
perairan akan menurun. DOmaks = 7 pada temperatur 25°C, sehingga diselesaikan
dengan rumus:
Ci/Lij = (7 − 4,2)/(7 − 4) = 3,8/3 = 0,93

Perhitungan pH, salinitas serta suhu :

Nilai pH, salinitas, serta suhu yang memiliki rentang sehingga penentuan
Ci/Lij sebagai berikut:
Ci/Lij ph = (6 + 9)/2 = 7,5 kemudian,
=

−0,5
7,0 − 7,5
=
= −0,25
2
9 − 7,0

Ci/Lij salinitas = (0,5 + 17)/2 = 8,75 kemudian,
=

0,7 − 8,75
−8,05
=
= −0,5
17 − 0,7
16,3

Ci/Lij suhu = (25 + 30)/2 = 27,5 kemudian,
=

30 − 27,5
= 2,5
30 − 30
Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Sambungan
Karena nilai Ci/Lij suhu >1 maka harus dicari Ci/Lijbaru dengan memasukkan
rumus :
Ci/Lijbaru = 1,0 + 5 log 2,5
= 1 + 1,989
= 2,989
Perhitungan BOD5 :
Ci/Lij BOD5 = 1,35 / 3 = 0,45
Kemudian tentukan nilai M (nilai maksimum dari kolom Ci/Lijbaru),
kemudian cari nilai R (nilai rata-rata dari penjumlahan kolom Ci/Lijbaru). Sehingga
selanjutnya dapat menenetukan nilai IP stasiun 1 sebagai berikut:

PIj =

2
2
�� Ci � M + � Ci � R
Lij
Lij

2

=

�(0,6274)2 2,989 + (0,6274)2 0,7252
2

=

�(0,3936)2,989 + (0,3936)0,7252
2

=

�1,1765 + 0,2854
2

= �0,73096936

= 0,855

Perhitungan di atas digunakan untuk perhitungan indeks pencemaran pada
stasiun berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, F. 2011. Dampak Pencemaran Lingkungan Kota Praya Terhadap
Kualitas Air Waduk Batujai. Buletin Geologi Tata Lingkungan. 21 (2) : 69
– 82.
Agustiningsih, D., Setia, B. S., Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air Dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal
Presipitasi. 9 (2).
Agustinus, Y., Arief, P., Dony, A. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos
Sebagai Indikator Kualitas Perairan di Pulau Lengkang Kecamatan
Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. [Skripsi]. Batam :
Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Asra, R. 2009. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi Dari Kualitas Air Di
Sungai Kumpeh dan Danau Arang-Arang Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.
Jurnal Biospesies. 2 (1) : 23-25.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan.
Carpenter, K. E. dan Volker, H. N. 1998. FAO Species Identification Guide
Fishery Purposes. Food And Agriculture Organization Of The United
Nations. Rome.
Daeli, F. F., Falmi, Y., Dony, A. 2013. Keanekaragaman Makrozoobentos Di
Perairan Pulau Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.
[Skripsi]. Batam : Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., Sitepu, M. J. 2004. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita.
Jakarta.
Damaianto, B. dan Ali, M. 2014. Indeks Pencemaran Air Laut Pantai Utara
Kabupaten Tuban dengan Parameter Logam. Jurnal Teknik Pomits. 3 (1) :
2301-9271
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I (Indonesian Shells). PT Sarana
Graha. Jakarta.
Fajri, N. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos Di Perairan Pantai Kuwang
Wae Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Edukasi. 8 : 81-100.

Universitas Sumatera Utara

Firstyananda, P. 2012. Komposisi Dan Keanekaragaman Makrozoobentos Di Tiga
Lokasi Aliran Sungai Sumber Kuluhan Jabung, Kabupaten Magetan.
[Skripsi]. Surabaya : Departemen Biologi, Univeritas Airlangga.
Fitra, E. 2008. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman
Vegetasi Akuatik Di Perairan Parapat Danau Toba. [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pasca Sarjana.
Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di
Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.
Jurnal Biodiversitas. 7 (1) : 67-72.
Indrawan, M., Primack, R. B., Supriatna, J. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Irwan, Z. J. 2007. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem Lingkungan dan
Pelestariannya. Bumi Aksara. Jakarta.
Kasmini, L. 2014. Identifikasi Populasi Makrozoobentos Di Kawasan Ekosistem
Mangrove Desa Ladong Aceh Besar . Jurnal. (1) : 47-56.
Kawuri, L. R., Mustofa, N. S., Suryanti. 2012. Kondisi Perairan Berdasarkan
Bioindikator Makrobentos Di Sungai Seketak Tembalang Kota Semarang.
Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. 1 (1) : 1-7.
Manurung, M. E. H. 2012. Pengetahuan Masyarakat Tentang Kondisi Dan
Manfaat Perairan Pesisir Di Kawasan Pesisir Dumai Provinsi Riau. Jurnal
Visi. 20 (3) : 1132-1144.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003. Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
Nomor 115. http://bplhd.jakarta.go.id (diakses 28 Maret 2014).
Murijal, A. 2012. Penilaian Kualitas Sungai Pesanggrahan Dari Bagian HULU
(Bogor, Jawa Barat) Hingga Bagian Hilir (Kembangan, DKI Jakarta)
Berdasarkan Indeks Biotik. [Skripsi]. Depok : Departemen Biologi,
Universitas Indonesia.
Nanda, R., Mades, F., Irma, L. 2012. Struktur Komunitas Makrozoobentos Pada
Laguna Hutan Mangrove Kanagarian Mangguang Kota Pariaman.
[Skripsi]. Padang : Program Studi Pendidikan Biologi STIKIP PGRI
Jurusan Biologi, Universitas Negeri Padang.
Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti. Jakarta.
Pakpahan, C. S. H., Tengku, E., Linda, W. Z. 2013. Indeks Biodiversity
Komunitas Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di
Pulau Dompak. [Skripsi]. Batam : Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Universitas Sumatera Utara

Prakitri, K. N. 2008. Struktur Komunitas Meiobenthos Yang Dikaitkan Dengan
Tingkat Pencemaran Sungai Jerambah Dan Sungai Buding, Kepulauan
Bangka Belitung. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rakhmanda, R. K. A. 2011. Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak
Bayan Yogyakarta. Jurnal Ekologi Perairan. (1) : 1-7.
Ruswahyuni. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos Yang Berasosiasi
Dengan Lamun Pada Pantai Berpasir Di Jepara. Jurnal Saintek Perikanan.
3 (2) : 33 – 36.
Sembiring, H. 2008. Keanekaragaman Dan Distribusi Udang Serta Kaitannya
Dengan Faktor Fisik Kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang. [Tesis]. Medan : Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pasca
Sarjana.
Shafa’atullah, F. F. 2012. Analisis Kualitas Air Sumur Dangkal Di Kecamatan
Manggala Kota Makassar. [Jurnal Tugas Akhir]. Makassar : Jurusan Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Hassanudin.
Siahaan, R., Andry, I., Dedi, S., Lilik, B. P. 2012. Keanekaragaman
Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Cisadane, Jawa
Barat – Banten. Jurnal Bioslogos. 1 (2) : 1-9.
Simamora, D. R. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai
Padang Kota Tebing Tinggi. [Skripsi]. Medan : Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara.
Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indicator Kualitas
Perairan Danau Toba Balige Kabupaten Toba Samosir. [Tesis]. Medan :
Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pasca Sarjana.
Sitorus, D. 2008. Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia Serta Kaitannya
Dengan Faktor Fisik-Kimia Di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang. [Tesis]. Medan : Universitas Sumatera Utara, Sekolah Pasca
Sarjana.
Sitorus, H. 2013. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Berkelanjutan.
Universitas Nommensen. Medan
Sulistianto, E. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan
Bontang Kota Bontang. Jurnal EPP. 7 (1) : 20-24.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Struktur
Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove Di
Kawasan Konservasi Mangrove Dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan
Timur. [Tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro, Program Pasca
Sarjana.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional.
Surabaya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27. 2007. Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. [Diakses melalui http://bk.menlh.go.id pada
4 September 2010].
Vatria, B. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan
Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak yang
Ditimbulkannya. Jurnal Belian. 1 (9) : 47-54.
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Gramedia. Jakarta.
Yeanny, M. S. 2007. Keanekaragaman Makrozoobentos Di Muara Sungai
Belawan. Jurnal Biologi Sumatera. 2 (2) : 37- 41.
Yudianto, A. V. 2014. Ekosistem Pesisir Dan Pengelolaannya di Indonesia.
Artikel. http://terangi.or.id. (diakses 1 Maret 2014).
Yudianto, A. V. 2014. Struktur Fungsional Ekosistem Pesisir. Artikel.
http://terangi.or.id. (diakses 1 Maret 2014).
Yusuf, M. 2011. Kajian Dampak Pencemaran Terhadap Kualitas Lingkungan
Perairan dan Struktur Komunitas Organisme Makrozoobenthos Di Muara
Sungai Babon, Semarang. Buletin Osenanografi Marina. (1) : 27-35.

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014 di perairan
pesisir Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera
Utara. Sedangkan identifikasi makrozoobentos dilakukan di Laboratorium
Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara. Analisis substrat sebagai satu dari beberapa sampel
parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Alat dan Bahan
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah surber
net, sekop, cool box, kantong plastik, botol sampel, botol Winkler, labu
Erlenmeyer, saringan, pinset, kamera digital, alat tulis, GPS (Global Positioning
System), termometer, refraktometer, pH meter, ember, botol alkohol, botol film,
pipet tetes, lakban, meteran, tali plastik, kertas millimeter. Sedangkan bahan yang
digunakan yakni alkohol 70%, akuades, kertas label, amilum, MnSO4, KOH-KI,
H2SO3, Na2S2O3, tissue. Gambar alat maupun bahan dalam pelaksanaan
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun
Pertimbangan penentuan stasiun pengambilan sampel yakni berdasarkan
pemanfaatan wilayah perairan pesisir Kecamatan Pantai Labu. Stasiun
pengambilan sampel ditentukan dengan metode purposive sampling (sampel
dengan maksud/pertimbangan) yaitu pengambilan sampel dilakukan hanya atas
dasar pertimbangan peneliti. Penentuan stasiun tersebut diacu dari Daeli, dkk.,
(2013). Lokasi penelitian ditetapkan sebanyak 3 stasiun, pada setiap 1 stasiun
terdiri dari 3 titik untuk pengambilan sampel.
Stasiun 1
Lokasi stasiun 1 terletak pada posisi koordinat 3°38.536’N 98°55.01’E
yang merupakan sungai di Kecamatan Pantai Labu. Sungai tersebut bernama
Sungai Keneng. Stasiun 1 akan dibagi menjadi 3 titik yaitu 2 titik diantaranya
ditentukan di area tepi sungai dan 1 titik di area tengah. Stasiun 1 juga ditetapkan

Universitas Sumatera Utara

sebagai lokasi kontrol karena tidak terdapat aktivitas. Stasiun tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Stasiun 1
Stasiun 2
Lokasi stasiun 2 terletak di Desa Paluh Sibaji Dusun II Kecamatan Pantai
Labu dengan posisi koordinat 3°39.565’N 98°54.299’E. Lokasi tersebut
merupakan satu aliran sungai dari stasiun 1 dengan jarak 2 km. Stasiun 2
dipengaruhi oleh aktivitas wilayah yang padat pemukiman dan terdapat aktifitas
perbaikan/perawatan kapal (docking). Seperti Stasiun 1, maka stasiun 2 juga akan
dibagi menjadi 3 titik yaitu 2 titik diantaranya ditentukan di area tepi sungai dan 1
titik di area tengah. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun 2

Universitas Sumatera Utara

Stasiun 3
Lokasi stasiun 3 merupakan daerah garis pantai yang dipengaruhi
aktivitas pariwisata dan penangkapan ikan. Pantai tersebut bernama Pantai
Serambi Deli yang terletak di Desa Paluh Sibaji Dusun IV Kecamatan Pantai
Labu dengan posisi koordinat 3°40.791’N 98°54.557’E. Jarak dari stasiun 2 ke
stasiun 3 adalah 3 km. Seperti stasiun 1 dan stasiun 2, stasiun 3 juga dibagi
menjadi 3 titik. Ketiga titik tersebut dimulai dari tepi garis pantai mengarah ke
laut. Hal ini diacu dari Ruswahyuni (2008). Jarak antar titik sejauh 5 meter.
Lokasi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Stasiun 3
Metode Pengambilan Sampel Makrozoobentos
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengamatan langsung ke
lapangan. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu surut dengan alasan agar
mempermudah dalam pengambilan sampel serta tidak terkendala dengan arus dan
gelombang (Daeli dkk., 2013).
Sampel makrozoobentos diambil menggunakan surber net apabila lokasi
pengambilan sampel dangkal. Penggunaan surber net dalam pengambilan
makrozoobentos dilakukan sebanyak 9 kali ulangan dalam 1 titik, surber net

Universitas Sumatera Utara

diletakkan di dasar perairan pantai maupun sungai, kemudian dilakukan
pengerukan substrat sehingga makrozoobentos ikut terjaring didalam surber net.
Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan sebanyak 3 kali, setiap 16 hari
sekali.
Sampel yang didapat dari pengambilan kemudian disortir menggunakan
metode hand sorting dengan bantuan saringan, selanjutnya dibersihkan dengan
akuades dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi alkohol 70%
sebagai

pengawet

dan

diberi

label.

Selanjutnya

sampel

diidentifikasi

menggunakan buku identifikasi buku Carpenter dan Volker (1998) dan Dharma
(1988) yang dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Metode Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Teknis pengukuran parameter fisika dan kimia perairan akan dilakukan
bersamaan dengan pengambilan makrozoobentos pada setiap lokasi penelitian.
Parameter fisika kimia perairan diukur dengan 3 kali ulangan pada setiap stasiun.
Metode yang digunakan untuk mengukur beberapa parameter fisika dan kimia
perairan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Suhu Air
Pengukuran suhu menggunakan termometer yang akan dilakukan secara
insitu pada setiap stasiun penelitian. Termometer dimasukkan ke dalam sampel air
yang telah diambil pada daerah dasar perairan kemudian dibiarkan selama 3
menit. Kemudian dicatat nilai suhu yang tertera pada skala termometer tersebut.
2. Salinitas
Salinitas perairan diukur secara insitu dengan menggunakan refraktometer

Universitas Sumatera Utara

dengan cara sampel air yang telah diambil, kemudian diteteskan ke permukaan
kaca refraktometer yang bersih menggunakan pipet tetes, kemudian ditutup lalu
dilihat nilai salinitas pada skala refraktometer.
3. pH
Pengukuran derajat keasaman (pH) perairan diukur secara insitu dengan
menggunakan pH meter dengan cara memasukkan elektroda pH meter ke dalam
sampel air yang telah diambil, dilihat dan dicatat nilai yang tertera pada pH meter
tersebut.
4. Substrat Dasar
Pengamatan tipe substrat dasar setiap stasiun dilakukan secara eksitu.
Substrat dasar yang telah diambil bersamaan dengan pengambilan sampel
makrozoobentos akan dianalisis di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 3.
5. Oksigen Terlarut
Pengukuran Oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan metode
Winkler. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol Winkler,
dimasukkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-KI lalu dihomogenkan, didiamkan
sebentar sehingga terbentuk sampel dengan endapan putih. Ditambah 1 ml H2SO4
lalu dihomogenkan lalu didiamkan sehingga terbentuk sampel coklat. Diambil 100
ml sampel (yang tidak mengendap) dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ditetesi
dengan Na2S2O3 0,0125 N sampai sampel berwarna kuning pucat. Lalu
ditambahkan 5 tetes amilum dihomogenkan sehingga dihasilkan sampel berwarna
biru. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N sehingga dihasilkan larutan

Universitas Sumatera Utara

berwarna bening. Banyaknya Na2S2O3 yang terpakai menunjukkan kadar oksigen
terlarut.
1. Biological Oxygen Demand (BOD)
Sampel air dimasukkan ke dalam botol winkler diinkubasi pada suhu 20°C
selama 5 hari. Setelah 5 hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti
perhitungan kadar oksigen terlarut. Kadar BOD dihasilkan dengan cara
mengurangkan DO awal dan DO akhir. Brower, dkk., (1990) menyatakan nilai
konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik
apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.
2. Pasang Surut
Pengambilan data pasang surut melalui data sekunder yang diambil pada
Majalah Maritim Laut Biru Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut I untuk data
pasang surut terbaru dapat dilihat pada Lampiran 4.
Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung kepadatan
populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener, indeks keseragaman, indeks keseragaman, analisis komunitas,
analisis

kelimpahan

makrozoobentos

dengan kualitas air, serta

indeks

pencemaran.
1. Kepadatan Populasi (K)
Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis kepadatan
populasinya dengan menggunakan rumus Odum (1993) diacu oleh Pakpahan dkk.,
(2013) yaitu :
K=

10.000 x a
b

Universitas Sumatera Utara

Keterangan

:

K

= Kepadatan makrozoobentos (ind/ m²)

A

= Jumlah makroozoobentos (individu)

B

= Luas bukaan surber

10000 = Konversi dari cm² ke m²
2. Kepadatan Relatif (KR)
Untuk menggunakan kepadatan relatif makrozoobentos, digunakan rumus
Brower dkk., (1990 ) diacu oleh Firstyananda (2012) adalah :
KR =

Kepadatan suatu jenis
x 100%
∑seluruh jenis

3. Frekuensi Kehadiran (FK)
Frekuensi

kehadiran dihitung untuk mengetahui spesies yang paling

dominan ditemui saat penelitian, FK dapat dihitung dengan rumus Yeanny (2007)
sebagai berikut :
FK =

Jumlah sub plot ditempati suatu jenis
x 100 %
Jumlah total sub plot

Dengan kriteria nilai FK:
0-25% (sangat jarang); 25-50% (jarang); 50-75% (sering); >75% (sangat sering)
4. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

Untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobentos maka dilakukan
analisis indeks keanekaragaman, dengan menggunakan Indeks Diversitas Shannon
– Wienner (1949) oleh (Odum, 1994) dalam Sembiring (2008) sebagai berikut:
s


H = − � pi ln pi
i=1

Keterangan :
H’ = Indeks Diversitas

Universitas Sumatera Utara

Pi = Proporsi spesies

ke i (ni) terhadap jumlah total (N) dimana Pi = Σ

ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan total keselurahan
jenis)
5. Indeks Keseragaman
Jika

terjadi

penurunan

keanekaragaman

maka

akan

mencapai

keseragaman, maka keseimbangan komunitas tersebar merata. Rumus yang
digunakan untuk Indeks Keseragaman adalah Krebs (1978) diacu oleh Fitriana
(2006) seperti di bawah ini:
E′ =

H′
Ln S

Keterangan :
J’ = indeks keseragaman (Evenness index)
H’= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah spesies
6. Analisis Komunitas
Untuk mengetahui tingkat kesamaan komunitas antar dua stasiun
penelitian, data makrozoobentos dianalisis menggunakan Indeks Sorensen (1948)
diacu oleh Firstyananda (2012) yaitu:
IS =

2C
x 100%
A+B

Keterangan :
IS = Indeks kesamaan
A = Jumlah spesies dalam lokasi A
B = Jumlah spesies dalam lokasi B
C = Jumlah spesies yang sama pada kedua lokasi

Universitas Sumatera Utara

Dengan kriteria :
Jika IS= 75-100: sangat mirip; 50-75: mirip; 25-50: tidak mirip; Lij rata-rata:
C
� i�L �
ij

=
baru

��Lij �

��Lij �

�Ci − �Lij �

rata −rata



�Ci − �Lij �

rata −rata



minimum

maksimum

− �Lij �

rata −rata

− �Lij �



rata −rata



- Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0,
misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal
C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air
sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :
a. Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.
b. Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih besar
dari 1,0. (Ci/Lij) baru = 1,0 P.log(Ci/Lij) hasil pengukuran P adalah konstanta
dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil
pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu
peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).
c. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij (Ci/Lij)R
dan (Ci/Lij)M).

Universitas Sumatera Utara

d. Tentukan harga PIj:

PIj =

2
2
�� Ci � M + � Ci � R
Lij
Lij

2

Keterangan:
Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu Air
Ci = konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis
percontoh air pada suatu lokasi penelitian
IPj = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi Ci/ Lij
M = nilai maksimum
R = nilai rata-rata (Achmad, 2011).
Damaianto dan Ali (2014) menyatakan bahwa hasil dari indeks
pencemaran ini dapat memberikan masukan kepada pengambil keputusan agar
dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta dalam memperbaiki
kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.
Berikut evaluasi hubungan nilai IP dengan status mutu air menurut
KepMenLH 115/2003 diacu oleh Agustiningsih dkk., (2012) dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan Nilai IP dengan Status Mutu Air
Indeks Pencemaran

Mutu Perairan

0 ≤ Pij ≤ 1,0

Kondisi baik

1,0 < Pij ≤ 5,0

Cemar ringan

5,0 < Pij ≤ 10

Cemar sedang

Pij > 10,0

Cemar berat

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Parameter Fisika Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai yang diperoleh dari
beberapa parameter fisika kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Parameter Fisika Kimia Air pada Setiap Stasiun Penelitian di
Perairan Kecamatan Pantai Labu
Parameter
Stasiun
I
II
III
Fisika :
Suhu (°C)
28-31
30-31
32-34
Salinitas (‰)
0-3
0-3
27-33
Kimia :
DO (mg/l)
pH
BOD5 (mg/l)
Sedangkan
diperoleh

3,8-5
6,7-7,2
1-1,6
hasil

dari

analisis

2,6-4
6,2-6,8
1,5-2,4

3,4-4,8
6,4-7,1
1,2-1,8

substrat berupa

tekstur

yang

setelah dilakukan pengamatan di laboratorium dapat dilihat pada

Tabel 4 seperti di bawah ini serta pada Lampiran 3.
Tabel 4. Hasil Analisis Substrat pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan
Kecamatan Pantai Labu
Stasiun
Titik
Fraksi (%)
Klasifikasi
Tekstur
Pasir
Debu
Liat
1

2

3

1
2
3
1
2
3
1
2
3

80,12
95,28
90,12
82,12
75,28
77,84
86,12
66,12
29,84

5,28
0,56
0,28
4,28
10,56
13,28
2,28
13,28
63,28

14,60
4,16
9,60
13,60
14,16
8,88
11,60
20,60
5,88

Lp
Pl
Pl
Lp
Pl
Pl
Pl
Llip
Llip

Universitas Sumatera Utara

Keterangan

:

Lp

: Lempung Berpasir

Pl

: Pasir Berlempung

Llip

: Lempung Liat Berpasir
Hasil parameter fisika yang diperoleh selanjutnya adalah pasang surut. Tipe

pasang surut pada perairan Kecamatan Pantai Labu adalah termasuk tipe campuran
condong harian ganda dengan nilai HW (High Water) 2,7 m dan LW (Low Water) 0,3
m. Sedangkan nilai MSL (Mean Sea Level) adalah 1,2 m. Pasang surut dapat
diketahui pada Gambar 6 yang akan disajikan berikut ini.

Gambar 6. Grafik Pasang Surut di Perairan Kecamatan Pantai Labu

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Makrozoobentos yang diidentifikasi dalam penelitian ini (Lampiran 5)
terdiri dari 5 kelas yaitu: Crustacea terdiri dari 7 spesies, Turbellaria terdiri dari 1
spesies, Bivalvia terdiri dari 3 spesies,

Gastropoda terdiri dari 25 spesies,

Oligochaeta terdiri dari 1 spesies seperti disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Komunitas Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan
Kecamatan Pantai Labu
Kelas
Crustacea

Ordo
Decapoda

Famili

Genus

Sergestidae
Portunidae

Acetes
Podophthalmus

Aristeidae

Thalamita
Aristaeopsis

Gecarcinidae

Cardisoma

Penaeidae

Metapenaeus

Turbellaria
Bivalvia

Tricladida
Pteriomorpha
Eulamellibranchia
Veneroida

Planariidae
Arcidae
Mactridae
Corbiculidae

Planaria
Anadara
Mactra
Corbicula

Gastropoda

Sorbeoconcha

Potamididae

Cerithidea

Thiaridae

Faunus
Melanoides

Ranellidae
Muricidae

Thiara
Gyrineum
Murex
Pisania

Oligochaeta
Total

Littorinidae

Nodilittorina

Archaeogastropoda

Turritellidae
Haliotidae
Trochidae

Littorina
Turritella
Haliotis
Monodonta
Trochus

Neotaenioglossa

Cerithiidae

Cerithium

Planaxidae
Strombidae

Quoyia
Strombus

Neritopsina

Neritidae

Nerita

Architaenioglossa

Ampullariidae

Pila

Vetigastropoda

Trochidae

Tectus

Opisthopora

Opisthidae

Pheretima

Spesies
Acetes serrulatus
Podophthalmus
vigil
Thalamita crenata
Aristaeopsis
edwardsiana
Cardisoma
hirtipes
Cardisoma
rotundum
Metapenaeus
tenuipes
Planaria sp.
Anadara antiquata
Mactra fragilis
Corbicula
javanica
Cerithidea
cingulata
Faunus ater
Melanoides
torulosa
Thiara scabra
Gyrineum gyrinum
Murex trapa
Murex tribulus
Pisania crocata
Pisania truncata
Nodilittorina
pyramidalis
Littorina sp.
Turritella terebra
Haliotis planata
Monodonta labio
Trochus radiatus
Trochus
californicum
Cerithium
alveolum
Quoyia decollata
Strombus
microurceus
Nerita chameleon
Nerita albicilla
Pila scutata
Pila ampullacea
Tectus conus
Tectus triserialis
Pheretima sp.

Jumlah (individu)
St. 1
St. 2
St. 3
2
1
-

Kondisi
Hidup
Hidup

-

9

1
-

Hidup
Hidup

-

2

-

Hidup

-

1

-

Hidup

3

12

-

Hidup

29

4
11

7
9
241
1

Hidup
Mati
Hidup
Hidup

7

-

11

Hidup

4
9

-

-

Mati
Mati

18
2

1
1
1
33

8
7
-

Mati
Mati
Mati
Mati
Mati
Mati
Hidup

25
1
-

1391
-

1
1
1
1

Hidup
Mati
Mati
Mati
Mati
Mati

-

-

1

Mati

11
-

71
-

1

Hidup
Mati

11
2
18
140

1
78
1619

1
1
293

Hidup
Hidup
Hidup
Hidup
Mati
Mati
Hidup

Universitas Sumatera Utara

Kepadatan Populasi (K) Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran
(FK) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Hasil dari perhitungan K, KR, FK makrozoobentos yang didapat saat
penelitian di stasiun 1 sampai dengan stasiun 3 dapat dilihat pada Tabel 6 di
bawah ini dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 6. Nilai Kepadatan Populasi (ind/m²) Kepadatan Relatif (ind/m²) Frekuensi
Kehadiran (%) pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Kecamatan
Pantai Labu
No.

Jenis

1,2
7,1
139,1
1,1
3,3
0,9

Stasiun
II
KR
0,74
4,40
85,92
0,68
2,04
0,55

0,1
7,8
0,4
0,1
0,2
0,1
0,2
0,1
0,1
0,1
162

0,06
4,82
0,25
0,06
0,12
0,06
0,12
0,06
0,06
0,06
100

I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.

Pheretima sp.
Metapenaeus tenuipes
Quoiya decollata
Littorina sp.
Pila scutata
Corbicula javanica
Cerithidea cingulata
Melanoides torulosa
Pila ampullacea
Nodilittorina pyramidalis
Faunus ater
Thiara scabra
Haliotis planata
Plesipenaeus
edwardsianus
Nerita chameleon
Nerita albicilla
Mactra fragilis
Podopthalmus vigil
Cardisoma hirtipes
Cardisom rotundum
Acetes serrulatus
Murex tribulus
Pisania truncata
Murex trapa
Gyrineum gyrinum
Anadara antiquata
Trochus californicum
Trochus radiatus
Pisania crocata
Cerithium alveolum
Turritella terebra
Thalamita crenata
Planaria sp.
Monodonta labio
Strombus microurieus
Tectus triserialis
Tectus conus
Total

K
1,8
0,3
1,1
1,6
1,1
2,9
0,7
0,9
0,2
0,2
0,4
1,8
0,1
-

KR
12,86
2,14
7,86
17,86
7,86
20,71
5
6,43
1,43
1,43
2,86
12,86
0,71
-

13

100

FK
33,33
66,67
100
100
66,67
100
33,33
66,67
66,67
33,33
66,67
100
33,33
-

K

FK
66,67
100
100
66,67
100
33,33

K
0,1
1,1
-

III
KR
0,34
3,75
-

33,33
100
66,67
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
-

24,1
0,8
0,9
0,1
0,1
0,7
0,1
0,1
0,1
0,7
0,1
0,1
0,1
0,1
29

82,25
2,73
3,07
0,34
0,34
2,40
0,34
0,34
0,34
2,39
0,34
0,34
0,34
0,34
100

FK
33,33
66,67
100
100
100
33,33
33,33
66,67
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33
33,33

Universitas Sumatera Utara

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Keseragaman
(E’) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Hasil dari perhitungan H’ dan E’ makrozoobentos yang didapat saat
penelitian di stasiun 1 sampai dengan stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 7
sebagai berikut serta contoh perhitungan disajikan pada Lampiran 6.
2.5

2.215

2
1.5
0.863

1

0.826
0.636

0.5

0.297

0.229

0
Stasiun 1

Stasiun 2
H'

Stasiun 3

E'

Gambar 7. Diagram Nilai H’ dan E’ pada Setiap Stasiun Penelitian di
Perairan Kecamatan Pantai Labu
Analisis Komunitas (IS) pada Setiap Stasiun Penelitian
Hasil dari perhitungan IS (Indeks Sorensen) makrozoobentos yang didapat
saat penelitian di stasiun 1 sampai dengan stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 8
di bawah ini, contoh perhitungan pada Lampiran 6.
38.00%
35.71%
36.00%
34.00%
32.00%
32.00%

30.77%

30.00%
28.00%
Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

IS

Gambar 8. Diagram Nilai IS pada Setiap Stasiun Penelitian di
Perairan Kecamatan Pantai Labu

Universitas Sumatera Utara

Analisis Hubungan Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kualitas
Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
Hubungan nilai indeks keanekaragaman makrozoobentos dengan nilai
beberapa parameter fisika kimia air yang telah diuji korelasi Pearson melalui
SPSS 21.0 diketahui pada Tabel 7 yang akan disajikan berikut.
Tabel 7. Analisis Korelasi Indeks Keanakearagaman Makrozoobentos dengan
Kualitas Air pada Stasiun Penelitian di Perairan Kecamatan Pantai Labu
Parameter
R
Korelasi
Suhu

-0.429

Lemah

Salinitas

-0.404

Lemah

DO

0.856

Kuat

pH

0.977

Kuat

BOD5

-0.856

Lemah

Hubungan

Jenis

Tekstur

Substrat

Perairan

dengan

Dominansi

Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hubungan jenis tekstur
substrat dengan dominansi makrozoobentos pada setiap stasiun penelitian
ditampilkan pada Gambar 9. Nilai dominansi makrozoobentos yang digunakan
adalah persentase kerapatan relatif setiap stasiun penelitian yang dihubungkan
dengan jenis tekstur substrat dasar perairan setiap titik pada lokasi stasiun
penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Peta Hubungan Persentase Makrozoobentos dengan Tekstur Substrat
pada Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Kecamatan Pantai Labu

Indeks Pencemaran (IP) pada Setiap Stasiun Penelitian
Nilai IP yang diperoleh dari perhitungan KepMenLH No. 115 Tahun
2003 menggunakan parameter fisika kimia berupa DO, pH, BOD5, salinitas serta
suhu. Dari perhitungan yang telah dilakukan hasil IP pada setiap stasiun penelitian
dapat diketahui pada Tabel 8 di bawah ini, contoh perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Tabel 8. Hasil Indeks Pencemaran (IP) pada Setiap Stasiun penelitian di Perairan
Kecamatan Pantai Labu
Stasiun
Nilai Indeks Pencemaran
Evaluasi
1
2
3

0,855
0,967
1,005

Kondisi Baik
Kondisi Baik
Cemar Ringan

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Parameter Fisika Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, suhu yang paling tinggi
adalah pada stasiun 3 yang berkisar antara 32-34°C. Hal ini disebabkan pada saat
pengukuran di stasiun 3 dilakukan pada siang hari, sedangkan pada stasiun 1
berkisar antara 28-31°C dilakukan pada pagi dan stasiun 2 berkisar antara 3031°C sore hari. Selain itu karena stasiun 3 merupakan pantai, stasiun 2 merupakan
pertengahan badan sungai sedangkan stasiun 1 lebih menuju hulu sungai sehingga
fluktuasi nilai suhu berbeda. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Barus (2004)
yaitu daerah hulu mempunyai temperatur tahunan yang relatif paling konstan dan
juga lebih rendah.
Dari penelitian yang dilakukan, salinitas juga diukur karena parameter
fisika yang penting mengingat lokasi penelitian merupakan wilayah pesisir. Nilai
salinitas yang tertinggi adalah di stasiun 3 berkisar antara 27-33‰. Hal ini
disebabkan karena stasiun 3 merupakan daerah pantai yang berhubungan langsung
dengan Selat Malaka. Lain halnya dengan stasiun 1 dan 2 yang bersalinitas
dengan kisaran antara 0-3‰. Sehingga stasiun 1 dan 2 digolongkan menjadi
perairan payau. Hal tersebut dinyatakan dalam Wibisono (2005) yaitu perairan
payau umumnya mempunyai golongan salinitas antara oligo haline sampai meso
haline. Oligo haline memiliki kisaran salinitas 0,5-3,0‰ dan meso haline
memiliki kisaran 3,0-10,0‰. Sedangkan stasiun 3 digolongkan menjadi poly
haline dengan kisaran 17,0-30,0‰ dan ultra haline dengan nilai lebih dari 30‰.
DO merupakan parameter kimia mutlak yang diukur di perairan dalam
penelitian, jadi nilai DO yang tertinggi dari penelitian yang telah dilakukan yaitu

Universitas Sumatera Utara

di stasiun 1 berkisar antara 3,8-5 mg/l karena stasiun 1 merupakan daerah kontrol
sehingga tidak mengalami pencemaran di perairan yang akan mempengaruhi
kandungan oksigennya. Selain itu pengukuran DO di stasiun 1 dilakukan di pagi
hari sehingga suhu juga masih rendah sehingga kandungan oksigen tinggi. Hal ini
sesuai dengan

Barus (2004) yang menyatakan bahwa kelarutan maksimum

oksigen di dalam air terdapat pada temperature 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2.
Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air.
Sedangkan nilai DO terendah yaitu pada stasiun 2 berkisar antara 2,6-4 mg/l.
Dari penelitian yang dilakukan nilai pH yang tertinggi diperoleh dari
stasiun 1 berkisar antara 6,7-7,2 sedangkan nilai pH terendah di peroleh dari
stasiun 2 yaitu 6,2-6,8. Hal ini karena stasiun 2 merupakan daerah dengan
aktivitas docking kapal nelayan sehingga banyak tumpahan minyak mesin kapal
serta tercemar limbah domestik dari pemukiman masyarakat pesisir. pH yang
rendah tersebut diduga akibat limbah yang mencemari badan sungai. Hal tersebut
sesuai dengan Giere (1993) dalam Prakitri (2008) yang menyatakan bahwa
kisaran pH yang sangat rendah akan menyebabkan toksisitas berbagai senyawa
logam berat semakin tinggi. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu.
Pencemaran kimia maupun organik (eutrof) sering menjadi penyebab fluktuasi
drastis terhadap nilai pH.
Nilai BOD5 yang telah dihitung selama berlangsungnya penelitian yang
terendah pada stasiun 1 yaitu 1-1,6 mg/l sedangkan tertinggi adalah pada stasiun 2
berkisar antara 1,5-2,4 mg/l yang diakibatkan oleh banyaknya pencemaran limbah
dari aktivitas masyarakat di sekitar wilayah sungai tersebut. Hal tersebut sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan pernyataan Sitorus (2008) yaitu angka BOD yang tinggi menunjukkan
terjadi pencemaran organik di perairan. Namun, Brower dkk., (1990) dalam
Sitorus (2008) menyatakan bahwa nilai kosentrasi BOD5 menunjukkan suatu
kualitas perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama 5 hari berkisar
sampai 5 mg/l. Hal ini dibuktikan dengan masih dijumpainya organisme perairan
yang dapat bertahan hidup di stasiun 2.
Sedangkan analisis substrat yang telah dilakukan diperoleh hasil tekstur
substrat yang berbeda-beda. Pada pelaksanaannya jenis substrat yang dianalisis
merupakan dari 3 titik di setiap stasiun. Stasiun 1 memiliki jenis tekstur substrat
yang berbeda yaitu pada titik 1 merupakan lempung berpasir, sedangkan titik 2
dan titik 3 merupakan pasir berlempung. Stasiun 2 pada ketiga titiknya memiliki
jenis tekstur substrat yang sama dengan stasiun 1, hal ini disebabkan karena kedua
stasiun tersebut merupakan 1 aliran sungai sehingga akan menmpengaruhi hasil
jenis substrat yang sama. Sedangkan pada stasiun 3, titik 1 memiliki jenis tekstur
substrat pasir berlempung, hal tersebut karena pada titik 1 merupakan tepi pantai
berpasir sehingga jenis substrat dasar perairan di titik 1 pasir yang mendominasi.
Pada titik 2 dan titik 3 memiliki jenis tekstur substrat dasar perairan yang sama
yaitu lempung liat berpasir. Hasil tersebut sangat dipengaruhi oleh lokasi stasiun 3
merupakan wilayah pantai yang berhubungan langsung dengan Selat Malaka yang
memiliki tingginya endapan sedimen sehingga titik 2 dan titik 3 memiliki dasar
yang berlumpur.
Pasang surut merupakan salah satu parameter fisika yang penting pada
wilayah pesisir. Pada penelitian ini data pasang surut merupakan data sekunder
yang diperoleh dari majalah maritim pangkalan utama TNI Angkatan Laut I. Data

Universitas Sumatera Utara

tersebut diolah dengan metode admiralty. Dari pengolahan data tersebut
didapatlah hasil merupakan perhitungan (Lampiran 5). Hasil perhitungan
diketahui nilai F (pasang surut) adalah 0,2 maka tipe pasang surut pada stasiun
lokasi penelitian di perairan Kecamatan Pantai Labu merupakan tipe pasang surut
campuran yang condong ke harian ganda. Menurut Taqwa (2010) secara umum
tipe pasang-surut adalah semi-diurnal (dua kali pasang dan dua kali surut dalam
sehari) fenomena pasang surut sebanyak dua kali sehari selama 14-18 hari
sebulan. Makrozoobentos dari penelitian sebelumnya yang memiliki tipe pasang
surut yang sama dengan penelitian ini juga memiliki kesamaan yaitu dari genus
cerithidea dan nerita. Tipe pasang surut penting diketahui untuk studi lingkungan
mengingat bila suatu lokasi dengan tipe pasut harian tunggal atau campuran
condong harian tunggal terjadi pencemaran maka dalam waktu kurang dari 24
jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih dari lokasi. Berbeda dengan lokasi
dengan tipe harian ganda atau tipe campuran condong harian ganda, maka
pencemar tidak akan segera tergelontor keluar (Wibisono, 2005). Dari penelitian
pasut ini termasuk tipe campuran condong harian ganda, maka lambat laun
perairan ini akan tercemar jika tidak dilakukan pengelolaan pencemaran.
Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Berdasarkan
makrozoobentos,

penelitian,
diperoleh

37

dari

pengambilan

spesies

sampai

makrozoobentos

pengamatan

yang

berhasil

diidentifikasi. Pada stasiun 1 terdapat 13 spesies yaitu Pheretima sp.,
Metapenaeus tenuipes, Quoiya decollata, Littorina sp., Pila scutata, Corbicula
javanica, Cerithidea cingulata, Nodilittorina pyramidalis, Haliotis planata,
Melanoides torulosa, Pila ampullacea, Thiara scabra, Faunus ater.

Universitas Sumatera Utara

Pada stasiun 2 terdapat 16 spesies yaitu Plesiopenaeus edwardsianus,
Nerita chameleon, Nerita albicilla, Quoiya decollata, Littorina sp., Nodilittorina
pyramidalis, Corbicula javanica, Mactra fragilis, Metapenaeus tenuipes,
Podothalmus vigil, Cardisoma hirtipes, Cardisoma rotundum, Acetes serrulatus,
Murex tribulus, Murex trapa, Pisania truncata.
Sedangkan pada stasiun 3 terdapat 16 spesies yaitu Mactra fragilis,
Corbicula javanica, Cerithidea cingulata, Gyrineum gyrinum, Anadara antiquata,
Trochus californicum, Trochus radiatus, Pisania crocata, Cerithium alveolum,
Turritella terebra, Thalamita crenata, Planaria sp., Monodonta labio, Strombus
microurieus, Tectus triserialis, Tectus conus.
Kepadatan Populasi (K) Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran
(FK) Makrozoobentos pada Setiap Stasiun Penelitian
Pada stasiun 1 kepadatan populasi yang tertinggi diperol