Struktur Komunitas Bivalvia Di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PERAIRAN

PANTAI CERMIN, KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

NANDA MUTIA HARDIANTI 090302038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN


(2)

STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PERAIRAN

PANTAI CERMIN, KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

NANDA MUTIA HARDIANTI 090302038

Skripsi sebagai satu diantara seberapa syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Nanda Mutia Hardianti

NIM : 090302038

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Desrita, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Januari 2014

Nanda Mutia Hardianti NIM. 090302038


(5)

ABSTRAK

NANDA MUTIA HARDIANTI. Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.

Perairan Pantai Cermin memiliki nilai sumber daya alam yang tinggi, berupa kekayaan biota salah satunya bivalvia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia dan kondisi kualitas perairan di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2013 dengan menggunakan metode transek pada 3 stasiun dengan 4 kali interval waktu pengambilan sampel. Parameter fisika dan kimia yang diamati berupa suhu, salinitas, pH, DO, TSS, dan tipe substrat dasar.

Bivalvia yang terdapat di perairan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai terdiri atas 15 spesies yaitu Spisula solida, Mactrellona alata,

Mactrellona exolata, Mactra ornata, Donax cuneatus, Donax faba, Paphies

subtriangulata, Batissa fortis, Hiatula diphos, Anadara floridana, Pinctada

margaritifera, Pinna carnea, Modiolus americanus, Musculus senhousia,

Anadara uropygimelana. Spesies yang memiliki nilai terbesar pada

masing-masing stasiun yaitu Donax cuneatus dengan nilai kelimpahan pada stasiun I sebanyak 150 ind/m2, kelimpahan pada stasiun II sebanyak 331 ind/m2 dan kelimpahan pada stasiun III sebanyak 247 ind/m2. Indeks keanekaragaman bivalvia berkisar antara 0,85 - 1,22, indeks keseragaman bivalvia berkisar antara 0,18 - 0,30, indeks dominansi bivalvia berkisar antara 0,35 - 0,57 dan indeks pencemaran berkisar antara 1,23 - 1,61 tergolong tercemar ringan.


(6)

ABSTRACT

NANDA MUTIA HARDIANTI. Community Structure of Bivalve in Cermin Beach, Serdang Bedagai Regency. Supervised by YUNASFI and DESRITA.

The Cermin Beach has a higher natural value such as biodiversity, one of them is bivalve. The objective this research is to study the community structure of bivalve and waters condition in Pantai Cermin of Serdang Bedagai Regency. This research was conducted since June - August 2013 using transec method at 3 station and 4 time interval of sampling. The observed physical and chemical parameter are temperature, salinity, pH, DO, TSS, and type of basic substrate.

Bivalve are found in Cermin Beach of Serdang Bedagai Regency consists 15 species, i.e. Spisula solida, Mactrellona alata, Mactrellona exolata, Mactra ornata, Donax cuneatus, Donax faba, Paphies subtriangulata, Batissa fortis, Hiatula diphos, Anadara floridana, Pinctada margaritifera, Pinna carnea, Modiolus americanus, Musculus senhousia, Anadara uropygimelana. The species with most value on each station is Donax cuneatus with the abudance in station I

that is 150 ind/m2, the abudance in station II that is 331 ind/m2 and abudance in

station III is 247 ind/m2. The species diversity index of bivalve range from 0,85 –

1,22, uniformity index of bivalve range from 0,18 – 0,30, domination index of bivalve range from 0,35 – 0,57 and pollution index range from 1,23 – 1,61 is lightly polluted.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Aek Kanopan pada tanggal 02 Juli 1991. Anak ketiga dari tiga bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Kompol Sutikno dan Nurwati. Pada tahun 2009 lulus SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Studi Baru (SPMPSB) dan sejak itu terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian. Penulis mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga selama Periode Juli sampai dengan Agustus 2012. Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai”.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai”. Skripsi ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Kompol Sutikno dan Ibunda Nurwati, yang penuh pengorbanan dalam membesarkan, curahan kasih sayang, serta do’a yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta Abangda Bambang Sulistiohadi dan Thomi Ilhamsyah terima kasih atas do’a, dukungan moril maupun materil, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah sudi membantu, sejak persiapan, pelaksanaan hingga pembuatan skripsi selesai, yaitu kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberikan petunjuk, nasehat, dukungan dan bimbingan kepada penulis, Ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku anggota pembimbing yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti selaku dekan Fakultas Pertanian, seluruh dosen dan staf Fakultas Pertanian, seluruh dosen dan staf Fakultas Pertanian khususnya Program


(9)

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Kepala Bappeda yang telah memberi izin penelitian di Kabupaten Serdang Bedagai, seluruh teman-teman Manajemen Sumberdaya Perairan angkatan 2009 yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya dan teman-teman seperjuangan yang setia baik suka maupun duka Rina Sari Lubis, S.Pi, Aznia Marlina Sima, Popy Aprilia, Fitri Ismy, Nina Safriyanti, Rika Wirani, Dewi Roma Widya, Yudha Perdana Putra Lubis, Fathul Khoiri, Ghanang Dhika Aria, Arief Baizuri Majid, dan Dedi Pradana.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT. ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

DAFTAR ISI ... ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Pesisir Pantai ... 6

Pencemar Pesisir ... 8

Karakteristik Bivalvia ... 10

Habitat dan Penyebaran Bivalvia ... 11

Keanekaragaman Bivalvia ... 15

Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Keberadaan Bivalvia ... 17

a. Suhu ... 17

b. Salinitas ... 18

c. Derajat Keasaman (pH) ... 18

d. Oksigen Terlarut (DO) ... 18

e. Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 19

f. Substrat Dasar ... 19

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 20

Deskripsi Area ... 20

Peta Lokasi Penelitian ... 22

Alat dan Bahan ... 23


(11)

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 24

a. Suhu ... 24

b. Salinitas ... 25

c. Derajat Keasaman (pH) ... 25

d. Oksigen Terlarut (DO) ... 25

e. Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 25

f. Tipe Substrat Dasar ... 25

Analisis Data ... 26

a. Kelimpahan ... 26

b. Indeks Keanekaragaman Jenis ... 26

c. Indeks Keseragaman ... 27

d. Indeks Dominansi ... 28

e. Indeks Pencemaran ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Fisika dan Kimia Perairan... 30

Indeks Pencemaran ... 31

Jenis Bivalvia ... 31

Kelimpahan ... 42

Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman, Indeks Dominansi ... 46

Pembahasan Parameter Fisika dan Kimia Perairan... 49

Indeks Pencemaran ... 53

Kelimpahan ... 54

Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi ... 55

Rekomendasi Berkelanjutan ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 60

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Data Keanekaragaman Bivalvia ... 16 2. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Berdasarkan Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran III ... 29 3. Nilai Kisaran Parameter Fisika-Kimia Perairan pada Masing-

masing Stasiun di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang

Bedagai ... 30 4. Jenis Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang

Bedagai ... 37 5. Jenis dan Nilai Kelimpahan Bivalvia (ind/m2) di Perairan Pantai

Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ... 43 6. Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman, Indeks


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Struktur Luar Bivalvia dan Struktur Dalam Bivalvia ... 11

3. Lokasi Stasiun I ... 20

4. Lokasi Stasiun II ... 21

5. Lokasi Stasiun III ... 21

6. Peta Lokasi Penelitian ... 22

7. Transek dan Plot Pada Penelitian ... 23

8. Indeks Pencemaran ... 31

9. Bivalvia Stasiun I ... 32

10. Bivalvia Stasiun II ... 34

11. Bivalvia Stasiun III ... 36

12. Kelimpahan Populasi Stasiun I ... 44

13. Kelimpahan Populasi Stasiun II ... 45

14. Kelimpahan Populasi Stasiun III ... 46

15. Indeks Keanekaragaman (H’) ... 47

16. Indeks Keseragaman (E) ... 48


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Metode Kerja Pengukuran TSS ... 68

2. Indeks Pencemaran ... 69

3. Bivalvia dan Klasifikasinya ... 72

4. Lokasi Penelitian ... 76

5. Pengukuran Fisika dan Kimia Perairan di Lokasi Penelitian ... 77


(15)

ABSTRAK

NANDA MUTIA HARDIANTI. Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.

Perairan Pantai Cermin memiliki nilai sumber daya alam yang tinggi, berupa kekayaan biota salah satunya bivalvia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia dan kondisi kualitas perairan di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2013 dengan menggunakan metode transek pada 3 stasiun dengan 4 kali interval waktu pengambilan sampel. Parameter fisika dan kimia yang diamati berupa suhu, salinitas, pH, DO, TSS, dan tipe substrat dasar.

Bivalvia yang terdapat di perairan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai terdiri atas 15 spesies yaitu Spisula solida, Mactrellona alata,

Mactrellona exolata, Mactra ornata, Donax cuneatus, Donax faba, Paphies

subtriangulata, Batissa fortis, Hiatula diphos, Anadara floridana, Pinctada

margaritifera, Pinna carnea, Modiolus americanus, Musculus senhousia,

Anadara uropygimelana. Spesies yang memiliki nilai terbesar pada

masing-masing stasiun yaitu Donax cuneatus dengan nilai kelimpahan pada stasiun I sebanyak 150 ind/m2, kelimpahan pada stasiun II sebanyak 331 ind/m2 dan kelimpahan pada stasiun III sebanyak 247 ind/m2. Indeks keanekaragaman bivalvia berkisar antara 0,85 - 1,22, indeks keseragaman bivalvia berkisar antara 0,18 - 0,30, indeks dominansi bivalvia berkisar antara 0,35 - 0,57 dan indeks pencemaran berkisar antara 1,23 - 1,61 tergolong tercemar ringan.


(16)

ABSTRACT

NANDA MUTIA HARDIANTI. Community Structure of Bivalve in Cermin Beach, Serdang Bedagai Regency. Supervised by YUNASFI and DESRITA.

The Cermin Beach has a higher natural value such as biodiversity, one of them is bivalve. The objective this research is to study the community structure of bivalve and waters condition in Pantai Cermin of Serdang Bedagai Regency. This research was conducted since June - August 2013 using transec method at 3 station and 4 time interval of sampling. The observed physical and chemical parameter are temperature, salinity, pH, DO, TSS, and type of basic substrate.

Bivalve are found in Cermin Beach of Serdang Bedagai Regency consists 15 species, i.e. Spisula solida, Mactrellona alata, Mactrellona exolata, Mactra ornata, Donax cuneatus, Donax faba, Paphies subtriangulata, Batissa fortis, Hiatula diphos, Anadara floridana, Pinctada margaritifera, Pinna carnea, Modiolus americanus, Musculus senhousia, Anadara uropygimelana. The species with most value on each station is Donax cuneatus with the abudance in station I

that is 150 ind/m2, the abudance in station II that is 331 ind/m2 and abudance in

station III is 247 ind/m2. The species diversity index of bivalve range from 0,85 –

1,22, uniformity index of bivalve range from 0,18 – 0,30, domination index of bivalve range from 0,35 – 0,57 and pollution index range from 1,23 – 1,61 is lightly polluted.


(17)

STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PERAIRAN

PANTAI CERMIN, KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

NANDA MUTIA HARDIANTI 090302038

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN


(18)

STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DI PERAIRAN

PANTAI CERMIN, KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

NANDA MUTIA HARDIANTI 090302038

Skripsi sebagai satu diantara seberapa syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(19)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

Nama : Nanda Mutia Hardianti

NIM : 090302038

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Desrita, S.Pi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(20)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Januari 2014

Nanda Mutia Hardianti NIM. 090302038


(21)

ABSTRAK

NANDA MUTIA HARDIANTI. Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Dibimbing oleh YUNASFI dan DESRITA.

Perairan Pantai Cermin memiliki nilai sumber daya alam yang tinggi, berupa kekayaan biota salah satunya bivalvia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas bivalvia dan kondisi kualitas perairan di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2013 dengan menggunakan metode transek pada 3 stasiun dengan 4 kali interval waktu pengambilan sampel. Parameter fisika dan kimia yang diamati berupa suhu, salinitas, pH, DO, TSS, dan tipe substrat dasar.

Bivalvia yang terdapat di perairan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai terdiri atas 15 spesies yaitu Spisula solida, Mactrellona alata,

Mactrellona exolata, Mactra ornata, Donax cuneatus, Donax faba, Paphies

subtriangulata, Batissa fortis, Hiatula diphos, Anadara floridana, Pinctada

margaritifera, Pinna carnea, Modiolus americanus, Musculus senhousia,

Anadara uropygimelana. Spesies yang memiliki nilai terbesar pada

masing-masing stasiun yaitu Donax cuneatus dengan nilai kelimpahan pada stasiun I sebanyak 150 ind/m2, kelimpahan pada stasiun II sebanyak 331 ind/m2 dan kelimpahan pada stasiun III sebanyak 247 ind/m2. Indeks keanekaragaman bivalvia berkisar antara 0,85 - 1,22, indeks keseragaman bivalvia berkisar antara 0,18 - 0,30, indeks dominansi bivalvia berkisar antara 0,35 - 0,57 dan indeks pencemaran berkisar antara 1,23 - 1,61 tergolong tercemar ringan.


(22)

ABSTRACT

NANDA MUTIA HARDIANTI. Community Structure of Bivalve in Cermin Beach, Serdang Bedagai Regency. Supervised by YUNASFI and DESRITA.

The Cermin Beach has a higher natural value such as biodiversity, one of them is bivalve. The objective this research is to study the community structure of bivalve and waters condition in Pantai Cermin of Serdang Bedagai Regency. This research was conducted since June - August 2013 using transec method at 3 station and 4 time interval of sampling. The observed physical and chemical parameter are temperature, salinity, pH, DO, TSS, and type of basic substrate.

Bivalve are found in Cermin Beach of Serdang Bedagai Regency consists 15 species, i.e. Spisula solida, Mactrellona alata, Mactrellona exolata, Mactra ornata, Donax cuneatus, Donax faba, Paphies subtriangulata, Batissa fortis, Hiatula diphos, Anadara floridana, Pinctada margaritifera, Pinna carnea, Modiolus americanus, Musculus senhousia, Anadara uropygimelana. The species with most value on each station is Donax cuneatus with the abudance in station I

that is 150 ind/m2, the abudance in station II that is 331 ind/m2 and abudance in

station III is 247 ind/m2. The species diversity index of bivalve range from 0,85 –

1,22, uniformity index of bivalve range from 0,18 – 0,30, domination index of bivalve range from 0,35 – 0,57 and pollution index range from 1,23 – 1,61 is lightly polluted.


(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Aek Kanopan pada tanggal 02 Juli 1991. Anak ketiga dari tiga bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Kompol Sutikno dan Nurwati. Pada tahun 2009 lulus SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Studi Baru (SPMPSB) dan sejak itu terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian. Penulis mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga selama Periode Juli sampai dengan Agustus 2012. Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai”.


(24)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Struktur Komunitas Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai”. Skripsi ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Kompol Sutikno dan Ibunda Nurwati, yang penuh pengorbanan dalam membesarkan, curahan kasih sayang, serta do’a yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta Abangda Bambang Sulistiohadi dan Thomi Ilhamsyah terima kasih atas do’a, dukungan moril maupun materil, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah sudi membantu, sejak persiapan, pelaksanaan hingga pembuatan skripsi selesai, yaitu kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberikan petunjuk, nasehat, dukungan dan bimbingan kepada penulis, Ibu Desrita, S.Pi, M.Si selaku anggota pembimbing yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti selaku dekan Fakultas Pertanian, seluruh dosen dan staf Fakultas Pertanian, seluruh dosen dan staf Fakultas Pertanian khususnya Program


(25)

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Kepala Bappeda yang telah memberi izin penelitian di Kabupaten Serdang Bedagai, seluruh teman-teman Manajemen Sumberdaya Perairan angkatan 2009 yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya dan teman-teman seperjuangan yang setia baik suka maupun duka Rina Sari Lubis, S.Pi, Aznia Marlina Sima, Popy Aprilia, Fitri Ismy, Nina Safriyanti, Rika Wirani, Dewi Roma Widya, Yudha Perdana Putra Lubis, Fathul Khoiri, Ghanang Dhika Aria, Arief Baizuri Majid, dan Dedi Pradana.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.


(26)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... i

ABSTRACT. ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... ... iv

DAFTAR ISI ... ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ... vii DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4 Tujuan Penelitian ... 5 Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Pesisir Pantai ... 6 Pencemar Pesisir ... 8 Karakteristik Bivalvia ... 10 Habitat dan Penyebaran Bivalvia ... 11 Keanekaragaman Bivalvia ... 15 Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Keberadaan Bivalvia ... 17 a. Suhu ... 17 b. Salinitas ... 18 c. Derajat Keasaman (pH) ... 18 d. Oksigen Terlarut (DO) ... 18 e. Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 19 f. Substrat Dasar ... 19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ... 20 Deskripsi Area ... 20 Peta Lokasi Penelitian ... 22 Alat dan Bahan ... 23 Metode Pengambilan Sampel ... 23


(27)

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 24 a. Suhu ... 24 b. Salinitas ... 25 c. Derajat Keasaman (pH) ... 25 d. Oksigen Terlarut (DO) ... 25 e. Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 25 f. Tipe Substrat Dasar ... 25 Analisis Data ... 26 a. Kelimpahan ... 26 b. Indeks Keanekaragaman Jenis ... 26 c. Indeks Keseragaman ... 27 d. Indeks Dominansi ... 28 e. Indeks Pencemaran ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan... 30 Indeks Pencemaran ... 31 Jenis Bivalvia ... 31 Kelimpahan ... 42 Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman, Indeks

Dominansi ... 46 Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan... 49 Indeks Pencemaran ... 53 Kelimpahan ... 54 Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman dan

Indeks Dominansi ... 55 Rekomendasi Berkelanjutan ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 60 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(28)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Data Keanekaragaman Bivalvia ... 16 2. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Berdasarkan Keputusan

Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Lampiran III ... 29 3. Nilai Kisaran Parameter Fisika-Kimia Perairan pada Masing-

masing Stasiun di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang

Bedagai ... 30 4. Jenis Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang

Bedagai ... 37 5. Jenis dan Nilai Kelimpahan Bivalvia (ind/m2) di Perairan Pantai

Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ... 43 6. Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman, Indeks


(29)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4 2. Struktur Luar Bivalvia dan Struktur Dalam Bivalvia ... 11 3. Lokasi Stasiun I ... 20 4. Lokasi Stasiun II ... 21 5. Lokasi Stasiun III ... 21 6. Peta Lokasi Penelitian ... 22 7. Transek dan Plot Pada Penelitian ... 23 8. Indeks Pencemaran ... 31 9. Bivalvia Stasiun I ... 32 10. Bivalvia Stasiun II ... 34 11. Bivalvia Stasiun III ... 36 12. Kelimpahan Populasi Stasiun I ... 44 13. Kelimpahan Populasi Stasiun II ... 45 14. Kelimpahan Populasi Stasiun III ... 46 15. Indeks Keanekaragaman (H’) ... 47 16. Indeks Keseragaman (E) ... 48 17. Indeks Dominansi (D) ... 48


(30)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Metode Kerja Pengukuran TSS ... 68 2. Indeks Pencemaran ... 69 3. Bivalvia dan Klasifikasinya ... 72 4. Lokasi Penelitian ... 76 5. Pengukuran Fisika dan Kimia Perairan di Lokasi Penelitian ... 77 6. Metode Pengambilan Sampel ... 78


(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Pesisir Pantai

Perairan pantai sangat penting sebagai habitat berbagai jenis organisme. Perairan pantai merupakan daerah peralihan antara perairan tawar dan laut, terutama di daerah-daerah dekat muara sungai. Sebagai daerah peralihan, perairan pantai mempunyai kekayaan organisme yang relatif tinggi, sehingga sangat potensial untuk dijaga agar kondisinya tetap dalam keadaan baik. Kondisi perairan pantai yang baik, tidak hanya akan menguntungkan secara ekologis, tetapi juga merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat, baik secara langsung bagi masyarakat nelayan maupun secara tidak langsung bagi masyarakat lainnya (Tobing, 2009).

Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami atau pun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah: terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dari kawasan pemukiman (Dahuri, 2008).

Menurut Fachrul (2007) kawasan pesisir adalah unik, karena dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia dan proses alami yang terdapat, baik di kawasan bagian atas daratan (upland areas), di lautan dansamudera (oceans). Sebagai


(32)

1. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi, sehingga wilayah ini menjadi tempat konsentrasinya berbagai kegiatan manusia. Bukanlah secara kebetulan apabila banyak kota besar terletak di pesisir.

2. Akibat aktivitas manusia yang tinggi di wilayah ini dan akibat posisi geografisnya, maka wilayah pesisir rentan terhadap kerusakan lingkungan. 3. Kerusakan wilayah pesisir akan berpengaruh besar bagi wilayah lainnya. 4. Dalam rangka globalisasi dan zaman informasi seperti saat ini wilayah pesisir

menjadi semakin penting sebagai pintu gerbang informasi, lalu lintas barang, dan transportasi masal yang relatif murah

Menurut Nybakken (1998) di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:

a. Pantai Berbatu

Pantai berbatu tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Populasi yang padat, keragaman topografi, dan banyaknya spesies di pantai berbatu ini telah mempesonakan para ahli biologi laut dan ahli ekologi.

b. Pantai Berpasir

Pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi. Pantai pasir kelihatan tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik. Organisme tentu saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat.


(33)

c. Pantai Berlumpur

Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak, keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak bahan organik sehingga menjadi “berlumpur”. Pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat permukaan alat pernapasan.

Pencemaran Pesisir

Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Secara lebih spesifik, Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup mendefinisikan bahwa pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai,


(34)

sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan pengggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi (Mukhtasor, 2007).

Sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi 7 kelas: industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan

(urban stormwater), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan

budidaya. Bahan pencemar yang terkadang dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa: sedimen, unsur hara (nutrients), logam beracun (toxic

metals), pestisida, organisme eksotok, organisme pathogen, sampah (litter), dan

oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang) (Dahuri, 2008).

Dari sisi lokasi sumbernya, pencemaran pesisir dan laut dapat bersumber dari: (1) laut itu sendiri (marine based pollution), atau dapat pula bersumber dari (2) daratan (land based pollution). Pembuangan limbah cair dari anjungan pengeboran minyak lepas pantai adalah contoh jenis sumber dari laut, sedangkan aliran limbah cair dan sampah dari sungai-sungai perkotaan pantai adalah contoh jenis sumber dari darat (Mukhtasor, 2007).

Pencemaran limbah rumah tangga dapat mempengaruhi keamanan dalam mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan. Masalah ini terjadi akibat terkontaminasinya limbah rumah tangga yang bersifat patogen dan berbahaya (contohnya tipoid, logam beracun, dan pestisida) dengan biota perairan seperti ikan dan kerang. Dampak pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia


(35)

atau bahkan menyebabkan kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan merugikan secara sosial-ekonomi (Dahuri, 2008).

Karakteristik Bivalvia

Kelas bivalvia merupakan moluska yang bercangkang setangkup yang pada umumnya simetri bilateral dengan memfungsikan otot aduktor dan reduktornya.Pada bagian dorsal terdapat gigi engsel dan ligament, mulut dilengkapi dengan labial-palp, tanpa rahang dan radula. Anggota kelas ini mempunyai cara hidup yang beragam, ada yang berenang dengan aktif. Habitatnya adalah perairan laut, payau, danau, sungai, kolam, serta rawa (Astuti, 2009).

Menurut Weisz (1973) diacu oleh Sitorus (2008) ciri- ciri umum bivalvia yaitu sebagai berikut:

1. Hewan lunak

2. Sedentari (menetap pada sediment) 3. Pipih di bagian yang lateral

4. Mempunyai tonjolan di bagian dorsal 5. Tidak memiliki tentakel

6. Kaki otot berbentuk seperti lidah

7. Mulut dengan palps (lembaran berbentuk seperti bibir) 8. Tidak memilki radula (gigi)

9. Insang dilengkapi dengan silis untuk filter feeding (makan dengan menyaring larutan)


(36)

10.Kelamin terpisah atau ada yang hermaprodit 11.Perkembangan lewat trocophora

12.Veliger pada perairan laut dan tawar 13.Glochidia pada bivalvia perairan tawar

Bentuk struktur luar dan struktur dalam bivalvia dapat dilihat pada Gambar 2.

A. Struktur Luar Bivalvia B. Struktur Dalam Bivalvia

Gambar 2. A. Struktur Luar Bivalvia dan B. Struktur Dalam Bivalvia (Mollusca-din.tripod.com, 2010).

Habitat dan Penyebaran Bivalvia

Bivalvia terdiri atas berbagai jenis kerang, remis dan kijang. Kebanyakan hidup di laut terutama di daerah litoral, beberapa di daerah pasang surut dan air tawar. Beberapa jenis di laut hidup pada kedalaman sampai 5.000 m. Umumnya terdapat di dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti lempung, kayu, dan batu (Suwignyo, 2005).

Bivalvia mempunyai tiga cara hidup yakni: membuat lubang pada substrat contoh cacing kapal atau ship worm (Teredo navalis), melekat langsung pada substrat dengan semen contoh tiram (Crassostrea sp.) dan melekat pada substrat


(37)

dengan bahan seperti benang contohnya kerang hijau (Perna viridis) (Romimohtarto dan Juwana, 2009).

Menurut Sumich (1992) diacu oleh Sitorus (2008) berdasarkan habitatnya bivalvia dapat dikelompokkan ke dalam:

a. Jenis bivalvia yang hidup di perairan mangrove

Habitat mangrove ditandai oleh besarnya kandungan bahan organik, perubahan salinitas yang besar, kadar oksigen yang minimal dan kandungan H2S

yang tinggi sebagai hasil penguraian sisa bahan organik dalam lingkungan yang miskin oksigen. Jenis bivalvia yang hidup di daerah ini yaitu Oatrea spesies dan

Gelonia cocxans.

b. Jenis bivalvia yang hidup di perairan dangkal

Jenis-jenis yang dijumpai di perairan dangkal dikelompokkan berdasarkan lingkungan tempat di mana bivalvia hidup, yaitu yang hidup di garis pasang tinggi, yang hidup di daerah pasang surut, dan yang hidup di bawah garis surut terendah sampai kedalaman 2 meter. Jenis yang hidup di daerah ini adalah

Vulsella sp., Osterea sp., Maldgenas sp., Mactra sp., dan Mitra sp.

c. Jenis bivalvia yang hidup dilepas pantai

Habitat lepas pantai adalah wilayah perairan sekitar pulau yang kedalamannya 20 sampai 40 m. Jenis bivalvia yang ditemukan di daerah ini seperti:Plica sp., Chalamis sp., Amussium sp., Pleurenoctus sp., Malleus albus,


(38)

Berikut beberapa jenis bivalvia yang hidup di laut, yaitu: 1. Kerang Hijau (Mytilus viridis)

Kerang hijau tersebar luas di daerah pasang-surut sampai kedalaman beberapa meter di bawah permukaan air laut (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Kerang dari marga Mytilusmempunyai kebiasaan khusus yang berbeda dari kerang jenis lainnya. Kerang ini senang melekatkan dirinya secara tetap pada benda-benda keras yang ada disekelilingnya dan tidak mati walaupun tidak terendam selama air laut sedang surut (Amalia, 2007). Klasifikasi kerang hijau adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Filibranchia Family : Mytilidae Genus : Mytilus

Spesies : Mytilus viridis

2. Kerang Darah (Anadara granosa)

Kerang darah (Anadara granosa) hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai yang berpasir (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kerang darah adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia


(39)

Ordo : Arcioda Family : Arciodae Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa

3. Kapak-kapak (Pinna muricata)

Kapak-kapak (Pinna muricata) hidup di daerah pasang surut dengan dasar pasir berlumpur pada kedalaman 1,5 - 4 m, dengan cara membenamkan sebagian tubuhnya (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kapak-kapak adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Mytiloida Family : Pinnidae Genus : Pinna

Spesies : Pinna muricata

4. Kerang Mutiara (Pinctada margaritifera)

Kerang Mutiara (Pinctada margaritifera) hidup menempel dengan benang bisus pada bebatuan atau pecahan karang, tersebar di daerah pasang-surut sampai kedalaman 10 m (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kerang mutiara adalah sebagai berikut:


(40)

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Pterioida Family : Pteriidae Genus : Pinctada

Spesies : Pinctada margaritifera

5. Kerang Kipas (Amisum sp.)

Kerang kipas (Amisum sp.) hidup di daerah pantai pada tempat-tempat yang agak dalam (Oemarjati dan Wardhana, 1990). Klasifikasi kerang kipas adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Pteriomorpha Family : Peetinidae Genus : Amisum Spesies : Amisum sp.

Keanekaragaman Bivalvia

Keanekaragaman bivalvia menurut penelitian Sitorus (2008), Astuti (2009) dan Dibyowati (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.


(41)

Tabel 1. Data Keanekaragaman Bivalvia

No Komunitas Bivalvia Sitorus (2008) Astuti (2009) Dibyowati (2009)

1. Kepadatan Populasi 1559,3347 ind/m2 - -

2. Kepadatan Relatif 200% - -

3. Frekuensi Kehadiran 799,999% - -

4. Indeks Keanekaragaman 0,50-1,67 4,01 1,130-2,216 5. Indeks Keseragaman 0,38-0,72 1,1 0,072-0,717

6. Dominansi - 1,29 0,198-0,960

Sumber: Sitorus (2008), Astuti (2009), dan Dibyowati (2009)

Menurut penelitian Sitorus (2008) di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang jenisbivalvia yang diperoleh terdiri atas 5 spesies yaitu Anadara granosa,

Adrana patagonica, Hecuba scortum, Mactra janeiroensisi, Telina exerythra

dengan kepadatan populasi bivalvia secara keseluruhan dari ketiga stasiun pengamatan sebesar 1559,3347 ind/m2, kepadatan relatif bivalvia sebesar 300%, frekuensi kehadiran bovalvia sebesar 799,999%, indeks keanekaragaman bivalvia secara keseluruhan berkisar antara 0,50-1,67 sehingga dikatakan bahwa keanekaragaman bivalvia di Perairan Pantai Labu tergolong rendah dan indeks keseragaman bivalvia secara keseluruhan berkisar antara 0,39-0,72 sehingga tergolong rendah-sedang. Spesies yang memiliki nilai tertinggi pada masing-masing stasiun adalah Anadara granosa.

Menurut penelitian Astuti (2009) di Pesisir Pantai Pulau Panjang dan Pulau Tarahan Banten jenis bivalvia yang diperoleh sebanyak 11 spesies serta 2 individu yang tidak berhasil ditemukan, spesies yang ditemukan terdiri atas


(42)

Brachiodontes bilocularis, Perna viridis, Semele viridis, Tellina rugosa,

Gafrarium divaricatum, Tapes bruguieri, Tapes sp., sp.1, sp.2 dengan indeks

keanekaragaman berkisar 4,01, indeks keseragaman berkisar 1,1 dan dominansi berkisar 1,29. Spesies yang memiliki nilai tertinggi adalah Perna viridis.

Menurut penelitian Dibyowati (2009) di sepanjang Pantai Carita, Pandeglang Banten jenis bivalvia yang diperoleh 34 spesies yaitu 3 famili bivalvia terdiri atas 3 spesies dan 13 famili gastropoda terdiri atas 31 spesies dengan indeks keanekaragaman berkisar antara 0,130-2,216, indeks keseragaman berkisar antara 0,072-0,717 dan dominansi berkisar antara 0,198-0,960. Spesies yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada jenis Donax cuneatus.

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan Bivalvia

Kondisi suatu perairan dapat dinilai dengan berbagai metode dan berbagai sudut pandang. Pendugaan kondisi perairan dapat dilakukan berdasarkan sifat fisika kimia air maupun berdasarkan data biotik penghuni perairan tersebut. Sifat-sifat ini akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain secara kompleks, sehingga kondisi fisik dan kimiawi akan mempengaruhi kondisi biotik demikian juga sebaliknya, bahwa kondisi biotik juga dapat mempengaruhi kondisi fisik dan kimiawi suatu perairan (Tobing, 2009). Berikut faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan bivalvia, yaitu:

a. Suhu

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan.


(43)

Berubahnya suhu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu, sehingga dapat mengakibatkan komunitasnya berubah (Suin, 2002).

b. Salinitas

Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰. Pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40‰ - 80‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi, 2003).

c. Derajat Keasaman (pH)

pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan air. Selain itu ikan dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang pH antar 7 – 8,5. Besar pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat basa/alkalin). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam, nilai di atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin), dan pH = 7 disebut sebagai netral (Sitorus, 2008).

d. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut


(44)

untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air (Suin, 2002).

e. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid atau TSS)

Total padatan tersuspensi (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

f. Substrat Dasar

Susunan substrat dasar sangat penting bagi organisme yang hidup di zona dasar seperti bivalvia, baik di air dalam maupun pada air mengalir (Michael, 1994

diacu oleh Sitorus, 2008). Bivalvia umumnya terdapat di dasar perairan yang

berlumpur atau berpasir, beberapa hidup pada substrat yang lebih keras seperti kayu atau batu (Suwignyo, 2005).


(45)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan identifikasi bivalvia dilakukan di Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pengukuran sampel parameter kualitas air dilakukan di Pusat penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL). Lokasi penelitian (Gambar 6) terbagi menjadi 3 stasiun, sebagai berikut:

Deskripsi Area

Stasiun I : Perairan Pantai Cermin yang terletak pada posisi koordinat 3° 37’ 42.0” N 99° 1’ 35.6” E. Daerah aliran pantai ini merupakan kawasan pariwisata. Lokasi Stasiun I dapat dilihat pada Gambar 3.


(46)

Stasiun II : Perairan Pantai Cermin yang terletak pada posisi koordinat 3° 37’ 42.5” N 99° 1’ 34.2” E. Daerah aliran pantai ini merupakan kawasan aliran pembuangan limbah tambak udang. Lokasi Stasiun II dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun II

Stasiun III : Perairan Pantai Cermin yang terletak pada posisi koordinat 3° 36’ 46. 4” N 99° 4’ 29.7” E. Daerah ini merupakan kawasan aliran muara. Lokasi Stasiun III dapat dilihat pada Gambar 5.


(47)

(48)

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa paralon, termometer, refraktometer, pH meter, DO meter, ember 5 liter, botol alkohol, meteran, tali rafia, kayu pancang, sekop, saringan untuk penyortiran biota, plastik 5 kg, kertas label, kertas grafik, alat tulis, kamera, dan GPS. Bahan-bahan yang digunakan adalah alkohol 70% dan sampel air laut.

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan adalah metode transek. Pada masing-masing stasiun dibuat 1 transek atau 1 plot utama dengan ukuran 5 x 5 m yang diukur dari surut terendah ke arah laut. Plot utama tersebut dibagi menjadi 25 sub plot dengan ukuran masing-masing 1 x 1 m, dari 25 sub plot tersebut dipilih 5 sub plot sebagai perwakilan. Sampel bivalvia yang berada dalam sub plot tersebut diambil. Bentuk transek atau plot dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Transek dan Plot Pada Penelitian

Pengulangan dalam pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, jeda atau interval waktu pengambilan sampel selama 2 minggu. Untuk pengambilan sampel yang berada di dalam substrat diambil dengan menggunakan pipa paralon

5 m

5 m 1 m


(49)

yang berdiameter 12 cm, dengan cara pipa paralon dimasukkan ke dasar perairan sampai kedalaman ± 30 cm kemudian diangkat dan disortir dengan menggunakan saringan atau ayakan untuk memisahkan substrat dengan sampel bivalvia. Sementara sampel yang berada pada permukaan substrat diambil secara langsung. Sampel bivalvia yang didapat dibersihkan, kemudian dimasukkan dalam plastik yang berisi larutan alkohol 70% sebagai pengawet dan diberi label. Sampel bivalvia yang didapat dibawa ke Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara untuk dilakukan identifikasi. Identifikasi tersebut berdasarkan struktur luar, bentuk cangkang, warna, ruas cangkang dan ukuran bivalvia dengan menggunakan buku acuan Abbott and Peter (1982). Sementara substrat yang diambil bersamaan dengan sampel di bawa ke Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL) untuk dilakukan analisis tipe substrat dasarnya.

Pengukuran Parameter Fisika dan kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel bivalvia pada tiap lokasi pengamatan. Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisis faktor fisika dan kimia dalam penelitian ini:

a. Suhu

Suhu air diukur dengan termometer air raksa dengan cara memasukkan termometer ke dalam air kurang lebih 20 cm dan dibiarkan selama 3 menit. Kemudian dibaca skala yang tertera pada termometer tersebut.


(50)

b. Salinitas

Salinitas perairan diukur dengan menggunakan refraktometer yaitu dengan cara sampel air di ambil dengan menggunakan pipet tetes dan diteteskan 1 tetes ke permukaan kaca refraktometer yang telah dibersihkan, ditutup dan dibaca skala petunjuk angka.

c. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) perairan diukur dengan menggunakan pH meter yaitu dengan cara memasukkan elektroda pH meter ke dalam sampel air yang telah disediakan, dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

d. Oksigen Terlarut (DO)

Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan DO meter yaitu dengan cara memasukkan DO meter ke dalam sampel air yang telah disediakan, dibaca angka yang tertera pada DO meter.

e. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid atau TSS)

Pengukuran TSS menggunakan Metode Gravimetri.Pengukuran TSS dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL).

f. Tipe Substrat Dasar

Tipe substrat dasar diamati dengan mengambil substrat dari dasar perairan dan dibawa ke Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL)


(51)

untuk dianalisis. Analisis tekstur substrat menggunakan segitiga Millar dengan cara melihat persentase pasir, lumpur, dan liat.

Analisis Data

Data yang diperoleh, diolah dengan menghitung kelimpahan, indeks keanekaragaman jenis, indeks keseragaman, indeks dominansi, dan indeks pencemaran dengan persamaan sebagai berikut:

a. Kelimpahan

Menurut Patang (2011) untuk mengetahui individu makrozoobenthos pada setiap stasiun penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan rumus:

N = O

A x Sx10.000

Keterangan:

N = Kelimpahan makrozoobentos (ind/m2) S = Ulangan pengambilan sampel

O = Banyaknya organisme makrozoobenthos A = Luas mulut pipa paralon (cm2)

10.000 adalah konversi dari cm2 ke m2

b. Indeks Keanekaragaman Jenis

Untuk mengetahui keanekaragaman jenis digunakan indeks persamaan Shannon. Persamaan untuk fungsi shannon, yang menggunakan logaritma natural (ln) (Ludwig and Reynolds, 1988) sebagai berikut:


(52)

H′= − �(Pi In Pi)

S i=1 Keterangan:

H’ = indeks diversitas Shannon Pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu S = jumlah spesies

c. Indeks Keseragaman

Ketika semua spesies dalam kualitas melimpah, maka indeks kemerataan harus maksimal dan jika terjadi penurunan menuju nol pada kelimpahan relatif maka spesies tersebut menyimpang jauh dari kemerataan. Rumus yang digunakan yaitu rumus indeks keseragaman menurut Ludwig and Reynolds (1988) sebagai berikut:

E =

H′

Hmax

Keterangan:

E = Indeks keseragaman spesies H’ = Indeks keanekaragaman spesies

H maks = Indeks maksimal keanekaragaman atau ln S S = Jumlah spesies


(53)

d. Indeks Dominansi

Jika populasi terbatas dimana tidak mungkin untuk menghitung semua sampel, Simpson (1949) mengembangkan sebuah penduga yang tidak bias (D)

untuk pengambilan beberapa sampel dari populasi tak terbatas (Ludwig and Reynolds, 1988) dengan persamaan sebagai berikut:

D =�(Pᵢ)2 S i=1

Dimana Pi adalah hasil bagi dari jumlah individu per spesies dengan jumlah

total individu, persamaannya adalah sebagai berikut:

Pi=

nᵢ

N = 1,2,3,…,s

D = Indeks dominansi

ni = Jumlah individu dari spesies ke-i

N = Jumlah total individu S = Jumlah spesies

e. Indeks Pencemaran

Analisis pencemaran bahan organik berpedoman pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Lampiran III Tentang Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran, yaitu dengan rumus sebagai berikut:

PIj= �

(Ci/Lij)²M+ (Ci/Lij)²R


(54)

Keterangan:

PIj = Indeks Pencemaran

Ci = Konsentrasi Parameter kualitas air (i) dari suatu perairan yang dinilai

Lij = Konsentrasi parameter sesuai baku mutu air peruntukannya (j)

M = Nilai maksimum dari parameter kualitas air R = Nilai rata-rata dari parameter kualitas air

Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat atau tidaknya perairan dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu.

Evaluasi terhadap nilai PI adalah:

0 ≤ PIj30T≤ 1,0→ memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < PIj30T ≤ 5,0 → tercemar ringan

5,0 < PIj30T≤ 10 → tercemar sedang PIj > 10 → tercemar berat

Baku mutu air laut untuk biota laut yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 51 Tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran III

No Parameter Satuan Baku Mutu

1. Suhu ºC 28-32

2. Total Padatan Tersuspensi (TSS) mg/liter 20

3. Salinitas ‰ 33-34

4. Ph - 7-8,5

5. Oksigen Terlarut (DO) mg/liter >5


(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kimia yang diukur pada saat pengamatan meliputi pengukuran suhu, salinitas, pH air, oksigen terlarut (DO), total padatan tersuspensi (TSS), dan tipe substrat dasar. Dari masing-masing stasiun yaitu stasiun I (kawasan pariwisata), stasiun II (kawasan aliran pembuangan limbah tambak udang) dan stasiun III (kawasan aliran muara). Hasil penelitian parameter fisika dan kimia perairan diperoleh nilai kisaran yang bervariasi tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang jauh antara masing-masing stasiun. Hasil pengukuran yang di dapat dilapangan maupun di laboratorium disesuaikan dengan baku mutu air laut untuk biota laut yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 51 tahun 2004. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Kisaran Parameter Fisika-Kimia Perairan pada Masing-masing Stasiun di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai.

Parameter Satuan Baku Mutu Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Fisika

Suhu ºC 28-32 29-30 31-32 32-34

Kimia Salinitas pH ‰ - 33-34 7-8,5 31-32 7,7-8,5 31 7,6-8,4 31 7,4-8,5

DO mg/l >5 4,6-4,9 3,0-3,2 4,2-4,5

TSS

Tipe substrat

mg/l -

20 28,06-29,48 Pasir berlumpur 29,68-30,72 Pasir 26,82-28,36 Pasir


(56)

Indeks Pencemaran

Indeks pencemaran pada stasiun pengamatan berkisar antara 1,23 – 1,61. Indeks pencemaran pada stasiun I sebesar 1,28, pada stasiun II sebesar 1,61 dan pada stasiun III sebesar 1,23 menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 115 tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air kondisi kualitas perairan pada stasiun I, stasiun II dan stasiun III yaitu tercemar ringan. Dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Indeks Pencemaran

Jenis Bivalvia

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian yaitu stasiun I didapatkan 10 spesies bivalvia terdiri atas (a) Spisula

solida, (b) Mactrellona alata, (c) Mactrellona exolata, (d) Donax cuneatus, (e)

Donax faba, (f) Paphies subtriangulata, (g) Hiatula diphos, (h) Anadara

floridana, (i) Pinna carnea, (j) Anadara uropygimelana dapat dilihat pada

Gambar 9. 1,28 1,61 1,23 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

In d ek s P en cem a ra n Stasiun Pengamatan


(57)

(a) Spisula solida (b) Mactrellona alata

(c) Mactrellona exolata (d) Spesies Donax cuneatus

(e) Donax faba (f) Paphies subtriangulata


(58)

(i) Pinna carnea (j) Anadara uropygimelana

Gambar 9. Bivalvia Stasiun I

Stasiun II didapatkan 10 spesies bivalvia terdiri atas (a) Spisula solida, (b)

Mactrellona exolata, (c) Mactra ornata, (d) Donax cuneatus, (e) Donax faba, (f)

Paphies subtriangulata, (g) Anadara floridana, (h) Pinctada margaritifera, (i)

Pinna carnea, (j) Modiolus americanus dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) Spisula solida (b) Mactrellona exolata


(59)

(e) Donax faba (f) Paphies subtriangulata

(g) Anadara floridana (h) Pinctada margaritifera

(i) Pinna carnea (j) Modiolus americanus

Gambar 10. Bivalvia Stasiun II

Stasiun III didapatkan 9 spesies terdiri atas (a) Spisula solida, (b) Donax

cuneatus, (c) Donax faba, (d) Paphies subtriangulata, (e) Batissa fortis, (f)

Hiatula diphos, (g) Anadara floridana, (h) Pinctada margaritifera, (i) Musculus


(60)

(a) Spisula solida (b) Donax cuneatus

(c) Donax faba (d) Paphies subtriangulata

(e) Batissa fortis (f) Hiatula diphos


(61)

(i) Musculus senhousia

Gambar 11. Bivalvia Stasiun III

Secara keseluruhan bivalvia yang didapatkan terdiri dari 5 ordo, 10 famili dan 15 spesies dengan jumlah tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu sebanyak 106 individu, diiukuti stasiun II yaitu sebanyak 100 individu dan jumlah terendah terdapat pada stasiun I yaitu sebanyak 57 individu. Untuk lebih jelasnya klasifikasi serta jumlah spesies bivalvia yang didapatkan pada ketiga stasiun tersebut dapat dilihat pada tabel 4.


(62)

Tabel 4. Jenis Bivalvia di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

Ordo Famili Spesies Stasiun Pengamatan Total

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Veneroida Mactridae Spisula solida 2 6 10 18

Mactrellona alata 4 - - 4

Mactrellona exolata 1 2 - 3

Mactra ornata - 1 - 2

Donacidae Donax cuneatus 34 75 56 137

Donax faba 1 3 4 8

Mesodesmatidae Paphies subtriangulata 1 2 1 4

Corbiculidae Batissa fortis - - 1 1

Psammaobiidae Hiatula diphos 1 - 26 27

Arcoida Arcidae Anadara floridana 9 6 4 19

Pterioida Pteriinidae Pinctada margaritifera - 1 1 2

Pinnadae Pinna carnea 3 3 - 6

Mytiloida Mytikidae Modiolus americanus - 1 - 1

Musculus senhousia - - 3 3

Pteriomorpha Arcidae Anadara uropygimelana 1 - - 1


(63)

Jumlah keseluruhan individu dari ketiga stasiun yaitu 236 individu dengan jumlah keseluruhan bivalvia yang didapatkan pada stasiun I yaitu 57 individu, jumlah keselurahan bivalvia yang didapatkan pada stasiun II yaitu 100 individu dan jumlah keseluruhan bivalvia yang didaptakan pada stasiun III yaitu 106 individu. Dari jumlah masing-masing spesies pada ketiga stasiun tersebut spesies

Donax cuneatus memiliki total jumlah individu terbanyak yaitu sebanyak 137

individu. Masing-masing jenis bivalvia yang didapatkan di lokasi penelitian memiliki ciri-ciri/tanda-tanda khusus secara morfologi bentuk cangkangnya sebagai berikut:

1. Spesies Spisula solida

Spesies Spisula solida adalah kerang penggali kadang-kadang ditemukan di air dangkal tetapi lebih biasanya dalam sublittoral. Spisula solida lebih suka membenamkan diri di pasir dengan terus bergerak menghindari lumpur dan genangan air. Spisula solida bisa mencapai panjang hingga 5 cm. Spisula solida memiliki garis segitiga dengan sudut membulat. Garis halus dan alur konsentris dikelompokkan berdekatan di kedua sisi paruh. Permukaan kulit luar kecoklatan atau putih kekuningan dan cangkang berwarna putih.

2. Spesies Mactrellona alata

Spesies Mactrellona alata memiliki cangkang tipis, segitiga, membumbung, mencolok. Warna cangkang putih kekuningan serta keunguan pada bagian punggung cangkang yang membumbung. Kemiringan posterior biasanya rata dan memilki khas, seperti bubungan.Ukuran panjang cangkang sampai 3 cm. Habitatnya di air dangkal yang berpasir.


(64)

3. Spesies Mactrellona exolata

Spesies Mactrellona exolata memiliki cangkang yang berbentuk segitiga subtriangular. Cangkang berwarna putih kecoklatan. Umbo mencolok dengan tulang rusuk yang jelas pada bagian luar cangkang. Bagian dalam cangkang putih mengkilat dan memilki tulang rusuk. Biasa hidup di perairan dangkal berpasir.

4. Spesies Mactra ornata

Spesies Mactra ornata memiliki cangkang berbentuk segitiga membumbung, dengan warna permukaan cangkang yang khas yaitu bintik-bintik kuning kecoklatan. Ukuran panjang cangkang sampai 3 cm dan habitatnya biasa di perairan dangkal yang berpasir.

5. Spesies Donax cuneatus

Spesies Donax cuneatus memiliki cangkang berbentuk segitiga dan membumbung, dengan warna permukaan cangkang coklat keabu-abuan yang membentuk garis. Spesies ini biasanya hidup di perairan dangkal dan berpasir. Ukuran panjang cangkang biasanya 2-3 cm.

6. Spesies Donax faba

Spesies Donax faba memiliki cangkang berbentuk segitiga dan membumbung, dengan warna permukaan cangkang coklat keabu-abuan dan adanya bintik-bintik hitam pada cangkang. Spesies ini biasanya hidup di perairan dangkal dan berpasir. Ukuran panjang cangkang biasanya sampai 3 cm.


(65)

7. Spesies Paphies subtriangulata

Spesies Paphies subtriangulata memiliki cangkang berbentuk segitiga dan membumbung, dengan warna permukaan cangkang coklat putih mulus. Ukuran panjang cangkang biasanya 2-3 cm. Spesies ini biasanya hidup di perairan dangkal dan berpasir.

8. Spesies Batissa fortis

Spesies Batissa fortis memiliki cangkang hampir bulat dengan permukaan cangkang berwarna coklat tua kehitaman dengan sedikit bercak putih di sekitar umbo dan permukaan cangkang. Ukuran cangkang biasanya sampai 3 cm dan hidupnya membenamkan diri di pantai berpasir.

9. Spesies Hiatula diphos

Spesies Hiatula diphos memiliki bentuk cangkang lonjong atau bulat telur dengan permukaan cangkang yang berwarna coklat, pada saat spesies ini masih berukuran kecil warna cangkang terlihat lebih coklat muda. Ukuran cangkang mencapai 2-4 cm dan hidupnya di pantai berpasir.

10.Spesies Anadara floridana

Spesies Anadara floridana mempunyai bentuk cangkang yang hampir bulat atau agak lonjong dengan ukuran 3-4 cm. Lapisan luar cangkang berwarna putih, berselipkan suatu lapisan berwarna kecoklatan. Jalur-jalur radial yang terpusat ke arah umbo terlihat jelas. Hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai yang berpasir.


(66)

11.Spesies Pinctada margaritifera

Spesies Pinctada margaritifera mempunyai bentuk cangkang bundar/pipih. Lebar cangkangnya dapat mencapai 13 cm dengan tepi yang sering sekali bersisik. Warna permukaan cangkang luar kehijauan, bagian dalamnya berwarna putih metalik. Hidup menempel dengan benang bisus pada bebatuan atau pecahan karang tersebar di daerah pasang surut sampai kedalaman 10 m.

12.Spesies Pinna carnea

Spesies Pinna carnea memiliki cangkang berbentuk segitiga dengan bagian yang runcing tertanam di pasir, sehingga hanya sebagian kecil cangkang yang muncul di permukaan dasar. Pada Pinna carnea dewasa, panjang cangkang dapat mencapai 50 cm, dengan warna cangkang coklat kehitaman. Cangkang tipis dan mudah patah. Kerang ini hidup membenamkan diri dan hidup di daerah pasang surut dengan dasar pasir berlumpur pada kedalaman 1,5-4 m, dengan cara membenamkan sebagian tubuhnya.

13.Spesies Modiolus americanus

Spesies Modiolus americanus ini memiliki bentuk cangkang lonjong bagian umbo agak membumbung. Panjang cangkang mencapai 10 cm dan warna permukaan luar cangkang coklat dengan bagian tepi berwarna coklat tua. Hidup menempel dengan bisus pada bebatuan atau pecahan karang.


(67)

14.Spesies Musculus senhousia

Spesies Musculus senhousia memiliki bentuk cangkang bulat telur dengan umbo meruncing. Panjang cangkang mencapai 4-10 cm dan warna permukaan luar cangkang hijau metalik dengan bagian tepinya berwarna agak muda. Lapisan dalam cangkang berwarna putih keperak-perakan. Tersebar luas di daerah pasang surut sampai kedalaman beberapa meter di bawah permukaan laut.

15.Spesies Anadara uropygimelana

Spesies Anadara uropygimelana memiliki bentuk cangkang hampir bulat dengan ukuran 3-4 cm. Permukaan cangkang berwarna putih keruh berselaput lapisan berwarna kecoklatan dan berbulu. Jalur-jalur radial yang terpusat ke arah umbo terlihat jelas. Hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai yang berpasir.

Kelimpahan

Berdasarkan hasil pengambilan sampel bivalvia yang telah dilakukan pada ketiga stasiun pengamatan sebanyak 4 kali ulangan dengan interval waktu 2 minggu sekali di Pantai cermin Kabupaten Serdang Bedagai dan di dapatkan hasil kelimpahan pada Tabel 5.


(68)

Tabel 5. Jenis dan Nilai Kelimpahan Bivalvia (ind/m²) di Perairan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

Spesies Kelimpahan

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Spisula solida 9 27 44

Mactrellona alata 18 - -

Mactrellona exolata 4 9 -

Mactra ornata - 4 -

Donax cuneatus 150 331 247

Donax faba 4 13 18

Paphies subtriangulata 4 9 4

Batissa fortis - - 4

Hiatula diphos 4 - 115

Anadara floridana 40 27 18

Pinctada margaritifera - 4 4

Pinna carnea 13 13 -

Modiolus americanus - 4 -

Musculus senhousia - - 13

Anadara uropygimelana 4 - -

Total Kelimpahan 250 441 467

Jumlah keseluruhan kelimpahan populasi bivalvia pada stasiun I yaitu 250 ind/m² dengan jumlah kelimpahan pada masing-masing spesies yaitu spesies

Spisula solida sebanyak 9 ind/m², spesies Mactrellona alata sebanyak 18 ind/m²,

spesies Mactrellona exolata sebanyak 4 ind/m², spesies Donax cuneatus sebanyak 150 ind/m², spesies Donax faba sebanyak 4 ind/m², spesies Paphies

subtriangulata sebanyak 4 ind/m², spesies Hiatula diphos sebanyak 4 ind/m²,

spesies Anadara floridana sebanyak 40 ind/m², spesies Pinna carnea sebanyak 13 ind/m², spesies Anadara uropygimelana sebanyak 4 ind/m². Hasil studi terhadap kelimpahan populasi bivalvia (ind/m2) pada stasiun I di perairan Pantai Cermin disajikan pada Gambar 12.


(69)

Gambar 12. Kelimpahan Stasiun I

Jumlah keselurahan kelimpahan populasi bivalvia pada stasiun II yaitu 441 ind/m² dengan jumlah kelimpahan pada masing-masing spesies yaitu untuk spesies Spisula solida sebanyak 27 ind/m², spesies Mactrellona exolata sebanyak 9 ind/m², spesies Mactra ornata sebanyak 4 ind/m², spesies Donax cuneatus sebanyak 331 ind/m², spesies Donax faba sebanyak 13 ind/m², spesies Paphies

subtriangulata sebanyak 9 ind/m², spesies Anadara floridana sebanyak 27 ind/m²,

spesies Pinctada margaritifera sebanyak 4 ind/m², spesies Pinna carnea sebanyak 13 ind/m², spesies Modiolus americanus sebanyak 4 ind/m². Hasil studi terhadap kelimpahan populasi bivalvia (ind/m2) pada stasiun II di perairan Pantai Cermin disajikan pada Gambar 13.

9 18 4

150

4 4 4

40 13 4 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Ke limp a h a n (in d /m² ) Spesies


(70)

Gambar 13. Kelimpahan Stasiun II

Jumlah keseluruhan kelimpahan populasi bivalvia pada stasiun III yaitu sebanyak 467 ind/m² dengan jumlah kelimpahan pada masing-masing spesies yaitu spesies Spisula solida sebanyak 44 ind/m², spesies Donax cuneatus 247 ind/m², spesies Donax faba sebanyak 18 ind/m², spesies Paphies subtriangulata sebanyak 4 ind/m², spesies Batissa fortis sebanyak 4 ind/m², spesies Hiatula

diphos sebanyak 115 ind/m², spesies Anadara floridana sebanyak 18 ind/m²,

spesies Pincatada margaritifera sebanyak 4 ind/m², spesies Musculus senhousia sebanyak 13 ind/m². Hasil studi terhadap kelimpahan populasi bivalvia (ind/m2) pada stasiun III di perairan Pantai Cermin disajikan pada Gambar 14.

27

9 4

331

13 9 27 4 13 4

0 50 100 150 200 250 300 350 Ke limp a h a n (in d /m² ) Spesies


(71)

Gambar 14. Kelimpahan Stasiun III

Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman, Indeks Dominansi

Indeks keanekaragaman jenis, indeks keseragaman, dan indeks dominansi pada ketiga stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi

Indeks Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1,22 0,85 1,14 Indeks Keseragaman (E) 0,30 0,18 0,24 Indeks Dominansi (D) 0,39 0,57 0,35

44 247 18 4 4 115 18 4 13 0 50 100 150 200 250 300 Ke limp a h a n (in d /m² ) Spesies


(72)

a. Indeks Keanekaragaman Jenis

Indeks keanekaragaman Jenis (H’) pada stasiun pengamatan berkisar antara 0,85 – 1,22. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 1,22 kemudian diikuti oleh stasiun III sebesar 1,14 dan indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,85. Dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

b. Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman (E) pada stasiun pengamatan berkisar antara 0,18 – 0,30. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,30 kemudian diikuti pada stasiun III sebesar 0,24 dan indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,18. Dapat dilihat pada Gambar 16.

1.22 0,85 1,14 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

In d e k s K e an e k ar agaman (H ') Stasiun Pengamatan


(73)

Gambar 16. Indeks Keseragaman (E)

c. Indeks Dominansi

Indeks dominansi (D) pada stasiun pengamatan berkisar antara 0,35 – 0,57. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,57 kemudian diikuti oleh stasiun I sebesar 0,39 dan indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun III sebesar 0,35. Dapat dilihat pada Gambar 17.

0,3 0,18 0,24 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

In d ek s K esera g a m a n (E ) Stasiun Pengamatan 0,39 0,57 0,35 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Inde k s D o m ina ns i (D ) Stasiun Pengamatan


(74)

Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu air pada ketiga stasiun penelitian berkisar 29ºC – 34ºC, dengan suhu tertinggi pada stasiun III (kawasan aliran muara) sebesar 34ºC dan terendah pada stasiun I (kawasan pariwisata) sebesar 29ºC. Perbedaan suhu ini disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengamatan, pada stasiun I pengukuran suhu dilakukan terlebih dahulu pada waktu pagi hari, dimana intensitas cahaya matahari yang diterima oleh perairan sedikit sehingga nilai rata-rata suhu pada stasiun tersebut relatif lebih rendah dibandingkan stasiun lain. Suhu yang diperoleh pada stasiun III (kawasan aliran muara) dari hasil pengukuran lebih tinggi dari pada stasiun lainnya, hal ini dipengaruhi oleh waktu pengamatan. Dimana pada saat pengambilan data pada stasiun III dilakukan pada siang hari, sehingga intensitas cahaya matahari yang diterima oleh perairan di daerah tersebut lebih besar. Menurut Odum (1994) menyatakan bahwa suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh intensitas matahari, ketinggian geografis dan faktor kanopi (penutupan vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di sekitarnya. Suhu pada ketiga stasiun penelitian tersebut masih dapat mendukung bagi kehidupan bivalvia pada perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Eltringham (1971) diacu oleh Risawati (2002) menyatakan bahwa secara umum organisme moluska dapat mentolerir suhu antara 0ºC – 48,6ºC dan aktif pada kisaran 5ºC - 38ºC.

Nilai salinitas perairan pada hasil pengamatan berada pada kisaran 31- 32‰. Kisaran salinitas antar stasiun pengamatan tidak memiliki perbedaan yang besar. Kisaran salinitas yang relatif sama antar stasiun disebabkan karena


(75)

stasiun-stasiun ini selalu mendapatkan pasokan air laut setiap harinya. Menurut Nontji (2007) sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai. Gerakan pasang surut menyebabkan terjadinya pengadukan pada kolam air sehingga terjadi pertukaran air secara vertikal. Karena berada di bawah kendali pasang-surut maka salinitas di semua titik dapat berubah, bergantung pada kedudukan pasang-surut. Pada saat surut, salinitas didominasi oleh air tawar yang datang dari sungai sedangkan pada saat pasang, masuknya air lautlah yang banyak menentukan salinitas. Nilai salinitas yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan termasuk dalam kondisi yang mendukung kehidupan bivalvia sesuai dengan Ritniasih (2007) bahwa kisaran salinitas 5-35‰ merupakan kondisi yang optimal bagi kelangsungan hidup bivalvia.

Kisaran pH yang diukur pada stasiun pengamatan antara 7,4 – 8,5. Nilai pH yang didapatkan pada masing-masing stasiun penelitian berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas, seperti aktivitas nelayan, pertambakan, dan aktivitas pariwisata yang mengakibatkan perubahan bahan organik pada setiap stasiun. Menurut Odum (1994) Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya. Dari hasil pengamatan nilai pH yang didapatkan dari ketiga stasiun tersebut dapat dikatakan bahwa pH perairan masih mendukung kehidupan organisme laut termasuk bivalvia hal ini sesuai dengan Effendi (2003) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

Kisaran kandungan oksigen terlarut pada ketiga stasiun penelitian adalah antara 3,0 mg/l – 4,9 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun I (kawasan


(76)

pariwisata) sebesar 4,9 mg/l, hal ini disebabkan karena pada stasiun I pengamatan dilakukan pada pagi hari dengan suhu terendah dibandingkan dengan stasiun II dan stasiun III yang dilakukan pengamatan pada siang hari. Selain itu stasiun I tidak terlalu banyak kegiatan manusia yang mempengaruhi ekosistem perairan, di sebabkan stasiun I (kawasan pariwisata) tersebut hanya aktif digunakan pada hari-hari tertentu sehingga tidak terlalu banyak limbah yang masuk ke badan air sesuai dengan Effendi (2003) bahwa semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Selain itu kadar oksigen terlarut juga berfluktasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbu lence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun II (kawasan aliran pembuangan limbah tambak udang) hal ini disebabkan karena adanya aktivitas tambak udang di sekitar kawasan pantai yang langsung membuang limbahnya ke perairan dan adanya aktivitas nelayan. Hasil dari pembuangan limbah disekitar stasiun II memperkaya bahan organik sesuai dengan Connell and Miller (2006) jika sedimen di dasar diperkaya oleh bahan organik maka air di dasar tersebut dapat menjadi kurang akan oksigen terlarut. Akibat dari pembuangan limbah pembenihan udang tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem organisme di kawasan tersebut, sehingga terdapatnya beberapa ikan, udang, ubur-ubur serta organisme lainnya yang mati hal ini sesuai dengan Dahuri (2008) kegiatan tambak seperti aplikasi pupuk dan obat pemberantas hama dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan sekitarnya. Menurut Effendi (2003) kadar oksigen terlarut 1,0 mg/liter – 5,0 mg/liter ikan dapat bertahan hidup tetapi


(77)

pertumbuhannya ikan terganggu sedangkan pada kadar oksigen terlarut >5 mg/l hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi ini termasuk bivalvia.

Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid atau TSS) pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 26,82 mg/liter – 30,72 mg/liter, dengan kadar

tertinggi terdapat pada stasiun II (kawasan aliran pembuangan limbah tambak udang) sebesar 30,72 mg/liter dan terendah pada stasiun III (kawasan

aliran muara) sebesar 26,82 mg/liter. Rendahnya Total Suspended Solid pada stasiun III ini disebabkan stasiun ini merupakan aliran muara pantai yang mengalirkan limbah senyawa organik maupun anorganik yang berasal dari berbagai aktivitas masyarakat yang berpengaruh terhadap perkembangan organisme perairan. Nilai total padatan tersuspensi (TSS) pada stasiun penelitian lebih besar dari nilai baku mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan KEPMEN LH No. 51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk biota laut nilai total padatan tersuspensi yang sesuai untuk biota laut yaitu 20 mg/l. Menurut Effendi (2003) kesesuaian perairan untuk kepentingan perikananan berdasarkan nilai padatan tersuspensi (TSS) adalah jika nilai padatan tersuspensi (TSS) 25 – 80 mg/liter maka sedikit berpengaruh terhadap kepentingan perikanan yang artinya sedikit berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan. Pada hasil pengamatan ini diperoleh hasil diatas nilai 25 mg/l yang artinya nilai TSS tersebut sudah berpengaruh terhadap kehidupan organisme di perairan Pantai Cermin walaupun masuk dalam kriteria sedikit berpengaruh. Makrozoobentos termasuk bivalvia kurang toleran dengan padatan tersuspensi hal ini sesuai dengan Harteman (2011) bahwa makrozoobentos kurang adaptif dan toleran terhadap endapan padatan tersuspensi. Kandungan total padatan tersuspensi yang tinggi dapat menyebabkan


(78)

insang makrozoobentos tersumbat dan mengganggu pandangan makrozoobentos dalam mencari makan.

Substrat yang diamati pada saat pengamatan yaitu kandungan yang dominan pada substrat di Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai adalah pasir. Tipe substrat pada stasiun I adalah pasir berlumpur dan jika dilihat kelimpahan bivalvia pada stasiun I lebih rendah di bandingkan stasiun II dan III yang memiliki substrat pasir hal ini disebabkan substrat pasir berlumpur tersebut sedikit mengandung oksigen hal ini sesuai dengan Odum (1994) substrat berupa lumpur biasanya mengandung sedikit oksigen, oleh karena itu organisme yang hidup didalamnya harus dapat beradaptasi pada keadaan ini. Tipe substrat pada stasiun II dan stasiun III adalah pasir, pada stasiun ini kelimpahan bivalvia lebih tinggi dibandingkan stasiun I yang memiliki substrat pasir berlumpur hal ini disebabkan bivalvia lebih senang hidup di pasir karena memudahkan untuk bergeser dan bergerak ketempat lain serta substrat berpasir mengandung lebih banyak oksigen dibandingkan substrat berlumpur. Substrat yang terdapat pada ketiga stasiun pengamatan tersebut merupakan substrat yang baik untuk kehidupan oleh bivalvia sesuai dengan Junaidi (2010) kebanyakan bivalvia umumnya terdapat di daerah perairan yang berlumpur atau berpasir.

Indeks Pencemaran

Indeks pencemaran yang diperoleh berkisar 1,23 – 1,61. Indeks pencemaran pada stasiun I yaitu sebesar 1,28, indeks pencemaran pada stasiun II yaitu sebesar 1,61 dan indeks pencemaran pada stasiun III yaitu sebesar 1,23. Menurut KEPMEN LH No. 115 (2003) Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu


(1)

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Veneroida Family : Mactridae Genus : Mactra Spesies : Mactra ornata

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Veneroida Family : Donacidae Genus : Donax

Spesies : Donax cuneatus

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Veneroida Family : Donacidae Genus : Donax Spesies : Donax faba

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Veneroida Family : Mesodesmatidae Genus : Paphies


(2)

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Veneroida Family : Corbiculidae Genus : Batissa Spesies : Batissa fortis

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Veneroida Family : Psammobiidae Genus : Hiatula

Spesies : Hiatula diphos

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Arcoida Family : Arcidae Genus : Anadara

Spesies : Anadara floridana

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Pterioida Family : Pteriidae Genus : Pinctada


(3)

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Pterioida Family : Pinnidae Genus : Pinna

Spesies : Pinna carnea

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Mytiloida Family : Mytilidae Genus : Modiolus

Spesies : Modiolus americanus

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Mytiloida Family : Mytilidae Genus : Musculus

Spesies : Musculus senhousia

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Bivalvia Ordo : Pteriomorpha Family : Arcidae Genus : Anadara


(4)

Lampiran 4. Lokasi Penelitian

Stasiun I (Kawasan Pariwisata)


(5)

Lampiran 5. Pengukuran Fisika dan Kimia Perairan di Lokasi Penelitian

Pengambilan Sampel Air Pengukuran Suhu


(6)

Lampiran 6. Metode Pengambilan Sampel

Pengukuran Transek dan plot Pembuatan Transek dan Plot