turbin savonius tidak memerlukan energi awal memulai rotor untuk berputar yang merupakan keunggulan turbin ini dibanding turbin Darrieus.
Daya dan putaran yang dihasilkan turbin savonius relatif rendah, sehingga pada penerapannya digunakan untuk keperluan yang membutuhkan daya kecil dan
sederhana seperti memompa air. Turbin ini tidak sesuai digunakan untuk pembangkit listrik dikarenakan tip speed ratio dan faktor daya yang relatif rendah.
2.7 Sudu Pengarah
Melihat sudu rotor savonius pada gambar 2.14, bila dilihat dengan seksama bahwa bentuk sudu di bagian kiri dan kanan yang langsung dihadapkan dengan arah angin
memiliki gaya hambat drag yang berbeda. Bila dilihat dari arah angin, bagian kiri memiliki bentuk sudu cembung sedangkan bagian kanan berbentuk cekung. Untuk itu
diperlukan sudu pengarah, dengan tujuan mengarahkan aliran angin sehingga energi angin setelah menggunakan sudu pengarah dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin seperti
pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Sudu Pengarah dengan Rotor Turbin Angin Savonius
Sumber: google.com
Sudu Pengarah
Sudu Rotor
Universitas Sumatera Utara
2.8 Prinsip Konversi Energi Angin
Energi angin dilihat dari energi kecepatan aliran angin, dapat dituliskan dalam bentuk persamaan energi kinetik
:
= 2.5
dimana : = massa angin yang mengalir kg = kecepatan angin ms
Energi kinetik angin inilah yang diekstrak sudu turbin angin untuk diubah menjadi energi mekanis.
Dilihat dari pemodelan Betz’ pada gambar 2.16, kecepatan angin , dan kerapatan
dengan luas sapuan rotor turbin , daya angin yang dapat diekstrak turbin angin adalah:
= 2.6
Dimana adalah faktor efisiensi disebut juga koefisien daya. Catatan bahwa daya
adalah sebanding dengan luas penampang dan kecepatan angin pangkat tiga. Dengan
demikian, dengan menggandakan luas penampang menghasilkan daya dua kali, dan menggandakan kecepatan angin menghasilkan potensial daya delapan kali. Koefisien daya
juga berubah dengan perubahan kecepatan angin. Saat distribusi kecepatan angin tidak merata, pada suatu waktu tertentu kemungkinan lebih besar kecepatan angin lebih rendah
daripada kecepatan angin rata – rata dibanding kecepatan angin lebih besar dari kecepatan angin rata – rata. Oleh karena itu, desain rotor dan generator yang optimal tergantung pada
daya yang dibutuhkan dan memaksimalkan energi yang dibangkitkan per tahun. Untuk menganalisis seberapa besar energi yang dapat dimanfaatkan turbin angin,
digunakan teori memontum elementer Betz’. 2.8.1
Teori Momentum Betz’ Teori momentum Betz’ sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua dimensi
angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin pada turbin
Universitas Sumatera Utara
angin terlihat seperti pada gambar 2.16. Berkurangnya kecepatan aliran udara disebabkan karena sebagian energi kinetik angin diekstrak oleh rotor turbin angin.
Gambar 2.16 Pemodelan Betz’ untuk aliran angin
Sumber: John Twidell dan Tony Weir [7], hal 274
Penampang adalah luas sapuan rotor turbin, luas
dan luas penampang
aliran masuk dan keluar dengan massa angin konstan mengalir melalui .
diposisikan pada dari arah datangnya angin tanpa dipengaruhi oleh rotor turbin, dan
diposisikan pada kecepatan angin rendah.
Tahap 1 : Untuk menentukan . Gaya yang terjadi pada turbin adalah seiring
berkurangnya momentum per-satuan unit waktu dari aliran massa angin ̇
=
̇ −
̇
2.7
Gaya yang terjadi dengan asumsi kecepatan aliran angin seragam . Daya yang diekstrak
turbin adalah:
= .
=
̇ −
2.8
Kehilangan energi aliran persatuan waktu adalah energi yang diekstrak dari angin:
=
̇ −
2.9
Dengan menyamakan persamaan 2.8 dan 2.9: −
=
−
=
−
+ 2.10
Sehingga:
= +
2.11
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, sesuai teori momentum linier ini, kecepatan angin melalui activator disc tidak bisa lebih rendah setengah dari kecepatan angin masuk.
Tahap 2: Mengetahui , menghitung daya yang diekstrak dari angin. Massa aliran
yang melalui disc per-satuan waktu yaitu: ̇
= 2.12
Substitusi ke persamaan 2.8,
=
−
2.13
Kemudian substitusi dari persaamaan 2.11
= [
−
2
−
] = 2
−
2.14
Interference factor a adalah faktor penurunan kecepatan angin pada turbin, sehingga:
= = 1
−
2.15
Melalui persamaan 2.11,
= 2.16
Dari persamaan 2.15, substitusi ke persamaan 2.14,
= 2 1
−
[
−
1
−
] = [ 4 1
−
] 2.17
Dengan membandingkan persamaan 2.14 dengan persamaan 2.2,
= 2.18
dimana adalah daya angin yang tersedia,
adalah koefisien daya:
= 4 1
−
2.19
Maksimum nilai yang terjadi pada model saat nilai
= 1 3
⁄ , seperti pada gambar 2.17 :
= 16 27
⁄
= 0,5925
Dari perkiraan model, saat
= 1 3
⁄ , diperoleh
= 3 4
⁄ dan
= 2
⁄ ; saat
= 0,5
,
= 2
⁄ dan
= 0
.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Koefisien daya sebagai fungsi faktor
Sumber: John Twidell dan Tony Weir [7], hal 277
2.8.2 Tip Speed Ratio
Tip speed ratio merupakan rasio kecepatan ujung rotor turbin terhadap kecepatan angin yang melalui rotor. Rasio kecepatan ujung rotor memiliki nilai
nominal yang berubah – ubah terhadap perubahan kecepatan angin. Turbin angin tipe lift memiliki tip speed ratio yang lebih besar dibanding dengan turbin angin tipe drag.
Tip speed ratio dihitung dengan persamaan:
= =
=
.
= 2.20
dimana: = putaran rotor 1s
= radius rotor m = kecepatan angin ms
Grafik berikut menunjukkan variasi tip speed ratio dan koefisien daya pada berbagai
jenis turbin angin seperti pada gambar 2.18.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Variasi tip speed ratio dan koefisien daya pada berbagai
jenis turbin angin
Sumber: Jean Luc Menet dan Nachida Bourabaa [5], hal 2
2.9 Landasan Teori Untuk Turbin Tipe Drag