Analisis Komparasi Pertumbuhan Reksa Dana Syariah Sebelum dan Sesudah Perubahan Tarif Pajak Penghasilan (Pph) Berupa Bunga Obligasi

(1)

SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN TARIF PAJAK PENGHASILAN (PPH) BERUPA BUNGA OBLIGASI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

(PPH

Oleh : Putri Hafidz 1112046200009

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Putri Hafidz. 1112046200009. Analisis Komparatif Pertumbuhan Reksa Dana Syariah Sebelum dan Sesudah Perubahan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Berupa Bunga Obligasi. Konsentrasi Asuransi Syariah, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan reksa dana syariah sebelum dan sesudah perubahan tarif Pajak Penghasilan (PPh) berupa bunga obligasi. Penelitian ini menggunakan pengujian statistik non parametrik dengan metode Wilcoxon dan menggunakan program SPSS 16. Dari uji statistik non parametrik wilcoxon paired test

didapatkan nilai -ttabel > thitung, -2.776 > -13.328 dan nilai probabilitas (sig) 0,000 dan standar deviasi 0,15% dengan tingkat kepercayaan 95%, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan NAB sebelum perubahan tarif Pajak Penghasilan (PPh) berupa bunga obligasi dan sesudah perubahan tarif Pajak Penghasilan (PPh) berupa bunga obligasi.

Peningkatan pada tahun 2009, NAB reksa dana syariah sebesar 61% dari sebelumnya pada tahun 2008 sebesar 1,8 miliar naik menjadi 4,6 miliar pada tahun 2009. Sedangkan perubahan yang cukup signifikan setelah penetapan tarif 5% adalah pada tahun 2012 yang semula NAB reksa dana syariah sebesar 5,5 miliar pada tahun 2011 naik 31% menjadi 8 miliar. Sementara pemberlakuan perpanjangan tarif 5% yang dimulai pada tahun 2014 menaikan NAB reksa dana syariah sebesar 15% dari 9,4 miliar pada tahun 2013 menjadi 11,1 miliar di tahun 2014. Perubahan PP No. 16 Tahun 2009 oleh PP No. 100 Tahun 2013 adalah upaya pemerintah untuk menyerap obligasi dan sukuk serta menjaga pertumbuhan reksa dana termasuk di dalamnya reksa dana syariah dengan memperpanjang pemberlakuan tarif 5% samapi tahun 2020. Hal ini berarti bahwa peran pajak berpengaruh terhadap pertumbuhan reksa dana, selain dari pada faktor nilai unit penyertaan, likuiditas, politik, ekonomi dan resiko lain yang mempengaruhinya.

Kata Kunci : Pertumbuhan Reksa Dana, Nilai Aktiva Bersih (NAB), Pajak Penghasilan


(6)

vi Assalammualaikum wr.wb,

Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta karunia-Nya kepada

peneliti sehingga penyusunan skripsi ini yang berjudul “ANALISIS

KOMPARATIF PERTUMBUHAN REKSA DANA SYARIAH SEBELUM DAN SESUDAH PERUBAHAN TARIF PAJAK PENGHASILAN (PPH) BERUPA BUNGA OBLIGASI” dapat diselesaikan. Penelitian ini disusun untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Sarjana khusus Konsentrasi Asuransi

Syariah, Prodi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang

telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terkhusus kepada:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak AM Hasan Ali, MA dan Bapak Abdurrauf, Lc., MA., sebagai Ketua

dan Sekretaris Prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas


(7)

vii

pembimbing skripsi yang telah memberikan segenap waktu, arahan,

motivasi dan kesabarannya dalam membimbing peneliti hingga akhir

penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf dan karyawan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada peneliti selama masa kuliah.

5. Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum juga

Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah melayani dan memfasilitasi referensi-referensi hingga peneliti

terbantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua, Bapak Nawawih dan Ibu Maryanah yang tidak pernah

berhenti dan selalu sabar dalam memberikan dukungan dan doa kepada

peneliti. Peneliti ucapkan terima kasih yang tak hingga dan bersyukur

dapat terus berada di sisi Ibu dan Bapak.

7. Saudara dan saudari peneliti, Setiadi Amarullah, Rizqa Rahmawati dan

tentunya Atik Ghany Daniya yang selalu antusias memberikan semangat

dan perhatiannya yang tak pernah putus kepada peneliti hingga

penyusuann skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Dedi Tri Pamungkas atas waktu, pikiran, nasihat dan dukungan serta

motivasi kepada peneliti sehingga penyusunan skripsi ini dapat


(8)

viii

Utami Nur Kholifah, Susi Nur Amamah, Nurul Isti Hardiyanti, Eka Nur

Safitri, Miftahul Jannah, Siti Aisyah Fatmah, Tika Sulistiani, Sabila Aufar, Evi Lutfiah, serta Ria Ariyani untuk do’a yang selalu mendekatkan jarak. 10.Sahabat KALIAN, kepada Kinanthi Mustika Sari terima kasih atas nasihat

dan dukungannya kepada peneliti, tak lupa peneliti ucapkan terima kasih

kepada Aldha Rizki Utami, Putri Ayu Marsan dan Novita Ocktaviani yang

selalu memberikan semangat kepada peneliti.

11.Kepada teman-teman ex team 7-Eleven Ciputat Pahlawan, kepada Bapak Azhari, Aditia Iski Permana, Adi Indriyanto. Atas kepercayaan dan

dukungan yang luar biasa kepada peneliti sehingga bisa sampai pada akhir

penyusunan skripsi ini. Kepada ex 7-Eleven Pondok Pinang Bapak Asep Ginanjar dan team, juga kepada 7-Eleven Bintaro 1 Bapak Galih Bambang Wibisono team atas pengertian, dukungan dan doa kalian peneliti ucapkan

terima kasih. Semoga kebaikan teman-teman semua mendapat balasan

kebaikan dari Allah swt. Aamiin.

12.Teman-teman Asuransi Syariah angkatan 2012 atas kebersamaan dan

kekeluargaan yang telah terbangun selama ini, banyak memberikan

pelajaran bagi peneliti. Terima kasih atas kehadiran teman-teman.

13.Teman-teman KKN OASE atas dukungan dan doa yang diberikan peneliti


(9)

ix

yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna, akan tetapi besar harapan peneliti semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Aamiin.

Jakarta, September 2016


(10)

x

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...7

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Perumusan Masalah ...7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...8

F. Sistematika Penulisan ...9

BAB II LANDASAN TEORI A. Pajak ...11

1. Pengertian Pajak ...11


(11)

xi

B. Pasar Modal ...15

1. Pengertian Pasar Modal ...15

2. Pasar Modal Syariah ...19

C. Reksa Dana...21

1. Pengertian dan Prinsip Dasar Reksa Dana ...21

2. Mekanisme Kegiatan Reksa Dana Syariah ...24

3. Bentuk-bentuk Reksa Dana ...27

4. Nilai Aktiva Bersih (NAB) ...32

5. Manfaat dan Risiko Reksa Dana Syariah ...34

D. Peraturan dan Perundang-undangan Tentang Reksa Dana ...38

1. UU Nomor 36 Tahun 2008 ...38

2. PP Nomor 16 Tahun 2009 ...39

3. PMK Nomor 07/PMK.011/2012 ...41

4. PP Nomor 100 Tahun 2013 ...44

E. Studi Terdahulu ...47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ...48

B. Metode Penentuan Sampel ...48

C. Metode Pengumpulan Data ...49

D. Metode Analisis dan Pengolahan Data ...50

1. Pendekatan Penelitian ...50


(12)

xii BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Pasar Modal dan Reksa Dana Syariah ...55

1. Sejarah Pasar Modal Syariah ...55

2. Sejarah Reksa Dana Syariah ...57

B. Hasil Uji Instrumen Penelitien ...58

1. Uji Statistik Non Parametrik ...58

C. Ilustrasi Perhitungan Mengenai Tata Cara Pemotongan Pajak PenghasilanObligasi ...60

D. Perkembangan Reksa Dana Syariah...66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...71

B. Saran ...72

DAFTAR PUSTAKA ...73


(13)

xiii

Tabel 2.1 Struktur Pasar Modal ...13

Tabel 2.2 Prinsip Dasar Pasar Modal Syariah ...46

Tabel 4.1 Pertumbuhan Reksa Dana Syariah ...50


(14)

xiv

Gambar 4.1 Hasil Uji Statistik Non Parametrik ...59

Gambar 4.2 Market Share NAB Reksa Dana Syariah ...67

Gambar 4.3 Perkembangan Sukuk Korporasi ...67


(15)

1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kebutuhan masyarakat akan produk ekonomi syariah terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Setelah produk perbankan dan asuransi syariah yang

lebih dulu masuk dalam ekonomi syariah. Ada pula produk investasi yang

menarik masyarakat untuk terlibat dalam perputaran ekonomi syariah. Salah satu

investasi yang menjadi pilihan adalah reksa dana syariah.

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat

pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak mempunyai banyak

waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka1. Reksa dana

dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki

modal dan mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, tetapi pemilik modal

hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain dari itu, reksa dana

juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berivestasi di

pasar modal. Reksadana syariah sendiri ialah reksa dana sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang tentang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya yang

pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal2.

1

Abdul Manan, Aspek Hukum dan Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 67

2

POJK Nomor 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksa Dana Syariah, hlm. 2


(16)

Dalam mewujudkan dana secara nasional, warga negara berkewajiban

melakukan peran serta dalam membiayai negara dan pembangunan nasional

melalui kewajiban membayar pajak sebagai salah satu kewajiban warga negara

terhadap negara3. Sedangkan mekanisme kewajiban membayar pajak di Indonesia

diatur melalui sistem perpajakan, khususnya dalam sistem penetapan pajak, yaitu

memberikan kepercayaan yang besar kepada masyarakat dalam hal ini Wajib

Pajak (WP)4.

Perlakuan PPh atas kegiatan usaha berbasis syariah (usaha syariah) diatur

dalam PP Nomor 25 Tahun 2009, sebagai berikut :

1. Usaha syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah yang meliputi perbankan syariah, asuransi

syariah, pegadaian syariah, jasa keuangan syariah dan kegiatan usaha syariah

lainnya.

2. Perlakuan PPh dari kegiatan usaha meliputi :

a) Penghasilan

b) Biaya

c) Pemotongan atau pemungutan pajak.

3. Biaya dari Kegiatan Usaha Syariah termasuk :

a) Hak pihak ketiga atas bagi hasil

3 Menurut Pasal 1 Butir 2 UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, “ Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea dan Cukai, dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku”.

4

Wajib Pajak Menurut pasal 1 Butir 1 UU nO. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah (Perubahan Kedua) dengan UU No. 16

Tahun 2000 yang berbunyi : ”Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan,


(17)

b) Margin

c) Kerugian dan transaksi bagi hasil

4. Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha syariah

dilakukan juga terhadap :

a) Hak pihak ketiga atas bagi hasil

b) Bonus

c) Margin

d) Hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis.

5. Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, pemotongan, atau pemungutan pajak

dari kegiatan usaha syariah sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis mutandis ketentuan UU PPh, artinya bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk kegiatan usaha syariah5.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2000, menerangkan bahwa Penghasilan bunga obligasi yang

diperdagangkan di bursa efek yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang

pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan yang diterima atau

diperoleh reksa dana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal

(BAPEPAM) yang sekarang bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama 5

(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atas pemberian izin usaha

dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf

5

Gunadi, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Bee Media Indonesia, Jakarta : 2013, hlm. 28


(18)

h dan huruf j Undang-Undang PPh sehingga tidak perlu dikenakan pemotongan

Pajak Penghasilan.

Pertumbuhan investasi reksa dana dapat mengalami pertumbuhan yang

terus meningkat karena adanya kebijakan pemerintah yang membantu

mempertahankan pertumbuhan investasi reksa dana agar tetap meningkat dan

kondisi pasar yang terus membaik. Adanya perubahan Undang-undang Pajak

Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan investasi reksa dana di Indonesia6. Penerapan UU

Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, merupakan upaya pemerintah dalam

melakukan ekstensifikasi dibidang perpajakan untuk menambah sumber

pendapatan negara dari sektor pajak. Namun, penerapan UU Pajak Penghasilan

Nomor 36 Tahun 2008 sebagai upaya menambah pemasukan kas negara dan

tumbuh kembangnya investasi reksa dana harus sejalan. Jika pemberlakuan pajak

reksa dana tersebut mengakibatkan shock bagi market terutama bagi investor yang baru saja memiliki kepercayaan terhadap pasar modal dan akan merusak

market7.

Peraturan Pemerintah Nomr 16 Tahun 2009 yang dikeluarkan pada

Februari 2009 menetapkan, tarif pajak penghasilan atas penghasilan reksa dana

secara bertahap. Pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 tarif pajak atas

bunga obligasi reksa dana sebesar 0%, tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 tarif

6Yayu Poryamah, “Analisis Komparatif Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sebelum dan Setelah Penerapan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 72

7Yayu Poryamah, “Analisis Komparatif Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sebelum dan Setelah Penerapan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 75


(19)

pajak atas bunga obligasi reksa dana yang berlaku adalah 5%, sedangkan untuk

tahun 2014 dan seterusnya dikenakan tarif pajak atas bunga obligasi reksa dana

sebesar 15%8. Pengenaan tarif pajak atas bunga obligasi reksa dana sebesar 15%

yang dimulai pada tahun 2014, tentunya akan memberatkan market. Investasi reksa dana akan kurang menarik dengan pengenaan tarif 15% bila dibandingkan

dengan tarif pajak diskonto dan bunga dari obligasi sebesar 15% bagi Wajib Pajak

dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Hal ini akan lebih berdampak negatif bagi

pertumbuhan investasi reksa dana syariah yang baru muncul pada tahun 2003,

tentunya akan lebih sulit untuk menarik minat investor.

Untuk lebih mendorong pengembangan reksa dana di Indonesia, serta

meningkatkan peran reksa dana untuk menyerap obligasi dan meningkatkan

likuiditas pasar obligasi di Indonesia, perlu untuk dilakukan perubahan atas

Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Berupa

Bunga Obligasi. Pokok-pokok perubahan atau penyempurnaan tersebut adalah

melakukan penyesuaian tarif dan jangka waktu pengenaan Pajak Penghasilan atas

Bunga Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksa dana yang

terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2009 kemudian digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013

yang dikelurkan pada 31 Desember 2013. Peraturan tersebut berisi perubahan tarif

Pajak Penghasilan (PPh) berupa bunga Obligasi reksa dana yang semula dalam PP

No. 16 Tahun 2009 di tetapkan 5% hanya sampai 2013 dan mulai tahun 2014 tarif

8Yayu Poryamah, “Analisis Komparatif Pertumbuhan Investasi Reksa Dana Sebelum dan Setelah Penerapan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008”, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 71


(20)

tersebut dinaikkan menjadi 15%, diubah tarif tersebut menjadi tetap 5% sampai

tahun 2020. Perubahan kebijakan peraturan pemerintah tersebut merupakan upaya

untuk lebih mendorong pengembangan reksa dana di Indonesia, serta

meningkatkan likuiditas pasar obligasi di Indonesia9.

Perkembangan reksa dana syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan

yang baik dibeberapa tahun terakhir. Dalam rilis yang dikeluarkan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), tercatat bahwa sampai dengan tahun 2014, jumlah produk

reksadana syariah meningkat dari hanya 4 produk di tahun 2003 menjadi 74

produk di tahun 2014. Peningkatan jumlah produk tersebut juga dibarengi

pertumbuhan nilai aktiva bersih (NAB) dari hanya Rp 66,94 milyar di tahun 2003

menjadi Rp 11,16 trilyun di tahun 2014. Dengan kenaikan NAB tertinggi terjadi

pada tahun 2009 yang naik 1.65% dari tahun sebelumnya Rp. 1,81 triliyun

menjadi Rp. 4,62 triliyun.

Melihat pada perkembangan reksa dana syariah, peneliti tertarik untuk

mengetahui seberapa besar perbedaan pertumbuhan reksa dana syariah setelah

perubahan tarif Pajak Penghasilan terhadap bunga obligasi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dibuat dalam skripsi dengan judul “ANALISIS KOMPARATIF PERTUMBUHAN REKSA DANA SYARIAH SEBELUM DAN

SESUDAH PERUBAHAN TARIF PAJAK PENGHASILAN (PPH) BERUPA

BUNGA OBLIGASI”.

9

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Peraturan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Berupa Bunga Obligasi hlm. 4


(21)

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat diuraikan beberapa identifikasi masalah,

adapun hal tersebut sebagai berikut :

1. Penerapan kebijakan PP No. 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas

penghasilan berupa bunga obligasi, untuk tahun 2014 dan seterusnya

dikenakan tarif 15% dirasakan berat untuk pertumbuhan reksa dana secara

umum, terlebih reksa dana syariah.

2. Beban pajak yang terlalu besar mempengaruhi imbal hasil (return) yang didapatkan akan berkurang.

3. Pertumbuhan reksa dana syariah (market share) masih kurang dari 10% reksa dana total.

4. Pengenaan tarif pajak penghasilan harus disesuaikan, agar tidak menghambat

pertumbuhan atas investasi reksa dana syariah

C. PEMBATASAN MASALAH

Agar pembahasan masalah tetap pada fokus penelitian, peneliti membatasi

masalah sebagai berikut :

a. Pengenaan tarif pajak penghasilan harus disesuaikan, agar tidak


(22)

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah :

a. Bagaimana tingkat pertumbuhan investasi reksa dana syariah antara

sebelum dan sesudah perubahan tarif Pajak Penghasilan terhadap bunga

obligasi?

b. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan investasi reksa dana syariah

antara sebelum dan sesudah perubahan tarif Pajak Penghasilan terhadap

bunga obligasi?

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan sebelum dan sesudah perubahan tarif Pajak Penghasilan terhadap

bunga obligasi.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna

bagi pihak, diantaranya :

a. Bagi Manajer Investasi, penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran apakah terdapat perbedaan sebelum dan sesudah perubahan tarif

Pajak Penghasilan terhadap bunga obligasi.

b. Bagi akademisi adalah untuk dijadikan referensi kajian lebih lanjut,


(23)

penelitian pada lembaga terkait dengan harapan menambah luas wawasan

berpikir khususnya masalah pajak.

c. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat menambah wawasan

mengenai masalah pasar modal, khususnya reksa dana syariah dan

pengenaannya pada pajak terkait.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan penyusunan, skripsi ini dibagi dalam lima bab, yang

memuat ide-ide pokok, kemudian diperinci dalam sub-sub bab yang

mempertegas dan melengkapi gagasan pokok sehingga menjadi satu

pemikiran yang utuh. Kelima bab tersebut adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi ringkasan isi skripsi, yang memuat tentang latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian seta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini Peneliti, menguraikan dan menjelaskan teori mengenai

reksa dana syariah, pajak penghasilan, peraturan pajak yang berkenaan dengan

reksa dana dan review studi terdahulu.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan yang

pembahasan ini, yaitu ruang lingkup penelitian, teknik penentuan sampel, metode


(24)

BAB IV: PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan.

Pembahasan mengenai sejarah pasar modal dan reksa dana syariah, dijelaskan

hasil uji analisis komparasi yang berkorelasi, keterkaitan wawancara dengan hasil

uji data.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh

dari penelitian dan saran-saran yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka


(25)

11

LANDASAN TEORI

A. PAJAK

1. Pengertian Pajak

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 atau disingkat UU KUP merumuskan

pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat1. Sementara iu, sesuai dengan

ketentuan Pasal 1 UU PPh, Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang

dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam

tahun pajak. Apabila kewajiban pajak subjektifnya bermula atau berakhir dengan

pertengahan tahun pajak, subjek pajak tersebut menerima atau memperoleh

penghasilan dalam bagian tahun pajak.

Penjelasan Pasal 2 A UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, menyatakan bahwa

PPh merupakan pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek

pajak yang bersangkutan, dan dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan pada subjek

pajak lainnya. Subjek pajak meliputi setiap orang pribadi atau badan yang

1

Gunadi, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Bee Media Indonesia, Jakarta : 2013, hlm. 2


(26)

dimaksudkan oleh UU PPh untuk dikenakan pajak karena dapat menerima atau

memperoleh penghasilan. Orang pribadi atau badan yang benar-benar menerima

atau memperoleh pernghasilan disebut Wajib Pajak (WP) dan kepadanya

dikenakan PPh. Karakter pajak subjektif, yang pengenaannya memperhatikan

keadaan pribadi WP, misalnya jumlah keluarga, sebetulnya lebih berlaku terhadap

orang pribadi wajib pajak dalam negeri (dengan pemberian penghasilan tidak kena

pajak atau PTKP dan tarif progresif agar tercapai keadilan vertikal pmerataan

pembebanan pajak). Terhadap pajak badan dan semua wajib pajak luar negeri

(WPLN) karena lebih memperhatikan pada objeknya (apalagi pengenaan pajaknya

berdasarkan tarif sepadan/ proporsional –flat rate), PPh lebih berkarakter sebagai pajak objektif. Selain itu, pertalian pemajakan (nexus, tax allegiance atau tax connection factor) UU PPh dapat subjektif bagi wajib pajak dalam negeri (WPDN) atau objektif bagi wajib pajak luar negeri (WPLN). Pemajakan

berdasarkan hubungan subjektif sering disebut pemajakan domisili (residence base transaction), sedangkan pemajakan berdasarkan hubungan objektif disebut pemajakan sumber (source base transaction)2.

2. Penggolongan subjek pajak

Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang oleh UU

Perpajakan dimaksudkan untuk mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk membayar pajak.

WP adalah subjek pajak yang menerima atau memperoleh objek pajak sehingga

dikenakan pajak.

2

Gunadi, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Bee Media Indonesia, Jakarta : 2013, hlm. 2-3.


(27)

Pasal 1 (1) UUPPh, menyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah :

a. Orang Pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan yang menggantikan

yang berhak

c. Badan, dan

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

3. Objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 (1) UU PPh menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah

penghasilan. Setiap hukum termasuk UU Pajak bertujuan menciptakan keadilan.

Dalam Public Finance in Theory and Practice (1989), Musgrave menyatakan bahwa sesuai dengan prinsip manfaat (benefit principle) yang diperoleh masyarakat dari pengeluaran pemerintah, dan beban pajak didistribusikan berdasar

kemampuan bayar (ability to pay) pembayar.

Indikator kemampuan membayar termasuk :

a. Penghasilan

b. Pengeluaran

c. Kekayaan, dan

d. Transfer kekayaan.

UU PPh memanfaatkan penghasilan sebagai indikator kemampuan

membayar dari WP. Penghasilan merupakan ukuran terbaik dari kemanpuan bayar

WP, karenanya UU PPh menjadikannya sebagai basis pemajakan (objek pajak –

income bass transaction). UU PPh merumuskan definisi penghasilan secara konseptual yang luas komprehensif berdasarkan konsep pertambahan accretion


(28)

concept, dan sekaligus merujuk pada beberapa unsur penghasilan, yaitu konsep, pengakuan, sumber, pemanfaatan dan substansi.

Selain itu, UU PPh merumuskan definisi penghasilan secara ilustratif

operasional, sebagai berikut :

a. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan lain dari penghargaan

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta (capital gains)

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya pada sata menghitung Penghasilan Kena Pajak dan pembayaran

tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun

h. Royalti

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

k. Keuntungan karena pembebasan utang

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing

m.Selisih bersih karena penilaian kembali aktiva (revaluasi)

n. Premi asuransi

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang


(29)

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenai pajak

q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU KUP

s. Surplus Bank Indonesia (BI)

B. PASAR MODAL

1. Pengertian Pasar Modal

Pasar modal adalah sarana yang mempertemukan antara pihak yang

memeliki kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit fund), dimana dana yang diperdagangkan merupakan dana jangka panjang. Pasar modal merupakan pasar yang menyediakan sumber pembelanjaan dengan

jangka waktu yang lebih panjang, yang diinvestasikan pada barang modal untuk

menciptakan pasar kerja dan meningkatkan kegiatan perekonomian yang sehat.

Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar

modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Pasar modal dikatakan memiliki fungsi karena pasar modal menyediakan fasilitas

atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang kelebihan

dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki

kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan

memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer (dalam hal ni perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa


(30)

harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan

memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan

memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi

yang dipilih.

Dipasar modal terdapat pasar perdana, pasar sekunder dan bursa pararel.

Untuk lebih jelasnya dijelaskan sebagai berikut:

a. Pasar Perdana

Yang dimaksud pasar perdana adalah penjualan efek/sertifikat atau

penjualan yang dilakukan sesaat sebelum perdagangan di pasar sekunder

atau bursa pararel. Pada pasar ini efek/sertifikat diperdagangkan dengan

harga emisi. Pada pasar perdana perusahaan akan memperoleh dana

dengan menjual sekuritas (saham, obligasi, hipotek). Selanjutnya

perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi tersebut untuk menambah

barang modal dan seterusnya digunakan untuk memproduksi barang dan

jasa. Artinya pasar perdana ini sangat penting untuk pertumbuhan

ekonomi. Penjualan saham dan obligasi ini dilaksanakan oleh

lembaga-lembaga keuangan, investment banker, broker dan dealers. Para perantara ini mengatur baik kepada lembaga maupun perorangan3.

b. Pasar Sekunder

Pasar sekunder adalah penjualan efek/sertifikat setelah pasar

perdana berakhir. Pasar sekunder merupakan pasar dimana surat berharga

di jual setelah pasar perdana. Ditinjau dari sudut investor, pasar sekunder

3

Abdul Manan, Aspek Hukum dan Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 26


(31)

harus dapat menjamin likuiditas dari efek. Artinya, investor menghendaki dapat membeli kembali sekuritas jika ia punya dana dan juga menghendaki

menjual sekuritas untuk memperoleh uang tunai atau dapat mengalihkan

kepada investor lain. Dari sudut pandang perusahaan, pasar sekunder merupakan wadah untuk menghimpun para investor baik investor lembaga maupun investor perorangan.

Apabila pasar sekunder tidak cukup likuid, tentunya investor tidak akan membeli efek-efek pada pasar perdana. Di dalam hal ini,

lembaga-lembaga pasar sekunder meliputi para broker dan dealers yang menjual dan membeli surat berharga untuk para investor. Jual beli dilakukan di bursa reguler bagi para perusahaan yang belum sepenuhnya persyaratan

listing. Emisi pada pasar perdana dan perdagangan pada hakikatnya adalah saling memerlukan satu sama lain. Pasar perdana membutuhkan pasar

sekunder untuk menjamin likuiditas sekuritas sedangkan pasar sekunder

membutuhkan pasar perdana di dalam menambah sekuritas untuk


(32)

Tabel 2.1 Struktuk Pasar Modal

Menteri Keuangan

OJK

Bursa Efek Lembaga Kliring dan Penjamin ( LKP)

Lembaga Penyimpanan Penjamin Simpanan

Perusahaan Efek Lembaga Penunjang

Profesi Penunjang

Menjamin emisi Biro administrasi efek Akuntan Emiten

Perantara Pedagang Bank kustodian

Konsultan

hukum Perusahaan publik Wali amanat Penilai Reksa dana Penasihat keuangan Notaris


(33)

2. Pasar Modal Syariah

Pasar modal (capital market) harus dibedakan dengan pasar uang (money market). Yang dimaksud pasar modal adalah semua semua kegiatan yang bersangkutan dengan perdagangan surat-surat berharga yang telah ditawarkan

kepada publik yang akan/ telah diterbitkan oleh emiten sehubungan dengan

penanaman modal atau peminjaman uang dalam jangka menengah/ panjang

termasuk instrumen derivatifnya. Sedangkan pasar uang pada sisi lain merupakan

pasar surat berharga jangka pendek seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat

Berharga Pasar Uang (SBPU), Commercial Paper Notes (CPN), dan sebagainya4. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pasar modal syariah adalah

pasar modal yang dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah, setiap transaksi

perdagangan surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

syariat Islam.

Prinsip dasar pasar modal syariah dapat digambarkan sebagaimana dalam

skema berikut :

Tabel 2.2 Prinsip Dasar Pasar Modal Syariah

Penyebab Haramnya

Transaksi

Implikasi di Pasar Modal

Li Dzatihi

Efek yang diperjualbelikan harus merupakan

representasi dari barang dan jasa yang halal

Li Ghairi Tadlis 1. Keterbukaan/ transparansi informasi

4

Abdul Manan, Aspek Hukum dan Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 79


(34)

2. Larangan terhadap informasi yang menyesatkan

Taqrir Larangan terhadap transaksi yang mengandung ketidakjelasan objek yang ditransaksikan, baik dari sisi

pembeli maupun penjual

Riba Fadhl Larangan atas pertukaran efek sejenis dengan nilai nominal berbeda

Riba Nasiah Larangan atas perdagangan efek fiscal income yang bukan merupakan representasi ‘ayn

Riba

Jahiliyah

Larangan atas short selling yang menetapkan bunga atas pinjaman

Riba Najasy Larangan melakukan rekayasa permintaan untuk mendapatkan keuntungan di atas laba normal, dengan

cara menciptakan false demand

Ikhtikar Larangan melakukan rekayasa penawaran untuk mendapatkan keuntungan di atas laba normal, dengan

cara mengurangi supply agar harag naik

Tidak sah

akad

Rukun dan

syarat

Larangan atas semua investasi yang tidak dilakuakn

secara spot

Ta’alluq Transaksi yang settlement-nya dikaitkan dengan

transaksi lainnya (menjual saham dengan syarat)


(35)

 Objek sama, pelaku sama, periode sama

C. REKSA DANA

1. Pengertian dan Prinsip Dasar Reksa Dana

Reksa dana adalah suatu bentuk investasi kolektif yang memungkinkan

bagi investor yang memiliki tujuan investasi sejenis untuk mengumpulkan

dananya, agar dapat diinvestasikan dalam bentuk portofolio oleh manajer

investasi. Reksa dana berasal dari dari kata reksa yang berarti jaga atau pelihara, dan kata dana yang berarti uang. Sehingga reksa dana dapat diartikan sebagai kumpulan uang yang dipelihara. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal yang dimaksud dengan reksa dana adalah wadah yang

digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk sealnjutnya

diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

Ada tiga hal terkait dari definisi tersebut, yaitu :

a. Adanya dana dari masyarakat investor

b. Dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek

c. Dana tersebut dikelola oleh manajer investasi.

Dengan demikian, dana yang ada dalam reksa dana merupakan dana

bersama para investor, dan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk

mengelola dana tersebut. Sedangkan reksa dana syariah mengandung pengertian

sebagai reksa dana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu kepada


(36)

Prinsip pengelolaan reksa dana yang sesuai syariah ada 3 yaitu5 :

a. Berinvestasi pada Efek Syariah

Efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanannya yang akad, cara, dan

kegiatan usaha yang menjadi landasan penerbitannya tidak bertentangan

dengan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Kegiatan usaha yang tidak

sesuai dengan prinsip syariah antara lain menggunakan sistem riba/ bunga

bank seperti bank dan perusahaan pembiayaan berbasis bunga, perusahaan

yang memproduksi rokok dan minuman keras, perjudian, jual beli risiko

yang mengandung unsur ketidakpastian seperti asuransi konvensional.

Selain itu, meski sudah sesuai dengan prinsip syariah ssecara rasio

keuangan juga harus dipenuhi lagi 2 syarat yaitu rasio antara total utang

yang mengandung bunga dibandingkan total aset maksimal 45%, dan rasio

antara pendapatan yang tidak sesuai prinsip syariah seperti pendapatan

bunga maksinal 10% dari total pendapatan.

Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia (BEI)

mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) setiap 6 bulan. Pada daftar itulah

investor bisa mengetahui saham dan obligasi mana yang sesuai dengan

prinsip syariah dan mana tidak. Dalam kasus tertentu revisi daftar efek

syariah dapat dilakukan kurang dari 6 bulan apabila ada perusahaan yang

dalam perjalanannya melakukan, menerbitkan atau meminjam uang ke

bank yang menyebabkan rasio utangnya lebih besar dari ketentuan.

5Rudiyanto, “Reksa dana Syariah”, artikel diakses pada 28 Agustus 2

016 dari http://kompas.com/2015


(37)

Manajer investasi yang mengelola reksa dana syariah hanya bisa

menempatkan dananya pada saham dan obligasi yang masuk dalam Daftar

Efek Syariah.

b. Adanya Proses Cleansing

Yang dimaksud dengan cleansing adalah proses pembersihan reksa dana syariah dari pendapatan yang sifatnya tidak sesuai dengan prinsip

syariah dimana pendapatan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk

tujuan amal. Sebagai produk keuangan, ada kemungkinan pendapatan yang

sifatnya tidak syariah masuk dalam reksa dana. Sebagai contoh, bunga

mengendap. Ketika masyarakat berinvestasi di reksa dana, rekening bank

kustodian yang digunakan umumnya merupakan bank umum karena belum

ada bank syariah yang menjadi bank kustodian.

Dana yang disetorkan masyarakat ada yang langsung ditarik dan

dipindahkan ke rekening utama, ada pula yang dibiarkan mengendap dulu

beberapa waktu dan baru ditarik jika jumlahnya sudah signifikan. Dari

dana yang mengendap tersebut, walaupun kecil umumnya bank akan

memberikan bunga. Pendapatan bunga itulah selanjutnya harus dicatat

terpisah karena tidak bisa diakui sebagai pendapatan dan selanjutnya akan

diamalkan. Proses tersebut disebut dengan cleansing. Skenario lain, dana

cleansing juga berpotensi muncul dari aksi korporasi yaitu penerbitan utang. Sebagai contoh suatu perusahaan yang unit usaha dan rasio

keuangannya yang telah memenuhi prinsip syariah melakukan pinjaman ke


(38)

Akibat dari aksi tersebut, rasio utang mencapai lebih dari 45 persen,

sehingga oleh OJK dan BEI dikeluarkan dari Daftar Efek Syariah.

Ternyata sewaktu dikeluarkan, Manajer Investasi reksa dana syariah belum

sempat menjual semua saham dan harganya mengalami kenaikan.

Kenaikan harga yang terjadi setelah suatu saham dikeluarkan dari Daftar

Efek Syariah selanjutnya juga tidak boleh diakui sebagai pendapatan reksa

dana dan harus dicatatkan terpisah.

c. Adanya Dewan Pengawas Syariah

Berbeda dengan reksa dana konvensional yang hanya terdiri dari 2

pihak yaitu Bank Kustodian dan Manajer Investasi, ada tambahan satu

pihak lagi dalam reksa dana syariah yaitu Dewan Pengawas Syariah

(DPS). Dewan pengawas syariah adalah dewan yang mengawasi

pemenuhan prinsip syariah pada suatu reksa dana yaitu investasi sesuai

DES dan Cleansing. Mereka merupakan pihak independen yang ahli

tentang pasar modal dan hukum syariah. Dewan Pengawas Syariah juga

bisa memberikan rekomendasi terhadap penyaluran dana cleansing.

2. Mekanisme Kegiatan Reksa Dana Syariah

Dalam reksa dana syariah, investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen

keuangan yang sesuai dengan Syariah Islam melalui saham yang sudah diadakan

lewat penawaran umum dan pembagian dividen berdasarkan pada tingkat laba

usaha, penempatan dalam deposito Bank Umum Syariah dan Surat Hutang Jangka


(39)

Terkait dengan mekanisme operasional, terdiri atas dua akad yaitu :

a. Antara pemodal dengan Manajer Investasi dilakukan dengan akad

wakalah,

b. Antara Manajer Investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan akad

mudharabah.

Akad wakalah yang dipakai dalam kontrak antara pihak investor dengan manajer investasi pada intinya adalah perjanjian pemberian kuasa

kepada manajer investasi untuk melaksanakan pengelolaan dana yang telah

dipercayakan olehnya dengan harapan para investor akan mendapatkan

keuntungan dari dana yang diinvestasikannya. Dengan demikian investor berperan sebagai shahibul maal, sedangkan manajer investasi berperan sebagai mudharib-nya.

Adapun akad yang dibuat antara manajer investasi dan pengguna

investasi dengan akad mudharabah mempunyai karakterishtik-karakteristik sebagai berikut:

a. Pembagian keuntungan antara pemodal (shahibul maal) yang diwakili oleh manajer investasi dan pengguna investasi berdasarkan pada proporsi yang

telah disepakati oleh kedua belah pihak melalui manajer investasi sebagai

wakil dan tidak ada jaminan atas hasil investasi tertentu kepada pemodal.

b. Pemodal hanya menanggung risiko sebesar dana yang telah diberikan

c. Manajer investasi sebagai wakil tidak menanggung risiko kerugian atas

investasi yang dilakukannya sepanjang bukan karena kelalaiannnya (gross negligence/tafrith).


(40)

Gambar 2.1 Flow Chart Mekanisme Reksa Dana Syariah6

(3) OJK

(1)

Investor

(2) Manajer Invetasi

(5) Pasar Modal

Deposito, SBI, Obligasi,

Saham dll.

(4) Bank Kustodian

(6) Swasta dan

Pemerintah

Keterangan Flow Chart:

1) Investor mendapatkan Unit Penyertaan dari Manajer Investasi setelah

terlebih dahulu menyetorkan dana ke Bank Kustodian.

6

Abdul Ghofur Ansori, Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia, Bandung: 2008, hlm. 90


(41)

2) Manajer Investasi mendapatkan setoran dana dari Investor melalui Bank

Kustodian, sehingga Manajer Investasi kemudian berkewajiban

menyerahkan Unit Penyertaan kepada Investor

3) OJK sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap

kegiatan usaha yang dilakukan oleh Manajer Investasi, sehingga OJK

berhak mendapatkan laporan dari Manajer Investasi perihal kegiatan

operasionalnya.

4) Bank Kustodian sebagaimana disebut di atas merupakan pihak yang

menjadi perantara antara investor dengan Manajer Investasi.

5) Portofolio yang terkumpul pada Manajer Investasi akan dikelola untuk

melakukan transaksi di Pasar Modal untuk membeli Efek yang dapat

berupa Deposito, SBI, Obligasi, Saham dll.

6) Pihak pemerintah dan swasta sebagai badan yang membutuhkan

modal/atau tambahan modal sehingga mengeluarkan Efek untuk dijual

kembali kepada publik melalui Pasar Modal.

3. Bentuk – bentuk Reksa Dana

Dilihat dari bentuknya, reksa dana dapat dibedakan menjadi7 :

a. Reksa Dana Perseroan

Reksa dana perseroan adalah perusahaan yang kegiatannya

menghimpun dana dengan menjual saham, selanjutnya dana dan penjualan

saham tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis efek yang

7

Abdul Manan, Aspek Hukum dan Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 154


(42)

diperdagangkan di pasar uang dan pasar modal, wujud dari bentuk reksa

dana ini dapat berbentuk reksa dana tertutup dan reksa dana terbuka.

Reksa dana perseroan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Bentuk hukumnya adalah Perseroan Terbatas (PT)

2) Pengelolaan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara

direksi perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk

3) Penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara

direksi perusahaan dengan bank kustodian.

b. Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif (Contractual Type)

Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif dibentuk antara

manajer investasi dengan bank kustodian. Manajer investasi bertugas dan

bertanggung jawab dalam mengelola portofolio reksa dana. Sedangkan

bank kustodian bertugas dan bertanggung jawab dalam pengadministasian

dan menyimpan kekayaan reks dana. Setelah mendapat izin dari OJK,

manajer investasi dapat melakukan penawaran umum. Sebagai bukti

penanaman modal, maka investor memperoleh unit penyertaan. Harga per

unit penyertaan berdasarkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit

penyertaan. Setiap saat perusahaan reksa dana berkewajiban membeli

kembali unit penyertaan yang dijual kembali investor. Dana yang

terkumpul tersebut oleh Manajer Investasi digunakan untuk membentuk


(43)

Sedangkan jenis-jenis reksa dana ditinjau dari segi sifat, yaitu

sebagai berikut8 :

a. Open-end Fund

Open-end Fund (Reksa Dana Terbuka) berarti bahwa Reksa Dana memberi kemungkinan bagi investor untuk membeli saham atau Unit

Penyertaan dari Reksa Dana dan dapat menjual kembali Reksa Dana tanpa

dibatasi berapa banyak jumlah saham atau Unit Penyertaan yang

diterbitkan. Nilai transaksi didasarkan atas nilai pada saat transaksi

tersebut dilakukan (current value) atau disebut dengan Net Asset Value

(NAV) atau Nilai Aktiva Bersih (NAB), yang penghitungannya dilakukan

setiap hari. NAB ini menggambarkan nilai setiap lembar saham atau Unit

Penyertaan di dalam portofolio Reksa Dana.

Jumlah saham atau Unit Penyertaan yang beredar dalam Reksa Dana

Terbuka bisa berubah sewaktu-sewaktu. Hal ini dimungkinkan karena

Reksa Dana yang terbuka berbentuk PT diwajibkan untuk membeli

kembali saham atau menerbitkan saham baru apabila terjadi

penjualan/pembelian saham oleh investor. Dengan demikian Reksa Dana

yang berbentuk kontrak (perjanjian) KIK diwajibkan untuk selalu membeli

kembali Unit Penyertaan atau menerbitkan Unit Penyertaan baru bagi

investasi baru. Demikian pula berarti, Reksa Dana terbuka dapat menjual

saham atau Unit Penyertaan secara terus-menerus sepanjang terdapat

investor yang ingin membeli. Jadi, bentuk Reksa Dana ini terbuka untuk

8

Abdul Ghofur Ansori, Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia, Bandung: 2008, hlm. 83


(44)

menerima investor baru setiap saat. Pada sisi sebaliknya, investor dapat

menjual kembali saham atau Unit Penyertaan yang dimilikinya kepada

manajer investasi bila diinginkan. Dengan kata lain, Reksa Dana terbuka

akan membeli kembali saham atau Unit Penyertaan apabila terdapat

investor yang menjualnya kembali (redeem). b. Closed-end Fund

Closed-end Fund atau Reksa Dana Tertutup adalah reksa dana yang jumlah saham beredarnya tidak berubah. Dengan demikian, reksa dana

tertutup hanya dapat menjual saham reksa dana kepada investor sampai

batas jumlah modal dasar dalam anggaran dasar. Disebut reksa dana

tertutup, karena reksa dana ini tertutup dalam jumlah saham yang bissa

diterbitkan, atau dalam hal menerima masuknya investor baru melalui

penerbitan saham baru. Reksa dana tetutup ini tidak membeli kembali

(redeeem) saham-sahamnya yang telah dijual kepada investor. Dengan kata lain, investor tidak dapat menjual kembali saham-saham yang telah

dibeli kepada reksa dana yang bersangkutan.

c. Unit Invesment Trust

Reksa dana dengan jenis unit investment trust (UIT) merupakan suatu perusahaan bidang investasi yang membeli portofolio Efek

(berdasarkan perjanjian Trust Indenture) dengan menggunkan kumpulan dana (harta kekayaan) dari pemegang saham atau Unit Penyertaan.

Portofolio obligasi kemudian akan disimpan pada Trustee (biasanya bank) sebagai kustodian langsung sampai dengan batas jatuh tempo dari


(45)

obligasi-obligasi tersebut. setelah jatuh tempo maka dibayar kepada pemegang

saham atau Unit Penyertaan UIT, yang sudah membeli saham atau Unit

Penyertaan dari UIT pada saat penawaran umum pertama kali UIT

tersebut. UIT tidak memberikan hak untuk bersuara sebagaimana halnya

saham dan reksa dana perseroan terbatas.

Dilihat dari portofolio investasinya, reksa dana dapat dibedakan

menjadi9 :

a. Reksa dana pasar uang (money market funds)

Reksa dana jenis ini hanya melakukan investai pada Efek yang

bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya

adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.

b. Reksa dana pendapatan tetap (fixed income funds)

Reksa dana jenis ini melakukan investasi sekurang-kurangnya 80%

dari aktiva dalam bentuk Efek yang bersifat utang. Reksa dana pendapatan

tetap memiliki risiko yang relatif lebih besar dari reksa dana pasar uang.

Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.

c. Reksa dana saham (equity funds)

Reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80%

Efek yang bersifat ekuitas. Karena investasinya dilakukan pada saham,

maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis reksa dana sebelumnya, namun

menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.

9

Abdul Manan, Aspek Hukum dan Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 158


(46)

d. Reksa dana campuran (discretionary funds)

Reksa dana campuran melakukan investasi dalam bentuk efek yang

bersifat ekuitas dan efek yang bersifat utang.

4. Nilai Aktiva Bersih (NAB)

Nilai aktiva bersih atau yang dalam Bahasa Inggris disebut Net Asset Value (NAV) adalah acuan perhitungan harga dari reksa dana. Setelah sesi perdagangan selesai, nilainya setiap hari akan dihitung oleh Bank Kustodian lalu

diterbitkan (untuk jenis reksa dana terbuka) oleh Manajer Investasi (MI) serta

dipublikasikan ke berbagai media. NAB dapat dihitung dengan menjumlahkan

total ativa bersih keseluruhan reksa dana dibagi dengan jumlah unit yang beredar.

Pada hari pertama Penawaran Umum sebuah reksa dana, NAB/UP ditetapkan

sebesar Rp 1.000,- ini sesuai regulasi yang berlaku. Selanjutnya perhitungan

NAB/UP berubah sesuai dengan pergerakan nilainya.

Dengan demikian perhitungan NAB dapat dirumuskan sebagai berikut:

Sedangkan total aktiva bersih sendiri berasal dari nilai pasar setiap jenis

aset investasi seperti saham, obligasi, surat berharga pasar uang, serta deposito,

ditambah dividen saham dan kupon obligasi, kemudian dikurangi biaya

operasional reksa dana seperti Manajer Investasi, biaya Bank Kustodian dan

lain-lain. Harga NAB/UP juga bisa berubah ketika dana kelolaan atau Asset Under Manajemen (AUM) ditingkatkan oleh Manajer Investasi.

Total aktiva bersih dapat dirumuskan sebagai berikut:


(47)

a. Ilustrasi penghitungan NAB/UP terhadap investasi reksa dana

Tuan A ingin berinvestasi sebesar Rp 5.000.000,- di sebuah reksa

dana syariah NAB awal seharga Rp 1.000,- per Unit Penyertaan. Jumlah

unit yang Tuan A miliki ditetapkan setelah dana Rp 5.000.000,- tersebut

dikurangi fee (biaya) yang ditetapkan Manajer Investasi bersangkutan, lalu dibagi NAB awal. Jika fee yang ditetapkan sebesar 0,1 %, nilai investasi bersih Tuan A Rp 4.955.000,- (setelah dikurangi fee). Maka, Tuan A memiliki Rp 4.995.000,- dibagi Rp 1.000,-, yaitu 4.995 unit.

Jika setelah satu bulan NAB reksa dana syariah naik menjadi Rp

1.180 per unit. Maka dana investasi akan bertumbuh 18%. Bila Tuan A

menjualnya diharga Rp 1.180/UP, maka Tuan A akan mendapatkan dana

sebesar harga tersebut dikalikan dengan jumlah Unit Penyertaan Tuan A,

yakni 4.955, menjadi senilai Rp 5.846.900,-. Akan tetapi, hasil tersebut

harus dikurangi dengan fee penjualan (jika diberlakukan). Jika fee tersebut sebesar 0,1%, maka nilai bersih hasil penjualan reksa dana Tuan A sebesar

Rp 5.841.053.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, harga NAB tidak menunjukan

murah atau mahalnya suatu reksa dana. Ini karena NAB reksa dana yang

baru melakukan penawaran umum tentulah lebih kecil dibandingkan


(48)

reksa dana disebabkan aset-aset reksa dana tersebut telah mengalami

kenaikan nilai yang tinggi10.

5. Manfaat dan Risiko Investasi melalui Reksa Dana

Sebelum membahas mengenai keuntungan dan risiko dalam investasi

melalui reksa dana, perlu dikemukakan bahwa setiap reksa dana mempunyai sifat

portofolio investsi yang berbeda-beda11.

Adapun sifat investai reksa dana meliputi tiga jenis kategori, yaitu :

a. Growth Fund

Reksa dana ini mempunyai portofolio investasi yang bertujuan untuk

mendapatkan pertumbuhan keuntungan yang tinggi. Jenis investasinya

mempunyai sifat volatilitas yang cukup tinggi, seperti investasi instrumen saham.

b. Stable Fund

Reksa dana ini mengutamakan jenis portofolio investasi yang

bertujuan mendapatkan pertumbuhan keuntungan yang stabil. Jenis

investasinya mempunyai sifat volatilitas yang agak kurang, seperti investasi di instrumen obligasi.

c. Safety Fund

Reksa dana ini lebih mengutamakan keamanan atas dana investasi

dan tidak menyukai adanya volatilitas harga atau ketidakstabilan pendapatan dari instrumen investasinya. Manajer investasi reksa dana jenis

10 Bareksa, “Nilai Aktiva Bersih (NAB) dan Perhitungannya”. Artikel diakses pada 14 September 2016 dari http://www.m.bareksa.com/id/text/2014/03/05

11

Abdul Ghofur Ansori, Aspek Hukum Reksa Dana Syariah di Indonesia, Bandung: 2008, hlm. 56


(49)

safety fund ini cenderung melakukan investasi di instrumen pasar uang, seperti deposito.

1. Keuntungan Investasi melalui Reksa Dana

a. Diversifikasi investasi

Diversifikasi yang terwujud dalam bentuk portofolio akan

menurunkan tingkat risiko. Reksa dana melakukan diversifikasi dalam

berbagai instrumen Efek, sehingga dapat menyebarkan risiko atau

memperkecil risiko. Investor walaupun tidak memiliki dana yang cukup

besar dapat melakukan diversifikasi investasi dalam beberapa Efek

sehingga dapat memperkecil risiko. Hal ini berbeda dengan pemodal

individual yang misalnya hanya dapat membeli satu atau dua jenis Efek

saja. Adanya diversifikasi investasi ditujukan untuk memperkecil risiko

kerugian.

b. Kemudahan investasi

Reksa dana mempermudah investor untuk melakukan investasi di

pasar modal. Kemudahan investasi tercermin dari kemudahan pelayanan

administrasi dalam pembelian maupun penjualan kembali Unit Penyertaan.

Kemudahan juga diperoleh investor dalam melakukan reinvestment

pendapatan yang diperolehnya sehingga Unit Penyertaannya dapat terus


(50)

c. Efisiensi biaya dan waktu

Karena reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak investor,

maka biaya investasinya akan lebih murah bila dibandingkan dengan jika

investor melakukan transaksi secara individual di bursa. Pengelolaan yang

dilakukan oleh manajer investasi secara profesional, tidak perlu bagi

investor untuk memantau sendiri kinerja investasinya tersebut.

d. Likuiditas

Pemodal dapat mencairkan kembali saham atau unit penyertaan

setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana,

sehingga memudahkan investor untuk mengelola kasnya. Reksa dana

wajib membeli kembali unit penyertaan, sehingga sifatnya menjadi likuid.

e. Transparansi informasi

Reksa dana diwajibkan memberikan informasi atas perkembagan

portofolio dan biayanya, secara berkala dan kontinyu, sehingga pemegang

unit penyertaan dapat memantau keuntungan, biaya dan risikonya.

2. Risiko Investasi dengan Reksa Dana

a. Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan

Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham,

obligasi dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa

dana tersebut.

b. Risiko likuiditas

Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi manajer investasi


(51)

(redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi akan mengalami kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption

tersebut.

c. Risiko politik dan ekonomi

Perubahan kebijakan ekonomi dan politik dapat mempengaruhi

kinerja bursa dan perusahaan sekaligus. Dengan demikian harga sekuritas

akan terpengaruh yang kemudian mempengaruhi portofolio yang dimiliki

reksa dana.

d. Risiko pasar

Hal ini terjadi karena nilai sekuritas di pasar Efek memang

berfluktuasi sesuai dengan kondisi ekonomi secara umum. Terjadinya

fluktuasi di pasar Efek akan berpengaruh langsung pada nilai bersih

portofolio, terutama jika terjadi koreksi atau pergerakan negatif.

e. Risiko inflasi

Terjadinya inflasi akan menyebabkan menurunnya total real return

investasi. Pendapatan yang diterima dari investasi dalam reksa dana bisa

jadi tidak dapat menutup kehilangan karena menurunnya daya beli (loss of purchasing power).

f. Risiko nilai tukar

Risiko ini dapat terjadi jika terdapat sekuritas luar negeri dalam

portofolio yang dimiliki. Pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi nilai

sekuritas yang termasuk foreign investment setelah dilakukan konversi dalam mata uang domestik.


(52)

g. Risiko spesifik

Risiko ini adalah risiko yang dimiliki oleh setiap sekuritas.

Disamping dipengaruhi pasar secara keseluruhan, setiap sekuritas

mempunyai risiko sendiri-sendiri. Setiap sekuritas dapat menurun nilainya

jika kinerja perusahaannya sedang tidak bagus atau juga adanya

kemungkinan mengalami default, tidak dapat membayar kewajibannya. h. Risiko Wanprestasi

Wanprestasi (default) dapat terjadi akibat adanya kondisi luar biasa (force majeur) yang menyebabkan kegagalan emiten dalam memenuhi kewajibannya.

D. Peraturan dan Perundang-undangan Tentang Reksa Dana

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 17 ayat

(7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sesuai

ketentuan Pasal 4 pada ayat (1), penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud

pada ayat ini merupakan objek pajak.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain :

a. Perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan

tabungan masyarakat.


(53)

c. Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun

Direktorat Jenderal Pajak.

d. Pemerataan dalam pengenaan pajaknya, dan

e. Memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.

Atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan

tersendiri dalam pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam

pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya

dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan atau pemungutan

diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Obligasi sebagaimana dimaksud

pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua

belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang

dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat

Perbendaharaan Negara12.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 (pengganti Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan

Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau Dilaporkan Perdagangannya di

Bursa Efek.

Menurut Pasal 2 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2009, bahwa atas

penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga

Obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

12

Direktorat Jenderal Pajak, UU Nomor 36 Tahun 2008 (Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak, 2013) h.29


(54)

Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1) adalah:

a. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar:

1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap

2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan

persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri

selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa

kepemilikan.

b. Diskonto dari Obligasi dan kupon sebesar:

1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap.

2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan

persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri

selain bentuk usaha tetap, dari selisih harga jual atau nilai nominal di

ats harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.

c. Diskonto dari Obligasi bunga sebesar:

1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap.

2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan

persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri

selain bentuk usaha tetap, dari selisih harga jual atau nilai nominal di


(55)

d. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh

Wajib Pajak reksa dana yang terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan (saat

itu bernama Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan)

sebesar :

1) 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010

2) 5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, dan

3) 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya13.

3. PMK Nomor 07/PMK.011/2012 perubahan PMK No 85/PMK.03/2011

tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan

atas Bunga Obligasi

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 5 PP Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak

Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi, perlu menetapkan

PMK tentang Perubahan atas PMK Nomor 85/PMK.03/2011 tentang Tata

cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga

Obligasi.

Beberapa ketentuan dalam PMK Nomor 85/PMK.03/2011 diubah

sebagai berikut:

a. Diantara Pasal 3 dan Pasal 4 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 3A

sehingga berbunyi sebagai berikut:

13

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, PP Nomor 16 Tahun 2009 (Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2009) h. 2-5


(56)

Dalam hal terdapat diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan

Obligasi, diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan

penghasilan bunga berjalan.

b. Ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 5

berbunyi sebagai berikut:

1) Penjualan Obligasi wajib memberitahukan kepada pemotong pajak

mengenai harga perolehan dan tanggal perolehan Obligasi yang

sebenarnya, untuk keperluan penghitungan bunga dan/atau diskonto

yang menjadi dasar pemotongan Pajak Penghasilan

2) Dalam hal Obligasi yang dijual tidak dapat ditentukan harga perolehan

dan tanggal perolehan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), harga perolehan dan tanggal perolehan yang wajib

diberitahukan oleh penjual obligasi kepada pemotong pajak ditentukan

dengan cara mendahulukan harga perolehan dan tanggal perolehan

obligasi sejenis yang diperoleh pertama (metode First In First Out). 3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)

dilakukan dengan menyerahkan formulir Bukti Pemotongan Pajak

Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2) dari pembelian Obligasi tersebut

dikemudian hari.

4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi

penjual Obligasi yang tidak diberlakukan pemotongan Pajak


(57)

5) Dalam hal penjual Obligasi tidak memberitahukan harga perolehan

Obligasi sesuai ketentuan sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), atas

penghasilan bunga atau diskonto yang tidak atau diberitahukan,

dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan sebagaimana

diatur dalam PMK 85/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemotongan,

Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi

beserta perubahannya dalam tahun diketahuinya ketidakbenaran

dimaksud dalam dikenai sanksi administrasi berupa bunga.

c. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A,

sehingga berbunyi sebagai berikut:

Terhadap pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas

bunga Obligasi sejak tanggal 23 Mei 2011 sampai dengan berlakunya

Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1) Dalam hal tanggal perolehan dan harga perolehan Obligasi dapat

diketahui, perhitungan bunga dan/atau diskonto Obligasi pada saat

penjualan ditentukan sesuai dengan harga perolehan dan tanggal

perolehan yang sebenarnya, atau dengan cara mendahulukan harga

perolehan Obligasi sejenis yang diperoleh pertama (First In First Out) 2) Dalam hal tanggal perolehan dan harga perolehan Obligasi tidak dapat

diketahui, perhitungan bunga dan/atau diskonto Obligasi pada saat

penjualan ditentukan dengan cara mendahulukan harga perolehan dan


(58)

harga perolehan Obligasi sejenis yang diperoleh pertama (First In First Out)

3) Perolehan diskonto negatif atau rugi dalam penjualan obligasi dapat

diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan berupa Bunga Obligasi.

Untuk lebih mendorong pengenaan reksa dana di Indonesia, serta

peningkatan peran reksa dana untuk menyerap obligasi dan meningkatkan

likuiditas pasar obligasi di Indonesia dan meningkatkan likuiditas pasar

obligasi di Indonesia.

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2009 tentang Pajak Penghasilan atas Perubahan Berupa Bunga Obligasi

diubah sebagai berikut:

b. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) diubah dan menambahkan 1 (satu) ayat, yakni

ayat (3), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

1) Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa

Bunga Obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat

final.

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal

penerima penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah:

a) Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya


(59)

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-undang

Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36

tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor

7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

b) Wajib Pajak bank didirikan di Indonesia atau cabang Bank luar

negeri di Indonesia.

3) Penghasilan berupa bunga Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikenai

Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-undang

Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nnomor 36

Tahun 2008 tentang perubahan keempatatas Undang-undang Nomor 7

tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

c. Ketentuan Pasal 3 huruf d angka 1) dihapus, angka 2) dan 3) diubah,

sehingga Pasal 3 huruf berbunyi:

1) Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh

Wajib Pajak reksa dana yang terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan

sebesar:

a) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap

b) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan


(60)

negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai

dengan masa kepemilikan.

2) Diskonto dari Obligasi dan kupon sebesar:

a) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap.

b) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan

persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar

negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih harga jual atau nilai

nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga

berjalan.

3) Diskonto dari Obligasi bunga sebesar:

a) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap.

b) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan

persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar

negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih harga jual atau nilai

nominal di atas harga perolehan Obligasi

4) Bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh

Wajib Pajak reksa dana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan

sebesar:

a) 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020, dan


(61)

E. Studi Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan Ria Nurhafiza, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009), dengan judul skripsi “Analisis Pengenaan Pajak Reksa Dana Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan UU Pajak No. 17

Tahun 2000” tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan antara tingkat pertumbuhan investasi reksa dana pada saat sebelum

dan sesudah dilaksanakan Undang-undang No. 17 Tahun 2000. Hasil dari

penelitian ini yaitu terdapat pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan

investasi reksa dana pada saat sebelum dan sesudah penerapan

Undang-undang No. 17 Tahun 2000.

2. Penelitian yang dilakukan Yayu Poryamah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011), dengan judul skripsi “Analisis Komparatif Pertumbuhan Reksa Dana Sebelum dan Setelah Penerapan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008”, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara

tingkat pertumbuhan investasi reksa dana sebelum dan sesudah penerapan

UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan mengetahui dampak dari undang-undang


(62)

48 A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data primer berupa

wawancara dan data sekunder. Data primer wawancara dilakukan terhadap

Direktorat Pasar Modal Syariah juga pengambilan data sekunder yang dilakukan

di sumber yang sama yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). penelitian ini berjudul “Analisis Komparatif Pertumbuhan Reksa Dana Syariah Sebelum dan Sesudah Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Terhadap Bunga Obligasi”.

B. Metode Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang dipilh ialah non probability sampling, setiap unsur yang terdapat dalam populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan

probabilitas anggota tertentu untuk terpilih tidak diketahui. Pemilihan unit sampel

didasarkan pada pertimbangan atau penilaian subjektif dan tidak pada penggunaan

teori probabilitas. Teknik non probability sampling yang dipilih adalah

convenience sampling, dimana teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan atau peneliti memilih sampel


(63)

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu pengumpulan data primer dan sekunder

dalam suatu penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting,

karena data yang dikumpulkan akan digunakan untuk pemecahan masalah yang

sedang diteliti atau untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Pengumpulan

data suatu prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang

diperlukan, selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan

masalah yang dipecahkan1.

Metode pengumpulan data yang umum digunakan adalah wawancara,

kuesioner dan observasi. Wawancara sendiri ialah proses memperoleh keterangan

data untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara

pewawancara dan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan

wawancara. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan kepada Direktorat Pasar

Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan Bapak Primandanu Febriyan untuk

memperoleh data sekunder yang mendukung hipotesis penelitian. Sedangkan data

sekunder diperoleh peneliti melalui studi kepustakaan (library research), dengan mengolah data dari OJK juga membaca literatur yang dibutuhkan untuk

menunjang penelitian ini.

1

Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif, 2013. Bumi Aksara : Jakarta. hlm, 39.


(64)

D. Metode Analisis dan Pengolahan Data

1. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian, dibutuhkan sebuah pemahaman yang

benar dalam menggunakan pendekatan. Peneliti menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan tujuan untuk menunjukan pengaruh serta perbandingan antar

variabel. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai

objek penelitian, dan variabel tersebut harus didefinikan dalam bentuk

operasionalisasi dari masing-masing variabel. Reabilitas dan validitas merupakan

syarat mutlak yang harus dipenuhi, karena kedua elemen tersebut akan

menentukan kualitas hasil penelitian2.

2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai,

berupa kuantitatif maupun kualitatif yang dapat berubah nilainya3. Variabel yang

digunakan Peneliti adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas

(independent), adalah faktor, hal atau unsur yang dianggap dapat menentukan variabel lainnya. Sedangkan variabel terikat (dependent), adalah gejala yang muncul atau berubah karena variabel lain. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel bebas (independent) adalah Perubahan tarif Pajak Penghasilan terhadap bunga obligasi (X1), sedangkan variabel terikat (dependent) adalah pertumbuhan reksa dana syariah (Y).

2

Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif, 2013. Bumi Aksara : Jakarta. hlm, 30.

3

Syofian Siregar, Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif, 2013. Bumi Aksara : Jakarta. hlm 18


(1)

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Pasal 3 Huruf a

Yang dimkasud dengan “Obligasi dengan kupon” dikenal dengan istilah interest bearing debt securities.

Yang dimaksud dengan “masa kepemilikan” dikenal dengan istilah holding period.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “bunga berjalan” dikenal dengan istilah accrued interest.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Obligasi tanpa bunga” dikenal dengan istilah non interest bearing debt securitues.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal II Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 5488


(2)

Data View pada SPSS Data Editor

Perhitungan Manual Uji Analisis Komparasi 1) Membuat Tabel Penolong

Perbandingan

Sebelum (x)

Sesudah

(y) (x-x¯ )² (y-ӯ)² 1 723.40 5564.79 4821792.356 12111137.771 2 2203.09 8050.07 512896.604 989678.770 3 1814.80 9432.19 1219827.473 149996.642 4 4629.22 11158.00 2923970.041 4465208.514 5 5225.78 11019.43 5320043.736 3898784.517 14596.29 45224.48 14798530.210 21614806.214 2) Menghitung rata-rata nilai sampel

a) Sebelum perubahan

x¯ = ∑ = = 2929.258 b) Setelah perubahan

Ӯ = ∑ = = 9044.896 3) Menghitung nilai varians

a) Sebelum perubahan Sx² =

= = 3699632.553 b) Sebelum perubahan

Sy² =

= = 5403701.553 4) Menghitung Nilai Standar Deviasi

a) Sebelum perubahan

Perbandingan Sebelum Sesudah 1 723.40 5564.79 2 2203.09 8050.07 3 1814.80 9432.19 4 4629.22 11158.00 5 5225.78 11019.43


(3)

Sx = √∑

= √

= √ = 1923.442

Nilai standar deviasi (Sx) diubah ke dalam bentuk persentase dengan nilai ∑ sebagai penyebutnya

Sehingga,

= 0.012%

b) Sebelum perubahan Sy = √∑

= √

= √ = 2324.586

Nilai standar deviasi (Sy) diubah ke dalam bentuk persentase dengan nilai ∑ sebagai penyebutnya

Sehingga, = 0.010% 5) Menghitung Nilai Korelasi

a) Membuat tabel penolong

Tabel Penolong Untuk Mencari Nilai Korelasi

Sebelum Sesudah XY x² y²

1 723.40 5564.79 4025569.086 523307.560 30966887.744 2 2203.09 8050.07 17735028.716 4853605.548 64803627.005 3 1814.80 9432.19 17117538.412 3293499.040 88966208.196 4 4629.22 11158.00 51652836.760 21429677.808 124500964.000 5 5225.78 11019.43 57585116.905 27308776.608 121427837.525 14596.29 45224.48 148116089.880 57408866.565 430665524.470

b) Menghitung nilai korelasi r = ∑ ∑ ∑


(4)

=

=

= 0.899

6) Menghitung nilai t

thitung =

=

=

=

=

=

= -13.328

7) Menentukan nilai t tabel

Dengan tarif signifikan α = 0.05 karena uji dua sisi, maka nilai = = 0.025. Kemudian dicari ttabel distribusi –t dengan ketentuan: db = n-1, db

=5-1 =19. Sehingga t(α,db)= t(0.025,4 )= 2.776.

Dengan membandingkan ttabel dan thitung

- ttabel≤ thitung≤ ttabel (α/2), maka Ho diterima

Teryata: -2.776 > -13.328, maka Ho ditolak.

T-TEST PAIRS=Sebelum WITH Sesudah (PAIRED) /CRITERIA=CI(.9500)

/MISSING=ANALYSIS.


(5)

Notes

Output Created 12-Oct-2016 15:38:41

Comments

Input Data D:\hafidz\hafidz\SKRIPSI\transform.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none> N of Rows in Working Data File 5

Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each analysis are based on the cases with no missing or out-of-range data for any variable in the analysis.

Syntax T-TEST PAIRS=Sebelum WITH Sesudah

(PAIRED)

/CRITERIA=CI(.9500) /MISSING=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.016

Elapsed Time 00:00:00.016

[DataSet1] D:\hafidz\hafidz\SKRIPSI\transform.sav

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Sebelum 2.9193E3 5 1923.44289 860.18981

Sesudah 9.0449E3 5 2324.58632 1039.58661

Nilai standar deviasi (Sx) pada penyajian di bab IV diubah ke dalam bentuk persentase dengan nilai ∑ sebagai penyebutnya. Sehingga,


(6)

0.012%. Dan nilai standar deviasi (Sy) diubah ke dalam bentuk persentase dengan nilai ∑ sebagai penyebutnya. Sehingga,

= 0.010%.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Sebelum & Sesudah 5 .900 .037

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 Sebelum

- Sesudah

-6.12564E3 1027.74106 459.61977 -7401.74707 -4849.52893 -13.328 4 .000

Nilai standar deviasi (S) diubah ke dalam bentuk persentase dengan nilai

∑ ∑ sebagai penyebutnya. Sehingga,