B Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Bangsa

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang berjudul Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Bangsa.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin

.

Surakarta, 14 September 2016

Penulis


(2)

Kata Pengantar...1 Daftar Isi...2 BAB 1 PENDAHULUAN... A. Latar Belakang...3 B. Rumusan Masalah...3 C. Tujuan...3 BAB 2 PEMBAHASAN... A. Makna Bhinneka Tunggal Ika...4 B. Konsep Dasar Integrasi...7 C. Membina Semboyan Bhinneka Tunggal Ika...11 BAB 3 PENUTUP... A. Simpulan...13 B. Saran...13 DAFTAR PUSTAKA...14

BAB I


(3)

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara majemuk yang menjunjung tinggi interaksi sosial di dalam kehidupan masyarakatnya. Keberagaman dan kemajemukan Indonesia tidak luput dari fakta bahwa negara ini terdiri dari 17.508 pulau denagn 300 suku di dalamnya yang berbicara menggunakan sekitar 583 bahasa dan dialek yang berbeda (Rigg, 1998). Bangsa Indonesia yang multikultural tersebut menganut semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang pemersatu bangsa Indonesia. Keadaan tersebut menjadikan sebuah identitas atau jati diri bangsa Indonesia yang harus diwujudkan demi tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Integrasi nasional bangsa Indonesia harus diwujudkan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk karena masyarakat yang majemuk merupakan salah satu potensi sumber konflik yang menyebabkan disintegrasi bangsa. Agar identitas bangsa Indonesia di mata dunia terkenal dengan bangsa yang majemuk tetapi satu dalam keanekaragaman (suku, bahasa, agama, dll, yang berbeda-beda) semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus diwujudkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa makna Bhinneka Tunggal Ika? 2. Bagaimana konsep dasar integrasi?

3. Bagaimana cara membina bangsa Indonesia yang multikultural agar tercapai integrasi nasional melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika?

C. TUJUAN

1. Guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia

2. Mengetahui lebih mendalam mengenai Bhinneka Tunggal Ika dan Integrasi Bangsa

BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Bhinneka Tunggal Ika

Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” dipetik dari Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular semasa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Istilah tersebut tercantum dalam bait 5 pupuh 139. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:


(4)

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatawa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana darma mangrwa. Terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran

(https://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika)

Kitab Sutasoma mengajarkan toleransi kehidupan beragama, yang menempatkan agama Hindu dan agama Buddha hidup bersama dengan rukun dan damai. Kedua agama itu hidup beriringan di bawah payung kerajaan, pada jaman pemerintahan raja Hayam Wuruk. Meskipun agama Hindu dan Buddha merupakan dua subtansi yang berbeda, namun perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan, karena kebenaran Hindu dan Buddha bermuara pada hal “Satu”. Hindu dan Buddha memang berbeda, tetapi sesungguhnya satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.

Istilah “Bhinneka Tunggal Ika” yang semula menunjukkan semangat toleransi keagamaan, kemudian diangkat menjadi semboyan bangsa Indonesia. Sebagai semboyan bangsa konteks permasalahannya bukan hanya menyangkut toleransi beragama tetapi jauh lebih luas seperti yang umum disebut dengan istilah suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Semboyan itu dilukiskan di bawah lambang negara Indonesia yang dikenal dengan nama Garuda Pancasila. Lambang negara Indonesia lengkap dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 tentang Lambang Negara.

Jika dianalisis, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari bahasa Sansekerta itu terdiri dari kata “Bhinneka”, “Tunggal”, dan “Ika”. Kata “Bhinneka” berasal dari kata “Bhinna” dan “Ika”. “Bhinna” artinya berbeda-beda dan “Ika” artinya itu. Jadi kata “Bhinneka” berarti “yang berbeda-beda itu”. Analisa lain menunjukkan bahwa kata “bhinneka” terdiri dari unsur “bhinn-a-eka”. Unsur “a” artinya tidak, dan “eka” artinya satu. Jadi kata ‘bhinneka” juga dapat berarti “yang tidak satu”. Sedangkan kata “Tunggal” artinya satu, dan “Ika” artinya itu. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” berarti “yang berbeda-beda itu dalam yang satu itu” atau “beranekaragam namun satu jua”. Semboyan Bhinneka


(5)

Tunggal Ika hampir sama artinya dengan dengan semboyan negara Amerika Serikat, E Pluribus Unum yang artinya bersatu walaupun berbeda-beda, berjenis-jenis tetapi tunggal.

Kebhinekaan atau yang berbeda-beda itu menunjuk pada realitas objektif masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Keanekaragaman masyarakat Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan. Keanekaragaman di bidang politik diwarnai oleh adanya kepentingan yang berbeda-beda antara individu atau kelompok yang satu dengan individu atau kelompok yang lainnya. Di bidang ekonomi, keanekaragaman dapat dilihat dari adanya perbedaan kebutuhan hidup, yang berimplikasi terhadap munculnya keanekaragaman pada pola produksi. Di bidang sosial, keberagaman itu tercermin dari adanya perbedaan peran dan status sosial. Selain itu, keanekaragaman juga dapat dilihat dari segi geografis, budaya, agama, etnis dan sebagainya. Keanekaragaman itu pun masih dikukuhkan lagi oleh kebhinekaan perseorangan masing-masing anak negeri yang kini berjumlah lebih dari 200 juta jiwa. Dengan adanya keanekaragaman dalam berbagai bidang tersebut menyebabkan Indonesia dijuluki sebagai masyarakat yang multi etnik, multi agama (multi religi), multi budaya (multikultural), dan sebagainya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (Plural Society).

Jika dilihat dari struktur sosialnya, keanekaragaman atau kemajemukan masyarakat Indonesia berdimensi ganda, karena memiliki kemajemukan secara horizontal dan vertikal. Kemajemukan secara horizontal dalam sosiologi dikenal dengan istilah deferensiasi sosial. Diferensiasi sosial merupakan suatu sistem kelas sosial dengan sistem linear atau tanpa membeda-bedakan tinggi-rendahnya kelas sosial itu sendiri. Misalnya perbedaan agama, ras, etnis, clan (klan), pekerjaan, budaya, maupun jenis kelamin. Kemajemukan secara vertikal melahirkan stratifikasi sosial. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya, seperti lapisan kaya dan miskin, penguasa dan jelata.

Makna kesatuan (tunggal ika) dalam Bhinneka Tunggal Ika merupakan cerminan rasionalitas yang lebih menekankan kesamaan daripada perbedaan. Kesatuan merupakan sebuah gambaran ideal. Dikatakan ideal karena kesatuan merupakan suatu harapan atau


(6)

cita-cita untuk mengangkat atau menempatkan unsur perbedaan yang terkandung dalam keanekaragaman bangsa Indonesia ke dalam suatu wadah, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesatuan adalah upaya untuk menciptakan wadah yang mampu menyatukan kepelbagaian atau keanekaragaman.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang mengakui realitas bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara kebhinekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, antara pluralism dan monisme.

Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan (Rizal Mustansyir, 1995:52). Keseimbangan itu sendiri merupakan konsep filsafati yang selalu terletak pada ketegangan di antara dua titik ekstrim, yaitu keanekaan mutlak di satu pihak dan kesatuan mutlak di pihak lain. Setiap kali segi keanekaan yang menonjolkan perbedaan itu memuncak akan membawa kemungkinan munculnya konflik, maka kesatuanlah yang akan meredakan atas dasar kesadaran nasional. Demikian pula sebaliknya, manakala segi kesatuan yang menonjolkan kesamaan itu tampil secara berlebihan, maka keanekaan selalu mengingatkan bahwa perbedaan adalah kodrat sekaligus berkah yang tak terelakkan.

B. Konsep Dasar Integrasi

Istilah integrasi berasal dari kata latin “Integrate”, artinya memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata yang sama dibentuk kata sifat “Integer” yang berarti utuh. Dengan demikian, integrase berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh.

Sesuai dengan pengertian di atas, integrase sosial berarti membuat masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang bulat. Integrasi sosial diperlukan baik untuk masyarakat mikro, masyarakat meso, maupun masyarakat makro. Sebuah keluarga yang berantakan dapat dibangun kembali atau dipersatukan karena adanya komitmen baru dalam perkawinan merupakan contoh integrasi sosial pada masyarakat mikro. Sebuah organisasi


(7)

politik yang berada di ambang perpecahan dapat dipersatukan kembali berkat persatuan pimpinannya dalam mengimplementasikan ideologi organisasi, merupakan contoh integrasi sosial dalam masyarakat meso. Masyarakat Indonesia yang berlatar belakang majemuk dalam hal agama, adat istiadat, Bahasa, suku bangsa, dan kebudayaan dapat dipersatukan karena digunakan ideologi Pancasila sebagai sistem nilai bersama masyarakat, merupakan contoh integrasi sosial dalam masyarakat makro.

Makin tinggi tingkatan masyarakatnya, makin tidak mudah upaya mewujudkan integrasinya. Dalam masyarakat makro, dibutuhkan beberapa faktor pendorong untuk mengikat unsur-unsurnya agar mereka dapat dipersatukan. Faktor-faktor itu diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Daerah-daerah yang memiliki kesamaan dalam hal flora fauna, klimatologi, dan hidrologis. Kesamaan unsur-unsur tersebut dapat membedakan suku satu dengan yang lain.

2. Pengalaman yang sama pada masa silam, suku-suku bangsa yang berbeda-beda di daerah-daerah yang berlainan pada masa lampau mengalami suka duka yang sama dan masih tetap mengesan dalam hidup mereka. Pengalaman yang sama, seperti menderita karena bencana alam, peperangan, penjajahan, dan lain-lain semakin mendekatkan suku yang satu dengan yang lainnya.

3. Kemauan bersama untuk menjadi satu bangsa dengan satu sosio-budaya yang sama tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya kedaerahan. Mula-mula kemauan bersama tersebut dicetuskan oleh sebagian kecil (golongan elit) dari bangsa tersebut, dan selanjutnya melalui proses penyandaran kepada golongan terbesar yang lain dalam waktu tertentu, gagasan persatuan, dan kesatuan dapat diterima dan disetujui bersama.

4. Adanya ideologi dan norma yuridis yang sama dalam ungkapan politik, terdapat ideologi dan Undang-Undang Dasar yang sama yang menjadi pedoman dalam mengatur kehidupan individu (warga negara), masyarakat, dan negara bangsa.

Integrasi masyarakat makro sosial memiliki tujuan akhir, yaitu fungsionalisasi dan prestasi yang lebih tinggi (Hendropuspito, 1989:379). Hal ini sesuai dengan pandangan fungsionalisme yang menyatakan bahwa suatu keseluruhan mempunyai bagian-bagian yang masing-masing memiliki fungsi sendiri. Fungsi-fungsi dari bagian tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling mengkait dan terpadu menuju tercapainya suatu


(8)

prestasi besar yang selaras dengan besarnya kesatuan yang mereka inginkan bersama. Prestasi besar tidak hanya dilakukan oleh bagian-bagian untuk kepentingan kesatuan yang lebih besar. Prestasi besar tersebut juga dibutuhkan oleh bagian-bagian demi kelangsungan hidupnya. Prestasi masyarakat besar yang telah diintegrasikan adalah prestasi sosial budaya, yang mencakup prestasi di bidang budaya material, budaya spiritual, dan budaya intelektual. Tujuan lain yang lebih mendesak dari integrasi makro sosial adalah mencegah terjadinya konflik.

Konflik sering terjadi pada masyarakat majemuk atau heterogen. Suku-suku atau kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat tersebut sering berkonflik, entah karena berebut sumber daya atau karena berbeda tujuan. Pemecahan terhadap masalah tersebut tidaklah mudah. Cara yang paling memungkinkan untuk ditempuh adalah berinteraksi dengan kesatuan yang lebih besar yang dipandang mampu memberikan rasa aman dan perlindungan. Kesatuan ini merupakan badan baru di mana masing-masing bagian atau kelompok sosial menemukan tempat sebagai bagian integral. Konflik yang semula negatif mengalami transformasi ke arah konsolidasi dan integrasi.

Masyarakat menginginkan integrasi baik bercorak horizontal maupun vertikal. Dalam masyarakat besar terdapat banyak bagian dengan satuan-satuan sejenis yang mengusahakan kepentingan yang sama. Apabila kesatuan-kesatuan tersebut dikelola secara terpadu dalam satu organisasi setaraf, integrasi seperti itu dinamakan integrasi horizontal. Jika usaha tersebut berhasil, prestasi akan meningkat. Namun integrasi horizontal tersebut belum sempurna, masih perlu diadakan integrasi vertikal dari satuan-satuan kegiatan yang sama meskipun taraf tinggi rendahnya berbeda.

Integrasi merupakan kebutuhan yang tak terelakkan bagi masyarakat besar, namun dalam realisasinya tidak dapat dipaksakan. Ada faktor penting yang memainkan peran utama dalam mewujudkan integrasi masyarakat besar yaitu consensus bersama dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Kesepakatan bersama tersebut terutama menyangkut ide-ide pokok atau garis-garis besar aturan permainan yang menjadi panduan bagi partisipan dalam masyarakat besar tersebut.


(9)

Masyarakat modern Indonesia sebagai contoh riil dari masyarakat makro, memerlukan tidak hanya integrasi statis, tetapi juga integrasi dinamis. Integrasi statis adalah keadaan kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial yang bhinneka di mana masing-masing kelompok mendapat tempat yang sesuai dalam struktur dan fungsi sosio-budaya pada tingkat baru yang lebih tinggi untuk jangka waktu relatif lama (Hendropuspito, 1989:382). Integrasi dinamis didefinisikan sebagai keadaan kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial beserta sistem sosio-budaya mereka dalam struktur sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan fungsinya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berubah-ubah demi tercapainya tujuan bersama (Hendropuspito, 1989:382).

Penciptaan integrasi masyarakat membutuhkan dua unsur esensial, yaitu unsur-unsur sosiologis dan unsur-unsur psikologis-sosial (Hendropuspito, 1989:384-386).

Unsur-unsur sosiologis yang berfungsi sebagai unsur material meliputi (1) sejumlah kelompok etnis, atau kelompok kepentingan yang berlainan tempat tinggal di daerah-daerah yang relatif berdekatan, (2) terdapat sejumlah satuan sosio-budaya yang heterogen, (3) adanya kesamaan dalam heterogenitas yang terjadi karena faktor pengalaman historis, kesamaan faktor geografis dan kesamaann nasib.

Unsur-unsur psikologis-sosial sebagai unsur formal, yaitu konsensus untuk berintegrasi yang mencakup: (1) struktur penempatan nilai-nilai sosio-budaya secara garis besar sehingga kebutuhan kultural semua pihak yang bersangkutan diharapkan dapat dipenuhi sebaik-baiknya, (2) pembagian hak dan kewajiban secara garis besar dalam sistem peraturan umum kesatuan baru, sehingga semua pihak dapat mengetahui dengan jelas batas-batas kompetensi masing-masing dan bagian hasil yang dapat diharapkan dari kerja sama tersebut, (3) konsensus tentang kesempatan untuk ambil bagian secara de jure dan de facto dalam kegiatan (fungsi) masyarakat besar yang dibangun bersama, (4) dalam masyarakat hasil integrasi yang terdiri dari suku-suku yang berbeda, perlu adanya konsensus yang mengatur pemberian hak yang sama kepada semua suku untuk berperan serta dalam kegiatan umum nonpemerintahan.


(10)

Untuk mendukung penciptaan integrasi yang kokoh dalam masyarakat besar (makro), seperti halnya di Indonesia dibutuhkan faktor-faktor penguat sebagai berikut: (1) pembinaaan kesadaran akan integrasi dan partisipasi, (2) pelaksanaan asas keadilan sosial dan asas subsidiaritas secara murni, (3) pengawasan sosial secara intensif, (4) adanya tekanan dari luar, (5) adanya bahasa persatuan, (6) adanya lambing persatuan. Dari enam faktor tersebut, lima di antaranya perlu dikembangkan terus-menerus mengingat kondisi Indonesia yang rawan konflik dan satu faktor lainnya, yaitu tekanan dari luar hanya signifikan ketika ada negara asing yang melakukan invasi atau intervensi terhadap kepentingan nasional Indonesia.

C. Membina Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Agar Tercapai Integrasi Nasional

Identitas bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan dan terus menerus berkembang atau seperti yang telah dirumuskan Bung Karno merupakan ekspresi dari roh kesatuan Indonesia, kemauan untuk bersatu dan mewujudkan sesuatu dan bermuatan yang nyata. Perwujudan identitas bangsa Indonesia tersebut jelaslah merupakan hasil proses pendidikan sejak dini dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan formal dan in-formal.

Menurut masykuri abdillah, salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokatis adalah tewujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan. Kemajemukan ini merupakan Sunnatullah (hukum alam). Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama dan sebagainya, indonesia termasuk salah satu negara yang paling majemuk di dunia. Hal ini disadari betul oleh para Founding Fathers kita, sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Tentunya setiap bangsa ingin menonjolkan keunggulan dari identitas bangsanya terlebih-lebih dalam era globalisasi dewasa ini di mana pertemuannya antar bangsa menjadi sangat cepat dan mudah. Dalam pergaulan antar bangsa nilai-nilai yang positif


(11)

dari suatu bangsa akan ikut membina perdamaian dan kehidupan yang lebih tenteram di planet bumi ini. Identitas bangsa indonesia seperti yang kita kenal sebagai bangsa yang ramah-tamah, toleran, kaya akan tradisi dari suku-suku bangsa yang Bhinneka perlu terus dikembangkan untuk kebudayaan dan perdamaian seluruh umat manusia.

Dengan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an itu berarti masyarakat Indonesia adalah plural. Dan di dalam masyarakat plural, dialog adalah keniscayaan bahkan keharusan. Sesungguhnya bicara pluralisme dan dialog antar-agama itu bukan hal baru di negeri ini. Memang isu pluralisme adalah setua usia manusia, hanya cara dan metode manusia menghadapinya yang berbeda. Jadi masyarakat yang majemuk itu haruslah mengadakan dialog agar integrasi tetap terjaga dan mereka juga harus bersatu dalam perbedaan.

Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan salah satu identitas pembentuk bangsa. Yang dimaksudkan dengan bersatu dalam perbedaaan adalah kesetiaan warga masyarakat pada suatu lembaga yang disebut negara, atau pemerintahan yang mereka pandang dan yakini mendatangkan kehidupan yang lebih manusiawi tetapi tanpa menghilangkan keterikatan kepada suku bangsa, adat-istiadat, ras, atau agama. Setiap warga masyarakat akan memiliki kesetiaan ganda (multi loyalities) sesuai dengan porsinya. Walaupun mereka tetap memiliki keterikatan terhadap identitas kelompok, namun mereka menunjukan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaaan yang berwujud dalam bentuk bangsa-negara di bawah suatu pemerintahan yang berkeabsahan.

Membina identitas bangsa memerlukan upaya yang berkesinambungan serta berkaitan dengan berbagai aspek. Kedudukan seseorang sebagai warganegara Indonesia tidak mengenal diskriminasi, kehidupan bersama yang penuh toleransi dan menghindari berbagai perasaan curiga satu dengan yang lain atau tidak adanya trust di dalam kehidupan bersama, kemampuan dan keinginan untuk melihat perbedaan antar suku bukan sebagai hal yang memisahkan di dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari bahkan lebih mempererat dan memperjaya kehidupan dan kebudayaan nasional. Ini dikarenakan dalam era globalisasi sekarang ini setiap bangsa ingin menonjolkan identitas bangsanya agar lebih dikenal di mata dunia.


(12)

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran penting terhadap bangsa Indonesia yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi nasional di tengah masyarakatnya yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut juga diharapkan sebagai landasan atau dasar perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di mata dunia sebagai bangsa yang multikulturalisme.

Membina bangsa Indonesia yang multikultural memerlukan upaya yang berkesinambungan serta berkaitan dengan berbagai aspek agar tercapai Integrasi nasional melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu dengan mengadakan proses pendidikan sejak dini dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan formal dan in-formal tentang Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) karena individu dalam masyarakat majemuk haruslah memiliki kesetiaan ganda (multi loyalities) terhadap bangsa-negaranya, mereka juga tetap memiliki keterikatan terhadap identitas kelompoknya, namun mereka menunjukan kesetiaan yang lebih besar pada bangsa Indonesia.

B. Saran

Untuk mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, ras yang ada di Indonesia diperlukan rasa persatuan dan kesatuan seperti yang tercantum dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, beragam suku dan bahasa yang membuat Indonesia kaya akan budaya dan adat istiadat.


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Eko dkk. 2015. Studi Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Ombak.

Pursika, I Nyoman. 2009. Kajian Analitik Terhadap Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 42, Nomor 1. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104795&val=1324. 14 September 2016 Suhardi, Annya Mutia. Aplikasi Filosofi Bhinneka Tunggal Ika Pada Desain Produk Sebagai Sarana Interaksi Nilai Dalam Masyarakat. Program Studi Sarjana Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, Nomor 1. jurnal -s1.fsrd.itb.ac.id/index.php/product/article/download/260/229. 14 September 2016


(1)

prestasi besar yang selaras dengan besarnya kesatuan yang mereka inginkan bersama. Prestasi besar tidak hanya dilakukan oleh bagian-bagian untuk kepentingan kesatuan yang lebih besar. Prestasi besar tersebut juga dibutuhkan oleh bagian-bagian demi kelangsungan hidupnya. Prestasi masyarakat besar yang telah diintegrasikan adalah prestasi sosial budaya, yang mencakup prestasi di bidang budaya material, budaya spiritual, dan budaya intelektual. Tujuan lain yang lebih mendesak dari integrasi makro sosial adalah mencegah terjadinya konflik.

Konflik sering terjadi pada masyarakat majemuk atau heterogen. Suku-suku atau kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat tersebut sering berkonflik, entah karena berebut sumber daya atau karena berbeda tujuan. Pemecahan terhadap masalah tersebut tidaklah mudah. Cara yang paling memungkinkan untuk ditempuh adalah berinteraksi dengan kesatuan yang lebih besar yang dipandang mampu memberikan rasa aman dan perlindungan. Kesatuan ini merupakan badan baru di mana masing-masing bagian atau kelompok sosial menemukan tempat sebagai bagian integral. Konflik yang semula negatif mengalami transformasi ke arah konsolidasi dan integrasi.

Masyarakat menginginkan integrasi baik bercorak horizontal maupun vertikal. Dalam masyarakat besar terdapat banyak bagian dengan satuan-satuan sejenis yang mengusahakan kepentingan yang sama. Apabila kesatuan-kesatuan tersebut dikelola secara terpadu dalam satu organisasi setaraf, integrasi seperti itu dinamakan integrasi horizontal. Jika usaha tersebut berhasil, prestasi akan meningkat. Namun integrasi horizontal tersebut belum sempurna, masih perlu diadakan integrasi vertikal dari satuan-satuan kegiatan yang sama meskipun taraf tinggi rendahnya berbeda.

Integrasi merupakan kebutuhan yang tak terelakkan bagi masyarakat besar, namun dalam realisasinya tidak dapat dipaksakan. Ada faktor penting yang memainkan peran utama dalam mewujudkan integrasi masyarakat besar yaitu consensus bersama dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Kesepakatan bersama tersebut terutama menyangkut ide-ide pokok atau garis-garis besar aturan permainan yang menjadi panduan bagi partisipan dalam masyarakat besar tersebut.


(2)

Masyarakat modern Indonesia sebagai contoh riil dari masyarakat makro, memerlukan tidak hanya integrasi statis, tetapi juga integrasi dinamis. Integrasi statis adalah keadaan kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial yang bhinneka di mana masing-masing kelompok mendapat tempat yang sesuai dalam struktur dan fungsi sosio-budaya pada tingkat baru yang lebih tinggi untuk jangka waktu relatif lama (Hendropuspito, 1989:382). Integrasi dinamis didefinisikan sebagai keadaan kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial beserta sistem sosio-budaya mereka dalam struktur sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan fungsinya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berubah-ubah demi tercapainya tujuan bersama (Hendropuspito, 1989:382).

Penciptaan integrasi masyarakat membutuhkan dua unsur esensial, yaitu unsur-unsur sosiologis dan unsur-unsur psikologis-sosial (Hendropuspito, 1989:384-386).

Unsur-unsur sosiologis yang berfungsi sebagai unsur material meliputi (1) sejumlah kelompok etnis, atau kelompok kepentingan yang berlainan tempat tinggal di daerah-daerah yang relatif berdekatan, (2) terdapat sejumlah satuan sosio-budaya yang heterogen, (3) adanya kesamaan dalam heterogenitas yang terjadi karena faktor pengalaman historis, kesamaan faktor geografis dan kesamaann nasib.

Unsur-unsur psikologis-sosial sebagai unsur formal, yaitu konsensus untuk berintegrasi yang mencakup: (1) struktur penempatan nilai-nilai sosio-budaya secara garis besar sehingga kebutuhan kultural semua pihak yang bersangkutan diharapkan dapat dipenuhi sebaik-baiknya, (2) pembagian hak dan kewajiban secara garis besar dalam sistem peraturan umum kesatuan baru, sehingga semua pihak dapat mengetahui dengan jelas batas-batas kompetensi masing-masing dan bagian hasil yang dapat diharapkan dari kerja sama tersebut, (3) konsensus tentang kesempatan untuk ambil bagian secara de jure dan de facto dalam kegiatan (fungsi) masyarakat besar yang dibangun bersama, (4) dalam masyarakat hasil integrasi yang terdiri dari suku-suku yang berbeda, perlu adanya konsensus yang mengatur pemberian hak yang sama kepada semua suku untuk berperan serta dalam kegiatan umum nonpemerintahan.


(3)

Untuk mendukung penciptaan integrasi yang kokoh dalam masyarakat besar (makro), seperti halnya di Indonesia dibutuhkan faktor-faktor penguat sebagai berikut: (1) pembinaaan kesadaran akan integrasi dan partisipasi, (2) pelaksanaan asas keadilan sosial dan asas subsidiaritas secara murni, (3) pengawasan sosial secara intensif, (4) adanya tekanan dari luar, (5) adanya bahasa persatuan, (6) adanya lambing persatuan. Dari enam faktor tersebut, lima di antaranya perlu dikembangkan terus-menerus mengingat kondisi Indonesia yang rawan konflik dan satu faktor lainnya, yaitu tekanan dari luar hanya signifikan ketika ada negara asing yang melakukan invasi atau intervensi terhadap kepentingan nasional Indonesia.

C. Membina Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Agar Tercapai Integrasi Nasional

Identitas bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan dan terus menerus berkembang atau seperti yang telah dirumuskan Bung Karno merupakan ekspresi dari roh kesatuan Indonesia, kemauan untuk bersatu dan mewujudkan sesuatu dan bermuatan yang nyata. Perwujudan identitas bangsa Indonesia tersebut jelaslah merupakan hasil proses pendidikan sejak dini dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan formal dan in-formal.

Menurut masykuri abdillah, salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokatis adalah tewujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan. Kemajemukan ini merupakan Sunnatullah (hukum alam). Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama dan sebagainya, indonesia termasuk salah satu negara yang paling majemuk di dunia. Hal ini disadari betul oleh para Founding Fathers kita, sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Tentunya setiap bangsa ingin menonjolkan keunggulan dari identitas bangsanya terlebih-lebih dalam era globalisasi dewasa ini di mana pertemuannya antar bangsa menjadi sangat cepat dan mudah. Dalam pergaulan antar bangsa nilai-nilai yang positif


(4)

dari suatu bangsa akan ikut membina perdamaian dan kehidupan yang lebih tenteram di planet bumi ini. Identitas bangsa indonesia seperti yang kita kenal sebagai bangsa yang ramah-tamah, toleran, kaya akan tradisi dari suku-suku bangsa yang Bhinneka perlu terus dikembangkan untuk kebudayaan dan perdamaian seluruh umat manusia.

Dengan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an itu berarti masyarakat Indonesia adalah plural. Dan di dalam masyarakat plural, dialog adalah keniscayaan bahkan keharusan. Sesungguhnya bicara pluralisme dan dialog antar-agama itu bukan hal baru di negeri ini. Memang isu pluralisme adalah setua usia manusia, hanya cara dan metode manusia menghadapinya yang berbeda. Jadi masyarakat yang majemuk itu haruslah mengadakan dialog agar integrasi tetap terjaga dan mereka juga harus bersatu dalam perbedaan.

Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan salah satu identitas pembentuk bangsa. Yang dimaksudkan dengan bersatu dalam perbedaaan adalah kesetiaan warga masyarakat pada suatu lembaga yang disebut negara, atau pemerintahan yang mereka pandang dan yakini mendatangkan kehidupan yang lebih manusiawi tetapi tanpa menghilangkan keterikatan kepada suku bangsa, adat-istiadat, ras, atau agama. Setiap warga masyarakat akan memiliki kesetiaan ganda (multi loyalities) sesuai dengan porsinya. Walaupun mereka tetap memiliki keterikatan terhadap identitas kelompok, namun mereka menunjukan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaaan yang berwujud dalam bentuk bangsa-negara di bawah suatu pemerintahan yang berkeabsahan.

Membina identitas bangsa memerlukan upaya yang berkesinambungan serta berkaitan dengan berbagai aspek. Kedudukan seseorang sebagai warganegara Indonesia tidak mengenal diskriminasi, kehidupan bersama yang penuh toleransi dan menghindari berbagai perasaan curiga satu dengan yang lain atau tidak adanya trust di dalam kehidupan bersama, kemampuan dan keinginan untuk melihat perbedaan antar suku bukan sebagai hal yang memisahkan di dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari bahkan lebih mempererat dan memperjaya kehidupan dan kebudayaan nasional. Ini dikarenakan dalam era globalisasi sekarang ini setiap bangsa ingin menonjolkan identitas bangsanya agar lebih dikenal di mata dunia.


(5)

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut mempunyai peran penting terhadap bangsa Indonesia yaitu agar menjadi bangsa yang berhasil mewujudkan integrasi nasional di tengah masyarakatnya yang majemuk. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika tersebut juga diharapkan sebagai landasan atau dasar perjuangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar dikenal di mata dunia sebagai bangsa yang multikulturalisme.

Membina bangsa Indonesia yang multikultural memerlukan upaya yang berkesinambungan serta berkaitan dengan berbagai aspek agar tercapai Integrasi nasional melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu dengan mengadakan proses pendidikan sejak dini dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan formal dan in-formal tentang Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) karena individu dalam masyarakat majemuk haruslah memiliki kesetiaan ganda (multi loyalities) terhadap bangsa-negaranya, mereka juga tetap memiliki keterikatan terhadap identitas kelompoknya, namun mereka menunjukan kesetiaan yang lebih besar pada bangsa Indonesia.

B. Saran

Untuk mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, ras yang ada di Indonesia diperlukan rasa persatuan dan kesatuan seperti yang tercantum dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, karena Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, beragam suku dan bahasa yang membuat Indonesia kaya akan budaya dan adat istiadat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, Eko dkk. 2015. Studi Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Ombak.

Pursika, I Nyoman. 2009. Kajian Analitik Terhadap Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 42, Nomor 1. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104795&val=1324. 14 September 2016 Suhardi, Annya Mutia. Aplikasi Filosofi Bhinneka Tunggal Ika Pada Desain Produk Sebagai Sarana Interaksi Nilai Dalam Masyarakat. Program Studi Sarjana Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, Nomor 1. jurnal -s1.fsrd.itb.ac.id/index.php/product/article/download/260/229. 14 September 2016