cita-cita untuk mengangkat atau menempatkan unsur perbedaan yang terkandung dalam keanekaragaman bangsa Indonesia ke dalam suatu wadah, yakni Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kesatuan adalah upaya untuk menciptakan wadah yang mampu menyatukan kepelbagaian atau keanekaragaman.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang mengakui realitas
bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara kebhinekaan dan ketunggalikaan,
antara keanekaan dan keekaan, antara kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, antara pluralism dan monisme.
Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan
Rizal Mustansyir, 1995:52. Keseimbangan itu sendiri merupakan konsep filsafati yang selalu terletak pada ketegangan di antara dua titik ekstrim, yaitu keanekaan mutlak di satu
pihak dan kesatuan mutlak di pihak lain. Setiap kali segi keanekaan yang menonjolkan perbedaan itu memuncak akan membawa kemungkinan munculnya konflik, maka
kesatuanlah yang akan meredakan atas dasar kesadaran nasional. Demikian pula sebaliknya, manakala segi kesatuan yang menonjolkan kesamaan itu tampil secara
berlebihan, maka keanekaan selalu mengingatkan bahwa perbedaan adalah kodrat sekaligus berkah yang tak terelakkan.
B. Konsep Dasar Integrasi
Istilah integrasi berasal dari kata latin “Integrate”, artinya memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata yang sama dibentuk kata sifat “Integer” yang berarti utuh.
Dengan demikian, integrase berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh.
Sesuai dengan pengertian di atas, integrase sosial berarti membuat masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang bulat. Integrasi sosial diperlukan baik untuk masyarakat
mikro, masyarakat meso, maupun masyarakat makro. Sebuah keluarga yang berantakan dapat dibangun kembali atau dipersatukan karena adanya komitmen baru dalam
perkawinan merupakan contoh integrasi sosial pada masyarakat mikro. Sebuah organisasi
6
politik yang berada di ambang perpecahan dapat dipersatukan kembali berkat persatuan pimpinannya dalam mengimplementasikan ideologi organisasi, merupakan contoh
integrasi sosial dalam masyarakat meso. Masyarakat Indonesia yang berlatar belakang majemuk dalam hal agama, adat istiadat, Bahasa, suku bangsa, dan kebudayaan dapat
dipersatukan karena digunakan ideologi Pancasila sebagai sistem nilai bersama masyarakat, merupakan contoh integrasi sosial dalam masyarakat makro.
Makin tinggi tingkatan masyarakatnya, makin tidak mudah upaya mewujudkan integrasinya. Dalam masyarakat makro, dibutuhkan beberapa faktor pendorong untuk
mengikat unsur-unsurnya agar mereka dapat dipersatukan. Faktor-faktor itu diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Daerah-daerah yang memiliki kesamaan dalam hal flora fauna, klimatologi, dan hidrologis. Kesamaan unsur-unsur tersebut dapat membedakan suku satu dengan yang
lain. 2. Pengalaman yang sama pada masa silam, suku-suku bangsa yang berbeda-beda di daerah-
daerah yang berlainan pada masa lampau mengalami suka duka yang sama dan masih tetap mengesan dalam hidup mereka. Pengalaman yang sama, seperti menderita karena
bencana alam, peperangan, penjajahan, dan lain-lain semakin mendekatkan suku yang satu dengan yang lainnya.
3. Kemauan bersama untuk menjadi satu bangsa dengan satu sosio-budaya yang sama tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya kedaerahan. Mula-mula kemauan bersama tersebut
dicetuskan oleh sebagian kecil golongan elit dari bangsa tersebut, dan selanjutnya melalui proses penyandaran kepada golongan terbesar yang lain dalam waktu tertentu,
gagasan persatuan, dan kesatuan dapat diterima dan disetujui bersama. 4. Adanya ideologi dan norma yuridis yang sama dalam ungkapan politik, terdapat ideologi
dan Undang-Undang Dasar yang sama yang menjadi pedoman dalam mengatur kehidupan individu warga negara, masyarakat, dan negara bangsa.
Integrasi masyarakat makro sosial memiliki tujuan akhir, yaitu fungsionalisasi dan prestasi yang lebih tinggi Hendropuspito, 1989:379. Hal ini sesuai dengan pandangan
fungsionalisme yang menyatakan bahwa suatu keseluruhan mempunyai bagian-bagian yang masing-masing memiliki fungsi sendiri. Fungsi-fungsi dari bagian tersebut tidak
berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling mengkait dan terpadu menuju tercapainya suatu
7
prestasi besar yang selaras dengan besarnya kesatuan yang mereka inginkan bersama. Prestasi besar tidak hanya dilakukan oleh bagian-bagian untuk kepentingan kesatuan
yang lebih besar. Prestasi besar tersebut juga dibutuhkan oleh bagian-bagian demi kelangsungan hidupnya. Prestasi masyarakat besar yang telah diintegrasikan adalah
prestasi sosial budaya, yang mencakup prestasi di bidang budaya material, budaya spiritual, dan budaya intelektual. Tujuan lain yang lebih mendesak dari integrasi makro
sosial adalah mencegah terjadinya konflik. Konflik sering terjadi pada masyarakat majemuk atau heterogen. Suku-suku atau
kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat tersebut sering berkonflik, entah karena berebut sumber daya atau karena berbeda tujuan. Pemecahan terhadap masalah tersebut
tidaklah mudah. Cara yang paling memungkinkan untuk ditempuh adalah berinteraksi dengan kesatuan yang lebih besar yang dipandang mampu memberikan rasa aman dan
perlindungan. Kesatuan ini merupakan badan baru di mana masing-masing bagian atau kelompok sosial menemukan tempat sebagai bagian integral. Konflik yang semula
negatif mengalami transformasi ke arah konsolidasi dan integrasi. Masyarakat menginginkan integrasi baik bercorak horizontal maupun vertikal. Dalam
masyarakat besar terdapat banyak bagian dengan satuan-satuan sejenis yang mengusahakan kepentingan yang sama. Apabila kesatuan-kesatuan tersebut dikelola
secara terpadu dalam satu organisasi setaraf, integrasi seperti itu dinamakan integrasi horizontal. Jika usaha tersebut berhasil, prestasi akan meningkat. Namun integrasi
horizontal tersebut belum sempurna, masih perlu diadakan integrasi vertikal dari satuan- satuan kegiatan yang sama meskipun taraf tinggi rendahnya berbeda.
Integrasi merupakan kebutuhan yang tak terelakkan bagi masyarakat besar, namun dalam realisasinya tidak dapat dipaksakan. Ada faktor penting yang memainkan peran
utama dalam mewujudkan integrasi masyarakat besar yaitu consensus bersama dari semua pihak yang terlibat di dalamnya. Kesepakatan bersama tersebut terutama
menyangkut ide-ide pokok atau garis-garis besar aturan permainan yang menjadi panduan bagi partisipan dalam masyarakat besar tersebut.
8
Masyarakat modern Indonesia sebagai contoh riil dari masyarakat makro, memerlukan tidak hanya integrasi statis, tetapi juga integrasi dinamis. Integrasi statis adalah keadaan
kesatuan dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial yang bhinneka di mana masing-masing kelompok mendapat tempat yang sesuai dalam struktur dan fungsi
sosio-budaya pada tingkat baru yang lebih tinggi untuk jangka waktu relatif lama Hendropuspito, 1989:382. Integrasi dinamis didefinisikan sebagai keadaan kesatuan
dan persatuan sejumlah kelompok etnis dan kelompok sosial beserta sistem sosio-budaya mereka dalam struktur sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan fungsinya dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berubah-ubah demi tercapainya tujuan bersama Hendropuspito, 1989:382.
Penciptaan integrasi masyarakat membutuhkan dua unsur esensial, yaitu unsur-unsur sosiologis dan unsur-unsur psikologis-sosial Hendropuspito, 1989:384-386.
Unsur-unsur sosiologis yang berfungsi sebagai unsur material meliputi 1 sejumlah kelompok etnis, atau kelompok kepentingan yang berlainan tempat tinggal di daerah-
daerah yang relatif berdekatan, 2 terdapat sejumlah satuan sosio-budaya yang heterogen, 3 adanya kesamaan dalam heterogenitas yang terjadi karena faktor
pengalaman historis, kesamaan faktor geografis dan kesamaann nasib. Unsur-unsur psikologis-sosial sebagai unsur formal, yaitu konsensus untuk
berintegrasi yang mencakup: 1 struktur penempatan nilai-nilai sosio-budaya secara garis besar sehingga kebutuhan kultural semua pihak yang bersangkutan diharapkan
dapat dipenuhi sebaik-baiknya, 2 pembagian hak dan kewajiban secara garis besar dalam sistem peraturan umum kesatuan baru, sehingga semua pihak dapat mengetahui
dengan jelas batas-batas kompetensi masing-masing dan bagian hasil yang dapat diharapkan dari kerja sama tersebut, 3 konsensus tentang kesempatan untuk ambil
bagian secara de jure dan de facto dalam kegiatan fungsi masyarakat besar yang dibangun bersama, 4 dalam masyarakat hasil integrasi yang terdiri dari suku-suku yang
berbeda, perlu adanya konsensus yang mengatur pemberian hak yang sama kepada semua suku untuk berperan serta dalam kegiatan umum nonpemerintahan.
9
Untuk mendukung penciptaan integrasi yang kokoh dalam masyarakat besar makro, seperti halnya di Indonesia dibutuhkan faktor-faktor penguat sebagai berikut: 1
pembinaaan kesadaran akan integrasi dan partisipasi, 2 pelaksanaan asas keadilan sosial dan asas subsidiaritas secara murni, 3 pengawasan sosial secara intensif, 4 adanya
tekanan dari luar, 5 adanya bahasa persatuan, 6 adanya lambing persatuan. Dari enam faktor tersebut, lima di antaranya perlu dikembangkan terus-menerus mengingat kondisi
Indonesia yang rawan konflik dan satu faktor lainnya, yaitu tekanan dari luar hanya signifikan ketika ada negara asing yang melakukan invasi atau intervensi terhadap
kepentingan nasional Indonesia.
C. Membina Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Agar Tercapai Integrasi Nasional