ada resiko kosmetik atau fungsi pad wajah, mata, tangan, telinga atau kaki dan perineum Chistantie, 1990 .
D. Patofisiologi dan Pathways
1. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan
melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subcutan,. Tergantung faktor penyebab dan lamanya kuliat kontak dengan sumber panas Effendi, 1999.
Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respon patofisiologis ini adalah berkaitan erat dengan
luasnya luka bakar dan mencapai massa stabil ketika terjadi luka bakar kira – kira 60 seluruh luas permukaan tubuh Hudak
Gallo, 1996. Tingkat keperawatan perubahan tergantung kepada luas dan
kedalaman luka bakar yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung sampai 48 – 72 jam pertama.
Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstitium. Bila jaringan terbakar, vasodilatasi
meningkatkan permeabilitas kapiler, dan timbul perubahan permeabilitas sel pada yang luka bakar dan di sekitarnya.
Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel,
11
sodium chloride dan protein lewat melalui daerah yang terbakar dan membentuk gelembung – gelembung dan oedema atau keluar
melalui luka terbuka. Akibat adanya oedema luka bakar lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik berfungsi
sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting, dari organisme yang mungkin masuk. Terjadinya kerusakan lingkungan kulit akan
memungkinkan mikro organisme masuk dalam tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat proses
penyembuhan luka. Dengan adanya oedem juga berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh darah dan syarat yang
dapat menimbulkan rasa nyeri juga dapat mengganggu mobilitas pasien.
Dengan kehilangan cairan dari sistem vaskuler, terjadi homo konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang
lancar pada daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cedera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat
sebagai akibat respon stres neurohormonal. Hal ini meningkatkan afterlut jantung dan mengakibatkan penurunan curah jantung lebih
lanjut. Akibat penurunan curah jantung, menyebabkan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya
fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.
12
13 Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam
kondisi sakit akut. Periode ini ditandai dengan anemi dan malnutrisi. Anemi berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit.
Keseimbangan nitrogen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar dan disebabkan kerusakan jaringan kehilangan protein,
dan akibat respon stres. Ini terus berlangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau karena efek shock hipovolemik. Obstruksi saluran
nafas bagian atas disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi kepada saluran
nafas, oedema laring dan obstruksi potensial.
14
14
Arus listrik, lidah api, bahan kimia, air panas, benda panas, radiasi
dan lain – lain
LUKA BAKAR Mengenai kulit
Epidermis, demis Escar Keropeng
Kerusakan lingkungan kulit
Gangguan integritas kulit
Pemejanan Ujung kulit Menekan ujung-ujung syaraf
perifer Nyeri
Gerak Gangguan mobilitas
Kerusakan mobilitas fisik Fungsi kulit normal hilang
Hilang daya lindung terhadap infeksi
Resiko terhadap Infeksi
Kerusakan Kapiler
Permeabilitas Kapiler meningkat
Kehilangan cairan plasma, protein, elektrolit kedalam
spasium interstisial Hemokonsentrasi,
Hipovolemia, Hipokalemia Resiko kekurangan Volume
cairan dan elektrolit Laju metabolik meningkat
Peningkatan keluarnya protein
Hipoproteinemia Perubahan nutrisi
Resiko perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Cedera Inhalasi udara yang
terlalu panas Perubahan mukosa saluran
pernafasan Iritasi saluran nafas
Edema mukosa saluran nafas atas laring
Obstruksi lumen saluran bagian atas
Resiko tinggi terhadap bersihan jalan
nafas tidak efektif
Effendi, 1999 Hudak Gallo, 1994
7
6
5 4
3
2 1
2. Patway
E. Penatalaksanaan