47
5. Materi Pembelajaran Sejarah
Sartono Kartodirdjo 1992 : 14 menyampaikan pengertian sejarah dalam dua dimensi yaitu sejarah dalam arti subjektif dan sejarah dalam arti objektif. Sejarah
dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, ialah bangunan yang disusun penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan satu kesatuan atau
unit yang mencakup fakta-fakta yang terangkaikan untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Sejarah dalam arti objektif menunjuk
pada kejadian atau peristiwa itu sendiri, ialah suatu proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi einmalig berlangsung lepas dari subjek
manapun, jadi objektif lepas dari unsur-unsur subjek penulis atau pencerita. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu peristiwa
masa lalu manusia yang penting dan disusun secara ilmiah sesuai fakta-fakta yang ada. Kisah atau peristiwa yang penting tersebut memuat nilai-nilai yang dapat
dijadikan pelajaran bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Melalui pembelajaran sejarah diharapkan generasi penerus dapat mengambil
hikmah dan pelajaran dari nenek moyangnya di masa lalu. Dengan demikian dapat dijadikan suri tauladan dan dapat dijadikan acuan bagi generasi berikutnya. Sejarah
sebagai objek studi yang memusatkan perhatiannya pada masa lampau tidak dapat dilepaskan dengan masa kini karena semangat untuk mempelajari sejarah tidak dapat
dipisahkan dengan nilai kemasakinian Carr, 1972 : 35. Sejarah merupakan suatu alat untuk mensosialisasikan anak muda mengajarkan masa lampaunya, dengan
48 demikian mereka diharapkan dapat bertingkah laku wajar Lander and Telly, 1971 :
5. Sejarah sebagai pelajaran nilai mengajarkan kepada kita tentang kehidupan
manusia masa lampau dan apa yang pernah dilakukan Collingwood, 1973 : 10. Sementara itu menurut R.B. Perry dalam John W. Hanson 1996 : 41 mencoba
mengaitkan sejarah dengan pendidikan, menurutnya pendidikan manusia mencapai peradaban masa kini dengan menegakkan peradaban masa datang. Hal ini
menunjukkan sejarah mempunyai fungsi didaktik, yaitu menjadi sumber inspirasi dan aspirasi pada generasi penerus dengan mengungkap kehidupan dari pelaku sejarah
dari berbagai bidang, sehingga dapat dijadikan contoh dalam kehidupan pada generasi sekarang dan yang akan datang Sartono Kartodirdjo, 1992 : 252-254.
Sejarah memiliki fungsi didaktik dapat membentuk watak dan kepribadian bangsa yang mantap, berjiwa nasionalisme yang tinggi dan berwatak patriot sehingga
mampu memperkuat persatuan dan kesatuan, akibatnya diharapkan memiliki ketahanan nasional yang handal.Selanjutnya Sartono Kartodirdjo mengungkapkan
bahwa aspek didaktis pendidikan sejarah bagi peserta didik adalah: a secara unik memuaskan rasa ingin tahu dari anak tentang orang lain, kehidupan tokoh-tokoh,
perbuatan dan cita-cita yang dapat menggugah rasa kagum pada pendahulunya, b dengan belajar dapat diwariskan kebudayaan umat manusia melalui seni, sastra dan
tata kehidupannya, c melatih tertib intelektual, yaitu dapat memilih antara fakta, persepsi, propaganda dan kebenaran sejarah, d dengan belajar sejarah akan dapat
49 membandingkan kehidupan masa lampau dan masa sekarang, dan e pelajaran
sejarah akan dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk melatih memecahkan permasalahan kehidupan masa kini dengan mengacu pada memecahkan
permasalahan pada masa lampau. Pada kesempatan lain Sartono Kartodirdjo 1995 : 5, juga menyampaikan
fungsi dari pelajaran sejarah nasional di Indonesia adalah: a membenarkan eksistensi negara nation Indonesia, b melegimitasi kebangsaan Indonesia sebagai
produk perkembangan historis, c sumber inspirasi kebangsaan nasional dan memperkuat kebangsaan, d memantapkan identitas nasional sebagai simbol
solidaritas nasional, dan e membentuk serta memantapkan wawasan historis yang melihat being pada hakekatnya adalah suatu becaming, dengan perkataan lain bahwa
setiap proses terkait dengan hal-hal prosesual. Pelajaran sejarah di sekolah menurut Moh Ali 1961 : 291 bertujuan untuk:
a membangkitkan atau mengembangkan dan memelihara semangat kebangsaan, b membangkitkan hasrat untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan di segala bidang, c
membangkitkan untuk mempelajari sejarah kebangsaan merupakan bagian dari sejarah dunia, dan d menyadarkan peserta didik tentang cita-cita dan perjuangan
naional untuk mewujudkan cita-cita dan perjuangan nasional untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara.
Menurut Nugroho Notosusanto 1979 : 3-5 setidak-tidaknya ada empat kegunaan dalam mempelajari sejarah, yaitu: 1 Kegunaan rekreatif; 2 Kegunaan
50 inspiratif; 3 Fungsi instruktif, dan 4 Fungsi edukatif, yang masing-masing dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1 Kegunaan rekreatif
Dengan belajar sejarah akan dapat mengantarkan pada perlawatan untuk mengamati kehidupan masa lampau di berbagai pelosok negeri. Dengan demikian
akan menghilangkan kejenuhan dalam kehidupan rutinitas dari kegiatan sehari- hari.
2 Kegunaan inspiratif Belajar sejarah akan mendapatkan inspirasi dan semangat, perjuangan dan segala
pengalaman kehidupan masa lampau guna mewujudkan identitas diri, identitas bangsa dan identitas kebangsaan kolektif, serta dedikasi yang tinggi terhadap
kelompok suku, negeri dan bangsanya. Pengajaran sejarah di Indonesia fungsi ini dikembangkan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme, patriotisme dan
membangun kepribadian bangsa bagi setiap warganya. 3 Fungsi instruktif
Fungsi tersebut dirasakan pada kegiatan pembelajaran, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diketemukan
dalam kehidupan masyarakat masa lalu akan berpengaruh terhadap peradaban manusia. Hal ini kegunaan instruktif dari sejarah adalah akan menunjang studi
kejuruan dan ketrampilan.
51 4 Fungsi edukatif
Sejarah akan mampu memberikan pelajaran tentang kehidupan dan mendidik manusia untuk menjadi arif dan bijaksana. Jati diri seseorang dan bangsa akan
dapat dikenali tidak akan mengalami kesalahan yang sama. Sejarah menjadi dasar terbinanya identitas nasional. Setiap warga negara
Indonesia yang mengaku berbangsa dan bertanah air Indonesia, pasti memiliki rasa nasionalisme kepada bangsa dan tanah airnya. Rasa cinta atau nasionalisme tersebut
diwujudkan dalam sikap tingkah laku dan perbuatan yang bertujuan memelihara, melestarikan dan mempertahankan keutuhan, keselamatan, kemajuan bangsa dan
tanah air. Sejarah juga merupakan modal utama membangun bangsa pada masa kini maupun masa yang akan datang.
Sejarah hendaknya dapat memberi pengertian, penerangan dan pemahaman akan masa lampau, sebagai cermin untuk masa kini dan memprediksi masa yang akan
datang dan dapat pula digunakan untuk membentuk sikap. Kesemuanya itu demi terbinanya persepsi sejarah yang berjiwa nasional, untuk memperdalam dan
mempertajam pengetahuannya belajar sejarah tidak mengutamakan daya ingat melainkan daya nalar. Pemahaman dan kemampuan refleksi yang tinggi membuat
peserta didik berpeluang menangkap dan menginternalisasikan kebenaran sejarah,sehingga mereka menyadari hidupnya sebagai suatu praktis yang belum
selesai dan selalu berupaya mencapai kebenaran dan terus memperjuangkannya.
52
B. Prinsip Pengembangan Materi Pembelajaran
Kurikulum yang sekarang berlaku adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang memberi wewenang pada satuan pendidikan untuk
mengembangkannya. Dalam konteks baru ini maka kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan untuk unit pendidikan suatu daerah tertentu boleh berbeda
dengan kurikulum unit pendidikan lain atau daerah lain Hamid Hasan, 2008 : 59. Proses pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan merupakan
suatu fenomena baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dengan perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralisasi yang kemudian diakomodasi dalam
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka wewenang pengembangan kurikulum ada di satuan pendidikan Hamid Hasan, 2008 : 118.
Dalam Standar Nasional Pendidikan SNP Pasal 1, ayat 15 , dijelaskan bahwa Kurikulum operasional disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum operasional 1 Sebagai kurikulum yang bersifat operasional, maka dalam pengembangannya,
KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional; 2 Sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP, dituntut dan
harus memperhatikan ciri khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan