Latar Belakang Panduan Bimtek Dosen Mata Kuliah Bahasa Indonesia
2
Berdasarkan peraturan perudang-undangan, bahasa Indonesia diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Namun, efektivitas kompetendi
berbahasa para pelajar maupun mahasiswa masih rendah. Hal itu tercermin dari nilai ujian yang berada di bawah standar, karya tulis yang kurang memadai, kemampuan
komunikasi yang rendah, dan kekacauan pemakaian bahasa dalam interaksi sehari-hari. Di kalangan mahasiswa tampak pula gejala minimnya kesadaran mereka untuk
mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh agar dapat mengungkapkan gagasan, rasa, karsa, dan daya ciptanya secara etis, estetis, dan logis. Mereka
mengontrak MKU bahasa Indonesia hanya untuk sekadar lulus. Walhasil, kemahiran berbahasa Indonesia para mahasiswa Indonesia tidak tampak dalam tatapikir, tataucap,
tatatulis, dan tatalaku berbahasa Indonesia dalam konteks ilmiah dan akademis. Pengalaman dan pengamatan di atas sejalan dengan hasil Ujian Nasional.
Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh menegaskan
bahwa nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diraih siswa SMPMTs paling rendah apabila dibandingkan dengan mata
pelajaran lainnya. Kondisi rendahnya nilai UN Bahasa Indonesia ini sama dengan hasil nilai UN untuk jenjang SMA. Hasil nilai UN SMPMTs untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, rata-rata
nilainya adalah 7,49, dengan nilai maksimum 9,90 dan minimum 0,80. Adapun untuk Bahasa Inggris, rata-rata nilainya 7,65
http:pasca.unesa.ac.id . Data ini dapat ditafsirkan pula
bahwa kemampuan bahasa Inggris mereka lebih baik daripada kemampuan mereka dalam berbahasa nasional.
Persoalan di atas berdampak pada rendahnya produktivitas publikasi ilmiah masyarakat Indonesia dibanding masyarakat internasional. Hasil penelitian kelompok
Scimago menunjukkan bahwa jumlah publikasi ilmiah masyarakat Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 3.232, sedangkan publikasi warga Malaysia sebanyak 20.838,
Singapura 16.032, dan Amerika Serikat 537.308 Scimago Research Group, 2014 Persoalan di atas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya lingkungan
yang tidak mendukung pemakaian bahasa Indonesia, minimnya buku bacaan untuk menunjang kemahiran berbahasa siswa, rendahnya minat baca, kurikulum yang tidak
berpihak pada kebutuhan siswa, metode pembelajaran yang kurang mampu menggali dan mengasah kemampuan dan potensi siswa, serta guru yang dianggap kurang
kompeten. Jika persoalan di atas dikaitkan dengan kompetensi guru yang kurang memadai,
maka penyelesaiannya ialah dengan meningkatkan kompetensi mereka melalui kegiatan
3
pelatihan yang difokuskan pada upaya-upaya dosen dalam meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi akademiknya dalam membina para mahasiswa. Para dosen
perlu dicerahkan dengan berbagai model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh. Model tersebut terutama
berkaitan dengan cara membina mahasiswa agar terampil presentasi dan menulis karya ilmiah.
Probelamatika lain adalah masalah metodologi perkuliahan Bahasa Indonesia yang masih cenderung satu arah. Berdasarkan Peraturan Menteri Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 Standar Nasional Pendidikan Tinggi dinyatakan bahwa bentuk perkuliahan meliputi seminar, praktikumpraktik, kuliah,
response, dan tutorial. Metode yang digunakan berupa diskusi kelompok, simulasi, studi kasus, kolaboratif, kooperatif, proyek, berbasis masalah. Karakterisktik pembelajaran
Interaktif, Holistik, Integratif, Saintifik, Kontekstual, Tematik, Efektif, Kolaboratif, dan Berpusat pada Mahasiswa. Problematika pembelajaran satu arah secara nyata diakui
sebagai masalah besar dalam perkuliahan sampai kemudian dimunculkan di dalam Peraturan Menteri terkait dengan pembekajaran dua arah.
Mengingat posisi mata kuliah bahasa \indonesia sangat strategis dalam dalam mencerdaskan khidupan bangsa, mengkuhkan rasa kebangsaan, serta menumbuhkan
cinta tanah air, perlulah dilakukan rekayasa-rekayasa yang eferktif untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, dilakukan rancangan pelatihan dengan fokus pada dua
hal, yakni: model pembelajaran dan pelatihan menulis karya ilmiah. Jika dosen MKU bahasa Indonesia terampil menulis, maka hal itu akan berimbas kepada para
mahasiswanya dan kepada teman-teman dosen yang tidak mengampu bahasa Indonesia.